• Tidak ada hasil yang ditemukan

Epistemologi kreativitas dalam mengawal dan mengarahkan trend

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Epistemologi kreativitas dalam mengawal dan mengarahkan trend"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

EPISTEMOLOGI KREATIVITAS

DALAM MENGAWAL DAN MENGARAHKAN TREN

Penulis

M. Yusuf Amin Nugroho

Jika anda menggunakan tulisan ini sebagai referensi

sebagainya cantumkan link berikut di footnote dan

daftar pustaka.

Itulah etika di dunia penulisan ilmiah

http://www.tintaguru.com/2012/05/kreativitas-dan-upaya-mengawal-dan.html

A. PENDAHULUAN

Kreativitas sering dituding-tuding menjadi sesuatu yang urgent. Asumsi yang kerap muncul adalah bahwa negara yang maju adalah negara yang warganya memiliki kreativitas yang tinggi, demikian sebaliknya.

Dalam konteks Indonesia, kita tahu bahwa negeri ini sudah lama terkena krisis. Krisis moneter, krisis moral, krisis akhlak, dan yang jarang diungkit adalah krisis kreativitas. Padahal kriris kreativitas ini telah menimbulkan dampak yang sangat besar. Berbagai stereotip dilekatkan kepada bangsa ini, antara lain konsumtif dan epigonis. Semua itu akibat dari krisis kreativitas.

Kita lebih senang membeli ketimbang memproduksi, lebih senang meniru daripada menciptakan kreasi. Meski anggapan tersebut tidak bisa diberlakukan untuk semua orang, tetapi secara umum demikianlah kenyataan yang terjadi di negeri ini.

(2)

Dalam makalah ini juga akan dibahas mengenai kreativitas dan kaitannya dengan tren. Kita tahu, hasil kreasi manusia tidak semuanya bernilai positif. Sebagai misal, orang berkreasi menciptakan busana model baru, tetapi model tersebut ternyata sangat tidak sesuai dengan budaya kita. Tetapi karena hasil kreasi tersebut terus disebarluaskan lewat iklan dan berbagai cara, sehingga menjadi tren baru di masyarakat. Pertanyaan yang ingin dijawab adalah, bagaimana cara mengawal dan mengarahkan tren?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas terlebih dulu kita perlu mengetahui apa itu kreativitas. Hal itu penting agar kita tidak salah persepsi dalam memaknai suatu kreativitas yang sebenarnya.

B. PEMBAHASAN 1. Epistomologi Kreativitas

Menurut Utami Munandar (1995: 25) kreativitas adalah suatu kemampuan umum untuk menciptakan suatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya.

Sementara itu, Mangunhardjana (1986: 11) mengartikan kreativitas sebagai kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya berguna (useful), lebih enak, lebih praktis, mempermudah, memperlancar, mendorong, mengembangkan, mendidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil lebih baik atau banyak.

Tidak jauh berbeda, Supriyadi dalam Yeni Rachmawati dan Euis Kurniati (2005: 15) mengutarakan bahwa kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada. Selanjutnya ia menambahkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang mengimplikasikan terjadinya eskalasi dalam kemampuan berpikir, ditandai oleh suksesi, diskontinuitas, diverensiasi, dan integrasi antara setiap tahap perkembangan.

George J. Seidel dalam Tuhana Taufik Andrianto (2011: 151) menjelaskan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menghubungkan dan mengaitkan, kadang-kadang dengan cara ganjil, namun mengesankan, dan ini merupakan dasar pendayagunaan kreatif dari ruahni manusia dalam bidang atau lapangan manapun.

(3)

sesuatu yang baru dalam berbagai bidang, proses konstuksi ide yang dapat diterapkan dalam menyelesaikan berbagai masalah, juga pengembangan sebuah teori atau konsep.

Kreativitas sendiri dapat didefinisikan kedalam empat jenis dimensi sebagai, yaitu dimensi Person, Proses, Press dan Product (Tuhana Taufik: 2011), yaitu:

a. Definisi kreativitas dalam dimensi Person. Definisi pada dimensi person adalah upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada individu atau person dari individu yang dapat disebut kreatif.

b. Kreativitas dalam dimensi Process. Definisi pada dimensi proses upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada proses berpikir sehingga memunculkan ide-ide unik atau kreatif.

c. Definisi Kreativitas dalam dimensi Press. Definisi dan pendekatan kreativitas yang menekankan faktor press atau dorongan, baik dorongan internal diri sendiri berupa keinginan dan hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif, maupun dorongan eksternal dari lingkungan sosial dan psikologis.

d. Definisi Kreativitas dalam dimensi Product. Definisi pada dimensi produk merupakan upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada produk atau apa yang dihasilkan oleh individu baik sesuatu yang baru/original atau sebuah elaborasi/penggabungan yang inovatif.

