• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk penelitian sebagai acuan kegiatan penelitian. Pada bab ini akan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk penelitian sebagai acuan kegiatan penelitian. Pada bab ini akan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Literatur Review

Literature review merupakan uraian yang berisi teori, temuan dan bahan yang digunakan untuk penelitian sebagai acuan kegiatan penelitian. Pada bab ini akan membahas terkait dengan ulasan, rangkuman, maupun pemikiran penulis dari sumber pustaka yang berkaitan dengan topik yang akan dibahas. Adapun beberapa literature penelitan terdahulu yang memiliki kesamaan dengan topik bahasan penelitian, akan dijadikan peneliti sebagai refrensi dalam mendukung hasil penelitian.

Teori dan konsep yang dibangun peneliti dalam menjelaskan Tata Kelola Pemilu (Electoral Governance) penyelenggaraan pemilu ramah disabilitas pada pemilihan umum serentak tahun 2019. Sebelum menjelaskan terkait penggunaan konsep dan teori, peneliti menyajikan literature review yang dimana terdapat penelitian terdahulu yang menggunakan teori yang sama. Menggunakan teori Mozaffar and Schedler terkait tata kelola pemilu (Electoral Governance) yang merupakan perspektif dalam implementasi pemenuhan hak dari pemilih penyandang disabilitas agar terbentuk Tata Kelola Pemilu yang efektif di Kota Batu. Sedangkan terkait dengan penelitian terdahulu, yang menggunakan Teori Electoral Governance (Tata Kelola Pemilu). Berikut beberapa literature penelitian terdahulu :

Peneliti terdahulu terkait tata kelola penyelenggaraan pemilu ramah disabilitas sangat jarang ditemui, dalam disiplin ilmu adminstratif publik. Sehingga peneliti melihat beberapa referensi peneliti terdahulu dari beberapa metode konsep tata kelola

(2)

33 pemilu ramah disabilitas dalam terciptanya tps ramah disabilitas. Selian itu terdapat beberapa penelitian yang lebih menekankan terhadap peran KPU dalam menyelenggarakan pemilu ramah disabilitas sebagai upaya terciptanya aksesibilitas yang ramah bagi masyarakat pemilih penyandang disabilitas. Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang peneliti sajikan:

Peneliti menemukan kesamaan objek yang diteliti dalam skripsi, atas nama Ade Rio Saputra, Jendrius, Bakaruddin (2019), yang dimana dalam peneliti tersebut berjudul Tata Kelola Pemilu Dalam Pemenuhan Hak- Hak Penyandang Disabilitas, Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Partisipasi yang maksimal bagi pemilih penyandang disabilitas maka diperlukan Tata Kelola Pemilu (Electoral Governance) yang baik dengan mengukur melalui 3 aspek : Rule Making, Rule Application, Rule Adjudication. (Saputra et al., 2018)

Temuan peneliti dalam penelitian terdahulu atas nama Sri Nuryanti (2016), yang dimana dalam penelitian ini berjudul Menyiapkan Tata Kelola Pemilu Serentak 2019. Hasil penelitian ini bahwasanya Persiapan Tata Kelola Pemilu Serentak 2019 yang sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi dengan ketentuan pasal 22 E Ayat 1 UUD 1945 sebagaimana pelaksanaan pemilu dilakukan secara Luber Jurdil dalam implementasi oleh putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2014 mengenai putusan atas perkara pemilu serentak, dan terkait dengan ketersedianya Undang Undang Pemilu Serentak. Sehingga membentuk Tata Kelola Pemilu yang baik. (Nuryanti, 2015)

Penelitian oleh Indra Madan Putra, Ria Ariany, Syahrizal (2019), yang dalam penelitian ini berjudul Tata Kelola Verifikasi Partai Politik Peserta Pemilihan Umum

(3)

34 Tahun 2019 di Komisi Pemilihan Umum Kota Padang. Hasil penelitian ini bahwa Tata Kelola yang baik sangat penting dalam menyelesaikan permasalahan verivikasi partai politik, Tata Kelola Pemilu akan terwujud dengan melalui verifikasi pendaftaran peserta pemilu mulai dari prosedur berdasarkan peraturan/ PKPU yang berlaku. (Indra Madan Putra, Ria Ariany, 2019)

