PETA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIK
PADA PENDERITA GANGREN DIABETIK DI RSUD
Dr. MOEWARDI TAHUN 2014
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
WULAN PRIATIWI
K 100110108
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
1
PETA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIKA PADA PENDERITA GANGREN DIABERTIK DI RSUD
DR. MOEWARDI TAHUN 2014
MICROBIAL MAPS AND ANTIBIOTIC RESISTANCE OF GANGRENE DIABETIC PATIENS IN DR. MOEWARDI HOSPITAL
PERIOD 2014
Wulan Priatiwi*, M Kuswandi **, EM Sutrisna* *Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta
** Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada
ABSTRAK
Diabetes merupakan masalah utama kesehatan msayarakat dan mempunyai resiko tinggi untuk terkena infeksi polimikrobial. Peta resistensi kuman dapat berubah setiap tahunnya, sehingga dibutuhkan penelitian tentang fenomena tersebut khususnya di Rumah Sakit Dr. Moewardi tahun 2014. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit Dr. Moewardi dan Laboratorium Mikrobiologi Farmasi UMS. Sampel diperoleh dari pus pasien gangren diabetik yang berkunjung atau dirawat di Rumah Sakit Dr. Moewardi tahun 2014. Isolasi dan identifikasi kuman dilakukan berdasarkan standar laboraturium. Uji sensitivitas dilakukan menggunakan metode disc diffusion pada media agar Mueller Hinton. Hasil yang diperoleh dari 62 isolat menunjukkan bahwa kuman gram negatif lebih banyak (82%), Escherichia coli
merupakan kuman dominan sebanyak 17,74% dan resisten terhadap antibiotik trimethoprim + sulfametoksasol, hampir 80% terhadap antibiotik ampisilin + sulbaktam, 50% terhadap sefazolin, 30% terhadap antibiotik seftriakson dan gentamisin. Meropenem merupakan antibiotik yang paling poten.
Kata kunci: Diabetes, Resistensi antibiotik, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Rumah Sakit Dr.Moewardi.
ABSTRACT
Diabetes is a major public health problem and high risk to infection polymicrobial. The patterns of resistant bacteria would able to change in every year, so we have studied the phenomena to find out about it especially at Dr.Moewardi Hospital Period 2014. The study was conducted at Laboratory of Microbiology at Dr. Moewardi Hospital and Laboratory of Microbiology Pharmacy of UMS. Specimens were collected from pus gangrene diabetic patients attending or staying at RSUD Dr. Moewardi in 2014. Isolation and identification of bacteria based on laboratory standard. The antibiotic sensitivity test was done using disc diffusion methods on Mueller Hinton agar. The results showed that from 62 isolates, almost bacteria were gram-negative (82%), Escherichia coli was dominant with amount 17,74% and resistance to trimethoprim+sulfametoxazole, almost 80% to ampicilin + sulbactam, 50% to cefazolin, 30% to ceftriakson and gentamisin. Meropenem is the most potent antibiotic.
Key words: Diabetes, Antibiotics resistance, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Moewardi Hospital.
PENDAHULUAN
Infeksi tidak hanya menjadi masalah kesehatan bagi Indonesia bahkan di dunia.
Pengobatan infeksi erat hubungannya dengan penggunaan antibiotika. Penggunaan
antibiotika yang tidak rasional dapat menyebabkan masalah resistensi kuman terhadap
beberapa antibiotik. Oleh karena itu, penggunaan antibiotika secara rasional mutlak
2 Masa kejayaan antibiotika mulai hilang setelah dilaporkan bahwa antibiotika tidak
mampu mengatasi beberapa kuman patogen karena kuman mulai resisten terhadap
antibiotika (Kuswandi, 2011). Di Amerika, penggunaan antibiotika sebagai pengobatan
penyakit hanya sekitar 10% sedangkan 90% digunakan untuk mendorong sektor pertanian
dan peningkatan reproduksi hewan (Graves et al., 2011). Hal inilah yang menjadi
penyebab terjadinya transmisi penyakit dari hewan ke manusia, sehingga resistensi kuman
terhadap antibiotik dapat diakui menjadi masalah global dalam dunia kesehatan (Maynard
et al., 2003).
