• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wacana Pemberitaan Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Tribunnews.Com (Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Wacana Pemberitaan Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Tribunnews.Com (Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough)"

Copied!
246
0
0

Teks penuh

(1)Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli. Copyright and reuse: This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.. Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP.

(2) WACANA PEMBERITAAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DALAM TRIBUNNEWS.COM (Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough). SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S. I. Kom.). Nila Adi Wijaya 13140110135. PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI MULTIMEDIA JOURNALISM FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MULTIMEDIA NUSANTARA TANGERANG 2017. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(3) DISCOURSE ON VIOLENCE AGAINST WOMEN REPORTED IN TRIBUNNEWS.COM (Critical Discourse Analysis of Norman Fairclough). THESIS. In Partial Fulfillment of the Requirement for the Degree of Sarjana Ilmu Komunikasi (S. I. Kom.). Nila Adi Wijaya 13140110135. COMMUNICATION SCIENCE STUDY PROGRAM MULTIMEDIA JOURNALISM DEPARTMENT FACULTY OF COMMUNICATION SCIENCE UNIVERSITAS MULTIMEDIA NUSANTARA TANGERANG 2017. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(4) Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(5) Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(6) Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(7) PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya ilmiah saya sendiri, bukan plagiat dari karya ilmiah yang ditulis oleh orang lain atau lembaga lain, dan semua karya ilmiah orang lain atau lembaga lain yang dirujuk dalam skripsi ini telah disebutkan sumber kutipannya serta dicantumkan di Daftar Pustaka. Jika di kemudian hari terbukti ditemukan kecurangan/ penyimpangan, baik dalam pelaksanaan skripsi maupun dalam penulisan laporan skripsi, saya bersedia menerima konsekuensi dinyatakan TIDAK LULUS untuk mata kuliah Skripsi yang telah saya tempuh. Tangerang, 2 Agustus 2017. Nila Adi Wijaya. ii. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(8) ABSTRAK Penelitian ini memfokuskan perhatian pada pewacanaan kekerasan terhadap perempuan dalam media online dalam konteks membongkar praktik ideologi dibalik teks. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: (1) Mendeskripsikan teks berita terkait kekerasan terhadap perempuan dalam Tribunnews.com dengan tags “pemerkosaan” pada tahun 2015; (2) Mengungkapkan praktik wacana pemberitaan kekerasan terhadap perempuan dalam Tribunnews.com tags “pemerkosaan” pada tahun 2015; (3) Mengungkapkan konteks sosiokultular yang membentuk wacana pemberitaan kekerasan terhadap perempuan dalam Tribunnews.com dengan tags “pemerkosaan” pada tahun 2015; (4) Membongkar ideologi jender yang digunakan dan menjadi landasan dalam pemberitaan Tribunnews.com. Penelitian ini menggunakan Teori Hirarki Pengaruh dan Ekonomi Politik Media. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan paradigma kritis yang menggunakan metode analisis wacana kritis dari Norman Fairclough. Penelitian ini bersifat multi level analisis dengan menggunakan analisis pada tataran mikro (teks), tataran meso (proses produksi teks), dan tataran makro (konteks sosiokultular). Dalam tataran mikro (teks) menggunakan Analisis Wacana Kritis model Sara Mills. Analisis pada level teks pemberitaan kekerasan terhadap perempuan dalam Tribunnews.com, menunjukkan: a) laki-laki ditempatkan dalam posisi subjek dan perempuan hanya ditempatkan sebagai objek; b) perempuan sebagai objek digambarkan secara negatif dengan diberikan label-label dan stereotipe negatif, serta dipersalahkan sebagai pemicu pemerkosaan; c) laki-laki ditampilkan sebagai pihak yang dapat mendominasi, sedangkan perempuan sebagai pihak yang tersubordinasikan yang tidak memiliki kemampuan untuk melawan. Praktik wacana dipengaruhi faktor individu, budaya organisasi, manajemen organisasi, dan praktik jurnalistik. Konteks sosiokultular yang melatarbelakangi terbentuknya wacana pemberitaan kekerasan terhadap perempuan yaitu: Posisi dan Jumlah Jurnalis Perempuan di Indonesia, Tingkat Kesadaran Gender, Ekonomi Politik Media di Tribunnews.com, dan Kultur Patriarki di Indonesia, Ideologi Patriarki diinternalisasi dalam manajemen Tribunnews.com dengan memperlakukan jurnalis laki-laki dan perempuan secara berbeda. Ideologi Patriarki menjadi landasan Tribunnews.com dalam mewacanakan pemberitaan kekerasan terhadap perempuan sehingga dalam setiap pemberitaan perempuan termarjinalkan. Keywords: Tribunnews.com, Analisis Wacana Kritis, Sara Mills, Fairclough, Hirarki Pengaruh, Ekonomi Politik Media, Feminisme, Patriarki. iii. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(9) KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena rahmat dan kuasa-Nya yang diberikan sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Wacana Pemberitaan Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Tribunnews.com”. Selama menyusun dan menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak pengetahuan, arahan, serta dukungan yang tiada henti dari berbagai pihak. Untuk itu, secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Bertha Sri Eko Murtiningsih, M.Si selaku dosen pembimbing yang dengan sabar mengarahkan, menyemangati, menanamkan nilai disiplin dan konsisten dalam proses penulisan skripsi hingga terselesaikan tepat waktu. 2. Inco Hary Perdana, S.Ikom., M.Si., selaku Ketua Program Studi Imu Komunikasi UMN. 3. Bian Harnansa yang membantu penulis untuk menghubungi narasumber 4. Febby Mahendra, Yulis Sulistyawan, dan Regina Kunthi Rosary yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk penulis wawancara. 5. Nalih dan Sunardi Adiwijaya, orang tua yang terus menerus memberikan motivasi dan nasihat. 6. Angelia, Della Widiawan, Rita Maryana, Cynthia Novella, dan Christine Yapman sebagai teman seperjuangan dalam berbagi pemikiran dan penyemangat dalam penyusunan skripsi.. iv. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(10) 7. Aldo, Mega Alinjaya, Jacinda Yusuf, dan Dwi Inggrid Euodia, untuk konsultasi, berbagi keluh kesah, obrolan hangat penghilang penat, candaan, sekaligus motivasi. 8. Christian Candra dan Agata Novelia, yang telah menasihati, menemani, dan memberikan semangat tiada henti-hentinya kepada penulis. 9. Perempuan-perempuan kuat dalam pemberitaan, yang menginspirasi penulis bahwa perjuangan belum berakhir.. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.. Tangerang, 2 Agustus 2017. Nila Adi Wijaya. v. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(11) DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. i LEMBAR PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT ................. ii ABSTRAK ......................................................................................................... iii KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi DAFTAR TABEL.............................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x BAB I PENDAHULAN ..................................................................................... 1 1.1 Latar Balakang....................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 7 1.3 Batasan/Fokus Masalah ......................................................................... 7 1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................... 8 1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................. 9 1.5.1. Manfaat Akademis ..................................................................... 9. 1.5.2. Manfaat Praktis .......................................................................... 9. BAB II KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................... 10 2.1 Penelitian Terdahulu .............................................................................. 10 2.2 Teori atau Konsep-konsep yang Digunakan .......................................... 15 2.2.1. Teori Kritis ................................................................................ 15. 2.2.2. Ekonomi Politik Media.............................................................. 18. 2.2.3. Teori Hirarki Pengaruh .............................................................. 22 vi. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(12) 2.2.4. Wacana Dan Wacana Kritis ....................................................... 27. 2.2.5. Wacana, Ideologi, dan Hegemoni .............................................. 29. 2.2.6. Gender dan Patriarki .................................................................. 33. 2.2.7. Konsep Feminisme dalam Metode AWK Model Sara Mills ..... 37. 2.2.8. Media Online ............................................................................. 41. 2.2.9. Berita Kekerasan Seksual………………………………………43. 2.3 Kerangka Teori/Kerangka Pemikiran .................................................... 50 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 51 3.1 Jenis dan Sifat Penelitian ....................................................................... 