• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KECEMASAN MATEMATIKA Hubungan Kepercayaan Diri Dan Dukungan Keluarga Dengan Kecemasan Matematika.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KECEMASAN MATEMATIKA Hubungan Kepercayaan Diri Dan Dukungan Keluarga Dengan Kecemasan Matematika."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN

KELUARGA DENGAN KECEMASAN MATEMATIKA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Kepada Program Studi Sains Psikologi

Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Gelar Magister dalam Ilmu Psikologi

Oleh:

MUH EKHSAN RIFAI

S. 300 120 009

MAGISTER SAINS PSIKOLOGI

(2)

ii

HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN

KELUARGA DENGAN KECEMASAN MATEMATIKA

NASKAH PUBLIKASI

Disusun dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Magister Sains Psikologi

Kekhususan Psikologi Pendidikan

Oleh:

MUH EKHSAN RIFAI

S. 300 120 009

MAGISTER SAINS PSIKOLOGI

(3)
(4)

HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN

KELUARGA DENGAN KECEMASAN MATEMATIKA

Muh Ekhsan Rifai/NIM S.300120009

Magister Sains Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta

ABSTRACT. The aim of the study is to determine the relationship between confidence and family support with math anxiety. The hypothesis tested is, there is a relationship between confidence and parents’ support with math anxiety. Kind of research used is quantitative correlation with data collection technique using a scale. Sampling technique used is cluster random sampling. The research location is in the city of Sukoharjo. The data is collected by three scales, namely confidence, parents’ support and math anxiety. Based on the analysis of the data using multiple regression analysis on confidence, there is a significant relationship between confidence and family support to math anxiety is 60,3%. The result of the research is also obtained a correlation between the value of the confidence with math anxiety (rxly) of -0,758 with the effective contribution of 54,

27%. The value of the correlation between family support with math anxiety (rx2y)

is -0,250 with the effective contribution of 6,03%. The result showed that there is a significant relationship between confidence and family support with math anxiety. The result of relationship between confidence and family support is negative to math anxiety. The implication of the research in education is, math anxiety can be reduced by increasing confidence and family support.

Keywords:confidence, family support, math anxiety

PENDAHULUAN

Pendidikan mempunyai peran yang penting bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Suatu bangsa akan tertinggal dari bangsa lain apabila pendidikan rakyatnya rendah dan tidak berkualitas. Sebaliknya, suatu negara dan bangsa akan menjadi maju apabila rakyatnya memiliki pendidikan yang tinggi dan

berkualitas. Tanpa sumber daya manusia yang berkualitas, suatu bangsa akan tertinggal dari bangsa lain dalam percaturan dan persaingan kehidupan global yang makin kompetitif. Kualitas sumber daya manusia salah satunya dapat

(5)

diketahui berdasarkan kualitas pendidikan.

Salah satu wujud dari kemajuan suatu negara adalah dengan adanya kemajuan di bidang teknologi. Kemajuan teknologi akan ada ketika kemajuan dalam bidang

science juga mengalami kemajuan,

termasuk di dalamnya ilmu matematika. Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang sangat berkembang pesat dalam mening-katkan kemajuan suatu negara.

Pengembangan matematika tidak lepas dari bagaimana matematika diajarkan lembaga pendidikan. Pendidikan matematika di sekolah merupakan fondasi kuat dalam pengembangan matematika di suatu negara, termasuk Indonesia. Usaha Indonesia dalam

pengembang-an sains dpengembang-an matematika terlihat dari pemberian mata pelajaran matematika sejak dini. Nawangsari (2001) berpendapat pemfokusan pelajaran matematika disebabkan matematika merupakan dasar untuk mengembangkan ilmu sehingga mutlak diperlukan tenaga yang terampil dan pandai dalam matematika. Bila perkembangan ilmu matematika dapat berjalan sesuai

dengan yang diharapkan maka akan diperoleh generasi yang berkualitas di masa yang akan datang. Namun, usaha tidak selalu sama dengan yang diharapkan. Terkadang hambatan tersebut muncul, baik dari dalam diri peserta didik maupun dari lingkungan sekitar atau bahkan dari matematika itu sendiri karena sudah tidak dapat disangkal lagi bahwa matematika bukan ilmu yang mudah untuk dipelajari. Bila hambatan-hambatan tersebut tidak segera ditanggulangi maka hambatan-hambatan tersebut dapat menim-bulkan kecemasan pada bidang matematika.

