• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENAMBAHAN ZnSO4 TERHADAP AKTIVITAS ENZIM TRIPSIN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENAMBAHAN ZnSO4 TERHADAP AKTIVITAS ENZIM TRIPSIN."

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH PENAMBAHAN ZnSO4 TERHADAP

AKTIVITAS ENZIM TRIPSIN

SKRIPSI

Diajukan kepada

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Negeri Yogyakarta Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Sains Kimia

Oleh :

KIRANA KRISTINA MULYONO

13307144012

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Kirana Kristina Mulyono

NIM : 13307144012

Program Studi : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Judul Penelitian : Pengaruh Penambahan ZnSO4 terhadap Aktivitas Enzim

Tripsin

Menyatakan bahwa penelitian ini merupakan hasil pekerjaan saya yang berjudul “Pengaruh Penambahan ZnSO4 terhadap Aktivitas Enzim Tripsin”. Sepanjang pengetahuan saya tidak berisi materi atau data yang telah dipublikasikan atau

ditulis oleh orang lain atau telah dipergunakan atau diterima sebagai persyaratan

studi pada universitas atau institut lain, kecuali pada bagian-bagian yang telah

dinyatakan dalam teks.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam pengesahan adalah asli. Jika tidak

asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.

Yogyakarta, 14 Maret 2017

Yang Menyatakan,

(4)
(5)

v

MOTTO

Where there is a will, there is a way

Kemalasan mendatangkan tidur nyenyak, dan orang yang

lamban akan menderita lapar.

(Amsal 19:15)

Takutlah akan Tuhan, hai orang-orang-Nya yang kudus,

sebab tidak berkekurangan orang yang takut akan Dia!

(Mazmur 34:10)

Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak

akan hilang

(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

Bapak Heri Mulyono dan Ibu Tri Handayani

Atas doa dan kasih sayang yang tak pernah putus. terima kasih atas semua yang telah diberikan. Semoga Ibu dan Bapak bisa bangga denganku.

Adikku, Thimotius Dwijan Z. M. dan Christian Abiel E. M.

Terima kasih atas kasih sayang dan dukungannya untuk kakakmu ini.

Nadia, Hana, Lintang, Ayu, Era, Hitz ( Ida, Igi, Maya dan Puspa) terima kasih atas dukungan dan waktunya

Mbak Titik, Mufti, dan Nurul atas kerja samanya menyelesaikan penelitian ini.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan ZnSO4 terhadap Aktivitas Enzim Tripsin”. Penulis menyadari bahwa dari masa kuliah hingga terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari

bantuan, bimbingan dan arahan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Hartono, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Bapak Drs. Jaslin Ikhsan, M.App.Sc., Ph.D. selaku Ketua Jurusan Pendidikan

Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri

Yogyakarta.

3. Ibu Eddy Sulistyowati, Apt., MS. selaku dosen pembimbing skripsi, dan

ketua penguji yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran.

4. Ibu Dr. Das Salirawati, M.Si selaku penguji utama, atas pertanyaan, kritik,

dan saran yang diberikan.

5. Ibu C. Budimarwanti, M.Si selaku penguji pendamping, atas pertanyaan,

kritik, dan saran yang diberikan.

6. Seluruh Dosen, Staff dan Laboran Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY

yang telah banyak membantu selama perkuliahan dan penelitian.

7. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan secara moral

maupun material dalam penyelesaian tugas akhir skripsi ini, yang tidak dapat

(8)

viii

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, sehingga penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat

membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan almamater.

Yogyakarta, Maret 2017

(9)

ix

PENGARUH PENAMBAHAN ZnSO4 TERHADAP AKTIVITAS ENZIM

TRIPSIN Oleh:

Kirana Kristina Mulyono NIM 13307144012

Pembimbing: Eddy Sulistyowati, Apt., MS. ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan ZnSO4 terhadap aktivitas enzim tripsin. Sebelumnya dilakukan penentuan kondisi optimum enzim tripsin meliputi pH, suhu, waktu inkubasi, dan konsentrasi substrat.

Penentuan aktivitas enzim tripsin dengan substrat kasein dilakukan dengan menggunakan metode Anson. Penentuan aktivitas enzim tripsin dengan dan tanpa penambahan ZnSO4 dilakukan pada kondisi optimum yang telah diperoleh. Variasi konsentrasi senyawa ZnSO4 yang ditambahkan adalah 0,0010 M; 0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah aktivitas enzim tripsin dalam satuan mg/mL per menit pada suhu 37°C. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan membandingkan aktivitas enzim tripsin dengan dan tanpa penambahan ZnSO4 pada kondisi optimum yang telah diperoleh.

Hasil penelitian menunjukkan kondisi optimum enzim tripsin pada pH 8, suhu 37°C, waktu inkubasi 20 menit, dan konsentrasi substrat 10 mg/mL. Aktivitas enzim tripsin pada kondisi optimum yaitu 0,00153 mg/mL per menit pada suhu 37°C. Untuk aktivitas enzim tripsin dengan penambahan ZnSO4 pada konsentrasi 0,0010 M; 0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M berturut-turut sebesar 0,00157; 0,00158; 0,00165; 0,00158; dan 0,00163 mg/mL per menit pada suhu 37°C. Berdasarkan data tersebut, penambahan ZnSO4 bersifat aktivator terhadap aktivitas enzim tripsin pada kondisi optimum, tetapi tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap aktivitas enzim tripsin.

(10)

x

THE EFFECT OF ZnSO4 ADDITION ON TRYPSIN’S ACTIVITY Oleh:

Kirana Kristina Mulyono NIM 13307144012

Pembimbing: Eddy Sulistyowati, Apt., MS. ABSTRACT

This research aimed to determine the effect of ZnSO4 compound against trypsin's activity. Determination of optimum condition of trypsin including the pH, temperature, incubation period and substrate's concentration had been undergone before the conduction.

Determination of trypsin's activity with casein substrate was undergone by Anson's Method. Trypsin's actvity determined with and without adding the ZnSO4 compound, were conducted in optimum condition which had been collected. The variations of ZnSO4 concentration which were added are 0.0010 M; 0.0015 M; 0,0020 M; 0.0025 M; and 0.0030 M. The data collected in this research is trypsin’s activity. The data analysis used is Descriptive-Qualitative, comparing trypsin’s activity with and without ZnSO4 addition in optimum condition that had been collected.

The results of research show the optimum condition of trypsin's activity is in pH 8; 37°C; 20 minutes of incubation period and 10 mg/mL as the concentration of substrate. The trypsin’s activity in optimum condition is 0.00153 mg/mL per minute at the 37°C temperature. On the trypsin’s activity with addition of ZnSO4 compound with 0.0010 M; 0.0015 M; 0.0020 M; 0.0025 M; and 0.0030 M in a row as the concentrations are 0.00157; 0.00158; 0.00165; 0.00158; and 0.00163 mg/mL per minute at the 37°C temperature. Based on the data, ZnSO4 has the quality as an activator against trypsin’s activity in optimum condition, but does not give big effect on trypsin’s activity.

(11)

xi

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ...Error!

(12)

xii

B. Enzim dan Substrat ...

C. Enzim Tripsin ...

D. Kasein ...

E. Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Lowry ...

F. Pengukuran Aktivitas Enzim dengan Metode Anson...

G. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim ...

H. Senyawa ZnSO4 ...

I. Penelitian yang Relevan ...

J. Kerangka Berpikir ...

BABIII.METODEPENELITIAN ... 20

A. Subyek dan Obyek Penelitian ...

B. Variabel Penelitian ...

C. Alat dan Bahan ...

D. Prosedur Penelitian ...

E. Teknik Analisa Data ... 20

20

20

23

29

BABIV.HASILDANPEMBAHASAN ... 31

A. Hasil Penelitian ...

B. Pembahasan ... 31

37

BABV.KESIMPULANDANSARAN ... 55

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 1. Hasil Penentuan pH Optimum untuk Aktivitas Enzim Tripsin... 32

Tabel 2. Hasil Penentuan Suhu Optimum untuk Aktivitas Enzim Tripsin ... 33

Tabel 3. Hasil Aktivitas Enzim Tripsin dengan Variasi Waktu Inkubasi ... 34

Tabel 4. Hasil Aktivitas Enzim Tripsin dengan Variasi Konsentrasi Sub-

strat ... 34

Tabel 5. Aktivitas Enzim Tripsin pada Kondisi Optimum ... 35

Tabel 6. Hasil Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin dengan Penambahan Se-

(14)

xiv

Gambar 6. Reaksi Reduksi Fosfotungstat dan Fosfomolibdat ... 11

Gambar 7. Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim ... 13

Gambar 8. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim ... 14

Gambar 9. Pengaruh Konsentrasi Enzim terhadap Aktivitas Enzim ... 14

Gambar 10. Pengaruh Konsentrasi Substrat terhadap Aktivitas Enzim ... 15

Gambar 11. Bagan Prosedur Penentuan Kadar Protein ... 23

Gambar 12. Bagan Prosedur Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin dengan Metode Anson ... 25

