• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prediksi Perubahan Garis Pantai Tahun 2012-2022 Dengan Menggunakan Pemodelan Numerik Nemos (Nearshore Evolution Modeling System) Di Pantai Sigandu Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prediksi Perubahan Garis Pantai Tahun 2012-2022 Dengan Menggunakan Pemodelan Numerik Nemos (Nearshore Evolution Modeling System) Di Pantai Sigandu Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014, Halaman 173-180

Online di :

http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose

PREDIKSI PERUBAHAN GARIS PANTAI TAHUN 2012-2022 DENGAN

MENGGUNAKAN PEMODELAN NUMERIK NEMOS (NEARSHORE

EVOLUTION MODELING SYSTEM) DI PANTAI SIGANDU KABUPATEN

BATANG PROVINSI JAWA TENGAH

Anang Joko Sadono, Alfi Satriadi, Muhammad Helmi

Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedharto, SH, Tembalang Semarang. 50275 Telp/Fax (024) 7474698

Email : Anangjokosadono@gmail.com

Abstrak

Garis pantai merupakan garis batas pertemuan antara daratan dan air laut, dimana posisinya dapat berubah sesuai erosi dan akresi yang terjadi. Faktor-faktor yang menyebabkan erosi dan akresi pantai adalah sedimen yang masuk serta yang meninggalkan suatu pantai, selain itu juga gelombang karena merupakan faktor penyebab erosi pantai secara alami dan juga angin karena merupakan penyebab timbulnya gelombang. Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi perubahan garis pantai selama sepuluh tahun ke depan (2012-2022). Penerapan sofware NEMOS pada daerah kajian akan menghasilkan volume transpor sedimen sepanjang pantai, luas abrasi dan akresi pantai serta pola perubahan garis pantai. Verifikasi hasil model menghasilkan error 36,83701 %. Hasil simulasi menunjukkan volume transpor sedimen kotor, Qg =

10859989 m3 dan volume transpor sedimen bersih, Qn = -10424692 m3. Hasil simulasi model selama sepuluh

tahun (2012-2022) menunjukkan bahwa pantai Sigandu akan mengalami erosi sebesar -106548.2 m2, dan mengalami akresi sebesar 105241.3 m2.

Kata kunci: Garis Pantai, NEMOS, Pantai Sigandu.

Abstract

Shoreline is the boundaries lines between shore and sea water meets, where the position can change appropriate erotion and acretion that occur. Factor that cause erotion and acretion is sediment was ingoing and outgoing from the beach, Other factor is wave because a part of occur the erotion and acretion in a natural manner and wind because one of most factor precipitation of waves. The Purpose of this research have intent to predicted shoreline change in a decade (2012-2022). Aplication of the NEMOS on study area will present longshore sediment transport volume, abration and acretion width, and profile of shoreline change.The verification error showed 36,83701 %. The results simulation model show gross sediment transport, Qg =10859989 m

3

and sediment transport netto, Qn = -10424692 m 3

. The result simulation model in a decade (2012-2022) showing that sigandu beach will get erotion -106548.2 m2, and acretion 105241.3 m2.

Key word: Shoreline Change, NEMOS, Sigandu Beach. 1. Pendahuluan

Pantai sigandu merupakan salah satu pantai yang berada di Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah. Kawasan pesisir sering dimanfaatkan sebagai Kawasan kegiatan manusia, misalnya sebagai kawasan pusat pemerintahan, pemukiman, industri, pelabuhan, pertambakan, pertanian/ perikanan, pariwisata dan lain sebagainya. Adanya berbagai kegiatan tersebut dapat menimbulkan peningkatan kebutuhan akan lahan, prasarana dan sebagainya, yang selanjutnya akan mengakibatkan timbulnya masalah-masalah baru seperti erosi, tanah timbul akibat sedimentasi dan lain-lain (Triatmodjo, 1999). Pantai Sigandu adalah pantai yang

(2)

difungsikan sebagai pantai wisata Kabupaten Batang, sehingga perlu adanya perawatan terhadap Pantai Sigandu yang akan mengakibatkan terjaganya keaslian pantai.