Pasien diabetes mungkin memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terkena infeksi
kuman. Hubungan antara diabetes dengan gangren bahkan sudah dikenal sejak lama (Joshi
et al., 2007). Resiko terkena gangren dapat meningkat seiring dengan meningkatnya usia
atau lama waktu penyakit diabetes yang dialami oleh seseorang. Infeksi dapat bertambah
parah jika tidak dilakukan dengan pengobatan yang tepat. Diabetes yang berkepanjangan
dapat menyebabkan resiko komplikasi kronis diberbagai organ, diantaranya organ mata,
ginjal dan kaki yang dapat meningkatkan biaya pengobatan (Singh, 2006).
Peta kuman berbeda pada berbagai daerah maupun rumah sakit. Kuman yang
paling umum diisolasi dari infeksi kaki penderita diabetes adalah gram positif cocci
maupun anggota gram negatif Enterobacteriaceae (Reygaert, 2010). Penelitian yang
dilakukan oleh Hena & Gowter (2010) di Government Hospital Coimbatore, India pada
100 penderita ulkus diabetik, diperoleh kuman S.aureus (43.2%) sebagai isolat dominan,
diikuti kuman basil gram negatif Pseudomonas aeruginosa (24.3%), Escherica coli
(15.3%), Citrobacter koseri (2.7%), Proteus vulgaris (6.3%) dan Klebsiella pneumoniae
(9%). Resistensi kuman yang diperoleh dari 53 isolat spesimen pus di RSUD Dr.
Moewardi periode Agustus-Oktober 2012, Staphylococcus aureus (30,19%) resisten
terhadap beberapa antibiotika, khususnya terhadap amoksisilin (93,75%) dan tetrasiklin
(87,5%) (Chudlori, 2012).
Banyaknya masalah yang sering terjadi pada penderita dibetes terutama jika
terjadi infeksi dan diikuti dengan jumlah resistensi kuman terhadap berbagai antibiotika
yang semakin bertambah, maka dibutuhkan informasi terbaru terkait dengan peta kuman
dan resistensinya terhadap antibiotik khususnya pada penderita gangren diabetik.
Antibiotik yang tidak digunakan secara tepat dapat menyebabkan kerugian yang luas dari
3
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif non eksperimental yang didukung oleh hasil
kepekaan kuman Laboratorium Mikrobiolgi Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Moewardi.
Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian yaitu microwave oven (Memmert),
autoklaf (My Life, Hirayama), penangas air, mikropipet (Socorex), inkubator (Memmert),
inkubator shaker (New Brunswick Scientific), LAF (Laminar Air Flow) dan alat-alat gelas
(Pyrex), serta beberapa disk antibiotik seperti sefazolin 30 µg (14,5 mm), klindamisin 2 µg
(8,5 mm), metronidazol (8,5mm), gentamisin 10 µg (11,5 mm), seftriakson 30 µg (11 mm),
ampisilin+sulbaktam, trimetoprim+sulfametoksazol dan meropenem 10 µg (41 mm).
Jalannya penelitian
Kuman yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUD Dr.
Moewardi dibiakan dalam media NA miring. Kuman tunggal digoreskan pada media
Muller Hinton (MH) dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Diambil kembali
beberapa koloni tunggal kuman hasil inkubasi dan digoreskan ke media MH kemudian
diinkubasi kembali pada suhu 370C selama 24 jam hingga didapatkan koloni tunggal
kuman. Sebanyak 2-3 koloni tunggal kuman diambil, disuspensikan ke dalam BHI 5 ml
dan shaker selama 2 jam. Sejumlah 100 µL larutan hasil inkubasi, diencerkan dengan NaCl
dan dilihat kekeruhannya dengan standar Mc Farland (108 CFU/ml), lalu diambil 200 µL
dan dituang ke dalam media MH, ditunggu hingga kering kemudian ditempelkan disk
antibiotik. Setelah diinkubasi 24 jam lalu diukur diameter zona hambatnya. Pengujian
kepekaan kuman dilakukan menurut difusi cakram dan intrepetasi hasil mengacu pada
CLSI (Clinical and Laboratory Standards Institute).
