• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut kemudian dihubungkan Peneliti dengan Hukum Kepailitan, keadaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. tersebut kemudian dihubungkan Peneliti dengan Hukum Kepailitan, keadaan"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ketika dunia bisnis dianalogikan sebagai anatomi tubuh, maka suatu perusahaan atau korporasi merupakan bagian otaknya, sedangkan aset sebagai suplai darah, laba sebagai oksigen, dan konsumen sebagai jantungnya. Analogi tersebut kemudian dihubungkan Peneliti dengan Hukum Kepailitan, keadaan dimana suatu korporasi atau perseorangan yang digugat pailit dapat diibaratkan selayaknya kondisi ketika manusia dalam keadaan mati otak. Perusahaan sudah tidak mampu mendapatkan asupan laba sebagai oksigennya dan aset akan disita oleh Bank. Sehingga, meskipun perusahaan tersebut dapat memohonkan keberlangsungan usaha (going concern) melalui perjanjian homologasi, bila utangnya melampaui nilai aset yang dimilikinya, detikan waktu akan menentukan kapan jantung berhenti dan perusahaan tersebut pada akhirnya akan dinyatakan pailit.

Permohonan Pernyataan Pailit pada umumnya diajukan oleh satu atau lebih Kreditur, namun juga dapat diajukan oleh Debitor itu sendiri. Selain itu, juga dapat diajukan oleh Bank Indonesia, Kejaksaan, Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), serta Menteri Keuangan dalam skenario tertentu.1 Namun kemudian Bapepam digantikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhitung sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

1 Pasal 2 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

(2)

2 Keuangan (“UU OJK”), yang mana segala permohonan pailit yang berhubungan dengan pasar modal (termasuk kepada perusahaan efek dan sekuritas) dialihkan kepada OJK selaku Lembaga Pengawas.2

Dalam hal ini Pengadilan Niaga yang berwenang akan menyatakan pailit Debitor bilamana dirinya terbukti memenuhi syarat sumir (sederhana) sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU KPKPU”), yang pada pokoknya mensyaratkan: (1) Debitor mempunyai lebih dari 1 (satu) Kreditur; dan (2) Debitor tidak membayar lunas sedikitnya 1 (satu) utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. 3

Peneliti beranggapan bahwa isu hukum ini merupakan problematika di dunia hukum bisnis yang bersifat mendesak, mengingat bahwa prospek terjalinnya kerja sama perekonomian antar negara semakin tinggi berdasarkan tingkat kebutuhan (demand) masyarakat yang semakin meningkat pula. Hal ini tentu juga menjadi peluang baik bagi arus kas masuk negara terhadap hubungannya dengan kebeacukaian dan ekspor-impor. Menurut Richard Fisher dan Michael Sloan, ekonomi Asia memiliki tujuan untuk menghidupkan kembali arus masuk modal asing pasca krisis moneter pada tahun 1997 hingga 1998 silam.4

International Monetary Fund (“IMF”) atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai Dana Moneter Internasional, daam laporannya pada tahun

2 Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

3 Indonesia (Kepailitan dan PKPU), Op Cit, Pasal 2 ayat (1).

4 Richard Fisher dan Michael Sloan. 2004. Why Asia Needs a Regional Insolvency Pact. International Financial Law Review. Vol. 23 No. 3. Hal. 45.

(3)

3 2003 yang berjudul “Effects of Financial Globalisation on Developing Countries: Some Empirical Evidence” menyatakan bahwa bukti awal yang didapatkan oleh IMF juga mendukung pandangan bahwa selain kebijakan ekonomi makro yang baik, tata kelola dan institusi yang lebih baik juga memiliki dampak yang penting dalam kemampuan suatu negara untuk menarik arus masuk modal yang tidak terlalu bergejolak dan kerentanannya terhadap krisis.

Berdasarkan laporan IMF tersebut, dapat disimpulkan bahwa bilamana undang-undang dan praktik komersial suatu negara tidak dapat diprediksi, maka investor asing akan menjauh atau juga dapat menyebabkan mereka meningkatkan biaya keuangan untuk mencerminkan ancaman risiko investasi yang lebih besar. Survei ekonomi IMF lain juga menegaskan melalui laporan pada tahun 1999 yang berjudul “Corporate Insolvency Procedures and Bank Behaviour: A Study of Selected Asian Economies” menyimpulkan bahwa terdapat korelasi antara kualitas hukum kepailitan suatu negara dengan parahnya serta durasi terjadinya suatu krisis keuangan yang diderita.