Russel (2010) menyatakan bahwa kecemasan matematika tidak jauh berbeda dengan demam panggung (stagefright), atau dapat

(6)

mengajar di tahun sebelumnya. Kecemasan matematika ini dapat menjadi hambatan bagi seseorang untuk bisa memahami matematika.

Hasil studi pendahuluan pada tanggal 16 Desember 2013 di SMA XX Sukoharjo yang dilakukan dengan meminta siswa kelas XI IPS mengisi angket tentang jenis mata pelajaran yang paling sulit menunjukkan bahwa sebanyak 34 % siswa menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit. Matematika memiliki persentase paling besar jika dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain. Urutan pelajaran dari pelajaran yang paling sulit adalah matematika, bahasa Inggris, sejarah, pendidikan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, pendidikan agama, penjasorkes, seni

budaya, dan TIK. Persentase mata pelajaran yang sulit menurut siswa kelas XI IPS SMA XX Sukoharjo tersaji pada Tabel 1.1.

Tabel 1. Persentase Mata Pelajaran yang Sulit Menurut Siswa Kelas XI

IPS SMA XX Sukoharjo.

Kode Jenis Mata Pelajaran (dalam %)

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Persentase 34 5 5 11 21 13 3 3 5

Keterangan: 1: Matematika, 2: Bahasa Indonesia, 3: Pendidikan Agama, 4: Pendidikan Kewarganegaraan, 5: Bahasa Inggris, 6: Sejarah, 7: Seni Budaya, 8: TIK, dan 9: Penjasorkes.

Berdasarkan hasil peng-ukuran juga menunjukkan bahwa sebanyak 88 % siswa mengalami kecemasan ketika menghadapi mata pelajaran matematika. Adapun 12 % siswa tidak mengalami kecemasan ketika menghadapi mata pelajaran matematika.

Tabel 2. Persentase Kecemasan Ketika Menghadapi Mata Pelajaran Matematika Menurut Siswa Kelas XI

IPS SMA XX Sukoharjo.

Kondisi Siswa

Cemas Tidak Cemas

Persentase 88 % 12 %

Sebagian besar anak

(7)

Ketakutan pada pelajaran matematika pada akhirnya memicu terjadinya kecemasan. Hal ini juga dirasakan oleh siswa-siswi di SMA XX Sukoharjo. Terlebih lagi, matematika merupakan salah satu mata Ujian Nasional (UN). Harapan untuk lulus dalam mata pelajaran tersebut datang bukan hanya dari siswa saja, tetapi juga dari guru maupun orang tua. Keinginan untuk mewujudkan harapan tersebut seringkali menambah beban kecemasan pada siswa, di mana mereka merasa tertekan dengan banyaknya latihan-latihan dan tugas-tugas yang diberikan oleh guru, tambahan-tambahan pelajaran di sekolah maupun di rumah. Siswa yang mengalami kecemasan matematika menunjukkan sikap

enggan belajar, merasa rendah diri, merasa tidak ada artinya belajar matematika, kebingungan, gugup, gelisah, khawatir, serta mengalami gangguan fisiologis (Nawangsari, 2001).

Dukungan keluarga sangat bermanfaat dalam pengendalian seseorang terhadap tingkat kecemasan dan dapat pula mengurangi tekanan-tekanan yang

ada pada konflik yang terjadi pada dirinya. Dukungan tersebut berupa dorongan, motivasi, empati, ataupun bantuan yang dapat membuat individu yang lainnya merasa lebih tenang dan aman. Dukungan didapatkan dari keluarga yang terdiri dari suami, orang tua, ataupun keluarga dekat lainnya. Dukungan keluarga dapat mendatangkan rasa senang, rasa aman, rasa puas, rasa nyaman dan membuat orang yang bersangkutan merasa mendapat dukungan emosional yang akan mempengaruhi kesejahteraan jiwa manusia. Dukungan keluarga berkaitan dengan pembentukan keseimbangan mental dan kepuasan psikologis.

LANDASAN TEORI

(8)

menunjuk pada kecemasan akan antisipasi, mengambil, dan menerima hasil tes.

