• Tidak ada hasil yang ditemukan

(Skripsi) Oleh. Agung Gumelar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "(Skripsi) Oleh. Agung Gumelar"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN DAN POLA KUALITAS AKUSTIK RUANGAN BERDASARKAN TINGKAT

TEKANAN BUNYI DAN WAKTU DENGUNG (STUDI KASUS: RUANG IBADAH MASJID AL-WASI’I

UNIVERSITAS LAMPUNG) (Skripsi)

Oleh Agung Gumelar

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2018

(2)

i ABSTRAK

PERANCANGAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN DAN POLA KUALITAS AKUSTIK RUANGAN BERDASARKAN TINGKAT

TEKANAN BUNYI DAN WAKTU DENGUNG (STUDI KASUS: RUANG IBADAH MASJID AL-WASI’I

UNIVERSITAS LAMPUNG)

Oleh

AGUNG GUMELAR

Telah direalisasikan instrumentasi pengukur pola kualitas akustik ruangan berdasarkan tingkat tekanan bunyi dan waktu dengung di ruangan ibadah Masjid Al-Wasi’i Universitas Lampung. Alat yang dibuat terdiri dari 8 mikrofon yang terhubung ke soundcard internal laptop dengan multiplexer sebagai selector data, sistem akuisisi dan pengolahan sinyal menggunakan aplikasi matlab r2014a. Pengukuran dilakukan pada 64 titik yang tersebar didalam ruangan ibadah Masjid Al-Wasi’i Universitas Lampung. Dari hasil pengukuran untuk tingkat tekan bunyi memiliki rata-rata 61.92 dB, serta data pola menunjukan perbedaan tiap titik yang berdekatan tidak lebih dari 6 dB sehingga distribusi tingkat tekanan bunyi telah merata. Untuk pengukuran waktu dengung menunjukan pola yang merata dengan rata-rata 3.03 detik, dimana waktu dengung ini masih jauh dari kata optimum yang berkisaran 0.90 – 1.20 detik. Secara keseluruhan kualitas akustik di ruangan ibadah Masjid Al-Wasi’i Universitas Lampung belum bisa dikatakan baik karena masih belum memenuhi syarat akustik yang seharusnya.

(3)

ii ABSTRACT

THE MEASUREMENT DESIGN INSTRUMENTATION AND CONTOUR OF ROOM ACOUSTIC QUALITY BASED ON SOUND PRESSURE

LEVEL AND REVERBRATION TIME

(CASE STUDY : AL-WASI’I MOSQUE AT UNIVERSITY OF LAMPUNG) By

AGUNG GUMELAR

The room acoustic measurement based on the sound pressure level and reverberation time was done in Al-Wasi’i mosque in Lampung University. The measurement of sound pressure level and reverberation time used 8 microphones which were connected to the internal soundcard of a laptop with a multiplexer as a data selector, while the acquisition system and signal processing used Matlab r2014a. The measurements were conducted in 64 points distributed inside the room. The measurement results for sound pressure level showed an average of 61,95 dB. The data of sound contour showed differences in each measured point of no more than 6 dB so that the sound pressure was evenly distributed. The reverberation time measurement result was 3,03 seconds, where this reverberation time far from optimal reverberation time of 0,90 to 1,20 seconds. The overall of acoustic quality in the praying room of Al-Wasi’i mosque in Lampung University was not good because it did not meet a proper acoustic sound requirements.

(4)

PERANCANGAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN DAN POLA KUALITAS AKUSTIK RUANGAN BERDASARKAN TINGKAT

TEKANAN BUNYI DAN WAKTU DENGUNG (STUDI KASUS: RUANG IBADAH MASJID AL-WASI’I

UNIVERSITAS LAMPUNG)

Oleh

AGUNG GUMELAR Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2018

(5)

iv

Judul Skripsi : Perancangan Instrumentasi Pengukuran Pola Kualitas Akustik Ruangan Berdasarkan Tingkat Tekanan Bunyi dan Waktu Dengung (Studi Kasus: Ruangan Ibadah Masjid Al Wasi’i Universitas Lampung)

Nama Mahasiswa : Agung Gumelar Nomor Pokok Mahasiswa : 1317041001

Jurusan : Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Gurum Ahmad Pauzi, S.Si., M.T. Arif Surtono, S.Si.,M.Si.,M.Eng. NIP. 19801010 200501 1 002 NIP. 19710909 200012 1 001

2. Ketua Jurusan Fisika FMIPA

Arif Surtono, S.Si., M.Si., M.Eng. NIP. 19710909 200012 1 001

(6)

v

MENGESAHKAN

1. Tim penguji

Ketua : Gurum Ahmad Pauzi, S.Si., M.T. ...

