i
PENGARUH PENAMBAHAN ZnSO4 TERHADAP
AKTIVITAS ENZIM TRIPSIN
SKRIPSI
Diajukan kepada
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Sains Kimia
Oleh :
KIRANA KRISTINA MULYONO
13307144012
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
iii
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Kirana Kristina Mulyono
NIM : 13307144012
Program Studi : Kimia
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Judul Penelitian : Pengaruh Penambahan ZnSO4 terhadap Aktivitas Enzim
Tripsin
Menyatakan bahwa penelitian ini merupakan hasil pekerjaan saya yang berjudul “Pengaruh Penambahan ZnSO4 terhadap Aktivitas Enzim Tripsin”. Sepanjang pengetahuan saya tidak berisi materi atau data yang telah dipublikasikan atau
ditulis oleh orang lain atau telah dipergunakan atau diterima sebagai persyaratan
studi pada universitas atau institut lain, kecuali pada bagian-bagian yang telah
dinyatakan dalam teks.
Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam pengesahan adalah asli. Jika tidak
asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.
Yogyakarta, 14 Maret 2017
Yang Menyatakan,
v
MOTTO
Where there is a will, there is a way
“Kemalasan mendatangkan tidur nyenyak, dan orang yang
lamban akan menderita lapar.”
(Amsal 19:15)
“Takutlah akan Tuhan, hai orang-orang-Nya yang kudus,
sebab tidak berkekurangan orang yang takut akan Dia!”
(Mazmur 34:10)
“ Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak
akan hilang”
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Bapak Heri Mulyono dan Ibu Tri Handayani
Atas doa dan kasih sayang yang tak pernah putus. terima kasih atas semua yang telah diberikan. Semoga Ibu dan Bapak bisa bangga denganku.
Adikku, Thimotius Dwijan Z. M. dan Christian Abiel E. M.
Terima kasih atas kasih sayang dan dukungannya untuk kakakmu ini.
Nadia, Hana, Lintang, Ayu, Era, Hitz ( Ida, Igi, Maya dan Puspa) terima kasih atas dukungan dan waktunya
Mbak Titik, Mufti, dan Nurul atas kerja samanya menyelesaikan penelitian ini.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan ZnSO4 terhadap Aktivitas Enzim Tripsin”. Penulis menyadari bahwa dari masa kuliah hingga terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari
bantuan, bimbingan dan arahan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Hartono, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Bapak Drs. Jaslin Ikhsan, M.App.Sc., Ph.D. selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri
Yogyakarta.
3. Ibu Eddy Sulistyowati, Apt., MS. selaku dosen pembimbing skripsi, dan
ketua penguji yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran.
4. Ibu Dr. Das Salirawati, M.Si selaku penguji utama, atas pertanyaan, kritik,
dan saran yang diberikan.
5. Ibu C. Budimarwanti, M.Si selaku penguji pendamping, atas pertanyaan,
kritik, dan saran yang diberikan.
6. Seluruh Dosen, Staff dan Laboran Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY
yang telah banyak membantu selama perkuliahan dan penelitian.
7. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan secara moral
maupun material dalam penyelesaian tugas akhir skripsi ini, yang tidak dapat
viii
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, sehingga penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat
membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan almamater.
Yogyakarta, Maret 2017
ix
PENGARUH PENAMBAHAN ZnSO4 TERHADAP AKTIVITAS ENZIM
TRIPSIN Oleh:
Kirana Kristina Mulyono NIM 13307144012
Pembimbing: Eddy Sulistyowati, Apt., MS. ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan ZnSO4 terhadap aktivitas enzim tripsin. Sebelumnya dilakukan penentuan kondisi optimum enzim tripsin meliputi pH, suhu, waktu inkubasi, dan konsentrasi substrat.
Penentuan aktivitas enzim tripsin dengan substrat kasein dilakukan dengan menggunakan metode Anson. Penentuan aktivitas enzim tripsin dengan dan tanpa penambahan ZnSO4 dilakukan pada kondisi optimum yang telah diperoleh. Variasi konsentrasi senyawa ZnSO4 yang ditambahkan adalah 0,0010 M; 0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah aktivitas enzim tripsin dalam satuan mg/mL per menit pada suhu 37°C. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan membandingkan aktivitas enzim tripsin dengan dan tanpa penambahan ZnSO4 pada kondisi optimum yang telah diperoleh.
Hasil penelitian menunjukkan kondisi optimum enzim tripsin pada pH 8, suhu 37°C, waktu inkubasi 20 menit, dan konsentrasi substrat 10 mg/mL. Aktivitas enzim tripsin pada kondisi optimum yaitu 0,00153 mg/mL per menit pada suhu 37°C. Untuk aktivitas enzim tripsin dengan penambahan ZnSO4 pada konsentrasi 0,0010 M; 0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M berturut-turut sebesar 0,00157; 0,00158; 0,00165; 0,00158; dan 0,00163 mg/mL per menit pada suhu 37°C. Berdasarkan data tersebut, penambahan ZnSO4 bersifat aktivator terhadap aktivitas enzim tripsin pada kondisi optimum, tetapi tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap aktivitas enzim tripsin.
x
THE EFFECT OF ZnSO4 ADDITION ON TRYPSIN’S ACTIVITY Oleh:
Kirana Kristina Mulyono NIM 13307144012
Pembimbing: Eddy Sulistyowati, Apt., MS. ABSTRACT
This research aimed to determine the effect of ZnSO4 compound against trypsin's activity. Determination of optimum condition of trypsin including the pH, temperature, incubation period and substrate's concentration had been undergone before the conduction.
Determination of trypsin's activity with casein substrate was undergone by Anson's Method. Trypsin's actvity determined with and without adding the ZnSO4 compound, were conducted in optimum condition which had been collected. The variations of ZnSO4 concentration which were added are 0.0010 M; 0.0015 M; 0,0020 M; 0.0025 M; and 0.0030 M. The data collected in this research is trypsin’s activity. The data analysis used is Descriptive-Qualitative, comparing trypsin’s activity with and without ZnSO4 addition in optimum condition that had been collected.
The results of research show the optimum condition of trypsin's activity is in pH 8; 37°C; 20 minutes of incubation period and 10 mg/mL as the concentration of substrate. The trypsin’s activity in optimum condition is 0.00153 mg/mL per minute at the 37°C temperature. On the trypsin’s activity with addition of ZnSO4 compound with 0.0010 M; 0.0015 M; 0.0020 M; 0.0025 M; and 0.0030 M in a row as the concentrations are 0.00157; 0.00158; 0.00165; 0.00158; and 0.00163 mg/mL per minute at the 37°C temperature. Based on the data, ZnSO4 has the quality as an activator against trypsin’s activity in optimum condition, but does not give big effect on trypsin’s activity.
xi
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... i
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ...Error!
xii
B. Enzim dan Substrat ...
C. Enzim Tripsin ...
D. Kasein ...
E. Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Lowry ...
F. Pengukuran Aktivitas Enzim dengan Metode Anson...
G. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim ...