Analisis data
Analisis data dilakukan dengan mengukur zona hambat yang terdapat pada disk
antibiotik dan dibandingkan dengan standar resistensi kuman. Hal ini untuk mengetahui
kuman tersebut bersifat sensitif (S), intermediet (I) atau resisten (R) terhadap antibiotik
yang digunakan. Dari data yang akan diperoleh, dibuat persentase perbandingan antara
4
HASIL PEMBAHASAN
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari rekam medis Laboratorium
Mikrobiologi Klinik RSUD Dr. Moewardi pada Januari–Maret 2014 dan data primer
merupakan data yang diperoleh dari hasil uji resistensi terhadap 10 isolat bakteri di
Laboratorium Mikrobiologi Farmasi UMS. Hasil kultur dari 50 pus pasien diperoleh 62
isolat. Hasil ini berdasarkan dari penggabungan antara data sekunder dan data primer.
1. Distribusi Pemeriksaan Pus Pasien
Data demografi pemeriksaan terhadap 50 pasien gangren diabetik berdasarkan
usia dan jenis kelamin dapat dilihat dalam Tabel 2. Distribusi hasil kultur paling banyak
dilakukan pada rentang kelompok usia 46-60 tahun sebanyak 60%. Mayoritas pasien yang
dilakukan pemeriksaan berjenis kelamin perempuan 52% dan pasien laki-laki 48%.
Tabel 1. Distribusi pemeriksaan spesimen pus pada pasien gangren diabetik RSUD Dr. Moewardi tahun 2014
Usia Jumlah pasien (n) Persentase (%)
35-44 tahun 4 8%
Pasien wanita dengan rentang umur >45 tahun mempunyai resiko terkena ulkus
diabetik yang lebih besar. Hal ini berkaitan dengan hormon estrogen. Wanita memasuki
masa menopause pada rentang umur 45-65 tahun. Produksi hormon estrogen yang semakin
berkurang mengakibatkan penurunan elastisitas pembuluh darah sehingga terjadi
aterosklerosis dan hipertensi, sehingga aliran darah terhambat dan mengakibatkan lesi pada
endotel kemudian berlanjut menjadi makroangiopati dan hipoksia jaringan yang berujung
dengan ulkus diabetik (Anggriawan et al., 2014).
Menurut Frykberg (2002) cit Akbar et al., (2014), komplikasi yang sering terjadi
pada usia >50 tahun disebabkan karena adanya penurunan fungsi tubuh, misalnya retensi
insulin. Kerja insulin yang kurang optimal dalam mengikat glukosa tubuh menyebabkan
keberadaan glukosa dalam tubuh menjadi tidak terkendali.
2. Distribusi Kuman yang Diisolasi dari Spesimen Pus
Setelah dilakukan kultur isolat pada bulan Januari-Maret 2014, diperoleh 2 jenis
kuman yaitu kuman Gram positif dan Gram negatif. Hasil kultur berjumlah 62 isolat yang
terdiri dari 11 isolat Gram positif dan 51 isolat Gram negatif (Tabel 3). Escherichia coli
5 Tabel 2. Jumlah isolat kuman pada penderita gangren
Kuman Jumlah isolat (n) Persentase (%)
Escherichia coli 11 17,74%
Pseudomonas aeruginosa 10 16,12%
Klebsiella pneumoniae 8 12,9%
Morganella morgannii 6 9,67%
Staphylococcus aureus 5 8,06%
Staphylococcus haemolyticus 4 6,45%
Providencia stuartii 3 4,83%
Proteus mirabilis 3 4,83%
Staphylococcus epidermidis 2 3,2 %
Proteus vulgaris 2 3,2 %
Acinetobacter baumannii 2 3,2 %
Citrobacter freundii 1 1,61%
Citrobacter koseri 1 1,61%
Achromobacter denitrificans 1 1,61%
Enterobacter cloaceae 1 1,61%
Acinetobacter iwoffii 1 1,61%
Acinetobacter baumannii complex 1 1,61%
Citrobacter freundii 1 1,61%
Total 62 100%
Kuman Gram positif yang ditemukan dalam isolat pus pasien gangren diabetik
antara lain Staphylococcus aureus (8,06%), Staphylococcus haemolyticus (6,45%) dan
Staphylococcus epidermidis (3,2%). Jenis Gram negatif yang ditemukan dalam isolat pus
pasien gangren diabetik cenderung lebih bervariasi dibandingkan dengan Gram positif,
yaitu Escherichia coli (17,74%), Pseudomonas aeruginosa (16,12%), Klebsiella
pneumoniae (12,9%), Morganella morgannii (9,67%), Providencia stuartii (4,83%),
Proteus mirabilis (4,83%), Proteus vulgaris (3,2%), Acinetobacter baumannii (3,2%), dan
Citrobacter freundii, Citrobacter koseri, Achromobacter denitrificans, Enterobacter
cloaceae, Acinetobacter iwoffii dan Acinetobacter baumannii complex sebanyak 1,61%.