Faktor-faktor yang menyebabkan erosi dan akresi pantai adalah sedimen yang masuk serta yang meninggalkan suatu pantai, selain itu juga gelombang karena merupakan faktor penyebab erosi pantai secara alami dan juga angin karena merupakan penyebab timbulnya gelombang (Dahuri dkk, 1996). Erosi dan akresi pantai yang terjadi di Pantai Sigandu telah mengakibatkan perubahan garis pantai. Tidak adanya bangunan pelindung pantai seperti seawall mendorong terjadinya kerusakan yang semakin parah dari tahun ke tahun di Pantai Sigandu.Permasalahannya adalah keadaan garis pantai di Sigandu selama 10 (sepuluh) tahun dari Tahun 2012-2022 yang mengalami perubahan, Sehingga dapat diketahui daerah yang terkena dampak erosi dan akresi. Simulasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan model numerik melalui software CEDAS versi 2.01 dalam program NEMOS (Nearshore Evolution MOdelling System).

Penelitian ini menggunakan model numerik NEMOS sehingga terdapat penyederhanaan masalah studi perubahan garis pantai Sigandu Kabupaten Batang. Pembatasan masalah yang dimaksud adalah tidak meninjau kenaikan muka air laut (sea level rise) yang disebabkan oleh tsunami, gelombang badai, pemanasan global, dan inputan yang berasal dari sungai karena NEMOS tidak diaplikasikan untuk menghitung perubahan garis pantai selain yang melibatkan proses pantai oleh adanya bangunan pelindung pantai, dan perubahan yang diakibatkan oleh gelombang dan transpor sedimen sepanjang pantai.

2. Materi dan Metode Penelitian 2.1 Materi Penelitian

Materi yang digunakan pada penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder . Data primer meliputi data gelombang laut, pasang surut, batimetri, posisi garis pantai, dan sampel sedimen laut. Sampel sedimen yang diambil kemudian dianalisis di Laboratorium Geologi Ilmu Kelautan. Data sekunder meliputi data angin selama sepuluh tahun (Tahun 2003 – Tahun 2012), peta dasar (Base Map) Lingkungan Pantai Indonesia BAKOSURTANAL lembar Kancilan skala 1 : 50.000.

2.2 Metode Penelitian, Pengolahan dan Analisis Data Pengambilan Data Gelombang

ADCP dipasang pada koordinat 06°52’27.3”S dan 109°44'74.6"E dengan kedalaman saat pasang sekitar 8 meter.Lokasi ADCP tersebut masih terjangkau gelombang sebelum pecah. Kondisi dasar perairan tergolong datar dan tidak ada kemiringan, sehingga alat ini mampu tinggi gelombang secara vertikal.

Pengambilan Sampel Sedimen

Sedimen di dasar perairan dikaji dengan mengambil contoh (sample) menggunakan Van Veen Grab. Lokasi titik sampling yang diambil diharapkan mewakili karakteristik lokasi studi. Jumlah stasiun ditentukan berdasarkan kondisi di lapangan. Dalam penelitian ini terdapat 21 stasiun sampling sedimen. Pada tiap stasiun diambil sampel sedimen permukaan dasar laut kemudian dimasukkan dalam kantong plastik untuk kemudian dianalisis ukuran butirnya.

Pengamatan Pasang Surut

Pengamatan pasang surut dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan langsung di daerah Jetty pantai Sigandu Batang. Hasil pengukuran pasang surut diolah dengan metode admiralty untuk memperoleh nilai MSL (mean sea level). Alat yang digunakan dalam pengambilan data pasut adalah rambu pasut berskala yang dalam hal ini digunakan Palm Pasut.

Tracking Garis Pantai

Pengukuran posisi garis pantai dimaksud untuk memperoleh posisi garis pantai yang aktual. Dalam penelitian penentuan posisi atau titik-titik detail garis pantai dilakukan dengan menggunakan GPS. Pengukuran ini dilakukan dengan Tracking (berjalan) sepanjang daerah yang dikaji.

Pengolahan Data Gelombang

Data pengamatan gelombang yang diperoleh dari hasil pengukuran lapangan, dalam hal ini tinggi (H) dan periode (T) gelombang setiap sepuluh menit selama tiga hari kemudian di analisa dengan menggunakan metode penentuan gelombang representative (Triatmodjo, 1999). Data gelombang yang digunakan sebagai inputan dalam model GENESIS merupakan data time series maka untuk itu dilakukan

(3)

peramalan gelombang berdasarkan data angin. Peramalan gelombang yang terjadi di lokasi penelitian menggunakan data angin pengukuran di daratan meliputi kecepatan dan arah angin yang diperoleh dari stasiun BMKG Semarang. Data angin selama 10 tahun (2003–2012) dianalisa dengan menggunakan metode SMB (Sverdrup–Munk-Bretchneider).