H. Senyawa ZnSO4 ...
I. Penelitian yang Relevan ...
J. Kerangka Berpikir ...
BABIII.METODEPENELITIAN ... 20
A. Subyek dan Obyek Penelitian ...
B. Variabel Penelitian ...
C. Alat dan Bahan ...
D. Prosedur Penelitian ...
E. Teknik Analisa Data ... 20
20
20
23
29
BABIV.HASILDANPEMBAHASAN ... 31
A. Hasil Penelitian ...
B. Pembahasan ... 31
37
BABV.KESIMPULANDANSARAN ... 55
xiii
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 1. Hasil Penentuan pH Optimum untuk Aktivitas Enzim Tripsin... 32
Tabel 2. Hasil Penentuan Suhu Optimum untuk Aktivitas Enzim Tripsin ... 33
Tabel 3. Hasil Aktivitas Enzim Tripsin dengan Variasi Waktu Inkubasi ... 34
Tabel 4. Hasil Aktivitas Enzim Tripsin dengan Variasi Konsentrasi Sub-
strat ... 34
Tabel 5. Aktivitas Enzim Tripsin pada Kondisi Optimum ... 35
Tabel 6. Hasil Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin dengan Penambahan Se-
xiv
Gambar 6. Reaksi Reduksi Fosfotungstat dan Fosfomolibdat ... 11
Gambar 7. Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim ... 13
Gambar 8. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim ... 14
Gambar 9. Pengaruh Konsentrasi Enzim terhadap Aktivitas Enzim ... 14
Gambar 10. Pengaruh Konsentrasi Substrat terhadap Aktivitas Enzim ... 15
Gambar 11. Bagan Prosedur Penentuan Kadar Protein ... 23
Gambar 12. Bagan Prosedur Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin dengan Metode Anson ... 25
Gambar 13. Grafik Hubungan Panjang Gelombang dan Absorbansi Kasein .. 37
Gambar 14. Kurva Standar Protein Kasein ... 38
Gambar 15. Grafik Hubungan pH dengan Aktivitas Enzim Tripsin ... 40
Gambar 16. Grafik Hubungan Suhu dengan Aktivitas Enzim Tripsin ... 42
Gambar 17. Grafik Hubungan Waktu Inkubasi dengan Aktivitas Enzim Tripsin... 43
Gambar 18. Grafik Hubungan Konsentrasi Substrat dengan Aktivitas En-zim Tripsin... 44
Gambar 19. Reaksi Hidrolisis Polipeptida oleh Enzim Tripsin ... 47
Gambar 20. Hubungan Penambahan ZnSO4 Berbagai Konsentrasi dengan Aktivitas Enzim Tripsin ... 52
xv
ZnSO4 dengan Metode Anson Termodifikasi ... 63
Lampiran 6. Data Hasil Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan
Kurva Standar Protein Kasein ... 64
Lampiran 7. Data Hasil Penentuan Kadar Protein Enzim Tripsin ... 65
Lampiran 8. Data Hasil Penentuan pH Optimum untuk Aktivitas Enzim
Tripsin ... 66
Lampiran 9. Data Hasil Penentuan Suhu Optimum untuk Aktivitas Enzim
Tripsin ... 69
Lampiran 10. Data Hasil Penentuan Waktu Inkubasi Optimum untuk
Ak-tivitas Enzim Tripsin ... 73
Lampiran 11. Data Hasil Penentuan Konsentrasi Substrat Maksimum un-
tuk Aktivitas Enzim Tripsin ... 77
Lampiran 12. Data Hasil Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin pada Kondi-
si Optimum ... 81
Lampiran 13. Data Hasil Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin terhadap
Penambahan ZnSO4 dengan Metode Anson Termodifikasi ... 83
1
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Enzim merupakan kelompok protein yang bersifat katalis dan mengatur
perubahan senyawa kimia dalam sistem biologis. Setiap enzim bekerja pada
substrat tertentu. Enzim dapat dihasilkan oleh hewan, tumbuhan, dan
mikro-organisme. Enzim telah banyak digunakan dalam berbagai proses kimiawi, baik
dalam bidang industri maupun dalam bidang bioteknologi. Seiring dengan
peningkatan penggunaan enzim, berbagai eksplorasi penelitian tentang enzim
telah banyak dilakukan.
Enzim proteolitik atau protease atau proteinase merupakan salah satu jenis
enzim yang berfungsi memecah protein menjadi molekul-molekul yang lebih
kecil. Menurut Poliana dan MacCabe (2007) dalam Pengaruh Penambahan
MnCl2 terhadap Produksi Enzim Protease dari Bacillus licheniformis HSA3-1a,
enzim proteolitik atau dapat disebut juga protease berperan penting dalam semua
makhluk hidup, karena bersifat esensial dalam proses metabolisme protein.
Aktivitas proteolitik suatu enzim sangat dipengaruhi oleh pH, suhu, kekuatan
ionik, konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, adanya reduktor ataupun oksidator,
dan buffer (Dongoran, 2004). Enzim trispsin merupakan salah satu contoh enzim
proteolitik. Tripsin diproduksi dalam pankreas dan memiliki fungsi untuk
memecah protein dengan menghidrolisis ikatan-ikatan peptidanya menjadi
2
Salah satu karakteristik aktivitas enzim adalah adanya efektor, yaitu
molekul lain yang dapat mempengaruhi aktivitas katalitiknya. Aktivitas enzim
tripsin dapat ditingkatkan dengan penambahan aktivator atau dihambat dengan
penambahan inhibitor yang disebut sebagai efektor. Efektor berupa molekul
anorganik misalnya ion logam.
Berbagai unsur anorganik (mineral) terdapat dalam bahan biologi, tetapi
tidak atau belum semua mineral tersebut terbukti esensial, sehingga ada mineral
esensial dan nonesensial. Mineral esensial yaitu mineral yang sangat diperlukan
dalam proses fisiologis makhluk hidup untuk membantu kerja enzim atau
pembentukan organ. Mineral ini biasanya terikat dengan protein, termasuk enzim
untuk proses metabolisme tubuh, yaitu K, Cu, dan Zn. Mineral nonesensial
adalah logam yang perannya dalam tubuh makhluk hidup belum diketahui dan
kandungannya dalam jaringan sangat kecil. Bila kandungannya tinggi dapat
merusak organ tubuh makhluk hidup yang bersangkutan.
Logam Zn dibutuhkan manusia dalam jumlah yang sangat sedikit.
Kebutuhan Zn dalam tubuh orang dewasa sebesar 15 mg/hari dengan asumsi daya
serap usus sebesar 25%. Selain itu Zn, juga terdapat dalam jaringan dengan
konsentrasi yang sangat kecil.
Menurut Sus Derthi Widhyari (2012, 142 - 143), penyerapan Zn terjadi di
duodenum, ileum, dan jejunum dan hanya sedikit terjadi di kolon ataupun
3
pankreas digunakan untuk membuat enzim protease dan dikeluarkan ke saluran
pencernaan jika diperlukan.
Umumnya Zn dapat ditemukan dalam bahan makanan hewani yang
dikonsumsi sehari-hari, seperti dalam daging, ati, dan tiram. Selain itu, Zn sering
ditambahkan ke dalam susu untuk menambah nilai gizi dari susu tersebut. Pada
susu terdapat protein kasein. Oleh karena sumber Zn dapat berasal dari makanan
dan cairan pankreas, maka pada penelitian ini akan dicoba bagaimana pengaruh
penambahan ion Zn2+ terhadap aktivitas enzim tripsin dengan substrat kasein
pada kondisi optimum.
B.Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, pokok permasalahan
yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah:
1. Ada berbagai macam enzim protease yang digunakan dalam bidang medis,
yaitu enzim tripsin, enzim papain, dan sebagainya.
2. Ada berbagai substrat yang dapat digunakan pada enzim tertentu yaitu
albumin, kasein, bovin serum albumin (BSA), benzoil-n-arginin etil ester
(BAEE), benzoil-n-argininamide (BAA), dan asetil-L-tirosin etil ester (ATEE).
3. Aktivitas proteolitik suatu enzim dipengaruhi oleh pH, suhu, kekuatan ionik,
konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, adanya reduktor ataupun oksidator,
dan buffer.
4. Penambahan ion logam, seperti Ag+, Cu2+, Zn2+, dan Al3+ dapat mempengaruhi
4
5. Ada berbagai metode yang digunakan untuk mengetahui kadar protein, antara
lain metode Biuret, metode Lowry, dan metode Kjeldhal.
6. Ada berbagai metode yang digunakan untuk mengetahui aktivitas enzim tripsin
antara lain metode Anson dan metode Kunitz .
C.Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka diperlukan pembatasan
masalah yaitu:
1. Enzim tripsin yang digunakan dalam penelitian adalah enzim tripsin komersial
dengan merk dagang E-Merck.
2. Jenis substrat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kasein.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim tripsin yang akan diteliti
adalah pH, suhu, waktu inkubasi, konsentrasi substrat, dan penambahan
senyawa ZnSO4.
4. Ion logam yang digunakan dalam penelitian ini adalah ion logam Zn2+ dalam
bentuk senyawa ZnSO4 dengan variasi konsentrasi 0,0010 M; 0,0015 M;
0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M (Zhang, et. al., 2014).
5. Metode yang digunakan dalam penelitian untuk mengetahui kadar protein
adalah metode Lowry.
6. Metode yang digunakan dalam penelitian untuk mengetahui aktivitas enzim
5
D.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi optimum aktivitas enzim tripsin?
2. Bagaimana pengaruh penambahan ZnSO4 berbagai konsentrasi terhadap
aktivitas enzim tripsin pada kondisi optimum enzim tripsin?
E.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. menentukan kondisi optimum aktivitas enzim tripsin.
2. mengetahui pengaruh penambahan ZnSO4 berbagai konsentrasi terhadap
aktivitas enzim tripsin pada kondisi optimum enzim tripsin.
F.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Bagi mahasiswa, dapat menambah wawasan baru dalam
mengimplementasi-kan khazanah ilmu pengetahuan di bidang biologi dan kimia.
2. Bagi peneliti, dapat mengetahui pengaruh penambahan berbagai variasi
konsentrasi Zn2+ terhadap aktivitas enzim tripsin.