Math anxiety sering diartikan sebagai perasaan cemas terhadap matematika. Kecemasan matematika (math anxiety) didefinisikan sebagai perasaan ketegangan dan kecemasan yang mengganggu terkait manipulasi angka dan pemecahan masalah matematika dalam berbagai kehidupan sehari-hari maupun situasi akademik. Kecemasan matematika dapat menyebabkan lupa dan kehilangan akan kepercayaan diri (Tobias. S, 1993). Menurut Wood (2012), kecemasan matematika adalah fenomena yang relatif sering berhubungan dengan prestasi matematika. Adapun menurut Ashcraft (2009) kecemasan

matematika adalah reaksi negatif seseorang terhadap situasi yang melibatkan angka, matematika, dan perhitungan matematika.

Kecemasan matematika dapat diketahui berdasarkan gejala yang terjadi. Gejala kecemasan matematika menurut Cavanagh & Sparrow (2011) adalah:

1. Gejala secara psikologis, meliputi perasaan dari

ketegangan, ketakutan dan kehawatiran kepercayaan diri yang rendah, cara pandang negatif terhadap pembelajaran matematika, merasa terancam, gagal untuk meraih potensi, sertaterjadi reduksi dalam daya ingat.

2. Gejala secara fisik, meliputi tangan berkeringat, jantung berdebar, muak, serta kesulitan dalam bernapas.

Haber dan Runyon (dalam Suryani, 2007) bahwa jika seseorang mengalami perasaan gelisah, gugup, atau tegang dalam menghadapi suatu situasi yang tidak pasti, berarti orang tersebut mengalami kecemasan, yaitu ketakutan yang tidak menyenangkan, atau suatu pertanda sesuatu yang buruk akan terjadi. Harber dan

Runyon mengemukakan empat dimensi kecemasan, yaitu:

(9)

mengalami kondisi ini ia tidak dapat berkonsentrasi, mengambil keputusan, dan mengalami kesulitan untuk tidur.

2. Dimensi motorik, yaitu perasaan tidak menyenangkan yang muncul dalam bentuk tingkah laku, seperti meremas jari, menggeliat, menggigit bibir, menjentikkan kuku, dan gugup.

3. Dimensi somatik, yaitu perasaan tidak menyenangkan yang muncul dalam reaksi fisik biologis, seperti mulut terasa kering, kesulitan bernapas, berdebar, tangan dan kaki dingin, pusing seperti hendak pingsan, banyak keringat, tekanan darah naik, otot tegang terutama kepala, leher, bahu, dan dada, serta sulit mencerna makanan.

4. Dimensi afektif yaitu perasaan tidak menyenangkan yang muncul dalam bentuk emosi, perasaan tegang karena luapan emosi yang berlebihan seperti dihadapkan pada suatu teror. Luapan emosi ini biasanya berupa kegelisahan atau kekhawatiran bahwa ia dekat dengan bahaya padahal sebenarnya tidak terjadi apa-apa.

Menurut Alsa (2006), kepercayaan diri diartikan sebagai suatu keyakinan seseorang untuk mampu berperilaku sesuai dengan yang diharapkan dan diinginkan. Apabila seseorang tidak memiliki kepercayaan diri maka banyak masalah akan timbul karena kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian dari seseorang yang berfungsi penting untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya. Kepercayaan diri adalah satu aspek kepribadian yang terbentuk melalui interaksi individu dengan lingkungannya.

Menurut George dan Cristian, kepercayaan pada diri sendiri adalah kemampuan berpikir rasional (rational belief) berupa keyakinan-keyakinan, ide-ide dan

(10)

sebagai harga diri atau gambaran diri (Santrock, 2003).

Kepercayaan diri terdiri atas beberapa aspek. Menurut Lauster (2002), aspek-aspek kepercayaan diri meliputi:

1. Optimis, merupakan sikap positif seseorang yang selalu berpan-dangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri, harapan dan kemampuan.

2. Keyakinan pada kemampuan sendiri, merupakan sikap positif seseorang yang mengerti dengan sungguh-sungguh akan apa yang dilakukannya.

3. Toleransi, adalah sikap meng-hargai, menenggang, tidak mau capur tangan serta membiarkan tindakan, sikap dan pendapat orang lain.