Hukum yang baik, bagaimanapun, tidak cukup berdiri dengan sendirinya tanpa mengembangi kebutuhan masyarakat akan hukum itu sendiri yang terus berevolusi. Kapasitas kelembagaan diperlukan untuk menegakkan hukum tersebut. Dengan demikian, Pengadilan Niaga di kemudian hari juga akan dimudahkan dalam hal penerapan hukum yang jelas dan dapat diprediksi berdasarkan mitigasi risiko hukum yang baik.

(4)

4 Interaksi bisnis ikut berevolusi hingga melintasi batas-batas teritorial negara dengan melibatkan unsur asing (foreign element) seiring berevolusinya perekonomian dunia. Keadaan tersebut dikenal sebagai transaksi bisnis internasional (international business transactions), yang menyinggung ranah Hukum Perdata Interasional terkait dengan Hukum Bisnis. Kondisi tersebut menyebabkan investasi bilateral dan multilateral alternatif penyokong stabilitas cash flow suatu bisnis. Pailit akan menjadi ancaman bagi suatu bisnis ketika perusahaan tersebut kurang mengamati pesaing, terlebih ketika tidak mampu bersaing dalam pasar dan proses inovasinya tergolong lamban.

Terlebih lagi di masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (“COVID-19”) seperti sekarang ini. Beberapa perusahaan berpikir bahwa menaikkan harga terhadap barang atau jasa yang dijualnya merupakan langkah yang pandai, namun hal tersebut justru akan mendorong perusahaan untuk mengalami kepailitan. Terlebih, kebutuhan konsumen pasar berubah secara drastis menyesuaikan kondisi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (“PPKM”) saat ini. Hal tersebut membuat peusahaan sering kali lengah dalam mempertahankan strategi keuangannya, terutama dalam mengamati pesaing dan memberikan inovasi segar sesuai kebutuhan pasar yang berubah.

Utang atau kewajiban (liability) didefinisikan oleh Financial Accounting Standards Board (FASB) sebagai probabilitas pengorbanan masa depan terhadap suatu manfaat ekonomi yang timbul dari kewajiban entitas tertentu pada saat ini untuk menstransfer aktiva atau menyediakan jasa kepada entitas lain sebagai hasil dari transaksi maupun kejadian masa lalu demi stabilitas

(5)

5 entitas lain tersebut di masa depan.5 Dengan demikian, pelaku usaha akan melakukan berbagai cara untuk mempertahankan stabilitas arus kasnya (cash flow). Hal tersebut dilakukan dengan cara menggabungkan dua perusahaan menjadi satu (Mergers & Acquisitions), menggunakan modal asing, hingga penginvestasian harta di luar negeri yang menyebabkan perkara kepailitan semakin kompleks dengan hadirnya problematika perkara kepailitan lintas batas negara.

Kepailitan Lintas Batas Negara atau yang juga dikenal sebagai Hukum Kepailitan Transnasional, ataupun Cross-Border Insolvency (“CBI”). Roman Tomasic menjelaskan bahwa kasus CBI dapat terjadi ketika Debitor Pailit memiliki aset di lebih dari satu negara, Debitor berkewarganegaraan lain, atau dimana para Kreditur tidak berada pada wilayah dimana yuridiksi atas kasus kepailitan tersebut diproses atau diselidiki.6 CBI dapat terjadi ketika unsur internal (dalam negeri) dan eksternal (luar negeri) telah melakukan suatu perjanjian kerjasama,7 akan tetapi unsur asing tersebut mendominasi kerjasama yang terjalin di antara keduanya. Akibat keterlibatan pihak asing dalam CBI, maka timbul hukum multilateral (atau multinasional) dan sengketa dengan yuridiksi lintas batas negara pula.

5 Sugiyanto, Rachmat Kartolo, dan Ali Maddinsyah. 2021. Intervining Debt Policy The Effect Free Cash Flow and Investment Opportunity Set to Dividend Policy. Scientific Journal of Reflection. Vol. 4 No. 3. Hal 644.

6 Roman Tomasic. 2007. Insolvency Law in The East Asia. London. Ashgate Publishing. Hal 41.

7 Ricardo Simanjuntak. 2015. Dispute Settlement Mechanisms Under The ASEAN Legal Frameworks:

A Collective Commitment Creating The Ruled Based ASEAN Economic Community. Jakarta. Kontan Publishing. Hal 315.