3. Bagi masyarakat, dapat mengetahui pengaruh kosumsi Zn terhadap aktivitas
6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.Protein
Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O,
dan N. Selain itu, molekul protein juga mengandung fosfor, belerang, besi atau
tembaga (Chayati, I. dan A., Andian Ari, 2008). Protein merupakan komponen
dalam tubuh dan memiliki fungsi, yaitu sebagai zat pembangun (membentuk
jaringan baru, mengganti jaringan yang rusak, dan mempertahankan jaringan yang
telah ada), zat pengatur (mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan
pembuluh darah), dan sumber bahan bakar apabila kebutuhan sumber bahan bakar
tidak dapat dipenuhi karbohidrat dan lemak. Selain itu, dapat pula berperan
sebagai protein aktif, seperti enzim yang dapat mengatalisis segala proses
biokimia dalam sel, hormon, dan lain-lain.
Protein merupakan suatu makromolekul karena memiliki berat molekul
yang besar yaitu ribuan sampai jutaan. Protein umumnya reaktif dan spesifik
sebab terdapat gugus samping yang reaktif dan susunan khas dari makromolekul
protein. Struktur protein tidak stabil terhadap beberapa faktor, seperti pH, radiasi,
temperatur, medium pelarut organik, dan detergen (Wirahadikusumah, M., 1989:
8 - 9).
Protein pada umumnya terdiri atas 20 macam asam amino yang berikatan
secara kovalen satu sama lain dalam variasi urutan yang bermacam-macam,
membentuk suatu rantai polipeptida. Apabila suatu protein dihidrolisis dengan
7
asam amino terdiri atom karbon (C) yang mengikat gugus amino (NH2), gugus
karboksil (COOH), atom hidrogen (H), dan rantai cabang (gugus R). Rumus
umum asam amino adalah:
Gambar 1. Rumus Umum Asam Amino
B.Enzim dan Substrat
Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator, senyawa yang
meningkatkan kecepatan reaksi kimia. Selain meningkatkan kecepatan reaksi,
enzim mengatur kecepatan reaksi dalam jalur metabolik tubuh (Williams, 1996
dalam R., Irwan, dkk., 2014). Menurut Muhamad Wirahadikusumah (1989),
klasifikasi enzim secara internasional meliputi nama golongan, nomor kode, dan
macam reaksi yang dikatalisisnya. Setiap golongan utama terbagi lagi menjadi
kelompok-kelompok enzim berdasarkan gugus substrat yang diserangnya, seperti:
1. Oksido-reduktase: berperan dalam reaksi oksidasi-reduksi
2. Transferase: berperan dalam reaksi pemindahan gugus tertentu
3. Hidrolase: berperan dalam reaksi hidrolisis
4. Liase: mengkatalisis reaksi adisi atau pemecahan ikatan rangkap dua
5. Isomerase: mengkatalisis reaksi isomerisasi
6. Ligase: mengkatalisis reaksi pembentukan ikatan dengan bantuan pemecah
8
Senyawa yang dikatalisis oleh suatu enzim disebut substrat enzim. Selain
itu, substrat suatu senyawa enzim dapat berupa senyawa organik ataupun senyawa
anorganik. Struktur kimia substrat dapat sederhana, tetapi juga dapat kompleks.
Setiap enzim mempunyai substrat tertentu (Sumardjo, 2006 dalam R., Irwan, dkk.,
2014). Beberapa contoh substrat seperti albumin, kasein, bovin serum albumin
(BSA), benzoil-n-arginin etil ester (BAEE), benzoil-n-argininamide (BAA), dan
asetil-L-tirosin etil ester (ATEE)
Reaksi antara substrat (S) misalnya protein kasein dan enzim (E)
contohnya enzim tripsin membentuk komplek enzim substrat (ES) dan akhirnya
menghasilkan produk (P) berupa asam amino dengan melepaskan enzim kembali
dapat digambarkan sebagai berikut:
S + E
⃗⃗⃗[ES]
P + E
Kasein+ Tripsin⃗⃗⃗ Kompleks Kasein-Tripsin ⃗⃗⃗ asam amino + tripsin
C.Enzim Tripsin
Enzim proteolitik, protease atau proteinase merupakan salah satu jenis
enzim yang berfungsi memecah protein menjadi molekul-molekul yang lebih
kecil. Enzim yang termasuk dalam golongan enzim proteolitik diantaranya enzim
tripsin, enzim pepsin, dan enzim papain.
Enzim tripsin memiliki residu serin yang spesifik pada sisi aktifnya,
sehingga termasuk dalam golongan enzim proteolitik atau protease serin, yaitu
enzim yang berfungsi memecah protein. Enzim trispsin memiliki residu asam
amino 224 diantaranya terdapat tirosin. Enzim ini mengkatalisis reaksi pemecahan
9
lebih sederhana. Tripsin diproduksi dalam pankreas dalam bentuk zymogen,
tripsinogen inaktif, kemudian disembunyikan dalam usus kecil, dimana enzim
etirokinase mengaktifkannya ke dalam tripsin dengan pembelahan proteolitik
(Siswati, 2007). Berikut struktur enzim tripsin (Goodsell, D., 2003) :
Gambar 2. Struktur Enzim Tripsin
D.Kasein
Kasein terdapat dalam susu dan merupakan protein tidak homogen yang
dapat dipisahkan dengan cara elektroforesis menjadi tiga komponen, disebut
kasein-α , kasein- , dan kasein- , menurut daya gerak yang menurun (deMan, J. M., 1997: 138). Kasein mengandung fosfor sebesar 0,86 % dan terdapat secara
khusus dalam bentuk ester monofosfat dengan gugus hidroksil serin dan treonin.
Kasein mengandung semua asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh. Kasein baik
dalam susu maupun dalam produk olahan susu merupakan komponen penting.
Tirosin dapat diperoleh dari kasein, yaitu protein utama yang terdapat dalam keju.
10
Gambar 3. Struktur Makromolekul Kasein
Kasein merupakan salah satu contoh substrat. Kasein secara khusus dan
terbatas dapat dihidrolisis dengan enzim proteolitik menghasilkan sejumlah
poli-peptida besar yang tidak dapat dihidrolisis lebih lanjut. Kasein dapat dihidrolisis
oleh enzim tripsin yang merupakan enzim proteolitik.
E.Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Lowry
Metode Lowry dikembangkan pada tahun 1951 dengan menggunakan
reagen pendeteksi Folin-Ciocalteau. Reagen ini biasa digunakan untuk mendeteksi
gugus-gugus fenolik. Dalam keadaan basa, ion tembaga divalent (Cu2+) dengan
ikatan peptida yang mereduksi Cu2+ menjadi tembaga monovalen (Cu+).
Gambar 4. Reaksi Cu2+ dengan Ikatan Peptida
Dalam analisa protein reagen Folin-Ciocalteau dapat mendeteksi residu oksidasi
dimana gugus fenolik tirosin akan mereduksi fosfotungstat dan fosfomolibdat yang
11
biru. Hasil reduksi ini dapat dianalisa lebih lanjut dengan melihat puncak absorpsi
yang lebar pada daerah panjang gelombang sinar tampak (600 - 800 nm).
Gambar 5. Reaksi Oksidasi Tirosin
Gambar 6. Reaksi Reduksi Fosfotungstat dan Fosfomolibdat
Kadar protein dapat ditentukan dengan membaca kurva standar, dibuat
dengan larutan protein murni yang telah diketahui kadar proteinnya misalnya BSA
(Bouvine Serum Albumin) yang memiliki rentang konsentrasi tertentu dimana
konsentrasi sampel protein berada di dalam rentang tersebut dengan konsentrasi
yang semakin naik. Penentuan kadar protein menggunakan panjang gelombang
maksimum. Panjang gelombang maksimum adalah panjang gelombang dimana
terjadi eksitasi elektronik yang memberikan absorban maksimum (Atun, S., 2016:
14).
F. Pengukuran Aktivitas Enzim dengan Metode Anson
Pada penentuan kadar dalam pengukuran secara kuantitatif aktivitas enzim,
jumlah yang sangat kecil menimbulkan masalah. Oleh karena itu, untuk enzim
yang ditentukan bukan kadarnya tetapi aktivitas katalitiknya yang sensitif dan
12
Biochemistry” satu satuan enzim adalah jumlah enzim yang dapat mengatalisis perubahan satu g/L substrat per menit pada keadaan tertentu. Aktivitas spesifik
didefinisikan sebagai jumlah mol substrat yang diubah per menit per mg protein
enzim. Untuk aktivitas total adalah jumlah mol substrat yang diubah oleh enzim
tersebut per menit per gram atau jumlah berat tertentu bahan yang digunakan untuk
enzim (sampel enzim) (Martoharsono, S. dan Kuswanto, K. R., 1976).
