PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIK SISWA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN
OPEN ENDED DAN DITINJAU DARI SIKAP SISWA DI SMAN UNGGUL BINAAN BENER MERIAH
TESIS
Oleh : ARIANTO NIM : 081188730047
Diajukan Untuk uemenuhi Persyaratan
Dalam uemperoleh Gelar uagister Pendidikan
Program etudi Pendidikan uatematika
PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
ABSTRAK
ARIANTO. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Open Ended dan Ditinjau dari Sikap Siswa Di SMAN Unggul Binaan Bener Meriah. Tesis. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2013.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa yang memperoleh pembelajaran pendekatan open-ended dengan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan pembelajaran konvensional, (2) mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa yang mempunyai sikap positif terhadap matematika dengan siswa yang mempunyai sikap negatif terhadap matematika, (3) mengetahui apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan sikap terhadap matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan berfikir kreatif matematik siswa, (4) mengetahui ketuntasan hasil belajar siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan open ended. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuasi eksprimen. Kelas eksperimen diberi perlakuan pendekatan open ended dan kelas kontrol diberi perlakuan pembelajaran konvensional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI program IPA SMAN Unggul Binaan Bener Meriah dan sampelnya adalah siswa dari kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 yang dipilih secara acak sebanyak dua kelas. Penelitian ini diawali dengan uji instrumen kemampuan berpikir kreatif matematik yang menunjukan bahwa (1) validitas tes adalah valid dengan dengan kriteria sedang dan tinggi, (2) reliabilitas tes adalah 0,59 dengan katagori sedang. Pengolahan data menggunakan uji gain ternormalisasi untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa dilanjutkan dengan uji statistik berupa uji ANAVA dua jalur dan Mann Withney. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) terjadi peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan open ended dengan gain 0,6575 lebih baik dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya dengan pendekatan konvensional dengan gain 0,3736, (2) terjadi peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa yang mempunyai sikap positif terhadap matematika dengan gain 0,5795 lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mempunyai sikap negatif terhadap matematika dengan gain 0,4453, (3) tidak terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan sikap terhadap matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa, (4) ketuntasan belajar siswa siswa yang pembelajarannya dengan pendekatan open ended mempunyai ketuntasan belajar 90,48% lebih baik dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya dengan pendekatan konvensional mempunyai ketuntasan 33,81%.
ABSTRACT
Arianto. Increasing Students’ Mathematical Creative Thinking Ability Through Open-Ended Approach and Reviewed Based on Students’ Attitudes at SMAN Unggul Binaan Bener Meriah. Thesis. Medan: Master Program, State University of Medan. 2013.
The purposes of the research are: (1) determine an increasing diference of students’ mathematical creative thinking ability taught through open-ended approach and taught through convensional approach, (2) determine an increasing diference of students’ mathematical creative thinking ability between students have positive attitudes toward mathematics and students have negative attitudes toward mathematics, (3) determine interaction between teaching approaches and students’ attitudes toward mathematics in increasing students’ mathematical creative thinking ability, (4) determine mastery learning through open-ended approach. This research is a quasi experimental research. Open-ended approach is used in the experiment class and conventional is used in the control class. Moreover population of this research is all students of 11th Grade Natural Science (IPA) Program SMAN Unggul Binaan Bener Meriah, futhermore sample of this research is all students from 11th IPA-1 and 11th IPA-2 chosen randomly. This research is started with testing instrument of Students’ mathematical creative thinking ability show that: (1) validity of the test is valid with medium and high criterion, (2) reliability of the test is 0,59 with medium criterion. Data is analyzed by using normalized gain test to identify increasing students’ mathematical creative ability, in addition continued by statistic test that is two tails ANAVA and Mann Withney. The results of this research shows that (1) there is an increasing students’ mathematical thinking creative ability that study mathematics using open-ended approach with gain 0,6575, which is better than study mathematics using convensional approach with gain 0,3736, (2) there is an increasing students’ mathematical thinking creative ability that students have positive attitudes toward mathematics with gain 0,5795, which is better than students have negative attitudes toward mathematics with gain 0,4453, (3) there is no interaction between learning approach and student’s behavior to mathematics in increasing student’s mathematical creative thinking ability, (4) mastery learning through open-ended approach that is 90,48%, which is better than mastery learning through conventional that is 33,81%.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Berfikir Kreatif Matematik Siswa Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Open Ended dan Ditinjau dari Sikap Siswa Di SMAN Unggul Binaan Bener Meriah” dapat diselesaikan. Tesis ini
disusun dalam rangka memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika di Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dian Armanto, M.Pd., M.A., M.Sc., Ph.D selaku pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Asmin, M.Pd selaku pembimbing II ditengah-tengah kesibukannya telah memberikan bimbingan, arahan dengan sabar dan kritis terhadap berbagai permasalahan, dan selalu mampu memberikan motivasi bagi penulis sehingga terselesaikannya tesis ini.
3. Bapak Dapot Tua Manullang, SE., M.Si selaku Staf Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED yang telah banyak memberikan semangat dan membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini. 4. Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd,; Bapak Prof. Dr. Pargaulan Siagian,
M.Pd; selaku narasumber yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun untuk menjadikan tesis ini menjadi lebih baik.
5. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Muin Sibuea, M.Pd selaku Direktur Program Pascasarjana UNIMED.
6. Bapak Syarifuddin, M.Sc, Ph.D selaku Asisten Direktur I dan Bapak Prof. Dr. Abdul Hasan Saragih, M.Pd Selaku Asisten Direktur II Program Pascasarjana UNIMED.
7. Bapak Jasman, S.Pd selaku Kepala SMAN Unggul Binaan Bener Meriah beserta seluruh dewan guru yang telah memberikan kesempatan dan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
8. Ayahanda Paidi dan Ibunda Tuginah serta seluruh keluarga tercinta yang senantiasa memberikan motivasi dan doa.
9. Sahabat seperjuangan terkhusus angkatan XV Prodi Matematika (Lenny Agustina Daulay M.Pd, Risna Mira Bella Saragih M.Pd, Yumira Simamora, M.Pd, Ruhdiani, M.Pd, Nuraini Sribina, M.Pd, Hizmi Wardhani, dll) yang telah memberikan dorongan, semangat, serta bantuan lainnya kepada penulis. 10. Rekan saya di sekolah Bapak Sukardi, S.Pd, Ibu Salinda, S.Pd, Sujarno, S.Pd,
S.Pd, Amdi Kesuma, S.Pd, Ainal Mardiah, S.Pd, Muhammad, S.Pd, Suhardi, S.Pd dll yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan.
11. Sahabat-sahabat saya Alwin Ardiansyah, S.Pd, Chandra Mahardika, S.Pd, Hermansyah Nasution, Arifin Siregar, Revan Naibaho, S.Pd, Defri Rahmat, Rahmad Hidayat dan lain-lain yang tak bisa disebut satu persatu, kalian luar biasa.
Semoga Allah membalas semua yang telah diberikan Bapak/Ibu serta saudara/i, kiranya kita semua tetap dalam lindungan-Nya. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya matematika. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan/kelemahan dalam penyusunan tesis ini, untuk itu penulis mengharapkan sumbangan berupa pemikiran yang terbungkus dalam saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini.
