• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI TEPUNG RAMBUT JAGUNG SEBAGAI BERAS TIRUAN DENGAN PERBANDINGAN FORMULASI SUBSTITUSI TEPUNG SAGU DAN TEPUNG JAGUNG KARYA TULIS ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI TEPUNG RAMBUT JAGUNG SEBAGAI BERAS TIRUAN DENGAN PERBANDINGAN FORMULASI SUBSTITUSI TEPUNG SAGU DAN TEPUNG JAGUNG KARYA TULIS ILMIAH"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI TEPUNG RAMBUT JAGUNG SEBAGAI BERAS TIRUAN DENGAN PERBANDINGAN FORMULASI SUBSTITUSI TEPUNG SAGU

DAN TEPUNG JAGUNG

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH

MARIA MARGARETHA NINA REGAL NIM 10.039

AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN “PUTRA INDONESIA” MALANG

(2)

APLIKASI TEPUNG RAMBUT JAGUNG SEBAGAI BERAS TIRUAN DENGAN PERBANDINGAN FORMULASI SUBSTITUSI TEPUNG SAGU

DAN TEPUNG JAGUNG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan kepada

Akademi Farmasi Putra Indonesia Malang untuk memenuhi salah satu persyaratan

dalam menyelesaikan program D III bidang Farmasi

OLEH

MARIA MARGARETHA NINA REGAL NIM 10.039

AKADEMI FARMASI “PUTRA INDONESIA” MALANG

(3)

ABSTRAK

Regal, Maria Margaretha Nina. 2013. Aplikasi Tepung Rambut Jagung Sebagai

Beras Tiruan Dengan Perbandingan Formulasi Substitusi Tepung Jagung Dan Tepung Sagu. Karya Tulis Ilmiah. Akademi Analis Farmasi dan

Makanan Putra Indonesia Malang, Pembimbing Ambar Fidyasari, STP.

Kata Kunci : Beras tiruan, rambut jagung

Rambut jagung merupakan bagian dari jagung yang tidak banyak termanfaatkan dengan baik. Mengatasi hal tersebut, maka di buatlah solusi dengan menjadikannya sebagai bahan baku pembuatan beras tiruan. Beras tiruan dibuat dari tepung rambut jagung dengan penambahan dua formulasi, yaitu tepung sagu dan tepung jagung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil mutu fisik dan kimia dari kedua formulasi, serta untuk mengetahui formulasi yang tepat untuk mendapatkan beras tiruan yang baik.

Dari rambut jagung sebanyak 475 gram didapatkan tepung rambut jagung sebanyak 220 gram. Tepung rambut jagung dibagi menjadi dua formulasi dengan perbandingan 85 : 15. Formulasi 1 didapatkan jumlah beras tiruan sebesar 120 gram sedangkan formulasi 2 sebesar 115 gram.

Beras tiruan dari kedua formulasi dilakukan pengujian mutu antara lain organoleptis, kadar air, dan komponen yang termasuk dalam karbohidrat (kadar pati dan kadar sakarosa ). Kadar air dari formulasi 1 sebesar 13,53%, sedangkan formulasi 2 sebesar 12,79 %. Untuk kadar pati pada formulasi 1 didapatkan 0,61 %, pada formulasi 2 sebesar 0,49 %. Sedangkan untuk kadar sakarosa dari formulasi 1 sebesar 0,99 %, sedangkan pada formulasi 2 sebesar 1,08 %.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Aplikasi Tepung Rambut Jagung Sebagai Beras Tiruan Dengan

Perbandingan Formulasi Substitusi Tepung Jagung Dan Tepung Sagu” ini tepat

pada waktunya.

Adapun tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan program akhir Diploma III di Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang.

Sehubungan dengan terselesaikannya penulisan Karya Tulis Ilmah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak, yaitu :

1. Bapak Hendyk Krisna D., S.Si., selaku direktur Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang.

2. Ibu Ambar Fidyasari, STP, selaku dosen pembimbing. 3. Ibu Dra. Wigang Solanjari, selaku penguji I.

4. Ibu Erna S., S.Si, M. Biomed, Apt, selaku penguji II

5. Bapak dan Ibu Dosen Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang serta semua staf.

6. Kedua orang tua dan saudara – saudaraku yang telah memberi doa serta motivasi baik material maupun spiritual.

7. Teman – teman Akafarma angakatan 2010 dan rekan – rekan mahasiswa serta semua pihak yang langsung maupun yang tidak langsung telah memberikan bimbingan, bantuan, serta arahan kepada penulis.

(5)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih mempunyai beberapa kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran akan sangat diharapkan. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat.

Malang, Juli 2013

(6)

DAFTAR ISI ABSTRAK ... i KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI ... iv DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 3 1.3 Tujuan Penelitian ... 4 1.4 Manfaat Penelitian ... 4 1.5 Asumsi Penelitian ... 5

1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 5

1.7 Definisi Istilah ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rambut Jagung ... 7

2.2 Beras ... 9

2.3Tepung ... 15

2.4 Gelatin ... 17

(7)

2.6 Kerangka Teori ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 30

3.2 Populasi dan Sampel ... 31

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

3.4 Tahap Penelitian ... 31

3.5 Devinisi Operasional Variabel ... 34

3.6 Pengumpulan Data ... 35

3.7 Analisa Data ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Persiapan Rambut Jagung ... 47

4.2 Pembuatan Tepung Rambut Jagung ... 47

4.3 Pembuatan Beras Tiruan dengan Substitusi Tepung Sagu dan Tepung Jagung ... 47 4.4 Pengujian ... 48 4.5 Analisis Data ... 49 BAB V PEMBAHASAN ... 50 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 55 6.2 Saran ... 55 DAFTAR RUJUKAN ... 56 LAMPIRAN – LAMPIRAN ... 58

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rambut Jagung ... 7

Gambar 2. Pati Beras ... 10

Gambar 3. Mikroskop Granula Pati Jagung ... 15

Gambar 4. Mikroskop Granula Pati Sagu ... 16

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan dan Komposisi Senyawa Kimia Rambut Jagung ... 8

Tabel 2.2 Kandungan Nutrisi Beras ... 12

Tabel 2.3 Spesifikasi Persyaratan Mutu ... 12

Tabel 2.4 Nutrisi Beras ... 13

Tabel 2.5 Komposisi Kimia Pati Sagu ... 17

Tabel 2.6 Kandungan Nutrisi Tepung Sagu dan Tepung Jagung ... 17

Tabel 2.7 Penentuan Glukosa, Fruktosa, dan gula invert ... 24

Tabel 3.1 Tabel Operasional Variabel ... 34

Tabel 3.2 Tabet t ... 46

Tabel 4.1 Hasil Tepung ... 47

Tabel 4.2 Hasil Beras Tiruan... 48

Tabel 4.3 Hasil Organoleptis Beras Tiruan ... 48

Tabel 4.4 Hasil Kadar Air dalam Beras Tiruan ... 48

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rambut Jagung, Tepung Rambut Jagung, Beras Tiruan, Nasi ... 58

Lampiran 2. Perhitungan Pembuatan Larutan KI 20 %, H2SO4 26,5 %, dan larutan HCl 30 % ... 59 Lampiran 3. Perhitungan Pembuatan Larutan Na2S2O3 0,1 N ... 60

Lampiran 4. Perhitungan Pembuatan Larutan KIO3 0,1 N ... 61

Lampiran 5. Perhitungan Pembuatan Larutan KI 0,9 %, NaOH 45% ... 62

Lampiran 6. Perhitungan Kadar Air ... 63

Lampiran 7. Perhitungan Karbohidrat ... 65

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan zat-zat gizi dalam tubuh. Ketahanan pangan dalam pengertian pemenuhan kebutuhan pangan, diusahakan agar pangan selalu tersedia setiap saat dan terjangkau harganya oleh masyarakat. Tingginya konsumsi beras di Indonesia menyebabkan diterapkannya kebijakan impor yang menyiksa petani, selain itu berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS). Konsumsi beras di Indonesia menduduki peringkat pertama di dunia setiap tahunnya. Tingginya konsumsi beras mengakibatkan permintaan beras di dalam negeri tinggi dan tidak seimbang dengan ketersediaannya (BPS, 2012).

Ketidakseimbangan pada produksi beras salah satunya dikarenakan lahan pertanian yang setiap tahunnya semakin menurun seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk (IPTEK, 2001). Sedangkan, tingginya tingkat konsumsi di Indonesia selain disebabkan oleh jumlah penduduk yang terus meningkat, juga disebabkan oleh pola konsumsi masyarakat yang sulit berubah dari beras ke bahan pangan lainnya. Serta paradigma belum makan, jika belum makan nasi. Hal ini memperlihatkan bergantungnya orang Indonesia terhadap beras (Soraya,2012).

Indonesia kaya akan produk sumber karbohidrat lain seperti jagung, singkong, sorgum, sagu, dan umbi-umbian lainnya. Bahan-bahan tersebut sudah

(12)

digunakan sebagai bahan pangan, namun masih belum bisa menggantikan beras sebagai makanan pokok. Biasanya bahan tersebut lebih sering diolah menjadi kue atau jajanan pasar. Kendala dalam mengonsumsi bahan tersebut sebagai bahan makanan pokok disebabkan kurangnya kesiapan masyarakat secara psikologis untuk mengganti makanan pokok dan kurangya ketersediaan produk pangan yang memenuhi selera masyarakat. Masyarakat merasa bosan dengan cara konsumsi umbi-umbian yang belum bervariasi sehingga lebih memilih produk berbasis gandum sebagai pengganti beras. Oleh karena itu, diperlukan teknologi untuk mengolah bahan-bahan tersebut menjadi bentuk yang menyerupai beras yang dapat diolah dan dikonsumsi seperti nasi (Soraya, 2012).

