Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran dan Masa Kerja Dengan Gangguan Pendengaran Pada Karyawan Yang Terpapar Bising di Bandara
Internasional Adisucipto Yogyakarta
Use of Protective Equipment Connection of Hearing and Future Work With Hearing Disorders in Noisy Exposed Employees in Yogyakarta Adisucipto
International Airport
I Made Indra1, Hartono2, M. Akyar3 1)
Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
2)
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
3)
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
ABSTRAK
Background: Noise at airports certainly is one of the labor issues that often cause health problems to communities around airports and employees at the airport itself.
Subjects and Methods: The research subjects in this study were all employees who work at Adisucipto International Airport in Yogyakarta This research is analytic observational and cross-sectional design. The sample in this study were taken using tenik sampling random sampling. Study subjects who meet the criteria taken a number of 41 people in a random way. Data analysis was done using Chi-squre and logistic regression
Results: The results found that the variable use of hearing protection and working time have a significant impact on the value of the variable hearing loss coefficients of 0.000. The relationship between independent variables with the dependent variable is marked with a value of R = 0.548 which means there is a strong degree of correlation between the independent variables with the dependent variable. The percentage relationship between independent variables and dependent variable is obtained from the value of R Square = 0.757, which means 75.7% of the variation that occurs in the variable hearing loss can be explained by the variable use of hearing protection and working lives.
Conclusions: Variable use of hearing protection and working time have a significant impact on the value of the variable hearing loss coefficients of 0.000.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebisingan umumnya terjadi di tempat kerja seperti industri, pabrik, kantor, stasiun, terminal dan bandara. Kebisingan yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) dapat mengganggu kesehatan karyawan seperti gangguan emosional, stres kerja, berpengaruh pada tekanan darah, hipertensi, jantung, stroke, kerusakan pendengaran, kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi atau percakapan antar karyawan, mengganggu konsentrasi, menurunkan daya dengar secara sementara maupun permanen (Subaris, 2008).
Bising pesawat di bandara lebih mengganggu dibanding bising lalu lintas, bising kereta api, projek pembangunan, tempat kerja yang memakai kipas angin besar, kompresor, trafo, dan pompa, hotel, dan perkantoran. Hasil pengukuran kebisingan yang dilakukan oleh Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja (HIPERKES) tahun 2011 di Indonesia menemukan rata-rata kebisingan yang timbul sebagai berikut: orang ribut 80 dB, suara mesin motor 95 dB, suara kereta api 104 dB, suara petir 120 dB dan suara pesawat terbang 150 dB. Angka kebisingan pesawat sebesar 150 dB
dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang sangat serius seperti gangguan pendengaran.
Kebisingan di bandara tentu merupakan salah satu masalah kerja yang sering menimbulkan gangguan kesehatan terhadap masyarakat disekitar bandara dan karyawan di bandara itu sendiri. Ada banyak penelitian yang meneliti efek paparan kebisingan lingkungan kerja khususnya kebisingan di bandara dengan peningkatan stres, peningkatan tekanan darah serta gangguan pendengaran. Dampak adanya paparan bising menyebabkan penurunan pendengaran, peningkatan stresor psikis dan fisik. Penurunan pendengaran dapat diukur dengan beberapa pemeriksaan seperti menggunakan audiometri (Mashallah, 2008).
dan faktor lain yang dapat berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah papaean energi bising yang diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat (Yadnya, 2012).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Bandara Internasional Adisucipto Yogyakarta pada tanggal 28 November 2014 mendapatkan bahwa masih banyak karyawan yang tidak menggunakan alat pelindung pendengarannya tentu hal tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan terutama gangguan pendengaran bagi karyawan, terutama yang memiliki radius kerja paling dekat dengan pesawat udara. Masa kerja juga akan sangat mempengaruhi fungsi pendengaran pada karyawan, bila selama dia bekerja selalu terpapar bising.
METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan observasional analitik serta rancangan cross sectional. Lokasi penelitian dilaksanakan mulai Oktober 2014 sampai dengan bulan Agustus 2015 di Bandara Internasional Adisucipto Yogyakarta. Sampel dalam penelitian ini diambil menggunakan tenik sampling random sampling. Subyek penelitian yang memenuhi kriteria
diambil sejumlah 41 orang sengan cara acak. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Chi-Squre dengan taraf kesalahan 5%.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1.
Distribusi frekuensi berdasarkan masa kerja pada responden di Bandara
Internasional Adisucipto Yogyakarta
No Kategori Frekuensi Persentase (%) 1 < 1 thn 0 0,0
2 1-5 thn 17 41,5
3 > 5 thn 24 41
58,5 100,0 Total
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan distribusi masa kerja, maka terlihat masa kerja responden di Bandara Internasional Adisucipto Yogyakarta yang tertinggi adalah > 5 tahun sebesar 58,5 %.