Medan, Mei 2013 Penulis,
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR DAN BAGAN ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 24
C. Pembatasan Masalah ... 25
D. Rumusan Masalah ... 25
E. Tujuan Penelitian ... 26
F. Manfaat Penelitian ... 27
G. Asumsi dan Keterbatasan ... 27
H. Definisi Operasional ... 28
BAB II LANDASAN TEORITIS ... 30
A. Kerangka Teoritis ... 30
1. Pengertian Belajar Matematika dan Pembelajarannya ... .30
3. Berfikir Kreatif dalam Pendidikan Matematika ... 41
4. Mengukur Kemampuan Berfikir Kreatif ... 48
5. Pendekatan Open Ended dalam Pembelajaran Matematika ... 51
6. Pembelajaran Konvensional ... 60
7. Sikap Terhadap Matematika ... 63
8. Ketuntasan Belajar Siswa ... 68
9. Teori Belajar yang Mendukung ... 71
a. Teori Belajar Jean Piaget dengan Pandangan Konstruktivismenya ... 71
b. Teori Belajar Jerome J. Bruner dengan Keempat Dalilnya ... 74
c. Teori Belajar Robert M. Gagne dengan Rangkaian Verbal dan Pemecahan Masalahnya ...75
10.Penelitian yang Relevan ... 77
B. Kerangka Konseptual ... 79
1. Perbedaan Pendekatan Pembelajaran Open Ended dan Konvensional terhadap Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa ... 79
2. Perbedaan Kemampuan Berfikir Kreatif Antara Siswa yang Memiliki Sikap Positif terhadap Matematika dan Siswa yang Memiliki Sikap Negatif terhadap Matematika ... 81
3. Interaksi Pendekatan Pembelajaran Open Ended dengan Sikap terhadap Matematika Siswa terhadap Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa ... 83
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 85
A. Jenis Penelitian ... 85
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 85
C. Populasi dan Sampel ... 86
D. Desain Penelitian ... 88
E. Variabel Penelitian ... 88
F. Pengontrolan Perlakuan ... 90
G. Instrumen Penelitian ... 92
1. Tes ... 92
a. Menghitung Validitas ... 94
b. Menghitung Realibilitas ... 97
2. Angket Skala Sikap Terhadap Matematika ... 99
3. Observasi ... 100
4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembaran Aktivitas Siswa (LAS) ... 101
H. Pengolahan Data ... 102
I. Prosedur Penelitian... 107
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 110
A. Hasil Penelitian ... 111
1. Deskripsi Pretes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik ... 111
Berdasarkan Faktor Pembelajaran ... 118
4. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa Berdasarkan Sikap terhadap Matematika Siswa... 122
5. Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Sikap terhadap Matematika Siswa terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa ... 126
6. Ketuntasan Belajar Siswa ... 130
7. Aktivitas Siswa dan Guru dalam Proses Pembelajaran ... 133
B. Pembahasan ... 137
1. Faktor Pendekatan Pembelajaran... 137
2. Faktor Sikap Terhadap Matematik Siswa ... 141
3. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa ... 144
4. Interaksi antara Faktor Pembelajaran dengan Faktor Sikap terhadap Matematika Siswa ... 146
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 150
A. Simpulan ... 150
B. Saran ... 152
DAFTAR PUSTAKA ... 154
DAFTAR TABEL
1.1 Nilai Rata-rata Hasil Belajar Siswa ... 16
1.1 Waktu Pelaksanaan Penelitian ... 86
1.2 Keterkaitan antara Variabel Bebas, Moderator , dan Terikat (Tabel Weiner) ... 89
1.3 Kisi-kisi Pretes dan Postest Kemampuan Berpikir Kreatif matematik ... 92
1.4 Pedoman Penskoran Pretes dan Postes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik ... 93
1.5 Kriteria Korelasi ... 95
1.6 Rangkuman Hasil Validitas Pretes Kemampuan Berpikir Kretaif Matematik ... 96
1.7 Rangkuman Hasil Validitas Postes Kemampuan Berpikir Kretaif Matematik ... 96
1.8 Kriteria Reliabilitas ... 97
1.9 Hasil Reliabilitas Pretes Kemampuan Berpikir Kreatif matematik ... 98
1.10 Hasil Reliabilitas Postes Kemampuan Berpikir Kreatif matematik ... 98
1.11 Kisi-kisi Angket Sikap terhadap matematika ... 100
1.12 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 101
1.13 Kriteria Gain Ternormalisasi ... 102
1.14 Keterkaitan Antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Data, Uji Statistik ... 106
1.1 Deskripsi Pretes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik ... 111
1.3 Uji Mann Whitney U Pretes Kemampuan Berpikir Kreatif ... 113
1.4 Rerata Gain Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Kelompok
Pendekatan Open Ended dan Kelompok Pendekatan konvensional
Berdasarkan Sikap siswa Terhadap Matematika ... 114
1.5 Rerata Gain Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Berdasarkan
Sikap siswa Terhadap Matematika ... 114
1.6 Uji Normalitas Gain Kemampuan BerdasarkanSikap siswa Terhadap
Matematika Berpikir Kreatif Matematik Berdasarkan Faktor
Pembelajaran ... 119
1.7 Uji Homogenitas Varians Gain Kemampuan Berpikir kreatif
Matematik Berdasarkan Faktor Pembelajaran ... 120
1.8 Rangkuman Uji ANAVA Dua Jalur Gain Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematik Berdasarkan Faktor Pembelajaran ... 121
1.9 Uji Normalitas Gain Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Sikap
terhadap Matematika ... 124
1.10 Uji Homogenitas Varians Gain Kemampuan Berpikir kreatif
Matematik Berdasarkan Faktor Sikap terhadap Siswa ... 125
1.11 Rangkuman Uji ANAVA Dua Jalur Gain Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematik Berdasarkan Faktor Sikap terhadap Matematika ... 126
1.12 Rangkuman Uji ANAVA Dua Jalur Gain Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematik Berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Sikap
terhadap Matematika ... 127
Kreatif Matematik Siswa ... 130
1.14 Rekapitulasi Ketuntasan Belajar Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematik ... 131
1.15 Rata-rata Hasil Perhitungan Aktivitas Guru dan Siswa pada
DAFTAR GAMBAR DAN BAGAN
3.1 Bagan: prosedur Penelitian ... 109
1.1 Diagram Rerata dan Standar Deviasi Gain Ternormalisasi
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Berdasarkan Faktor
Pendekatan Pembelajaran ... 115
1.2 Diagram Rerata dan Standar Deviasi Gain Ternormalisasi
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Berdasarkan Faktor Sikap
Terhadap Matematika ... 115
1.3 Diagram Rerata Gain Ternormalisasi Kemampuan BerpikirKreatif
Matematik Berdasarkan Faktor Pendekatan Pembelajaran dan Sikap
Siswa Terhadap Matematika ... 116
1.4 Diagram Selisih Rerata Gain Ternormalisasi Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematik Berdasarkan Faktor Pendekatan Pembelajaran dan
Sikap Siswa Terhadap Matematika ... 116
1.5 Interaksi antara Pembelajaran dengan Sikap Terhadap Matematika
Siswa terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik.. 128
1.6 Rekapitulasi Ketuntasan Belajar Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematik ... 131
1.7 Aktivitas Guru dalam Membuka Pelajaran dan Memberikan Masalah
Open Ended ... 135
1.8 Aktivitas Siswa Pada Saat Berdiskusi menyelesaikan masalah
1.9 Aktivitas Guru Saat Membimbing Siswa Berdiskusi Menyelesaikan
Masalah Open Ended ... 136
1.10 Aktivitas Siswa Saat Mempresentasikan Hasil Diskusi Kelompok
DAFTAR lAMPIRAN
Lampiran I
1.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)-1 Kelas Eksperimen ... 160
1.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)-2 Kelas Eksperimen ... 165
1.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)-3 Kelas Eksperimen ... 172
1.4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)-4 Kelas Eksperimen ... 179
1.5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)-5 Kelas Eksperimen ... 187
1.6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)-1 Kelas Kontrol ... 194
1.7 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)-2 Kelas Kontrol ... 197