Salah satu produk yang mempunyai kandungan karbohidrat selain beras non – padi adalah beras tiruan. Beras tiruan merupakan produk yang mempunyai kandungan nutrisi dan tekstur yang hampir sama dengan beras yang sebenarnya. Dilihat dari nilai nutrisi karbohidrat dan mineral yang dimiliki rambut jagung, maka rambut jagung dapat dijadikan sebagai bahan alternatif untuk dikembangkan menjadi beras tiruan.

Jagung termasuk biji-bijian yang sering dimanfaatkan secara langsung maupun diolah terlebih dahulu. Jagung juga merupakan salah satu komoditas ungulan di Indonesia dilihat dari kandungan nutrisinya. Namun, konsumsi jagung masih meyisakan limbah yang selama ini tidak dimanfaatkan yaitu rambut jagung.

Rambut jagung merupakan limbah yang selama ini belum termanfaatkan, sehingga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Mengatasi hal tersebut, maka perlu peningkatan nilai ekonomi dari rambut jagung, sehingga memiliki

(13)

nilai jual. Jadi, tidak hanya jagungnya saja yang dimanfaatkan melainkan limbah jagung tersebut dapat diolah menjadi produk pangan yang mempunyai nilai nutrisi yang tinggi salah satunya dibuat sebagai beras tiruan.

Melihat latar belakang di atas, perlu adanya pengembangan beras tiruan yang diupayakan dapat membantu mengolah bahan-bahan sumber karbohidrat menjadi produk yang dapat diterima oleh masyarakat. Agar beras tiruan dari tepung rambut jagung ini dapat diterima oleh masyarakat, maka diperlukan formulasi substitusi tepung lokal terbaik untuk mendapatkan karakteristik yang menyerupai beras yang sesungguhnya. Penambahan tepung jagung dan tepung sagu tersebut dilihat dari kandungan pati dalam tepung sagu dan tepung jagung cukup besar. Pada tepung sagu jumlah amilosa dan amilopektin sebesar 27 % dan 73 %, sedangkan pada tepung jagung jumlah amilosa dan amilopektin sebesar 25 % dan 75 %. Serta bahannya juga mudah didapatkan dengan harga yang murah.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana hasil mutu fisik dan kimia beras tiruan dari tepung Rambut Jagung yang disubsitusi tepung sagu ?

2. Bagaimana hasil mutu fisik dan kimia beras tiruan dari tepung Rambut Jagung yang disubsitusi tepung jagung ?

3. Bagaimana formulasi yang tepat untuk mendapatkan beras tiruan yang baik ?

(14)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui hasil mutu fisik dan kimia beras tiruan dari tepung rambut jagung yang disubsitusi tepung sagu.

2. Mengetahui hasil mutu fisik dan kimia beras tiruan dari tepung rambut jagung yang disubsitusi tepung jagung.

3. Mengetahui formulasi yang tepat untuk mendapatkan beras tiruan yang baik.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Bagi Mahasiswa

a. Mendapatkan informasi baru mengenai kegunaan rambut jagung sebagai bahan baku pembuatan beras tiruan.

b. Mengetahui proses pembuatan beras tiruan yang baik dengan substitusi tepung lokal.

2. Bagi Masyarakat

a. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai beras tiruan sebagai pengganti beras.

(15)

3. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengolahan limbah rambut jagung menjadi tepung rambut jagung sebagai bahan utama pembuatan beras tiruan. Bagi Pemerintah

Budidaya tanaman jagung sangat menguntungkan bagi Pemerintah. Selain sebagai bahan pangan, bagian jagung lainnya seperti rambut jagung, dapat dijadikan sebagai beras tiruan sehingga dapat meningkatkan nilai jual.

1.5 Asumsi Penelititan

Asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Rambut jagung memiliki nilai nutrisi karbohidrat dan mineralnya sehingga dapat diolah menjadi tepung rambut jagung.

2. Beras tiruan digunakan untuk pembuatan pangan fungsional.

3. Metode yang digunakan dalam pengolahan rambut jagung menjadi beras tiruan adalah dengan proses penggilingan, pengeringan, penepungan, pengayakan, pencampuran, pencetakan, pengeringan, dan pengemasan.

1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah pengumpulan bahan yaitu limbah rambut jagung, pembuatan tepung rambut jagung,pembuatan beras tiruan dari tepung rambut jagung dengan 2 macam substitusi tepung lokal, uji mutu fisik yaitu organoleptis yang meliputi uji tekstur, warna, aroma, uji kepunelan,serta uji kimia meliputi : uji kadar air, uji pati dan uji karbohidrat.

(16)

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah beras tiruan yang dibuat menggunakan 2 macam subsitusi tepung lokal yaitu tepung sagu dan tepung jagung. Rambut jagung yang digunakan adalah limbah rambut jagung yang tidak dilihat dari umur, waktu panen dan tempat tumbuh dari jagung.

1.7 Definisi Istilah

1. Beras tiruan merupakan beras non-padi yang memiliki kandungan karbohidrat mendekati atau melebihi beras dengan bentuk menyerupai beras dan dapat berasal dari kombinasi tepung lokal yaitu tepung jagung.

2. Rambut jagung adalah bagian dari jagung yang masih belum termanfaatkan.

3. Substitusi adalah pengganti. Artinya, makanan yang dimaksud dengan substitusi adalah makanan atau bahan pangan pengganti dari aslinya, tetapi memiliki kegunaan atau manfaat yang sama.

4. Formulasi berarti perumusan. Artinya, merumuskan atau menyusun dalam bentuk yang tepat.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rambut Jagung

Gambar 1. Rambut Jagung (Sumber : Alfalfa.co.id)

2.1.1 Morfologi Tanaman

Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan atau graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan munculnya cabang anakan pada beberapa genotipe dan lingkungan tertentu. Batang jagung terdiri atas buku dan ruas. Daun jagung tumbuh pada setiap buku, berhadapan satu sama lain. Bunga jantan terletak pada bagian terpisah pada satu tanaman sehingga lazim terjadi penyerbukan silang. Jagung merupakan tanaman hari pendek, jumlah daunnya ditentukan pada saat inisiasi bunga jantan, dan dikendalikan oleh genotipe, lama penyinaran, dan suhu.

(18)

Pemahaman morfologi dan fase pertumbuhan jagung sangat membantu dalam mengidentifikasi pertumbuhan tanaman, terkait denganoptimasi perlakukan agronomis. Cekaman air (kelebihan dan kekurangan), cekaman hara (defisiensi dan keracunan), terkena herbisida atau seranganhama dan penyakit akan menyebabkan tanaman tumbuh tidak normal, atau tidak sesuai dengan morfologi tanaman.

Rambut jagung (silk) adalah pemanjangan dari saluran stylar ovary yangmatang pada tongkol. Rambut jagung tumbuh dengan panjang hingga 30,5cm atau lebih sehingga keluar dari ujung kelobot. Panjang rambut jagungbergantung pada panjang tongkol dan kelobot (Subekti, 2011).

2.1.2 Khasiat Tanaman

Rambut jagung mempunyai beberapa khasiat diantaranya sebagai anti diabetes. Diabetes Melitus adalah suatu penyakit gangguan metabolisme karbohidrat yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemik) dan adanya glukosa dalam urin (glukosuria). Penyebab Diabetes Melitus adalah kegagalan pankreas mensekresi insulin. Dalam jangka panjang, penyakit ini dapat mengakibatkan resiko gangguan lebih lanjut pada retina dan ginjal, kerusakan saraf perifer, dan mendorong terjadinya penyakit jantung, kaki, dan otak (Widowati,1997).

2.1.3 Kandungan dan Komposisi Senyawa Kimia Rambut Jagung (Dwi,dkk. 2007)

(19)

2.2 Beras

Bagian terbesar beras didominasi oleh pati (sekitar 80 - 85%). Beras juga mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral, dan air. Pati beras dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu amilosa pati dengan struktur tidak bercabang dan amilopektin dengan struktur bercabang. Perbandingan komposisi kedua golongan pati ini sangat menentukan warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera). Ketan hampir sepenuhnya didominasi oleh amilopektin sehingga sangat lekat, sementara beras pera memiliki kandungan amilosa melebihi 20% yang membuat butiran nasinya terpencar-pencar (tidak berlekatan) dan keras.

Karbohidrat merupakan penyusun utama beras dan sebagian besar dari karbohidrat ini adalah pati. Sedang karbohidat lain seperti pentosa dan selulosa, hemiselulosa dan gula hanya terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit. Oleh karena itu pati merupakan fraksi terbesar dalam beras, maka sifat fisikokimia pati

Tabel 2.1. Kandungan dan Komposisi Senyawa Kimia

(20)

mempunyai peranan penting dalam penentuan sifat fisikokimia beras. Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibagi menjadi empat golongan, yaitu ketan (2-9 persen), beras beramilosa rendah (9-20 persen), beras beramilosa sedang (20-25 persen) dan beras beramilosa tinggi (25-33 persen). Secara umum, beras memiliki bentuk polygonal bulat dengan ukuran bulat 3-8 mikron, dan suhu gelatinisasi 68-78oC.