Sekertaris : Arif Surtono, S.Si., M.Si., M.Eng. ...

Penguji

Bukan pembimbing : Sri Wahyu Suciayati, M.Si. ...

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Prof. Warsito, S.Si., DEA., Ph.D. NIP. 19710212 199512 1 001

(7)

vi

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang sama persis dengan yang pernah dilakukan orang lain, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis dan diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini sebagaimana disebutkan dalam daftar pustaka, selain itu saya menyatakan bahwa skripsi ini dibuat oleh saya sendiri.

Apabila pernyataan saya tidak benar maka saya bersedia dikenai sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, Maret 2018

Agung Gumelar NPM. 1317041001

(8)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Agung Gumelar dilahirkan pada tanggal 21 September 1994 di Pandeglang Banten dan merupakan anak ke empat dari empat bersaudara pasangan dari Bapak Hasan Basri dan Ibu St. Aisyah.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN 3 Cadasari pada tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Pandeglang pada tahun 2010, Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Pandeglang pada tahun 2013. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung melalui SBMPTN tahun 2013.

Selama menjadi mahasiswa, Selama menempuh pendidikan, pernah menjadi koordinator asisten Praktikum Pemrograman Komputer, Elektronika Dasar I dan II, Optika, Fisika Komputasi, Mikrokontroler, Sistem Akuisisi Data, dan Sistem Transmisi Data. Penulis pernah aktif dalam kegiatan organisasi seperti menjadi Anggota Biro Kesekertariatan Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) Jurusan Fisika FMIPA Unila periode 2014-2015, Anggota Departemen Pemberdayaan Sumberdaya Mahasiswa BEM FMIPA Unila priode 2014-2015, Ketua Bidang Sosial Masyarakat HIMAFI periode 2015-2016, dan Ketua Umum Physics

(9)

viii

Penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai Pengembangan Instrumentasi (BPI) LIPI Bandung dengan judul “Pengukuran dan Analisis Radius

Micro Bubble dari Gas Liquid Mixing Pump dengan Metode Particle Image Velocimetry”. Kemudian penulis melakukan penelitian “Perancangan Instrumentasi

Pengukuran dan Pola Kualitas Akustik Ruangan Berdasakan Tingkat Tekanan Bunyi dan Waktu Dengung (Studi Kasus : Ruangan Ibadah Masjid Al-Wasi’i Universitas Lampung)” sebagai tugas akhir di Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNILA.

(10)

ix MOTTO

“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila

engkau telah selesai (dari sesuatu urusan) tetaplah berkerja keras

(untuk urusan yang lain), dan hanya kepada Tuhanmulah

engkau berharap”

(QS. Al-Insyiroh : 6-8)

“Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain”

“Bila kau tak tahan lelahnya belajar, maka kau harus menahan

perihnya kebodohan”

(11)

x

Bismillahirohmanirrohim

Dengan rasa syukur kepada ALLAH SWT, kupersembahkan karya ini kepada :

“Ayah dan Ibu”

Yang penuh kesabaran dalam membimbing, mendidik, menemani, dan menyemangati dengan kelembutan do’a dan kasih sayang.

Terima kasih atas restu yang tiada hentinya hingga sekarang dan sampai nanti.

“Kakakku Abdul Aziz, Sri Hartati Latifah dan Ika Kartika”

Terima kasih atas segala semangat, dukungan dan bimbingan sebagai pengganti orang ayah dan ibu yang telah tiada

“Bapak-Ibu guru serta Bapak-Ibu dosen”

Terima kasih atas segala ilmu pengetahuan yang telah diberikan dan motivasi semoga menjadi bekal untuk

keberhasilanku

“Sahabat-Sahabatku”

Terima kasih telah memberikan warna dan pelajaran padaku, dari yang mengajarkan arti hidup sampai membantu dalam

proses penyusunan karya sederhana ini.