Penelitian selanjutnya oleh Fajar Vila Fadhila (2019), yang dalam penelitian ini berjudul terkait Aksesibilitas Tata Kelola Pemilu Inklusif di Kota Yogyakarta Tahun 2019 Bagi Kaum Disabilitas, Dari hasil penelitian ini bahwasanya Diberikan akses berupa penerapan pemilu inklusif bagi pemilih penyandang disabilitas seperti : surat suara Braille, simulasi pemungutan suara bagi pemilih penyandang disabilitas, sosialisasi, leflet yang dibuat untuk mendorong aksesibilitas dari pemilih disabilitas. Tata Kelola Pemilu yang baik akan menghasilkan pemilu inklusif yang aksesibel. (Saputra et al., 2018)

Penelitian selanjutnya oleh Joko Susilo, Siti Rodhiyah Dwi Istinah (2019), yang dalam penelitian ini berjudul terkait Peran komisi pemilihan umum kabupaten semarang dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat pada pemilu serentak 2019, dari hasil penelitian ini bahwasanya meningkatkan partisipasi masyarakat menjadi salah satu bagian penting dengan dibantu oleh relawan demokrasi, karna menjadi tantangan di pemilu serentak 2019 yang berbeda dengan pemilu sebelumnya. Penelitian ini dilakukan dengan terjun langsung ke lapangan/empiris. (Rodhiyah et al., 2019)

(4)

35 Penelitian selanjutnya oleh Ishak Salim (2016), yang dalam penelitian ini berjudul terkait dengan Persepektif disabilitas dalam pemilu 2014 dan kontribusi Gerakan Difabel Indonesia bagi terbangunya pemilu inklusif di Indonesia, dari hasil penelitian tersebut bahwasanya Aksesibiltas yang ada pada pemilu 2014 bagi pemilih penyandang disabilitas masih sangat kurang efektif.(Salim, 2015)

Penelitian selanjutnya oleh Annissa Dewi Permatasari (2018), yang dalam penelitian ini berjudul terkait Upaya pemenuhan hak politik penyandang disabilitas di Kota Semarang pada Pilgub 2018. Dari hasil penelitian ini bahwa Kesetaraan dari hak pemilih penyandang disabilitas masih menjadi isu dalam berpartisipasi pada pemilihan umum tidak hanya sebatas pada kehadarian saat mencoblos dan masih minimnya pemenuhan hak politik disabilitas.(Permatasari & Harsasto, 2019)

Penelitian selanjutnya oleh Moh. Syaiful Rahman (2019), yang dalam penelitian ini berjudul terkait Hak pilih penyandang disabilitas dalam pemilihan umum di Indonesia. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwasanya Pemenuhan hak politik dari pemilih penyandang disabilitas yang diatur oleh hukum khusunya pada KPU yang mana menjamin dan melindungi secara penuh hak-hak asasi manusia bagi penyandang disabilitas. (Rahman & Indrayati, 2019)

Penelitian selanjutnya oleh Liza Noviani, Subhilhar, Muryanto amin (2021), yang dalam penelitian ini berjudul terkait Analisis faktor determinan tingkat partisipasi pemilih penyandang disabilitas pada pemilihan umum serentak 2019, hasil dari penelitian ini terkait dengan rendahnya tingkat partisipasi masyarakat disabilitas pada

(5)

36 pemilu 2019 yaitu terkait akses ke TPS, keramahan dari petugas KPPS dalam sosialisasi, serta sosialisasi yang dilakukan hanya pada komunitas disabilitas saja tidak menyeluruh. Metode penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. (Noviani et al., 2021)

Penelitian selanjutnya oleh Dr Nelly Martini, Eka Yulyana (2018), yang dalam penelitian ini berjudul terkait dengan Aksesibilitas pemilu bagi penyandang disabilitas di Kecamatan Karawang Timur Kabupaten Karawang pada Pilgub 2018. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan yaitu implementasi aksesibilitas masyarakat penyandang disabilitas pada pilgub 2018 belum maksimal, para masyarakat disabilitas sering mengalami kesulitan dalam menggunakan hak pilihnya disebabkan kurangnya mendapatkan informasi yang memadai, dan tps yang diberikan belum ramah disabilitas atau aksesibel. (Martini & Yulyana, 2018)