4. Ambisi normal, adalah suatu keadaan seseorang yang memiliki keinginan untuk mencapai segala sesuatu yang dicita-citakan. 5. Tanggung jawab, merupakan

kesediaan seseorang untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya. 6. Rasa aman, adalah keadaan

seseorang yang merasa tidak takut dan khawatir mengenai

pemuasan kebutuhannya dikemudian hari dan mampu menghadapi segala sesuatu dengan tenang.

7. Mandiri, adalah sikap positif seseorang untuk tidak bergantung pada orang lain.

8. Mudah menyesuaikan diri, merupakan sikap positif yang dimiliki oleh seseorang untukmelakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya sehingga merasa sesuai dan cocok dengan lingkungan tersebut.

Dukungan keluarga diartikan sebagai bantuan yang diberikan oleh anggota keluarga yang lain sehingga akan memberikan kenyamanan fisik dan psikologis pada orang yang dihadapkan pada situasi stres (Taylor, 2006). Aspek dukungan

keluarga menurut Sarafino (2004), Hensarling (2009) adalah:

(11)

antara anggota keluarga diperlukan untuk memahami situasi anggota keluarga.

2. Aspek encouragement (peng-hargaan)

Aspek ini terjadi melalui ekspresi berupa sambutan yang positif dengan orang-orang di sekitarnya, dorongan atau pernyataan setuju terhadap ide-ide atau perasaan individu. Perbandingan yang positif dengan orang lain seperti pernyataan bahwa orang lain mungkin tidak dapat bertindak lebih baik. Dukungan ini membuat seseorang merasa berharga, kompeten dan dihargai.

3. Aspek facilitative (instrumental)

Aspek facilitative (instru-mental) merupakan dukungan yang bersifat nyata, di mana dukungan ini berupa bantuan langsung, contoh seseorang memberikan/meminjamkan uang. Dukungan ini dapat juga berupa bantuan mengerjakan tugas tertentu pada saat mengalami stres. Aspek ini memperlihatkan dukungan dari

keluarga dalam bentuk nyata terhadap ketergantungan anggota keluarga.

4. Aspek participative (partisipasi)

Dukungan ini berupa pemberian saran percakapan atau umpan balik tentang bagaimana seseorang melakukan sesuatu, misalnya ketika seseorang mengalami kesulitan dalam pengambilan keputusan, dia akan menerima saran dan umpan balik tentang ide-ide dari keluarganya. Menurut Peterson & Bredow (2009), aspek partisipasi ini terdiri dari pemberian nasihat, pengarahan, atau keterangan yang diperlukan oleh individu yang bersangkutan serta untuk mengatasi

masalah-masalah pribadinya.

Berdasarkan beberapa teori yang telah diuraikan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah Ada hubungan kepercayaan diri dan dukungan keluarga dengan kecemasan matematika. Adapun hipotesis minornya adalah:

(12)

makin tinggi kepercayaan diri, maka kecemasan matematika makin rendah.

2. Ada hubungan negatif dukungan keluarga dengan kecemasan matematika. Artinya, makin tinggi dukungan keluarga, maka kecemasan matematika makin rendah.

METODE PENELITIAN

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kepercayaan diri dan dukungan keluarga. Adapun variabel tergantungnya adalah kecemasan matematika.

Populasi adalah seluruh subyek penelitian (Arikunto, 2010). Populasi pada penelitian ini adalah peserta didik kelas XI IPS di SMA XX Sukoharjo yang terbagi dalam 5

kelas.

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 132 siswa yang terkumpul dalam 4 kelas XI IPS Sekolah Menengah Atas di SMA XX Sukoharjo Tahun Ajaran 2013/2014. Sampel dipilih secara acak.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik studi populasi, yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan

dengan mengambil semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian (Sabar, 2007).