3. Distribusi Kuman Gram Positif dan Gram Negatif yang Diisolasi dari Spesimen
Pus
Berdasarkan hasil 62 kultur isolat pasien gangren diabetik diperoleh hasil kuman
Gram negatif lebih dominan dibandingkan dengan kuman Gram positif. Persentase kuman
Gram negatif sebanyak 82% dan Gram positif hanya 18%.
Gambar 1. Distribusi kuman Gram positif dan negatif pada isolat pus pasien gangren diabetik periode 2014
Kuman Gram positif yang paling banyak ditemukan pada spesimen pus penderita
ulkus diabetik adalah Staphylococcus aureus (45,45%), Staphylococcus haemolyticus
6
Tabel 3. Isolat kuman Gram positif RSUD Dr. Moewardi
Kuman Jumlah isolat Persentase (%)
Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan kuman patogen yang sering ditemukan pada
spesimen pus, penyebarannya pada permukaan kulit sebagai flora normal. Staphylococcus
aureus memproduksi koagulase yang mengkatalisis perubahan fibrinogen menjadi fibrin
dan dapat membantu organisme ini untuk membentuk barisan perlindungan. Infeksi kulit
dapat terjadi pada kondisi hangat yang lembab atau saat kulit terbuka akibat penyakit.
Penyebarannya dapat melalui udara dan tangan tenaga medis (Gillespie & Bamford, 2008).
Setelah dilakukan kultur isolat pada bulan Januari-Maret 2014, diperoleh 2 jenis
kuman yaitu kuman Gram positif dan Gram negatif. Hasil kultur berjumlah 62 isolat yang
terdiri dari 11 isolat Gram positif dan 51 isolat Gram negatif (Tabel 3). Escherichia coli
merupakan bakteri terbanyak yang diisolasi dari spesimen pus pasien gangren diabetik.
Tabel 4. Isolat kuman Gram negatif RSUD Dr. Moewardi
Kuman Jumlah isolat (n) Persentase (%)
Escherichia coli 11 21,56%
Pseudomonas aeruginosa 10 19,60%
Klebsiella pneumoniae 8 15,68%
Morganella morgannii 6 11,76%
Providencia stuartii 3 5,88%
Proteus mirabilis 3 5,88%
Proteus vulgaris 2 3,92%
Acinetobacter baumannii 2 3,92%
Citrobacter freundii 1 1,96%
Citrobacter koseri 1 1,96%
Achromobacter denitrificans 1 1,96%
Enterobacter cloaceae 1 1,96%
Acinetobacter iwoffii 1 1,96%
Acinetobacter baumannii complex 1 1,96%
Citrobacter freundii 1 1,96%
Total 51 100%
Escherichia coli merupakan salah satu kelompok Enterobactericeae penghasil
ESBL (Extended Spectrum Beta Lactamase) yang merupakan bakteri nosokomial dan
banyak terdapat di rumah sakit. Ulkus diabetik merupakan penyakit yang membutuhkan
penanganan yang lama dan berulang di rumah sakit sehingga resiko untuk terinfeksi
Escherichia coli juga semakin besar (Jog et al., 2013). Banyaknya kuman Gram negatif
yang ditemukan pada ulkus diabetik mungkin disebabkan oleh luka yang kronis atau
berulang pada pasien (Turhan et al., 2013). Faktor virulensi ekstra pada Escherichia coli
dapat menjadikan kuman ini bersifat patogenik (Pratiwi, 2008).
2. Peta Resistensi Kuman
Data peta resistensi kuman Gram positif dan negatif merupakan hasil
penggabungan antara data sekunder dan data primer. Data sekunder merupakan data yang
7 merupakan data uji kepekaan terhadap 10 isolat uji yang dilakukan di Laboratorium
Mikrobiologi Farmasi UMS.
a. Peta Resistensi Kuman Gram Positif
Hasil uji kepekaan Staphylococcus aureus terhadap 7 antibiotika yaitu
ampisilin+sulbaktam, sefazolin, seftriakson, klindamisin, trimetoprim + sulfametoksasol,
meropenem dan gentamisin. Staphylococcus aureus memiliki tingkat resistensi yang tinggi
sebesar 80% terhadap antibiotik ampisilin+sulbaktam dan sebesar 60% terhadap antibiotik
trimetoprim + sulfametoksasol. Persentase resistensi kuman Gram positif terhadap
beberapa antibiotika dapat dilihat pada Gambar 4.