Berdasarkan penelitian terdahulu (Literatur Review) di atas, dapat diketahui penggunaan Teori Electoral Governance dalam melihat pelaksanaan dan implementasi terkait Tata Kelola Pemilu sangat efektif. Hasil penelitian terdahulu di atas dapat memberikan informasi secara detail terkait dengan sejauh mana pelaksanaan Tata Kelola Pemilu yang baik dalam penyelenggaraan Pemilu Ramah Disabilitas. Selain itu kelebihan dalam menggunakan teori Electoral Governance dapat memberikan rekomendasi terkait dengan aksesibilitas pemilih disabilitas dan partisipasi masyarakat disabilitas dalam tataran tata kelola pemilu untuk menciptakan pemilu yang lebih baik lagi.

(6)

37

2.2 Pengertian Pemilu

Pemilihan umum merupakan salah satu bagian terpenting dalam penyelenggaraan negara demokrasi. Selain itu, kedudukan dalam pemilu dapat dijadikan ukuran demokratis tidaknya suatu negara, dari sudut pandang terkait bagaimana perjalanan pemilu yang dilaksanakan oleh negara tersebut. Sedangkan, pengertian dari demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan oleh rakyat.1

Adapun pendapat dari para ahli terkait definsi demokrasi, diantaranya menurut Joseph Schumpeter:

Sebuah metode politik dan sebuah mekanisme untuk memilih pemimpin politik, warga negara diberikan kesempatan untuk memilih salah satu di antara pemimpin pemimpin politik yang bersaing meraih suara dan pada pemilihan berikutnya, warga negara dapat mengganti wakil mereka yang dipilih sebelumnya. Kemampuan untuk memilih di antara pemimpin- pemimpin pada masa pemilihan inilah yang disebut demokrasi.2

Jika kita melihat definisi demokrasi diatas, maka kita mendapatkan pandangan secara bersama pada dasarnya demokrasi merupakan sebuah hak politik masyarakat yang dapat disalurkan kepada negara, selain itu negara wajib memberikan kesempatan untuk memfasilitai hak politik masyarakat. Istilah demokrasi muncul dalam peradaban Yunani sekitar abad ke-V Sebelum Masehi (SM), selain itu demokrasi atau demokratia merupakan suatu ungkapan yang terdiri dari kata demos sinonim kata populous yang

1 G. Sorensen, Demokrasi dan Demokratisasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003. Hal. 1. 2 George Serensen,2003. “Demokrasi dan Demokratisasi” .Yogyakarta : Pustaka Pelajar.Hlm.14.

(7)

38 berarti rakyat dan kratia yang berarti pemerintahan atau wewenang. Olehnya itu Demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan oleh rakyat.3

Pemilihan umum diselenggarakan oleh penyelenggara pemilu, yang dimaksud dengan penyelenggara pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan pemilu yang terdiri atas KPU dan Badan Pengawas Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat, serta untuk memilih gubernur, bupati, dan walikota secara demokratis.4

Dalam hal ini, peneliti tidak menjadikan konsep demokrasi sebagai konsep utama, melainkan penjelasan terkait demokrasi diatas merupakan prolog yang disajikan peneliti untuk mengantarkan terkait konsep utama yakni terkait Tata Kelola Pemilu. Sebelum melihat terkait Tata Kelola Pdaemilu, terdapat beberapa penjelasan perihal pemilu. Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelengaraan Pemilihan Umum Pasal 1 ayat 1 Menegaskan bahwa Pemilihan Umum selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan rakyat yang dislenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 22E Ayat 1.

1. Jenis pemilihan umum di Indonesia seperti (Pemilihan umum serentak, pemilihan umum nasional untuk memilih presiden dan wakil presiden serta

3 Hasbi Umar, “Paradigma Baru Demokrasi di Indonesia: Pendekatan terhadap PemiluDPR/DPRD

,Jurnal Innovatio Vol.VII, No.14 Edisi Juli-September 2008,hlm. 315.