Metode pengujian aktivitas enzim tripsin menggunakan kasein sebagai
substrat disebut metode kaseinolitik. Sampel enzim direaksikan dengan substrat
kasein pada suhu, pH, dan lama waktu tertentu. Reaksi enzim dihentikan dengan
menambahkan larutan TCA (trikloroasetat) sehingga enzim dan sisa substrat
terdenaturasi, kecuali produk-produk peptida. Produk-produk peptida yang larut
dalam campuran reaksi tadi dipisahkan dengan cara disentrifugasi menggunakan
alat sentrifuge klinis dan ditentukan serapannya dengan menggunakan metode
-metode pengukuran serapan protein. Salah satu -metode pengukuran serapan
protein, yaitu metode Anson dimana digunakan reagen Folin-Ciocalteau sebagai
reagen warna.
G.Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim
Menurut Situmorang (2014), aktivitas enzim dipengaruhi oleh konsentrasi
enzim dan konsentrasi substrat. Pengaruh aktivator, inhibitor, dan kofaktor dalam
beberapa keadaan juga merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas
13 1. Efek suhu terhadap aktivitas enzim
Aktivitas enzim akan bertambah dengan naiknya suhu sampai tercapainya
aktivitas optimum. Kenaikan suhu lebih lanjut akan mengakibatkan menurunnya
aktivitas enzim dan pada akhirnya merusak enzim.
Gambar 7. Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim (Poedjiadi, A., 2009)
2. Efek pH terhadap aktivitas enzim
Perubahan pH akan mempengaruhi kecepatan reaksi enzim, karena
berubahnya derajat ionisasi gugus asam dan basa dari enzim. Sebagian besar
enzim, mempunyai rentang pH optimum aktivitas enzim dan mempunyai tingkat
stabilitas yang tinggi. Sebagian besar enzim mempunyai pH optimum yang
mendekati netral, sebagian kecil lainnya mempunyai pH optimum yang sangat
14
Gambar 8. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim (Poedjiadi, A., 2009)
3. Efek konsentrasi enzim terhadap aktivitas enzim
Pada enzim-enzim dengan derajat kemurniannya tinggi, terdapat suatu
hubungan linear antara jumlah enzim dan taraf aktivitas pada batas-batas tertentu.
Konsentrasi enzim pada umumnya sangat kecil, bila dibandingkan dengan
konsentrasi substrat. Saat konsentrasi enzim meningkat, maka aktivitas enzim
juga bertambah.
15
4. Efek konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim
Kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim sangat dipengaruhi oleh
konsentrasi substrat. Pada konsentrasi substrat yang sangat rendah, kecepatan
reaksi yang dikatalisis enzim juga sangat rendah. Sebaliknya, kecepatan reaksi
akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi substrat sampai tercapai titik
tertentu, yaitu titik batas kecepatan reaksi maksimum. Setelah titik batas, enzim
menjadi jenuh oleh substratnya, sehingga tidak dapat berfungsi lebih cepat.
Pembatas kecepatan enzimatis ini adalah kecepatan penguraian kompleks
enzim-substrat menjadi produk dan enzim bebas.
Gambar 10. Pengaruh Konsentrasi Substrat terhadap Aktivitas Enzim (Indah, M., 2004)
5. Efek aktivator dan inhibitor serta kofaktor terhadap aktivitas enzim
Aktifitas katalitik enzim dapat dipengaruhi oleh aktivator (bahan-bahan
yang meningkatkan aktivitas enzim) dan inhibitor (bahan-bahan yang menurunkan
aktivitas enzim). Baik inhibitor maupun aktivator, keduanya biasa disebut dengan
efektor. Beberapa enzim mempunyai “allosterik” atau sisi spesifik lain di samping sisi aktif. Pengikatan efektor alosterik dapat merubah bentuk enzim. Perubahan
16
reaksi enzimatik. Efektor dapat meningkatkan aktivitas katalitik enzim (efektor
positif) dan menurunkan atau menghambat aktivitas katalitik enzim (efektor
negatif).
Aktivitas enzim juga dipengaruhi oleh kofaktor, yaitu komponen lain yang
berfungsi sebagai katalis. Kofaktor ini dapat berupa senyawa organik yang disebut
koenzim atau senyawa non organik (aktivator) seperti ion logam Fe2+, Mn2+, Zn2+,
dan Ca2+. Ion logam berperan dalam proses katalitik dengan berfungsi sebagai
elektrofil. Kemampuan logam tertentu untuk berikatan dengan banyak ligan dalam
bidang koordinasi logam menyebabkan logam dapat ikut serta dalam pengikatan
substrat atau koenzim ke enzim dan menimbulkan polarisasi gugus reaktif pada
sisi aktif.
Inhibitor adalah senyawa yang menurunkan kecepatan reaksi enzimatik.
Berdasarkan sifat kinetiknya inhibitor dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu
inhibitor kompetitif, non-kompetitif reversible, dan non-kompetitif irreversible.
Inhibitor kompetitif terikat secara reversible, biasanya senyawanya menyerupai
substrat dan berkompetisi untuk terikat pada sisi aktif enzim. Inhibitor
non-kompetitif reversible mempunyai sifat dapat berikatan dengan enzim bebas
ataupun kompleks enzim, bisa menurunkan kadar enzim aktif, terikat pada tempat
yang berbeda dari pengikat substrat. Contohnya ialah Ag+ dan Pb2+. Sedangkan
inhibitor non-kompetitif irreversible membuat enzim menjadi inaktif dengan cara
17
H. Senyawa ZnSO4
Zink merupakan zat gizi mikro esensial yang memiliki fungsi dan
kegunaan penting bagi tubuh. Kebutuhan akan Zn ditentukan oleh proses
fisiologis kebutuhan jaringan, banyaknya Zn yang dikeluarkan dari tubuh, dan
karakteristik diet seseorang (Hidayat, A., 1999: 23). Dalam semua senyawa
sederhana, zink mempunyai tingkat oksidasi +2 dan memiliki sifat yang lunak
serta reaktif. Zink dapat dijumpai dalam bentuk organik seperti Zink lisinat dan
Zink metionat dan bentuk anorganik seperti Zink oksida (ZnO), Zink karbonat
(ZnCO3), dan Zink sulfat (ZnSO4H2O).
Garam zink dalam bentuk padatan anorganik seperti zink sulfat heptahidrat
(ZnSO4.7H2O) sebagian besar larut dalam air dan larutannya mengandung ion
kompleks tak berwarna heksaakuazink (II), [Zn(H2O)6]2+ (Sugiyarto, K. H. dan
Suyanti, R. D., 2010: 317, 318). Struktur zink sulfat heptahidrat adalah
[Zn(H2O)6]2+[SO4.H2O]2-. Zink sulfat dapat dimanfaatkan untuk preparat oral.
Setiap mg elemen zink setara dengan 4,4 mg ZnSO4.7H2O. Pada dosis 225-440
mg elemen zink dapat menimbulkan muntah-muntah dan gejala keracunan. Gejala
keracunan zink pada saluran pencernaan adalah rasa mual, muntah-muntah, nyeri
perut, diare, dan demam.
I. Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang “Studi Aktivitas Enzim Tripsin terhadap Berbagai Macam Protein Nabati Jenis Umbi-Umbian” (Sandie, A., β011) menunjukkan bahwa pada kondisi optimum kasein pH 7,5, suhu 32,5, dan waktu inkubasi 25
menit enzim tripsin memiliki aktivitas rata-rata 0,0017 mg/mL per menit. Pada
18
Berdasarkan penelitian Wieninger-Rustemeyer, R., et. al. (1980), dengan
enzim tripsin dan menggunakan substrat Nα-benzoil-L-arginin-p-nitroanilida
(L-BAPA) dengan waktu inkubasi 10 menit, aktivitas rata-rata tripsin lebih besar
pada konsentrasi Zn2+ 5x10-6 mol Zn2+/L kemudian menurun pada konsentrasi 10-5
mol Zn2+/L. Ketika konsentrasi ditingkatkan lebih jauh lagi, aktivitas pada kontrol
percobaan dapat tercapai lagi.
Naz, S., et. al. (2001) menyatakan bahwa penambahan Zn (II) tidak
memberikan pengaruh besar pada aktivitas proteolitik baik dengan pemanasan
(80°C) dan tanpa pemanasan kasein (37°C), tetapi meningkatkan aktivitas enzim
tripsin pada variasi penambahan Zn (II) sebesar 0,001; 0,002; 0,003; 0,004; dan
0,005 mg/mL. Penelitian tersebut dilakukan dengan substrat kasein dan enzim
tripsin menggunakan buffer fosfat 0,01 M pH 7,5 serta waktu inkubasi 20 menit.
Berdasarkan penelitian Zhang, et. al. (2014) tentang interaksi ion Cu2+,
Pb2+, Zn2+ dengan tripsin dimana benzoil-n-arginin etil ester (BAEE) digunakan
sebagai substrat pada penelitian dan diperoleh hasil bahwa Zn2+ tidak memberikan
efek yang besar pada aktivitas dan struktur enzim tripsin. Variasi konsentrasi yang
digunakan adalah 0,0002 M; 0,0003M; 0,0010 M; 0,0015 M; dan 0,0020 M.