0%
Gambar 2. Peta resistensi kuman Gram positif terhadap beberapa antibiotika.
Keterangan: SAM: Ampisilin+Sulbaktam; KZ: Sefazolin; CRO: Sefrtiakson; DA: Klindamisin; SXT: Trimetoprim+sulfametoksazol; MEM: Meropenem; CN: Gentamisin.
Tingginya angka resistensi yang terjadi disebabkan karena antibiotik golongan ini
paling banyak tersedia diunit-unit pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit
yang sering digunakan untuk masyarakat menengah ke bawah. Sehingga kemungkinan
resistensi yang terjadi pada antibiotik ini juga semakin besar.
Staphylococcus aureus merupakan kuman dapat menghasilkan enzim β-laktamase
yang menyerang cincin β-laktam pada molekul penisilin. Enzim ini bertanggung jawab
dalam peningkatan perlawanan terhadap penisilin. Dalam Gram positif, enzim dibebaskan
kedalam medium dan menghancurkan antibiotika sebelum mencapai sel (Johnson &
Livermore, 2001).
Penisilin bekerja dengan mencegah ikatan silang peptidoglikan pada tahap akhir
sintesis dinding sel dengan cara mengikat protein pengikat penisiln (penicillin binding
protein). Protein ini merupakan enzim dalam membran plasma sel kuman yang secara
normal terlibat dalam penambahan D-ala-D-ala yang berikatan silang membentuk
peptidoglikan dinding sel kuman dan mengeblok aktivitas (penicillin binding protein)
8
b. Peta Resistensi Kuman Gram Negatif
Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, dan Klebsiella pneumoniae
merupakan kuman Gram negatif terbanyak yang ditemukan pada pus pasien gangren
diabetik di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014. Pseudomonas aeruginosa resisten 100%
terhadap antibiotik ampisilin+sulbaktam, sefazolin, seftriakson dan
sulfametoksazol+trimethoprim. Escherichia coli resisten terhadap antibiotik
sulfametoksazol+trimethoprim dan hampir 80% resisten terhadap ampisilin+sulbaktam,
sedangkan Klebsiella pneumoniae lebih dari 60% resisten terhadap gentamisin. Berbeda
dengan meropenem, baik Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, dan Klebsiella
pneumoniae memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap antibiotik meropenem (Gambar 5).
0
Gambar 3. Resistensi kuman Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumoniae terhadap beberapa antibiotika Keterangan: SAM: Ampisilin+Sulbaktam; KZ: Cefazolin; CRO: Ceftriakson; SXT: Sulfametoksazol+Trimethoprim; MEM: Meropenem; CN: Gentamisin.
Resistensi β-laktam terutama disebabkan oleh beta laktamase. Enzim ini
menonaktifkan antibiotik beta-laktam melalui hidrolisis. ESBL resistensi terhadap
penisilin, sefalosporin dan aztreonam (tetapi tidak untuk cephamycins atau carbapenems)
dengan hidrolisa antibiotik dan dihambat oleh inhibitor beta-laktamase seperti asam
klavulanat, sulbaktam dan tazobactam (Kocsis & Szabo, 2013). Kombinasi antibiotik
sefalosporin golongan ketiga sering digunakan dengan β-laktamase inhibitor seperti asam
klavulanat, tazobaktam dan sulbaktam (Jog et al., 2013).
Munculnya resistensi beta laktamase spektrum luas terhadap golongan antibiotika
sefalosporin disebabkan oleh pemakaian secara luas di rumah sakit. Beberapa studi di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa adanya peta resistensi yang besar terhadap golongan
sefalosporin, aminoglikosida maupun quinolon.