Universitas Lampung

(12)

xi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perancangan Instrumentasi Pengukuran dan Pola Kualitas Akustik Ruangan Berdasarkan Tingkat Tekanan Bunyi dan Waktu Dengung (Studi Kasus : Ruangan Ibadah Masjid Al-Wasi’I Universitas Lampung”. Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar S1 dan melatih mahasiswa untuk berpikir cerdas dan kreatif dalam menulis karya ilmiah.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua.

Bandar Lampung, Maret 2018 Penulis,

(13)

xii SANWACANA

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang menciptakan langit dan bumi serta penguasa atas semua makhluk. Dengan kerendahan diri dan ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Gurum Ahmad Pauzi, S.Si., M.T. selaku Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan memberikan semangat serta saran-saran untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Arif Surtono, S.Si., M.Si., M.Eng selaku Pembimbing II sekaligus Ketua Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung yang senantiasa memberikan masukan-masukan serta nasihat untuk menyelesaikan tugas akhir.

3. Ibu Sri Wahyu Suciayati, M.Si. selaku Penguji yang telah memberikan kritik dan saran selama penulisan skripsi.

4. Bapak Drs. Amir Supriyanto, M.Si. selaku Pembimbing Akademik.

5. Bapak Prof. Warsito, S.Si., DEA., Ph.D. selaku Dekan Fakultas MIPA Universitas Lampung.

(14)

xiii

6. Seluruh dosen Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

7. Ibunda, Ayahanda, kakak-kakak ku Abdul Aziz, Sri Hartati Latifah dan Ika Kartika yang selalu mendo’akan dan memberikan semangat kepada penulis. Terimakasih untuk pengorbanan yang telah diberikan.

8. Teman-teman Fisika 2013, kakak dan adik tingkat, terimakasih untuk kebersamaan dan dukungan yang diberikan bagi penulis.

9. Seluruh pihak yang telah ikut serta membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan niat baik yang telah dilakukan oleh berbagai pihak, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin.

Bandar Lampung, Maret 2018 Penulis

(15)

xiv DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

MOTTO ... ix

PERSEMBAHAN... x

KATA PENGANTAR ... xi

SANWACANA ... xii

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR TABEL ... xix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 3 C. Tujuan Penelitian ... 3 D. Manfaat Penelitian ... 4 E. Batasan Masalah ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terkait ... 5

(16)

xv

B. Pengertian Gelombang Bunyi ... 6

C. Tingkat Kebisingan ... 9

D. Pemantulan Bunyi ... 11

E. Penyerapan Bunyi ... 13

F. Impluse Respon ... 16

G. Dengung ... 17

H. Kualitas Akustik Masjid ... 20

I. Tranduser Mikrofon ... 21

J. Penguat Non-Inverting ... 24

K. Tanggapan Frekuensi Suatu Penguat ... 25

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 28

B. Alat dan Bahan ... 28

C. Prosedur Penelitian ... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 41

B. Karakteristik Mikrofon ... 43

C. Perancangan Perangkat Lunak Matlab ... 57

D. Data Penelitian ... 73

E. Analisis Data Kualitas Akustik ... 81

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 89 DAFTAR PUSTAKA

(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Partikel-partikel udara yang bergerak memadat dan merenggang ... 8

2.2. Terjadinya Bunyi ... 9

2.3. Interaksi Gelombang Bunyi dengan Bidang Batas ... 11

2.4. Gema dalam Ruang ... 12

2.5. Medan Suara dalam Ruang ... 13

2.6. Diagram Ilustrasi Impulse Respon dalam Ruangan ... 16

2.7. Reverberation Time ... 18

2.8. Kapasitor Plat Sejajar ... 21

2.9. Bagian-bagian Mikrofon Kondensor ... 23

2.10. Penguat Non-Inverting ... 24

2.11. Kurva Respon Frekuensi Tipikal Penguat Kopling C ... 26

3.1. Diagram Alir Penelitian ... 30

3.2. Perancangan sistem instrumentasi pola kualitas akustik... 31

3.3. Rangkaian selektor data ... 31

3.4. Rangkaian pre-amplifier Mikrofon ... 33

3.5. Perancangan pembuatan program ... 34

3.6. Masjid Al-Wasi’I Universitas Lampung ... 36

(18)

xvii

3.8. (a) Bentuk Countour (b) Bentuk 3D Surface ... 40

4.1. Rangkaian elektronika alat ukur kualitas akustik ruangan ... 41

4.2. Keseluruhan alat ukur kualitas akustik ruangan ... 42

4.3. Karakteristik Sensor 1 ... 45 4.4. Karakteristik Sensor 2 ... 46 4.5. Karakteristik Sensor 3 ... 48 4.6. Karakteristik Sensor 4 ... 49 4.7. Karakteristik Sensor 5 ... 51 4.8. Karakteristik Sensor 6 ... 52 4.9. Karakteristik Sensor 7 ... 54 4.10. Karakteristik Sensor 8 ... 55