Pengolahan Data Pasang Surut

Pengolahan data pasang surut dimaksudkan untuk memperoleh nilai MSL (Mean Sea Level),HHWL ( Highest High Water Level ) dan LLWL ( Lowes Low Water Level ) dimana nilai tersebut akan menjadi parameter inputan dalam model. Nilai MSL, HHWL dan LLWL diperoleh dari hasil analisa data pasang surut dengan menggunakan metode Admiralty dengan menghitung konstanta pasut melalui skema-skema dan tabel perhitungan. Metode Admiralty adalah metode perhitungan data pasang surut 15 atau 29 piantan (Ongkosongo dan Suyarso, 1989). Dalam penelitian digunakan data pasang surut selama 29 hari hasil peramalan Dinas Hidro-Oseanografi.

Pengolahan Data Sedimen

Analisa ukuran butir sedimen menggunakan metode Buchanan (1984) dalam Holme and McIntyre (1984). Sedimen yang telah dikeringkan kemudian dipisahkan antara yang mudah terurai dengan yang menggumpal. Sampel yang mudah terurai diayak dengan sieve shaker, sedangkan sampel yang menggumpal direndam dengan air kemudian dilakukan pemipetan

.

Hasil yang diperoleh kemudian diplotkan dalam sieve graph dan dilakukan penamaan jenis sedimen sesuai dengan segitiga penamaan sedimen.

Simulasi Model Menggunakan NEMOS

Sebelum melakukan running untuk memodelkan perubahan garis pantai dengan menggunakan NEMOS (Nearshore Evolution MOdeling System) dilakukan beberapa tahapan, antara lain :

1. Menentukan daerah model

2. Menentukan grid dan domain boundary menggunakan Grid Generator

Daerah model dibagi menjadi sejumlah sel (grid) dengan panjang yang sama yaitu ∆x dan ∆y. Total grid daerah model adalah 403 grid dengan ukuran ∆x dan ∆y adalah 20 x 20 meter (Gambar 3.4). 3. Menentukan lokasi dan kedalaman grid stasiun gelombang sebelum gelombang pecah yang akan

menghubungkan dengan grid GENESIS.

4. Mempersiapkan data gelombang yang akan digunakan dalam NEMOS, dengan membangun NETCDF menggunakan WWWL data Editor.

5. Transformasi data gelombang lepas pantai menjadi boundary gage.

6. Menandai “Calm event” dari data gelombang 10 tahun yang akan digunakan oleh GENESIS, untuk menghitung “time”. Data gelombang time series 10 tahun tersebut kemudian difilter untuk mendapatkan data gelombang “nocalm” untuk di analisis di WSAV.

7. Running gelombang external dalam modul RCPWAVE. 8. Running model dengan menggunakan modul GENESIS.

3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Hasil

3.1.1 Gelombang

Berdasarkan perhitungan data lapangan didapatkan tinggi gelombang maksimum 1.55 meter dan periode gelombang maksimum 6.67 detik. Tinggi gelombang signifikan (Hs) adalah 1.018 meter dan periode gelombang signifikan (Ts) adalah 3.005 detik. Tinggi gelombang minimum 0.40 meter dan periode gelombang minimum adalah 1.97 detik. Tinggi gelombang signifikan (Hs) dan Periode gelombang signifikan (Ts) ramalan (Tahun 2003-2012) pada bulan Mei adalah 0.98 meter dan 3.31 detik. Tinggi dan periode gelombang signifikan dari peramalan pada periode bulan yang sama dengan penelitian, yaitu bulan Mei menunjukkan tinggi dan periode gelombang signifikan yang mendekati dengan gelombang lapangan. Relative Error (RE) yang diperoleh dari hasil perhitungan antara tinggi gelombang signifikan ramalan dan tinggi gelombang lapangan adalah 48 % dan RE periode gelombang signifikan 6,4 %. Verifikasi data gelombang signifikan yang merupakan hasil peramalan data angin (2003-2012) dibandingkan dengan data gelombang lapangan pada 4 - 7 mei 2012.