Gambar 13. Grafik Hubungan Panjang Gelombang dan Absorbansi Kasein .. 37

Gambar 14. Kurva Standar Protein Kasein ... 38

Gambar 15. Grafik Hubungan pH dengan Aktivitas Enzim Tripsin ... 40

Gambar 16. Grafik Hubungan Suhu dengan Aktivitas Enzim Tripsin ... 42

Gambar 17. Grafik Hubungan Waktu Inkubasi dengan Aktivitas Enzim Tripsin... 43

Gambar 18. Grafik Hubungan Konsentrasi Substrat dengan Aktivitas En-zim Tripsin... 44

Gambar 19. Reaksi Hidrolisis Polipeptida oleh Enzim Tripsin ... 47

Gambar 20. Hubungan Penambahan ZnSO4 Berbagai Konsentrasi dengan Aktivitas Enzim Tripsin ... 52

(15)

xv

ZnSO4 dengan Metode Anson Termodifikasi ... 63

Lampiran 6. Data Hasil Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan

Kurva Standar Protein Kasein ... 64

Lampiran 7. Data Hasil Penentuan Kadar Protein Enzim Tripsin ... 65

Lampiran 8. Data Hasil Penentuan pH Optimum untuk Aktivitas Enzim

Tripsin ... 66

Lampiran 9. Data Hasil Penentuan Suhu Optimum untuk Aktivitas Enzim

Tripsin ... 69

Lampiran 10. Data Hasil Penentuan Waktu Inkubasi Optimum untuk

Ak-tivitas Enzim Tripsin ... 73

Lampiran 11. Data Hasil Penentuan Konsentrasi Substrat Maksimum un-

tuk Aktivitas Enzim Tripsin ... 77

Lampiran 12. Data Hasil Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin pada Kondi-

si Optimum ... 81

Lampiran 13. Data Hasil Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin terhadap

Penambahan ZnSO4 dengan Metode Anson Termodifikasi ... 83

(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Enzim merupakan kelompok protein yang bersifat katalis dan mengatur

perubahan senyawa kimia dalam sistem biologis. Setiap enzim bekerja pada

substrat tertentu. Enzim dapat dihasilkan oleh hewan, tumbuhan, dan

mikro-organisme. Enzim telah banyak digunakan dalam berbagai proses kimiawi, baik

dalam bidang industri maupun dalam bidang bioteknologi. Seiring dengan

peningkatan penggunaan enzim, berbagai eksplorasi penelitian tentang enzim

telah banyak dilakukan.

Enzim proteolitik atau protease atau proteinase merupakan salah satu jenis

enzim yang berfungsi memecah protein menjadi molekul-molekul yang lebih

kecil. Menurut Poliana dan MacCabe (2007) dalam Pengaruh Penambahan

MnCl2 terhadap Produksi Enzim Protease dari Bacillus licheniformis HSA3-1a,

enzim proteolitik atau dapat disebut juga protease berperan penting dalam semua

makhluk hidup, karena bersifat esensial dalam proses metabolisme protein.

Aktivitas proteolitik suatu enzim sangat dipengaruhi oleh pH, suhu, kekuatan

ionik, konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, adanya reduktor ataupun oksidator,

dan buffer (Dongoran, 2004). Enzim trispsin merupakan salah satu contoh enzim

proteolitik. Tripsin diproduksi dalam pankreas dan memiliki fungsi untuk

memecah protein dengan menghidrolisis ikatan-ikatan peptidanya menjadi

(17)

2

Salah satu karakteristik aktivitas enzim adalah adanya efektor, yaitu

molekul lain yang dapat mempengaruhi aktivitas katalitiknya. Aktivitas enzim

tripsin dapat ditingkatkan dengan penambahan aktivator atau dihambat dengan

penambahan inhibitor yang disebut sebagai efektor. Efektor berupa molekul

anorganik misalnya ion logam.

Berbagai unsur anorganik (mineral) terdapat dalam bahan biologi, tetapi

tidak atau belum semua mineral tersebut terbukti esensial, sehingga ada mineral

esensial dan nonesensial. Mineral esensial yaitu mineral yang sangat diperlukan

dalam proses fisiologis makhluk hidup untuk membantu kerja enzim atau

pembentukan organ. Mineral ini biasanya terikat dengan protein, termasuk enzim

untuk proses metabolisme tubuh, yaitu K, Cu, dan Zn. Mineral nonesensial

adalah logam yang perannya dalam tubuh makhluk hidup belum diketahui dan

kandungannya dalam jaringan sangat kecil. Bila kandungannya tinggi dapat

merusak organ tubuh makhluk hidup yang bersangkutan.

Logam Zn dibutuhkan manusia dalam jumlah yang sangat sedikit.

Kebutuhan Zn dalam tubuh orang dewasa sebesar 15 mg/hari dengan asumsi daya

serap usus sebesar 25%. Selain itu Zn, juga terdapat dalam jaringan dengan

konsentrasi yang sangat kecil.

Menurut Sus Derthi Widhyari (2012, 142 - 143), penyerapan Zn terjadi di

duodenum, ileum, dan jejunum dan hanya sedikit terjadi di kolon ataupun

(18)

3

pankreas digunakan untuk membuat enzim protease dan dikeluarkan ke saluran

pencernaan jika diperlukan.

Umumnya Zn dapat ditemukan dalam bahan makanan hewani yang

dikonsumsi sehari-hari, seperti dalam daging, ati, dan tiram. Selain itu, Zn sering

ditambahkan ke dalam susu untuk menambah nilai gizi dari susu tersebut. Pada

susu terdapat protein kasein. Oleh karena sumber Zn dapat berasal dari makanan

dan cairan pankreas, maka pada penelitian ini akan dicoba bagaimana pengaruh

penambahan ion Zn2+ terhadap aktivitas enzim tripsin dengan substrat kasein

pada kondisi optimum.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, pokok permasalahan

yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah:

1. Ada berbagai macam enzim protease yang digunakan dalam bidang medis,

yaitu enzim tripsin, enzim papain, dan sebagainya.

2. Ada berbagai substrat yang dapat digunakan pada enzim tertentu yaitu

albumin, kasein, bovin serum albumin (BSA), benzoil-n-arginin etil ester

(BAEE), benzoil-n-argininamide (BAA), dan asetil-L-tirosin etil ester (ATEE).

3. Aktivitas proteolitik suatu enzim dipengaruhi oleh pH, suhu, kekuatan ionik,

konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, adanya reduktor ataupun oksidator,

dan buffer.

4. Penambahan ion logam, seperti Ag+, Cu2+, Zn2+, dan Al3+ dapat mempengaruhi

(19)

4

5. Ada berbagai metode yang digunakan untuk mengetahui kadar protein, antara

lain metode Biuret, metode Lowry, dan metode Kjeldhal.

6. Ada berbagai metode yang digunakan untuk mengetahui aktivitas enzim tripsin

antara lain metode Anson dan metode Kunitz .

C.Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka diperlukan pembatasan

masalah yaitu:

1. Enzim tripsin yang digunakan dalam penelitian adalah enzim tripsin komersial

dengan merk dagang E-Merck.

2. Jenis substrat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kasein.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim tripsin yang akan diteliti

adalah pH, suhu, waktu inkubasi, konsentrasi substrat, dan penambahan

senyawa ZnSO4.

4. Ion logam yang digunakan dalam penelitian ini adalah ion logam Zn2+ dalam

bentuk senyawa ZnSO4 dengan variasi konsentrasi 0,0010 M; 0,0015 M;

0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M (Zhang, et. al., 2014).

5. Metode yang digunakan dalam penelitian untuk mengetahui kadar protein

adalah metode Lowry.

6. Metode yang digunakan dalam penelitian untuk mengetahui aktivitas enzim

(20)

5

D.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi optimum aktivitas enzim tripsin?

2. Bagaimana pengaruh penambahan ZnSO4 berbagai konsentrasi terhadap

aktivitas enzim tripsin pada kondisi optimum enzim tripsin?

E.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. menentukan kondisi optimum aktivitas enzim tripsin.

2. mengetahui pengaruh penambahan ZnSO4 berbagai konsentrasi terhadap

aktivitas enzim tripsin pada kondisi optimum enzim tripsin.

F.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Bagi mahasiswa, dapat menambah wawasan baru dalam

mengimplementasi-kan khazanah ilmu pengetahuan di bidang biologi dan kimia.

2. Bagi peneliti, dapat mengetahui pengaruh penambahan berbagai variasi

konsentrasi Zn2+ terhadap aktivitas enzim tripsin.

3. Bagi masyarakat, dapat mengetahui pengaruh kosumsi Zn terhadap aktivitas

(21)

6

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A.Protein

Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O,

dan N. Selain itu, molekul protein juga mengandung fosfor, belerang, besi atau

tembaga (Chayati, I. dan A., Andian Ari, 2008). Protein merupakan komponen

dalam tubuh dan memiliki fungsi, yaitu sebagai zat pembangun (membentuk

jaringan baru, mengganti jaringan yang rusak, dan mempertahankan jaringan yang

telah ada), zat pengatur (mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan

pembuluh darah), dan sumber bahan bakar apabila kebutuhan sumber bahan bakar

tidak dapat dipenuhi karbohidrat dan lemak. Selain itu, dapat pula berperan

sebagai protein aktif, seperti enzim yang dapat mengatalisis segala proses

biokimia dalam sel, hormon, dan lain-lain.