(6)

6 UU KPKPU belum mampu mengakomodir permasalahan hukum yang timbul akibat sengketa CBI secara efektif ketika risiko pertumbuhan ekonomi nasional terintegrasi yang tampaknya tanpa batas cenderung lebih rumit akibat jumlah pihak yang terlibat bervariasi (ketika perusahaan terlibat dalam berbagai investasi dan kemitraan transnasional). Hal ini tentunya menimbulkan ketidakpastian hukum yang membuat para pelaku bisnis dan pemerintah belum mampu memitigasi risiko hukum yang akan timbul akibat perjanjian kerjasama investasi transnasional tersebut. Keruntuhan bisnis merupakan salah satu probabilitas buruk yang sangat mungkin terjadi ketika penegakan hukum terhadap konsekuensi globalisasi di bidang ekonomi dan bisnis ini berlangsung secara progresif. Krisis ekonomi akibat konvergensi pasar dan siklus ekonomi juga sulit untuk dihindari.

Akibat hadirnya isu hukum tersebut, integrasi ekonomi nasional telah menjadi batu loncatan untuk terjalinnya kerjasama antar pemerintah. The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) didirikan dengan tujuan memadukan kebutuhan ekonomi dengan mengubah kesamaan kondisi geografis dan politik negara-negara anggotanya menjadi bergantung satu sama lain, yang diharapkan akan mampu menjaga stabilitas ekonomi ASEAN. Di lingkup ASEAN sendiri, dibentuknya The ASEAN Economic Community (AEC) menjadi pemicu dari pembahasan mengenai risiko kepailitan lintas batas negara (CBI) di antara negara-negara anggota. Misi awal AEC menunjukkan ambisi yang besar untuk menjadikan ASEAN sebagai pasar

(7)

7 tunggal terbesar di dunia, yang bahkan mampu melampaui zona terintegrasi lainnya, seperti Uni Eropa dan pasar Amerika Utara.8

Didirikannya AEC beserta misi-misi besarnya tersebut hanyalah salah satu contoh dari hasil berkembangnya cross-border trade, yang mana dalam hal ini aset perusahaan pihak terkait tidak hanya terletak di wilayah negara domisilinya namun juga melintasi batas dan tersebar di negara-negara pihak lainnya. Maka, putusan pailit menjadi kunci untuk mewujudkan keadilan proses likuidasi harta kekayaan debitor pailit yang berkedudukan di lingkup global. Eksekusi harta atas utang yang dijatuhkan oleh Pengadilan Niaga terhadap debitor tidak dapat serta-merta diakui oleh negara domisili debitor.

Hal ini didasarkan pada asas kedaulatan teritorial, bukan pengurus yang ditunjuk oleh pengadilan dalam hal pemberesan harta debitor.9

Ketidakmampuan undang-undang dalam menangani CBI inilah yang menciptakan ketidakpastian bagi sektor bisnis. Seiring dengan semakin kuatnya arus globalisasi dan perdagangan bebas (free trade), maka semakin banyak pula perusahaan yang melebarkan sayap bisnis mereka ke negara- negara tetangga bahkan lintas benua. Bagaimana mekanisme penyelesaian atas sengketa CBI masih menjadi pertanyaan. Ditambah lagi dengan kondisi pandemi akibat COVID-19 yang belum kunjung membaik hingga saat ini memicu banyaknya perusahaan yang mengalami keterpurukan ekonomi

8 Invest in ASEAN. 2016. “ASEAN Economic Community Launched”.

http://investasean.asean.org/index.php/page/view/asean-economic-

community/view/670/newsid/755/about-aec.html. Diakses tanggal 29 Mei 2021, pukul 12.41.06.

9 Moch Najib Imanullah (et.al). 2018. Aspects of International and Domestic Law Pertaining to the Establishment of ASEAN Cross-Border Insolvency Regulations: An Indonesian Perspective. Indonesian Law Review. Vol. 2 No. 2. Hal 192.

(8)

8 sehingga mereka harus gulung tikar, yang mana dalam hal ini nampaknya kepailitan tengah mejadi masalah bisnis utama untuk saat ini. Urgensi akan pengaturan CBI tidak dapat terelakkan, terutama sejak disahkannya Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang memberi keluasan terhadap berlangsungnya bisnis transnasional di tanah air.

Meningkatnya kasus kepailitan di era pandemi Covid-19 ini diamati langsung oleh Peneliti dari kepadatan agenda sidang atas perkara kepailitan yang berlangsung di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hal tersebut juga didukung dari pemaparan jumlah perkara pailit dan PKPU dari SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Setiap hari para advokat harus mengantre di depan pintu ruang sidang yang selalu padat pada setiap lantainya akibat banyaknya sengketa yang diperkarakan. Dari sengketa- sengketa tersebut, tidak sedikit diantaranya merupakan sengketa kepailitan dan PKPU.