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah meng-gunakan kuesioner, sedangkan instrumen penelitian dalam penelitian ini dengan menggunakan skala.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kecemasan matematika, skala kepercayaan diri, dan skala dukungan keluarga yang akan dibuat sendiri oleh peneliti. Skala kecemasan matematika dibuat berdasarkan aspek kognitif dan aspek emosional (Zbornik, 2001). Skala kepercayaan diri dibuat berdasarkan aspek optimis, keyakinan pada kemampuan sendiri, toleransi, ambisi normal, tanggung jawab, rasa aman,

mandiri, dan mudah menyesuaikan diri (Lauster, 2002). Adapun skala dukungan keluarga diperoleh berdasarkan aspek emosional, aspek penghargaan, aspek instrumental, dan aspek partisipasi (Hensarling, 2009).

Analisis data dilakukan dengan bantuan program komputer

Statistical Packages for Social

(13)

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil analisis data menggunakan SPSS Versi 17.0 dapat dirangkum pada Tabel 3.

Tabel 3.Rangkuman Hasil Analisis Data.

Analisis Variabel Nilai Interpretasi

Hasil

Koofisien rx1y= -0,758 (p=0,000; p<0,01)

Koofisien rx2y= -0,250 (p=0,002; p<0,01)

Ada korelasi negatif sangat signifikan Kategorisasi X1

X2

Y

Rerata Empirik = 86,9848 Rerata Hipotetik = 75

Rerata Empirik = 62,6515 Rerata Hipotetik = 52,5

Rerata Empirik = 34,1061 Rerata Hipotetik = 39

Kategori tinggi

Kategori tinggi

Kategori sedang

Hasil analisis data menya-takan bahwa: 1) Ada hubungan antara kepercayaan diri dan dukungan keluarga dengan kecemasan matematika; 2) Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kepercayaan diri

dengan kecemasan matematika. Makin tinggi kepercayaan diri siswa,

(14)

PEMBAHASAN

Hasil analisis regresi berganda dengan menggunakan program SPSS 17 for Windows, diperoleh nilai koefisien korelasi R = 0,776; F regresi = 97,773; p = 0,000 (p < 0,01). Berarti ada hubungan yang sangat signifikan antara kepercayaan diri dan dukungan keluarga dengan kecemasan matematika. Berdasarkan hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang berbunyi “ada hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan matematika” diterima.

Menurut Lauster (2002), kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau keyakinan atas kemampuan diri sendiri sehingga dalam tindakan-tindakannya tidak

terlalu cemas, merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai keinginan dan tanggung jawab atas perbuatannya, sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, memiliki dorongan prestasi, serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Lauster menggambarkan bahwa orang yang mempunyai kepercayaan diri memiliki ciri-ciri tidak

memen-tingkan diri sendiri (toleransi), tidak membutuhkan dorongan orang lain, optimis, dan gembira.

Hakim (2002), memperkuat penelitian ini dengan mengung-kapkan ciri-ciri yang tampak pada individu yang kurang memiliki kepercayaan diri, seperti mudah cemas dalam menghadapi persoalan dengan tingkat kesulitan tertentu, gugup dan terkadang bicara gagap, sering bereaksi negatif dalam menghadapi masalah, misalnya dengan menghindari tanggung jawab atau mengisolasi diri, yang menyebabkan rasa tidak percaya dirinya semakin buruk. Untuk meningkatkan kepercayaan diri, dapat dilakukan dengan cara-cara berikut.

1. Mengenali kepribadian klien

dengan baik dengan segala kelebihan dan kekurangannya. 2. Menelusuri pemahaman klien

terhadap kelebihan-kelebihan yang dimiliki dan keyakinannya untuk berbuat sesuatu dengan memanfaatkan kelebihan yang dimiliki itu.

(15)

4. Pengalaman responden dalam menjalani berbagai aspek kehidupan dengan menggunakan segala kelebihan yang ada pada dirinya sehingga tidak menim-bulkan rasa sulit menyesuaikan diri.

Kecemasan timbul karena keadaan di mana individu merasa terancam oleh salah satu hal yang dianggapnya menakutkan dan menyakitkan yang berasal dari luar maupun dari dalam (di sini individu mengalami kecemasan ketika menghadapi pelajaran matematika). Akibatnya, timbul kekhawatiran, kegelisahan yang menganggu ketenangan dan kesehatan yang terkadang menimbulkan kekacauan fisik.