Gambar 2. Pati Beras (Sumber : Agustin, 2011)

Beras ketan dan beras biasa (non ketan) berbeda kandungan amilosa dan amilopektinnya. Amilosa berantai lurus dengan ikatan 1-4 alfa-glikosidik, sedangkan amilopektin berantai cabang dengan ikatan 1-4 alfa dan 1-6 beta glikosidik pada percabangannya dengan panjang rantai 20 – 26 satuan glukosa. Ketan (atau beras ketan), berwarna putih, tidak transparan, seluruh atau hampir seluruh patinya merupakan amilopektin.

(21)

Perbandingan antara amilosa dan amilopektin ini dijadikan dasar atau merupakan faktor tunggal dalam menentukan mutu rasa dan tekstur nasi. Kandungan amilosa tersebut berkorelasi positif dengan tingkat kelemahan, kelengketan, warna dan kilap. Semakin tinggi kadar amilosa volume nasi yang diperoleh makin besar tanpa kecenderungan mengempes, hal ini dikarenakan amilosa mempunyai kemampuan retrogadasi yang lebih besar. Beras dengan kandungan amilosa tinggi menghasilkan nasi pera dan kering, sebaliknya beras dengan kandungan amilosa rendah menghasilkan nasi yang lengket dan lunak. Semakin tinggi kandungan atau kadar amilosa yang terkandung, maka akan semakin berkurang keenakan rasanya karena semakin tinggi kadar amilosa yang terkandung, maka struktur nasi yang diperoleh akan semakin keras dan mempunyai struktur pisah-pisah (Agustin,2011).

Beras menurut SNI 6128 : 2008, beras merupakan hasil utama yang diperoleh dari proses penggilingan gabah hasil tanaman padi (Oryza sativa L.) yang seluruh lapisan sekamnya terkelupas dan seluruh atau sebagian lembaga dan lapisan bekatulnya telah dipisahkan. Tekstur nasi dilihat dari sifat fisik nasi yang mencerminkan tingkat kepulenan. Kadar air dilihat dari jumlah kandungan air dalam butir beras yang dinyatakan dalam satuan persen dari berat basah (wet

basis). Klasifikasi beras digolongkan dalam 5 (lima) kelas mutu, yaitu I, II, III,

(22)

2.2.1 Kandungan Nutrisi Beras

(Data kandungan gizi bahan olahan, 2012)

2.2.2 Syarat Mutu Beras

2.2.2.1 Syarat Umum

1. Bebas hama dan penyakit.

2. Bebas bau apek, asam atau bau asing lainnya. 3. Bebas dari campuran dedak dan bekatul.

4. Bebas dari bahan kimia yang membahayakan dan merugikan konsumen.

2.2.2.2 Syarat Khusus

Tabel 2.2. Kandungan Nutrisi

Beras

(23)

Tabel Nutrisi Beras (Duniafitnes, 2012)

Size per serving : 100gr

Keterangan:  Prot : Protein  Carb : Carbohydrate  Fat : Fat  Fbr : Fiber  Cal : Calorie  Sd : Sodium  Chol : Cholesterol  GL : Glycemic Load  AAS : Amino Acid Score  GI : Glycemic Index

(24)
(25)

30

2.2.3 Beras Tiruan

Beras tiruan merupakan sebutan lain dari beras analog. Beras tiruan adalah beras yang dibuat dari non padi dengan kandungan karbohidrat mendekati atau melebihi beras dengan bentuk menyerupai beras dan dapat berasal dari kombinasi tepung lokal atau padi. Metode pembuatan beras analog terdiri atas dua cara yaitu metode granulasi dan ekstrusi. Perbedaan pada kedua metode ini adalah tahapan gelatinisasi adonan dan tahap pencetakkan. Hasil cetakan metode granulasi adalah butiran sedangkan hasil cetakan metode ekstrusi adalah bulat lonjong dan sudah lebih menyerupai beras.

Pembuatan beras tiruan yang telah dipatenkan oleh Kurachi (1995) dengan metode granulasi diawali dengan tahap pencampuran tepung, air, dan hidrokoloid sebagai bahan pengikat. Proses pencampuran dilakukan pada suhu 30-80oC sehingga sebagian adonan telah mengalami gelatinisasi (semi gelatinisasi). Setelah itu adonan dicetak menggunakan granulator, kemudian dikukus (gelatinisasi) dan dikeringkan. Metode pembuatan beras analog oleh Budijanto et al. (2011) dengan cara ekstrusi memiliki sedikit perbedaan dengan metode granulasi yaitu adanya tahap penyangraian dan ekstrusi. Tahap penyangraian bertujuan untuk menggelatinisasi sebagian adonan (semi gelatinisasi) atau pengondisian (conditioning) adonan sebelum diekstrusi.

Tahap ekstrusi meliputi proses pencampuran, pemanasan (gelatinisasi) dan pencetakan melalui die. Tahap berikutnya adalah ekstrudat dikeringkan menggunakan oven dryer pada suhu 600C selama 4 jam (Soraya, 2012).

(26)

31

2.3 Tepung

Definisi tepung menurut kamus bahasa Indonesia adalah serbuk. Jadi dapat disimpulkan bahwa tepung adalah suatu bahan yang melalui suatu proses sehingga menjadi serbuk atau tepung. Beberapa jenis tepung di Indonesia diantaranya tepung jagung dan tepung sagu.

2.3.1 Tepung Jagung

Menurut SNI 0l-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung (Zea mays Linn) yang baik dan bersih.

Gambar 3. (Sumber : Soraya, 2012)

Proses pembuatan tepung jagung terdiri dari dua cara yaitu penggilingan basah dan penggilingan kering. Pada penggilingan basah dilakukan perendaman dalam air bersih terlebih dahulu. Tepung yang dihasikan melalui penggilingan basah biasanya memiliki rendemen yang lebih tinggi namun kandungan gizinya lebih rendah dibandingkan tepung yang dihasilkan dengan penggilingan kering. Kadar amilosa/amilopektin sebesar 25%/75%.

(27)

32

Tepung jagung dapat diolah lebih lanjut menjadi bahan pembuatan mi, cookies, muffin, brownies maupun cake. Dengan kandungan gluten yang rendah (<1%) biasanya jagung hanya digunakan untuk membuat produk yang tidak memerlukan pengembangan yang tinggi. Tingkat substitusi tepung jagung pada produk roti dan mi adalah sebesar 20%, sedangkan tepung jagung termodifikasi dapat mensubstitusi hingga 40%. Pada produk cake, kue basah dan kue kering tepung jagung dapat mensubstitusi hingga 100% (Soraya, 2012).

2.3.2 Tepung Sagu

Menurut SNI 01-3729-1995, tepung sagu adalah pati yang diperoleh dari pengolahan empulur pohon sagu (metroxylon sp).

Gambar 4. (Sumber : Agustin, 2011)

Tabel 2.5

16

(28)

33

(Agustin, 2011)

2.3.3 Kandungan Nutrisi Tepung Jagung dan Tepung Sagu

(Data kandungan gizi bahan olahan, 2012)

2.4 Gelatin

Gambar 5. Gelatin (Sumber : Fauzy 2007)

Gelatin adalah suatu jenis protein yang diekstraksi dari jaringan kolagen kulit, tulang atau ligamen (jaringan ikat) hewan. Pembuatan gelatin merupakan upaya untuk mendayagunakan limbah tulang yang biasanya tidak terpakai dan dibuang di rumah pemotongan hewan. Penggunaan gelatin dalam industri pangan

Tabel 2.6. Kandungan Nutrisi Tepung Jagung dan Tepung Sagu

(29)

34

terutama ditujukan untuk mengatasi permasalahan yang timbul khususnya dalam penganekaragaman produk.

Penggunaan gelatin sangatlah luas dikarenakan gelatin bersifat serba bisa, yaitu bisa berfungsi sebagai bahan pengisi, pengemulsi (emulsifier), pengikat, pengendap, pemerkaya gizi, sifatnya juga luwes yaitu dapat membentuk lapisan tipis yang elastis, membentuk film yang transparan dan kuat, kemudian sifat penting lainnya yaitu daya cernanya yang tinggi.

2.4.1 Manfaat gelatin dan jenis-jenis produk yang menggunakannya

Gelatin sangat penting dalam rangka diversifikasi bahan makanan, karena nilai gizinya yang tinggi yaitu terutama akan tingginya kadar protein khususnya asam amino dan rendahnya kadar lemak. Gelatin kering mengandung kira-kira 84 – 86 % protein, 8 – 12 % air dan 2 – 4 % mineral. Dari 10 asam amino essensial yang dibutuhkan tubuh, gelatin mengandung 9 asam amino essensial, satu asam amino essensial yang hampir tidak terkandung dalam gelatin yaitu triptofan.

Fungsi-fungsi gelatin dalam berbagai contoh jenis produk yang biasa menggunakannya antara lain :

1. Jenis produk pangan secara umum: berfungsi sebagai zat pengental, penggumpal, membuat produk menjadi elastis, pengemulsi, penstabil, pembentuk busa, pengikat air, pelapis tipis, pemerkaya gizi.

2. Jenis produk daging olahan: berfungsi untuk meningkatkan daya ikat air, konsistensi dan stabilitas produk sosis, kornet, ham, dll.

(30)

35

3. Jenis produk susu olahan: berfungsi untuk memperbaiki tekstur, konsistensi dan stabilitas produk dan menghindari sineresis pada yoghurt, es krim, susu asam, keju cottage, dll.