1.8 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)-3 Kelas Kontrol ... 200
1.9 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)-4 Kelas Kontrol ... 203
1.10 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)-5 Kelas Kontrol ... 205
1.11 Lembaran Aktivitas Siswa (LAS)-1 ... 208
1.12 Lembaran Aktivitas Siswa (LAS)-2 ... 216
1.13 Lembaran Aktivitas Siswa (LAS)-3 ... 225
1.14 Lembaran Aktivitas Siswa (LAS)-4 ... 230
1.15 Lembaran Aktivitas Siswa (LAS)-5 ... 234
Lampiran II 2.1 Kisi-kisi Pretes Kemampuan Berpikir Krataif Matematik Materi Permutasi dan Kombinasi ... 238
2.2 Pretes Kreatif Matematik ... 239
Berpikir Kretaif Matematik ... 243
2.4 Alternatif Jawaban Soal Pretes Kreatif Matematik Materi Soal Permutasi dan Kombinasi ... 244
2.5 Kisi-kisi Tes Kemampuan Berpikir Krataif Matematik Materi Permutasi dan Kombinasi ... 252
2.6 Tes Kreatif Matematik ... 253
2.7 Kriteria Asesmen (Pedoman Penskoran) Tes Kemampuan Berpikir Kretaif Matematik ... 257
2.8 Alternatif Jawaban Soal Tes Kreatif Matematik Materi Soal Permutasi dan Kombinasi ... 258
2.9 Kisi-kisi Skala Sikap Terhadap Matematika Siswa (Angket) ... 268
2.10 Angket Skala Sikap Terhadap Matematika ... 269
2.11 Lembar Observasi Kegiatan Guru ... 273
2.12 Lembar Observasi Kegiatan Siswa ... 275
Lampiran III 3.1 Hasil Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 279
3.2 Hasil Validasi LAS ... 280
3.3 Validasi Ahli Pretes Kemampuan Berpikir Kreatif ... 283
3.4 Validasi Ahli Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ... 284
3.5 Tabel Hasil Validasi Skala Sikap Matematis Siswa... 285
3.6 Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Pretes Berpikir Kreatif Matematik dengan Microsoft Office Excell 2007 ... 287
Matematik Secara Manual ... 292
3.8 Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Pretes Berpikir Kreatif Matematik dengan SPSS 19 ... 300
3.9 Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Tes Berpikir Kreatif Matematik dengan Microsoft Office Excell 2007 ... 302
3.10 Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Tes Berpikir Kreatif Matematik Secara Manual ... 307
3.11 Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Tes Berpikir Kreatif Matematik dengan SPSS 19 ... 315
Lampiran IV 4.1 Skor Pretes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa Kelas Eksprimen ... 317
4.2 Skor Pretes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa Kelas Kontrol ... 318
4.3 Pengolahan data deskriptif dan Normalitas Pretes Siswa kelas Eksprimen ... 319
4.4 Pengolahan Data Pretes Siswa Kelas Kontrol ... 322
4.5 Skor Sikap Terhadap Matematika Siswa Kelas Eksprimen ... 325
4.6 Skor Sikap Terhadap Matematika Siswa Kelas Kontrol ... 326
4.7 Skor Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa Kelas Eksprimen ... 327
4.9 Skor Gain Berpikir Kreatif Matematik Siswa Kelas Eksprimen ... 329
4.10 Skor Gain Berpikir Kreatif Matematik Siswa Kelas Kontrol ... 330
4.11 Pengolahan Data Deskriptif dan Normalitas Gain Berpikir Kreatif
Matematik Siswa Berdasarkan Faktor Pembelajaran ... 331
4.12 Pengolahan Data Homogenitas Gain Berpikir Kreatif Matematik
Siswa Berdasarkan Faktor Pembelajaran ... 336
4.13 Pengolahan Data ANAVA Dua Jalur Gain Berpikir Kreatif
Matematik Siswa Berdasarkan Faktor Pembelajaran ... 337
4.14 Skor Gain Berpikir Kreatif Matematik Siswa dengan Sikap Positif ... 338
4.15 Skor Gain Berpikir Kreatif Matematik Siswa dengan Sikap Negatif ... 339
4.16 Pengolahan Data Deskriptif dan Normalitas Gain Berpikir Kreatif
Matematik Siswa Berdasarkan Faktor Sikap Terhadap Matematika ... 340
4.17 Pengolahan Data Homogenitas Gain Berpikir Kreatif Matematik
Siswa Berdasarkan Faktor Sikap Terhadap Matematika ... 345
4.18 Pengolahan Data ANAVA Dua Jalur Gain Berpikir Kreatif
Matematik Siswa Berdasarkan Faktor Sikap terhadap
Matematika ... 346
4.19 Pengolahan Data ANAVA Dua Jalur Gain Berpikir Kreatif
Matematik Siswa Berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Sikap
terhadap Matematika ... 347
4.20 Rangkuman Hasil Ketuntasan Belajar Kemampuan Berpikir Kreatif
4.21 Rangkuman Hasil Ketuntasan Belajar Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematik (Kontrol) ... 350
4.22 Rangkuman Hasil Angket Observasi Siswa ... 351
4.23 Rangkuman Hasil Angket Observasi Guru ... 352
Lampiran V
5.1 Lembar Observasi Kegiatan Guru ... 353
5.2 Lembar Observasi Kegiatan Siswa ... 363
Lampiran VI
6.1 Dokumentasi Penelitian Kelas Eksprimen ... 373
6.2 Dokumentasi Penelitian Kelas Kontrol ... 377
Lampiran VII
7.1 Surat Komisi Pembimbing (SK) Tesis
7.2 Surat Keterangan TOEFL
7.3 Surat Undangan Seminar Proposal Tesis
7.4 Surat Penelitian dari Pascasarjana UNIMED
7.5 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitiandari Lapangan
7.6 Surat Undangan Ujian Tesis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu UU No. 20 tahun 2003
mengatakan bahwa: Pemerintah pusat dan pemerintah daerah berhak
mengarahkan, membimbing dan mengawasi penyelengaraan pendidikan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam undang-undang
tersebut juga dikatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib
memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan
yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
Tujuan utama diselenggarakannya proses belajar adalah demi tercapainya
tujuan untuk keberhasilan siswa dalam belajar, baik pada suatu mata pelajaran
tertentu maupun pendidikan pada umumnya. Dalam upaya mewujudkan fungsi
pendidikan sebagai wahana sumber daya manusia, perlu dikembangkan iklim
belajar mengajar yang konstruktif bagi berkembangnya potensi kreatif peserta
didik seiring dengan berkembangnya suasana, kebiasaan, dan strategi
pembelajaran yang dilandasi dengan kepahaman tentang ilmu-ilmu pengetahuan
serta implikasinya dalam kegiatan belajar mengajar bagi para guru di sekolah.
Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang sangat penting.
Karena pentingnya, matematika diajarkan mulai dari jenjang SD sampai dengan
Perguruan Tinggi. Sampai saat ini matematika merupakan salah satu mata
pelajaran yang selalu masuk dalam daftar mata pelajaran yang di ujikan secara
2
menunjang dan mengembangkan ilmu-ilmu lainnya, matematika juga diperlukan
untuk bekal terjun dan bersosialisasi dalam kehidupan bermasyarakat.
Beberapa pakar pendidikan menyebutkan bahwa matematika adalah “ratu”
dari segala disiplin ilmu (Tarmidi, 2006). Matematika merupakan kunci ilmu
pengetahuan. Memang pernyataan tersebut tidaklah berlebihan, menginggat
berbagai fakta menyebut demikian. Ilmu Komputer tidak akan berkembang
secanggih saat ini jika sebelumnya tidak diperkenalkan bilangan Biner (Wahyudin
dan Sudrajat, 2003). Ahli ilmu Astronomi juga tidak akan mungkin bisa
menentukan jarak antar bintang jika sebelumnya tidak diperkenalkan konsep
trigonometri, dan masih banyak lagi. Namun, perlu ditekankan disini bahwa
konsep matematika yang telah dimiliki bukanlah satu-satunya faktor penting
pendukung Ilmu Pengetahuan. Pola pikir yang matematislah yang memberikan
konstribusi yang cukup besar dalam mengembangkan Ilmu Pengetahuan.
Alasan pentingnya matematika untuk dipelajari karena begitu banyak
keguanaanya. Di bawah ini akan diuraikan beberapa keguanaan matematika
sederhana yang praktis menurut Russeffendi (2006), yaitu:
1. Dengan belajar matematika kita mampu berhitung dan mampu melakukan perhitungan-perhitungan lainnya.
2. Matematika merupakan persyaratan untuk beberapa mata pelajaran lainnya.
3. Dengan belajar matematika perhitungan menjadi lebih sederhana dan praktis.
4. Dengan belajar matematika diharapkan kita mampu menjadi manusia yang berpikir logis, kritis, tekun, bertanggung jawab, dan mampu menyelesaikan persoalan.