(4)

Sampel sedimen diambil pada 21 titik untuk mewakili daerah penelitian. Nilai rata-rata d50 dari 21 sampel sedimen adalah 0,0627 mm yang kemudian digunakan sebagai inputan dalam model NEMOS (Nearshore Evolution MOdelling System). Nilai tersebut dalam skala Wentworth pada menunjukkan bahwa material sedimen di Pantai Sigandu terbesar adalah lanau pasiran. Hasil analisis d50 pada 21 sampel sedimen pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Analisis Sedimen Perairan Dasar Laut

Stasiun Lokasi Nama D50

Latitude Longitude 1 06 0 52’ 51.7”S 109 0 45’ 00.1” E Lanau Pasiran 0,041 2 06 0 52’ 48.8” S 109 0 44’ 59.9” E Lanau Pasiran 0,059 3 06 0 52’ 35.5” S 109 0 44’ 59.5” E Lanau Pasiran 0,090 4 06 0 52’ 37.8” S 109 0 45’ 00.4” E Lanau Pasiran 0,049 5 06 0 52’ 38.9” S 1090 45’ 06.7” E Lanau Pasiran 0,081 6 06 0 52’ 43.0” S 109 0 45’ 10.8” E Lanau 0,061 7 06 0 52’ 46.5” S 109 0 45’ 13.6” E Lanau Pasiran 0,089 8 06 0 52’ 42.5” S 109 0 45’ 21.1” E Lanau Pasiran 0,150 9 06 0 52’ 38.1” S 109 0 45’ 19.7” E Lanau 0,125 10 06 0 52’ 33.1” S 109 0 45’ 17.3” E Lanau 0,067 11 06 0 52’ 30.5” S 109 0 45’ 00.9” E Lanau 0,039 12 06 0 52’ 31.8” S 109 0 44’ 59.7” E Lanau Lempungan 0,012 13 06 0 52’ 36.1” S 109 0 44’ 35.4” E Pasir Lanauan 0,130 14 06 0 52’ 25.7” S 109 0 44’ 58.8” E Lanau Lempungan 0,0132 15 06 0 52’ 36.4” S 109 0 44’ 32.8” E Lanau Lempungan 0,0172 16 06 0 52’ 25.1” S 109 0 44’ 55.5” E Lanau Lempungan 0,025 17 06 0 52’ 33.9” S 109 0 44’ 27.1” E Lanau Pasiran 0,063 18 06 0 52’ 24.3” S 109 0 44’ 46.6” E Lanau 0,040 19 06 0 52’ 29.8” S 109 0 44’ 29.3” E Lanau 0,042 20 06 0 52’ 24.5” S 109 0 44’ 37.4” E Lanau Pasiran 0,040 21 06 0 52’ 27.3” S 109 0 44’ 29.1” E Lanau Pasiran 0,085 3.1.3 Pasang Surut

Hasil analisa pasang surut dengan metode Admiralty berupa komponen-komponen pasang surut, yaitu So, M2, S2, N2, K2, K1, O1, P1, M4, MS4 yang hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 2. Nilai komponen tersebut digunakan untuk menghitung nilai Mean Sea Level (MSL) dan didapatkan hasil 64 cm, Lowest Low Water Level (LLWL). didapatkan hasil 9,961 cm dan Highest High Water Level (HHWL). didapatkan hasil 119,021 cm. Sedangkan nilai Formzahl (F) didapatkan hasil 1,704 cm, sehingga pasang surut di daerah penelitian bertipe pasang surut campuran condong harian tunggal. Data pasang surut hasil pengukuran di lapangan diperlihatkan dalam bentuk grafik pada gambar 1.

Tabel 2. Komponen Pasang Surut Hasil Perhitungan HASIL TERAKHIR :

S0 M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1

A cm 64 13 3 2 28 0 1 0 1 9

g* 1 139 117 73 6 353 321 139 73

F (Formhzal) K1+O1/M2+S2 1,70463

Pasang Surut Campuran Condong Harian Tunggal

HHWL MSL+(M2+S2+K1+01+P1+K2) 119,02181

(5)

Gambar 1. Kurva Pasang Surut Daerah Penelitian 3.1.4 Pemodelan NEMOS

3.1.4.1 Simulasi Erosi dan Akresi Garis Pantai

Luas pantai yang tererosi selama sepuluh tahun lebih besar dibandingkan dengan yang terakresi. Luas total pantai yang mengalami erosi adalah 106548.20 m2. Erosi yang terkecil terjadi pada tahun pertama simulasi sebesar 1864.58 m2.