(8)

39 anggota DPR dan DPD, pemilihan umum walikota, pemilihan umum kepala daerah untuk memilih gubernur dan wakil gubernur serta anggota DPRD, pada dasarnya pemilihan umum di Indonesia diselenggarakan setiap lima tahun sekali dan pilkada diselenggarakan setelah adanya pemilu nasional dua tahun setelah itu.

2. Syarat penyelenggaraan pemilihan umum yang LUBER JURDIL sebagimana sudah diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 22E Ayat 1 dan Undang-undang No 7 Tahun 2017 mengenai Pemilihan Uumum. sebagai penyelenggara pemilu harus dilakukan secara intensitas secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil karna hal tersebut akan berdampak pada rendahnya partisipasi pemilih, dengan adanya penyelnggaraan pemilu diharapkan dapat mengakomodir kedaulatan rakyat untuk menjamin hak hak politik warga negara seperti hak pilih maupun hak untuk dipilih. Penyelenggaraan pemilihan umum terdiri dari penyusunan aturan, perencanaan pemilihan umum dan pengganggaran, persiapan, pelaksanaan tahapan, pengawasan dalam proses pemilihan umum, penegakkan hukum pada saat pemilihan umum, serta pelaporan dugaan pelanggaran dan evaluasi. Fungsi dari penyelenggaraan pemilihan umum sebagai berikut:

2.2.1 Fungsi Pemilihan Umum

Penyelanggaraan pemilu memilik berbagai nilai kegunaan yang begitu besar, salah satunya dapat dilihat melalui fungsi kedudukan pemilu, yang mana dikemukakan oleh Titik Triwulan, selaku Ketua Peludem, Adapun pembagian fungsi fungsi pemilu berdasarkan Pasal 22E Ayat 1 UUD 1945 berikut:

(9)

40

1) Sebagai Sarana Legitimasi Politik

Fungsi legitimasi ini terutama menjadi kebutuhan pemerintah dan sistem politik. Melalui pemilu, keabsahan pemerintahan yang berkuasa dapat ditegakkan, begitu pula program dan kebijakan yang dihasilkannya. Pemerintahan berdasarkan hukum yang disepakati bersama tak hanya memiliki otoritas untuk berkuasa, melainkan juga memberikan sanksi berupa hukuman dan ganjaran bagi siapapun yang melanggarnya

2. Fungsi Perwakilan Politik.

Fungsi ini terutama menjadi kebutuhan rakyat, baik untuk mengevaluasi maupun mengontrol perilaku pemerintahan dan program serta kebijakan yang dihasilkannya. Pemilu dalam kaitan ini merupakan mekanisme demokratis bagi rakyat untuk menentukan wakil-wakil yang dapat dipercaya yang akan duduk dalam pemerintahan.

3. Sebagai Sarana Pendidikan

Politik Bagi Rakyat Pemilu merupakan salah satu bentuk pendidikan politik bagi rakyat yang bersifat langsung, terbuka dan massal, yang diharapkan bias politik dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang demokrasi. Pendidikan politik ini dilakukan oleh partai politik karena partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan citacita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara

(10)

41 keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.5

2.3 Tata Kelola Pemilu Electoral Governance

Tata Kelola Pemilu ditafsirkan sebagai seperangkat aturan dan lembaga yang membingkai kontes pemilihan, Tata Kelola Pemilu telah diabaikan sebagai variabel dalam studi tentang transisi demokrasi dan konsolidasi, karena kebanyakan penelitian fokus pada isu-isu normatif seperti sebagai sistem pemerintah dan formula pemilu6. Tata Kelola Pemilu memiliki muatan dalam melihat sejauh mana pelaksanaan integritas pemilu. Adapun peneliti menyajikan beberapa definisi terkait integritas pemilu.

Konseptualisasi integritas pemilu menurut Ham juga dibedakan dalam hal processbased atau concept-based approach, atau kombinasi keduanya7. Concept-based approach mendefinisikan integritas pemilu berdasarkan standar ideal demokrasi, sedangkan process-based approach mempertimbangkan proses pemilu sebelum, pada saat dan sesuai hari pemungutan.