Tujuan afektif belajar matematika di sekolah adalah sikap kritis, cermat,
3
dan senang belajar matematika. Oleh karena itu, matematika sebagai disiplin ilmu
perlu dikuasai dan dipahami dengan baik oleh segenap lapisan masyarakat,
terutama siswa sekolah formal. Tuntutan dari Standar Kompetensi Bahan Kajian
Matematika tersebut adalah siswa memahami pengertian-pengertian dalam
matematika dan memiliki ketrampilan untuk dapat memecahkan persoalan baik
dalam matematika maupun mata pelajaran lain, serta dalam kehidupan sehari-hari.
Pemahaman siswa dalam mempelajari matematika tidak terpisah-pisah, antara
satu konsep dengan konsep lain yang saling terkait, pemahaman siswa pada topik
tertentu akan menuntut pemahaman siswa dalam topik sebelumnya. Hal ini sesuai
dengan pandangan matematika sebagai ilmu yang terstruktur. Selanjutnya
siswa dapat melakukan analisis dan menarik kesimpulan dari apa yang
diperolehnya. Untuk dapat memahami matematika siswa harus memahami dua hal
pokok tentang matematika. Pertama, siswa harus dapat memahami konsep,
prinsip, hukum, aturan dan kesimpulan yang diperoleh dengan cara
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Kedua siswa harus dapat memahami
cara memperoleh semua itu dengan bimbingan guru.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar di Sekolah Menengah Atas
dirumuskan untuk memberi landasan pembelajaran untuk meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah, mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan
mengunankan angka, simbol, tabel, diagram, dan dalil-dalil. Adapun tujuan
pembelajaran matematika di SMA seperti tertuang dalam lampiran Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang
4
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari, matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Matematika mempunyai karakteristik yang berbeda dengan ilmu yang lain.
Dari karekteristik yang dipunyainya menjadikan matematika sulit dipelajari,
Karena itu matematika sering dianggap sulit dan sering menimbulkan berbagai
masalah yang sulit untuk dipecahkan, sehingga berdampak pada rendahnya hasil
belajar siswa. Rendahnya hasil belajar matematika bukan hanya disebabkan
karena matematika yang sulit, melainkan disebabkan oleh beberapa faktor yang
meliputi siswa itu sendiri, guru, metode pembelajaran, maupun lingkungan belajar
yang saling berhubungan satu sama lain. Faktor dari siswa itu sendiri adalah
kurangnya pemahaman konsep siswa terhadap materi yang diajarkan. Selain itu,
faktor lain yang dapat mempengaruhi rendahnya hasil belajar siswa adalah adanya
anggapan/asumsi yang keliru dari guru-guru yang menganggap bahwa
pengetahuan itu dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa.
Dengan adanya asumsi tersebut, guru memfokuskan pembelajaran matematika
pada upaya penuangan pengetahuan tentang matematika sebanyak mungkin
5
dituntut agar tugas dan peranannya tidak lagi sebagai pemberi informasi
(transmission of knowledge), melainkan sebagai pendorong belajar agar siswa
dapat mengkonstruksi sendiri pengetahunnya melalui berbagai aktivitas seperti
pemecahan masalah dan komunikasi. Pemerintah telah mengupayakan berbagai
cara untuk meningkatkan mutu pendidikan termasuk mutu pendidikan
matematika.
Penggunaan metode pembelajaran yang tepat dapat membuat siswa lebih
kreatif. Dengan demikian akan tercipta pembelajaran yang lebih menekankan
pada pemberdayaan siswa secara aktif. Pembelajaran tidak hanya sekedar
menekankan pada penguasaan pengetahuan (logos), tetapi terlebih pada
penekanan internalisasi tentang apa yang dipelajari, sehingga terbentuk dan
terfungsikan sebagai milik nurani siswa yang berguna dalam kehidupannya (etos).
Motivasi belajar seperti ini akan tercipta jika guru mengkondisikan situasi
pembelajaran yang tidak membosankan. Melalui motivasi belajarnya, guru dan
siswa mengkondisikan pembelajaran di kelas menjadi sebuah aktivitas yang
menyenangkan. Jadi motivasi belajar yang efektif dan efisien adalah
memotivasikan para siswa untuk belajar giat berdasarkan kebutuhan ilmu mereka
masing-masing secara memuaskan, yakni kebutuhan akan pengetahuan yang
cukup bagi keperluan siswa, kebahagiaan hidup, kemajuan diri dan sebagainya.
Melalui pembelajaran dengan menggunakan pendekatan yang tepat dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa dan kemampuan siswa seperti yang
diinginkan. Berbagai kemampuan yang harus dimiliki siswa adalah kemampuan
6
Kemampuan berfikir kreatif memegang peranan yang sangat penting.
Manusia kreatif sangat dibutuhkan dalam mengantisipasi dan merespon secara
efektif ketidakmenentuan perubahan dunia saat ini. Perkembangan kebudayaan
dan peradaban di dunia ini juga terjadi berkat kreativitas orang-orang yang
istimewa dalam berbagai sektor kehidupan seperti politik, ekonomi, militer, sain,
teknologi, pendidikan, agama, kesenian, bisnis, dan lain-lain (Supriadi, 1994).
Karya-karya kreatif dalam berbagai sektor kehidupan tersebut penting peranannya
karena sebagian besar dapat menjadi solusi dari permasalahan-permasalahan yang
ada di dunia. Oleh karenanya kreativitas menjadi esensial sifatnya dalam
menghadapi perubahan dan perkembangan dunia yang sangat pesat saat ini.
Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila
mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan.
Menurut (Ruggiero, 1998) mengartikan berpikir sebagai suatu aktivitas mental
untuk membantu memformulasikan atau memecahkan suatu masalah, membuat
suatu keputusan, atau memenuhi hasrat keingintahuan (fulfill a desire to
understand). Pendapat ini menunjukkan bahwa ketika seseorang merumuskan
suatu masalah, memecahkan masalah, ataupun ingin memahami sesuatu, maka ia
melakukan suatu aktivitas berpikir.
Berpikir sebagai suatu kemampuan mental seseorang dapat dibedakan
menjadi beberapa jenis, antara lain berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan
kreatif. Berpikir logis dapat diartikan sebagai kemampuan berpikir siswa untuk
menarik kesimpulan yang sah menurut aturan logika dan dapat membuktikan
7
sebelumnya yang sudah diketahui. Berpikir analitis adalah kemampuan berpikir
siswa untuk menguraikan, memerinci, dan menganalisis informasi-informasi yang
digunakan untuk memahami suatu pengetahuan dengan menggunakan akal dan
pikiran yang logis, bukan berdasar perasaan atau tebakan. Berpikir sistematis
adalah kemampuan berpikir siswa untuk mengerjakan atau menyelesaikan suatu
tugas sesuai dengan urutan, tahapan, langkah-langkah, atau perencanaan yang
tepat, efektif, dan efesien. Ketiga jenis berpikir tersebut saling berkaitan.
Seseorang untuk dapat dikatakan berpikir sistematis, maka ia perlu berpikir secara
analitis untuk memahami informasi yang digunakan. Kemudian, untuk dapat
berpikir analitis diperlukan kemampuan berpikir logis dalam mengambil
kesimpulan terhadap suatu situasi.
Berpikir kritis dan berpikir kreatif merupakan perwujudan dari berpikir
tingkat tinggi (higher order thinking). Berpikir kritis dapat dipandang sebagai
kemampuan berpikir siswa untuk membandingkan dua atau lebih informasi,
misalkan informasi yang diterima dari luar dengan informasi yang dimiliki. Bila
terdapat perbedaan atau persamaan, maka ia akan mengajukan pertanyaan atau
komentar dengan tujuan untuk mendapatkan penjelasan. Berpikir kritis sering
dikaitkan dengan berpikir kreatif.