4.11. Karakteristik perbandingan sensor ... 56

4.12. Tampilan Interface program ... 57

4.13. Grafik keakurasian sensor 1 ... 64

4.14. Grafik keakurasian sensor 2 ... 65

4.15. Grafik keakurasian sensor 3 ... 66

4.16. Grafik keakurasian sensor 4 ... 67

4.17. Grafik keakurasian sensor 5 ... 68

4.18. Grafik keakurasian sensor 6 ... 70

4.19. Grafik keakurasian sensor 7 ... 71

4.20. Grafik keakurasian sensor 8 ... 72

4.21. Pola pemetaan tingkat tekanan bunyi dalam 2D ... 75

4.22. Pola pemetaan tingkat tekanan bunyi dalam 3D ... 75

(19)

xviii

4.24. Pola pemetaan waktu dengung dalam 2D ... 79

4.25. Pola pemetaan waktu dengung dalam 3D ... 79

4.26. Keunikan Pola Distribusi tingkat tekan bunyi ... 82

4.27. Ilustrasi Arah Bunyi ... 83

4.28. Peletakan Speaker di Masjid Al-Wasi’I Universitas Lampung ... 84

4.29. Sebaran Waktu Dengung ... 85

(20)

xix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Kelajuan bunyi di berbagai materi pada suhu 27o C ... 7

2.2. Koefisien Penyerapan Bunyi ... 14

2.3. Jangkauan Perkiraan Waktu Dengung untuk Beberapa Ruang dengan Fungsi Tertentu ... 20

3.1. Tabel Fungsi Logika Multiplexer... 32

3.2. Rancangan Data Penelitian ... 39

4.1. Penguatan sensor 1 ... 44 4.2. Penguatan sensor 2 ... 46 4.3. Penguatan sensor 3 ... 47 4.4. Penguatan sensor 4 ... 49 4.5. Penguatan sensor 5 ... 50 4.6. Penguatan sensor 6 ... 52 4.7. Penguatan sensor 7 ... 53 4.8. Penguatan sensor 8 ... 55

4.9. Data pengujian sensor 1 ... 63

4.10. Data pengujian sensor 2 ... 64

4.11. Data pengujian sensor 3 ... 65

(21)

xx

4.13. Data pengujian sensor 5 ... 68

4.14. Data pengujian sensor 6 ... 69

4.15. Data pengujian sensor 7 ... 70

4.16. Data pengujian sensor 8 ... 71

4.17. Data pengukuran tingkat tekanan bunyi ... 74

4.18. Data pengukuran waktu dengung ... 78

(22)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masjid merupakan bangunan penting bagi umat islam karena disanalah kegiatan ibadah dilaksanakan. Terdapat tiga kegiatan utama yang dilakukan di dalamnya yaitu ibadah shalat berjamaah, penyampaian khutbah oleh imam serta mendengarkan dan membaca ayat-ayat dari kitab suci Al-Qur'an (Zerhan, 1999). Semua kegiatan tersebut berkaitan dengan kemampuan mendengarkan dan kejelasan penyampaian suara. Suara di dalam ruang Masjid yang dapat didengarkan dengan jelas dan estetis merupakan salah satu faktor kenyamanan dan kekhusukan beribadah, kondisi ini berkaitan dengan kualitas akustik didalam ruangan ibadah tersebut. Oleh karena itu, dalam perancangan arsitektur dan interior masjid perlu diperhatikan kualitas akustik untuk kenyamanan dalam beribadah (Abdou, 2003).