2. Cara Mengembangan Kreativitas

Anggapan bahwa kreativitas merupakan bawaan sejak lahir ternyata tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Kreativitas tidak hanya sekedar keberuntungan tetapi merupakan kerja keras yang disadari. Kegagalan bagi orang yang kreatif hanyalah merupakan variabel pengganggu untuk keberhasilan. Dia akan mencoba lagi, dan mencoba lagi hingga berhasil. Orang yang kreatif menggunakan pengetahuan yang kita semua memilikinya dan membuat lompatan yang memungkinkan, mereka memandang segala sesuatu dengan cara-cara yang baru. Gordon Dryden (2000: 185) dalam buku Revolusi Cara Belajar mengatakan bahwa,” Suatu ide adalah kombinasi baru dari unsur-unsur lama. Tidak ada elemen baru. Yang ada hanyalah kombinasi-kombinasi baru.”

(4)

Dalam GBHN 1993 juga dinyatakan bahwa pengembangan kreativitas (daya cipta) hendaknya dimulai pada usia dini, yaitu dilingkungan keluarga sebagai tempat pendidikan pertama dan dalam pendidikan pra-sekolah. Kreativitas perlu dipupuk, dikembangkan dan ditingkatkan, disamping mengembangkan kecerdasan dan ciri-ciri lain yang menunjang pembangunan.

Gardner dengan “Teori Multi Kecerdasan” mengatakan bahwa , “ IQ tidak boleh dianggap sebagai gambaran mutlak, suatu entitas tunggal yang tetap yang bisa diukur dengan tes menggunakan pensil dan kertas. Ungkapan yang tepat adalah bukan seberapa cerdas Anda, tetapi bagaimana Anda menjadi cerdas”. (2002: 58)

Setiap orang memiliki beberapa tipe kecerdasan. Gardner mendifinisikan kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai dalam satu latar belakang budaya atau lebih. Dengan kata lain kecerdasan dapat bervariasi menurut konteknya. Dalam bukunya Frames of Mind Gardner menawarkan delapan jenis kecerdasan manusia, yakni kecerdasan kinestik tubuh, musikal, intrapersonal, Intrapersonalasial, Logis matematis, visual spacial, linguistik dan naturalis.

3. Kreativitas dan Upaya Mengawal dan Mengarahkan tren

Dalam kamus bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka (2008: 1486) “tren” diartikan sebagai gaya mutakhir; gaya modern. Secara istilah tren bisa diartikan sebagai suatu kecenderungan manusia untuk mengikuti suatu objek yang menjadi pusat perhatian pada masa-masa tertentu.

Sebuah tren tidak bisa dilepaskan dari kreativitas. Sebab tren sendiri mula-mula dimunculkan oleh sebuah ide atau gagasan, atau produk yang diciptakan oleh manusia, atau hasil kreativitas dari manusia.

Sesuatu menjadi nge-tren, tentu membutuhkan sebuah proses, bahkan tren itu sendiri sengaja diciptakan dengan berbagai cara. Media (cetak dan elektronik) memiliki andil yang besar dalam menge-trenkan sesuatu, baik itu produk atau hasil pemikiran. Dulu handphone

polyphonic sempat menjadi tren tetapi kemudian berangsur-angsur hilang dan berganti dengan produk baru, querty, lalu blackbarry, dan sekarang i-phone. Dulu Frenster sangat terkenal bagi penggila dunia maya, tetapi sekarang sudah digantikan Facebook dan Twitter.

Dalam dunia perbukuan pun sering muncul tren. Ayat-Ayat Cinta dan Laskar Pelangi

(5)

Maka kita tidak heran ketika banyak usaha ditempuh untuk mengekalkan selera pasar buku itu. Mulai dari pilihan tema, desain cover, judul buku, sampai nama penulis yang dibuat mirip dengan kecenderungan buku yang menjadi tren.

Buku yang berisi drama percintaan religius dengan setting Timur Tengah mendadak begitu banyak lahir. Cover bergambar realis, seorang perempuan mengenakan cadar dan hanya menampakkan sepasang matanya yang misteri tiba-tiba sangat sering dipakai. Judul buku yang menggunakan frasa “cinta” ditambah dengan embel-embel “kisah pembangun jiwa” juga banyak muncul. Dan terakhir, dan ini yang paling aneh, banyak penulis mengganti atau menggunakan nama pena yang berbau-bau “El” dan “Al”, epigon dengan nama El Shirazy.

Fenomena di atas sekilas memang terasa aneh dan konyol. Buku, yang notabene merupakan sebuah produk intelektual, ternyata tidak jauh beda dengan rokok, pasta gigi, ponsel, atau sepeda motor. Itu terjadi karena potret pembeli (bukan pembaca) buku di Indonesia, lebih didasari kemasan ketimbang isi. Minat untuk membeli dilandasi karena gejolak tren bukan karena kebutuhan. (Jusuf AN, Jawapos, 23/11/2008)

Untuk bisa kreatif dan bahkan membuat tren sendiri tentu tidaklah mudah. Kita membutuhkan kesabaran dan ketekukan, juga terus belajar dari karya-karya (produk) yang sudah ada. Perlu diketahui bahwa menjadi epigon tidak selamanya buruk. Epigon yang buruk adalah epigon yang tidak berusaha menciptakan kebaruan dari hasil kreativitasnya.