Menurut (Evans, 1991) menjelaskan bahwa berpikir kreatif adalah suatu
aktivitas mental untuk membuat hubungan-hubungan (conections) yang terus
menerus (kontinu), sehingga ditemukan kombinasi yang “benar” atau sampai
seseorang itu menyerah. Asosiasi kreatif terjadi melalui kemiripan-kemiripan
8
Jadi, berpikir kreatif mengabaikan hubungan-hubungan yang sudah mapan, dan
menciptakan hubungan-hubungan tersendiri. Pengertian ini menunjukkan bahwa
berpikir kreatif merupakan kegiatan mental untuk menemukan suatu kombinasi
yang belum dikenal sebelumnya.
Berpikir kreatif dapat juga dipandang sebagai suatu proses yang digunakan
ketika seorang individu mendatangkan atau memunculkan suatu ide baru. Ide baru
tersebut merupakan gabungan ide-ide sebelumnya yang belum pernah diwujudkan
(Infinite Innovation Ltd, 2001). Pengertian ini lebih menfokuskan pada proses
individu untuk memunculkan ide baru yang merupakan gabungan ide-ide
sebelumnya yang belum diwujudkan atau masih dalam pemikiran. Pengertian
berpikir kreatif ini ditandai adanya ide baru yang dimunculkan sebagai hasil dari
proses berpikir tersebut.
Berdasar pendapat-pendapat tersebut, maka berpikir kreatif dapat diartikan
sebagai suatu kegiatan mental yang digunakan seorang untuk membangun ide atau
gagasan yang baru. Dalam memandang kaitan antara berpikir kreatif dan berpikir
kritis terdapat dua pandangan. Pertama memandang berpikir kreatif bersifat
intuitif yang berbeda dengan berpikir kritis (analitis) yang didasarkan pada logika,
dan kedua memandang berpikir kreatif merupakan kombinasi berpikir yang
analitis dan intuitif. Berpikir yang intuitif artinya berpikir untuk mendapatkan
sesuatu dengan menggunakan naluri atau perasaan (feelings) yang tiba-tiba
(insight) tanpa berdasar fakta-fakta yang umum. Pandangan pertama cenderung
9
mempunyai fungsi berbeda, sedang pandangan kedua melihat dua belahan otak
bekerja secara sinergis bersama-sama yang tidak terpisah.
Sedangkan (Johnson, 2002) tampaknya lebih menekankan pada pandangan
pertama. Johnson menjelaskan bahwa berpikir kritis mengorganisasikan proses
yang digunakan dalam aktifitas mental seperti pemecahan masalah, pengambilan
keputusan, meyakinkan, menganalisis asumsi-asumsi dan penemuan ilmiah.
Berpikir kreatif merupakan suatu aktifitas mental yang memperhatikan keaslian
dan wawasan (ide). Berpikir kreatif sebagai lawan dari berpikir destruktif,
melibatkan pencarian kesempatan untuk mengubah sesuatu menjadi lebih baik.
Berpikir kreatif tidak secara tegas mengorganisasikan proses, seperti berpikir
kritis. Berpikir kreatif merupakan suatu kebiasaan dari pemikiran yang tajam
dengan intuisi, menggerakkan imaginasi, mengungkapkan
kemungkinan-kemungkinan baru, membuka selubung ide-ide yang menakjubkan dan inspirasi
ide-ide yang tidak diharapkan. Pengertian ini membedakan dengan tegas berpikir
kreatif dan berpikir kritis.
10
Berpikir kreatif dalam matematika mengacu pada pengertian berpikir
kreatif secara umum. Bishop (dalam Pehkonen, 1997) menjelaskan bahwa
seseorang memerlukan 2 model berpikir berbeda yang komplementer dalam
matematika, yaitu berpikir kreatif yang bersifat intuitif dan berpikir analitik yang
bersifat logis. Pandangan ini lebih melihat berpikir kreatif sebagai suatu
pemikiran yang intuitif daripada yang logis. Pengertian ini menunjukkan bahwa
berpikir kreatif tidak didasarkan pada pemikiran yang logis tetapi lebih sebagai
pemikiran yang tiba-tiba muncul, tak terduga, dan di luar kebiasaan.
Menurut (Pehkonen, 1997) memandang berpikir kreatif sebagai suatu
kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi
tetapi masih dalam kesadaran. Ketika seseorang menerapkan berpikir kreatif
dalam suatu praktik pemecahan masalah, maka pemikiran divergen yang intuitif
menghasilkan banyak ide. Hal ini akan berguna dalam menemukan
penyelesaiannya. Pengertian ini menjelaskan bahwa berpikir kreatif
memperhatikan berpikir logis maupun intuitif untuk menghasilkan ide-ide.
Pandangan ini lebih mengarah pada pandangan kedua dalam pengertian berpikir
kreatif.
Perkembangan IPTEK dan informasi diperlukan sumber daya yang
memiliki ketrampilan tinggi yang melibatkan pemikiran kritis sistematis, logis,
kreatif dan kemampuan bekerja sama yang efektif. Cara berpikir tersebut harus
dapat dikembangkan melalui pendidikan matematika. Kemudian pada salah satu
tujuan pembelajaran matematika dalam Kurikulum tersebut menjelaskan bahwa
11
melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran
divergen, orisinal, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta
mencoba-coba. Sedang dalam salah satu prinsip kegiatan belajar mengajarnya juga
menyebutkan tentang mengembangkan kreativitas siswa. Dengan demikian
kurikulum tersebut mengisyaratkan pentingnya kreativitas, aktivitas kreatif dan
permikiran (berpikir) kreatif dalam pembelajaran matematika. Tetapi dalam
pelaksanaan di kelas terdapat beberapa kendala berkenaan penerapan
pembelajaran yang mendorong berpikir kreatif maupun kreativitas siswa tersebut.
Salah satunya adalah masalah penilaian yang valid untuk menentukan tingkat
kemampuan berpikir kreatif (kreativitas) siswa. Penentuan tingkat ini akan
diperlukan untuk memprediksi potensi siswa dalam memecahkan masalah secara
kreatif, dan mengetahui kelemahan maupun kekuatan siswa dalam berpikir kreatif
sehingga mudah untuk mengatasi letak kekurangan maupun memanfaatkan
kelebihannya. Selain itu, mengetahui tingkat keberadaan berpikir kreatif siswa
akan memudahkan guru merancang model pembelajaran yang dapat mendorong
siswa mencapai tingkat berpikir kreatif yang lebih optimal, sekaligus
mengklasifikasikan siswa dan menilai kemampuannya dalam berpikir kreatif.
Kreativitas dapat ditumbuhkembangkan melalui pendidikan. Melalui
pendidikan diharapkan tersedia lingkungan yang memungkinkan peserta didik
mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal. Menurut Supriadi
(1994) meskipun bukan satu-satunya penentu lahirnya orang-orang kreatif,
pendidikan merupakan faktor yang besar sekali peranannya. Peranan itu
12
kreatif mampu menggunakan berbagai pendekatan dalam proses belajar-mengajar
dan membimbing siswa.
Kreativitas pada dasarnya memuat kemampuan untuk membuat
kombinasi-kombinasi baru, atau melihat hubungan-hubungan baru antara
unsur-unsur atau hal-hal yang sudah ada sebelumnya (Semiawan, 1987). Jadi kreativitas
terletak pada kemampuan untuk melihat asosiasi antara obyek-obyek yang
sebelumnya, sehingga dapat mencipta sesuatu yang baru atau memberi gagasan
baru yang dapat diterapkan untuk pemecahan masalah. Secara komprehensif,
kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan berpikir, bersikap, dan bertindak
tentang suatu cara yang baru dan tidak biasa, yang digunakan untuk memecahkan
berbagai persoalan, sehingga dapat menyelesaikan permasalahan dengan
penyelesaian yang orisinil dan bermanfaat.