Konseptualisasi integritas pemilu juga dibedakan dalam hal processbased atau concept-based approach, atau kombinasi keduanya (Ham, 2015). Concept-based approach mendefinisikan integritas pemilu berdasarkan standar ideal demokrasi, sedangkan process-based approach

5 Pasal 1 ayat (1) Undang-undang nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik

6 Elklit, J., & Reynolds, A. (2014). Judging Elections and Election Management Quality by Process.

Representation, 189-20.

7 Ham, C. v. (2015). Getting elections right? Measuring Electoral Integrity. Democratization, 22(4),

(11)

42 mempertimbangkan proses pemilu sebelum, pada saat dan sesuai hari pemungutan.8

Sementara itu, Elklit dan Svensson menggunakan pendekatan campuran dan mengajukan definsi integritas pemilu dengan menggunakan konsep pemilu yang bebas dan adil berdasarkan kepada konstruksi teori demokrasi dan mennerapkannya dalam setiap tahapan pemilu, baik sebelum, pada saat dan sesudah hari pemungutan suara.9 Sedangkan dalam pendekatan ini, peniliti lebih menekankan pada definisi yang dikemukakan oleh Mozaffar dan Schedler merupakan contoh yang menggunakan process-based approach, dengan menggunakan istilah electoral governance (tata kelola pemilu). Konsep Electoral Governance mempunyai banyak variasi tergantung sudut pandang yang akan digunakan oleh Peneliti.10

Dapat dikatakan bahwa kapasitas pengetahuan akan isu penyandang disabilitas, baik bagi para pelaksana, pengawas, maupun pesertanya masih jauh di bawah standar. Selain itu masih kurangnya penelitian yang meneliti mengenai masalah disabilitas dan memberikan sumbang pikirannya untuk memecahkan masalah ini dalam perspektif electoral governance sehingga tidak ada pemilih dalam hal ini penyandang disabilitas terabaikan hak-hak nya dalam pemilihan.

8 Ibid

9 Elklit, J., & Svensson, P. (1997). What Makes Elections Free and Fair? Journal of Democracy, 8(3),

32-46.

10 Mozaffar, S., & Schedler, A. (2002). The Comparative Study of Electoral Governance: Introduction.

(12)

43 Dalam jurnal International Political Science , yang berjudul The Comparative study of Electoral Governance oleh Mozaffar and Schedler 2002 medefinisikan konsep Electoral Governance :

Electoral governance is the wider set of activities that creates and maintains the board institutional framework in which voting and electoral competition take place. It operates on three levels: rule making, rule application, and rule adjudication. Rule making involves designing the basic rules of the electoral game; rule application involves implementing these rules to organize the electoral game; rule adjudication involves resolving disputes arising within the game. Above the first level, the “meta-game” of constitutional rule making defines who possesses the authority for defining the rules of electoral governance.

Mozaffar dan schedler dalam definisi diatas menyatakan bahwa tata kelola pemilu adalah lebih luas dari kegiatan yang menciptakan dan mempertahankan kerangka kelembagaan dimana suara dan kompetisi pemilu berlangsung..Tata kelola pemilu ditafsirkan sebagai seperangkat aturan dan lembaga yang membingkai konteks pemilihan. Menurut Mozaffar dan Schedler menjelaskan mengenai tata kelola (Electoral Governance) tidak hanya persoalan administrasi tetapi juga meliputi 3 aspek yang sangat menentukan diantaranya11:

11 Mozaffar, S., & Schedler, A. (2002). The Comparative Study of Electoral Governance: Introduction.

(13)

44

1. Rule Making (Peraturan)

Peraturan atau Tata Kelola Pemilu Ramah Disabilitas dimana dalam pemilihan umum serentak 2019 di Kota Batu yang melibatkan penyelenggara pemilu serta aturan menjadi dasar hukumnya dalam mengakomodir pemilih penyandang disabilitas dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) adalah:

a) PKPU No 3 Tahun 2019 pasal 16 terkait kriteria akses TPS Ramah Disabilitas semua didasarkan pada PKPU sehingga semua TPS bisa memudahkan dan memberikan pelayanan bagi penyandang disabilitas dalam mencoblos, pemungutan dan perhitungan suara dalam pemilihan umum.

b) PKPU No 10 Tahun 2018 terkait tahap sosialisasi dan informasi, aksesibilitas dalam memberikan informasi, Pendidikan pemilih, Partisipasi masyarakat dalam hal penyelenggaraan pemilihan umum.

c) PKPU No 11 Tahun 2018 terkait pemutakhiran data pemilih, Serta penyusunan data pemilih.