Resistensi terhadap sulfonamid dan trimetoprim sering kali terjadi, hal ini
disebabkan karena mutasi gen pengkode enzim yang terlibat dalam jalur metabolisme
sintesis asam tetrahidrofolat. Enzim berubah fungsi secara normal tapi tidak dihambat oleh
sulfonamid dan trimetoprim (Pratiwi, 2008). Resistensi Eschericia coli terhadap golongan
9 Antibiotik yang paling poten dalam penelitian ini adalah golongan karbapenem
yaitu meropenem. Antibiotik ini termasuk dalam golongan betalaktam. Karbapenem
mempunyai aktifitas spektrum luas yang efektif untuk organisme Gram negatif maupun
Gram positif. Obat golongan karbapenem dapat diberikan jika telah terjadi multi drug
resisten pada pasien yang dirawat lama di rumah sakit (Decroli et al., 2008).
c. Peta Resistensi Isolat Uji
Pengujian terhadap 10 isolat kuman yang diperoleh dari Laboratorium
Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit Dr. Moewardi. Uji resistensi dilakukan di Laboraturium
Mikrobiologi Farmasi UMS terhadap 8 antibiotik dari golongan yang berbeda berdasarkan
standar penggunaan obat di Rumah Sakit Dr. Moewardi. Data primer merupakan hasil uji
kepekaan terhadap 10 isolat kuman. Antibiotik yang diujikan adalah ampisilin +
sulbaktam, sefazolin, seftriakson, klindamisin, trimetoprim + sulfametoksasol, meropenem,
metronidazol dan gentamisin.
Isolat bakteri yang diperoleh adalah Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,
Klebsiella pneumoniae, Morganella morgannii, Staphylococcus haemolyticus, dan
Providencia stuartii. Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa berjumlah 3 isolat,
sedangkan Klebsiella pneumoniae, Morganella morgannii, Staphylococcus haemolyticus,
dan Providencia stuartii berjumlah 1 isolat.
Pseudomonas aeruginosa 776 P
Escherichia coli492 P
Gambar 4. Uji kepekaan kuman Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa terhadap beberapa antibiotik
Keterangan: SAM: Ampisilin+Sulbaktam; DA: Klindamisin; KZ: Sefazolin; CRO: Seftriakson; SXT: Sulfametoksazol+Trimethoprim; MEM: Meropenem; MTZ: Metronidazol; CN: Gentamisin.
10
Pseudomonas aeruginosa dan Escherichia coli merupakan isolat bakteri
terbanyak. Pseudomonas aeruginosa 776 P menunjukkan resistensinya terhadap antibiotik
sefazolin, klindamisin, metronidazol dan ampisilin + sulbaktam dengan tidak adanya zona
hambat disekitar disk antibiotik. Antibiotik seftriakson, gentamisin dan meropenem dengan
diameter zona hambat 23 mm, 20 mm dan 33 mm menunjukkan bahwa Pseudomonas
aeruginosa 776 P sensitif terhadap seftriakson, gentamisin dan meropenem.
Antibiotik klindamisin, metronidazol dan sulfametoksazol + trimethoprim tidak
memiliki daya bunuh pada kuman Escherichia coli 492 P hal ini ditunjukkan dengan tidak
adanya zona hambat disekitar disk. Antibiotik ampisilin+sulbaktam, gentamisin dan
seftriakson menunjukkan zona hambat yang kecil yaitu 14 mm, 14 mm dan 11 mm yang
berarti Escherichia coli 492 P juga resisten terhadap antibiotik tersebut. Hasil uji kepekaan
terhadap 10 isolat uji ditunjukkan dalam Tabel 6.
Berdasarkan hasil uji kepekaan kuman yang dilakukan di Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Farmasi UMS, diperoleh bahwa kuman S. Haemolyticus resisten
terhadap antibiotik klindamisin, metronidazol, sefazolin, seftriakson dan kotrimoksasol.
Morganella morganii resisten terhadap klindamisin, metronidazol dan sefazolin. Kuman K.
Pneumoniae dan Providencia stuartii bahkan resisten terhadap 7 antbiotik yang diujikan
yaitu klindamisin, metronidazol, sefazolin, seftriakson, kotrimksasol, ampisilin +
sulbaktam dan gentamisin, kecuali antibiotik meropenem yang mempunyai daya bunuh
paling baik pada semua kuman.
Tabel 5. Hasil uji kepekaan isolat kuman terhadap beberapa antibiotik menggunakan Disk Diffusion
Antibiotik
Escherichia coli 3
S 0 0 0 1 1 0 3 1
Keterangan: * : Antibiotik yang tidak diikutkan dalam penggabungan data sekunder dan primer; SAM: Ampisilin+Sulbaktam; DA: Klindamisin; KZ: Sefazolin; CRO: Seftriakson; SXT: Sulfametoksazol+Trimethoprim; MEM: Meropenem; MTZ: Metronidazol; CN: Gentamisin.