Namun ironisnya kemampuan kreatif seseorang seringkali ditekan oleh
kondisi pendidikan yang dialaminya, sehingga ia tidak mampu mengenali potensi
yang dimilikinya apalagi untuk mewujudkan potensi itu. Untuk itu iklim belajar
yang mampu menumbuhkan rasa percaya diri dan budaya belajar di kalangan
masyarakat harus dikembangkan, agar sikap dan perilaku kreatif, inovatif, dan
keinginan untuk maju dapat ditumbuhkan. Hal ini sejalan dengan pendapat
Munandar (1999) bahwa: “kreativitas hendaknya meresap dalam seluruh
kurikulum dan iklim kelas melalui faktor-faktor seperti sikap menerima keunikan
individu, pertanyaan yang berakhir terbuka, penjajagan, dan kemungkinan
13
Dari berbagai studi, baik yang berskala internasional maupun nasional
menunjukan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih memprihatinkan. Hal
ini dapat dilihat dari Human Depelopment Index (HDI) yang dikeluarkan oleh
UNDP. Salah satu indikator dalam menentukan HDI adalah kualitas pendidikan
pada suatu Negara dari tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah. HDI
Indonesia hanya sebesar 0,728 dari nilai ideal sebesar satu dan menempatkan
Indonesia pada peringkat ke-107 dari 177 negara yang diukur.
Rendahnya kemampua berfikir kreatif dan berfikir kritis tercermin dari
penguasaan materi matematika pada siswa SMP, hal ini terlihat dari hasil laporan
The Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 1999,
Indonesia berada pada peringkat 34 dari 38 negara, masih jauh dari negara
tetangga Singapura yang berperingkat 1, dan Malaysia perperingkat 16. Hasil dari
TIMSS ini mengungkapkan bahwa kemampuan matematis siswa Indonesia untuk
soal tidak rutin sangat lemah, namun relatif baik untuk menyelesaikan
soal-soal fakta dan prosedural. Hal ini membuktikan bahwa dalam masalah matematika
yang menuntut kemampuan berfikir tingkat tinggi, siswa Indonesia jauh dibawah
rata-rata internasional, bahkan lebih jelek dibandingkan dengan malaysia,
Singapura, dan thailand.
Hasil studi TIMSS tahun 2003 untuk siswa kelas VIII, masih
menempatkan Indonesia pada urutan ke-34 dari 46 negara pada penguasaan
umum. Pada penguasaan dan pengetahuan tentang fakta, prosedur dan konsep,
Indonesia menempati urutan ke-33. Sedangkan dalam penerapan pengetahuan dan
14
memperoleh skor tertinggi dalam katagori-katagori di atas adalah Singapura,
Korea, China-Taipe, dan Hongkong (TIMSS, 2003). Hasil TIMSS terbaru tahun
2007 menempatkan Indonesia pada urutan ke-36 dari 48 negara tentang
penguasaan matematika untuk siswa sekolah menengah pertama.
Selain dari hasil TIMSS 1999, 2003, dan 2007, hasil tes Programme for
International Student Assesment (PISA)2003 yang dikoordinir oleh Organization
for Economic Co-operation and Development (OECD) menunjukan bahwa
penguasaan matematika siswa Indonesia pada usia 13-15 tahun (kelas VIII)
berada di peringkat 38 dari 40 negara. Peringkat Indonesia yang baru pertama kali
mengikuti PISA relatif sedikit lebih baik dari Brazil dan Tunisia. Sedangkan
negara tetangga yang ikut PISA, hanya Thailand yang peringkat penguasaan
matematika siswanya berada pada peringkat 36. Peringkat pertama sampai
keempat masing-masing China, Finlandia, Korea, dan Belanda. Survey PISA
tahun 2006, Indonesia berada pada urutan ke-52 dari 57 negara dalam hal
matematika.
Soal-soal yang diujikan TIMSS mengacu secara langsung terhadap
penguasaan topik-topik yang ada dalam kurikulum sekolah seperti Aljabar,
Geometri, Pengukuran dalam situasi komplek, dan Aritmatika beserta aplikasi
dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan soal PISA 2003 soal-soalnya tidak
terkait langsung dengan topik-topik pada kurikulum sekolah, tetapi lebih
difokuskan pada melek matematika (mathematic sliteracy) yang ditunjukan oleh
kemampuan dan keahlian siswa dalam menggunakan matematika yang mereka
15
Berdasarkan hasil studi TIMMS dan PISA tampak bahwa untuk masalah
matematika yang menuntut kemampuan berfikir tingkat tinggi, siswa Indonesia
jauh di bawah rata-rata internasional, bahkan bila dibandingkan dengan Malaysia,
singapura, Thailand. Kemampuan pemecahan masalah, pemahaman, berfikir kritis
dan kreatif siswa sekolah menengah di Indonesia masih rendah, sehingga siswa
lemah dalam menyelesaikan soal-soal tidak rutin yang berkaitan dengan
menjustifikasi, atau membuktikan, menalar, menggeneralisasi, membuat
konjektur, dan menemukan hubungan antara fakta-fakta yang diberikan.
Berkait dengan masalah-masalah di atas, pembelajaran yang terjadi di
SMAN Unggul Binaan Bener Meriah, setelah peneliti melakukan observasi
pendahuluan ditemukan permasalahan kreativitas antara lain:
1. Siswa yang mau bertanya mengenai materi pelajaran yang kurang
jelas kepada guru masih rendah hanya sekitar 5% dari jumlah siswa,
2. Kemampuan siswa dalam mengajukan ide-ide masih rendah hanya
sekitar 12% dari jumlah siswa,
3. Kemampuan siswa menyelesaikan masalah belum variatif
(cenderung sama) dan tidak terdapat jawaban yang sangat berbeda.
Permasalahan lain yang ditemukan adalah mengenai pemahaman siswa.
Adapun permasalahan pemahaman siswa tersebut adalah sebagai berikut:
1. Siswa yang mampu menyelesaikan masalah masih rendah hanya
sekitar 32% dari jumlah siswa,
2. Kemampuan siswa dalam mendefinisikan konsep masih rendah
16
3. Siswa yang mampu membuat kesimpulan masih rendah hanya sekitar
40% dari jumlah siswa.
Hasil belajar yang berkaitan dengan ketuntasan belajar siswa SMAN
Unggul Binaan Bener Meriah juga masih rendah hal ini dapat kita liat dari
tabel hasil pencapaian hasil belajar siswa 3(tiga) tahun terakhir berikut:
Tabel 1.1
Nilai Rata-rata Hasil Belajar Siswa
Tahun Ajaran KKM Rata-rata Hasil Belajar
2008/2009 64 65,5
2009/2010 64 69,1
2010/2011 65 66
Selain itu masih juga ditemukan beberapa fakta yang dapat penulis alami
di SMAN Unggul Binaan Bener Meriah dalam setiap pembelajaran di kelas XI
program IPA, yang menyebabkan masih banyak siswa yang belum memahami
materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Hal tesebut ditunjukkan dengan
beberapa fakta berikut ini:
1. Banyaknya siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal
latihan.
2. Masih sedikitnya siswa yang berperan aktif dalam pembelajaran, dan
masih sedikit pula siswa yang berani mengerjakan soal di depan kelas.
3. Proses pembelajaran masih didominasi oleh aktifitas guru saja, sehingga
kreativitas siswa dalam belajar matematika kurang, yang berpengaruh
17
4. Metode yang digunakan guru masih konvensional, seperti pembelajaran
ekpositori, guru menjelaskan, kemudian siswa diberi kesempatan untuk
bertanya, siswa mengerjkan latihan soal (drill soal) menggunakan rumus
atau algoritma tertentu, dan diakhiri dengan pemberian tugas untuk
dikerjakan sebagai latihan.
5. Respon siswa masih rendah dalam hal minat belajar matematika. Ini
dibuktikan dengan umpan balik yang diberikan siswa terhadap
pembelajaran yang terjadi hari ini, hanya 37% siswa yang mempunyai
minat belajar matematika.
Rendahnya hasil belajar matematika mengindikasikan ada sesuatu yang
salah dan belum optimal dalam pembelajaran matematika di sekolah. Guru
sebagai salah satu pusat dalam proses pembelajaran di kelas masih memandang
bahwa belajar adalah suatu proses transfer ilmu pengetahuan (transfer of
knowledge) dari pengajar kepada peserta didik. Hal ini akan membuat siswa
menjadi pasif.