Protein merupakan suatu makromolekul karena memiliki berat molekul

yang besar yaitu ribuan sampai jutaan. Protein umumnya reaktif dan spesifik

sebab terdapat gugus samping yang reaktif dan susunan khas dari makromolekul

protein. Struktur protein tidak stabil terhadap beberapa faktor, seperti pH, radiasi,

temperatur, medium pelarut organik, dan detergen (Wirahadikusumah, M., 1989:

8 - 9).

Protein pada umumnya terdiri atas 20 macam asam amino yang berikatan

secara kovalen satu sama lain dalam variasi urutan yang bermacam-macam,

membentuk suatu rantai polipeptida. Apabila suatu protein dihidrolisis dengan

(22)

7

asam amino terdiri atom karbon (C) yang mengikat gugus amino (NH2), gugus

karboksil (COOH), atom hidrogen (H), dan rantai cabang (gugus R). Rumus

umum asam amino adalah:

Gambar 1. Rumus Umum Asam Amino

B.Enzim dan Substrat

Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator, senyawa yang

meningkatkan kecepatan reaksi kimia. Selain meningkatkan kecepatan reaksi,

enzim mengatur kecepatan reaksi dalam jalur metabolik tubuh (Williams, 1996

dalam R., Irwan, dkk., 2014). Menurut Muhamad Wirahadikusumah (1989),

klasifikasi enzim secara internasional meliputi nama golongan, nomor kode, dan

macam reaksi yang dikatalisisnya. Setiap golongan utama terbagi lagi menjadi

kelompok-kelompok enzim berdasarkan gugus substrat yang diserangnya, seperti:

1. Oksido-reduktase: berperan dalam reaksi oksidasi-reduksi

2. Transferase: berperan dalam reaksi pemindahan gugus tertentu

3. Hidrolase: berperan dalam reaksi hidrolisis

4. Liase: mengkatalisis reaksi adisi atau pemecahan ikatan rangkap dua

5. Isomerase: mengkatalisis reaksi isomerisasi

6. Ligase: mengkatalisis reaksi pembentukan ikatan dengan bantuan pemecah

(23)

8

Senyawa yang dikatalisis oleh suatu enzim disebut substrat enzim. Selain

itu, substrat suatu senyawa enzim dapat berupa senyawa organik ataupun senyawa

anorganik. Struktur kimia substrat dapat sederhana, tetapi juga dapat kompleks.

Setiap enzim mempunyai substrat tertentu (Sumardjo, 2006 dalam R., Irwan, dkk.,

2014). Beberapa contoh substrat seperti albumin, kasein, bovin serum albumin

(BSA), benzoil-n-arginin etil ester (BAEE), benzoil-n-argininamide (BAA), dan

asetil-L-tirosin etil ester (ATEE)

Reaksi antara substrat (S) misalnya protein kasein dan enzim (E)

contohnya enzim tripsin membentuk komplek enzim substrat (ES) dan akhirnya

menghasilkan produk (P) berupa asam amino dengan melepaskan enzim kembali

dapat digambarkan sebagai berikut:

S + E

⃗⃗⃗

[ES]

P + E

Kasein+ Tripsin⃗⃗⃗ Kompleks Kasein-Tripsin ⃗⃗⃗ asam amino + tripsin

C.Enzim Tripsin

Enzim proteolitik, protease atau proteinase merupakan salah satu jenis

enzim yang berfungsi memecah protein menjadi molekul-molekul yang lebih

kecil. Enzim yang termasuk dalam golongan enzim proteolitik diantaranya enzim

tripsin, enzim pepsin, dan enzim papain.

Enzim tripsin memiliki residu serin yang spesifik pada sisi aktifnya,

sehingga termasuk dalam golongan enzim proteolitik atau protease serin, yaitu

enzim yang berfungsi memecah protein. Enzim trispsin memiliki residu asam

amino 224 diantaranya terdapat tirosin. Enzim ini mengkatalisis reaksi pemecahan

(24)

9

lebih sederhana. Tripsin diproduksi dalam pankreas dalam bentuk zymogen,

tripsinogen inaktif, kemudian disembunyikan dalam usus kecil, dimana enzim

etirokinase mengaktifkannya ke dalam tripsin dengan pembelahan proteolitik

(Siswati, 2007). Berikut struktur enzim tripsin (Goodsell, D., 2003) :

Gambar 2. Struktur Enzim Tripsin

D.Kasein

Kasein terdapat dalam susu dan merupakan protein tidak homogen yang

dapat dipisahkan dengan cara elektroforesis menjadi tiga komponen, disebut

kasein-α , kasein- , dan kasein- , menurut daya gerak yang menurun (deMan, J. M., 1997: 138). Kasein mengandung fosfor sebesar 0,86 % dan terdapat secara

khusus dalam bentuk ester monofosfat dengan gugus hidroksil serin dan treonin.

Kasein mengandung semua asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh. Kasein baik

dalam susu maupun dalam produk olahan susu merupakan komponen penting.

Tirosin dapat diperoleh dari kasein, yaitu protein utama yang terdapat dalam keju.

(25)

10

Gambar 3. Struktur Makromolekul Kasein

Kasein merupakan salah satu contoh substrat. Kasein secara khusus dan

terbatas dapat dihidrolisis dengan enzim proteolitik menghasilkan sejumlah

poli-peptida besar yang tidak dapat dihidrolisis lebih lanjut. Kasein dapat dihidrolisis

oleh enzim tripsin yang merupakan enzim proteolitik.

E.Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Lowry

Metode Lowry dikembangkan pada tahun 1951 dengan menggunakan

reagen pendeteksi Folin-Ciocalteau. Reagen ini biasa digunakan untuk mendeteksi

gugus-gugus fenolik. Dalam keadaan basa, ion tembaga divalent (Cu2+) dengan

ikatan peptida yang mereduksi Cu2+ menjadi tembaga monovalen (Cu+).

Gambar 4. Reaksi Cu2+ dengan Ikatan Peptida

Dalam analisa protein reagen Folin-Ciocalteau dapat mendeteksi residu oksidasi

dimana gugus fenolik tirosin akan mereduksi fosfotungstat dan fosfomolibdat yang

(26)

11

biru. Hasil reduksi ini dapat dianalisa lebih lanjut dengan melihat puncak absorpsi

yang lebar pada daerah panjang gelombang sinar tampak (600 - 800 nm).

Gambar 5. Reaksi Oksidasi Tirosin

Gambar 6. Reaksi Reduksi Fosfotungstat dan Fosfomolibdat

Kadar protein dapat ditentukan dengan membaca kurva standar, dibuat

dengan larutan protein murni yang telah diketahui kadar proteinnya misalnya BSA

(Bouvine Serum Albumin) yang memiliki rentang konsentrasi tertentu dimana

konsentrasi sampel protein berada di dalam rentang tersebut dengan konsentrasi

yang semakin naik. Penentuan kadar protein menggunakan panjang gelombang

maksimum. Panjang gelombang maksimum adalah panjang gelombang dimana

terjadi eksitasi elektronik yang memberikan absorban maksimum (Atun, S., 2016:

14).

F. Pengukuran Aktivitas Enzim dengan Metode Anson

Pada penentuan kadar dalam pengukuran secara kuantitatif aktivitas enzim,

jumlah yang sangat kecil menimbulkan masalah. Oleh karena itu, untuk enzim

yang ditentukan bukan kadarnya tetapi aktivitas katalitiknya yang sensitif dan

(27)

12

Biochemistry” satu satuan enzim adalah jumlah enzim yang dapat mengatalisis perubahan satu g/L substrat per menit pada keadaan tertentu. Aktivitas spesifik

didefinisikan sebagai jumlah  mol substrat yang diubah per menit per mg protein

enzim. Untuk aktivitas total adalah jumlah mol substrat yang diubah oleh enzim

tersebut per menit per gram atau jumlah berat tertentu bahan yang digunakan untuk

enzim (sampel enzim) (Martoharsono, S. dan Kuswanto, K. R., 1976).

Metode pengujian aktivitas enzim tripsin menggunakan kasein sebagai

substrat disebut metode kaseinolitik. Sampel enzim direaksikan dengan substrat

kasein pada suhu, pH, dan lama waktu tertentu. Reaksi enzim dihentikan dengan

menambahkan larutan TCA (trikloroasetat) sehingga enzim dan sisa substrat

terdenaturasi, kecuali produk-produk peptida. Produk-produk peptida yang larut

dalam campuran reaksi tadi dipisahkan dengan cara disentrifugasi menggunakan

alat sentrifuge klinis dan ditentukan serapannya dengan menggunakan metode

-metode pengukuran serapan protein. Salah satu -metode pengukuran serapan

protein, yaitu metode Anson dimana digunakan reagen Folin-Ciocalteau sebagai

reagen warna.