2. Rule Aplication (Pengaplikasian aturan)

Menjelantahkan kerangka hukum sebagai pelaksanaan aturan seperti pada tahap sosialisasi bagi disabilitas, pemenuhan hak hak dari penyandang disabilitas. Diantaranya pada tahap pendaftaran pemilih, tahap sosialisasi pemilu, tahap TPS Ramah Disabilitas, dan tahap pemungutan suara, menyediakan akses berupa TPS Ramah Disabilitas, pengadaan distribusi logistik.

3. Rule Adjudication (Penyelesaian masalah yang terjadi pada pemilihan)

Pada tahapan ini nantinya peneliti akan melihat upaya KPU Kota Batu, dalam memecahkan permasalahan yang muncul, seperti halnya kondisi pengamatan awal

(14)

45 dilapangan menunjukan belum maksimal karena masih terdapat TPS yang tidak akses bagi disabilitas seperti jarak antara rumah pemilih disabilitas yang tidak akses dan jauh dari TPS Ramah Disabilitas, dan akses dari keluarga seringkali tidak mau mendaftarkan keluarganya dalam pemilihan umum serentak Tahun 2019, pengabaian hak-hak dari penyandang disabilitas dalam pemenuhan informasi terkait pemilu kepada komunitas penyandang disabilitas

Disini peneliti menggunakan tata kelola pemilu dalam pemenuhan hak-hak pemilih pnyandang disabilitas yang terdiri dari 3 level yaitu: Rule Making, Rule Aplication dan Rule Adjudication. Tata Kelola Pemilu baik sangat diperlukan untuk menjamin hak-hak disabilitas sehingga tingkat partisipasi pemilih penyandang disabilitas dapat mencapai angka yang maksimum. Pada pendekatan tersebut nantinya akan dipadukan dalam melihat adanya pelaksanaan pemilu yang ramah disabilitas didalam setiap tahapan pemilu.

2.4 Pemilu Ramah Disabilitas

Konsep pemilu ramah disabilitas sebagai ruang bagi pemilih penyandang disabilitas yang memiliki hak sama dan tidak boleh dibedakan dengan kelompok manapun yang turut andil dalam proses pemilihan. Pemilihan Umum dijelaskan pada Undang- undang no 7 Tahun 2017 pasal 2 sebagaimana dilaksanakan berdasarkan asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil. Kpu Kota Batu selaku penyelenggara memberikan pelayanan yang ramah bagi disabilitas dengan menyediakan akses TPS Ramah Disabilitas, pemenuhan surat suara braille, sosialisasi secara langsung dan media elektronik secara ramah kepada masyarakat disabilitas.

(15)

46 Dengan begitu akan mewujudkan hak penyandang disabilitas dan menjamin kesamaan hak dengan mendapatkan perlindungan dan pelayanan dalam pemilu yang ramah disabilitas di Kota Batu sehingga partisipasi pemilih penyandang disabilitas akan meningkat.

Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dijelaskan bahwa Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.12

Kesetaraan hak pilih menjadi salah satu parameter Pemilu yang demokratis yang ditandai dengan pelaksanaan pemilu yang ramah disabilitas. Menurut kamus MerriamWebster, inclusive dapat diartikan (1) meliputi atau termasuk semua hal, (2) terbuka untuk semuanya, tidak terbatas untuk kelompok orang tertentu, (3) termasuk dalam batasan dan segala sesuatu diantaranya.13

Sedangkan menurut Sri Wahyuni, Pemilu Ramah Disabilitas merupakan Pemilihan Umum yang melayani, ramah, terbuka, meniadakan hambatan, termasuk

12 Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum

13 Webster, M. (2018, Oktober 27). Inclusive. Retrieved November 4, 2018, from Merriam Webster

(16)

47 dapat merangkul semua elemen pemilih yang terdaftar dapat menggunakan hak pilihnya agar nyaman dalam memberikan suara mereka.14