Tabel 3. Rata-rata luas erosi pertahun

Tahun Luas Erosi (m2) Selisih Luas Erosi (m2)

1 23548.21 - 2 25412.79 1864.58 3 37525.36 12112.57 4 54245.21 16719.85 5 73614.24 19369.03 6 75941.28 23277.04 7 82154.58 6213.30 8 91344.06 9189.48 9 99574.30 8230.24 10 106548.20 6973.90

Total luas pantai yang terakresi selama simulasi 10 tahun adalah 105241.30 m2. Pantai yang terakresi pada tahun keenam simulasi adalah akresi terkecil sebesar 2069.72 m2. Akresi yang terbesar terjadi pada tahun kelima sebesar 19597.47m2.

Tabel 4. Rata-rata luas Akresi pertahun

Tahun Luas Akresi (m2) Selisih Luas Akresi (m2)

1 21137.25 - 2 24951.35 3814.10 3 37452.10 12500.75 4 52854.21 15402.11 5 72451.68 19597.47 6 74521.40 2069.72 7 80951.25 6429.85 8 89524.25 8573.00 9 97256.24 7731.99 10 105241.30 7985.08 5/5/2012 7/5/2012 9/12/2012 11/5/2012 13/5/2012 15/5/2012 17/5/2012 19/5/2012 21/5/2012 23/5/2012 25/5/2012

(6)

3.1.4.2 Volume Sedimen Transpor

Dari hasil simulasi model perubahan garis pantai dengan NEMOS dapat diketahui transpor kotor (gross transport) sedimen (Qg), transpor bersih (net transport) sedimen (Qn) yang merupakan penjumlahan dari transpor ke kanan (Qrt) dan ke kiri (Qlt) atau transpor masuk dan keluar untuk setiap grid dari pantai yang dikaji.

Tabel 4.11. Volume sedimen transpor (2012) Tahun Qrt (m 3 ) Qlt (m 3 ) Qg (m 3 ) Qn (m 3 ) Tahun-1 208032 -3082664 3290696 -2874632 Tahun-2 374338 -5477917 5852255 -5103579 Tahun-3 176107 -2735039 2911146 -2558932 Tahun-4 210451 -5877391 6087842 -5666940 Tahun-5 241706 -5899606 6141312 -5657900 Tahun-6 157554 -5833009 5990563 -5675455 Tahun-7 156550 -11666474 11823024 -11509924 Tahun-8 180782 -21883499 22064281 -21702717 Tahun-9 235091 -21967624 22202715 -21732533 Tahun-10 235874 -22000181 22236055 -21764307 Rata-rata 217648.5 -10642340 10859989 -10424692 3.2 Pembahasan

Pengukuran gelombang di lapangan menghasilkan tinggi dan periode gelombang maksimun 1.55 meter dan 6.67 detik. Triatmodjo (1999) menyatakan di dalam perencanaan bangunan pantai diperlukan tinggi dan periode gelombang individu (individual wave) yang mewakili spektrum gelombang yang dikenal dengan gelombang representatif. Gelombang representatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelombang signifikan yaitu gelombang rata-rata 33 % dari jumlah seluruh kejadian gelombang yang diurutkan dari kejadian tertinggi hingga yang terendah. Berdasarkan perhitungan diperoleh tinggi gelombang signifikan (Hs) dan peride gelombang signifikan (Ts) adalah 1.018 meter dan 3.005 detik. Tinggi dan periode gelombang signifikan adalah bentuk yang paling banyak digunakan. Perhitungan RE(Relative Error) dari perbandingan gelombang signifikan lapangan dengan gelombang signifikan ramalan didapatkan RE 48%. Hal ini dapat diakibaktan oleh karena hasil perekaman yang dilakukan ADCP sehingga hasil gelombang lapangan terlampau besar dibanding dengan hasil ramalan gelombang 10 tahun (2003-2012). Gelombang yang terjadi di perairan Batang sangat dipengaruhi oleh musim. Data gelombang maksimum dan minimum per musim selama sepuluh tahun (2003 - 2012) hasil peramalan memperlihatkan tinggi gelombang maksimum terjadi pada musim barat yaitu sebesar 0.98 meter. Arah dominan dari timur dan timur laut. Tinggi gelombang signifikan pada musim yang sama dengan waktu penelitian 0.52 meter. Pada musim timur tinggi gelombang maksimum selama sepuluh tahun adalah 0.54 meter. Tinggi gelombang signifikan pada musim timur adalah 0.17 meter dan arah dominannya dari Barat. Dari sepuluh tahun peramalan gelombang, tinggi gelombang minimum terjadi pada musim timur dengan tinggi gelombang maksimum 0.06 meter. Hal ini dimungkinkan karena angin dari arah barat lebih dominan dibanding timur, sehingga gelombang yang dihasilkan dari arah barat lebih besar pula.