G.Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim

Menurut Situmorang (2014), aktivitas enzim dipengaruhi oleh konsentrasi

enzim dan konsentrasi substrat. Pengaruh aktivator, inhibitor, dan kofaktor dalam

beberapa keadaan juga merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas

(28)

13 1. Efek suhu terhadap aktivitas enzim

Aktivitas enzim akan bertambah dengan naiknya suhu sampai tercapainya

aktivitas optimum. Kenaikan suhu lebih lanjut akan mengakibatkan menurunnya

aktivitas enzim dan pada akhirnya merusak enzim.

Gambar 7. Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim (Poedjiadi, A., 2009)

2. Efek pH terhadap aktivitas enzim

Perubahan pH akan mempengaruhi kecepatan reaksi enzim, karena

berubahnya derajat ionisasi gugus asam dan basa dari enzim. Sebagian besar

enzim, mempunyai rentang pH optimum aktivitas enzim dan mempunyai tingkat

stabilitas yang tinggi. Sebagian besar enzim mempunyai pH optimum yang

mendekati netral, sebagian kecil lainnya mempunyai pH optimum yang sangat

(29)

14

Gambar 8. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim (Poedjiadi, A., 2009)

3. Efek konsentrasi enzim terhadap aktivitas enzim

Pada enzim-enzim dengan derajat kemurniannya tinggi, terdapat suatu

hubungan linear antara jumlah enzim dan taraf aktivitas pada batas-batas tertentu.

Konsentrasi enzim pada umumnya sangat kecil, bila dibandingkan dengan

konsentrasi substrat. Saat konsentrasi enzim meningkat, maka aktivitas enzim

juga bertambah.

(30)

15

4. Efek konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim

Kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim sangat dipengaruhi oleh

konsentrasi substrat. Pada konsentrasi substrat yang sangat rendah, kecepatan

reaksi yang dikatalisis enzim juga sangat rendah. Sebaliknya, kecepatan reaksi

akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi substrat sampai tercapai titik

tertentu, yaitu titik batas kecepatan reaksi maksimum. Setelah titik batas, enzim

menjadi jenuh oleh substratnya, sehingga tidak dapat berfungsi lebih cepat.

Pembatas kecepatan enzimatis ini adalah kecepatan penguraian kompleks

enzim-substrat menjadi produk dan enzim bebas.

Gambar 10. Pengaruh Konsentrasi Substrat terhadap Aktivitas Enzim (Indah, M., 2004)

5. Efek aktivator dan inhibitor serta kofaktor terhadap aktivitas enzim

Aktifitas katalitik enzim dapat dipengaruhi oleh aktivator (bahan-bahan

yang meningkatkan aktivitas enzim) dan inhibitor (bahan-bahan yang menurunkan

aktivitas enzim). Baik inhibitor maupun aktivator, keduanya biasa disebut dengan

efektor. Beberapa enzim mempunyai “allosterik” atau sisi spesifik lain di samping sisi aktif. Pengikatan efektor alosterik dapat merubah bentuk enzim. Perubahan

(31)

16

reaksi enzimatik. Efektor dapat meningkatkan aktivitas katalitik enzim (efektor

positif) dan menurunkan atau menghambat aktivitas katalitik enzim (efektor

negatif).

Aktivitas enzim juga dipengaruhi oleh kofaktor, yaitu komponen lain yang

berfungsi sebagai katalis. Kofaktor ini dapat berupa senyawa organik yang disebut

koenzim atau senyawa non organik (aktivator) seperti ion logam Fe2+, Mn2+, Zn2+,

dan Ca2+. Ion logam berperan dalam proses katalitik dengan berfungsi sebagai

elektrofil. Kemampuan logam tertentu untuk berikatan dengan banyak ligan dalam

bidang koordinasi logam menyebabkan logam dapat ikut serta dalam pengikatan

substrat atau koenzim ke enzim dan menimbulkan polarisasi gugus reaktif pada

sisi aktif.

Inhibitor adalah senyawa yang menurunkan kecepatan reaksi enzimatik.

Berdasarkan sifat kinetiknya inhibitor dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu

inhibitor kompetitif, non-kompetitif reversible, dan non-kompetitif irreversible.

Inhibitor kompetitif terikat secara reversible, biasanya senyawanya menyerupai

substrat dan berkompetisi untuk terikat pada sisi aktif enzim. Inhibitor

non-kompetitif reversible mempunyai sifat dapat berikatan dengan enzim bebas

ataupun kompleks enzim, bisa menurunkan kadar enzim aktif, terikat pada tempat

yang berbeda dari pengikat substrat. Contohnya ialah Ag+ dan Pb2+. Sedangkan

inhibitor non-kompetitif irreversible membuat enzim menjadi inaktif dengan cara

(32)

17

H. Senyawa ZnSO4

Zink merupakan zat gizi mikro esensial yang memiliki fungsi dan

kegunaan penting bagi tubuh. Kebutuhan akan Zn ditentukan oleh proses

fisiologis kebutuhan jaringan, banyaknya Zn yang dikeluarkan dari tubuh, dan

karakteristik diet seseorang (Hidayat, A., 1999: 23). Dalam semua senyawa

sederhana, zink mempunyai tingkat oksidasi +2 dan memiliki sifat yang lunak

serta reaktif. Zink dapat dijumpai dalam bentuk organik seperti Zink lisinat dan

Zink metionat dan bentuk anorganik seperti Zink oksida (ZnO), Zink karbonat

(ZnCO3), dan Zink sulfat (ZnSO4H2O).

Garam zink dalam bentuk padatan anorganik seperti zink sulfat heptahidrat

(ZnSO4.7H2O) sebagian besar larut dalam air dan larutannya mengandung ion

kompleks tak berwarna heksaakuazink (II), [Zn(H2O)6]2+ (Sugiyarto, K. H. dan

Suyanti, R. D., 2010: 317, 318). Struktur zink sulfat heptahidrat adalah

[Zn(H2O)6]2+[SO4.H2O]2-. Zink sulfat dapat dimanfaatkan untuk preparat oral.

Setiap mg elemen zink setara dengan 4,4 mg ZnSO4.7H2O. Pada dosis 225-440

mg elemen zink dapat menimbulkan muntah-muntah dan gejala keracunan. Gejala

keracunan zink pada saluran pencernaan adalah rasa mual, muntah-muntah, nyeri

perut, diare, dan demam.

I. Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang “Studi Aktivitas Enzim Tripsin terhadap Berbagai Macam Protein Nabati Jenis Umbi-Umbian” (Sandie, A., β011) menunjukkan bahwa pada kondisi optimum kasein pH 7,5, suhu 32,5, dan waktu inkubasi 25

menit enzim tripsin memiliki aktivitas rata-rata 0,0017 mg/mL per menit. Pada

(33)

18

Berdasarkan penelitian Wieninger-Rustemeyer, R., et. al. (1980), dengan

enzim tripsin dan menggunakan substrat Nα-benzoil-L-arginin-p-nitroanilida

(L-BAPA) dengan waktu inkubasi 10 menit, aktivitas rata-rata tripsin lebih besar

pada konsentrasi Zn2+ 5x10-6 mol Zn2+/L kemudian menurun pada konsentrasi 10-5

mol Zn2+/L. Ketika konsentrasi ditingkatkan lebih jauh lagi, aktivitas pada kontrol

percobaan dapat tercapai lagi.

Naz, S., et. al. (2001) menyatakan bahwa penambahan Zn (II) tidak

memberikan pengaruh besar pada aktivitas proteolitik baik dengan pemanasan

(80°C) dan tanpa pemanasan kasein (37°C), tetapi meningkatkan aktivitas enzim

tripsin pada variasi penambahan Zn (II) sebesar 0,001; 0,002; 0,003; 0,004; dan

0,005 mg/mL. Penelitian tersebut dilakukan dengan substrat kasein dan enzim

tripsin menggunakan buffer fosfat 0,01 M pH 7,5 serta waktu inkubasi 20 menit.

Berdasarkan penelitian Zhang, et. al. (2014) tentang interaksi ion Cu2+,

Pb2+, Zn2+ dengan tripsin dimana benzoil-n-arginin etil ester (BAEE) digunakan

sebagai substrat pada penelitian dan diperoleh hasil bahwa Zn2+ tidak memberikan

efek yang besar pada aktivitas dan struktur enzim tripsin. Variasi konsentrasi yang

digunakan adalah 0,0002 M; 0,0003M; 0,0010 M; 0,0015 M; dan 0,0020 M.

Pada penelitian ini digunakan metode Anson dan metode Lowry seperti

pada penelitian Sandie (2011). Penelitian dari Wieninger-Rustemeyer, Naz, dan

Zhang menunjukkan bagaimana pengaruh dari penambahan ion Zn2+ terhadap

aktivitas enzim tripsin. Penelitian Naz, S., et. al. (2001) memiliki beberapa

kesamaan dengan penelitian ini, yaitu substrat kasein, suhu 37°C, dan waktu

(34)

19

penelitian Zhang dengan sedikit perubahan menjadi 0,0010 M; 0,0015 M;

0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M.