Tabel 2.
Distribusi frekuensi berdasarkan penggunaan alat pelindung pendengaran pada responden di Bandara Internasional
Adisucipto Yogyakarta
No Kategori Frekuensi Persentase
(%)
1 Taat 8 19,5
2 Tidak
Taat 33 80,5
Total 41 100,0
Sumber: Data Primer, 2015
pelindung pendengaran kategori tidak taat menggunakan sebesar 80,5%.
Tabel 3.
Distribusi frekuensi berdasarkan gangguan pendengaran pada responden di Bandara
Internasional Adisucipto Yogyakarta
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1 Normal 14 34,1
2 Tuli
Ringan 27 65,9
3 Tuli
Berat 0 0,0
Total 41 100,0
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan distribusi gangguan pendengaran pada responden di Bandara Internasional Adisucipto Yogyakarta terlihat bahwa kategori yang tertinggi adalah tuli ringan sebesar 65,9 %.
Tabel 4.
Intensitas berdasarkan skala WECPNL di Internasional AdisuciptoYogyakarta
No Kategori Titik
I
Titik II
Titik III
1 Bising
Latar (dBA)
75,8 74,9 74,4
2 Intensitas
(dB)
92,2 90,3 88,7
Tabel 5.
Uji Korelasi antara penggunaan alat pelindung pendengaran terhadap gangguan pendengaran pada responden di Bandara Internasional Adisucipto
Yogyakarta Gangguan
Pendengaran
Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran p-value Taat Menggunkan Tidak Taat
Menggunakan
Total
F % F % F %
0,000
Normal 7 17,1 7 17,1 14 34,2
Tuli Ringan 1 2,4 26 63,4 27 65,9
Total 8 19,5 33 80,5 41 100,0
Sumber : Data Primer, 2015
Berdasarkan tabulasi silang antara variabel penggunaaan alat pelindung pendengaran dengan variabel gangguan pendengaran terlihat yang tertinggi adalah tabulasi antara tidak taat menggunakan alat pelindung pendengaran dengan tuli ringan sebesar 63,4%. uji korelasi menggunkan
chi-squre mendapatkan nilai p-value sebesar 0,000 karena nilai tersebut < 0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan antara penggunaaan alat pelindung pendengaran terhadap gangguan pendengaran pada responden di Bandara Internasional Adisucipto Yogyakarta.
Tabel 6.
Uji Korelasi antara masa kerja terhadap gangguan
pendengaran pada responden di Bandara Internasional Adisucipto Yogyakarta
Gangguan Pendengaran
Masa Kerja
p-value 1-5 Tahun > 5 Tahun Total
F % F % F %
0,000
Normal 12 29,3 2 4,9 14 34,1
Tuli Ringan 5 12,2 22 53,7 27 65,9
Total 17 41,5 24 58,5 41 100,0
Sumber : Data Primer, 2015
Berdasarkan tabulasi silang antara variabel masa kerja dengan variabel gangguan pendengaran terlihat yang tertinggi adalah tabulasi antara masa kerja > 5 tahun dengan tuli ringan sebesar 53,7%. Uji korelasi menggunkan chi-squre mendapatkan
Tabel 7.
Uji regresi logistik antara penggunaan alat pelindung pendengaran dan masa kerja dengan gangguan pendengaran pada responden
di Bandara Internasional Adisucipto Yogyakarta
Variabel Sig. R R Square Coefficients Sig. Pelindung pendengaran 0,000 0,548 0,757 0.000
Masa kerja 0.000
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan hasil analisis regresi logistik diketahui bahwa variabel penggunaan alat pelindung pendengaran dan masa kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel gangguan pendengaran dengan nilai coefficients 0,000. Keeratan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat ditandai dengan nilai R = 0,548 yang artinya terjadi hubungan tingkat kuat antara variabel bebas dengan variabel terikat. Persentase hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat diperoleh dari nilai R Square = 0,757 yang artinya 75,7% variasi yang terjadi pada variabel gangguan pendengaran dapat dijelaskan oleh variabel penggunaan alat pelindung pendengaran dan masa kerja.
PEMBAHASAN
Pengukuran taraf intensitas berdasarkan skala WECPNL dilakukan bekerjasama dengan Balai Hygine menggunakan alat Sound Level Meter
(SLM) merk Extech Model 407735 buatan Jepang. Pengukuran dilakukan pada bulan April 2015. Area Bandara Internasional Adisucipto diukur pada tiga titik, dan di masing-masing titik dilakukan pengukuran 24 jam termasuk bising latar sesuai dengan Buku Petunjuk Pengukuran dan Perhitungan Kebisingan Bandar Udara dalam WECPNL yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan (Poetra et al, 2007).
akhirnya menyebabkan perubahan degeneratif pada bentuk sel (Rusiyanti, 2012).