Hal tersebut menunjukkan bahwa situasi saat ini membuat pelaksanaan eksekusi atas sita jaminan menjadi lebih kompleks bila dibandingkan dengan sebelum terjadinya pandemi. Sengketa kepailitan biasa saja telah memberikan kerumitan terhadap pelaksanaan Rapat Pencocokan Tagihan Piutang hingga proses pengeksekusian harta Debitur Pailit, maka dapat diperkirakan bahwa terhadap perkara CBI akan jauh lebih rumit kendalanya. Dengan demikian, urgensi atas pengaturan mengenai mekanisme eksekusi boedel pailit sangat diperlukan demi tercapainya asas kepastian hukum.

(9)

9 Meskipun telah terdapat penelitian-penelitian sebelumnya mengenai mekanisme eksekusi harta Debitur Pailit yang berada di luar negeri, namun hingga saat ini masih belum ada penelitian yang membahas mengenai kendala- kendala yang secara spesifik timbul akibat rumitnya peraturan mobilitas pada masa pandemi COVID-19 saat ini dalam pengaruhnya terhadap eksekusi boedel pailit yang letaknya di luar negeri maupun boedel pailit dari perusahaan modal asing di Indonesia.

Rusmala Dewi, Sarjana Hukum dari Universitas Muhammadiyah Malang, dalam hasil peneltian tugas akhirnya yang ditulisnya pada tahun 2019 dengan judul “Analisis Bentuk UNCITRAL Model Law on Cross Border Insolvency dalam Rangka Pembentukan Aturan Terkait dengan Kepailitan Lintas Batas di Indonesia” masih membahas terkait kendala peraturan tersebut yang tidak dapat diterapkan di Indonesia dan bagaimana kemungkinan dampaknya terhadap perubahan UU KPKPU saja, belum secara spesifik membahas mengenai perkara-perkara kepailitan lintas negara yang pernah terjadi di Indonesia. Dalam tugas akhirnya, Rusmala Dewi mengutip BAB baru dalam UU KPKPU bahwa;

“Dalam proses pengakuan pengadilan di Indonesia, maka Perwakilan Asing atau Kurator dapat mengajukan pemohonan ke pengadilan Indonesia sesuai dengan syarat yang terkandung di dalam pasal selanjutnya”.

Yang mana syaratnya cukup rumit karena memerlukan surat keterangan dimana surat tersebut harus secara detail menjelaskan terkait proses peradilan

(10)

10 asing dimana boedel pailit tersebut terletak, maupun negara asal dari perusahaan asing yang bergerak di Indonesia.10

Rizka Rahmawati dalam jurnalnya mengatakan bahwa dengan dianutnya asas teritorial sebagaimana diatur dalam Pasal 436 Reglement op de Burgerlijke Rechtvordering (B.Rv.) oleh Indonesia, yang mana terhadap putusan hakim asing tidak dapat diberlakukan secara langsug di wilayah teritorial Indonesia, maka terhadap putusan pengadilan Indonesia juga tidak dapat diberlakukan di negara lain. Yang mana menyebabkan perlunya ada bilateral agreement (perjanjian bilateral) melalui hubungan diplomatik dalam hal pengeksekusian boedel pailit Debitur Pailit yang berada di luar batas teritorial Indonesia.11

Lebih lanjut, Adi Satrio dalam jurnalnya mengaitkan eksekusi boedel pailit dalam sengketa CBI dengan pemenuhan hak-hak Kreditur. Dalam jurnalnya, Adi Satrio telah mengangkat beberapa perkara CBI sebagai pendukung argumentasi hasil penelitiannya. Cara rumit Kembali ditempuh, dimana Kurator harus mengajukan permohonan pengakuan proses kepailitan kepada Pengadilan Tinggi negara terkait sebagai langkah awal.12 Dari serangkaian proses panjang yang rumit itu barulah UNCITRAL Model Law dapat berpengaruh penerapannya di Indonesia.

10 Rusmala Dewi. 2019. Analisis Bentuk UNCITRAL Model Law on Cross Border Insolvency dalam Rangka Pembentukan Aturan Terkait dengan Kepailitan Lintas Batas di Indonesia. Hasil Sksipsi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.

11 Rizka Rahmawati. 2019. Eksekusi Aset Debitor yang Berada di Luar Negeri dalam Penyelesaian Sengketa Kepailitan. SASI. Vol. 25 No. 2, Hal. 128 – 130.