2.5 Aksesbilitas Penyelenggaraan Pemilu

Aksesibilitas merupakan pelayanan yang diberikan kepada penyandang disabilitas untuk memberikan kemudahan dalam melakukan aktivitas serta memiliki kesempatan sama dalam memperoleh pelayanan publik untuk aksesibilitas fisik maupun non fisik. Akses yang diberikan KPU Kota Batu berupa akses TPS Ramah Disabilitas, akses dalam mengakses informasi terkait pemilu di media sosial KPU. Aksesibilitas dapat dikatakan berhasil apabila mampu memenuhi akses berupa TPS Ramah Disabilitas dan alat bantu surat suara braille bagi pemilih fisik.

Sarana aksesibilitas supaya penyandang disabilitas dapat berpartisipasi penuh melaksanakan hak politiknya, tidak terkecuali pemilih non fisik. Aksesibilitas tersebut sudah diatur dalam undang undang No 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas dan PKPU (Peraturan Komisi Pemilihan Umum) No 3 Tahun 2019 pasal 16 tekait akses TPS Ramah Disabilitas.

2.6 Disabilitas

Disabilitas dan pengetahuan terkait disabilitas adalah eksis dalam realitas sosial kita.15 Banyak bidang akademik telah bersandar pada persamaan antara ‘disabilitas’ dengan ‘orang cacat’, membuat seorang difabel tampaknya menjadi sekadar masalahatau bahkan diabaikan. Perspektif sosial tentang disabilitas menegaskan bahwa

14 Wahyuni, S. (2018, Mei 16). Membangun Pemilu Inklusif. Retrieved November 1, 2018, from Satelit

Post: https://satelitpost.com/redaksiana/membangunpemilu-inklusif

(17)

48 “kecacatan atau disabilitas adalah hasil dari [pola] pengaturan sosial yang bekerja untuk membatasi kegiatan ‘difabel’ dengan menempatkan sejumlah ‘hambatan-hambatan sosial’ dalam cara mereka [beraktifitas atau berpartisipasi]”16.

Disabilitas, menurut perspektif sosial adalah hasil dari bagaimana karakteristik fisik atau mental seseorang mempengaruhi berfungsinya diri mereka dalam suatu lingkungan dan harapan untuk pemungsian17. Amat kontras dengan perspektif medis, perspektif sosial memandang disabilitas seseorang (dan bukan kecacatannya) lebih sebagai akibat dari factor eksternal yang dikenakan pada seseorang daripada sekadar fungsi biologis difabel itu.

Perspektif sosial memungkinkan kita untuk melihat disabilitas sebagai efek dari lingkungan [eksternal] yang tidak bersahabat bagi sejumlah bentuk tubuh dan bukan hal yang lain, [dan untuk itu] difabel lebih membutuhkan kemajuan dalam keadilan sosial dan bukan dalam kemajuan kedokteran.18

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia penyandang diartikan dengan orang yang menyandang (menderita) sesuatu. Sedangkan disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia yang berasal dari kata serapan bahasa Inggris disability (jamak: disabilities) yang berarti cacat atau ketidakmampuan. Adapun peneliti juga menyajikan beberapa peraturan yang menjadi landasan KPU dalam memberikan disabilitas ruang pemilu

16 Thomas, C. (1999). Female forms: Experiencing and understanding disability. Buckingham: Open

University Press.

17 Silvers, A. (2000). The unprotected: Constructing disability in the context of antidiscrimination law.

In L. P. Francis & A. Silvers (Eds.), Americans with disabilities: Exploring implications of the law for individuals with disabilities (pp. 126-145). New York: Routledge.