Guru berperan penting dalam mengatasi masalah yang terjadi di dalam
kelas. Oleh sebab itu pemilihan metode pembelajaran yang sesuai sangat
penting, terutama berkenaan dengan pemahaman siswa, karena pemahaman
siswa yang kurang akan berpengaruh terhadap proses berikutnya yaitu
aplikasi dalam penghitungan matematika.
Permasalahan-permasalahan dalam pembelajaran matematika akan
berakibat pada rendahnya pemahaman konsep siswa dan berfikir kreatif siswa
18
konsep dan berfikir kreatif siswa dapat dilakukan dengan mengadakan
perubahan-perubahan dalam pembelajaran. Dalam hal ini, perlu dirancang suatu
pembelajaran yang membiasakan siswa untuk mengkonstruksi sendiri
pengetahuannya, sehingga siswa lebih memahami konsep yang diajarkan serta
berfikir secara kreatif terhadap materi matematika itu sendiri. Salah satu cara yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan berfikir kreatif dan sikap terhadap
matematika siswa adalah dengan melaksanakan pendekatan pembelajaran yang
relevan untuk diterapkan oleh guru. Pendekatan pembelajaran yang sebaiknya
diterapkan adalah pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga siswa lebih
mudah untuk memahami konsep-konsep yang diajarkan dan mempunyai daya
kreatif dalam menguasai matematika.
Dalam upaya peningkatan pemahaman siswa ini dapat dilakukan dengan
mengajak siswa aktif dalam mendefinisikan konsep, menyelesaikan
permasalahan, dan membuat kesimpulan dari materi pelajaran, maka diperlukan
kreativitas siswa dalam interaksi belajar mengajar. Pada dasarnya kreativitas
adalah generator penggerak dan pembangkit dinamika untuk aktif.
Dalam pembelajaran yang telah berlangsung berabad-abad, guru
menjelaskan secara lisan, sedangkan peserta didik diminta mendengarkan dengan
tertib. Selanjutnya, peserta didik disuruh menghafal banyak konsep guru. Takut
waktu yang ditentukan pada kurikulum tidak selesai. Pembelajaran yang demikian
mengebiri peserta didik. Peserta didik menjadi terbatas di dalam kelas dan akan
19
didik hanya diajar dengan membayangkan contoh-contoh, tanpa ditunjukkan bukti
nyata.
Matematika merupakan salah satu bidang studi yang memegang
peranan penting dalam pendidikan, khususnya penataan nalar, sikap kritis,dan
menciptakan kedisiplinan. Namun banyak siswa yang memiliki anggapan bahwa
matematika merupakan pelajaran yang sulit. Mereka beranggapan bahwa
matematika adalah momok dalam ujian nasional maupun ujian-ujian lain. Hal
tersebut disebabkan sugesti yang tertanam dalam benak seorang siswa bahwa
matematika itu sulit. Sugesti tersebut muncul dari orang-orang sekitar yang
mengatakan matematika itu sulit. Faktor inilah yang membuat mereka takut
terhadap matematika kemudian malas untuk mempelajarinya.
Faktor lain yang mempengaruhi kualitas pembelajaran matematika
yaitu ketidakmampuan guru dalam meciptakan kondisi pembelajaran aktif. siswa
hanya ditekankan pada hafalan dan kecepatan menghitung saja. Proses
pembelajaran ini cenderung guru yang aktif, sehingga antusias siswa kurang
dalam mengikuti pelajaran. Guru sebagai penyampai ilmu harus mampu
mengajarkan matematika lebih menarik serta mengembangkan daya nalar,
pemahaman, dan kreativitas siswa. Proses pembelajaran matematika yang
disampaikan secara klasikal dengan menekankan siswa pada hafalan dan
kecepatan menghitung saja, hanya akan membuat siswa kurang berminat
mengikuti pelajaran sehingga kemampuan berpikir kreatif dan sikap terhadap
matematik siswa tidak dapat tumbuh dalam pembelajaran. Selain itu juga
20
dengan tujuan yang diharapkan.
Umumnya, peserta didik kurang/tidak tertarik terhadap cara mengajar dan
belajar matematika yang menggunakan cara konvensional. Ketidaksenangan
peserta didik terhadap pelajaran matematika disebabkan guru tidak mampu
mengajarkan materi matematika secara profesional. Dengan kata lain, guru tidak
bisa/kurang menggunakan cara mengajar matematika yang bisa
menumbuhkembangkan minat atau motivasi peserta didik untuk berbuat dan
belajar. Pembelajaran matematika sebenarnya sangat ditentukan oleh strategi
mengajar guru matematika itu. Karena itu, cara mengajar guru adalah
langkah-langkah yang dirancang/dilakukan guru dalam proses belajar-mengajar yang
sangat dipengaruhi minat peserta didik terhadap mata pelajaran. Guru yang
professional adalah guru yang selalu berpikir akan dibawa ke mana anak didiknya,
serta dengan apa mengarahkan anak didiknya untuk mencapai hasil yang
diinginkan dengan berbagai inovasi pembelajarannya. Model pembelajaran dalam
matematika bisa membangun minat dan tingkat pemahaman dan berfikir kreatif
peserta didik bila model-model pembelajaran inovatif dikembangkan. Misalnya,
lewat pendekatan Open ended serta pengajaran dan pembelajaran kontekstual
(CTL).
Pendekatan Open-ended merupakan salah satu upaya inovasi
pendidikan matematika yang pertama kali dilakukan oleh para ahli
pendidikan matematika Jepang. Pendekatan ini lahir sekitar duapuluh tahun
yang lalu dari hasil penelitian yang dilakukan Shigeru Shimada, Toshio Sawada,
21
pendekatan ini sebagai reaksi atas pendidikan matematika sekolah saat itu yang
aktifitas kelasnya disebut dengan “issei jugyow” (frontal teaching); guru
menjelaskan konsep baru di depan kelas kepada para siswa, kemudian
memberikan contoh untuk penyelesaian beberapa soal.
Seperti diketahui bahwa masalah rutin yang biasa diberikan
pada siswa sebagai latihan atau tugas selalu berorientasi pada tujuan akhir, yakni
jawaban yang benar. Akibatnya proses atau prosedur yang telah dilakukan oleh
siswa dalam menyelesaikan soal tersebut kurang atau bahkan tidak mendapat
perhatian guru. Padahal perlu disadari bahwa proses penyelesaian masalah
merupakan tujuan utama dalam pembelajaran pemecahan masalah matematika.
Gambaran tersebut sebagaimana dikemukakan Anthony (1996) yang
mengemukakan bahwa pemberian tugas matematika rutin yang diberikan pada
latihan atau tugas-tugas matematika selalu terfokus pada prosedur dan
keakuratan, jarang sekali tugas matematika terintegrasi dengan konsep lain dan
juga jarang memuat soal yang memerlukan kemampuan berfikir tingkat tinggi.
Akibatnya ketika siswa dihadapkan pada tugas yang sulit dan membutuhkan
kemampuan berfikir tingkat tinggi atau jawabannya tidak langsung diperoleh,
maka siswa cenderung malas mengerjakannya, akhirnya dia menegosiasikan
tugas tersebut dengan gurunya.
Pendapat senada juga dikemukakan oleh Rif’at (2001) yang
menyatakan bahwa pembelajaran melalui tugas matematika rutin terkesan
untung-untungan. Dugaan bahwa pembelajar ingat atau lupa akan suatu
22
dapat berfikir secara terstruktur, dan belajar menjadi tidak atau kurang
bermakna. Weirtheimer (Rif’at, 2001) juga berpendapat bahwa pembelajaran
yang prosedural, seperti penerapan rumus cenderung menghilangkan
kemampuan manusia untuk melihat struktur masalah secara utuh. Padahal,
pemahaman akan struktur masalah merupakan pemikiran produktif.
Proses-proses yang dilakukan oleh siswa dalam memilih, mengatur dan
mengintegrasikan pengetahuan baru, perilaku dan buah pikirannya akan
mempengaruhi keadaan motivasi dan sikapnya dan pada akhirnya akan
berhubungan dengan strategi belajarnya (Weinstein & Mayer dalam Anthony,
1996).