12 Adi Satrio, R. Kartikasari, dan Pupung Faisal. 2020. Eksekusi Harta Debitor Pailit yang Terdapat di Luar Indonesia Dihubungkan dengan Pemenuhan Hak-hak Kreditor. Ganesha Law Review. Vol. 2 No.

1, Hal. 103 – 104.

(11)

11 Berdasarkan penelitian-penelitian yang belum secara spesfik membahas mengenai kendala dan solusi terhadap sengketa CBI di masa pandemi COVID- 19 tersebut, Peneliti merasa bahwa penelitian akan isu krusial ini sangat perlu untuk dilaksanakan. Tulisan ini khususnya akan berfokus pada pentingnya pengaturan terkait mekanisme atas eksekusi harta (boedel) pailit yang objek atau asetnya berada di luar negeri (cross-border insolvency). Dari segi yuridisnya akan ditinjau berdasarkan UU KPKPU, Pasal 17 Algemene Bepalingen (AB), dan UNCITRAL Model Law.

Analisis mendalam yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk memaparkan urgensi pengaturan kepailitan lintas batas negara ke dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 agar pemerintah Indonesia lebih cakap dalam menyelesaikan perkara kepailitan internasional yang dihadapi oleh Indonesia dari banyaknya perkara yang masuk ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada masa pandemi COVID-19 sebagai acuan praktisi hukum dalam menghadapi perkara kepailitan lintas batas negara di masa depan. Mengingat bahwa pada bagian Konsideran pada Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 pada poin b sendiri menyatakan bahwa pertimbangan diundangkannya undang- undang tersebut didasari pada banyaknya permasalahan utang-piutang yang timbul di masyarakat akibat semakin pesatnya perkembangan perekonomian dan perdagangan.13

Berdasarkan isu hukum sebagaimana telah dipaparkan, Peneliti berminat dan memutuskan untuk melakukan penelitian hukum yang Peneliti beri judul:

13 Konsideran poin b Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

(12)

12 URGENSI PENGATURAN MEKANISME EKSEKUSI BOEDEL PAILIT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA CROSS-BORDER INSOLVENCY PADA MASA PANDEMI COVID-19 (Studi di James Purba & Partners dan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah hukum yang telah diuraikan di atas, maka dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana mekanisme atas eksekusi harta (boedel) pailit yang objeknya berada di luar negeri (cross-border insolvency)?

2. Bagaimana urgensi atas pengaturan mekanisme eksekusi boedel pailit dalam sengketa cross-border insolvency ditinjau dari banyaknya perkara kepailitan dan PKPU yang masuk ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada masa pandemi COVID-19?

C. Tujuan Penelitian

Dari pemaparan masalah terssebut, tujuan dari Penulisan Hukum ini diantaranya:

1. Untuk mengetahui, memahami, dan menjelaskan terkait mekanisme eksekusi harta (boedel) pailit ketika aset atau objeknya terletak di luar negeri (cross- border insolvency) oleh Pengadilan Niaga di Indonesia;

2. Untuk memahami dan menjelaskan terkait urgensi pengaturan mekanisme boedel pailit dalam sengketa cross-border insolvency pada masa pandemi COVID-

(13)

13 19 agar praktisi hukum lebih cakap dalam menyelesaikan perkara kepailitan lintas batas negara di kemudian hari.

D. Manfaat Penelitian

Hasil akhir dari dilaksanaknnya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Melalui segala rangkaian proses penelitian yang akan dilakukan oleh Peneliti dalam penelitian ini akan memberikan manfaat teoritis berupa sumbangsih ilmu pengetahuan bagi Peneliti sendiri maupun pihak-pihak yang terlibat dalam proses diskusi dan wawancara dengan para advokat di Law Firm James Purba & Partners nantinya mengenai mekanisme pemberesan harta debitor pailit seperti apa yang harus dilindungi oleh aturan pelaksana yang perlu disusun oleh Pemerintah dalam memberikan kepastian hukum atas sengketa kepailitan yang letak aset atau objeknya berada di luar negeri (cross-border insolvency).

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang ditargetkan untuk dicapai dari hasil penelitian ini tidak hanya akan bermanfaat bagi Peneliti sediri dengan mengetahui secara praktikal di lapangan dengan ahli kompeten yang akan diwawancarai, namun juga bagi perusahaan-perusahaan dan pelaku bisnis, khususnya perusahaan asing dan/atau perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia, dalam hal investasi agar mampu memitigasi risiko hukum atas kepailitan yang mungkin timbul dari perjanjian kerjasama transnasional

(14)

14 yang dilaksanakannya. Peneliti beranggapan bahwa para praktisi hukum terkait harus lebih siap dalam pehaman mengenai eksekusi boedel pailit dalam kepailitan lintas batas negara, karena ekonomi global semakin lebar membuka potensi dan prospek Indonesia dalam menjalankan kerja sama bisnis internasional.