4. Jenis produk bakery: berfungsi untuk menjaga kelembaban produk, sebagai perekat bahan pengisi pada roti-rotian, dll. Jenis produk minuman: berfungsi sebagai penjernih sari buah (juice), bir dan wine.

5. Jenis produk buah-buahan: berfungsi sebagai pelapis (melapisi pori-pori buah sehingga terhindar dari kekeringan dan kerusakan oleh mikroba) untuk menjaga kesegaran dan keawetan buah.

6. Jenis produk permen dan produk sejenisnya: berfungsi untuk mengatur konsistensi produk, mengatur daya gigit dan kekerasan serta tekstur produk, mengatur kelembutan dan daya lengket di mulut. (Fauzy, 2007)

2.5 Pengujian

2.5.1 Uji Organoleptis

Uji organoleptik adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui rasa dan bahu (kadang-kadang termasuk penampakan) dari suatu produk makanan, minuman, obat dan produk lain (Wiryawan, 2011). Uji kepulenan menurut SNI 6128:2008.

2.5.2 Uji Mutu Kimia

2.5.2.1 Kadar Air

Air dalam suatu bahan makanan terdapat dalam berbagai bentuk :

(31)

36

1. Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan inter-granular dan pori-pori yang terdapat pada bahan.

2. Air yang terikat secara lemah karena terserap (teradsorbsi) pada permukaan koloid makromolekuler seperti protein, pectin pati, sellulosa. Selain itu air juga terdispersi diantara koloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang ada dalam sel. Air yang ada dalam bentuk ini masih tetap mempunyai sifat air bebas dan dapat dikristalkan pada proses pembekuan. Ikatan antara air dengan koloid tersebut merupakan ikatan hidrogen.

3. Air dalam keadaan terikat kuat yaitu membentuk hidrat. Ikatannya bersifat ionic sehingga relative sukar dihilangkan atau diuapkan. Air ini tidak membeku meskipun pada 00F.

Kadar air dalam pembuatan beras tiruan dapat ditentukan dengan menggunakan metode pengeringan (Thermogravitimetri).

Metode Pengeringan (Thermogravitimetri) Prinsipnya menguapkan air yang ada dalan bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan. Cara ini relatif mudah dan murah. Kelemahan cara ini adalah :

- Bahan lain di samping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain.

- Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain. Contoh gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi dan sebagainya.

(32)

37

- Bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan.

Suatu bahan yang telah mengalami pengeringan ternyata lebih bersifat higroskopis daripada bahan asalnya. Oleh karena itu selama pendinginan sebelum penimbangan, bahan selalu ditempatkan dalam ruang tertutup yang kering misalnya dalam eksikator atau desikator yang telah diberi zat penyerap air. Penyerap air dapat menggunakan silika gel. Silika gel yang digunakan sering diberi warna guna memudahkan apakah bahan tersebut sudah jenuh dengan air atau belum. Bila sudah jenuh akan berwarna merah muda dan bila dipanaskan menjadi kering berwarna biru (Sudarmadji, 2007).

3.5.2.2 Karbohidrat

Secara sederhana dapat diartikan bahwa karbohidrat ialah suatu senyawa yang terdiri dari molekul-molekul karbon (C), hydrogen (H) dan oksigen (O) atau karbon dan hidrat (H2O) sehingga dinamaka karbo-hidrat. Dalam tumbuhan senyawa ini dibentuk melaui proses fotosintesis antara air (H2O) dengan karbondioksida (CO2) dengan bantuan sinar matahari (UV) menghasilkan senyawa sakarida dengan rumus (CH2O)n.

Ada banyak fungsi dari karbohidrat dalam penerapannya di industri pangan, farmasi maupun dalam kehidupan manusia sehari-hari. Diantara fungsi dan kegunaan itu ialah :

1. Sebagai sumber kalori atau energi

Sinar Matahari

CO2 + H2O (C6H12O6)n + O2

(33)

38

2. Sebagai bahan pemanis dan pengawet 3. Sebagai bahan pengisi dan pembentuk 4. Sebagai bahan penstabil

5. Sebagai sumber flavor (karamel) 6. Sebagai sumber serat

(Sughy, 2012)

Karbohidrat adalah polihidroksi aldehid atau polihidroksiketon dan meliputi kondensat polimer-polimernya yang terbentuk. Nama karbohidrat dipergunakan pada senyawa-senyawa tersebut, mengingat rumus empirisnya yang berupa CnH2nOn atau mendekati Cn(H2O)n yaitu karbon yang mengalami hidratasi. Namun demikian nama ini sebenarnya kurang tepat karena hidrat (H2O) yang melekat pada gugus karbon bukanlah sebagai hidrat yang sebenarnya, misalnya tak dapat dipisahkan atau dikristalkan tersendiri yang terlepas dari gugusnya. Secara alami, ada tiga bentuk karbohidrat yang terpenting yaitu :

1. Monosakarida 2. Oligosakarida 3. Poligosakarida (Sudarmadji, 2007).

Penentuan karbohidrat dalam suatu bahan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu uji kualitatif dan uji kuantitatif.

1. Uji kualitatif

(34)

39

Banyak cara untuk mengetahui adanya karbohidrat dalam suatu bahan antara lain : Uji Molisch, Uji Iod, Uji Benedict, Uji Barfoed, Uji Fehling, Uji Seliwanoff, Uji Bial, dan lain-lain.

2. Uji Kuantitatif

Banyak cara yang dapat digunakan untuk menentukan banyaknya karbohidrat dalam suatu bahan yaitu antara lain dengan cara kimiawi cara fisik, cara enzimatik atau biokimiawi dan cara kromatografi. Penentuan karbohidrat yang termasuk polisakarida maupun oligosakarida memerlukan perlakuan pendahuluan yaitu hidrolisa lebih dahulu sehingga diperoleh monosakarida. Untuk keperluan ini maka bahan dihidrolisa dengan asam atau enzim pada suatu keadaan yang tertentu. Penentuan monosakarida yang dihasilkan dapat dengan salah satu cara sebagai berikut : Cara kimia dengan cara Luff Schoorl. Prinsip metode luff schoorl ditentukan berdasarkan kuprioksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentunya dengan titrasi menggunakan Na-thiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel ekivalen dengan kuprioksida yang terbentuk dan juga ekivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan atau larutan.

Reaksi yang terjadi selama penentuan karbohidrat cara ini mula-mula kuprioksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari garam K-iodida. Banyaknya iod dapat diketahui dengan titrasi menggunakan Na-thiosulfat.

Reaksi yang terjadi dalam penentuan gula cara luff dapat dituliskan sebagai berikut :

(35)

40

R – COH + CuO Cu2O + R – COOH H2SO4 + CuO CuSO4 + H2O

CuSO2 + 2KI CuI2 + K2SO4 2CuI2 + Cu2I2 + I2 I2 + Na2S2O3 Na2S2O6 + NaI I2 + amilum : biru

Tabel 2.7. Penentuan Glukosa , fruktosa, dan gula invert dalam suatu bahan**)

mL 0,1 N Thio. *)

Glukosa, fruktosa, gula invert mg C6H12O6

mL 0,1 N Thio.

*)

Glukosa, fruktosa, gula invert mg C6H12O6 1 2,4 2,4 13 33,0 2,7 2 4,8 2,4 14 25,7 2,8 3 7,2 2,5 15 38,5 2,8 4 9,7 2,5 16 38,5 2,9 5 12,2 2,5 17 44,2 2,9 6 14,7 2,5 18 47,1 2,9 7 17,2 2,6 19 50,0 3,0 8 19,8 2,6 20 53,0 3,0 9 22,4 2,6 21 56,0 3,1 10 25,0 2,6 22 59,1 3,1 11 27,6 2,7 23 62,2 - 12 30,3 2,7 24 - -

*) ml 0,1 N Thio = Titrasi blanko – titrasi sampel **) Analisa dengan metode luff schoorl.

2.5.2.3 Sukrosa atau Sakarosa

(36)

41

Oligosakarida, ialah gula yang bila terhidrolisa menghasilkan beberapa molekul monosakarida. Termasuk senyawa ini ialah :a) disakarida, tersusun dari 2 molekul monosakarida.b).trisakarida, tersusun dari 3 molekul monosakarida.,c) tetrasakarida, tersusun dari 4 molekul monosakarida. Sifat dari oligosakarida, mudah larut daiam air dan larutannya berasa manis.

Sukrosa merupakan salah satu disakarida yang berlimpah ruah. Sukrosa ialah gula yang kita kenal sehari-hari, baik yang berasal dari tebu maupun dari bit. Selain pada tebu dan bit, sukrosa terdapat pula pada turnbuhan lain, rnisalnya dalarn buah nanas dan dalam wortel. Dengan hidrolisis sukrosa akan terpecah dan menghasilkan glukosa dan fruktosa.

Molekul sukrosa tidak mempunyai gugus aldehida atau keton bebas, atau tidak mempunyai gugus –OH glikosidik. Sukrosa mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke kanan. Sukrosa (gula pasir yang umum) didapatkan secara komersil dari tebu atau bit. Atom-atom anomer unit glukosa dan unit fruktosa berikatan [ada disakarida ini, konfigurasi ikatan glikosidik ini adalah α untuk glukosa dan β untuk fruktosa. Dengan sendirinya, sukrosa tidak mempunyai gugus pereduksi bebas (ujung aldehid atau keton), berbeda dengan sebagian besar gula lainnya.

Hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dikatalis oleh sukrose (juga disebut invertase karena hidrolisis mengubah aktivitas optik dari putaran kekanan menjadi kekiri). (Radityo, 2010)

Penentuan sukrosa dapat dianalisa dengan cara kimia yaitu dengan menentukan gula reduksi yang dihasilkan setelah sukrosa dihidrolisa dengan asam 26

(37)

42

atau dengan enzim. Salah satu penentuannya dapat dilakukan dengan cara Luff Schoorl.

Hidrolisa sukrosa akan dihasilkan 2 mol gula reduksi yang berupa fruktosa dan glukosa yang dapat dituliskan sebagai berikut :

C6H22O11 + H2O  C6H12O6 + C6H12O6

Sukrosa Fruktosa Glukosa

BM = 342 BM = 180 BM = 180

Setelah diketahui jumlah gula reduksi yang dihasilkan dari hidrolisa sukrosa maka dapat dihitung jumlah sukrosa yaitu dengan mengalikan dengan suatu faktor konversi sebesar 0,95. Faktor ini diperoleh dari perbandingan BM sukrosa dengan BM dua molekul gula reduksi.

𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐾𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖 = 𝐵𝑀 𝑆𝑢𝑘𝑟𝑜𝑠𝑎 2 𝐵𝑀 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝑅𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 342 2 × 180= 0,95 (Sudarmadji, 2010) 2.5.2.4 Pati

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik yang terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi yang larut air disebut amilosa (polimer linear), sedangkan polimer yang tidak larut air disebut amilopektin (polimer bercabang).

(38)

43

Komposisi amilosa dan amilopektin berbeda dalam pati berbagai bahan makanan. Amilopektin pada umumnya terdapat dalam jumlah lebih besar. Sebagian besar pati mengandung antara 15% dan 30% amilosa. (Merah, 2010).

Untuk penentuan kadar pati dalam suatu bahan dapat dokerjakan dengan menghidrolisa pati dengan asam atau enzim sehingga diperoleh gula reduksi.

(C6H10O5) m + m H2O  m C6H12O6 Pati m glukosa BM = 162 m BM = 180m

Setelah diperoleh gula reduksi, kemudian dilakukan penentuan gula reduksi dengan metode luff schoorl. Setelah diketahui jumlah gula pereduksi hasil hidrolisa pati tersebut makan dapat diketahui jumlah pati yaitu dengan mengalikan dengan suatu faktor konversi sebesar 0,90. Faktor konversi ini diperoleh dari perbandingan berat molekul pati dengan jumlah berat molekul gula reduksi yang dihasilkan. 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐾𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖 = 𝐵𝑀 𝑃𝑎𝑡𝑖 𝑚 . 𝐵𝑀 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝑅𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐾𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖 =𝑚 × 162 𝑚 × 180 = 0,90 (Sudarmadji, 2010) 2.6 Kerangka Teori

Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman di Indonesia yang banyak dimanfaatkan oleh manusia, baik secara langsung maupun diolah. Pemanfaatan jagung tersebut menyisakan limbah yang belum termanfaatkan dengan baik. Limbah tersebut yaitu rambut jagung. Rambut jagung mempunyai nilai nutrisi 28

(39)

44

karbohidrat dan mineral yang cukup tinggi, sehingga dapat diolah menjadi tepung rambut jagung.

Pengolahan rambut jagung menjadi beras tiruan ini karena adanya beberapa alasan antara lain tingginya konsumsi beras di Indonesia dimana data menurut Bps konsumsi beras tiap tahun selalu menduduki peringkat pertama,semakin kecilnya lahan pertaniaan karena tingginya jumlah penduduk indonesia dan paradigma orang indonesia belum makan jika belum makan nasi. Adanya ketergantungan ini membuat adanya alternatif untuk membuat beras tiruan dari limbah rambut jagung yang selama ini tidak termanfaatkan. Pembuatan beras tiruan dimulai dari pengolahan rambut jagung menjadi tepung melalui proses pengeringan, penggilingan, dan pengayakan. Tepung tersebut dapat dimanfaatkan menjadi produk beras tiruan yang dapat dikonsumsi seperti beras yang sesungguhya.

Proses pembuatan beras tiruan tersebut dilakukan secara manual. Salah satu prosesnya adalah pencampuran. Proses pencampuran pada pembuatan beras tiruan, tepung rambut jagung disubstitusi dengan 2 jenis tepung lokal yaitu tepung jagung dan tepung sagu.

Hasil pencampuran tersebut, dilakukan proses pencetakkan agar mendapatkan bentuk beras yang baik seperti beras sesungguhnya. Beras tiruan yang sudah jadi, dilakukan proses pengujian untuk mengetahui mutunya. Pengujian yang dilakukan meliputi uji organoleptis yang terdiri dari uji warna, tekstur, rasa, dan kepulenan, uji mutu kimia yang terdiri dari uji kadar air dan uji karbohidrat.

(40)

45

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian eksperimental dengan formulasi standart beras tiruan yang dilakukan penelitian sebelumnya. Penelitian ini meliputi tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap akhir.

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan dalam penelitian ini adalah penentuan sampel persiapan alat dan bahan yang diperlukan, penyusunan prosedur kerja dan penentuaan laboratorium penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini meliputi pembuatan tepung dari limbah rambut jagung, pembuatan beras tiruan yang tersubsitusi dengan tepung lokal serta pengujian mutu fisik yaitu organoleptik, mutu kimia yang meliputi kandungan karbohidrat dan kadar air.

3. Tahap Akhir

Tahap akhir dalam penelitian ini adalah menganalisa data yang diperoleh dan diambil kesimpulan tentang pembuatan beras tiruan dari tepung rambut jagung.

(41)

46

yang di substitusi konsentrasinya dengan tepung lokal untuk diperoleh hasil terbaik.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini populasi dan sampel yang digunakan adalah sebagai berikut :

3.2.1 Populasi dalam penelitian ini adalah tepung rambut jagung. 3.2.2 Sampel dalam penelitian ini adalah beras dari rambut jagung.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang.

3.3.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Desember 2012 - Juni 2013.

3.4 Tahap Penelitian

3.4.1 Alat dan Bahan Penelitian

3.4.1.1 Alat dan bahan penelitian ini adalah alat dan bahan yang digunakan untuk pengumpulan data. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(42)

47 1. Nampan 2. Timbangan Analitik 3. Blender 4. Penggiling mie 5. Wadah plastik 6. Pengaduk kayu 7. Ayakan 80 mesh 8. Oven 9. Desikator 10. Kurs porselen 11. Penjepit Kurs porselen 12. Gelas ukur 13. Beaker glass 14. Kertas Saring 15. Alumunium 16. Kertas perkamen 17. Gunting 18. Timbangan kue 19. Refluks

20. Kaki tiga dan asbes

21. Corong gelas 22. Statif dan klem 23. Lampu spiritus 24. Labu ukur 50 mL, 100mL 25. Sendok tanduk 26. pH universal 27. Pipet volume 28. Buret dan kran 29. Botol Semprot 30. Gelas Arloji

(43)

48

3.4.1.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Rambut jagung 2. Tepung sagu 3. Tepung jagung 4. Gelatin 5. Na2S2O3 6. KI 7. KIO3 8. H2SO4 9. Amylum 10. Asam sitrat 11. Na2CO3 12. CuSO4 13. Tawas 14. Amoniak 15. Aquadest 16. HCl 30 % 17. NaOH 45 %

(44)

49

3.4.2 Persiapan Bahan

1. Diambil rambut jagung yang masih segar.

2. Dilakukan pengeringan dengan cara dikeringanginkan di nampan secara merata.

3.4.3 Pembuatan Tepung Rambut Jagung

1. Rambut jagung yang sudah dikeringkan dilakukan penghalusan dengan cara di blender.

2. Rambut jagung yang sudah halus, dilakukan proses pengayakan dengan ayakan 80 mesh.

3. Didapatkan tepung rambut jagung.

3.5 Definisi Operasional Variabel

Pada penelitian ini terdapat dua variable, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Beras tiruan dari tepung rambut jagung. Sedangkan variable terikat yaitu mutu fisik dan mutu kimia berupa kadar air dan kadar karbohidrat pada beras tiruan dari rambut jagung.

No. Variabel Sub Variabel Definisi Operasional

Variabel Skala Ukur

1 Mutu Fisik  Uji

Organoleptis

 Organoleptis adalah suatu proses untuk mengetahui warna, tekstur, aroma, dan

SNI 6128:2008

(45)

50

kepunelan.

2 Mutu Kimia  Kadar Air

 Kadar Karbohidrat

 Kadar air adalah jumlah kandungan air di dalam butir beras yang dinyatakan dalam satuan persen dari berat basah.  Kadar karbohidrat adalah jumlah karbohidrat dalam makanan. SNI 6128:2008 3.6 Pengumpulan Data 3.6.1 Uji Organoleptis

Dari hasil pembuatan beras tiruan yang telah diperoleh, diamati pemeriannya, yaitu meliputi warna, tekstur, aroma, kepulenan dilihat dari beras yang sudah dimasak menjadi nasi.

3.6.2 Uji Kadar Air

3.6.2.1 Cara pemanasan

1. Timbang contoh yang telah berupa serbuk atau bahan yang telah dihaluskan sebanyak 1-2 gram dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

2. Kemudian keringkan dalam oven pada suhu 100-1050C selama 3-5 jam tergantung bahannya. Kemudian dinginkan dalam eksikator dan ditimbang.