Namun, selama ini kualitas akustik belum dijadikan sebagai pertimbangan utama dalam tahap konseptual desain arsitektur dan interior ruangan masjid (Yuksel et al, 2003). Kebanyakan bangunan Masjid yang telah dibuat dan dirancang tidak memadai kejelasan penyampaian suara sehingga kondisi akustik perlu perbaikan (Mostafa, 2013). Dewan Masjid Indonesia juga menjelaskan bahwa sekitar 70% Masjid yang ada memiliki nilai kualitas akustik yang buruk sehingga perlu dikaji

(23)

2

lebih lanjut tentang masalah ini (Bena, 2014). Permasalahan kualitas akustik dalam perancangan arsitektur dan interior masjid terletak pada bentuk geometris masjid berkubah berbentuk setengah bola atau dome yang menyebabkan terjadinya suara yang terfokus dan distribusi suara tidak merata. Selain itu pemilihan bahan material dengan permukaan yang keras dan berkesan bersih seperti granit, marmer, ubin dan kaca menyebabkan penurunan kejelasan suara berupa pantulan suara yang panjang serta menimbulkan dengung berlebih dalam ruangan Masjid yang akhirnya menimbulkan cacat akustik.

Kualitas akustik ruangan ditentukan oleh parameter akustik yang dimiliki ruangan tersebut yang salah satunya menjadi tolak ukur yaitu tingkat tekanan bunyi dan waktu dengung (Satriyo, 2005). Untuk mengatasi cacat akustik yang ada dalam ruangan masjid ada beberapa cara yang dapat dilakukan diantaranya cacat akustik yang disebabkan distribusi tingkat tekanan bunyi yang kurang merata dapat dilakukan dengan menempatkan posisi pengeras suara sesuai arah rambatnya dan dengung yang berlebih dengan cara memberi bahan penyerap suara pada setiap sisi permukaan. Oleh karena itu untuk memberikan evaluasi yang tepat dari masalah akustik ruangan masjid terlebih dahulu dilakukan pengukuran kualitas akustik ruangan (Karabiber, 1999). Pengukuran perlu dilakukan diberbagai titik untuk memberikan gambaran kualitas akustik yang baik.

Berdasarkan permasalahan di atas maka dilakukan penelitian perancangan instrumentasi pengukuran yang dapat menampilkan kualitas akustik ruangan berdasarkan tingkat tekanan bunyi dan waktu dengung pada Masjid Al-Wasi’i Universitas Lampung. Instrumentasi ini memanfaatkan soundcard internal laptop

(24)

3

yang terhubung ke delapan sensor mikrofon. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran pada enam puluh empat titik yang tersebar pada ruangan ibadah Masjid Al-Wasi’I Universitas Lampung. Data yang diperoleh kemudian dibuat peta kontur untuk dapat melihat gambaran kualitas akustik yang ditinjau dari tingkat tekanan bunyi dan waktu dengung sebagai tolak ukur dan bahan evaluasi kenyamanan beribadah di ruangan ibadah Masjid Al-Wasi’i Universitas Lampung.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana merancang sistem instrumen pengukuran dan pola kualitas akustik berdasarkan tingkat tekanan bunyi dan waktu dengung?

2. Bagaimana pola dan kualitas akustik ruangan berdasarkan tingkat tekanan bunyi dan waktu dengung di Masjid Al-Wasi’i Universitas Lampung?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Merancang dan membuat sistem pengukuran dan pola kualitas akustik ruangan berdasarkan tingkat tekanan bunyi dan waktu dengung.

2. Mengetahui pola dan kualitas akustik ruangan berdasarkan tingkat tekanan bunyi dan waktu dengung di Masjid Al-Wasi’i Universitas Lampung.

(25)

4

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Sistem instrumentasi pengukuran yang dirancang dapat digunakan untuk mengoptimalkan penggunaan daya akustik serta dapat mengetahui pola dan kualitas akustik berdasarkan tingkat tekanan bunyi dan waktu dengung dalam suatu ruangan.

2. Memberikan gambaran nyata tentang tingkat kerja akustik ruangan Masjid Al-Wasi’i Universitas Lampung sebagai tolak ukur kenyamanan pendengaran. 3. Memberikan evaluasi kinerja akustik ruangan ibadah Masjid Al-Wasi’i

Universitas Lampung.

4. Dapat dijadikan acuan untuk pembangunan selanjutnya.

E. Batasan Penelitian

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sensor yang digunakan dalam penelitian ini adalah transduser mikrofon kondenser.