E. Kegunaan Penelitian

1. Perusahaan Asing maupun Perusahaan Multinasional

Kegunaan penelitian ini bagi perusahaan terkait yakni agar perusahaan- perusahaan dan pelaku bisnis, khususnya perusahaan asing dan multinasional yang beroperasi di Indonesia, yang mana dalam hal ini menjalin kerjasama transnasional agar lebih mampu menguasai dan siap dalam menyusun strategi dari mitigasi risiko hukum atas kepailitan yang mungkin timbul dari terlaksananya perjanjian kerjasama transnasional, khususnya di masa pandemi COVID-19 dan penyesuaian serta resktrukturasi bisnis pasca pandemi dengan keadaan New Normal di kemudian hari dan dalam sepuluh tahun ke depan guna menjaga stabilitas cash flow perusahaan.

2. Kurator dan Advokat terkait

Penelitian ini diharapkan mampu membantu para advokat dan kurator dalam menangani sengketa kepailitan khususnya CBI, terutama bagi para praktisi yang masih baru dalam bidang kepailitan. Serta menambah kesiapan advokat-advokat (yang dalam hal ini merupakan kurator yang terdaftar pada

(15)

15 Kementerian Hukum dan HAM) agar lebih siap menghadapi tantangan- tantangan yang timbul dalam proses penyelesaian sengketa kepailitan lintas batas negara di kemudian hari.

3. Corporate Lawyer

Dalam hal ini, corporate lawyer tentunya akan berperan dengan penting dalam membela perusahaan tempatnya bekerja bilamana perusahaan tersebut digugat pailit, maupun bila perusahaan tersebut merupakan salah satu kreditur pailit dalam hal ini, untuk menghadapi sengketa kepailitan khususnya dalam hal cross-border insolvency.

4. Pemerintah

Peneliti berharap dengan dilakukannya penelitian ini pemerintah akan lebih membuka mata terhadap seberapa mendesak penyusunan dan pengundangan peraturan pelaksana terkait mekanisme atas eksekusi harta (boedel) pailit dalam hal pemberesan harta debitor pailit yang aset atau objeknya berada di luar negeri (cross-border insolvency), khususnya di masa pandemi COVID-19 dimana banyak perusahaan yang jatuh pailit akibat desakan kondisi keuangan perusahaan, khususnya perusahaan asing dan multinasional yang beroperasi di Indonesia, yang mengharuskan mereka menimbun utang di berbagai bank di dalam dan luar negeri. Selain itu, agar para hakim pada Pengadilan Niaga lebih cakap dalam menjamin kepastian hukum terkait sengketa kepailitan lintas batas negara.

(16)

16 5. Bank

Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan Bank yang pada umumnya berperan sebagai kreditur lebih mampu menerapkan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking) berupa Prinsip 5C dan 7P dalam pemberian kredit agar mampu menerapkan asas manajemen kredit yang sehat, serta lebih siap dalam memitigasi sengketa kepailitan khususnya dalam hal CBI.

F. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode pendekatan yuridis sosiologis dengan melihat hukum sebagai perilaku manusia dalam masyarakat dengan bentuk penelitian berupa penelitian lapangan (socio legal research) yang merupakan sebuah penelitian kualitatif dengan tujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, persepsi, sikap, dan pemikiran seseorang baik secara individual maupun kelompok.14 Pendekatan kedua yang digunakan Peneliti untuk menggagas argumentasi pendukung dalam penelitian ini adalah pendekatan perbandingan (comparative approach), yang dilakukan dengan membandingkan ketentuan atau aturan hukum dalam konteks sistem hukum, asas-asas, norma, dan kaidah guna mendapatkan gambaran yang

14 Nana Syaodih Sukmadinata. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. PT Remaja Rosdakarya. Hal. 53.

(17)

17 jelas dan nyata atas persamaan dan perbedaan antara dua atau lebih obyek perbandingan.15

2. Lokasi Penelitian

Lokasi yang akan dipilih oleh Peneliti untuk melaksanakan penelitian ini yaitu:

a. Law Firm James Purba & Partners yang beralamat kantor di Wisma Nugra Santana, 8th Floor, Suite 807, Jalan Jenderal Sudirman Kav. 7-8, Jakarta Pusat, DKI Jakarta 1220;

b. HADS Partnership Law Office yang beralamat kantor di Multivision Tower, 5th Floor, Komplek Kuningan Persada, Jalan Kuningan Mulia Kav. 9B, Jakarta Selatan, DKI Jakarta 12980;

c. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam wilayah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang beralamatkan di Jalan Bungur Besar Raya No. 24 Kemayoran Baru, Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10610; dan

d. Consulate General of The United States, yang beralamat di Jalan Citra Raya Niaga No. 2, Kota Surabaya, Jawa Timur 60217.