Pada penelitian ini digunakan metode Anson dan metode Lowry seperti
pada penelitian Sandie (2011). Penelitian dari Wieninger-Rustemeyer, Naz, dan
Zhang menunjukkan bagaimana pengaruh dari penambahan ion Zn2+ terhadap
aktivitas enzim tripsin. Penelitian Naz, S., et. al. (2001) memiliki beberapa
kesamaan dengan penelitian ini, yaitu substrat kasein, suhu 37°C, dan waktu
19
penelitian Zhang dengan sedikit perubahan menjadi 0,0010 M; 0,0015 M;
0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M.
J. Kerangka Berpikir
Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator, senyawa yang
meningkatkan kecepatan reaksi kimia dan mengatur kecepatan reaksi dalam jalur
metabolik tubuh. Enzim tripsin memiliki residu serin yang spesifik pada sisi
aktifnya dan berfungsi untuk memecah protein.
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah pH, suhu, waktu
inkubasi, konsentrasi substrat, dan penambahan inhibitor atau aktivator. Inhibitor
atau aktivator dapat berupa molekul anorganik seperti ion logam. Logam Zn
merupakan mineral mikro esensial yang dibutuhkan oleh tubuh. Peran logam Zn
dalam proses biokimia merupakan komponen dari metalloenzymes untuk
mempertahankan kelangsungan berbagai proses metabolisme dan stabilitas
membran sel. Garam ZnSO4 sering dimanfaatkan sebagai preparat oral bagi
penderita defisiensi Zn.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dipelajari pengaruh penambahan
variasi konsentrasi ion Zn2+ dalam bentuk ZnSO4 terhadap aktivitas enzim tripsin.
Melalui penelitian ini diharapkan akan diperoleh informasi secara empirik peran
ion logam terhadap aktivitas enzim tripsin sebagai aktivator atau inhibitor.
20
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah enzim tripsin.
2. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah aktivitas enzim tripsin dengan penambahan dan
tanpa penambahan ZnSO4 dengan variasi konsentrasi 0,0010 M; 0,0015 M;
0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M yang dilakukan pada kondisi optimum.
B.Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi konsentrasi ZnSO4,
yaitu 0,0010 M; 0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah aktivitas enzim tripsin dengan
penambahan dan tanpa penambahan ZnSO4 pada berbagai variasi konsentrasi.
3. Variabel Terkendali
Variabel terkendali dari penelitian ini adalah kondisi optimum dari enzim
tripsin yang meliputi pH, suhu, waktu inkubasi, dan konsentrasi substrat.
C.Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat-alat Penelitian
Dalam penelitian digunakan alat-alat sebagai berikut:
21 b. Seperangkat alat spektronik-20
c. Neraca analitik
d. Sentrifuge
e. Inkubator
f. pH-meter
g. Stopwatch
2. Bahan-bahan Penelitian
a. Larutan 0,1 M Buffer Fosfat pH 7,0; 8,0; 9,0
Larutan dibuat dengan menimbang 2,4 gram NaH2PO4, kemudian dilarutkan ke
dalam kira-kira 200 mL akuades. pH dibuat sesuai keinginan (pH 7,0; 8,0; dan
9,0) secara tepat dengan menambahkan NaOH 0,5 M tetes demi tetes sambil
diaduk dan diukur pH-nya menggunakan pH-meter. Larutan dipindahkan ke
dalam labu takar 250 mL, kemudian tambahkan akuades hingga tanda batas
dan dihomogenkan.
b. Larutan 10% TCA (asam trikloroasetat) 500 mL
Larutan ini dibuat dengan melarutkan 50 gram TCA ke dalam 500 mL akuades.
c. Larutan Tripsin
Larutan ini dibuat dengan melarutkan 8 mg tripsin ke dalam 20 mL buffer
fosfat 0,1 M (pH 7,0; 8,0; dan 9,0).
d. Regaen Folin-Ciocalteau 1 N 200 mL
Larutan ini dibuat dengan menambahkan 100 mL akuades pada 100 mL larutan
induk Folin-Ciocalteau menggunakan perbandingan 1 : 1, kemudian
22 e. Larutan NaOH 0,5 M 100 mL
Larutan ini dibuat dengan menimbang 2 gram kristal NaOH, kemudian
dilarutkan dengan sedikit akuades menggunakan gelas beker dan dimasukkan
ke dalam labu takar 100 mL. Tambahkan akuades hingga tanda batas dan
dihomogenkan.
f. Perekasi Lowry
1) Reagen A
Reagen ini dibuat dengan 2% Na2CO3 dalam 0,1 M NaOH. Untuk 75 mL
2% Na2CO3 diperlukan 1,5 gram Na2CO3 untuk dilarutkan dalam 75 mL 0,1
M NaOH.
2) Reagen B
Reagen ini dengan 0,5% CuSO4.5H2O dalam 1% Kalium Natrium Tatrat.
Untuk 10 mL 0,5% CuSO4.5H2O diperlukan 0,05 gram untuk dilarutkan
dalam 10 mL 1% Kalium Natrium Tatrat (1 gram Kalium Natrium Tatrat
dilarutkan dengan 10 mL akuades).
3) Reagen C
Reagen ini dibuat dari campuran antara Reagen A 75 mL dan Reagen B
1,5 mL, sehingga dari campuran ini diperoleh Reagen C sebanyak 76,5 mL.
4) Reagen E
Reagen E merupakan reagen Folin-Ciocalteau 1 N.
g. Larutan kasein 1%
Larutan ini dibuat dengan menimbang 1 gram kasein yang kemudian
dipindahkan ke dalam gelas beker serta ditambahkan beberapa tetes NaOH
23
mL 0,1 M buffer fosfat (pH 7,0; 8,0; dan 9,0) dengan cara dipanaskan ± 20
menit sambil diaduk perlahan. Untuk menjaga agar konsentrasi tetap
ditambahkan 10 mL akuades sebagai pengganti air yang menguap.
h. ZnSO4 (variasi konsentrasi: 0,0010 M; 0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan
0,0030 M yang dibuat dari larutan induk 0,01 M)
Larutan induk ZnSO4 0,01 M dibuat dengan melarutkan 0,163 gram ZnSO4
dalam 100 mL akuades.
i. Akuades
D.Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Lowry untuk menentukan konsentrasi
protein dan penentuan aktivitas enzim tripsin dengan metode Anson. Prosedur
kerja dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1. Penentuan Kadar Protein Baku (Kasein) dengan Metode Lowry
Kadar protein baku (kasein) diukur dengan metode Lowry (Lowry, O. H.,
et al., 1951). Prosedur pengukuran kadar protein sebagai berikut:
24
a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Pengukuran panjang gelombang maksimum menggunakan larutan kasein 1
mg/mL yang dilarutkan dalam buffer fosfat pH 8. Pengamatan panjang
gelom-bang maksimum dilakukan dengan pengukuran absorbansi pada λ 650-750 nm. Penelitian dilakukan dengan mengacu pada prosedur Lowry dengan sedikit
perubahan. Pada penelitian digunakan 1 mL larutan sampel kasein 1 mg/mL, 5
mL reagen C, dan 0,5 mL reagen E. Bagan cara kerja dapat dilihat dalam bentuk
bagan pada Lampiran 1.
b. Penentuan Kurva Standar Protein Kasein
Penentuan kurva standar protein kasein dilakukan dengan prosedur yang
sama seperti lampiran 1. Hasil panjang gelombang maksimum digunakan untuk
mengukur absorbansi dari variasi konsentrasi sampel, yaitu kasein: 0,1; 0,2; 0,3;
0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9; dan 1 mg/mL. Prosedur ini dilakukan sebanyak tiga
kali (triplo). Bagan cara kerja dapat dilihat dalam bentuk bagan pada Lampiran 2.
2. Penentuan Kadar Protein Tripsin
Tripsin sebanyak 8 mg dilarutkan ke dalam 20 mL larutan buffer fosfat
(pH = 8) untuk menentukan kadar protein perlakuannya sama seperti Lampiran 1,
tetapi larutan kasein diganti dengan larutan tripsin sebanyak 1 mL. Prosedur ini
dilakukan sebanyak tiga kali (triplo). Bagan cara kerja dapat dilihat dalam bentuk
25
3. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin dengan Metode Anson
Penentuan aktivitas enzim tripsin dilakukan dengan metode Anson.