Distribusi kuman pada penelitian ini sama dengan penelitian Aulia (2008) di
Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik, Medan, pada 50 penderita gangren diabetik
paeriode Desember 2007-Mei 2008, didapatkan kuman Gram negatif sejumlah 88% dan
Gram positif hanya 12%. Studi yang dilakukan di Underwater and Hyperbaric Medicine
11 diabetik, diperoleh 312 isolat kuman aerobik dengan jumlah kuman Gram negatif 61.3%
dan 38.7% untuk kuman Gram positif (Turhan et al.,2014).
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Priya (2014), studi yang
dilakukan pada Juli 2013 dengan 50 sampel penderita ulkus diabetik di daerah
Kanyakumari, Tamil Nadu, India, menunjukkan bahwa kuman Staphylococcus aureus
lebih dominan dibandingkan dengan kuman lainnya dengan jumlah isolat 23 (46%), diikuti
Klebsiella pneumoniae sebanyak 19 isolat (38%) dan Pseudomonas aeruginosa 6 isolat
(12%).
Resistensi yang terjadi pada penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Halpati et al., (2014) terhadap 120 pasien gangren di India, menyatakan
bahwa resistensi Staphylococcus aureus terjadi terhadap antibiotik gentamisin, sefuroksim,
amikasin, dan kotrimoksazol. Studi yang dilakukan Turhan et al., (2013) di Istanbul,
Turkey pada 107 pasien gangren diabetik kaki periode Mai 2005 – Juli 2010, antibiotik
sulfametoksazol+trimethoprim, amoksisilin+klavulanat dan ciprofloksasin memiliki daya
bunuh yang rendah terhadap kuman Escherichia coli, sedangkan sensitifitas yang tinggi
masih ditunjukkan terhadap antibiotik golongan karbapenem, seperti imipenem dan
meropenem.
Penggunaan antibiotik menurut pedoman RSUD Dr. Moewardi tahun 2011, untuk
infeksi gangrene yang disebabkan oleh kuman S. aureus dapat diberikan antibiotik
sefazolin atau seftriakson. Jika infeksi tersebut berdasarkan kuman yang telah
teridentifikasi, seperti P. aeruginosa atau E. coli kotrimoksazol atau siprofloksasin (RSUD
Dr.Moewardi, 2011).
Seiring dengan meningkatnya kasus resistensi terhadap antibiotika, maka
diperlukan langkah pencegahan untuk mengurangi peristiwa tersebut. Pencegahan dapat
dilakukan dengan pembatasan pemberian antibiotika yang tepat dan hanya untuk kasus
infeksi yang parah serta digunakan dalam waktu singkat dengan dosis yang benar dan
sesuai aturan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan :
1. Kuman yang dominan yang ditemukan pada pus penderita gangren diabetik
berdasakan hasil peta kuman yang diperoleh periode Januari-Maret dan Agustus
12 2. Berdasarkan hasil gabungan antara data primer dan sekunder, Escherichia coli
resisten 100% terhadap antibiotik kotrimoksasol, hampir 80% terhadap antibiotik
ampisilin + sulbaktam, 50% terhadap sefazolin, 30% terhadap antibiotik seftriakson
dan gentamisin.
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meropenem merupakan antibiotik yang masih
poten.
SARAN
Pentingnya penelitian tentang peta kuman dan resistensinya terhadap antibiotik pada
penyakit gangren diabetik setiap tahunnya. Perlunya penggunaan antibiotik yang paling
efektif dan spesifik untuk melawan bakteri penyebab, tidak toksik dengan harga terjangkau
guna untuk mencegah terjadinya resistensi yang lebih besar. Pemilihan antibiotika yang
tepat di awal terapi sangat penting untuk mengurangi biaya perawatan pasien. Perlunya
pengawasan terhadap resistensi bakteri untuk memberikan dasar terapi empiris dan untuk
mengurangi resiko komplikasi.’
DAFTAR ACUAN
Aulia, N., 2008, Pola Kuman Aerob dan Sensitivitas Pada Gangren Diabetik, Tesis, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
Anggriawan, F., Endriani, R. & Sembiring, L.P., 2014, Identifikasi Bakteri Batang Gram Negatif Penghasil Extended Spectrum Β Lactamase (ESBL) dari Ulkus Diabetikum Derajat I dan II Waigner Di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau, Fakultas Kedokteran, Universitas Riau.