Dalam penelitian ini variabel penggunaan alat pelindung pendengaran dibagi menjadi dua kategori yaitu taat menggunakan serta tidak taat menggunakan alat pelindung pendengaran. Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi penggunaan alat pelindung pendengaran responden di Bandara Internasional Adisucipto Yogyakarta yang tertinggi adalah penggunaan alat pelindung pendengaran kategori tidak taat menggunakan sebesar 80,5% dan yang terendah adalah ketegori taat menggunakan sebesar 19,5%.
Berdasarkan tabulasi silang antara variabel penggunaaan alat pelindung pendengaran dengan variabel gangguan pendengaran terlihat yang tertinggi adalah tabulasi antara tidak taat menggunakan alat pelindung pendengaran dengan tuli ringan sebesar 63,4%. uji korelasi menggunkan chi-squre mendapatkan nilai p-value sebesar 0,000 karena nilai tersebut < 0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan antara penggunaaan alat pelindung pendengaran terhadap gangguan pendengaran pada responden di Bandara Internasional Adisucipto Yogyakarta
Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan antara lain, pada petugas ground handling di bandara Ngurah Rai Bali. Penelitian dilakukan pada 44 orang petugas, yakni 6 orang pekerja administrasi dan 38 pekerja divisi teknik. Kedua tempat ini mempunyai tingkat intensitas bising yang berbeda yaitu administrasi 46,9-52 dB dan divisi teknik 88,3-90,9 dari penelitian ini didapatkan hasil pekerja yang mengalami gangguan pendengaran adalah pekerja administrasi tuli 1 orang (16,7%), 5 orang normal (83.3%) dan divisi teknik tuli 23 orang (60,5%), 15 orang normal (39.5%) (Yadnya, 2012). Kontinuitas dan jenis alat pelindung diri yang digunakan juga berpengaruh terhadap besarnya gangguan pendengaran tenaga kerja yang diakibatkan oleh kebisingan di tempat kerja. Penggunaan alat pelindung diri yang sesuai dengan standart disertai kontinuitas pemakaian yang optimal dapat mengurangi risiko terjadinya gangguan pendengaran akibat kebisingan di tempat kerja (Tarwaka, 2007).
pelindung diri yang terjadi pada tenaga kerja sebesar (11,5%). Begitu pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mikhdar, 2012 menyatakan bahwa di Bandara Soekarno Hata bagian GEA terdapat 13,6% responden yang bekerja tidak menggunakan alat pelindung telinga dan mengalami gangguan pendengaran akibat bising. Beberapa hal yang menyebabkan pekerja tidak menggunakan APD saat bekerja antara lain adalah tidak tersedianya APD di tempat kerja dan juga karena merasa tidak nyaman saat menggunakan APD. Ketersediaan APD di tempat kerja merupakan faktor penting yang mempengaruhi sikap pekerja dalam menggunakan APD, apabila APD tidak tersedia di tempat kerja maka pekerja terpaksa melakukan pekerjaannya dengan risiko keterpaparan bising yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran atau menurunkan derajat kesehatan. Hasil ini sejalan pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Asriyani, 2011 yang mengemukakan bahwa pekerja yang tidak memakai APD saat bekerja merasa kurang nyaman dan membuat pekerjaan menjadi terhambat. Upaya pencegahan bahaya kebisingan yang dilakukan pemerintah adalah dengan membuat peraturan perundangan yang mengatur
nilai ambang batas (NAB) dan penggunaan alat pelindung pendengaran (APP). Di Indonesia, intensitas bising di tempat kerja yang diperkenankan adalah 85 dB untuk waktu kerja 8 jam perhari, seperti yang diatur dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja no SE.01/Men/1978 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) untuk kebisingan di tempat kerja (Roestam, 2004).
Suharyana (2005) menyatakan bahwa sifat bising dengan intensitas tinggi mempunyai pengaruh terhadap naiknya nilai ambang pendengaran dan adanya peningkatan nilai ambang dengar pada frekuensi percakapan setelah tenaga kerja terpapar kebisingan 10-15 tahun.
Dalam penelitian ini variabel masa kerja dibagi menjadi tiga kategori yaitu masa kerja < 1 tahun, masa kerja 1-5 tahun serta masa kerja >5 tahun. Berdasarkan hasil pengukura masa kerja pada responden di Bandara Internasional Adisucipto Yogyakarta yang memiliki masa kerja tertinggi adalah kategori masa kerja > 5 tahun sebesar 58,5 %.
gangguan pendengaran pada responden di Bandara Internasional Adisucipto Yogyakarta.
Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rochmah (2006) menyatakan bahwa risiko kerusakan pendengaran pada tingkat kebisingan < 75 dB dapat diabaikan. Pada tingkat paparan sampai 80 dB (A) ada peningkatan presentase subjek dengan gangguan pendengaran. Akan tetapi pada 85 dB (A) ada kemungkinan bahwa setelah 5 tahun kerja 1% tenaga kerja akan memperlihatkan sedikit (biasanya minor) gangguan pendengaran, setelah 10 tahun kerja 3% pekerja mengalami kehilangan pendengaran, dan setelah 15 tahun meningkat menjadi 5%. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik diketahui bahwa variabel penggunaan alat pelindung pendengaran dan masa kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel gangguan pendengaran dengan nilai coefficients 0,000. Keeratan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat ditandai dengan nilai R = 0,548 yang artinya terjadi hubungan tingkat kuat antara variabel bebas dengan variabel terikat. Persentase hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat diperoleh dari nilai R Square = 0,757
yang artinya 75,7% variasi yang terjadi pada variabel gangguan pendengaran dapat dijelaskan oleh variabel penggunaan alat pelindung pendengaran dan masa kerja. Hal ini membuktikan bahwa antara pengguaan alat pelindung pendengaran dan masa kerja memliki pengaruh yang penting terjadinya gangguan pendengaran pada karyawan yang terpapar bising.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Babisch W. 2008 Road Traffic Noise and Cardiovascular Risk Noise Health. Journal Occupational healt, 10: 27-33. Babisch W. 2006. Stress Hormones in
The Research on
Cardiovascular Effects of Noise. Journal Occupational healt,. 5: 1-11.
Bustan , M.., 2007 Managemen Stres dan Kesehatan Jiwa. Rineka Cipta Jakarta
Buchari, 2007. Kebisingan Industri dan Hearing Conservation Program. [lecture papers] koleksi umum. Medan: USU Repository. Available From: http://repository.usu.ac.id/han dle/123456789/1235. [Diakses tanggal 27 Desember 2014]
Direktorat Jenderal Perhbungan Udara, 2007. Buku Teknik Lingkungan Bandar Udara Seri Kebisingan. Petunjuk Pengukuran dan Perhitungan Kebisingan Dalam WECPNL.
Ganong W.F., 2003. Review of Medical Physiology. 22th Ed. Ney York : Lange Medical Books/ McGrw-Hill,pp 515-531
Gray, H., 2005. Kardiologi Edisi IV. Erlangga Jakarta.
Harrington dan F.S Gill. 2005. Buku Saku Kesehatan Kerja. Edisi 3. EGC Jakarta.
Hartono, dan Muthmainah, 2007. Pengaruh perbedaan intensitas kebisingan terhadap gambaran struktur histologi lambung pada tikus putih (Rattus norvegicus). J Kedok Yarsi 15 (2). Pp133-1
Jeyaratnam J. dan David K., 2010. Pratik Kedokteran Kerja. EGC Jakarta
Keputusan Menteri Lingkngan Hidup N0.48 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan.
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No : SKEP/109/VI/2000 tanggal 6 Juni 2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembuatan Kawasan Kebisingan Bandar Udara.
Kusmiati A., Meilawati., Yustiana dan Mubiarti E., 2006. Valusi ekonomi kebisinagan pesawat udara di pemukiman sekitar Bandara Husein Sastranegara. J Teknik Lingkungan. Edisi Khusus, pp 241-248
Mashallah A.,dkk..2008. Noise Exposure and Risk of Hypertension. Journal Occupational healt, 21 : 3-5
M, Soeripto, 2009. Higiene Industri. Jakarta : Balai FKUI
dan Leher. Ed 13. Jakarta: Bina Rupa Aksara. pp.305-331
Poetra B. R., Samiyono B., dan Pelitsari, 2007. Petunjuk Pengukuran dan Perhitungan Kebisingan Bandar Udara dalam WECPNL. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan. Jakarta Pusat
Rosidah, 2003. Studi Kejadian Hipertensi Akibat Bising Pada Wanita Yang Tinggal di Sekitar Lintasan Kereta Api di Kota Semarang.Tesis. Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah. Tidak dipublikasikan.
Rosalia, 2012. Kebisingan dan Masa Kerja terhadap Kejadian Hipertensi Pada Pekerja di bandara Bandara Ahmad Yani Semarang. Tesis. Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Jawa tengah.
Rusli, 2009. Pengaruh Kebisingan Dan Getaran Terhadap Perubahan Tekanan Darah Masyarakat yang Tinggal di Pinggiran Rel Kereta Api Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Kecamatan Denai, Medan. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.
Roestam A.W. 2004. Program konservasi pendengaran di
tempat kerja. Cermin Dunia Kedokteran. 144, pp 29-33.
Subaris H. , 2008. Hygiene Lingkungan Kerja. Mitra Cendekia Press Yogyakarta.