Menurut M. L. Anson (1938), prosedur penentuan aktivitas enzim tripsin dari
metode Anson sebagai berikut:
Standar Sampel Blanko
26
Prosedur tersebut dilakukan untuk menghitung unit aktivitas enzim tripsin
dari nilai warna filtrat pencernaan pada miliekivalen tirosin. Substrat yang
diguna-kan adalah campuran hemoglobin dan buffer fosfat pH 7,5 serta reagen yang lain.
Pada standar dan blanko menggunakan 0,0008 miliekuivalen tirosin (dalam 5 mL
0,2 N asam klorida dan 0,5% formaldehid sebagai pengawet).
Pada penelitian ini prosedur metode Anson tersebut digunakan untuk
menentukan aktivitas dari enzim tripsin dengan melakukan beberapa modifikasi.
Prosedur metode Anson termodifikasi yang digunakan mengacu pada prosedur
modifikasi dari Togu Gultom dan Eddy Sulistyowati (2012: 42 - 43) dengan
digunakan TCA 10% yang dapat dilihat pada bagan di Lampiran 4.
a. Penentuan pH Optimum
Menyiapkan beberapa tabung reaksi masing – masing untuk tabung sam-pel, kontrol, dan blanko. Pada penentuan pH optimum digunakan buffer fosfat 0,1
M dengan variasi pH 7; 8; dan 9. Prosedur kerja dilakukan sama seperti Lampiran
4, tetapi pada tabung sampel dan tabung kontrol digunakan substrat kasein 1%
dengan variasi pH 7; 8; dan 9.
b. Penentuan Suhu Optimum
Menyiapkan beberapa tabung reaksi masing – masing untuk tabung sampel, kontrol dan blanko. Prosedur kerja dilakukan sama seperti Lampiran 4.
Penentuan suhu optimum dilakukan pada berbagai suhu inkubasi, yaitu 31°C;
33°C; 35°C; 37°C; dan 39°C. Waktu inkubasi yang digunakan selama 20 menit
27
c. Penentuan Waktu Inkubasi Optimum
Menentukan waktu inkubasi optimum dilakukan dengan menentukan
aktivitas enzim pada berbagai waktu inkubasi, yaitu 10 menit; 15 menit; 20 menit;
25 menit; dan 30 menit. Penentuan ini dilakukan pada pH dan suhu optimum dari
prosedur sebelumnya. Prosedur yang dilakukan sama seperti Lampiran 4 dengan
menggunakan variasi waktu inkubasi.
d. Penentuan Konsentrasi Substrat Maksimum
Menentukan konsentrasi substrat yang sesuai dengan enzim tripsin
dilakukan dengan variasi konsentrasi 2 mg/mL; 4 mg/mL; 6 mg/mL; 8 mg/mL
dan 10 mg/mL. Penentuan ini dilakukan pada pH, suhu, dan waktu inkubasi
optimum. Prosedur yang dilakukan sama seperti lampiran 4 dengan menggunakan
variasi konsentrasi substrat.
e. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin Pada Kondisi Optimum
Prosedur yang dilakukan dalam menentukan aktivitas enzim tripsin pada
kondisi optimum yaitu sama dengan Lampiran 4. Penentuan ini dilakukan pada
pH, suhu, dan waktu inkubasi optimum yang telah diketahui pada prosedur
sebelumnya.
f. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin terhadap Penambahan ZnSO4 dengan Metode Anson Termodifikasi
1) Tabung Ts (sampel)
Memasukkan 5 mL larutan kasein 1% ke dalam 5 tabung reaksi yang
berbeda kemudian melakukan prainkubasi selama 5 menit pada suhu 37oC.
28
0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M pada masing-masing tabung
sebanyak 1 mL dan 1 mL larutan tripsin serta diaduk hingga homogen.
Setelah itu, melakukan inkubasi selama waktu inkubasi optimum dan pada
suhu optimum yang telah diperoleh pada prosedur sebelumnya. Setelah
diinkubasi tambahkan 3 mL larutan TCA 10% dan mengaduknya dengan
kuat untuk menghentikan reaksi. Mendiamkan 20 menit dalam air es. Semua
tabung disentrifugasi klinis selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm.
Mengambil 2 mL filtrat yang telah disentrifugasi.
2) Tabung B (Blangko)
Memasukkan 2 mL buffer fosfat 0,1 M ke dalam tabung reaksi.
3) Tabung To (Kontrol)
Memasukkan 1 mL larutan tripsin kedalam 5 tabung reaksi berbeda.
Kemudian memasukan 3,0 mL TCA 10% dan diaduk sampai homogen.
Selanjutnya, menambahkan secara bervariasi ZnSO4 pada masing-masing
tabung sebanyak 1 mL dan memasukkan 5 mL larutan kasein 1% yang telah
dilakukan prainkubasi selama 5 menit pada suhu 37oC ke dalam 5 tabung
reaksi yang berbeda serta mengaduknya dengan kuat. Selanjutnya,
didiam-kan 20 menit dalam air es. Semua tabung disentrifugasi klinis selama 15
menit dengan kecepatan 3500 rpm. Kemudian, diambil 2 mL filtrat yang
telah disentrifugasi.
Filtrat diuji dengan metoda Anson yaitu dengan mencampurkan 2 mL
TCA-filtrat dengan 4 mL 0,5 M NaOH. Lalu, ditambahkan 1 mL reagen
Folin-Ciocalteau dan mendiamkan selama 10 menit kemudian mengukur absorbansinya
29
4 mL 0,5 M NaOH dan 1 mL reagen Folin-Ciocalteau. Ringkasan cara kerja
dapat dilihat dalam bentuk bagan pada Lampiran 5.
E. Teknik Analisa Data
Data yang diperoleh adalah aktivitas enzim tripsin yang dihitung dengan
mencari selisih serapan antara tabung sampel dengan kontrol per menit. Data
aktivitas enzim tripsin dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan
aktivitas enzim tripsin tanpa dan dengan penambahan ZnSO4 pada kondisi
optimum.
1. Perhitungan Aktivitas Enzim tripsin
Rumus yang digunakan untuk perhitungan aktivitas enzim tripsin yaitu:
Akt= At - Ao t
Akt = aktivitas enzim tripsin
At = absorbansi pada waktu t menit
Ao = absorbansi pada waktu 0 menit
t = waktu inkubasi (menit)
Rumus tersebut digunakan untuk menghitung aktivitas enzim tripsin tanpa
penambahan ZnSO4 (AktN) dan menghitung aktivitas enzim tripsin dengan
pe-nambahan ZnSO4 (AktZn) pada kondisi optimum.
2. Pengaruh Penambahan ZnSO4 terhadap Aktivitas Enzim Tripsin
Berdasarkan data aktivitas enzim tripsin tanpa dan dengan penambahan
30
tripsin (sebagai sumbu y) dengan variasi konsentrasi ZnSO4 yang ditambahkan
(sebagai sumbu x) pada kondisi optimum, sehingga dapat dilihat pengaruh dari
penambahan ZnSO4 terhadap aktivitas enzim tripsin sebagai aktivator atau
31
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Laboratorium Biokimia
Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
UNY, diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Penentuan Kadar Protein Terlarut dengan Metode Lowry
a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan pengukuran
absorbansi pada panjang gelombang 650 - 750 nm. Sampel yang digunakan untuk
penentuan panjang gelombang maksimum adalah kasein 1 mg/mL. Panjang
gelombang yang dipilih adalah 720 nm dimana panjang gelombang tersebut
memberikan absorbansi terbesar, yaitu 1,096 pada rentang panjang gelombang
650 - 750 nm. Data hasil absorbansi penentuan panjang gelombang maksimum
dapat dilihat pada Lampiran 6.
b. Penentuan Kurva Standar Protein Kasein
Penentuan kurva standar protein kasein dilakukan dengan pengukuran
absorbansi pada panjang gelombang maksimum, yaitu 720 nm. Protein yang
digunakan untuk penentuan kurva standar protein adalah kasein 0,1; 0,2; 03; 0,4;
0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9; dan 1 mg/mL. Variasi konsentrasi substrat kasein diperoleh
dengan pengenceran larutan induk kasein 1 mg/mL menggunakan larutan buffer
fosfat pH 8.
Data hasil absorbansi penentuan kurva standar protein dapat dilihat pada
dihasil-32
kan dapat dibuat grafik hubungan antara konsentrasi kasein dan absorbansi,
sehingga diperoleh persamaan regresi linear (y = ax + b), yaitu y = 1,1042x +
0,0092 dengan nilai r2 sebesar 0, 9958 dan nilai r sebesar 0, 9979.