Dari hasil perhitungan Admiralty lokasi penelitian perairan Batang diperoleh HHWL (Highest High Water Level) sebesar 119.02181 cm, LLWL (Lowest Lower Water Level) sebesar 9.96163 cm dan MSL (Mean Sea Level) sebesar 64 cm. Faktor penentu tipe pasang surut adalah nilai Formzahl (F) yang diperoleh dari operasi matematis konstanta pasut harian utama (K1 dan O1) dan konstanta harian ganda utama (M2 dan S2). Nilai F yang diperoleh adalah 1.70463, dengan demikian tipe pasang surut perairan Batang adalah tipe pasang surut campuran condong harian tunggal. Hasil analisa data pasang surut selama 29 hari dengan metode Admiralty terlihat bahwa pasut K1 merupakan komponen yang dominan dengan amplitudo 28 cm, Komponen M2 merupakan komponen dominan kedua, dengan amplitudo 13 cm.

(7)

Model perubahan garis pantai dalam NEMOS dihitung dengan membagi pantai menjadi sejumlah grid. Dalam penelitian ini pantai dibagi menjadi 367 grid dengan ukuran ∆x sebesar 20 meter. Jarak perubahan garis pantai akibat akresi terbesar terjadi pada tahun kesepuluh sebesar -1229.74 meter, dimana pantai rata-rata bertambah sebesar 2.18 meter. Jarak pantai yang terakresi paling sedikit terjadi pada tahun pertama sebesar 966.92 meter dengan rata-rata berkurang sebesar 1.41 meter. Berkurangnya jarak pantai ke arah laut akibat erosi terbesar terjadi pada tahun kesepuluh dengan rata-rata pantai berkurang sejauh -2.88 meter. Jarak erosi total pada tahun tersebut sebesar -1693,81 meter. Jarak pantai yang mengalami erosi paling sedikit terjadi pada tahun pertama sebesar -1.080,3 meter dengan rata-rata berkurang -2,08 meter. Wilayah perairan pantai yang menjorok kelaut atau berbentuk seperti tanjung adalah wilayah yang paling besar mengalami erosi. Menurut Triatmodjo (1999) transpor sedimen sepanjang pantai tergantung pada sudut datang gelombang pecah, durasi dan energi. Menurut Ilahude (1999) gelombang yang merambat dari perairan dalam akan mengalami refraksi pada saat memasuki perairan dangkal akibatnya berkurangnya kedalaman perairan yang menyebabkan berkurangnya kecepatan gelombang. Gelombang yang masih berada diperairan yang lebih dalam akan bergerak lebih cepat dari gelombang yang ada dibagian yang lebih dangkal, sehingga front gelombang akan membelok dan berusaha sejajar dengan pantai. Refraksi sangat berpengaruh terhadap tinggi dan arah gelombang serta distribusi energi gelombang disepanjang pantai. Perubahan arah gelombang ini menyebabkan konvergensi di daerah yang menjorok ke laut akibatnya energi gelombang lebih besar pada daerah tersebut. Akibatnya pantai tidak akan mampu meredam energi gelombang sehingga tererosi.