Mark Zuckerberg, pencipta facebook, tentu membuat jejaring sosial tersebut karena terinspirasi dari apa yang sebelumnya sudah ada. Juga orang-orang kreatif lainnya, semuanya pastilah mendapat ide tidak dari ruang kosong. Kreativitas bisa dicapai melalui proses panjang dan tidak semudah membalik telapak tangan.

Lalu bagaimana upaya yang mesti kita lakukan dalam mengawal dan mengarahkan tren? Ini pertanyaan yang sebenarnya sangat sulit dijawab. Tetapi lihatlah fenomena berikut:

Para desainer fashion mengadakan ajang fashion show untuk mengarahkan tren. Prodeuser barang-barang elektronik mengadakan bazar, memasang space iklan di mana-mana, dalam upaya agar produknya bisa menjadi tren.

Media merupakan ruang ampuh untuk mengendalikan selera publik. Iklan yang terus menerus di televisi secara tidak langsung masuk ke alam pikir kita sehingga kita pun tersihir untuk mengikuti anjuran iklan.

(6)

lagi-lagi, karakter utama media yang sebagai lahan bisnis sulit diajak untuk berkompromi, lebih-lebih jika kita tidak memiliki uang yang cukup.

Maka dari itu, pengawalan dan pengarahan sebuah tren mestilah kita mulai dari diri kita sendiri. Caranya adalah dengan mempopulerkan apa-apa yang kita anggap memiliki nilai positif, syukur-syukur bisa menciptakan hasil kreativitas yang baik dan bermutu kemuduian mencoba kita populerkan.

Kita barangkali sepakat, tidak semua tren itu buruk. Yang buruk adalah ketika seseorang mengikuti sebuah tren (arus utama) tanpa disertai alasan yang kuat, dalam artian hanya ikut-ikutan saja.

C. KESIMPULAN

Kreativitas adalah kemampuan menciptakan sesuatu yang baru dalam berbagai bidang kehidupan, proses konstuksi ide yang dapat diterapkan dalam menyelesaikan berbagai masalah, pengembangan sebuah teori atau konsep. Seseorang dikatakan kreatif apabila ia bisa menciptakan sesuatu yang baru atau mengembangkan sesutu yang sebelumnya sudah ada dengan lebih baik.

Dalam mengembangkan kreativitas (daya cipta) hendaknya dimulai pada usia dini, yaitu dilingkungan keluarga sebagai tempat pendidikan pertama dan dalam pendidikan anak usia dini (PAUD). Kreativitas juga perlu untuk terus dipupuk, dikembangkan dan ditingkatkan, melalui berbagai pendidikan dan usaha-usaha pribadi. Dengan demikian kreativitas dipengaruhi oleh faktor dalam dan luar.

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Buzan, Tony. 2003.Head First. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Campbell, David.1986. Mengembangkan Kreativitas. Yogyakarta: Kanisius. Craft, Anna. 2000. Membangun Kreativitas Anak. Depok: Inisiasi Press. Dryden, Gordon dan Jeannette Vos. 2000. Revolusi Cara Belajar. Bandung Kaifa.

Hawadi, Reni Akbar, R. Sihadi Darmo Wihandjo, dan Mardi Wiyono 2001. Kreativitas. Jakarta: Grasindo.

Munandar, Utami. 2002. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta. Porter, Bobbi De dan Mike Hernacki. 2001. Quantum Learning. Bandung: Kaifa.

Tim Redaksi.2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Referensi

Dokumen terkait

Bimbingan karir sebagai satu kesatuan proses bimbingan memiliki manfaat dalam mengarahkan diri dan menciptakan kemandirian dalam.. 1) Siswa SMK pada akhir semester dua

Bila hal ini dikaitkan dengan kreativitas guru, guru yang bersangkutan mungkin menciptakan suatu strategi mengajar yang benar-benar baru dan orisinil (asli ciptaan sendiri),

Sehubungan dengan pertanyaan penelitian skripsi yang berjudul Pengaruh Kreativitas dan Promosi Terhadap Keputusan Konsumen Dalam Memilih Jasa Party Planner “Diamonds Project”.. Maka

Dengan kata lain, masalah kreativitas ini dapat dimaknai sebagai sebuah energi atau dorongan dalam diri yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan tertentu.. Keberhasilan

(2) Sebenarnya, acara wisuda ini ini, tidak lain pula adalah sebuah tonggak untuk mengembalikan nawaitu pada diri kita masing-masing, wabil khusus para alumni, sebagai masyarakat

Dalam komunikasi antar pribadi atau komunikasi interpersonal harus dimulai dari diri sendiri, karena tampilan komunikasi yang muncul dalam setiap kita berkomunikasi