2. Penentuan Kadar Protein Tripsin
Pada penentuan kadar protein tripsin digunakan panjang gelombang 720
nm. Enzim tripsin dibuat dengan cara melarutkan padatan tripsin ke dalam larutan
buffer pH 8. Absorbansi rata-rata yang diperoleh dari pengukuran kadar protein
enzim tripsin adalah 0, 091. Absorbansi yang diperoleh dapat digunakan untuk
penentuan kadar protein dalam tripsin dengan memasukkannya ke dalam
persamaan garis linear kurva baku protein y = 1,1042x + 0,0092, sehingga
diperoleh kadar protein enzim tripsin sebesar 0,074 mg/mL. Perhitungan kadar
protein dalam tripsin dapat dilihat pada Lampiran 7.
3. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin dengan Metode Anson
a. Penentuan pH Optimum
Pada penentuan pH optimum dilakukan dengan pengukuran absorbansi
dari variasi pH 7, 8, dan 9 pada panjang gelombang 650 nm. Penentuan aktivitas
enzim tripsin dilakukan pada suhu 35°C dan waktu inkubasi 20 menit. Penentuan
pH optimum enzim tripsin dilakukan sebanyak tiga kali dengan hasil rerata
aktivitas enzim tripsin ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Penentuan pH Optimum untuk Aktivitas Enzim Tripsin
Variasi pH Aktivitas Enzim Tripsin (
pada suhu 35°C
pH 7 0,00218
pH 8 0,00473
33
Penetuan pH optimum ditentukan berdasarkan data aktivitas enzim tripsin
yang paling besar. Berdasarkan data dari Tabel 1, pH 8 memiliki aktivitas terbesar,
sehingga merupakan pH optimum. Adapun perhitungan aktivitas enzim tripsin
yang dapat dilihat pada Lampiran 8.
b. Penentuan Suhu Optimum
Pada penentuan suhu optimum dilakukan dengan pengukuran absorbansi
dari variasi suhu 31°C; 33°C; 35°C; 37°C; dan 39°C. Penentuan aktivitas enzim
tripsin dari variasi suhu optimum dilakukan pada pH optimum, yaitu 8 dan waktu
inkubasi 20 menit. Penentuan suhu optimum enzim tripsin dilakukan sebanyak
tiga kali dengan hasil rerata aktivitas enzim tripsin ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Penentuan Suhu Optimum untuk Aktivitas Enzim Tripsin
Variasi Suhu Aktivitas Enzim Tripsin (
Penentuan suhu optimum ditentukan berdasarkan data aktivitas enzim
tripsin yang paling besar. Berdasarkan Tabel 2, suhu 37°C memiliki aktivitas
terbesar, sehingga merupakan suhu optimum. Adapun perhitungan aktivitas enzim
tripsin yang dapat dilihat pada Lampiran 9.
c. Penentuan Waktu Inkubasi Optimum
Pada penentuan waktu optimum dilakukan dengan pengukuran absorbansi
dari variasi waktu inkubasi 10, 15, 20, 25, dan 30 menit. Penentuan aktivitas
34
yaitu pH 8 dan suhu 37°C. Penentuan waktu inkubasi optimum enzim tripsin
dilakukan sebanyak tiga kali dengan hasil rerata aktivitas enzim tripsin
ditunjuk-kan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Aktivitas Enzim Tripsin dengan Variasi Waktu Inkubasi
Variasi Waktu Inkubasi Aktivitas Enzim Tripsin (
Penentuan waktu inkubasi optimum ditentukan berdasarkan data aktivitas
enzim tripsin yang paling besar. Berdasarkan Tabel 3, waktu inkubasi 20 menit
memiliki aktivitas terbesar, sehingga merupakan waktu inkubasi optimum. Adapun
perhitungan aktivitas enzim tripsin yang dapat dilihat pada Lampiran 10.
d. Penentuan Konsentrasi Substrat Maksimum
Pada penentuan konsentrasi substrat maksimum dilakukan dengan
pengu-kuran absorbansi dari variasi konsentrasi substrat 2, 4, 6, 8, dan 10 mg/mL.
Penentuan aktivitas enzim tripsin dari variasi konsentrasi substrat maksimum
dilakukan pada pH, suhu, dan waktu inkubasi optimum, yaitu pH 8, suhu 37°C,
dan waktu inkubasi 20 menit. Penentuan konsentrasi substrat maksimum enzim
tripsin dilakukan sebanyak tiga kali dengan hasil rerata aktivitas enzim tripsin
ditunjukkan pada Tabel 4.
Penentuan konsentrasi substrat maksimum ditentukan berdasarkan data
aktivitas enzim tripsin yang paling besar. Berdasarkan Tabel 4, konsentrasi substrat
35
maksimum. Adapun perhitungan aktivitas enzim tripsin yang dapat dilihat pada
Lampiran 11.
Tabel 4. Hasil Aktivitas Enzim Tripsin dengan Variasi Konsentrasi Substrat
Variasi Konsentrasi Substrat Aktivitas Enzim Tripsin (
e. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin pada Kondisi Optimum
Penentuan aktivitas enzim tripsin dilakukan substrat kasein pada pH,
suhu, lama waktu, dan konsentrasi tertentu yaitu kondisi optimum yang sudah
dilakukan pada prosedur sebelumnya. Kondisi optimum yang digunakan yaitu pH
8, suhu 37°C, dan waktu inkubasi 20 menit dengan konsentrasi substrat kasein
sebesar 10 mg/mL untuk menentukan aktivitas enzim tripsin. Penentuan aktivitas
enzim tripsin pada kondisi optimum dilakukan sebanyak lima kali dengan hasil
aktivitas enzim tripsin yang ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Aktivitas Enzim Tripsin pada Kondisi Optimum
Pengukuran ke - Aktivitas Enzim Tripsin (
Berdasarkan data Tabel 5, dapat dihitung aktivitas rata-rata enzim tripsin
36
pada 37°C. Perhitungan aktivitas enzim tripsin pada kondisi optimum dapat
dilihat pada Lampiran 12.
f. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin terhadap Penambahan ZnSO4 dengan Metode Anson Termodifikasi
Penentuan aktivitas enzim tripsin terhadap penambahan ZnSO4 dengan
metode Anson modifikasi dilakukan pada kondisi optimum yaitu pH 8, suhu
37°C, waktu inkubasi 20 menit, dan konsentrasi substrat kasein 10mg/mL.
Penambahan ion logam Zn2+ dalam bentuk ZnSO4 dilakukan dengan variasi
konsentrasi 0,0010 M; 0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M.
Senyawa ZnSO4 berbagai konsentrasi yang digunakan untuk penentuan
aktivitas enzim tripsin berasal dari kristal zink sulfat yang dilarutkan dalam
akuades menjadi larutan induk ZnSO4 0,01 M. Larutan induk ZnSO4 0,01 M
diencerkan menjadi berbagai konsentrasi.
Penambahan senyawa ZnSO4 berbagai konsentrasi untuk penentuan
aktivitas enzim tripsin dilakukan dengan mencampurkan senyawa ZnSO4 dan
enzim tripsin yang selanjutnya ditambahkan pada substrat kasein. Penentuan
aktivitas enzim tripsin dengan penambahan senyawa ZnSO4 dilakukan sebanyak
tiga kali dengan hasil rerata aktivitas enzim tripsin ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin dengan Penambahan Senyawa ZnSO4
37
Berdasarkan Tabel 6, aktivitas enzim tripsin dengan penambahan berbagai
konsentrasi ZnSO4 memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
aktivitas enzim tripsin tanpa penambahan senyawa ZnSO4 pada kondisi optimum.
Hal ini menunjukkan bahwa penambahan senyawa ZnSO4 dengan konsentrasi
0,0010 M; 0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M dapat meningkatkan
aktivitas enzim tripsin, sehingga senyawa ZnSO4 bertindak sebagai aktivator.
Perhitungan aktivitas enzim tripsin dengan penambahan berbagai konsentrasi
ZnSO4 dapat dilihat pada Lampiran 13.
B.Pembahasan
1. Penentuan Kadar Protein Terlarut dengan Metode Lowry
a. Penetuan Panjang Gelombang Maksimum
Penentuan panjang gelombang maksimum dengan sampel kasein 1 mg/mL
dilakukan pada panjang gelombang 650 - 750 nm. Panjang gelombang 720 nm
memberikan absorbansi tertinggi dan dapat dilihat dari grafik hubungan panjang
gelombang dan absorbansi pada Gambar 13.