2. Sistem yang dibuat merupakan sistem perekam suara memanfaatkan soudcard

internal.

3. Pengukuran dilakukan hanya pada kualitas akustik ruangan berdasarkan tingkat tekanan bunyi dan waktu dengung.

4. Pengukuran parameter kualitas suara ini tidak melibatkan karakteristik

loudspeaker.

(26)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terkait

Sebelumnya telah dilakukan penelitian pengukuran kualitas akustik ruangan yang meliputi bising latar (background noise), distribusi bunyi, tingkat tekanan bunyi dan respon impulse ruangan terutama waktu dengung (reverberation time). Penelitian dilakukan oleh Indrani (2007) pada ruangan auditorium multi fungsi Universitas Kristen Petra untuk mengetahui kinerja akustik ruangan dan memperbaiki interior ruangan sehingga memenuhi kriteria ruangan yang sesuai. Pengukuran bising latar (background noise) dan distribunyi tingkat tekanan bunyi menggunakan sound level meter dan pengukuran waktu dengung dengan merekam suara ledakan balon (ballon burst) dan diolah menggunakan software Adobe

Audition, pengukuran dilakukan dengan mengambil beberapa titik sehingga

menggambarkan kualitas akustik secara keseluruahan dalam ruangan.

Penelitian terkait kualitas akustik lainnya yaitu deteksi pola perambatan suara pada Masjid Al-Wasi’i Universitas Lampung menggunakan metode multi titik. Penelitian dilakukan oleh Bari (2015) yaitu membuat instrumentasi pengukuran suara menggunakan delapan sensor dan akuisisi data melalui komunikasi protocol TCP/IP WIZ 1105SR untuk ditampilkan melalui serial monitor personal computer.

(27)

6

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat tekanan bunyi disetiap sudut ruangan sehingga dapat mendeteksi penurunan kejelasan suara.

Penelitian lain dilakukan oleh Jean (2016) tentang analisis akustik ruangan di audiotorium Departemen Industri Universitas de Santa Maria. Dalam penelitian ini dibuat sebuah intrumentasi low cost untuk pengukuran kualitas akustik ruangan dengan metode binaural sehingga dapat digunakan dalam pembelajaran. Instrumentasi pengukuran yang dibuat menggunakan soundcard eksternal dan akuisisi data sinyal prosesing menggunakan ITA-Toolbox. ITA-Toolbox merupakan aplikasi Open Source MATLAB yang dikembangkan oleh Dierich (2012) di Institute of Technical Acoustics, RWTH Aachen University, aplikasi ini memiliki fungsi import, eksport, perekaman dan proses sinyal analisis.

B. Pengertian Gelombang Bunyi

1. Gelombang Bunyi

Gelombang bunyi atau suara merupakan gelombang longitudinal yang dapat merambat di dalam benda padat, benda cair, dan gas (Halliday, 1998). Gelombang bunyi adalah gelombang tekanan dalam medium seperti udara, air, atau baja. Apabila rambatan dan regangan gelombang mengenai selaput pendengaran, manusia mendengar bunyi itu selama frekuensi gelombang dalam rentang 20 Hz hingga 20 kHz. Gelombang yang berfrekuensi di atas 20 kHz dikenal sebagai gelombang ultrasonik, sedangkan yang mempunyai frekuensi di bawah 20 Hz disebut gelombang infrasonik (Bueche, 1989). Gelombang suara terjadi karena perambatan energi membuat partikel udara merapat dan merenggang secara

(28)

7

bergantian (Ishaq, 2007). Kecepatan bunyi di udara bergantung jenis medium dan suhu medium. Kecepatan bunyi pada berbagai materi terlihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Kelajuan bunyi di berbagai materi pada suhu 27o C (Giancoli, 1999).

No Jenis Medium Kelajuan Bunyi (m/s)

1 Udara 343 2 Udara 0o C 331 3 Helium 1005 4 Hidrogen 1300 5 Air 1440 6 Air Laut 1560

7 Besi dan Baja 5000

8 Kaca 4500

9 Almunium 5100

10 Kayu Keras 4000

Tabel 2.1 menunjukkan kelajuan bunyi pada saat kita berbicara sekitar 343 m/s (Giancoli, 1999). Kecepatan rambat gelombang suara di udara dirumuskan sebagai berikut:

υ = √𝐾𝜌 (2.1)

Dengan K adalah modulus Bulk dan 𝜌 adalah massa jenis udara (Tipler, 1998).