J. Kerangka Berpikir

Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator, senyawa yang

meningkatkan kecepatan reaksi kimia dan mengatur kecepatan reaksi dalam jalur

metabolik tubuh. Enzim tripsin memiliki residu serin yang spesifik pada sisi

aktifnya dan berfungsi untuk memecah protein.

Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah pH, suhu, waktu

inkubasi, konsentrasi substrat, dan penambahan inhibitor atau aktivator. Inhibitor

atau aktivator dapat berupa molekul anorganik seperti ion logam. Logam Zn

merupakan mineral mikro esensial yang dibutuhkan oleh tubuh. Peran logam Zn

dalam proses biokimia merupakan komponen dari metalloenzymes untuk

mempertahankan kelangsungan berbagai proses metabolisme dan stabilitas

membran sel. Garam ZnSO4 sering dimanfaatkan sebagai preparat oral bagi

penderita defisiensi Zn.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dipelajari pengaruh penambahan

variasi konsentrasi ion Zn2+ dalam bentuk ZnSO4 terhadap aktivitas enzim tripsin.

Melalui penelitian ini diharapkan akan diperoleh informasi secara empirik peran

ion logam terhadap aktivitas enzim tripsin sebagai aktivator atau inhibitor.

(35)

20

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah enzim tripsin.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah aktivitas enzim tripsin dengan penambahan dan

tanpa penambahan ZnSO4 dengan variasi konsentrasi 0,0010 M; 0,0015 M;

0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M yang dilakukan pada kondisi optimum.

B.Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi konsentrasi ZnSO4,

yaitu 0,0010 M; 0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah aktivitas enzim tripsin dengan

penambahan dan tanpa penambahan ZnSO4 pada berbagai variasi konsentrasi.

3. Variabel Terkendali

Variabel terkendali dari penelitian ini adalah kondisi optimum dari enzim

tripsin yang meliputi pH, suhu, waktu inkubasi, dan konsentrasi substrat.

C.Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat-alat Penelitian

Dalam penelitian digunakan alat-alat sebagai berikut:

(36)

21 b. Seperangkat alat spektronik-20

c. Neraca analitik

d. Sentrifuge

e. Inkubator

f. pH-meter

g. Stopwatch

2. Bahan-bahan Penelitian

a. Larutan 0,1 M Buffer Fosfat pH 7,0; 8,0; 9,0

Larutan dibuat dengan menimbang 2,4 gram NaH2PO4, kemudian dilarutkan ke

dalam kira-kira 200 mL akuades. pH dibuat sesuai keinginan (pH 7,0; 8,0; dan

9,0) secara tepat dengan menambahkan NaOH 0,5 M tetes demi tetes sambil

diaduk dan diukur pH-nya menggunakan pH-meter. Larutan dipindahkan ke

dalam labu takar 250 mL, kemudian tambahkan akuades hingga tanda batas

dan dihomogenkan.

b. Larutan 10% TCA (asam trikloroasetat) 500 mL

Larutan ini dibuat dengan melarutkan 50 gram TCA ke dalam 500 mL akuades.

c. Larutan Tripsin

Larutan ini dibuat dengan melarutkan 8 mg tripsin ke dalam 20 mL buffer

fosfat 0,1 M (pH 7,0; 8,0; dan 9,0).

d. Regaen Folin-Ciocalteau 1 N 200 mL

Larutan ini dibuat dengan menambahkan 100 mL akuades pada 100 mL larutan

induk Folin-Ciocalteau menggunakan perbandingan 1 : 1, kemudian

(37)

22 e. Larutan NaOH 0,5 M 100 mL

Larutan ini dibuat dengan menimbang 2 gram kristal NaOH, kemudian

dilarutkan dengan sedikit akuades menggunakan gelas beker dan dimasukkan

ke dalam labu takar 100 mL. Tambahkan akuades hingga tanda batas dan

dihomogenkan.

f. Perekasi Lowry

1) Reagen A

Reagen ini dibuat dengan 2% Na2CO3 dalam 0,1 M NaOH. Untuk 75 mL

2% Na2CO3 diperlukan 1,5 gram Na2CO3 untuk dilarutkan dalam 75 mL 0,1

M NaOH.

2) Reagen B

Reagen ini dengan 0,5% CuSO4.5H2O dalam 1% Kalium Natrium Tatrat.

Untuk 10 mL 0,5% CuSO4.5H2O diperlukan 0,05 gram untuk dilarutkan

dalam 10 mL 1% Kalium Natrium Tatrat (1 gram Kalium Natrium Tatrat

dilarutkan dengan 10 mL akuades).

3) Reagen C

Reagen ini dibuat dari campuran antara Reagen A 75 mL dan Reagen B

1,5 mL, sehingga dari campuran ini diperoleh Reagen C sebanyak 76,5 mL.

4) Reagen E

Reagen E merupakan reagen Folin-Ciocalteau 1 N.

g. Larutan kasein 1%

Larutan ini dibuat dengan menimbang 1 gram kasein yang kemudian

dipindahkan ke dalam gelas beker serta ditambahkan beberapa tetes NaOH

(38)

23

mL 0,1 M buffer fosfat (pH 7,0; 8,0; dan 9,0) dengan cara dipanaskan ± 20

menit sambil diaduk perlahan. Untuk menjaga agar konsentrasi tetap

ditambahkan 10 mL akuades sebagai pengganti air yang menguap.

h. ZnSO4 (variasi konsentrasi: 0,0010 M; 0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan

0,0030 M yang dibuat dari larutan induk 0,01 M)

Larutan induk ZnSO4 0,01 M dibuat dengan melarutkan 0,163 gram ZnSO4

dalam 100 mL akuades.

i. Akuades

D.Prosedur Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Lowry untuk menentukan konsentrasi

protein dan penentuan aktivitas enzim tripsin dengan metode Anson. Prosedur

kerja dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

1. Penentuan Kadar Protein Baku (Kasein) dengan Metode Lowry

Kadar protein baku (kasein) diukur dengan metode Lowry (Lowry, O. H.,

et al., 1951). Prosedur pengukuran kadar protein sebagai berikut:

(39)

24

a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Pengukuran panjang gelombang maksimum menggunakan larutan kasein 1

mg/mL yang dilarutkan dalam buffer fosfat pH 8. Pengamatan panjang

gelom-bang maksimum dilakukan dengan pengukuran absorbansi pada λ 650-750 nm. Penelitian dilakukan dengan mengacu pada prosedur Lowry dengan sedikit

perubahan. Pada penelitian digunakan 1 mL larutan sampel kasein 1 mg/mL, 5

mL reagen C, dan 0,5 mL reagen E. Bagan cara kerja dapat dilihat dalam bentuk

bagan pada Lampiran 1.

b. Penentuan Kurva Standar Protein Kasein

Penentuan kurva standar protein kasein dilakukan dengan prosedur yang

sama seperti lampiran 1. Hasil panjang gelombang maksimum digunakan untuk

mengukur absorbansi dari variasi konsentrasi sampel, yaitu kasein: 0,1; 0,2; 0,3;

0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9; dan 1 mg/mL. Prosedur ini dilakukan sebanyak tiga

kali (triplo). Bagan cara kerja dapat dilihat dalam bentuk bagan pada Lampiran 2.

2. Penentuan Kadar Protein Tripsin

Tripsin sebanyak 8 mg dilarutkan ke dalam 20 mL larutan buffer fosfat

(pH = 8) untuk menentukan kadar protein perlakuannya sama seperti Lampiran 1,

tetapi larutan kasein diganti dengan larutan tripsin sebanyak 1 mL. Prosedur ini

dilakukan sebanyak tiga kali (triplo). Bagan cara kerja dapat dilihat dalam bentuk

(40)

25

3. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin dengan Metode Anson

Penentuan aktivitas enzim tripsin dilakukan dengan metode Anson.

Menurut M. L. Anson (1938), prosedur penentuan aktivitas enzim tripsin dari

metode Anson sebagai berikut:

Standar Sampel Blanko

(41)

26

Prosedur tersebut dilakukan untuk menghitung unit aktivitas enzim tripsin

dari nilai warna filtrat pencernaan pada miliekivalen tirosin. Substrat yang

diguna-kan adalah campuran hemoglobin dan buffer fosfat pH 7,5 serta reagen yang lain.

Pada standar dan blanko menggunakan 0,0008 miliekuivalen tirosin (dalam 5 mL

0,2 N asam klorida dan 0,5% formaldehid sebagai pengawet).

Pada penelitian ini prosedur metode Anson tersebut digunakan untuk

menentukan aktivitas dari enzim tripsin dengan melakukan beberapa modifikasi.