Akbar, G.T., Karimi, J. & Anggraini, D., 2014, Pola Bakteri dan Resistensi Antibiotik Pada Ulkus Diabetik Grade Dua di RSUD Arifin Achmad Periode 2012, JOM, 1 (2), 1-15.
Chudlori, B., 2012, Pola Kuman dan Resistensi Antimikroba Dari Spesimen Pus Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Decroli, E., Karimi, J., Manaf, A. & Syahbuddin, S., 2008, Profil Ulkus Diabetik pada Penderita Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang,
Majalah Kedokteran Indonesia, 58 (1), 3-7.
Gillespie, S.H. & Bamford, K.B., 2008, At Glance Mikrobiologi Medis dan Infeksi, 18-19, Jakarta, Erlangga Medical Series.
13 Manure, Lagoon Effluent and Soli Collected From A Lagoon Waste Application Field, Folia Microbiol, 56, 131-137.
Halpati, A., Desai, K.J., Jadeja, R. & Parmar, M., 2014, A Study Of Aerobic and Anaerobic Bacteria In Diabetic Foot Ulcer and In Vitro Sensitivity Of Antimicrobial Agent, International Journal of Medical Science and Public Health, 3 (7), 818-821.
Hena, J. V. & Growther, L., 2010, Studies On Bacterial Infections Of Diabetic Foot Ulcer,
African Journal Of Clinical and Experimental Microbiology, Department of Microbiology, Hindustan College of Arts & Science, Coimbatore, India, 11(3), 146-149.
Johnson, A. P. & Livermore, D. M., 2001, Mechanisms Of Antibiotic Resistance, In: Galey, H. F., Webster, N. R. & Lawler, P. G. P., Antibiotic Resistance and Infection Control, London, BMJ Books.
Jog, A. S., Shadija, P.G. & Ghosh, S.J., 2013, Detection Of Multidrug Resistant Gram Negative Bacilli In Type II Diabetic Foot Infections, International Journal of Medical and Health Sciences, 2 (2), 186-133.
Joshi, N., Caputo, G. M., Weitekamp, M. R. & Karcher, A. W., 2007, Infection In Patients With Diabetes Mellitus, The New England Journal of Medicine, 341 (25), 1908-1911.
Kocsis, B. & Szabó1, D., 2013, Antibiotic Resistance Mechanisms In Enterobacteriaceae,
Microbial Pathogens and Strategies For Combating Them: Science, Technology And Education (A. Méndez-Vilas, Ed.), 251-257.
Kuswandi, M., 2011, Strategi Mengatasi Bakteri Yang Resisten Terhadap Antibiotika,
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Levinson, W., 2004, Medical Microbiolgy & Immunology examination & board review, Eighth ed., 317-373, California, McGraw-Hill.
Maynard, C., Fairbrother, J. M., Bekals, S., Sanschagrin, F., Levesque, R. C., Brousseau, R
et al., 2003, Antimicrobial Resistance Genes In Enterotoxigenic Escherichia Coli O149 : K91 Isolates Obtained over a 23-Year Period from Pigs, Antimicrob Agent Chemother, 47, 3214-3221.
Pratiwi, S T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, 154-162, Jakarta, Erlangga Medical Series.
Priya, J., Rajkumar, R. & Bakthasingh, 2014, A Descriptive Study On Prevalence Of Bacterial Pathogens In Diabetic Ulcer And Interventional Component For The Prevention Of Foot Ulcers, International Journal Of Medical Research & Health Sciences, 3(4), 856-860.
14 Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi, 2011, Pedoman Penggunaan Antibiotik
Periode 2011-2012, 23-24, Surakarta, Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi.
Singh, D., 2006, Diabetic Foot: It’s Time To Share The Burden, Calicut Medical Journal 2006, 4(3), 1-2.
Sutrisna, EM., 2012, Penggunaan Antibiotika Secara Rasional, Seminar IDI Grobogan, Purwodadi.
Suyono, S., 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 685, Jakarta, Balai Penerbit FKUI. Turhan, V., Mutluoglu, M., Acar, A., Hatipoğlu1, M., Önem, Y., Uzun, G. et al, 2013,