3. Sumber Data a. Data Primer

Data-data yang akan dikumpulkan oleh Peneliti berupa keterangan- keterangan yang berasal dari firma hukum James Purba & Partners, yang diperoleh dari penelitian dengan cara melakukan wawancara (interview)

15 Peter Mahmud Marzuki. 2010. Penelitian Hukum. Jakarta. Kencana. Hal. 132.

(18)

18 dengan Bapak Jamaslin James Purba, S.H., M.H. selaku pendiri firma hukum tersebut yang pernah menjabat sebagai ketua Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) untuk dua periode, yakni tahun 2013 hingga tahun 2019. Selain itu juga didapatkan dengan melakukan diskusi bersama para Advokat dari Law Firm James Purba & Partners tersebut, serta turut menghadiri sidang eksekusi atas kasus yang ditangani oleh mereka di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

b. Data Sekunder

Data-data yang akan dikumpulkan oleh Peneliti melalui penelitian kepustakaan dan dokumentasi, yang merupakan hasil dari penelitian dan pengolahan orang lain yang mana telah tersedia dalam bentuk buku, jurnal ilmiah, informasi publik resmi dari pemerintah terkait yang dapat diakses secara online, dan bahan-bahan pustaka terkait yang berhubungan dengan kajian masalah yang akan dibahas oleh Peneliti. Hal tersebut juga termasuk peraturan perundang-undangan, pendapat ahli hukum, dan informasi media massa. Terutama berdasarkan pada ketentuan dalam Pasal 17 Algemene Bepalingen (AB).

c. Data Tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang mendukung kekuatan bahan hukum primer dan sekunder dengan memberikan penjelasan-penjelasan terhadap kedua bahan hukum tersebut. Data-data mengenai pengertian dan istilah baku yang akan diperoleh Peneliti dari ensiklopedi, kamus, dan lain-lain.

(19)

19 4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

a. Observasi

Dalam hal ini, Peneliti akan terjun langsung ke kantor Law Firm James Purba & Partners (“JPP”) dan HADS Partnership Law Office (“HADS”) untuk melaksanakan pengamatan secara langsung dengan cara menggali opini para advokat di kantor JPP dan HADS untuk berdiskusi mengenai sengketa CBI berdasarkan keahlihannya di bidang hukum kepailitan dan PKPU. Observasi juga dilaksanakan dengan mengamati acara persidangan yang dihadiri oleh para advokat JPP dan HADS sebagai pihak terkait di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Selain itu, untuk memperkuat argumen pendukung terkait desakan urgensi pengaturan mengenai kepailitan lintas batas negara kedalam hukum kepailitan Indonesia, Peneliti akan mewawancarai beberapa staf khusus Kedutaan Amerika Serikat di Indonesia dalam bidang terkait. Argumen pendukung ini akan diolah melalui wawancara mengenai progresivitas peluang investasi asing dan kerja sama ekonomi global secara bilateral antara Indonesia dengan negara-negara lain. Hasil penelitian akan dideskripsikan dalam bentuk analisis secara komprehensif.

b. Wawancara

Peneliti akan melakukan pengumpulan data dengan wawancara, yaitu mengadakan tanya-jawab dengan narasumber yang berkaitan dan berwenang dalam menanggapi permasalahan yang akan diteliti oleh Peneliti untuk mendapatkan data primer, yakni mengadakan wawancara

(20)

20 dengan Bapak Jamaslin James Purba, S.H., M.H. dan Bapak Sugiharta Gunawan, S.H., M.H., serta berdiskusi dengan para Advokat di JPP dan HADS. Metode wawancara yang akan digunakan yaitu metode wawancara terpimpin dan terstruktur, yaitu Peneliti akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun dengan tertulis kepada narasumber.16 Dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut, Peneliti akan menggali topik bahasan yang telah dipersiapkan sebelumnya pada kondisi (setting) yang muncul bersamaan atau melatarbelakangi topik tersebut.17 Wawancara tersebut akan dilakukan secara mendalam (depth interview).