Berkaitan pula dengan salah

satu faktor yang memengaruhi kecemasan, yaitu faktor kognitif di mana faktor ini menjelaskan bahwa kecemasan dititikberatkan pada proses persepsi atau tingkah laku yang mungkin menganggu pertimbangan atau perkiraan seseorang tentang bahaya yang dia hadapi. Seseorang mungkin juga berlebihan dalam mempertimbang-kan alam atau kenyataan dari

ancaman atau ketidakmampuan dirinya untuk mengatasi ancaman dengan cara yang efektif.

Ketika seseorang yang mengalami kecemasan yang dipengaruhi oleh faktor kognitif maka orang tersebut akan mengalami proses persepsi atau tingkah laku yang mungkin menganggu pertimbangan atau perkiraan seseorang tentang bahaya yang dihadapi. Secara sederhana, orang tersebut mengalami sebuah perubahan dalam hal berpikir dan berperilaku. Begitu juga pada orang yang yang mengalami kecemasan terhadap pelajaran matematika di mana orang tersebut dapat kehilangan rasa percaya dirinya. Pelajaran matematika dapat dianggap sebagai sebuah bahaya yang sedang

dihadapi sehingga timbul kecemasan dan hilangnya kepercayaan diri.

(16)

memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi, kecemasan menjadi lemah atau berkurang karena gangguan kecemasan berupa kurangnya rasa percaya diri itu tidak memperkuat kecemasan atau mengkondisikan kecemasan.

Hasil analisis koefisien determinasi didapat nilai R2 = 0,603

(60,3 %). Hal ini menunjukkan bahwa peranan atau sumbangan efektif dari kepercayaan diri dan dukungan keluarga terhadap kecemasan matematika adalah sebesar 60,3 %. Sedangkan sisanya (39,7 %) dapat dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar variabel kepercayaan diri dan dukungan keluarga, misalnya peran dan model guru mengajar, serta konsep diri siswa.

Berdasarkan perhitungan menunjukkan bahwa sumbangan efektif kepercayaan diri terhadap kecemasan matematika adalah 54,27 %. Adapun sumbangan dukungan keluarga terhadap kecemasan matematika sebesar 6,03 %. Total sumbangan efektif kepercayaan diri dan dukungan keluarga terhadap kecemasan matematika adalah sebesar 60,3 %.

Sumbangan efektif dukung-an keluarga terhadap kecemasdukung-an matematika rendah dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu karena orang tua yang memang jarang memberikan dukungan kepada anak-anaknya dan siswa yang kurang memperhatikan bentuk dukungan orang tua kepada dirinya. Beberapa siswa merasa orang tuanya tidak pernah menanyakan kesulitannya pada pelajaran di sekolah, orang tuanya tidak memberi bantuan ketika mereka menemui kesulitan pada pelajaran di sekolah, dan orang tuanya tidak pernah member-kan penghargaan baik berupa hadiah maupun pujian ketika mereka mencapai prestasi. Hal ini mengindikasikan rendahnya persepsi siswa mengenai dukungan sosial

orang tua.

KESIMPULAN DAN SARAN

(17)

kepercayaan diri dan dukungan keluarga, maka makin rendah kecemasan matematika.

Hipotesis minor pertama yang diajukan penelitian juga teruji. Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kepercayaan diri dengan kecemasan matematika. Makin tinggi kepercayaan diri siswa, maka makin rendah kecemasan matematika pada siswa. Hipotesis minor kedua juga teruji. Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara dukungan keluarga dengan kecemasan matematika. Makin tinggi dukungan keluarga, maka makin rendah kecemasan matematika.

Hasil penelitian ini diha-rapkan mampu memberikan kons-tribusi bagi siswa, orang tua, dan

sekolah. Siswa diharapkan dapat mempertahankan kepercayaan diri yang tinggi. Caranya, antara lain dengan yakin terhadap kemampuan diri sendiri, memiliki penilaian yang

positif terhadap diri sendiri, serta bertindak mandiri. Berbekal kepercayaan diri yang baik maka dapat membantu siswa dalam meng-atasi kecemasan matematika.

Orang tua diharapkan lebih memperhatikan, membimbing, dan memberikan dukungan terhadap anaknya dalam masalah pendidikan. Ketika mengalami krisis percaya diri dan kecemasan terhadap masalah pendidikan, orang tua harus mampu memberikan dukungan (mensuport). Orang tua juga diharapkan senantiasa menghargai prestasi putra-putri yang telah mereka raih.