(46)

51

Panaskan lagi dalam oven 30 menit, dinginkan dalam eksikator dan ditimbang; perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan (selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2 mg).

3. Pengurangan berat merupakan banyaknya air dalam bahan.

Persamaan :

kadar air % bb = W − W1 − W2

W × 100%

Keterangan :

% bb = kadar air per bahan basah (%)

W = bobot bahan awal sebelum dikeringkan (g)

W1 = bobot contoh + cawan kosong kering (g)

W2 = bobot cawan kosong (g).

3.6.3 Pengujian

3.6.3.1 Penentuan Pati

1. Timbang 2 – 5 gram contoh yang berupa bahan padat yang telah dihaluskan atau bahan cair dalam gelas piala 250 mL, tambahkan 50 mL aquades dan aduk selama 1 jam. Suspensi disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan aquades sampai volume filtrat 250 mL. Filtrat ini mengandung karbohidrat yang larut dan dibuang.

2. Untuk bahan yang mengandung lemak, maka pati yang terdapat sebagai residu pada kertas saring dicuci 5 kali dengan 10 mL eter, biarkan eter

(47)

52

menguap dari residu, kemudian dicuci lagi dengan 150 mL alkohol 10 % untuk membebaskan lebih lanjut karbohidrat yang terlarut.

3. Residu dipindahkan secara kuantitatif deri kertas saring ke dalam erlenmeyer dengan pencucian 200 mL aquades dan tambahkan 20 mL HCl ± 25 %, tutup dengan pendingin balik dan panaskan di atas penangas air mendidih selama 2,5 jam.

4. Setelah dingin netralkan dengan larutan NaOH 45 % dan encerkan sampai volume 500 mL, kemudian saring. Tentukan kadar gula yang dinyatakan sebagai glukosa dari filtrat yang diperoleh. Penentuan glukosa seperti pada penentuan gula reduksi. Berat glukosa dikalikan 0,9 merupakan berat pati.

3.6.3.2 Penentuan Gula Reduksi

1. Timbang bahan padat yang sudah di haluskan atau bahan cair sebanyak 2,5 – 25 gram tergantung kadar gula reduksinya, dan pindahkan ke dalam labu takar 100 mL, tambahkan 50 mL aquades. Tambahkan bubur Al (OH)3 atau larutan Pb asetat. Penambahan bahan penjernihan ini diberikan tetes demi tetes sampai penetesan dari reagensia tidak menimbulkan pengruhan lagi. Kemudian tambahkan aquades sampai tanda dan disaring. Filtrat ditampung dalam labu takar 250 mL. Untuk menghilangkan kelebihan Pb ditambahkan Na2CO3 anhidrat atau K atau Na oksalat anhidrat atau Na fosfat 8% secukupnya, kemudian ditambahkan aquades sampai tanda, digojok dan disaring. Filtrat bebas Pb bila ditambah K atau Na oksalat atau Na-fosfat atau Na2CO3 tetap jernih.

(48)

53

2. Ambil 25 mL filtrat bebas Pb yang diperkirakan mengandung 15 – 60 mg gula reduksi dan tambahkan 25 mL larutan Luff Schoorl dalam erlemeyer. 3. Dibuat pula perlakuan blanko yaitu 25 mL larutan Luff Schoorl dengan 25

mL aquades.

4. Setelah ditambahkan beberapa butir batu didih, erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin balik, kemudian didihkan. Diusahakan 2 menit sudah mendidih. Pendidihan larutan dipertahankan selama 10 menit.

5. Selanjutkan cepat – cepat didinginkan dan ditambahkan 15 ml KI 20% dan dengan Hati – hati ditambahkan 25 ml H2SO4 26,5%. Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan dengan larutan Na-thiosulfat 0,1 N memakai indikator pati sebanyak 2 – 3 mL. Untuk memperjelas perubahan warna pada akhir titrasi maka sebaiknya pati di berikan pada saat akhir titrasi hampir berakhir.

3.6.3.3 Penentuan Sakarosa

1. Ambil 50 mL filtrat bebas Pb dari larutan (penentuan gula reduksi methoda Luff Schoorl), masukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambah dengan 25 mL aquades dan 10 mL HCl 30 %. Panaskan di atas penangas air pada suhu 67 – 700C selama 10 menit. Kemudian didinginkan cepat-cepat sampai suhu 200C. Netralkan dengan NaOH 45 %, kemudian diencerkan sampai volume tertentu sehingga 25 mL larutan mengandung 15 – 60 mg gula reduksi.

2. Diambil 25 mL larutan dan masukkan ke dalam erlenmeyer, ditambah 25 mL larutan luff schoorl. Dibuat pula percobaan blanko yaitu 25 mL larutan luff schoorl ditambah 25 mL aquades.

(49)

54

3. Setelah ditambah beberapa butir batu didih, erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin balik, kemudian dididihkan. Diusahakan 2 menit setelah mendidih. Pendidihan larutan dipertahankan selama 10 menit. 4. Kemudian cepat-cepat didinginkan. Tambahkan 15 mL KI 20 % dan

dengan hati-hati tambahkan 25 mL H2SO4 26,5 %.

5. Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na-thiosulfat 0,1 N memakai indikator pati sebanyak 2-3 mL. Untuk memperjelas perubahan warna pada akhir titrasi sebaiknya pati ditambahkan pada saat titrasi hampir berakhir.

Perhitungan :

Dengan mengetahui selisih antara titrasi blanko dan titrasi contoh, kadar gula reduksi setelah inversi (setelah di hidrolisa dengan HCl 30 %) dalam bahan dapat dicari dengan menggunakan tabel. Selisih kadar gula reduksi sesudah inversi dengan sebelum inversi (penentuan gula reduksi) dikalikan 0,95 merupakan kadar gula sakarosa dalam bahan.

3.6.3.2 Pembuatan Reagen

3.6.3.2.1 Pembuatan larutan Luff Schoorl

1. 2,5 mg CuSO4.5H2O dilarutkan dalam 10 mL air.

2. 5 mg Asam sitrat dilarutkan dalam 5 mL air.

3. 38,8 g soda murni dilarutkan dalam 30 mL air mendidih.

4. Larutan asam sitrat dituangkan dalam larutan soda sambil dikocok hati-hati.

(50)

55

5. Ditambahkan Larutan CuSO4.

6. Sesudah dingin ditambah air sampai 100 mL.

7. Bila terjadi kekeruhan didiamkan, kemudian disaring 3.6.3.2.2 Pembuatan Bubur Al(OH)3

1. Menimbang tawas 2,45 gram, kemudian dilarutkan dalam 50 mL aquades.

2. Memipet 55 mL amoniak 10%, kemudian masukkan kedalam larutan tawas. Didiamkan sampai mengendap.

3. Cairan yang diatas dibuang.

4. Endapan ditambah dengan aquades lagi. Proses diulang sampai pH netral.

5. Setelah pH netral, endapannya disimpan.

3.6.3.2.3 Pembuatan larutan KI 20 % 1. Menimbang 20 gram KI.

2. Masukkan ke dalam labu ukur 100 mL. 3. Melarutan KI dengan aquades.

4. Menambahkan aquades hingga tanda batas, kocok hingga homogen. (Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 2)

3.6.3.2.4 Pembuatan larutan H2SO4 26,5 % sebanyak 150 mL 1. Memipet 41,40625 mL ke dalam beaker glass.

2. Menambahkan 50 mL aquades, kocok hingga homogen. (Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 2)

3.6.3.2.5 Pembuatan larutan HCl 30 % sebanyak 50 mL 1. Memipet 46,875 mL ke dalam beaker glass.

(51)

56

2. Menambahkan 50 mL aquades, kocok hingga homogen. (Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 2)

3.6.3.2.6 Pembuatan larutan Na2S2O3 0,1 N sebanyak 250 mL 1. Menimbang 6,2 gram Na2S2O3.

2. Masukkan dalam labu ukur 250 mL. 3. Melarutkan 6,2 gram dengan aquades.

4. Menambahkan aquades hingga tanda batas, kocok hingga homogen. (Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 3)

3.6.3.2.7 Pembuatan larutan KIO3 0,1 N sebanyak 50 mL 1. Menimbang 0,180 gram KIO3.

2. Masukkan dalam labu ukur 50 mL. 3. Melarutkan 0,180 gram dengan aquades.

4. Menambahkan aquades hingga tanda batas, kocok hingga homogen. (Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 4)

3.6.3.2.8 Pembuatan larutan KI 0,9 % sebanyak 50 mL 1. Menimbang 7,5 gram KI.

2. Masukkan dalam labu ukur 50 mL. 3. Melarutkan 7,5 gram dengan aquades.

4. Menambahkan aquades hingga tanda batas, kocok hingga homogen. (Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 5)

3.6.3.2.9 Pembuatan larutan NaOH 45 % 1. Menimbang 45 gram NaOH.

2. Masukkan dalam beaker glass 100 mL. 3. Melarutkan 45 gram dengan aquades.

(52)

57

4. Menambahkan aquades hingga tanda batas, kocok hingga homogen. (Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 5)

3.6.3.2.10 Pembuatan larutan Luff Schoorl

1. Menimbang 2,5 gram CuSO4.5H20 dilarutkan dalam 10 mL aquades. 2. Menimbang 5 gram asam sitrat dilarutkan dalam 5 mL aquades. 3. Menimbang 38,8 gram soda murni (Na2CO3.10H2O) dilarutkan dalam

30 mL air mendidih.