Gelombang bunyi akan merambat ke segala arah di dalam medium (media). Jika seseorang berteriak, gelombang bunyi yang dihasilkan akan merambat ke segala arah di medium udara, sehingga semua orang yang ada disekitarnya mendengar bunyi yang dirambatkan tersebut. Partikel-partikel penyusun udara bergerak berosilasi untuk merambatkan gelombang bunyi seperti pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Partikel-partikel udara yang bergerak memadat dan merenggang (Saragih, 2015).

(29)

8

Jarak yang dihasilkan oleh sepasang bagian udara yang renggang dan padat dinyatakan sebagai satu panjang gelombang, yaitu: satu panjang gelombang bunyi. Panjang gelombang disimbolkan dengan 𝜆 (lamda). Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai jarak sejauh λ disebut sebagai periode T. Sementara 1/T didefinisikan sebagai frekuensi (f). Jadi, frekuensi adalah banyaknya gelombang bunyi yang terjadi dalam selang waktu satu detik. Mengacu pada besaran-besaran tersebut, maka kecepatan rambat gelombang bunyi pada suatu medium dapat dirumuskan.

v = λ f (2.2)

dan persamaan gelombangnya dinyatakan sebagai:

y (t) = A cos 2𝜋𝑣𝑡

𝜆 atau

y (t) = A cos 2πft (2.3) dengan y(t) adalah besar pergeseran bolak-balik (kekiri dan kekanan) partikel-partikel udara setelah waktu t, A adalah amplitudo dan 2πft adalah fase gelombangnya (Saragih, 2015).

2. Bunyi

Bunyi (sound) adalah gelombang getaran mekanis dalam udara atau benda padat yang masih bisa ditangkap oleh telinga normal manusia dengan rentang frekuensi antara 20 - 20.000 Hz atau dapat juga didefinisikan sebagai gelombang mekanik longitudinal berfrekuensi 20 – 20.000 Hz yang menjalar melalui medium padat, cair, gas yang dapat ditangkap oleh indra dengar manusia. Jangkauan frekuensi ini sebagai jangkauan pendengaran atau audible range (Halliday dan Resnick, 1996).

(30)

9

Bunyi terjadi karena adanya benda yang bergetar yang menimbulkan gesekan dengan zat di sekitarnya. Semua bunyi yang terjadi di sekitar kita selalu berasal dari objek yang bergetar, misalnya bunyi mangkok tukang bakso, bunyi kendaraan bermotor, bahkan suara manusia sendiri. Sedangkan contoh dari udara yang bergetar terjadi pada terompet yang ditiup (Mediastika, 2005).

Gambar 2.2. Terjadinya Bunyi (Mediastika, 2005).

Ada tiga hal yang dibutuhkan untuk terjadinya suatu bunyi yaitu sumber bunyi atau objek yang bergetar, medium perambat, serta indera pendengaran yang terlihat pada Gambar 2.2. Ketiga hal tersebut sangat penting keberadaannya. Dalam ruangan hampa udara, tidak ada partikel yang menghantar getarannya, oleh karena tidak terjadi perambatan, sehingga meski ada objek bergetar dan pendengaran memiliki telinga yang sehat, bunyi yang muncul tidak dapat didengar (Mediastika, 2005).

C. Tingkat Kebisingan

Tingkat kebisingan merupakan ukuran energi bunyi yang dinyatakan dengan skala

deciBel (dB). Skala ini merupakan skala logaritmik dan alasan pemakaiannya

karena besarnya rentang tekanan dan intensitas suara di lingkungan kita. Pemakaian skala logaritmik akan berakibat rentang intentsitas suara terkompresi. Alasan lain

Medium Rambat

Pendengar Sumber Bunyi

(31)

10

adalah bahwa respon telinga manusia terhadap dua bunyian didasarkan atas nisbah intensitasnya yang merupakan bentuk perilaku logaritmik.