Gambar 13. Grafik Hubungan Panjang Gelombang dan Absorbansi Kasein
1,060
650 660 670 680 690 700 710 720 730 740 750
Abso
rb
an
si
38
Berdasarkan grafik tersebut panjang gelombang maksimum dicapai pada
λ 720 nm dengan absorbansi sebesar 1,096.
b. Penentuan Kurva Standar Protein Kasein
Penentuan kurva standar protein kasein dilakukan dengan pengukuran
absorbasnsi pada panjang gelombang maksimum, yaitu 720 nm. Protein yang
digunakan pada penentuan kurva standar protein adalah kasein 0,1; 0,2; 03; 0,4;
0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9; dan 1 mg/mL. Variasi konsentrasi substrat kasein diperoleh
dengan pengenceran larutan induk kasein 1 mg/mL menggunakan larutan buffer
fosfat pH 8. Kurva standar protein yang dihasilkan disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14. Kurva Standar Protein Kasein
Pengukuran absorbansi dari variasi konsentrasi substrat kasein
mengguna-kan spektrofotometer dimana prinsip penggunaan spektrum fotometer adalah
berdasarkan hukum Lambert-Beer. Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa
konsentrasi larutan standar berbanding langsung dengan nilai serapan cahaya
(Bintang, M., 2010: 191 - 192). Hal tersebut sesuai dengan kurva standar protein
39
yang terbentuk dan diperoleh persamaan regresi linear y = 1,1042x + 0,0092
dengan nilai r sebesar 0, 9979.
2. Penetuan Kadar Protein Tripsin
Enzim merupakan jenis protein yang mempunyai sifat sangat beragam dan
spesifik. Karakterisasi terhadap tripsin diperlukan untuk mengetahui jumlah
protein enzim yang terkandung di dalam tripsin, sehingga murni atau tidaknya
tripsin yang digunakan dapat diketahui. Hasil kadar protein yang ditentukan dapat
digunakan untuk menentukan aktivitas spesifik enzim dengan pembagian antara
unit total dan kadar protein. Pada penelitian ini tidak ditentukan aktivitas
spesifiknya karena aktivitas yang digunakan sudah dapat digunakan untuk
membandingkan aktivitas enzim tripsin dengan dan tanpa penambahan ZnSO4.
Enzim tripsin dibuat dengan cara melarutkan 8 mg padatan tripsin ke
dalam 20 mL larutan buffer pH 8. Kemudian dilakukan pengukuran kadar protein
menggunakan metode Lowry seperti pada penentuan kurva standar protein, tetapi
mengganti sampel kasein dengan tripsin.
Pada penentuan kadar protein tripsin digunakan panjang gelombang 720
nm. Absorbansi yang diperoleh dari pengukuran kadar protein enzim tripsin
adalah 0,092; 0,087; dan 0,093 dengan rata-rata absorbansi protein enzim sebesar
0,091. Absorbansi yang diperoleh dapat digunakan untuk penentuan kadar protein
dalam tripsin dengan memasukkannya ke dalam persamaan garis linear kurva
baku protein y = 1,1042x + 0,0092, sehingga diperoleh kadar protein enzim
tripsin sebesar 0,074 mg/mL. Perhitungan kadar protein dalam tripsin bisa dilihat
40
3. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin dengan Metode Anson
a. Penentuan pH Optimum
Enzim tripsin pada pH optimum memLiki kecepatan reaksi paling tinggi
dan nilai pH ini stabil selama percobaan berlangsung. Adanya perubahan pada pH
optimum menyebabkan penurunan aktivitas protein terionisasi. Oleh karena itu,
perlu dilakukan penentuan pH optimum dari aktivitas enzim tripsin menggunakan
buffer fosfat pada pH yang sesuai.
Enzim tripsin diproduksi oleh pankreas yang memiliki suasana basa.
Suasana basa tersebut dijadikan acuan dalam penentuan variasi pH, sehingga pH
yang digunakan dalam penentuan pH optimum yaitu pH 7, 8, dan 9. Dalam
penentuan aktivitas enzim tripsin digunakan suhu inkubasi 35°C dan waktu
inkubasi 20 menit. Hasil penentuan pH optimum ditunjukkan pada Gambar 15.
Gambar 15. Grafik Hubungan pH dengan Aktivitas Enzim Tripsin
Berdasarkan Gambar 15, dapat diketahui bahwa pada pH 8 enzim tripsin
memiliki aktivitas paling tinggi sebesar 0,00473 mg/mL per menit pada suhu 35°C.
Pada pH 8 tripsin bekerja dengan baik dalam hidrolisis protein dan dihasilkan lebih
banyak produk. Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa tripsin yang bersumber dari
41
digunakan adalah kasein (Poedjiadi, A., 2009: 163). Konformasi tripsin paling
stabil pada pH 8 sesuai dengan keadaan alamiahnya yang memiliki suasana basa.
Pada pH tinggi atau pH rendah dari pH optimum menyebabkan proses denaturasi
yang mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim, sehingga pada pH 7 dan pH 9
aktivitas enzim tripsin lebih rendah dibandingkan pada pH 8.
b. Penentuan Suhu Optimum
Reaksi yang menggunakan katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu.
Pada setiap kenaikan suhu 10°C kecepatan reaksi hampir semua enzim meningkat
dua kali lebih cepat. Protein enzim akan terdenaturasi pada kisaran suhu 40 - 70°C
dan menyebabkan hilangnya aktivitas enzim.
Suhu optimum adalah suhu pada saat laju reaksi enzim paling tinggi
meng-ubah substrat. Selain itu, suhu optimum merupakan hasil kesetimbangan antara
laju kenaikan dan laju perusakan enzim. Suhu optimum diperoleh bila aktivitas
enzim diukur dengan menghitung banyaknya substrat yang diubah dalam jangka
waktu tertentu pada suhu yang berbeda. Temperatur optimum enzim pada
umumnya berada pada kisaran suhu 30 - 40°C. Pada hewan berdarah panas dan
manusia enzim bekerja paling efisien pada suhu 37°C. Berdasarkan data tersebut,
digunakan variasi suhu enzim tripsin sebesar 31°C, 33°C, 35°C, 37°C, dan 39°C
untuk menentukan suhu optimum dari enzim tripsin.
Dalam penentuan aktivitas enzim tripsin digunakan pH optimum yang
diperoleh dari penentuan pH optimum sebelumnya, yaitu pH 8. Sedangkan waktu
inkubasi tabung sampel dilakukan dalam waktu 20 menit. Hasil penentuan suhu
42
Berdasarkan Gambar 16, dapat diketahui bahwa enzim tripsin memiliki
suhu optimum 37°C karena memiliki aktivitas yang paling besar yaitu 0,00478
mg/mL per menit. Aktivitas yang besar menghasilkan lebih banyak produk. Selain
itu, konformasi enzim stabil dan reaksi kimia berlangsung dengan kecepatan
paling besar pada suhu optimum.
Gambar 16. Grafik Hubungan Suhu dengan Aktivitas Enzim Tripsin
Di bawah suhu optimum yaitu 37°C, aktivitas enzim tripsin lebih kecil.
Hal ini dikarenakan pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat,
sedang-kan pada suhu tinggi berlangsung lebih cepat. Penurunan aktivitas tripsin kembali
terjadi pada suhu 39°C yang disebabkan oleh proses denaturasi. Apabila terjadi
proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian
konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun akan
menurun (Poedjiadi, A., 2009: 161).
c. Penentuan Waktu Inkubasi Optimum
Waktu inkubasi adalah waktu yang dibutuhkan enzim tripsin untuk
memecah protein kasein menjadi asam amino. Semakin lama waktu inkubasi pada
43
inkubasi optimum, enzim tripsin dapat memecah protein kasein menjadi produk
secara maksimal sehingga dihasilkan lebih banyak produk. Oleh karena itu, waktu
inkubasi berpengaruh terhadap penentuan aktivitas enzim tripsin.
Dalam penentuan aktivitas enzim tripsin digunakan pH dan suhu optimum
yang sudah ditentukan pada prosedur sebelumnya. Kondisi yang digunakan pada
penentuan waktu inkubasi optimum adalah pH 8 dan suhu 37°C. Variasi waktu
inkubasi yang digunakan adalah 10 menit, 15 menit, 20 menit, 25 menit, dan 30
menit. Hasil penentuan waktu inkubasi optimum ditunjukkan pada Gambar 17.
Gambar 17. Grafik Hubungan Waktu Inkubasi dengan Aktivitas Enzim Tripsin
Berdasarkan Gambar 17, aktivitas enzim tripsin terbesar berada pada
waktu inkubasi 20 menit. Dapat disimpulkan waktu inkubasi 20 menit adalah
waktu inkubasi optimum dengan aktivitas 0,00477 mg/mL per menit pada suhu
37°C. Aktivitas enzim tripsin meningkat dari waktu inkubasi 10 menit sampai
waktu inkubasi optimum 20 menit. Hal ini menunjukkan bahwa pada waktu
inkubasi 10 menit dan 15 menit proses hidrolisis protein kasein belum maksimal
dan mencapai produk yang maksimal pada waktu inkubasi optimum 20 menit.
Apabila waktu inkubasi melampaui waktu inkubasi optimum, aktivitas enzim
tripsin mengalami penurunan.
0,00297
0,00469 0,00477 0,00401