4. Masukkan larutan asam sitrat kedalam larutan soda murni, sambil digojog hati-hati.

5. Menambahkan larutan CuSO4.

6. Menambahkan aquades sampai 100 mL. Bila keruh dilakukan penyaringan.

3.6.3.2.11 Pembuatan bubur Al(OH)3 1. Melarutkan tawas dalam air (1:20).

2. Masukkan ke dalam ammonia 10 % (1 bagian tawas : 1,1 bagian ammonia 10 %).

3. Endapan yang diperoleh dibiarkan mengendap, sedangkan cairan dibagian atasnya dituang.

4. Endapan ditambah dengan air, diaduk, dibiarkan, krmudian cairan dibuang lagi.

5. Diulang hingga cairan tidak bereaksi basis.

3.6.3.3 Titrasi Pembakuan Na2S2O3 dengan KIO3 + KI

(53)

58

2. Memipet 5 ml KIO3 + 5 ml KI dengan pipet volum, menambahkan H2SO4

3. Menambahkan indikator amylum 3 tetes.

4. Titrasi sampai terjadinya perubahan warna dari coklat menjadi tidak bewarna.

5. Titrasi sebanyak 3 kali.

3.6.4 Pembuatan Beras Tiruan

3.6.4.2 Formulasi :

1. Formulasi 1 : Tepung rambut jagung ditimbang 85 gram, dan tepung sagu 15 gram

2. Formulasi 2 : Tepung rambut jagung ditimbang 85 gram, dan tepung jagung 15 gram.

3.6.4.3 Prosedur Pembuatan :

1. Tepung rambut jagung dan tepung sagu atau tepung jagung ditaruh pada wadah yang berbeda.

2. Kemudian tepung sagu atau tepung jagung dicampur dengan Gelatin sampai rata. Tepung rambut jagung dimasukkan dalam adonan tepung sagu atau tepung jagung, ditambahkan sedikit air dan diaduk hingga homogen. Selanjutnya dilakukan pengulenan agar adonan dapat dicetak.

3. Pencetakan menggunakan ekstruder.

(54)

59

5. Pengeringan menggunakan pengering lampu suhu 600C selama 8 jam.

6. Cara penyajian beras tiruan kering direbus dalam air pada suhu 900C selama 5 menit. Dilanjutkan dengan pengukusan pada suhu 900C selama 5 menit.

3.7 Analisis Data

Untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan atau tidak dari hasil yang didapat dilakukan uji T dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Merumuskan hipotesis

Ho : µ1 = µ2 yaitu tidak ada perbedaan antara beras tiruan dari substitusi tepung sagu dengan beras tiruan dari substitusi tepung jagung.

Ha : µ1 ≠ µ2 yaitu ada perbedaan antara beras tiruan dari substitusi tepung sagu dengan beras tiruan dari substitusi tepung jagung.

2. Menentukan jumlah pengamatan dari sampel n1 = besar sampel 1

n2 = besar sampel 2

3. Mencari Sum Square

SS = ∑x2−(∑ x 2) n

Keterangan :

x : pengamatan sampel

(55)

60

SS : Sum Square

4. Mencari Standart eror beda

SX1− SX2 = SS1 + SS2 n1 + n2 − 2x 1 n1x 1 n2 Keterangan :

n1 = banyaknya data sampel 1

n2 = banyaknya data sampel 2

SS1 = Sum Square sampel 1

SS2 = Sum Square sampel 2

SX1− SX2 = Standart eror beda

5. Menghitung statik t yang digunakan :

t = x1 − x2 Sx1 − Sx2 Keterangan :

x1 = rata-rata sampel 1 x2 = rata-rata sampel 2

SX1− SX2 = standart eror beda

6. Menentukan level yang signifikan yaitu 5 % = 0,05 (t0,05)

7. Mencari harga t pada table dengan degree of freedom n1 + n2 – 2 8. Menentukan daerah penolakkan hipotesis

Menolak Ho, menerima Ha jika: thitung > ttabel, df n1 + n2 - 2

(56)

61

Menerima Ho, menolak Ha jika : thitung < ttabel, df n1 + n2 – 2

Menyimpulkan dengan membandingkan harga t dengan harga t hitung.

(57)

62

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dibagi menjadi empat tahap kerja, yaitu persiapan sampel rambut jagung, pembuatan tepung rambut jagung, pembuatan beras tiruan dengan substitusi tepung sagu dan tepung jagung, dan yang terakhir analisis data.

4.1 Persiapan Rambut Jagung

Persiapan rambut jagung ini dimulai dengan pengambilan rambut jagung di penjual jagung klojen, kemudian dilakukan sortasi untuk mendapatkan rambut jagung yang baik. Gambar rambut jagung lihat pada lampiran 1.

4.2 Pembuatan Tepung Rambut Jagung

Rambut jagung sebanyak 475 gram dikeringkan dengan sinar matahari, kemudian di blender sampai lembut. Gambar tepung rambut jagung lihat pada lampiran 1.

Rambut Jagung Tepung Rambut Jagung

475 gram 220 gram

4.3 Pembuatan Beras Tiruan dengan Substitusi Tepung Sagu dan Tepung Jagung

Proses pembuatan beras teruan dengan substitusi tepung sagu atau tepung jagung dilakukan proses pencampuran dengan perbandingan 85 : 15, serta ditambahkan bahan tambahan lainnya yaitu air dan bahan pengemulsi berupa gelatin. Gambar beras tiruan untuk formulasi 1 dan formulasi 2 dapat dilihat pada lampiran 1. Hasil yang diperoleh :

(58)

63

Formulasi 1 Formulasi 2

120 gram 115 gram

4.4 Pengujian

Analisis data yang didapat adalah hasil pengamatan secara fisik atau organoleptis, dan hasil mutu kimia yaitu kadar air dan karbohidrat.

4.4.1 Organoleptis Beras Tiruan

Formulasi 1 (Substitusi Tepung Sagu)

Formulasi 2 (Substitusi Tepung Jagung)

Warna Sedikit kecoklatan Putih

Bau Tidak berbau Tidak berbau

Rasa Tidak berasa Tidak berasa

Tekstur Halus Halus

Kepulenan Tidak pulen Pulen

4.4.2 Kadar Air Beras Tiruan

Data yang didapat untuk uji kadar air, adalah sebagai berikut :

Formulasi 1 (Substitusi Tepung Sagu) Formulasi 2 (Substitusi Tepung Jagung) Beras (SNI)

Berat sampel 3,0038 gram 3,0027 gram

Tabel 4.2 Hasil Beras Tiruan

Tabel 4.3 Hasil Organoleptis Beras Tiruan

(59)

64

Berat wadah

kosong 49,4247 gram 49,9855 gram

Berat wadah + sampel

kering

52,0220 gram 52,6039 gram

Kadar Air 13,53 % 12,79 % Maksimal 14 %

Perhitungan kadar air dari tiap formulasi dapat dilihat pada lampiran 6.

4.4.3 Karbohidrat

Formulasi 1 Formulasi 2

Gula reduksi 0,68 % 0,55 %

Pati 0,61 % 0,49 %

Kadar sakarosa 0,99 % 1,08 %

Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 7.

4.5 Analisis Data

Hasil analisis data menggunakan SPSS dengan methode uji T independent memberikan hasil kadar karbohidrat yang tidak signifikan. Tabel lihat pada lampiran 8.

(60)

65

BAB V

PEMBAHASAN

Beras tiruan dari rambut jagung merupakan suatu produk yang dibuat dari rambut jagung yang ditepungkan dan disubstitusi dengan 2 formulasi yaitu substitusi tepung jagung dan substitusi tepung sagu. Penambahan tepung jagung dan tepung sagu tersebut bertujuan untuk menghasilkan beras tiruan yang mempunyai tekstur yang baik, serta menambah kandungan nutrisinya. Disamping itu kandungan pati dalam tepung sagu dan tepung jagung cukup besar. Pada tepung sagu jumlah amilosa dan amilopektin sebesar 27 % dan 73 %, sedangkan pada tepung jagung jumlah amilosa dan amilopektin sebesar 25 % dan 75 %.

Pembuatan beras tiruan tidak menggunakan alat ektrukder dikarenakan skala pembuatan beras tiruan dalam jumlah kecil, sehingga proses pembuatan dilakukan secara manual. Beras tiruan yang telah dibuat pada formulasi 1 sebanyak 120 gram, sedangkan pada formulasi 2 sebanyak 115 gram. Perbedaan jumlah beras tiruan tersebut terjadi karena pada proses penggilingan dan pencetakkan adanya bahan yang menempel pada alat dan ada bahan yang jatuh sehingga tidak diikutsertakan pada proses selanjutnya.

Beras tiruan dari kedua formulasi tersebut, kemudian dilakukan uji mutu fisik yaitu organoleptis dan uji kimia yaitu uji kadar air, uji pati dan uji sakarosa. Pengujian dilakukan untuk mendapatkan beras tiruan yang baik dari kedua formulasi.

(61)

66

Data hasil uji organoleptis, diketahui bahwa beras tiruan dari tepung rambut jagung memiliki tekstur yang halus dan bentuk yang sama, memiliki warna yang berbeda yaitu untuk substitusi dengan tepung jagung berwarna putih, sedangkan substitusi dengan tepung sagu berwarna kecoklatan.