c. Studi Pustaka

Dalam hal ini, metode pengumpulan bahan hukum dilakukan oleh Peneliti dengan studi kepustakaan, guna memperoleh bahan hukum primer dan sekunder, dengan cara mempelajari berbagai peraturan perundang-undangan, buku-buku, jurnal atau artikel ilmiah, ensiklopedi, dan berbagai informasi terkait topik bahasan penelitian ini baik dari media elektronik maupun media cetak.

d. Analisis Data

Analisis dari data-data yang telah dikumpulkan oleh Peneliti nantinya akan dianalisis menggunakan teknik triangulasi data atau sumber, yakni dengan menggali dan mengumpulkan kebenaran informasi melalui

16 Kaelan. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Interdisipliner bidang Sosial, Budaya, Filsafat, Seni, Agama, dan Humaniora. Yogyakarta. Paradigma. Hal. 117-118.

17 Suteki dan Galang Taufani. 2020. Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori, dan Praktik).

Depok. Rajawali Pers. Hal. 140.

(21)

21 berbagai metode dan sumber perolehan data.18 Selain melalui observasi dan wawancara, Peneliti juga akan menggunakan data resmi dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang berkaitan dengan topik bahasan yang diteliti. Dalam penelitian hukum ini, Peneliti menggunakan Teknik analisis yang mengacu pada metode analisis IRAC, yakni issue, rule, analysis/application, dan conclusion.19

G. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika dalam penulisan hukum yang sesuai dengan aturan terbaru, maka Peneliti akan menyiapkan suatu rencana sistematika penelitian dalam penulisan hukum ini.

Adapun sistematika penulisan hukum tersebut akan dibagi menjadi 4 (empat) BAB yang secara harmonis saling berkaitan dan berhubungan, yang mana terdiri dari:

BAB I Pendahuluan. Menguraikan alasan dan latar belakang masalah Peneliti, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan penelitian.

BAB II Tinjauan Pustaka, memaparkan teori-teori dan konsep- konsep berkaitan dengan permasalahan yang Peneliti kaji.

Kajian-kajian teoritik tersebut kemudian akan dijadikan

18 Suteki dan Taufani. Op. Cit., Hal. 230.

19 William H. Putman. 2004. Legal Research, Analysis and Writing. Oxford. Hart Publishing. Hal.

27–28.

(22)

22 Peneliti sebagai landasan analisis dalam penulisan bab selanjutnya, yakni BAB III yang berisikan mengenai pembahasan.

BAB III Pembahasan, yang akan membahas terkait analisis yuridis- empiris mekanisme eksekusi boedel pailit terkait penyelesaian sengketa cross-border insolvency (CBI) dalam masa pandemi COVID-19 di Indonesia, sehingga dapat memitigasi masalah hukum kepailitan lintas batas negara di kemudian hari.

BAB IV Penutup, berisikan kesimpulan dari pembahasan hasil penelitian yang dilanjutkan dengan saran-saran berdasarkan analisis mendalam (in-depth analysis) yang telah dilakukan secara teliti dan terperinci oleh Peneliti selama melaksanakan penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Serta secara parsial menunjukan bahwa variabel perilaku konsumen berpengaruh terhadap proses keputusan pembelian sebesar 15,16%, gaya hidup berengaruh

• Pada metode berorientasi item, prediksi rating yang akan diberikan oleh seorang pengguna kepada suatu item adalah berdasarkan rating yang diberikan oleh pengguna tersebut

Hasil penelitian menunjukkan parameter waktu tahan 2 detik didapat hasil produk yang kurang baik karena terdapat cacat warpage rata-rata sebesar 255,72 mm².. Pada

Hasil jumlah iterasi dalam satu kali konvergen terhadap jumlah varian data training pada metode improved semi supervised k-means dengan k-means Pada pengujian ketiga

2) Kompetensi manajerial yang diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan struktural atau manajemen, dan pengalaman kepemimpinan. 3) Kompetensi sosial kultural yang

Independensi dan skeptis dapat terlihat dari adanya kejujuran dalam pengungkapan kesalahan yang dilakukan objek pemeriksaan dan dikaji kembali bukti-bukti terkait

Program kegiatan pada Gedung Pergelaran Seni Pertunjukan Tradsioanl adalah penampilan karya seni pertunjukan, yang meliputi Seni Tari, Seni Musik dan Teater. Corak yang

Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa dari 3 sub keterampilan proses sains AUD, yang paling banyak dikuasai oleh siswa dimana siswa yang mencapai kategori