Sekolah mempunyai peran yang sangat penting terhadap perkembangan siswa-siswinya. Pihak sekolah diharapkan dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri pada

setiap siswanya, khususnya ketika mengalami kecemasan menghadapi suatu jenis mata pelajaran. Salah satunya adalah ketika mengalami kecemasan matematika.

DAFTAR PUSTAKA

Alsa, A. (2006). Hubungan Antara Dukungan Sosial Orang Tua dengan Kepercayaan Diri Remaja Penyandang Cacat Fisik. Jurnal Psikologi, 1, 47-58.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Ashcraft, M.H., and Alex M. Moore.

(18)

Performance. Journal of Psychoeducational Assessment,

27; 197-207 DOI:

10.1177/0734282908330580 Cavanagh & Sparrow, (2011).

Mathematics Anxiety:

Scaffolding A New Construct

Model. Mathematics:

Traditions and [New]

Hensarling, J. (2009). Development and psychometric Testing of Henserlings Diabeter Family Support Scale, a Dissertation. Degree of Doctor of Psilodophy in The Graduate School of The Texa’s Women’s University. Diakses dari www.proquest.com pada tanggal 8 Agustus 2013

Lauster, P. (2002). Tes Kepribadian (Alih Bahasa: D.H Gulo). Edisi Bahasa Indonesia. Cetakan Ketigabelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Nawangsari, N.A.F. (2001). Pengaruh Self Efficacy dan Expectancy-Value terhadap Kecemasan Menghadapi Pelajaran Matematika. Jurnal Insan Media Psikologi, 3, 75-88.

Peterson, Sandra J. & Bredow, Timothy S. (2009). Middle Range Theories, Application to

Nursing Research. Second

edition. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins. Russel, D. (2010). Math Anxienty

(online). Tersedia http://math. about.com

Safarino, E.P. (2004). Health

Psychology: Biopsychosocial

Interaction. (2 nd). New York: John Wilky and Sons Inc. Santrock, J.W. (2003). Adolecense

(Perkembangan Remaja).

Terjemahan oleh Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.

Suryani, A.O. (2007). Gambaran Sikap terhadap Hidup Melajang dan Kecemasan akan Ketidakhadiran Pasangan pada Wanita Lajang Berusia di Atas

Tobias, Sheila. (1993). Overcoming Math Anxiety: Revised and

Expanded. New York:

W.W.Norton & Company. Wood, G., Pedro Pinheiro-Chagas,

Annelise J´ulio-Costa, Let´ıcia RettoreMicheli, Helga Krinzinger, Liane Kaufmann, KlausWillmes, and Vitor Geraldi Haase. (2012). Math Anxiety Questionnaire: Similar Latent Structure in Brazilian and German School Children.

Hindawi Publishing

Corporation Child

Development Research. 2012,

1-10

DOI:10.1155/2012/610192 Zbornik, J. (2001). Make Sure Your

Math Anxiety Diagnosis,

Remediation Add Up.

Gambar

Tabel 1. Persentase Mata Pelajaran
Tabel 3.Rangkuman Hasil Analisis Data.

Referensi

Dokumen terkait

It proved the functions of person, spatial deixis and temporal deixis although there was only a little of temporal deixis used by the English teaching in the

Sehingga, kadar abu pada suhu pengeringan 80 o C memiliki hasil yang lebih

Sampai saat ini belum diketahui gambaran karakteristik pasien diabetes melitus tipe 2 dengan tinea korporis di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP H Adam Malik Medan

Nilai koefisien determinasi Adjusted R square sebesar 49,2% yang berarti bahwa variabel current ratio, quick ratio, debt to equity ratio, debt to total asset, operating

Menurut peneliti, ada hubungan yang signifikan antara pelatihan dengan pelaksanaan identifikasi tempat dan area berbahaya kebakaran dan hasil korelasi menunjukan hubungan

Sedangkan sesuai ketentuan yang seharusnya dalam penentuan piece length kain sudah di tentukan, yaitu 15- 35 yard, namun si A menulis 25-35 yard. Hal ini menyebabkan error

[r]

9 Koordinasi dan sinkronisasi Penyusunan rencana Program dan