Tugas dalam pembelajaran matematika diharapkan mampu membuat
siswa berpartisipasi aktif, mendorong pengembangan intelektual siswa,
mengembangkan pemahaman dan ketrampilan matematika, dapat menstimulasi
siswa, menyusun hubungan dan mengembangkan tatakerja ide matematika,
mendorong untuk memformulasi masalah, pemecahan masalah dan penalaran
matematika, mamajukan komunikasi matematika, menggambarkan matematika
sebagai aktifitas manusia, serta mendorong dan mengembangkan keiinginan
siswa mengerjakan matematika (NCTM, 1991; Silver, 1985). Pendekatan
pembelajaran open ended dengan karakteristiknya diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan berfikir tingkat tinggi siswa, salah satunya adalah
kemampuan berfikir kreatif siswa.
Selain pendekatan pembelajaran open ended yang dapat meningkatkan
23
memberikan andil dalam meningkatkan kemampuan berfikir kreatif siswa. Sikap
terhadap matematika siswa mempengaruhi bagaimana ia “menyambut” pelajaran
matematikanya. Keyakinan yang salah, seperti menganggap matematika sebagai
pelajaran yang sangat sulit, sangat abstrak, penuh rumus, dan hanya bisa
“dikuasai” oleh anak-anak jenius, menjadikan banyak siswa yang cemas
berlebihan menghadapi pelajaran dan ulangan/ujian matematikanya. Padahal
kecemasan yang berlebihan tentulah berdampak negatif terhadap hasil
ujian/ulangan yang diperoleh dan juga kemampuan high order thinking siswa,
salah satunya adalah kemampuan berfikir kreatif siswa.
Bagaimanapun, para guru memegang peran penting dalam membangun
keyakinan siswa terhadap matematika. Apa yang diyakini siswa, sebagian besar
berdasarkan pengalaman yang diperolehnya selama belajar matematika
sebelumnya. Untuk memberi pengalaman kepada siswa bahwa pelajaran
matematika itu mudah, tidak semuanya abstrak, tidak hanya berisi rumus-rumus,
dan bisa diikuti oleh semua siswa, tentulah memerlukan kemauan dan
kemampuan guru dalam memilih pendekatan, strategi, atau metode pembelajaran
matematika yang tepat dalam proses pembelajaran sebelumnya. Hasil dari cara
guru dalam mengajar akan mempengaruhi sikap terhadap matematika siswa dan
sikap terhadap matematika siswa akan mempengaruhi proses pembelajaran
selanjutnya.
Sikap yang positip terhadap matematika merupakan hal penting yang
harus ditanamkan pada anak sejak dini mengingat sikap dapat menjadi dasar
24
belajar (Chapman, 2008). Pehkonen, et.al., (2003) bahkan menyatakan bahwa
antara belief terhadap matematika dan belajar matematika saling berkaitan
membentuk suatu proses yang melingkar. Bagaimana matematika diajarkan di
kelas, sedikit demi sedikit, mempengaruhi sikapsiswa terhadap matematika. Juga
sebaliknya, sikap mempengaruhi bagaimana cara siswa “menyambut” pelajaran
matematikanya. Dari uraian diatas diyakini bahwa sikap yang yang positif
terhadap matematika akan dapat meningkatkan kemampuan berfikir kreatif siswa.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Ketuntasan belajar matematika siswa rendah
2. Pendekatan pembelajaran matematika yang dilaksanakan di sekolah tidak
menggunakan pendekatan open ended
3. Pendekatan pembelajaran matematika yang dilaksanakan di sekolah tidak
menunjukan upaya untuk meningkatkan kemampuan berfikir kretif siswa
terhadap matematika
4. Pembelajaran di kelas masih didominasi guru (teacher centered)
5. Pembelajaran matematika yang dilaksanakan oleh guru masih menggunakan
metode konvensional
6. Interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan sikap terhadap matematika
siswa rendah
25
8. Pembelajaran hanya menekankan pada latihan mengerjakan soal atau drill soal
dengan mengulang prosedur serta lebih banyak menggunakan rumus atau
algoritma tertentu
C. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan masalah, maka masalah yang disebutkan
dalam latar belakang masalah dan identifikasi masalah harus dibatasi. Peneliti
hanya meneliti tentang:
1. Penggunaan pendekatan pembelajaran open ended untuk meningkatkan
kemampuan berfikir kreatif matematik siswa.
2. Sikap terhadap matematika siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kreatif matematik siswa.
3. Interaksi antara pendekatan pembelajaran open ended dengan sikap terhadap
matematika siswa untuk meningkatkan kemampuan berfikir kreatif matematik
siswa
4. Ketuntasan belajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran open
ended.
D. Rumusan Masalah
Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif
26
dengan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan
pembelajaran konvensional?
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif
matematik siswa yang mempunyai sikap positif terhadap matematika dengan
siswa yang mempunyai sikap negatif terhadap matematika?
3. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan sikap
terhadap matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan berfikir kreatif
matematik siswa?
4. Apakah ketuntasan belajar siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan
open ended lebih baik daripada ketuntasan belajar siswa dengan
pembelajaran konvensional.
E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas , maka
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik
siswa yang memperoleh pembelajaran pendekatan open-ended dengan
siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan pembelajaran
konvensional
2. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif
matematik siswa yang mempunyai sikap positif terhadap matematika
27
3. Mengetahui apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran
dengan sikap terhadap matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan
berfikir kreatif matematik siswa
4. Mengetahui ketuntasan hasil belajar siswa melalui pembelajaran dengan
pendekatan open ended.
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi guru, dapat memperluas wawasan pengetahuan mengenai penerapan
pendekatan pembelajaran open ended dan sikap terhadap matematika siswa
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa
2. Bagi siswa, melalui penerapan pendekatan pembelajaran open ended
diharapkan akan muncul sikap yang positif terhadap matematika dan
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa
3. Bagi peneliti, dapat menjadi masukan dan rujukan bagi peneliti dalam
melakukan penelitian yang sejenis.
G. Asumsi dan Keterbatasan
Dalam penelitian ini akan dilakukan di SMAN Unggul Binaan Bener
Meriah. Diasumsikan dalam penelitian ini yang akan menjadi subjek penelitian
adalah sungguh-sungguh dalam menyelesaikan tes matematika permutasi dan
kombinasi. Selanjutnya setiap siswa dalam proses pembelajaran yang berlangsung
dalam penelitian berperan aktif dalam kegiatan kelompok, tidak didominasi oleh
28
Dalam penelitian pendekatan open ended, penulis dalam penelitian ini
sebagai motivator dan fasilitator hanya pada materi tersebut serta menyajikan
perangkat pembelajaran, seperti soal tes berorientasi open ended yang terdiri dari
Pretes dan Postes, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembaran Aktivitas
Siswa (LAS) dan soal-soal Pekerjaan Rumah (PR) untuk memecahkan masalah
selama penelitian. Sedangkan perangkat-perangkat yang lain seperti remedial,
pengayaan, dan penuntun belajar lainnya tidak disajikan dalam penelitian ini.
H. Definisi Operasional
Beberapa istilah dalam penelitian ini perlu didefenisikan secara
operasional agar tidak menimbulkan kesalahfahaman dan untuk memberi arah
yang jelas dalam pelaksanaannya penelitian. Istilah-istilah tersebut adalah:
1. Pendekatan Open-ended adalah pendekatan pembelajaran yang diawali dengan
memberikan masalah terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus
mengarah dan membawa siswa dalam menjawab masalah dengan banyak cara
serta mungkin juga dengan banyak jawaban yang benar sehingga merangsang
kemampuan intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan
sesuatu yang baru.
2. Sikap terhadap matematika siswa adalah rasa suka, tidak suka, senang, tidak
senang siswa terhadap matematika. Siswa yang belajar sungguh-sungguh,
menyelesaikan tugas dengan baik, berpartisipasi aktif dalam diskusi,