Pola pembentukan garis pantai baru Pantai Sigandu dari tahun ke tahun semakin lurus. Hal ini diduga karena pantai mempunyai sifat tanggapan dinamis alami pantai terhadap laut, dan pantai selalu menyesuaikan bentuk profilnya sedemikian sehingga mampu menghancurkan energi gelombang yang datang. Tanggapan dinamis pantai dibagi menjadi dua tipe yaitu tanggapan dinamis pantai terhadap gelombang normal, dimana gelombang normal terjadi dalam waktu yang lebih lama dan energi gelombang dengan mudah dapat dihancurkan oleh mekanisme pertahanan alami pantai. Dan Tanggapan dinamis pantai terhadap kondisi gelombang badai. Pada saat badai terjadi gelombang mempunyai energi besar, seiring dengan pertahanan alami pantai yang tidak mampu menahan serangan gelombang. Pantai akan mengalami erosi dan pantai akan kembali kebentuk semula setelah gelombang menjadi normal. Tetapi ada kalanya pantai yang tererosi tersebut tidak kembali ke bentuk semula oleh pengaruh gelombang normal, karena material pembentuk pantai terbawa arus ke tempat lain dan tidak kembali ke lokasi semula. Dengan demikian pantai mengalami erosi dan material yang terbawa arus akan mengendap di daerah yang lebih tenang, sehingga mengakibatkan akresi di daerah tersebut. Pengaruh akresi dan erosi selain akibat pertahanan alami pantai adalah akibat bangunan yang terdapat diwilayah pantai tersebut, dalam hal ini di Pantai Sigandu Batang terdapat Jetty yang menyebabkan wilayah Pantai Sigandu sebelah kanan mengalami akresi dan sebaliknya sebelah kiri mengalami erosi. Pemasangan jetty di Pantai sigandu malah menyebabkan model pantai Sigandu sebelah kiri lebih tererosi dibandingkan degan pantai model tanpa jetty, sedangkan model pantai sebelah kanan dengan jetty lebih terakresi dibanding dengan model tanpa jetty.

4. Kesimpulan

Hasil simulasi model selama sepuluh tahun (2012 - 2022) dengan program NEMOS menunjukkan bahwa Pantai Sigandu Kabupaten Batang akan mengalami erosi. Hasil dari output program adalah Rata-rata transpor sedimen kotor (Qg) dan transpor sedimen bersih (Qn) Pantai Sigandu Kabupaten Batang pertahun, Qg = 10859989 m3 dan Qn = -10424692 m3, Luas pantai yang tererosi selama 10 tahun -106548.2 m2 dan luas pantai yang terakresi selama sepuluh tahun 105241.3 m2, Setiap tahunnya garis pantai rata-rata mundur sejauh 2.54 meter.

Daftar Pustaka

Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. Beta Offset. Yogyakarta.

Dahuri, R., Jacub Rais, Sapta Putra Ginting dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. P.T. Pradnya Paramitha. Jakarta.

Hanson, H and Kraus, N.C. 1991. GENESIS: Generalized Model for Simulating Shoreline Change ; “Report 1, Technical Reference Manual”. Technical Report CERC_89_19. U. S. Army Engineer Waterways Experiment Station. Vicksburg, MS.

Ongkosongo,O.S.R dan Suyarso.1989. Pasangsurut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi (P3O) LIPI. Jakarta.

(8)

Illahude, A.G. 1999. Pengantar ke Oseanologi Fisika. LIPI. Jakarta.

Holme N.A. & A.D. McIntyre, 1984. Methods for the study of Marine Benthos. Blackwell Scientific Publications, London.

Gambar

Tabel 1. Hasil Analisis Sedimen Perairan Dasar Laut
Tabel 3. Rata-rata luas erosi pertahun
Tabel 4.11. Volume sedimen transpor (2012)  Tahun  Q rt  (m 3 )  Q lt  (m 3 )  Q g  (m 3 )  Q n  (m 3 )  Tahun-1  208032  -3082664  3290696  -2874632  Tahun-2  374338  -5477917  5852255  -5103579  Tahun-3  176107  -2735039  2911146  -2558932  Tahun-4  2104

Referensi

Dokumen terkait

Perilaku responden terhadap kesehatan bayi dan anak balita sebagian besar kategori pengetahuan adalah cukup, sikap sudah berada pada kategori positif, dan praktek pada kategori

Hal ini berimplikasi dalam proses pendidikan keluarga dimana orang tua bertanggung jawab dalam mendidik anak- anaknya, anak-anak harus diajarkan tentang hal-hal yang

Perbedaan dari penelitian yang dilakukan Fitriyani dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah penelitian yang dilakukan oleh Fitriyani meneliti pendapatan yang

Mengucapkan Alhamdulillahi Rabbil Alamin sebagai syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis

Judul : Penentuan Rute Terpendek Sistem Pengangkutan Sampah Kota Medan dengan Menggunakan Algoritma Dijkstra (Studi Kasus: Kecamatan Medan Baru).. Kategori :

OLSR lebih handal dalam mengirim paket terutama untuk jaringan dengan jumlah node lebih besar, karena OLSR menggunakan jarak terpendek dan tabel routing ketika

Tinggi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015.

Pengaruh riwayat waktu yang diskalakan di periode spektral terhadap respons spektra di permukaan Untuk mengetahui pengaruh penskalaan riwayat waktu percepatan di berbagai periode