Warna pada beras ditentukan oleh komposisi anthosianidin yang terkandung di dalamnya. Anthosianidin merupakan bagian non gula dari senyawa anthosianin. Jenis anthosianidin yang paling banyak terdapat di dalam beras berpigmen adalah cyanidin dan peonidin. Selain itu tingkat kepekatan warna beras berpigmen juga tergantung pada konsentrasi pigmen serta derajat penyosohan beras. Semakin besar derajat penyosohan maka tingkat kepekatan warna beras akan semakin menurun. Sebagian besar pigmen yang terkandung dalam beras terdapat pada perikarp dan lapisan seed coat (Juliano, 2003). Warna suatu benda akan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain adanya sinar sebagai sumber penerangan yang menyinari benda, sifat absorpsi dan refleksi spektrum benda yang disinari, kondisi lingkungan benda dan kondisi subyek yang melihat benda.

Tingkat kepulenan dari formulasi – formulasi tersebut dipengaruhi oleh komposisi amilosa dan amilopektin. komposisi tersebut merupakan golongan pati beras. Dimana pati bagian terbesar dari karbohidrat. Karbohidrat merupakan penyusun utama beras. Oleh karena itu, pati merupakan fraksi terbesar dalam beras, maka sifat fisikokimia pati mempunyai peranan penting dalam penentuan sifat fisikokimia beras.

Semakin tinggi kadar amilosa volume nasi yang diperoleh, makin besar tanpa kecenderungan mengempes, dikarenakan amilosa mempunyai kemampuan

(62)

67

retrogadasi (rekristalisasi) yang lebih besar. Beras dengan kandung amilosa tinggi menghasilkan nasi pera dan kering, seperti beras tiruan dari tepung rambut jagung yang disubstitusikan dengan tepung sagu dari hasil penentuan pati didapatkan 0,61 %. Sedangkan, beras dengan kandungan amilosa rendah menghasilkan nasi yang lengket dan lunak, seperti beras tiruan dari tepung rambut jagung yang disubstitusikan dengan tepung jagung dari hasil penentuan pati didapatkan 0,49 %.

Sedangkan untuk rasa dan bau, kedua formulasi memiliki hasil yang sama yaitu tidak berasa dan tidak berbau. Mutu rasa dari beras menurut haryadi 2006, lebih banyak ditentukan oleh faktor subjektif, yang dipengaruhi oleh daerah, suku bangsa, lingkungan, pendidikan,tingkat golongan dan jenis pekerjaan konsumen. Walaupun belum ada ketentuan yang pasti untuk menetapkan ciri-ciri mutu nasi, akan tetapi pada tingkat pasar, mutu rasa mempunyai kaitan langsung dengan selera dan tingkat kesukaan atau penerimaan konsumen dan dengan harga beras (Juliana,1994). Dalam perdagangan karena rasa merupakan selera pribadi, rasa tidak dimasukkan kedalam ketentuan persyaratan mutu beras yang bersifat baku. Namun demikian mutu rasa secara tidak langsung sudah termasuk dalam pengelompokan jenis beras.

Setelah dilihat dari mutu fisik, kemudian dilakukan uji mutu kimia yang bertujuan untuk melihat kualitas dari beras tiruan tersebut. Uji mutu kimia yang dilakukan adalah uji kadar air dan karbohidrat.

Kadar air dilihat dari jumlah kandungan air dalam butir beras yang dinyatakan dalam satuan persen dari berat basah. Kadar air merupakan salah satu

(63)

68

parameter penting yang sangat berpengaruh dalam proses penyimpanan beras. Beras yang memiliki kadar air yang tinggi akan mudah rusak dan mengalami penurunan mutu. Badan Standardisasi Nasional (BSN) mensyaratkan kadar air maksimum beras giling adalah 14 %.

Pengujian kadar air dilakukan dengan cara Thermogravimetri. Prinsipnya adalah menguapkan air yang ada dalan bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan. Pada formulasi 1 (substitusi dengan tepung sagu) diperoleh kadar air sebesar 13,53 %, sedangkan untuk formulasi 2 (substitusi dengan tepung jagung) diperoleh kadar air sebesar 12,79 %. Dilihat dari hasil kadar air, kemudian dibandingkan dengan kadar air dalam beras (SNI 6128:2008) dengan ketentuan maksimal 14 %. Jadi kedua formulasi tersebut memenuhi persyaratan serta masih dianggap aman untuk penyimpanan karena masih di bawah standar yang ditetapkan yakni 14 %.

Uji mutu kimia yang berikutnya adalah komponen yang termasuk dalam karbohidrat. Karbohidrat adalah zat gizi yang dapat ditemui dalam jumlah terbesar pada beras. Karbohidrat dalam serealia termasuk beras sebagian besar terdapat dalam bentuk pati. Pati dan sakarosa merupakan komponen dalam karbohidrat. Untuk pengujian kedua komponen tersebut terlebih dahulu dilakukan uji gula reduksi. Uji ini dilakukan dengan Metode Luff schoorl, yang ditentukan bukan kuprooksida yang mengendap tetapi dengan menentukan kuprioksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel).

(64)

69

Reaksi yang terjadi selama penentuan karbohidrat bermula dari kuprioksida yang ada dalam reagen yang membebaskan Iod dari garam K- Iodidat.banyaknya Iod dapat diketahui dengan dititrasi menggunakan Natrium Thiosulfat. Untuk megetahui bahwa titrasi sudah cukup maka diperlukan indikator amylum. Untuk mengetahui kadar gula pereduksi dalam beras tiruan tersebut dapat dihitung dengan selisih antara titrasi blanko dan titrasi sampel kemudian disetarakan dalam table, dengan hasil pada formulasi 1 sebesar 0,68 % sedangkan pada formulasi 2 sebesar 0,55 %.

Hasil penghitungan gula pereduksi dilanjutkan dengan penentuan kadar sakarosa. Sakarosa merupakan bagian dari karbohidrat dalam bentuk disakarida. Proses pentuan kadar dihitung dari hasil hidrolisa bentuk disakarida menjadi bentuk monosakarida. Perolehan kadar sakarosa dihitung dari selisih gula sesudah inversi dengan gula sebelum inversi dikali dengan 0,95, dan didapatkan hasil pada formulasi 1 sebesar 0,99 % sedangkan pada formulasi 2 sebesar 1,08 %. Hasil kadar pati dan sakarosa pada kedua formulasi memiliki perbedaan yang tipis.

Pengujian selanjutnya dilakukan analisis data dengan menggunakan uji t. Perolehan dari uji t untuk kadar karbohidrat, yaitu t table sebesar 2,776, dan t hitung sebesar -1,882. Jika t table > t hitung, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara beras tiruan dari substitusi tepung sagu dengan beras tiruan dari substitusi tepung jagung.

(65)

70

BAB VI

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Hasil mutu fisik dan kimia formulasi 1 yaitu beras berwarna kecoklatan dengan tekstur halus, tidak pulen, memiliki kadar air sebesar 13,53 %, kadar pati sebesar 0,61 %, dan kadar sakarosa sebesar 0,99 %.

2. Hasil mutu fisik dan kimia formulasi 2 yaitu beras berwarna putih dengan tekstur halus, pulen, memiliki kadar air sebesar 12,79 %, kadar pati sebesar 0,49 %, dan kadar sakarosa sebesar 1,08 %.

3. Dari kedua formulasi tersebut didapatkan formulasi yang terbaik, yaitu formulasi 2.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut :

1. Pengujian pada beras tiruan dapat dilanjutkan dengan pengujian vitamin, dan uji proksimat yang terkandung dalam beras tiruan tersebut.

2. Untuk mendapatkan tepung rambut jagung yang baik dan halus, dapat dilakukan dengan pengovenan pada suhu yang cukup tinggi dan konstan. 3. Pengolahan rambut jagung dapat diaplikasikan ke produk pangan lainnya,

Gambar

Gambar 1. Rambut Jagung (Sumber : Alfalfa.co.id)  2.1.1 Morfologi Tanaman
Tabel  2.1.  Kandungan  dan  Komposisi  Senyawa  Kimia
Gambar 2. Pati Beras (Sumber : Agustin, 2011)
Tabel 2.2. Kandungan Nutrisi  Beras
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

keterlambatan dalam penyusunan tersebut merupakan APBD yang terlambat ditetapkan atau disahkan oleh pemerintah daerah bersama DPRD sebelum atau saat 31

Setelah dilakukan pengamatan kondisi fisik atlet putri taekwondo Unit Sungai Limau Kabupaten Padang Pariaman pada hari kedua menstruasi dan pada saat tidak menstruasi dengan

[r]

Berdasarkan data hasil penelitian yang telah diperoleh, maka dapat disimpulkan bah-wa penerapan model pembelajaran PjBL ( Pro- ject-Based Learning ) dapat

untuk saling membantu dalam menyelesaikan suatu permasalahan.Diharapkan dengan penerapan model pembelajaran ini dapat diciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan

sahaja), karamah (berlaku bagi hamba Allah yang salih ), ma‘unah (melibatkan orang awam yang biasa seperti tidak tercedera walaupun keretanya remuk dalam kemalangan jalanraya),

Dari hasil pembahasan diatas dapat diketahui bahwa faktor yang paling bermasalah terhadap produktivitas adalah faktor material karena mempunyai tingkat indeks produktivitas

Besarnya Penurunan Kapasitas Daya (Kva) Terpasang Transformator Distribusi (Studi Kasus : Trafo