Prosedur metode Anson termodifikasi yang digunakan mengacu pada prosedur

modifikasi dari Togu Gultom dan Eddy Sulistyowati (2012: 42 - 43) dengan

digunakan TCA 10% yang dapat dilihat pada bagan di Lampiran 4.

a. Penentuan pH Optimum

Menyiapkan beberapa tabung reaksi masing – masing untuk tabung sam-pel, kontrol, dan blanko. Pada penentuan pH optimum digunakan buffer fosfat 0,1

M dengan variasi pH 7; 8; dan 9. Prosedur kerja dilakukan sama seperti Lampiran

4, tetapi pada tabung sampel dan tabung kontrol digunakan substrat kasein 1%

dengan variasi pH 7; 8; dan 9.

b. Penentuan Suhu Optimum

Menyiapkan beberapa tabung reaksi masing – masing untuk tabung sampel, kontrol dan blanko. Prosedur kerja dilakukan sama seperti Lampiran 4.

Penentuan suhu optimum dilakukan pada berbagai suhu inkubasi, yaitu 31°C;

33°C; 35°C; 37°C; dan 39°C. Waktu inkubasi yang digunakan selama 20 menit

(42)

27

c. Penentuan Waktu Inkubasi Optimum

Menentukan waktu inkubasi optimum dilakukan dengan menentukan

aktivitas enzim pada berbagai waktu inkubasi, yaitu 10 menit; 15 menit; 20 menit;

25 menit; dan 30 menit. Penentuan ini dilakukan pada pH dan suhu optimum dari

prosedur sebelumnya. Prosedur yang dilakukan sama seperti Lampiran 4 dengan

menggunakan variasi waktu inkubasi.

d. Penentuan Konsentrasi Substrat Maksimum

Menentukan konsentrasi substrat yang sesuai dengan enzim tripsin

dilakukan dengan variasi konsentrasi 2 mg/mL; 4 mg/mL; 6 mg/mL; 8 mg/mL

dan 10 mg/mL. Penentuan ini dilakukan pada pH, suhu, dan waktu inkubasi

optimum. Prosedur yang dilakukan sama seperti lampiran 4 dengan menggunakan

variasi konsentrasi substrat.

e. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin Pada Kondisi Optimum

Prosedur yang dilakukan dalam menentukan aktivitas enzim tripsin pada

kondisi optimum yaitu sama dengan Lampiran 4. Penentuan ini dilakukan pada

pH, suhu, dan waktu inkubasi optimum yang telah diketahui pada prosedur

sebelumnya.

f. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin terhadap Penambahan ZnSO4 dengan Metode Anson Termodifikasi

1) Tabung Ts (sampel)

Memasukkan 5 mL larutan kasein 1% ke dalam 5 tabung reaksi yang

berbeda kemudian melakukan prainkubasi selama 5 menit pada suhu 37oC.

(43)

28

0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M pada masing-masing tabung

sebanyak 1 mL dan 1 mL larutan tripsin serta diaduk hingga homogen.

Setelah itu, melakukan inkubasi selama waktu inkubasi optimum dan pada

suhu optimum yang telah diperoleh pada prosedur sebelumnya. Setelah

diinkubasi tambahkan 3 mL larutan TCA 10% dan mengaduknya dengan

kuat untuk menghentikan reaksi. Mendiamkan 20 menit dalam air es. Semua

tabung disentrifugasi klinis selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm.

Mengambil 2 mL filtrat yang telah disentrifugasi.

2) Tabung B (Blangko)

Memasukkan 2 mL buffer fosfat 0,1 M ke dalam tabung reaksi.

3) Tabung To (Kontrol)

Memasukkan 1 mL larutan tripsin kedalam 5 tabung reaksi berbeda.

Kemudian memasukan 3,0 mL TCA 10% dan diaduk sampai homogen.

Selanjutnya, menambahkan secara bervariasi ZnSO4 pada masing-masing

tabung sebanyak 1 mL dan memasukkan 5 mL larutan kasein 1% yang telah

dilakukan prainkubasi selama 5 menit pada suhu 37oC ke dalam 5 tabung

reaksi yang berbeda serta mengaduknya dengan kuat. Selanjutnya,

didiam-kan 20 menit dalam air es. Semua tabung disentrifugasi klinis selama 15

menit dengan kecepatan 3500 rpm. Kemudian, diambil 2 mL filtrat yang

telah disentrifugasi.

Filtrat diuji dengan metoda Anson yaitu dengan mencampurkan 2 mL

TCA-filtrat dengan 4 mL 0,5 M NaOH. Lalu, ditambahkan 1 mL reagen

Folin-Ciocalteau dan mendiamkan selama 10 menit kemudian mengukur absorbansinya

(44)

29

4 mL 0,5 M NaOH dan 1 mL reagen Folin-Ciocalteau. Ringkasan cara kerja

dapat dilihat dalam bentuk bagan pada Lampiran 5.

E. Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh adalah aktivitas enzim tripsin yang dihitung dengan

mencari selisih serapan antara tabung sampel dengan kontrol per menit. Data

aktivitas enzim tripsin dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan

aktivitas enzim tripsin tanpa dan dengan penambahan ZnSO4 pada kondisi

optimum.

1. Perhitungan Aktivitas Enzim tripsin

Rumus yang digunakan untuk perhitungan aktivitas enzim tripsin yaitu:

Akt= At - Ao t

Akt = aktivitas enzim tripsin

At = absorbansi pada waktu t menit

Ao = absorbansi pada waktu 0 menit

t = waktu inkubasi (menit)

Rumus tersebut digunakan untuk menghitung aktivitas enzim tripsin tanpa

penambahan ZnSO4 (AktN) dan menghitung aktivitas enzim tripsin dengan

pe-nambahan ZnSO4 (AktZn) pada kondisi optimum.

2. Pengaruh Penambahan ZnSO4 terhadap Aktivitas Enzim Tripsin

Berdasarkan data aktivitas enzim tripsin tanpa dan dengan penambahan

(45)

30

tripsin (sebagai sumbu y) dengan variasi konsentrasi ZnSO4 yang ditambahkan

(sebagai sumbu x) pada kondisi optimum, sehingga dapat dilihat pengaruh dari

penambahan ZnSO4 terhadap aktivitas enzim tripsin sebagai aktivator atau

(46)

31

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Laboratorium Biokimia

Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

UNY, diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Penentuan Kadar Protein Terlarut dengan Metode Lowry

a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan pengukuran

absorbansi pada panjang gelombang 650 - 750 nm. Sampel yang digunakan untuk

penentuan panjang gelombang maksimum adalah kasein 1 mg/mL. Panjang

gelombang yang dipilih adalah 720 nm dimana panjang gelombang tersebut

memberikan absorbansi terbesar, yaitu 1,096 pada rentang panjang gelombang

650 - 750 nm. Data hasil absorbansi penentuan panjang gelombang maksimum

dapat dilihat pada Lampiran 6.

b. Penentuan Kurva Standar Protein Kasein

Penentuan kurva standar protein kasein dilakukan dengan pengukuran

absorbansi pada panjang gelombang maksimum, yaitu 720 nm. Protein yang

digunakan untuk penentuan kurva standar protein adalah kasein 0,1; 0,2; 03; 0,4;

0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9; dan 1 mg/mL. Variasi konsentrasi substrat kasein diperoleh

dengan pengenceran larutan induk kasein 1 mg/mL menggunakan larutan buffer

fosfat pH 8.

Data hasil absorbansi penentuan kurva standar protein dapat dilihat pada

(47)

dihasil-32

kan dapat dibuat grafik hubungan antara konsentrasi kasein dan absorbansi,

sehingga diperoleh persamaan regresi linear (y = ax + b), yaitu y = 1,1042x +

0,0092 dengan nilai r2 sebesar 0, 9958 dan nilai r sebesar 0, 9979.

2. Penentuan Kadar Protein Tripsin

Pada penentuan kadar protein tripsin digunakan panjang gelombang 720

nm. Enzim tripsin dibuat dengan cara melarutkan padatan tripsin ke dalam larutan

buffer pH 8. Absorbansi rata-rata yang diperoleh dari pengukuran kadar protein

enzim tripsin adalah 0, 091. Absorbansi yang diperoleh dapat digunakan untuk

penentuan kadar protein dalam tripsin dengan memasukkannya ke dalam

persamaan garis linear kurva baku protein y = 1,1042x + 0,0092, sehingga

diperoleh kadar protein enzim tripsin sebesar 0,074 mg/mL. Perhitungan kadar

protein dalam tripsin dapat dilihat pada Lampiran 7.

3. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin dengan Metode Anson

a. Penentuan pH Optimum

Pada penentuan pH optimum dilakukan dengan pengukuran absorbansi

dari variasi pH 7, 8, dan 9 pada panjang gelombang 650 nm. Penentuan aktivitas

enzim tripsin dilakukan pada suhu 35°C dan waktu inkubasi 20 menit. Penentuan

pH optimum enzim tripsin dilakukan sebanyak tiga kali dengan hasil rerata

aktivitas enzim tripsin ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Penentuan pH Optimum untuk Aktivitas Enzim Tripsin

Variasi pH Aktivitas Enzim Tripsin (

pada suhu 35°C

pH 7 0,00218

pH 8 0,00473

(48)

33

Penetuan pH optimum ditentukan berdasarkan data aktivitas enzim tripsin

yang paling besar. Berdasarkan data dari Tabel 1, pH 8 memiliki aktivitas terbesar,

sehingga merupakan pH optimum. Adapun perhitungan aktivitas enzim tripsin

yang dapat dilihat pada Lampiran 8.

b. Penentuan Suhu Optimum

Pada penentuan suhu optimum dilakukan dengan pengukuran absorbansi

dari variasi suhu 31°C; 33°C; 35°C; 37°C; dan 39°C. Penentuan aktivitas enzim

tripsin dari variasi suhu optimum dilakukan pada pH optimum, yaitu 8 dan waktu

inkubasi 20 menit. Penentuan suhu optimum enzim tripsin dilakukan sebanyak

tiga kali dengan hasil rerata aktivitas enzim tripsin ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Penentuan Suhu Optimum untuk Aktivitas Enzim Tripsin

Variasi Suhu Aktivitas Enzim Tripsin (

Penentuan suhu optimum ditentukan berdasarkan data aktivitas enzim

tripsin yang paling besar. Berdasarkan Tabel 2, suhu 37°C memiliki aktivitas

terbesar, sehingga merupakan suhu optimum. Adapun perhitungan aktivitas enzim

tripsin yang dapat dilihat pada Lampiran 9.

c. Penentuan Waktu Inkubasi Optimum

Pada penentuan waktu optimum dilakukan dengan pengukuran absorbansi

dari variasi waktu inkubasi 10, 15, 20, 25, dan 30 menit. Penentuan aktivitas

(49)

34

yaitu pH 8 dan suhu 37°C. Penentuan waktu inkubasi optimum enzim tripsin

dilakukan sebanyak tiga kali dengan hasil rerata aktivitas enzim tripsin

ditunjuk-kan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Aktivitas Enzim Tripsin dengan Variasi Waktu Inkubasi

Variasi Waktu Inkubasi Aktivitas Enzim Tripsin (

Penentuan waktu inkubasi optimum ditentukan berdasarkan data aktivitas

enzim tripsin yang paling besar. Berdasarkan Tabel 3, waktu inkubasi 20 menit

memiliki aktivitas terbesar, sehingga merupakan waktu inkubasi optimum. Adapun

perhitungan aktivitas enzim tripsin yang dapat dilihat pada Lampiran 10.

d. Penentuan Konsentrasi Substrat Maksimum

Pada penentuan konsentrasi substrat maksimum dilakukan dengan

pengu-kuran absorbansi dari variasi konsentrasi substrat 2, 4, 6, 8, dan 10 mg/mL.

Penentuan aktivitas enzim tripsin dari variasi konsentrasi substrat maksimum

dilakukan pada pH, suhu, dan waktu inkubasi optimum, yaitu pH 8, suhu 37°C,

dan waktu inkubasi 20 menit. Penentuan konsentrasi substrat maksimum enzim

tripsin dilakukan sebanyak tiga kali dengan hasil rerata aktivitas enzim tripsin

ditunjukkan pada Tabel 4.

Penentuan konsentrasi substrat maksimum ditentukan berdasarkan data

aktivitas enzim tripsin yang paling besar. Berdasarkan Tabel 4, konsentrasi substrat

(50)

35

maksimum. Adapun perhitungan aktivitas enzim tripsin yang dapat dilihat pada

Lampiran 11.

Tabel 4. Hasil Aktivitas Enzim Tripsin dengan Variasi Konsentrasi Substrat

Variasi Konsentrasi Substrat Aktivitas Enzim Tripsin (

e. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin pada Kondisi Optimum

Penentuan aktivitas enzim tripsin dilakukan substrat kasein pada pH,

suhu, lama waktu, dan konsentrasi tertentu yaitu kondisi optimum yang sudah

dilakukan pada prosedur sebelumnya. Kondisi optimum yang digunakan yaitu pH

8, suhu 37°C, dan waktu inkubasi 20 menit dengan konsentrasi substrat kasein

sebesar 10 mg/mL untuk menentukan aktivitas enzim tripsin. Penentuan aktivitas

enzim tripsin pada kondisi optimum dilakukan sebanyak lima kali dengan hasil

aktivitas enzim tripsin yang ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Aktivitas Enzim Tripsin pada Kondisi Optimum

Pengukuran ke - Aktivitas Enzim Tripsin (

Berdasarkan data Tabel 5, dapat dihitung aktivitas rata-rata enzim tripsin

(51)

36

pada 37°C. Perhitungan aktivitas enzim tripsin pada kondisi optimum dapat

dilihat pada Lampiran 12.

f. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin terhadap Penambahan ZnSO4 dengan Metode Anson Termodifikasi

Penentuan aktivitas enzim tripsin terhadap penambahan ZnSO4 dengan

metode Anson modifikasi dilakukan pada kondisi optimum yaitu pH 8, suhu

37°C, waktu inkubasi 20 menit, dan konsentrasi substrat kasein 10mg/mL.

Penambahan ion logam Zn2+ dalam bentuk ZnSO4 dilakukan dengan variasi

konsentrasi 0,0010 M; 0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M.

Senyawa ZnSO4 berbagai konsentrasi yang digunakan untuk penentuan

aktivitas enzim tripsin berasal dari kristal zink sulfat yang dilarutkan dalam

akuades menjadi larutan induk ZnSO4 0,01 M. Larutan induk ZnSO4 0,01 M

diencerkan menjadi berbagai konsentrasi.

Penambahan senyawa ZnSO4 berbagai konsentrasi untuk penentuan

aktivitas enzim tripsin dilakukan dengan mencampurkan senyawa ZnSO4 dan

enzim tripsin yang selanjutnya ditambahkan pada substrat kasein. Penentuan

aktivitas enzim tripsin dengan penambahan senyawa ZnSO4 dilakukan sebanyak

tiga kali dengan hasil rerata aktivitas enzim tripsin ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin dengan Penambahan Senyawa ZnSO4

(52)

37

Berdasarkan Tabel 6, aktivitas enzim tripsin dengan penambahan berbagai

konsentrasi ZnSO4 memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan

aktivitas enzim tripsin tanpa penambahan senyawa ZnSO4 pada kondisi optimum.

Hal ini menunjukkan bahwa penambahan senyawa ZnSO4 dengan konsentrasi

0,0010 M; 0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M dapat meningkatkan

aktivitas enzim tripsin, sehingga senyawa ZnSO4 bertindak sebagai aktivator.

Perhitungan aktivitas enzim tripsin dengan penambahan berbagai konsentrasi

ZnSO4 dapat dilihat pada Lampiran 13.

B.Pembahasan

1. Penentuan Kadar Protein Terlarut dengan Metode Lowry

a. Penetuan Panjang Gelombang Maksimum

Penentuan panjang gelombang maksimum dengan sampel kasein 1 mg/mL

dilakukan pada panjang gelombang 650 - 750 nm. Panjang gelombang 720 nm

memberikan absorbansi tertinggi dan dapat dilihat dari grafik hubungan panjang

gelombang dan absorbansi pada Gambar 13.

Gambar 13. Grafik Hubungan Panjang Gelombang dan Absorbansi Kasein

1,060

650 660 670 680 690 700 710 720 730 740 750

Abso

rb

an

si

(53)

38

Berdasarkan grafik tersebut panjang gelombang maksimum dicapai pada

λ 720 nm dengan absorbansi sebesar 1,096.

b. Penentuan Kurva Standar Protein Kasein

Penentuan kurva standar protein kasein dilakukan dengan pengukuran

absorbasnsi pada panjang gelombang maksimum, yaitu 720 nm. Protein yang

digunakan pada penentuan kurva standar protein adalah kasein 0,1; 0,2; 03; 0,4;

0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9; dan 1 mg/mL. Variasi konsentrasi substrat kasein diperoleh

dengan pengenceran larutan induk kasein 1 mg/mL menggunakan larutan buffer

fosfat pH 8. Kurva standar protein yang dihasilkan disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14. Kurva Standar Protein Kasein

Pengukuran absorbansi dari variasi konsentrasi substrat kasein

mengguna-kan spektrofotometer dimana prinsip penggunaan spektrum fotometer adalah

berdasarkan hukum Lambert-Beer. Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa

konsentrasi larutan standar berbanding langsung dengan nilai serapan cahaya

(Bintang, M., 2010: 191 - 192). Hal tersebut sesuai dengan kurva standar protein

(54)

39

yang terbentuk dan diperoleh persamaan regresi linear y = 1,1042x + 0,0092

dengan nilai r sebesar 0, 9979.

2. Penetuan Kadar Protein Tripsin

Enzim merupakan jenis protein yang mempunyai sifat sangat beragam dan

spesifik. Karakterisasi terhadap tripsin diperlukan untuk mengetahui jumlah

protein enzim yang terkandung di dalam tripsin, sehingga murni atau tidaknya

tripsin yang digunakan dapat diketahui. Hasil kadar protein yang ditentukan dapat

digunakan untuk menentukan aktivitas spesifik enzim dengan pembagian antara

unit total dan kadar protein. Pada penelitian ini tidak ditentukan aktivitas

spesifiknya karena aktivitas yang digunakan sudah dapat digunakan untuk

membandingkan aktivitas enzim tripsin dengan dan tanpa penambahan ZnSO4.