18 Siebers, T. (2001). Disability in theory: From social constructionism to the new realism of the body.

(18)

49 ramah disabilitas. Terdapat beberapa jenis menurut Undang Undang No 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas, yang dimana orang dengan kebutuhan khusus/disabilitas berarti bahwa setiap penyandang disabilitas memiliki defenisi masing-masing yang mana kesemuanya memerlukan bantuan untuk tumbuh dan berkembang secara baik. Jenis-jenis penyandang disabilitas :

1. Disabilitas Mental

Kelainan mental ini terdiri dari:

a) Mental Tinggi. Sering dikenal dengan orang berbakat intelektual, di mana selain memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata dia juga memiliki kreativitas dan tanggungjawab terhadap tugas.

b) Mental Rendah. Kemampuan mental rendah atau kapasitas intelektual/IQ (Intelligence Quotient) di bawah rata-rata dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anak lamban belajar (slow learnes) yaitu anak yang memiliki IQ (Intelligence Quotient) antara 70-90. Sedangkan anak yang memiliki IQ (Intelligence Quotient) di bawah 70 dikenal dengan anak berkebutuhan khusus.

c) Berkesulitan Belajar Spesifik. Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi belajar (achievment) yang diperoleh

2. Disabilitas Fisik.

Kelainan inimeliputi beberapa macam, yaitu:

a) Kelainan Tubuh (Tuna Daksa). Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan

(19)

50 struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan (kehilangan organ tubuh), polio dan lumpuh.

b) Kelainan Indera Penglihatan (Tuna Netra). Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikankedalam dua golongan yaitu: buta total (blind) dan low vision.

c) Kelainan Pendengaran (Tunarungu). Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasadisebut tunawicara.

d) Kelainan Bicara (Tunawicara), adalah seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat bersifat fungsional di mana kemungkinan disebabkan karena ketunarunguan, dan organik yang memang disebabkan adanya ketidaksempurnaan organ bicara maupun adanya gangguan pada organ motorik yang berkaitan dengan bicara.

3. Tunaganda (disabilitas ganda).

Penyandang disabilitas memiliki kedudukan secara hukum, sehingga terdapat beberapa regulasi yang mengatur tentang penyandang disabilitas untuk mendapatkan kesempatan yang sama didalam pemerintahan baik dipilih maupun memilih. Diantaranya adalah:

(20)

51

1. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 28 I Ayat (2)

2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Pasal 5 Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.

3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 43 ayat 1 Menerangkan secara tegas bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan yang sama dalam pemerintahan, baik untuk dipilih maupun memilih.

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Hak-hak Penyandang Disabilitas. Undang-Undang juga telah menjamin hak pilih para penyandang disabilitas dalam Pemilu.

5. Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 4 Tahun 2015 tentang pemutakhiran data dan dafter pemilih dalam pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Atau Walikota Dan Wakil Walikota

6. Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 Tahun 2015 tentang Sosialisasi dan partisipasi masyarakat dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Walikota dan Wakil Walikota.

7. Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2015 tentang pemungutan dan penghitungan suara pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Walikota Dan Wakil Walikota juga mengatur tentang hak-hak yang harus dipenuhi bagi penyandang disabilitas.

Referensi

Dokumen terkait

II terima kasih atas waktu, bimbingan dan nasihat yang telah diberikan, serta segala kebaikan dan ketulusan yang telah Ibu dan Bapak berikan kepada penulis.

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang berdasarkan yang berlandaskan konstruktivisme dan mengakomodasi

Komponen e-commerce pada GO-JEK terdiri dari jenis-jenis jasa yang dijual melalui internet, jasa di jual dalam sebuah aplikasi GO-JEK, cara pesan jasa juga menggunakan

Aplikasi tersebut dibangun menggunakan Android Studio IDE, dimana Bahasa pemrograman yang digunakan adalah java, databasenya yaitu menggunakan firebase realtime database

Mesin pemotong daging tanaman lidah buaya yang dirancang mampu memotong daging tanaman lidah buaya dengan ukuran 10x10x10 [mm] dengan kapasitas 100 [kg/jam].. Mesin ini

(Cornelissed, 2014) menjelaskan bawah, terdapat tahapan dalam merumuskan sebuah konten dari strategi komunikasi, tahapan tersebut adalah antara lain adalah mengetahui

Melalui asumsi di atas dapat dilihat bahwa motif sebuah negara donor dalam memberikan bantuan kepada negara penerima, hampir pasti digunakan untuk membantu

Hasil dari penelitian ini berupa aplikasi yang dapat dijalankan pada smartphoneandroid dengan memanfaatkan Firebase Realtime Database untuk memudahkan masyarakat