51 3.2 Metode Penelitian .................................................................................. 55 3.3 Unit Analisis .......................................................................................... 56 3.4 Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 57 3.5 Teknik Keabsahan Data ......................................................................... 59 3.6 Teknik Analisis Data ............................................................................. 60 3.6.1. Analisis Wacana Kritis Sara Mills ............................................. 61. 3.6.2. Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough .............................. 64. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN .................................................... 68 4.1 Gambaran Umum Tribunnews.com ...................................................... 68 4.2 Hasil Penelitian ...................................................................................... 72 4.2.1. Analisis Wacana Kritis Sara Mills............................................. 72. 4.2.2. Analisis Meso ............................................................................ 120. 4.2.2.1 Individu Jurnalis ................................................................. 121 4.2.2.2 Rutinitas Media .................................................................. 131 vii. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(13) 4.2.2.3 Manajemen Organisasi Tribunnews.com ........................... 134. 4.2.2.4 Alur Pemberitaan dalam Tribunnews.com ......................... 148 4.2.2.5 Gaya Kepemimpinan .......................................................... 153 4.2.2.6 Konsumsi Teks ................................................................... 160 4.2.3. Analisis Makro .......................................................................... 161. 4.3 Pembahasan ........................................................................................... 183 4.3.1. Wacana Pemberitaan Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Tribunnews.com ........................................................................ 183. 4.3.2. Ideologi Patriarki di Tribunnews.com ....................................... 193. 4.3.3. Ekonomi Politik Media.............................................................. 198. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 201 5.1 Simpulan ................................................................................................ 201 5.2 Saran ...................................................................................................... 204 5.2.1. Saran Akademik ........................................................................ 204. 5.2.2. Saran Praktis .............................................................................. 204. DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 206 LAMPIRAN. viii. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(14) DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ........................................................................... 13 Tabel 2.2 Perbedaan Analisis Wacana dan Analisis Wacana Kritis ................... 28 Tabel 2.3 Patriarki Privat dan Publik ................................................................. 36 Tabel 3.1 Informan Penelitian ............................................................................ 57 Tabel 3.2 Analisis Berjenjang Norman Fairclough ............................................ 59 Tabel 3.3 Kerangka Analisis Sara Mills ............................................................. 62 Tabel 3.4 Instrumen Analisis Teks Sara Mills ................................................... 63 Tabel 3.5 Kerangka Analisis Data ...................................................................... 67 Tabel 4.1 Analisis Teks Sara Mills pada Berita 1 .............................................. 73 Tabel 4.2 Analisis Teks Sara Mills pada Berita 2 .............................................. 80 Tabel 4.3 Analisis Teks Sara Mills pada Berita 3 .............................................. 87 Tabel 4.4 Analisis Teks Sara Mills pada Berita 4 .............................................. 93 Tabel 4.5. Analisis Teks Sara Mills pada Berita 5 ............................................. 100 Tabel 4.6 Analisis Teks Sara Mills pada Berita 6 .............................................. 106 Tabel 4.7 Marginalisasi Perempuan Dalam Teks ............................................... 115 Tabel 4.8 Viktimisasi korban Dalam Teks ......................................................... 116 Tabel 4.9 Bentuk Dominasi Pelaku Dalam Teks............................................... 117. ix. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(15) DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Posisi Tribunnews.com dalam peringkat Alexa.com………………..5 Gambar 2.1 Model Hirarki Pengaruh dengan Analisis Lima Level…………….23 Gambar 2.2 Faktor-faktor intrinsik komunikator yang mempengaruhi konten media ……………………………………………………………...24 Gambar 3.1 Analisis Wacana Kritis (AWK) Norman Fairclough………………65 Gambar 4.1 Berita ………………………………………………………………72 Gambar 4.2 Komentar Pembaca………………………………………………...79 Gambar 4.3 Berita 2……………………………………………………………..80 Gambar 4.4 Berita 3……………………………………………………………..86 Gambar 4.5 Berita 4……………………………………………………………..92 Gambar 4.6 Komentar Pembaca………………………………………………...99 Gambar 4.7 Berita 5……………………………………………………………100 Gambar 4.8 Berita 6……………………………………………………………105 Gambar 4.9 Komentar Pembaca……………………………………………….112 Gambar 4.10 Struktur Organisasi Tribun Group………………………………136 Gambar 4.11 Alur Berita di Tribunnews.com…………………………………149. x. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(16) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media cenderung menggambarkan sosok perempuan sebagai seorang yang ―mengundang‖ atau memicu terjadinya kekerasan. Perempuan dicitrakan sebagai seorang yang lemah, tidak berdaya, butuh dilindungi, dan hanya memiliki kompetensi pada wilayah domestik. Ataupun sebaliknya, sosok perempuan kerap kali digambarkan sebagai perempuan yang galak, tidak masuk akal, murahan, bahkan pelacur, dan bukan perempuan baik-baik (Sarah Santi, 2012 dikutip dalam Intan Pratiwi, 2014, h.5). Berbicara tentang fenomena kekerasan terhadap perempuan yang ditampilkan media dapat merujuk pada riset ―Sejauh Mana Media Telah Memiliki Perspektif Korban Kekerasan Seksual‖ yang digagas oleh Komnas Perempuan. Riset ini dilakukan dengan meninjau sembilan media (Indopos, Jakarta Pos, Jakarta Globe, Kompas, SindoNews, Pos Kota, Republika, Tempo, dan Media Indonesia) dalam periode Januari-Juni 2015. Hasil riset tersebut menunjukkan bahwa terdapat 225 berita yang berhubungan dengan kekerasan seksual atau sekitar 18,71 persen dari total 1.238 berita yang rilis (Remotivi, 2015, Para.1). 1. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(17) Jika diuraikan, dari 225 berita yang berhubungan dengan kekerasan seksual, ditemukan bahwa 41 berita diantaranya menyebutkan korban sebagai pemicu terjadinya kekerasan. Kemudian, 24 berita bernada menghakimi korban, serta 28 berita mengukuhkan stereotip terhadap korban (Remotivi, 2015, Para.3) Dalam berita tentang kekerasan, terutama pemerkosaan, media memuat berita yang mengungkap identitas maupun membuat perempuan tersudutkan,. dibandingkan. berfokus. untuk. memberitakan. adanya. pelanggaran hak terhadap perempuan (Intan Pratiwi, 2014, h.7). Tidak jarang bahasa-bahasa yang digunakan media dalam menggambarkan peristiwa. pemerkosaan. dengan. memakai. kata-kata. ―menggauli‖,. ―menodai‖, ―mencabuli‖, dan ―menggagahi‖. Tindak kejahatan disamakan dengan sesuatu yang gagah dan patut dibanggakan (Idi Subandy & Hanif Suranto, 1998, h.189-191). Selain itu, dari sisi media sendiri, hasil survei Divisi Perempuan Aliansi. Jurnalis. Independen (AJI). Indonesia 2012 menunjukkan. ketimpangan komposisi antara jurnalis perempuan dan laki-laki. Perbandingannya adalah dari jumlah 10 jurnalis, hanya dua sampai tiga yang merupakan jurnalis perempuan. Lalu, jika ditelaah dari segi kedudukan, diketahui hanya 6 persen jurnalis perempuan yang duduk di redaksi dan 94 persennya merupakan reporter atau bukan pengambil keputusan redaksional. Kemudian, jika ditelusuri lebih lanjut dalam hal 2. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(18) kesetaraan gender di kalangan jurnalis, ditemukan hanya 17 persen jurnalis perempuan yang pernah mengikuti pelatihan isu gender (Eko Maryadi, AJI, 2012, h. 9-10). Sehingga, pengelola media yang lebih banyak laki-laki akan menghasilkan produk yang cenderung berpihak pada kepentingan laki-laki. Dan hal ini berimbas kepada sebagian besar pengelola media massa yang memiliki kepercayaan yang bias gender (Diah Wulandari, 2011, h. 29). Sementara itu, pengelola media online mengemas pemberitaan terkait kasus perkosaan, pencabulan, hingga pelecehan seksual yang merupakan kategori berita kriminal, dengan memasukkan unsur seks. Seringkali dalam pemberitaan dibahas mengenai penceritaan kembali kasus-kasus tersebut menggunakan bahasa-bahasa yang vulgar dan rinci (Indah Suryawati, 2012, h.20). Jika diamati secara kritis berita kekerasan terhadap perempuan belum memperhatikan perempuan sebagai korban. Media lebih mengutamakan sensasi dan dramatisasi pada berita kekerasan seksual (Abrar, 1995 dikutip dalam Afridah, 2013, h.2). Realita tersebut tentunya sangat kontradiktif dengan Kode Etik Jurnalistik Pasal 1, yang menyebutkan bahwa wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Dalam hal ini yaitu tidak melakukan diskriminasi terhadap perempuan melalui cara pemberitaan di media (Diah Wulandari, 2011, h.9). 3. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(19) Berdasarkan pemaparan ―Global Media Monitoring Project‖ (GMPP) sebuah lembaga penelitian yang mengkaji gender dalam media di seluruh dunia, signifikansi mengkaji berita dalam media didasari oleh dua faktor. Pertama, berita menjadi sumber informasi yang penting bagi khalayak. Selain itu, ketika membaca sebuah berita maka khalayak akan cenderung menerimanya sebagai sebuah kebenaran dan menganggap sumber informasi tersebut adalah sumber yang kredibel. Kedua, berita yang ditampilkan media tidak hanya mempengaruhi opini pribadi tetapi turut berpengaruh dalam kebijakan yang ditetapkan (Who Makes News. GMPP, Occ Gamma, 2013, sec.01:01). Seperti yang diungkapkan Eriyanto (2011, h.52) bahwa media bukanlah saluran yang bebas dan menjadi tempat semua kekuatan sosial saling berinteraksi. Tetapi sebaliknya, media merupakan sarana bagi kelompok dominan, sehingga melalui media mereka memiliki kesempatan dan akses dalam mempengaruhi dan memaknai sebuah peristiwa menurut pandangan mereka. Lebih jauh lagi, media merupakan instrumen ideologi, di mana satu kelompok menyebarkan pengaruh dan dominasinya. Media berperan dalam mengkontruksi realitas berdasarkan penafsiran dan definisi untuk kemudian disebarkan bagi khalayak (Eriyanto, 2011, h.58). Kehadiran media baru khususnya jurnalisme online telah memberi warna baru dalam dunia jurnalisme. Berita dapat diproduksi dan didistribusikan melalui internet sehingga berita dapat tersebar secara luas. 4. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(20) Penyajian berita pun menjadi lebih disempurnakan dengan adanya elemen digital seperti gambar, tautan, dan sisipan video. Selain itu, online jurnalisme sangat mengutamakan kecepatan dalam menyajikan beritaberitanya (Murtiningsih & Advenita, 2017, h.144). Dari pemaparan yang ada, penulis tertarik meneliti wacana pemberitaan kekerasan terhadap perempuan dalam media online. Seperti yang telah diuraikan, media online memiliki cakupan penyebaran berita yang sangat luas. Penelitian. tentang. wacana. pemberitaan. kekerasan. terhadap. perempuan dilakukan di Tribunnews.com. Karena menurut Alexa.com sebagai situs penyedia data traffic web, peringkat Tribunnews.com berada pada posisi pertama sebagai situs berita terpopuler di Indonesia, bahkan berada setelah Google.co.id, Youtube.com, dan Google.com (Alexa, 2017). Gambar 1.1 Posisi Tribunnews.com dalam peringkat Alexa.com. Sumber: Alexa.com, diakses pada Juli, 2017 5. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(21) Hal ini menunjukkan bahwa Tribunnews.com memiliki banyak pembaca dan sering diakses. Selain itu melalui Linkedin Tribun Network, diketahui bahwa Tribunnews.com merupakan portal berita online yang dikelola PT Tribun Digital Online, Divisi Koran Daerah Kompas Gramedia (Group of Regional Newspaper) yang memiliki jaringan kanal berita daerah di Indonesia berjumlah 22 kanal berita online. Maka, berita akan langsung tersebar ke berbagai daerah dalam sebuah jaringan (Linked Tribun Network, 2017). Penulis tertarik meneliti wacana pemberitaan kekerasan terhadap perempuan di Tribunnews.com dengan menggunakan pisau analisis wacana kritis model Norman Fairclough. Dalam kerangka analisis wacana kritis yang dikemukakan Fairclough terdiri dari tiga level, yaitu tataran mikro (teks), tataran meso (praktik wacana), dan tataran makro (praktik sosiokultural) dan menggunakan Teori Ekonomi Politik Media dan Hirarki Pengaruh. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana teks yang ditampilkan terkait pemberitaan kekerasan. terhadap perempuan dalam. Tribunnews.com dengan tags ―perkosaan‖,―pemerkosaan‖, ―perkosa‖ pada tahun 2015, untuk membongkar konstruksi realitas atau praktik wacana yang dilakukan tim redaksi dalam pembuatan teks terhadap kasus pemerkosaan, untuk mengungkap kepentingan dibalik proses pembuatan teks serta hubungannya dengan konteks makro yang mencakup kepentingan ekonomi, sosial, dan budaya, serta membongkar ideologi Tribunnews.com 6. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(22) yang dijadikan landasan dalam proses pembuatan teks yang demikian.. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana teks berita terkait kekerasan terhadap perempuan dalam. Tribunnews.com. dengan. tags. ―perkosaan‖,. ―pemerkosaan‖, ―perkosa‖ pada tahun 2015? 2. Bagaimana praktik wacana pemberitaan kekerasan terhadap perempuan. dalam. Tribunnews.com. tags. ―perkosaan‖,. ―pemerkosaan‖, ―perkosa‖ pada tahun 2015? 3. Bagaimana konteks sosiokultural yang membentuk wacana pemberitaan. kekerasan. terhadap. perempuan. dalam. Tribunnews.com dengan tags ―perkosaan‖, ―pemerkosaan‖, ―perkosa‖ pada tahun 2015? 4. Bagaimana dominasi ideologi yang digunakan dan menjadi landasan dalam pemberitaan Tribunnews.com?. 1.3 Batasan/Fokus Masalah Batas ruang lingkup dalam penelitian ini adalah wacana pemberitaan kekerasan terhadap perempuan dalam Tribunnews.com pada JanuariDesember 2015. Tags pemberitaan adalah berita tentang perkosaan. Menurut data dari Komnas Perempuan, dalam Catatan Tahunan (Catahu 2016) menemukan pada tahun 2015 terjadi kenaikan data kasus kekerasan 7. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(23) seksual dalam ranah personal bila dibandingkan pada tahun sebelumnya. Pada 2014 kekerasan seksual menempati peringkat ketiga, tetapi pada tahun 2015 menjadi naik ke peringkat dua, dan bentuk kekerasan tertinggi yaitu perkosaan sebanyak 72% atau 2.399 kasus (Komnas Perempuan, 2016, Kekerasan Terhadap Perempuan Meluas: Mendesak Negara Hadir Hentikan Kekerasan terhadap Perempuan di Ranah Domestik, Komunitas, dan Negara, Para.4).. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk : 1. Mendeskripsikan. teks. berita. terkait. kekerasan. terhadap. perempuan dalam Tribunnews.com dengan tags ―perkosaan‖, ―pemerkosaan‖, ―perkosa‖ pada tahun 2015. 2. Mengungkapkan praktik wacana pemberitaan kekerasan terhadap perempuan. dalam. Tribunnews.com. tags. ―perkosaan‖,. ―pemerkosaan‖, ―perkosa‖ pada tahun 2015. 3. Mengungkapkan konteks sosiokultural yang membentuk wacana pemberitaan. kekerasan. terhadap. perempuan. dalam. Tribunnews.com dengan tags ―perkosaan‖, ―pemerkosaan‖, ―perkosa‖ pada tahun 2015. 4. Membongkar ideologi yang digunakan dan menjadi landasan dalam pemberitaan Tribunnews.com. 8. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(24) 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Akademis Kegunaan penelitian ini secara teoritis adalah memberikan sumbangsih pemikiran yang dapat bermanfaat dalam pengembangan kajian Ilmu Komunikasi, khususnya pada kajian kritis terhadap pewacanaan pemberitaan kekerasan terhadap perempuan dalam media. 1.5.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kesadaran bagi masyarakat terutama pada perempuan dan jurnalis perempuan terhadap adanya praktik-praktik ideologi yang tersembunyi dalam teks media, khususnya dalam berita kekerasan terhadap perempuan sebagai berita kriminal. Selama ini orang tidak menyadari bahwa berita tentang peristiwa kekerasan terhadap perempuan sebagai realitas yang demikian adanya, sebagai sesuatu yang common sense dan masuk akal. Melalui. penelitian. ini. diharapkan. pembaca. berita. Tribunnews.com maupun jurnalis perempuan yang berada dalam manajemen. organisasi Tribunnews.com menyadari adanya ideologi. tertentu yang tercermin dalam berita dan agar emansipasi dapat diwujudkan. 9. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(25) BAB II KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Penelitian Terdahulu Pada bagian penelitian terdahulu, peneliti akan memaparkan dua penelitian yang dijadikan rujukan dan referensi yang sesuai dan relevan dengan topik penelitan peneliti. Berikut merupakan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian terdahulu pertama berjudul ―Refleksi atas Praktik Jurnalisme Gender pada Masa Orde Baru‖ yang dilakukan oleh May. Lan, Pascasarjana FISIPOL Universitas Gajah Mada Jurusan. Sosiologi. Penelitian dilakukan pada dua surat kabar, yakni Kompas dan Jawa Pos. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan dibalik praktik jurnalisme yang bias gender terhadap dua perempuan, memetakan bias terhadap perempuan yang terefleksi dalam berita di surat kabar nasional, dan memetakan ketidakmampuan pers memaparkan kebenaran tentang perempuan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan content analysis dan kualitatif dengan heurmeneutik. Metode Hasil penelitian menunjukkan Pers yang mempraktekan jurnalisme yang bias gender karena sejumlah faktor yang muncul dalam budaya patriarkis, representasi perempuan dalam pers pada masa Orde Baru adalah representasi yang muram, dan ketidakmampuan pers untuk memaparkan kebenaran tentang perempuan dalam keberadaan pers itu sendiri. 10. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(26) Persamaan penelitian peneliti dengan penelitian yang dilakukan oleh May Lan adalah mengamati pemberitaan mengenai perempuan di media. Sedangkan perbedaan antara penelitian peneliti dengan penelitian tersebut yaitu penelitian May Lan lebih berfokus pada keterkaitan antara pers, negara, dan perempuan, dalam masa Orde Baru pada dua surat kabar, sedangkan fokus penelitan yang peneliti lakukan adalah wacana pemberitaan kekerasan terhadap perempuan yang diwacanakan oleh Tribunnews.com pada tahun 2015, dan memakai teori ekonomi politik media dan teori hirarki pengaruh. Selain itu metode penelitian yang digunakan oleh May Lan adalah metode kuantitatif dengan content analysis dan. metode. kualitatif. dengan. heurmeneutik.. Sedangkan. peneliti. menggunakan metode Analisis Wacana Kritis Fairclough dalam dimensi teks, praktik wacana, dan sosiokultural. Penelitian terdahulu kedua berjudul ―Perempuan Dalam Pengelolaan Surat Kabar di Sulawesi Tengah (Studi Posisi Perempuan dan Peran Perempuan dalam Media Cetak‖. Penelitian yang dilakukan oleh Ilyas Lampe, merupakan penelitian dalam Kajian Wanita Tahun 2008/2009 yang dibiayai oleh DP2M-Dikti. Penelitian tersebut membahas perempuan dalam pengelolaan Surat Kabar di Sulawesi Tengah melalui studi posisi perempuan dan Peran Perempuan dalam Media Cetak Jenis penelitian tersebut adalah penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Hasil. temuan. menunjukkan. Keterlibatan. perempuan. dalam 11. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(27) pengelolaan pemberitaan surat kabar masih rendah, jika dirata-ratakan hanya terdapat 15,27% orang wartawan perempuan. Perempuan yang bekerja dalam media cetak kebanyakan hanya ditempatkan pada bagian administrasi, promosi, dan periklanan. Jika menjadi wartawan, dalam menjalankan tugas jurnalistiknya perempuan lebih banyak ditempatkan pada. desk. yang dianggap. lunak. seperti hiburan, ekonomi, iptek,. pendidikan, dan budaya. Pengelolaan surat kabar di Sulawesi Tengah belum memiliki standar penulisan yang sensitif gender. Penelitian yang dilakukan May Lan dan Ilyas Lampe merupakan acuan untuk peneliti dalam melanjutkan penelitian mengenai wacana pemberitaan kekerasan terhadap perempuan dalam Tribunnews.com. Perbedaan secara keseluruhan yaitu May Lan berfokus untuk menjabarkan dan memetakan refleksi atas praktik jurnalisme gender pada masa Orde Baru dalam dua surat kabar yakni Kompas dan Jawa Pos. Kemudian, Ilyas berfokus pada posisi dan peran perempuan dalam pengelolaan surat kabar. Berbeda dengan peneliti yang berfokus dalam membongkar ideologi dibalik teks berita kekerasan terhadap perempuan yang disajikan dalam media online yaitu Tribunnews.com. Peneliti menggunakan metode Analisis Wacana Kritis model Norman Fairclough dengan level analisis mikro yaitu menganalisis teks, meso yaitu melihat praktik wacana, dan makro yaitu melihat praktik sosial budaya. Dalam level mikro, peneliti menganalisis. teks. dengan. Analisis. Wacana. Sara. Mills.. 12. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(28) Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu. Peneliti. Penelitian 1 May Lan 2002. Judul. Refleksi atas Praktik Jurnalisme Gender pada Masa Orde Baru. Rumusan Masalah. 1. Mengapa pers mempraktikan jurnalisme yang bias terhadap perempuan? 2.Bagaimana representasi perempuan dalam pers pada masa Pemerintahan Orde Baru? 3. Mampukah pers memaparkan kebenaran tentang perempuan dengan segenap keberadaan mereka?. Penelitian 2 Ilyas Lampe 2010 Kajian Wanita Tahun 2008/2009 Perempuan Dalam Pengelolaan Surat Kabar di Sulawesi Tengah (Studi Posisi Perempuan dan Peran Perempuan dalam Media Cetak 1. Seberapa besar perempuan yang bekerja dalam pengelolaan surat kabar di Sulteng? 2.Bagaimana peran perempuan dalam pengelolaan pemberitaan surat kabar dalam mempengaruhi kebijakan redaksional media yang berkaitan dengan gender? 3.Sejauhmana keberpihakan pengelolaan surat kabar terhadap pemberitaan yang berkaitan dengan gender?. Penelitian 3 Nila Adi Wijaya (Universitas Multimedia Nusantara, 2017) Wacana Pemberitaan Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Tribunnews.com 1.Bagaimana teks berita terkait kekerasan terhadap perempuan dalam Tribunnews.com dengan tags ―pemerkosaan‖ pada tahun 2015? 2.Bagaimana praktik wacana pemberitaan kekerasan terhadap perempuan dalam Tribunnews.com tags ―pemerkosaan‖ pada tahun 2015? 3.Bagaimana konteks sosiokultular yang membentuk wacana pemberitaan kekerasan terhadap perempuan dalam Tribunnews.com dengan tags ―pemerkosaan‖ pada tahun 2015? 4.Bagaimana dominasi ideologi gender yang digunakan dan menjadi landasan dalam pemberitaan Tribunnews.com?. 13. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(29) Metode. Hasil. Perbedaan. Content Analysis dan kualitatif dengan hermeneutika 1.Pers yang mempraktekan jurnalisme yang bias gender karena sejumlah faktor yang muncul dalam budaya patriarkis. 2.Representasi perempuan dalam pers pada masa Orde Baru adalah representasi yang muram. 3.Ketidakmampuan pers untuk memaparkan kebenaran tentang perempuan dalam keberadaan pers itu sendiri.. berfokus untuk mengetahui alasan dan memetakan bias terhadap perempuan yang terefleksi dalam berita si surat kabar nasional, serta memetakan ketidakmampuan pers memaparkan tentang perempuan. Kuantitatif dan Kualitatif 1.Keterlibatan perempuan dalam pengelolaan pemberitaan surat kabar masih rendah, jika dirata-ratakan hanya terdapat 15,27% orang wartawan perempuan 2.Perempuan yang bekerja dalam media cetak kebanyakan hanya ditempatkan pada bagian administrasi, promosi, dan periklanan. Jika menjadi wartawan, dalam menjalankan tugas jurnalistiknya perempuan lebih banyak ditempatkan pada desk yang dianggap lunak seperti hiburan, ekonomi, iptek, pendidikan, dan budaya. 3.Pengelolaan surat kabar di Sulawesi Tengah belum memiliki standar penulisan yang sensitif gender. berfokus pada posisi dan peran perempuan dalam pengelolaan surat kabar. Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough. berfokus dalam membongkar konstruksi realitas atau praktik wacana yang dilakukan tim redaksi dalam pembuatan teks terhadap kasus pemerkosaan, untuk mengungkap kepentingan dibalik proses. 14. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(30) pembuatan teks serta hubungannya dengan konteks makro yang mencakup kepentingan ekonomi, sosial, dan budaya, serta membongkar ideologi Tribunnews.com yang dijadikan landasan dalam proses pembuatan teks yang demikian. 2.2 Teori atau Konsep-Konsep yang Digunakan 2.2.1 Teori Kritis Teori kritis, menurut Littlejohn dan Foss (2011, h.68), memiliki tiga ciri, yaitu: (1) untuk memahami sistem yang sudah dianggap benar, baik berupa struktur kekuatan, keyakinan, termasuk ideologi, yang mendominasi masyarakat, dengan pandangan tertentu mengenai minat-minat disajikan oleh struktur-struktur kekuatan tersebut. Pada teori kritis, yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang boleh dan tidak boleh berbicara, apa yang boleh dan tidak boleh dibicarakan, dan juga siapa yang mengambil keuntungan dari sistemsistem tertentu, (2) membongkar kondisi-kondisi sosial yang menindas. dan. rangkaian. kekuatan. untuk. mempromosikan. emansipasi atau masyarakat yang lebih bebas, dan memahaminya untuk dapat menghapus ilusi-ilusi ideologi yang menjadi penyebab penindasan, (3) menciptakan kesadaran untuk menggabungkan teori dan tindakan. 15. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(31) Teori kritis merupakan teori yang bersifat kritis terhadap organisasi sosial yang menguntungkan orang atau kelompok tertentu tetapi disisi berbeda merugikan pihak lain. Peneliti kritis berpihak kepada kaum yang terpinggirkan, berdasarkan asumsi bahwa masyarakat telah terorganisir secara tidak adil. Sehingga, penelitian kritis ditujukan untuk memperkuat yang kekuasaan. (powerless),. mengubah. tidak. memiliki. ketimpangan (inequalities). dalam masyarakat, dan membuat segalanya menjadi lebih adil (Raco, 2010, h.26). Pendekatan kritis cenderung bersifat ekonomis dan politis, dan dalam analisisnya berhubungan dengan persoalan komunikasi sebagai suatu subsistem dari sistem kemasyarakatan secara menyeluruh (Sunarto, 2000, h.18). Berkembangnya teori kritis dalam ilmu sosial, khususnya ilmu komunikasi, banyak dipengaruhi dari teori marxis mengenai kelas sosial di masyarakat (Idi Subandy, 2005, h.xv dalam Syaiful Halim, 2013, h.17). Meskipun banyak berkembang, para ahli teori Marxis tetap menggunakan ide Marx tentang ekonomi politik, dimana sistem kapitalis mengakibatkan penekanan pada kelas pekerja, dan harus diubah dengan menentang kelompok dominan (Graham Murdock, 1995, h.89-95, dalam Littlejohn dan Foss, 2011, h.69). Berbeda dengan konsep Marx, pendekatan ini lebih berfokus dan memiliki pandangan bahwa praktik komunikasi merupakan hasil dari tekanan 16. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(32) antara kreativitas individu dan desakan sosial pada kreativitas. Kebebasan akan terjadi jika individu dapat mengekspresikan diri secara bebas melalui alasan yang jelas. Maka disinilah yang membuat minat bahasa bagi para ahli teori kritis, menjadi penting. Individu memerlukan bahasa untuk berekspresi. Tetapi sayangnya, bahasa kelas dominan menyulitkan kelas pekerja dalam memperoleh emansipasi.. Penekanan. yang. terjadi. pada. kelompok. yang. terpinggirkan disebabkan oleh bahasa dominan. Untuk itu, pendekatan kritis ini berupaya menciptakan bentuk bahasa baru untuk merombak ideologi dominan, agar dapat juga didengar (Littlejohn dan Foss, 2011, h.69-70). Perkembangan teori kritis ini juga dipelopori oleh para cendekiawan kiri di Frankurt pada tahun 1923. Horkheimer sebagai direktur dari sekolah Frankurt ini memberikan pandangan yang berbeda atas teori kritis, jika dibandingkan dengan teori tradisional. Menurutnya, tujuan dari teori kritis itu sendiri merupakan upaya penyadaran agar dapat membebaskan manusia dari masyarakat irasional, sehingga teori kritis ini menjadi teori emansipatoris. Ia pun memetakan teori kritis dengan tiga ciri, yaitu; Pertama, teori kritis haruslah menaruh curiga dan bersikap kritis. Kedua, teori mengharuskan peneliti untuk berpikir dan melihat konteks sejarah. Ketiga, di dalam teori kritis tidak memisahkan teori dari praksis (Sindhunata, 1980, dalam Sunarto, 2000, h.26-28). 17. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(33) Perkembangan teori kritis di sekolah Frankfurt ini berlangsung ketika Jerman mendapat propaganda besar-besaran dari Hitler, sehingga media dipandang sebagai sarana pemerintah untuk melakukan propanganda. Oleh karena itu, dalam pemikiran Frankfurt, media bukanlah entitas yang netral, melainkan hanya dimiliki dan didominasi kelompok dominan. Media menjadi sebuah sarana kelompok dominan dalam memperkuat. diri. dengan. meminggirkan kelompok minoritas. Maka dari itu, realitas yang terbentuk merupakan realitas yang telah terdistorsi dan palsu. Untuk itu, penelitian media digunakan untuk membongkar realitas palsu yang dibentuk kelompok dominan untuk kepentingannya (dalam Eriyanto, 2011, h.23-26). Dalam konteks penelitian ini, teori kritis digunakan untuk membedah bagaimana realitas kekerasan terhadap perempuan yang ditampilkan dalam berita Tribunnews.com, dan kepentingan apa dibaliknya, baik dilihat dalam faktor internal maupun eksternal yang memberikan pengaruh bagi Tribunnews.com dalam memunculkan realitas yang demikian. 2.2.2 Ekonomi Politik Media Tiga karakter utama pada pendekatan kritis dalam studi ekonomi politik media (Agus Sudibyo, 2004, h.7-8), yaitu: 1. Pendekatan ekonomi politik media bersifat holistik. 18. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(34) Penelitian dilakukan secara menyeluruh mengenai ekonomi, sosial, politik, yang sedang berlangsung dalam masyarakat. Dalam konteks ini, teks media dan tindakan jurnalis dalam memproduksi teks dipengaruhi konteks sosial dalam memproduksi. dan. mengonsumsi. teks. pada. jenjang. organisasi, industri, dan masyarakat. Kemudian, baik itu perusahaan media, struktur industri media termasuk interaksi sosial dalam pers juga dipengaruhi struktur politik dan ekonomi yang secara langsung berkaitan dengan situasi global. 2. Pendekatan ekonomi politik media bersifat historis Ekonomi. Politik. ditempatkan. sebagai. studi. proses. perubahan sosial sebagai produk interaksi historis pada bidang ekonomi, politik, kultur, dan ideologi yang saling memiliki keterkaitan satu sama lain. 3. Pendekatan ekonomi politik media bersifat praksis Ekonomi Politik kritis melihat bahwa pengetahuan berasal dari interaksi dan dialektika antara teori dan praktik yang terus berlangsung. Menurut Vincent Mosco, Ekonomi Politik dimaknai sebagai studi tentang relasi sosial, terutama relasi kekuasaan, khususnya dalam aspek produksi, distribusi, dan konsumsi sumber daya. Dalam 19. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(35) hal Ekonomi Politik, sumber daya yang dimaksud, berwujud surat kabar, buku, video, film, dan audiens (Mosco, 2009, h.24). Untuk memahami bagaimana penerapan Ekonomi Politik dalam ranah Komunikasi, Mosco (2009, h.127-128) menjabarkannya menjadi tiga poin utama: 1. Komodifikasi, sebuah proses mengubah sesuatu yang memiliki nilai guna menjadi sesuatu yang memiliki nilai jual. 2. Spasialisasi, merupakan proses dimana media massa dan teknologi komunikasi mengatasi keterbatasan ruang dan waktu. Misalnya, perusahaan media. yang memakai. komputer dan tersambung dengan internet, sehingga jaringan bisnis maupun produk dapat tersebar ke seluruh dunia. 3. Strukturasi, suatu proses yang melibatkan agen sosial, proses sosial, dan praktek sosial. Struktur dan agen berkaitan satu sama lain, struktur terbentuk oleh agen, dan struktur menjadi medium bagi terbentuknya agen. Hasil akhir dari strukturasi ini merupakan relasi sosial yang terorganisir seperti kelas, jender, ras, dan gerakan sosial yang saling berhubungan dan berlawanan satu sama lain.. 20. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(36) Sementara itu, James Curran (sebagaimana dikutip dalam Agus Sudibyo, 2004, h.9) memetakan fokus penelitian dalam pendekatan Ekonomi Politik Media berdasarkan historis, yaitu: (1) Pertumbuhan Media, (2) Perluasan jangkauan perusahaan dalam industri media, (3) Proses komodifikasi informasi, (4) perubahan peran negara dan pemerintah. Dalam konteks media, teori ekonomi politik, seperti yang diungkapkan McQuail, merupakan pendekatan kritik sosial yang memiliki pusat perhatian pada hubungan antara struktur ekonomi, dinamika industri media, serta konten ideologis media. Lembaga media dilihat sebagai bagian dari sistem ekonomi yang erat kepada sistem politik (McQuail, 2011, h.105). Lebih jauh lagi, asumsi dalam pendekatan ekonomi politik yakni isi media ditentukan kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik diluar pengelolaan media. Faktor yang dimaksud yakni pemilik media, modal, serta pendapatan media, menentukan bagaimana isi media, menentukan peristiwa yang bisa dan tidak bisa ditampilkan dalam pemberitaan, serta kearah mana media tersebut mengarahkan pemberitaan. Melalui pendekatan ini, mekanisme produksi berita dilihat sebagai bagian integral dari relasi ekonomi dalam struktur produksi. Pola dan jenis pemberitaan ditentukan oleh kekuatankekuatan ekonomi yang secara dominan menguasai pemberitaan (Agus Sudibyo, 2001, h.2). 21. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(37) Teks media merupakan komoditas yang dijual di pasar, sehingga mekanisme pasar membuat media tertentu mendominasi wacana publik dan wacana lainnya terpinggirkan (McQuail, 2005, h.83 sebagaimana dikutip oleh Widianingsih, 2013, h.11). 2.2.3 Teori Hirarki Pengaruh Penelitian dalam level produksi berita biasanya berfokus pada proses pembentukan berita (newsroom). Tetapi disini, proses pembentukan berita bukanlah sesuatu yang netral, tetapi merupakan proses yang rumit dan terdapat sejumah faktor yang mempengaruhi. Apa yang disajikan di media, pada dasarnya merupakan akumulasi dari pengaruh yang beragam (Agus Sudibyo, 2001, h.7). Untuk menelaah mengapa dan bagaimana berita mengenai kekerasan terhadap perempuan diproduksi oleh Tribunnews.com, dan dikonsumsi oleh pembaca. Maka perlu untuk mengkaji faktor yang memberikan pengaruh secara signifikan terhadap teks yang diproduksi, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Shoemaker dan Reese dalam teori Hirarki Pengaruh Media, yang membaginya ke dalam beberapa level, antara lain: (1) level individu, (2) Rutinitas praktisi media atau rutinitas media, (3) organisasi media, (4) institusi sosial, (5) sistem sosial.. 22. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(38) Gambar 2.1 Model Hirarki Pengaruh dengan Analisis Lima Level Social Systems Social Institutions Media Organizations Routine Practices Individuals. Sumber : Shoemaker and Reese (2014, h.9). 1. Level Individu Pada level individu, individu seorang pekerja media menjadi bagian yang secara spesifik mempengaruhi teks media. Level individu ini mencakup: (1) Latar belakang dan karakteristik dari pelaku media seperti gender, etnis, orientasi seksual, kelas sosial, dan latar belakang pribadi termasuk karier dan pendidikan, (2) Sikap, nilai, dan kepercayaan, seperti agama, etnik, dan sikap politik, (3) Latar belakang profesional para pekerja media, pendidikan jurnalistik, menempatkan. berkaitan diri. dengan. dalam. bagaimana. berita. yang. jurnalis diproduksi. (Shoemaker dan Reese, 2014, h.209-215). 23. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(39) Berikut merupakan gambaran bagaimana faktorfaktor intrinsik komunikator atau pekerja media dapat mempengaruhi konten yang dihasilkan.. Gambar 2.2 Faktor-faktor intrinsik komunikator yang mempengaruhi konten media. Communicators’ characteristics, personal backgrounds,. Communicators’ professional backgrounds, roles, ethics. Communicators’ personal attitudes, values, and beliefs. Communicators’ power within the organization. Effects of communicators’ characteristics, backgrounds, experience, attitudes, values, beliefs, roles, and ethics, and power on media content Sumber : Shoemaker and Reese (2014, h.210). 24. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(40) 2. Level Runitinitas Praktisi Media atau Rutinitas Media Rutinitas Media menjadi salah satu bagian yang memiliki dampak pada konten yang diproduksi. Tiga unsur penting dalam rutinitas media yaitu: khalayak, organisasi, dan sumber informasi (Shoemaker dan Reese, h.168). Organisasi Media merupakan sebuah bisnis yang mencari profit, sehingga media membutuhkan informasi tentang apa yang khalayak inginkan. Di era internet, media online mendapat informasi tentang data audiens dari jumlah klik atau viewers dalam berita. Sehingga dapat membantu media tersebut memasarkannya kepada pengiklan. Proses tersebut membentuk rutinitas media agar pekerja media dapat bekerja secara maksimal dalam memilih fokus berita, menyeleksi berita maupun dengan menerapkan dan menjalankan aturan tertentu di organisasi media. 3. Organisasi Media Pada level organisasi, terkait dengan kepemilikan organisasi,. kebijakan. organisasi,. struktur. organisasi,. peraturan, keanggotaan, dan proses pengambil keputusan yang mempengaruhi organisasi media dalam memproduksi dan mendistribusikan teks kepada khalayak. Kekuasaan tertinggi dalam organisasi media dimiliki oleh pemilik media. yang. menetapkan. kebijakan. yang. berlaku. 25. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(41) Perusahaan besar misalnya, dapat mengontrol konten dalam merekrut pekerja media, dan menghasilkan swasensor. (batasan. dalam. pembuatan. konten). yang. direalisasikan pekerja media dalam memproduksi teks. Dari perspektif ini maka diketahui bahwa organisasi memiliki pengaruh yang besar, karena rutinitas media yang dijalankan oleh pekerja media, tunduk sesuai kebijakan organisasi yang ditetapkan. 4. Institusi Sosial Dalam level institusi sosial, Shoemaker dan Reese (2014, h.99-h.103, h.127) memakai dua pendekatan utama dalam mengungkap bagaimana hubungan media berita dengan institusi lain dalam sistem sosial yang lebih besar, yaitu Teori Institusionalis dan Field Theory. Dalam teori institusionalis menggambarkan media dari sisi politik. Media mengandalkan berbagai sumber untuk konten, mulai dari pejabat pemerintahan hingga kelompok kepentingan lainnya. Kebijakan dan kontrol dari pemerintah memberikan dampak langsung kepada media, seperti misalnya penyensoran. Sedangkan dalam perspektif Field Theory, melihat media merupakan hasil yang didasari oleh interaksi dalam bidang yang kompleks yakni negosiasi budaya dan ekonomi, maupun bidang lain. 26. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(42) 5. Sistem Sosial Dalam level sistem sosial berfokus dalam struktur yang lebih besar (makro). Asumsinya adalah sebuah gagasan yang kemudian menciptakan simbolis dalam konten media, bukanlah berasal dari sesuatu yang netral tetapi terdapat kepentingan dibaliknya. Sehingga berita diinterpretasikan. sesuai. perspektif. dari. kepentingan. kelompok tertentu. Shoemaker dan Reese (2014, h.69) membaginya ke dalam beberapa sub sistem, antara lain: Ideologi, Ekonomi, Politik, dan Budaya. Ideologi disini bukan dilihat secara pribadi, tetapi lebih melihat pada bagaimana kekuasaan dan kepentingan tertentu yang menentukan. isi. media,. bagaimana. suatu. peristiwa. ditafsirkan dalam sebuah media. Ideologi dipandang sebagai bentuk akumulasi yang menciptakan realitas sosial, dan tanpa disadari ideologi telah memanipulasi realitas yang ada (Shoemaker and Reese, h. 71). 2.2.4 Wacana dan Wacana Kritis Wacana memiliki banyak makna dan arti, untuk dapat memahami apa yang dimaksud dengan wacana, Mills memetakannya berdasarkan bagaimana wacana tersebut dipandang, antara lain: level konseptual, teoretis, konteks penggunaan, dan metode penjelasan. Wacana pada level konseptual, merupakan inti dari semua ujaran atau 27. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(43) teks yang berdampak signifikan dalam dunia nyata (Sunarto, 2000, h.115). Wacana dapat dibedakan dari teks, tulisan, bacaan, dan tuturan, yang dapat dilihat maupun didengar (Yuwono, 2007, h.92). Sedangkan. dalam. konteks. penggunaannya,. wacana. merupakan kelompok pernyataan yang dapat diklasifikasikan berdasarkan kategori konseptual. Misalnya: wacana feminisme, wacana. imperialisme,. wacana. patriarki,. dan. sebagainya.. Selanjutnya, wacana dari metode penjelasannya diartikan sebagai suatu praktik yang diatur untuk menjelaskan sejumlah pernyataan. Disini, terdapat penekanan khusus yang diberikan pada aturanaturan dan struktur yang menghasilkan pernyataan maupun teks (Sunarto, 2000, h. 115-116). Lebih jauh lagi, terdapat perbedaan antara analisis wacana dengan analisis wacana kritis, A.S Hikam mengurai bagaimana perbedaan tersebut terlihat dari bagaimana penggunaan bahasa dalam analisis wacana berdasarkan pandangan positivisme empiris, pandangan konstruktivis, dan pandangan kritis (dalam Eriyanto, 2011, h.4-6) Tabel 2.2 Perbedaan Analisis Wacana dan Analisis Wacana Kritis Bahasa dalam Analisis Wacana Pandangan positivisme Pandangan konstruktivis empiris Bahasa dilihat sebagai Bahasa tidak lagi hanya jembatan antara manusia dilihat sebagai dengan objek diluar pernyataan pendapat.. Pandangan kritis Bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam. 28. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(44) dirinya.. membentuk subjek tertentu, maupun strategi didalamnya. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya.. Analisis wacana digunakan untuk membongkar kuasa yang ada didalam setiap proses bahasa, batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana perspektif yang mesti dipakai, dan topik apa yang dibicarakan.. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis wacana yang dikemukakan dalam pandangan kritis, seperti yang dijelaskan Eriyanto (2011, h.7) bahwa bahasa dalam Analisis Wacana Kritis (AWK) dikaitkan dengan konteks, untuk dapat melihat praktik kekuasaan melalui bahasa yang dipakai. Fairclough menguraikan Analisis Wacana Kritis (AWK) adalah untuk menyelidiki bahasa dalam. kaitannya. dengan. kekuatan. dan. ideologi. yang. dikembangkan. Terutama pada bahasa media massa yang diteliti sebagai arena kekuasaan. Institusi media dianggap netral karena mencerminkan realitas, padahal secara tidak sadar mereka turut membentuk persepsi (Wodak & Meyer, 2001, h.6). 2.2.5 Wacana, Ideologi, dan Hegemoni Pada sub bab sebelumnya, telah disinggung bahwa bahasa dalam AWK digunakan untuk membongkar kekuatan dan ideologi. Tidak hanya berhubungan, tetapi ideologi merupakan salah satu karakteristik dan konsep sentral dalam AWK (Eriyanto, 29. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(45) 2011, h.13). Dalam memahaminya lebih lanjut, berikut beberapa pengertian ideologi. Ideologi dapat diartikan baik secara positif maupun secara negatif. Ideologi secara positif, dipersepsi sebagai suatu cara pandang akan dunia (worldview) yang menyatakan nilai-nilai kelompok. sosial. tertentu untuk mengukuhkan kepentingan. mereka. Bertolak belakang dari itu, ideologi secara negatif dipandang sebagai kesadaran palsu, dengan memutarbalikan atau memelintir pemahaman orang mengenai realitas sosial (Sunarto, 2000, h.31). Menurut Geertz, ideologi merupakan sistem budaya yang mengandung unsur pengetahuan, kepercayaan, norma, dan nilai yang diyakini masyarakat sebagai suatu realitas kebenaran. Sehingga bagi Geertz, ideologi diasumsikan. sebagai. sistem. budaya. yang. didalamnya terdapat unsur keyakinan (Geertz, 1973, h.201 dikutip dalam Karomani, 2004, h.39). Secara garis besar, ideologi dapat dimengerti sebagai ide ataupun definisi akan situasi yang didasari pada sebuah anggapan tertentu. Berikut merupakan ciri-ciri dari ideologi seperti diungkap oleh (Abdullah, 1997, h.86-87 dikutip dalam Wahyurini, 2004, h.25), seperti berikut: 1. Ideologi tidaklah mencerminkan realitas secara utuh, 30. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(46) melainkan hanya memberikan penggambaran realitas secara parsial berdasarkan pada pra konsepsi yang dimiliki kelompok tertentu yang memiliki kuasa. 2. Ideologi tidak dapat dilepaskan dengan proses sejarah, layaknya seperti mata rantai. Realitas yang terdistorsi akan dicitrakan oleh ideologi, yang kemudian ditanamkan kembali melalui proses sejarah. Sementara itu, sebuah proses sejarah pun dipengaruhi oleh terbentuknya ideologi. 3. Ideologi mempengaruhi kehidupan nyata dari individu dengan peraturan yang membatasi. Karena ideologi sudah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari maka dapat langsung diterima walaupun tidak sesuai dengan kenyataan. 4. Ideologi merupakan dukungan, legitimasi, pengukuhan pada situasi dan aktivitas kelompok dominan. Menurut Raymond William (dalam Eriyanto, 2011, h.87), ideologi dapat dibedakan berdasarkan penggunaannya, sebagai berikut; (1) Sistem kepercayaan kelompok atau kelas tertentu. Ideologi dalam hal ini tidaklah dipahami sebagai sesuatu yang ada dalam diri individu dan dibentuk dari pengalaman, melainkan sesuatu yang ditentukan dalam masyarakat dan diterima masyarakat. (2) Ide palsu atau kesadaran palsu. Ideologi disini merupakan kesadaran palsu yang sengaja dibuat kelompok tertentu untuk dapat 31. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(47) mendominasi kelompok yang tidak dominan. Dapat disimpulkan bahwa ideologi dalam arti positif diartikan sebagai cara pandang akan dunia yang menyatakan nilai-nilai dominan yang berkaitan erat dengan sistem kebudayaan dan diyakini serta diterima masyarakat. Sedangkan dalam arti negatif merupakan ideologi yang sengaja dibentuk dengan menciptakan kesadaran palsu, agar suatu kelompok dapat mendominasi kelompok lain dan dalam waktu bersamaan, meminggirkan kelompok tersebut untuk mengukuhkan dominasinya. Ideologi tidak dapat dilepaskan dari realitas. yang dibentuk kelompok dominan, proses sejarah,. pembatasan yang diterima begitu saja oleh kelompok marjinal, dan legitimasi kelompok dominan. Ideologi, menurut Gramsci merupakan arena perjuangan, karena ideologi dapat mengatur tindakan dengan cara dimana ideologi tersebut dibentuk dalam relasi-relasi sosial dan institusiinstitusi (Sunarto, 2009, h.75). Teori hegemoni yang digagas Gramsci (dalam Eriyanto, 2011, h.103-104) mampu menjelaskan bagaimana penyebaran ideologi dilakukan oleh kelompok dominan tanpa adanya paksaan tetapi dapat membuat orang yang didominasi mengikuti nilai-nilai tertentu yang ditetapkan secara sukarela. Hegemoni menitikberatkan pada bentuk ekspresi, cara penerapan, mekanisme. yang. dibuat. agar. dapat. membentuk. sekaligus. mempengaruhi pikiran kelompok yang didominasi. Hegemoni yaitu 32. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(48) ketika ideologi sebagai kesadaran palsu dapat diterima kelompok yang didominasi sebagai sesuatu yang wajar dan secara sukarela meresapinya. Kemudian ideologi hegemonik itu merembes menjadi sebuah pandangan dunia. Dalam melihat ideologi yang melandasi Tribunnews.com dalam mewacanakan pemberitaan kekerasan terhadap perempuan, maka peneliti perlu melihat kesesuaian antara teks yang ditampilkan dengan lingkup dan cara pekerja media di Tribunnews.com memandang persoalan kekerasan terhadap perempuan khususnya peristiwa pemerkosaan. Seperti yang telah dipaparkan, penelitian dalam tradisi kritis, memacu para peneliti untuk menaruh curiga dan bersikap kritis, maka dalam penelitian ini, konsep ideologi yang digunakan merupakan ideologi sebagai kesadaran palsu. 2.2.6 Gender dan Patriarki Dalam membahas tentang konsep gender, Handayani dan Sugiarti (2006, h.4-5) membedakan antara konsep gender dan seks. Dalam pengertian seks, perempuan dan laki-laki dibedakan berdasarkan jenis kelamin yang terpisah secara biologis, tidak dapat dipertukarkan, dan merupakan kodrat. Berbeda dengan pengertian seks, gender dipahami sebagai konsep sosial yang membedakan antara peran laki-laki dan perempuan tidak berdasarkan perbedaan biologis dan kodrat, tetapi yang membedakannya adalah menurut kedudukan, fungsi, dan peranan masing-masing dalam berbagai 33. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(49) bidang. Istilah gender, menurut Haralambos dan Holborn, memiliki konotasi psikologis, sosial, dan kultural, yang membedakan antara laki-laki dan perempuan dari sisi peran-peran maskulinitas dan feminitas yang dijalankan dalam masyarakat (Sunarto, 2009, h.33). Konsep akan gender ini dimengerti sebagai konstruksi sosial mengenai identitas laki-laki dan perempuan sebagai sebuah kategori yang berlawanan dan menyebabkan relasi yang timpang. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang bersifat dikotomis, telah menyebabkan relasi yang asimetris di mana laki-laki dianggap lebih hebat dari perempuan, sehingga perempuan mengalami penindasan oleh laki-laki (Idi Subandy & Hanif Suranto, 1998, h.xxviii-xxx). Ideologi gender merupakan segala aturan, nilai, streotipe, yang mengatur hubungan antara perempuan dan laki-laki melalui pembentukan identitas feminine dan maskulin (May Lan, 2002, h.31). Ideologi gender bekerja dalam masyarakat sebagai alat. legitimasi yang mempertahankan relasi asimetris antara perempuan dan laki-laki (May Lan, 2002, h.6). Sejalan dengan pengertian ini, Soemandoyo (dalam Murtiningsih & Advenita, 2017, h.145) menjelaskan bahwa ideologi gender memberikan pengaruh negatif dalam bentuk struktur patriarki, dimana posisi perempuan berada dibawah laki-laki atau dengan kata lain laki-laki mendominasi perempuan. 34. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(50) Patriarki, merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sistem sosial dimana kaum laki-laki dapat memiliki kendali dan berkuasa pada kaum perempuan. Patriarkis dapat dipahami sebagai sebuah pandangan yang memposisikan kaum pria yang mempunyai kuasa dibandingkan dengan kaum wanita, lebih jelasnya adalah kekuasaan pria terhadap wanita (Bhasin, 1996, h.15 dalam Widianingsih, 2013, h.15). Patriarki, menurut Walby, adalah sebuah sistem stuktur sosial dan praktik-praktik dimana laki-laki mendominasi, menindas, dan mengeksploitasi. perempuan.. Ia. menitikberatkan. terhadap. penggunaan istilah stuktur sosial, karena istilah tersebut berkenaan dengan penolakan terhadap determinisme biologis, dan juga akan gagasan bahwa setiap individu laki-laki yang berada pada posisi yang dominan dan kaum perempuan berada pada posisi yang sebaliknya yakni posisi subordinat (Walby, 2014, h.28). Selain memberikan definisi, Walby (2014, h.34) membagi patriarki ke dalam dua bentuk utama, yakni patriarki privat dan patriarki publik. Patriarki privat, sebagaimana dijelaskan Walby, mengarah pada penindasan yang terjadi dalam rumah tangga berupa perampasan pekerjaan perempuan yang dilakukan oleh individu patriarki, yaitu keluarga. Sedangkan dalam patriarki publik, perempuan dapat bekerja di ranah publik, dan penindasan terjadi secara kolektif dalam pekerjaan dan negara. 35. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(51) Tabel 2.3 Patriarki Privat dan Publik Bentuk patriarki Privat Publik Struktur dominan Produksi rumah tangga Pekerjaan/Negara Struktur patriarki Pekerjaan Produksi rumah tangga yang lebih luas Negara Seksualitas Seksualitas Kekerasan Kekerasan Budaya Budaya Periode Abad ke-19 Abad ke-20 Mode perampasan Individu Kolektif Strategi patriarki Penyingkiran Segregasi Sumber: Sylvia Walby, 2014, h.34. Kedua bentuk patriarki yang telah dipaparkan diatas, terjadi dalam keenam struktur patriarki seperti yang diuraikan Walby (2014, h.28), yaitu: 1. Mode produksi patriarki atau lebih spesifiknya adalah relasi produksi patriarki di dalam keluarga, Walby meletakkannya sebagai struktur pertama. Struktur ini menjelaskan tentang bagaimana pekerjaan rumah tangga perempuan yang diambil alih oleh suami ataupun orang yang tinggal bersama mereka. Sebagai konsekuensinya adalah perempuan tidak memiliki pekerjaan, dan mengharuskan perempuan menjadi ibu rumah tangga sebagai gantinya, untuk menerima pemeliharaan. 2. Relasi patriarki pada pekerjaan dengan upah, bisa dikatakan berada dalam tataran ekonomi. Relasi ini menyebabkan pintu untuk perempuan berkarier seolah tertutup rapat. Perempuan dianggap kurang terampil sehingga dipisahkan 36. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(52) untuk masuk ke pekerjaan yang lebih buruk dan posisi yang lebih rendah dari laki-laki secara stuktural. 3. Relasi patriarki dalam negara, dalam hal ini negara juga patriarki, kapitalis, serta rasialis. Negara memiliki bias secara sistematis terhadap kepentingan patriarki yang terwujud pada kebijakan- kebijakan yang dibuat dan kemudian diterapkan. 4. Kekerasan laki-laki, meskipun terlihat sebagai perbuatan yang individualis. Walby meletakkannya dalam struktur tersendiri, karena jika ditelaah lebih lanjut kekerasan lakilaki terhadap perempuan secara sistematis dimaafkan dan disahkan oleh penolakan negara untuk turut campur tangan melawan kekerasan tersebut. 5. Relasi patriarkis dalam seksualitas, struktur ini menekankan pada heteroseksualitas yang wajib dan standar ganda seksual. 6. Relasi patriarki dalam lembaga budaya. Lembaga-lembaga budaya patriarki ini penting dibahas, karena lembaga terkait dengan pembangkitan berbagai variasi subjektivitas gender dalam beberapa bentuk yang berbeda. Melalui struktur ini, mencakup. lembaga. yang. menciptakan. representasi. perempuan dari pandangan patriarki pada berbagai aspek. 37. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(53) Lembaga yang dimaksud yakni agama, pendidikan, dan media. Budaya patriarki di Indonesia, khususnya dalam budaya Jawa tercermin dari penyebutan perempuan sebagai ―kanca wingking‖ atau ―konco wingking‖ yang berarti teman di belakang (Idi Subandy & Hanif Suranto, 1998, h.xxvii). Esensinya adalah bahwa perempuan dalam rumah tangga sebagai ibu yang mendidik anak dan sebagai istri. yang. mengurus. suami. dan. kebutuhan. rumah. tangga. (Kartodirdjo, 1982, h.192 sebagaimana dikutip dalam Prasetyowati, 2010, h.15). Selain itu, penyebutan perempuan dalam bahasa Sansekerta adalah wadon yang artinya abdi, yakni abdi dari laki-laki. Kemudian, ―wanita‖ yang merupakan akronim dari ―wani ditata‖. Sementara itu, budaya patriarki juga terlihat dari bagaimana perempuan dituntut untuk memiliki kompetensi tiga ―ur‖ yakni sumur, dapur, kasur ataupun 3M (macak atau berhias, manak atau melahirkan, dan masak). Sehingga perempuan dituntut dapat mengurusi pekerjaan domestik saja (Retnowulandari, 2010, h.26). Orang. menganggap. bahwa. perempuan. sudah. sewajarnya. mengerjakan pekerjaan rumah tangga (May Lan, 2002, h.8). Jika dirunut dalam penelitian sejarah, perempuan Indonesia dalam masa kolonial Belanda, dianggap sebagai makhluk kelas dua yang artinya kedudukan perempuan berada dibawah laki-laki. Pada masa ini, perempuan dipaksa untuk hanya mengurus rumah dan 38. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(54) dipersiapkan untuk dinikahkan pada usia dini, dan tidak diizinkan untuk dapat mengenyam pendidikan. Dalam kedudukan sosial, perempuan mendapat diskriminasi untuk hanya berada dalam wilayah domestik, lebih spesifiknya pada urusan dapur dan rumah tangga. Stigma yang dibentuk menghambat perempuan untuk bersikap mandiri (Cahyani, dkk, 2015, h.2). 2.2.7. Konsep Feminisme dalam Metode AWK Model Sara Mills Posisi teori yang dalam kerangka yang dikemukakan oleh. Mills menitikberatkan kepada feminisme gelombang ketiga. Ia menantang. gagasan. bahwa. munculnya. analisis. feminisme. gelombang ketiga yang menggantikan feminisme gelombang kedua hanya didasari persoalan waktu atau kronologi. Mills berpendapat bahwa sebenarnya lebih dari itu, feminisme gelombang ketiga merupakan pengembangan dari analisis gelombang kedua. Secara umum, feminisme gelombang kedua menitikberatkan pada bahasa dimana perempuan merupakan kelompok yang tersubordinasi, sedangkan dalam feminisme gelombang ketiga melihat bahwa kelompok yang dimaksud dalam feminisme gelombang kedua memiliki keragaman (Mills, 2008, h.22). Feminisme gelombang kedua mengacu pada feminisme liberal dan radikal di tahun 1960an untuk menuntut kesetaraan perempuan. Feminisme. gelombang. kedua. menyepakati. bahwa. gerakan 39. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(55) feminisme dan consciousness rising (pencerahan) pada 1960an telah membuahkan hasil, dengan berubahnya sikap dan peran perempuan di Eropa Barat dan Amerika, seperti kesamaan hak dalam legislasi, memiliki akses untuk bekerja diruang publik, akses untuk penitipan anak, dan hak reproduksi (Mills, 2008, h.22-23). Pada feminisme glombang kedua, Mitchel melihat bahwa pembebasan perempuan terlaksana dalam penguasaan kontrol terhadap produksi, reproduksi, seksualitas, dan pendidikan anak (Tong, 2009 dalam Suwastini, 2013, h.202). Tetapi gerakan tersebut hanya berfokus pada kebutuhan perempuan kulit putih yang heteroseksual. (Mills,. 2008,. h.23).. Kemudian,. pembebasan. perempuan dalam feminisme gelombang kedua ini menuai kritik dari perempuan kulit hitam, lesbian, serta perempuan pekerja karena dianggap hanya mengutamakan perempuan kulit putih dan gagal mencakup isu, kelas, dan ras (Suwastini, 2013, h.202). Feminisme gelombang ketiga, menurut Gamble sebagai sebuah reaksi terhadap feminisme gelombang kedua dengan menempatkan perempuan kulit putih yang lebih dominan (Suwastini, 2013, h.204). Sedangkan feminisme gelombang ketiga berkonsentrasi pada skala yang lebih luas tanpa berasumsi bahwa perempuan adalah kelompok yang homogen (Mills, 2008, h.23). Feminisme gelombang ketiga memahami bahwa penindasan terhadap perempuan tidak bersifat seragam dan universal sebagaimana dipahami dalam feminisme 40. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(56) gelombang kedua (Suwastini, 2013, h.204). Mills melihat bahwa penindasan perempuan dalam bentuk patriarki pada feminisme gelombang kedua bersifat universal dan hanya pada konteks perempuan kulit putih. Sedangkan pada feminisme gelombang ketiga memahami bahwa penindasan terhadap perempuan dalam bentuk patriarki bersifat partikularisme dan juga memperhatikan konteks lokal dan sosiohistoris. Sehingga Mills memposisikan teorinya pada feminisme gelombang ketiga. 2.2.8 Media Online Media online dikenal dengan banyak istilah yaitu cybermedia (media siber), internet media (media internet), dan new media (media baru) yang dapat diartikan sebagai media yang tersaji secara online di situs web (website) internet. Secara lebih rinci, media online berupa produk jurnalistik online yang berisi pelaporan fakta atau peristiwa yang diproduksi dan didistribusikan melalui internet (Romli, 2014, h.30). Karakteristik atau keunggulan Media Online seperti yang dijabarkan Romli (2014, h.33), adalah sebagai berikut: 1. Multimedia: dapat memuat atau menyajikan berita/ informasi ke dalam bentuk teks, audio, video, grafis, dan gambar secara bersamaan 2. Aktualitas: berisi info aktual karena kemudahan dan 41. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(57) kecepatan penyajian 3. Cepat: begitu diposting atau diupload, kemudian langsung dapat diakses semua orang. 4. Update: pembaharuan (updating) informasi dapat dilakukan dengan cepat baik dari sisi konten maupun redaksional. Informasi juga dapat disampaikan secara terus menerus. 5. Kapasitas luas: halaman web bisa menampung naskah dengan sangat panjang 6. Fleksibilitas: pemuatan dan editing naskah bisa kapan saja dan dimana saja , juga jadwal terbit (update) bisa kapan saja bisa setiap saat 7. Luas: menjangkau seluruh dunia yang memiliki akses internet Berdasarkan klasifikasi dari jenis-jenis website, lembaga pers atau penyiaran masuk ke dalam kategori News Organisation Website, sebagai contoh yakni edisi online dari surat kabar, televisi, agen berita dan radio (Romli, 2014, h.3233).. Jika sebelumnya dibahas mengenai keunggulan media online, berkembangnya media online di Indonesia juga tak bisa dipungkiri dari faktor meningkatnya pengguna internet. Dari survey Nielsen tahun 2010 di sejumlah kota besar di Indonesia antara lain: Jakarta, 42. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(58) Surabaya, Medan, Semarang, Bandung, Makkasar, Yogyakarta, Palembang, dan Denpasar, menunjukkan bahwa konsumsi internet maupun frekuensi penggunaannya meningkat drastis dalam kurun waktu lima tahun. Mayoritas pengguna internet mengakses internet beberapa kali dalam seminggu, secara presentase peningkatan terjadi dari 24% menjadi 38%. Internet banyak digunakan untuk layanan pendidikan, mendengarkan musik, mengakses berita lokal, dan browsing atau berselancar (Nielsen Newsletter Edisi 15-31 Maret 2011). Terkait. dengan. Kode. Etik. Jurnalistik,. para. praktisi. jurnalistik/media online terikat dengan Pedoman Pemberitaan Media Siber (PPMS) yang telah disahkan oleh Dewan Pers pada 3 Februari 2012 (Romli, 2014, h.45). Media Siber adalah adalah segala bentuk media yang menggunakan wahana internet dan melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta memenuhi persyaratan Undang-Undang Pers dan Standar Perusahaan Pers yang ditetapkan Dewan Pers (Dewan Pers, Pedoman Pemberitaan Media Siber, 3 Februari 2012).. Lembaga pers online dalam memberitakan peristiwa terikat kepada Kode Etik Jurnalistik yang tertuang dalam Pedoman Pemberitaan Media Siber (PPMS). 2.2.9 Berita Kekerasan Seksual Kekerasan, menurut Galtung, adalah sebuah tindakan yang dilakukan oleh seseorang maupun kelompok yang mengakibatkan orang lain terluka, baik secara fisik maupun non-fisik. Tindakan 43. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

(59) tersebut menyebabkan seseorang tidak dapat mengaktualisasikan diri karena terdapat bentuk opresi atau penindasan terhadap dirinya (Hayati, 2004, h.140 dalam Guaramarawati, 2009, h.44). Ciri khas dari kekerasan, menurut Noerhadi, yaitu berupa tindakan pemaksaan dalam wujud persuasif dan fisik, maupun keduanya. Pemaksaan, dalam artian pelecehan terhadap kehendak pada pihak lain, yakni pelecehan hak-hak secara total dengan mengabaikan eksistensi sebagai manusia yang memiliki akal, rasa, kehendak, maupun integritas tubuhnya (Subono, 2000, h.25 dalam Sunarto, 2009, h.56). Kekerasan terhadap perempuan, secara umum terbagi menjadi tiga bentuk (dalam Sunarto, 2009, h.57-58), yaitu : (1) kekerasan fisik; (2) kekerasan psikologis; (3) kekerasan seksual. kekerasan fisik merupakan kekerasan yang dilakukan pada perempuan, dengan cara memukul, menampar, mencekik, menendang, melempar barang ke tubuh, menginjak, melukai dengan tangan kosong ataupun dengan senjata, menganiaya, menyiksa, dan membunuh. Sedangkan, kekerasan psikologis, dilakukan oleh pelaku dengan cara berteriak, menyumpah, mengancam, merendahkan, mengatur, melecehkan,. menguntit,. dan memata-matai,. yang. menyebabkan korban menjadi takut. Selanjutnya, kekerasan seksual merupakan tindakan yang 44. Wacana Pemberitaan Kekerasan..., Nila Adi Wijaya, FIKOM UMN, 2017.

Referensi

Dokumen terkait

Misalnya perusahaan outsorcing yang bekerja sama dengan perusahaan lain, lalu perusahaan outsorcing tersebut diminta untuk menjual produk.. Tiap bulan pasti ada ujian untuk

129 2.Uji Linieritas Iklim (X2)Organisasi Terhadap Produktivitas Sekolah (Y)... Uji Linierias data Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Terhadap Iklim Organisasi

[r]

Kajian Tingkat Bahaya Erosi Permukaandi Sub Daerah Aliran Sungai Cirompang.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, yang hanya dengan kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, sebagai syarat untuk memperoleh

Age, working during sickness, using handphone while driving, work duration, fatigue, smoking behavior and reaction time are related statistically. While experience

‘Beberapa Masalah dalam Penerjemahan Naskah Sastra Minangkabau’, Makalah disampaikan pada temu Ilmiah ke-3 Ilmu- ilmu Sastra 23 November 1988.. Bandung: Program

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis menarik kesimpulan : Pelaksanaan sistem akuntansi pengeluaran kas atas uang persediaan di Dinas Pertanian