Enzim tripsin dibuat dengan cara melarutkan 8 mg padatan tripsin ke

dalam 20 mL larutan buffer pH 8. Kemudian dilakukan pengukuran kadar protein

menggunakan metode Lowry seperti pada penentuan kurva standar protein, tetapi

mengganti sampel kasein dengan tripsin.

Pada penentuan kadar protein tripsin digunakan panjang gelombang 720

nm. Absorbansi yang diperoleh dari pengukuran kadar protein enzim tripsin

adalah 0,092; 0,087; dan 0,093 dengan rata-rata absorbansi protein enzim sebesar

0,091. Absorbansi yang diperoleh dapat digunakan untuk penentuan kadar protein

dalam tripsin dengan memasukkannya ke dalam persamaan garis linear kurva

baku protein y = 1,1042x + 0,0092, sehingga diperoleh kadar protein enzim

tripsin sebesar 0,074 mg/mL. Perhitungan kadar protein dalam tripsin bisa dilihat

(55)

40

3. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin dengan Metode Anson

a. Penentuan pH Optimum

Enzim tripsin pada pH optimum memLiki kecepatan reaksi paling tinggi

dan nilai pH ini stabil selama percobaan berlangsung. Adanya perubahan pada pH

optimum menyebabkan penurunan aktivitas protein terionisasi. Oleh karena itu,

perlu dilakukan penentuan pH optimum dari aktivitas enzim tripsin menggunakan

buffer fosfat pada pH yang sesuai.

Enzim tripsin diproduksi oleh pankreas yang memiliki suasana basa.

Suasana basa tersebut dijadikan acuan dalam penentuan variasi pH, sehingga pH

yang digunakan dalam penentuan pH optimum yaitu pH 7, 8, dan 9. Dalam

penentuan aktivitas enzim tripsin digunakan suhu inkubasi 35°C dan waktu

inkubasi 20 menit. Hasil penentuan pH optimum ditunjukkan pada Gambar 15.

Gambar 15. Grafik Hubungan pH dengan Aktivitas Enzim Tripsin

Berdasarkan Gambar 15, dapat diketahui bahwa pada pH 8 enzim tripsin

memiliki aktivitas paling tinggi sebesar 0,00473 mg/mL per menit pada suhu 35°C.

Pada pH 8 tripsin bekerja dengan baik dalam hidrolisis protein dan dihasilkan lebih

banyak produk. Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa tripsin yang bersumber dari

(56)

41

digunakan adalah kasein (Poedjiadi, A., 2009: 163). Konformasi tripsin paling

stabil pada pH 8 sesuai dengan keadaan alamiahnya yang memiliki suasana basa.

Pada pH tinggi atau pH rendah dari pH optimum menyebabkan proses denaturasi

yang mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim, sehingga pada pH 7 dan pH 9

aktivitas enzim tripsin lebih rendah dibandingkan pada pH 8.

b. Penentuan Suhu Optimum

Reaksi yang menggunakan katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu.

Pada setiap kenaikan suhu 10°C kecepatan reaksi hampir semua enzim meningkat

dua kali lebih cepat. Protein enzim akan terdenaturasi pada kisaran suhu 40 - 70°C

dan menyebabkan hilangnya aktivitas enzim.

Suhu optimum adalah suhu pada saat laju reaksi enzim paling tinggi

meng-ubah substrat. Selain itu, suhu optimum merupakan hasil kesetimbangan antara

laju kenaikan dan laju perusakan enzim. Suhu optimum diperoleh bila aktivitas

enzim diukur dengan menghitung banyaknya substrat yang diubah dalam jangka

waktu tertentu pada suhu yang berbeda. Temperatur optimum enzim pada

umumnya berada pada kisaran suhu 30 - 40°C. Pada hewan berdarah panas dan

manusia enzim bekerja paling efisien pada suhu 37°C. Berdasarkan data tersebut,

digunakan variasi suhu enzim tripsin sebesar 31°C, 33°C, 35°C, 37°C, dan 39°C

untuk menentukan suhu optimum dari enzim tripsin.

Dalam penentuan aktivitas enzim tripsin digunakan pH optimum yang

diperoleh dari penentuan pH optimum sebelumnya, yaitu pH 8. Sedangkan waktu

inkubasi tabung sampel dilakukan dalam waktu 20 menit. Hasil penentuan suhu

(57)

42

Berdasarkan Gambar 16, dapat diketahui bahwa enzim tripsin memiliki

suhu optimum 37°C karena memiliki aktivitas yang paling besar yaitu 0,00478

mg/mL per menit. Aktivitas yang besar menghasilkan lebih banyak produk. Selain

itu, konformasi enzim stabil dan reaksi kimia berlangsung dengan kecepatan

paling besar pada suhu optimum.

Gambar 16. Grafik Hubungan Suhu dengan Aktivitas Enzim Tripsin

Di bawah suhu optimum yaitu 37°C, aktivitas enzim tripsin lebih kecil.

Hal ini dikarenakan pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat,

sedang-kan pada suhu tinggi berlangsung lebih cepat. Penurunan aktivitas tripsin kembali

terjadi pada suhu 39°C yang disebabkan oleh proses denaturasi. Apabila terjadi

proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian

konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun akan

menurun (Poedjiadi, A., 2009: 161).

c. Penentuan Waktu Inkubasi Optimum

Waktu inkubasi adalah waktu yang dibutuhkan enzim tripsin untuk

memecah protein kasein menjadi asam amino. Semakin lama waktu inkubasi pada

(58)

43

inkubasi optimum, enzim tripsin dapat memecah protein kasein menjadi produk

secara maksimal sehingga dihasilkan lebih banyak produk. Oleh karena itu, waktu

inkubasi berpengaruh terhadap penentuan aktivitas enzim tripsin.

Dalam penentuan aktivitas enzim tripsin digunakan pH dan suhu optimum

yang sudah ditentukan pada prosedur sebelumnya. Kondisi yang digunakan pada

penentuan waktu inkubasi optimum adalah pH 8 dan suhu 37°C. Variasi waktu

inkubasi yang digunakan adalah 10 menit, 15 menit, 20 menit, 25 menit, dan 30

menit. Hasil penentuan waktu inkubasi optimum ditunjukkan pada Gambar 17.

Gambar 17. Grafik Hubungan Waktu Inkubasi dengan Aktivitas Enzim Tripsin

Berdasarkan Gambar 17, aktivitas enzim tripsin terbesar berada pada

waktu inkubasi 20 menit. Dapat disimpulkan waktu inkubasi 20 menit adalah

waktu inkubasi optimum dengan aktivitas 0,00477 mg/mL per menit pada suhu

37°C. Aktivitas enzim tripsin meningkat dari waktu inkubasi 10 menit sampai

waktu inkubasi optimum 20 menit. Hal ini menunjukkan bahwa pada waktu

inkubasi 10 menit dan 15 menit proses hidrolisis protein kasein belum maksimal

dan mencapai produk yang maksimal pada waktu inkubasi optimum 20 menit.

Apabila waktu inkubasi melampaui waktu inkubasi optimum, aktivitas enzim

tripsin mengalami penurunan.

0,00297

0,00469 0,00477 0,00401

Gambar

Gambar 1. Rumus Umum Asam Amino
Gambar 2. Struktur Enzim Tripsin
Gambar 3. Struktur Makromolekul Kasein
Gambar 6. Reaksi Reduksi Fosfotungstat dan Fosfomolibdat
+7

Referensi

Dokumen terkait

41 Hasil sidik ragam dari diameter zona hambat plantaricin asal empat galur Lactobacillus plantarum dengan perlakuan enzim tripsin terhadap bakteri Staphylococcus

Molase dapat digunakan sebagai media pertumbuhan Bacillus subtilis ATCC 6633 untuk produksi enzim fibrinolitik dengan konsentrasi optimum 0,1% tanpa sumber karbon lain

Hasil Analisis Statistik Aktivitas Spesifik Ekstrak Kasar Enzim Selulase dari Isolat Bacillus subtilis SF01 Dengan Penambahan Ion Logam. Hg 2+

Laju pertumbuhan berat ikan Nila dengan perlakuan pemberian pakan yang mengandung protein 26% tanpa penambahan enzim lebih tinggi yaitu 4,38% perhari, sedangkan

Molase dapat digunakan sebagai media pertumbuhan Bacillus subtilis ATCC 6633 untuk produksi enzim fibrinolitik dengan konsentrasi optimum 0,1% tanpa sumber karbon lain

Belum banyak data yang bisa diperoleh tentang penelitian mengenai mutu dan rendemen kecap ikan yang menggunakan bahan baku viscera ikan dengan penambahan enzim

Perlakuan C (penambahan enzim fitase dosis 1.000 mg/kg pakan) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A (tanpa enzim fitase), hal ini diduga karena adanya penambahan enzim

Penggunaan enzim tripsin dan pepsin menaikkan nilai aktivitas enzim, nilai warna, prosentase rendemen dan nilai hedonik produknya secara nyata, tetapi menurunkan nilai