Kualitas suatu bunyi ditentukan oleh frekuensi dan intensitasnya (Suma’mur, 1996). Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik (Hz). Suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang-gelombang sederhana dari berbagai frekuensi. Intensitas atau arus energi per satuan luas yang dinyatakan dalam desibel (dB) dengan memperbandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat didengar oleh telinga manusia, dinyatakan dengan rumus:

𝑆𝑃𝐿 = 20 𝑙𝑜𝑔 𝑃

𝑃0 (2.4)

Dengan

SPL (sound pressure level) = aras tekanan suara (dB) P = Tekanan suara yang bersangkutan (Pa)

Po = Tekanan suara standar (0,0002 dyne/cm2 = 2x10-5 Pa)

Telinga manusia mampu mendengar frekuensi-frekuensi di antara 16-20.000 Hz. Pengukuran kebisingan dilakukan untuk memperoleh data kebisingan di perusahaan atau di mana saja dan mengurangi tingkat kebisingan tersebut sehingga tidak menimbulkan gangguan (Sasongko, 2000). Alat yang digunakan dalam pengukuran kebisingan adalah sound level meter dimana alat ini mampu mengukur kebisingan diantara 30-130 dB dan frekuensi-frekuensi dari 20-20.000 Hz (Tambunan, 2005).

(32)

11

D. Pemantulan Bunyi

Ketika gelombang bunyi mengenai suatu permukaan, sebagian energinya akan dipantulkan, sebagian ditransmisikan, dan sebagian ada yang diserap, seperti pada Gambar 2.3 (Rossing, 2007). Gejala pemantulan bunyi hampir sama dengan pemantulan cahaya. Hukum pemantulan bunyi menyatakan bahwa gelombang bunyi datang, garis normal bidang, dan gelombang bunyi pantul terletak pada satu bidang datar, sudut gelombang bunyi datang sama dengan sudut gelombang bunyi pantul. Namum harus diingat bahwa panjang gelombang bunyi jauh lebih besar dari pada gelombang cahaya dan hukum pemantulan bunyi hanya berlaku jika panjang gelombang bunyi lebih kecil dibandingkan dengan ukuran permukaan pemantul (Doelle, 1993).

Gambar 2.3. Interaksi Gelombang Bunyi Bidang Batas (Modifikasi dari:, 2007).

Pemantulan bunyi yaitu pemantulan kembali dari gelombang bunyi yang menumbuk suatu permukaan, dimana sudut datang sama besar dengan sudut pantul. Permukaan yang keras, tegar, dan rata memantulkan semua energi bunyi. Bentuk permukaan pemantul dapat dibedakan dalam beberapa kondisi:

c G e l o m b a n

Gelombang Bunyi Pantul

Bidang

Arah Gelombang Bunyi

(33)

12

a. Permukaan rata bersifat sebagai penghasil gelombang bunyi yang merata. b. Permukaan cekung bersifat sebagai pengumpul gelombang bunyi.

c. Permukaan cembung bersifat sebagai penyebar gelombang bunyi. Suara yang disebarkan menimbulkan gelombang bunyi yang merambat ke segala arah dengan tekanan bunyi yang sama pada tiap bagian ruang (Suptandar, 2004).

Gambar 2.4. Gema dalam Ruang (Modifikasi dari: Cowan, 2007). Umumnya masalah akustik ruang yang disebabkan oleh pemantulan adalah gema atau resonansi ruangan. Gema terjadi karena keterbatasan pendengaran kita. Ketika dua bunyi datang pada waktu yang berbeda kurang dari 60 ms, kita mendengar kombinasi dari dua bunyi tersebut menjadi satu bunyi. Namun ketika perbedaan waktu dagnya lebih dari 60 ms maka kita akan mendengar dua bunyi yang berbeda yang terlihat pada Gambar 2.4. Ketika dua buah bunyi dihasilkan oleh satu sumber suara, gema dapat menyebabkan kesulitan dalam memahami informasi yang disampaikan, khususnya ketika waktu datangnya bunyi lebih dari 100 ms.

Sumber Pantulan (R1) Pantulan (R2) Pendengar Bunyi Langsung (D) Jika R-D > 30 m. Gema akan sangat tinggi

(34)

13

Gambar 2.5. Medan Suara dalam Ruang (Modifikasi dari: Cowan, 2007).

Terlihat pada Gambar 2.5 ada beberapa medan bunyi yang berbeda di dalam ruang yaitu:

1. Near Field yaitu daerah pada ¼ panjang gelombang dari sumber suara. Tingkat tekanan bunyi pada daerah ini dapat turun naik secara signifikan sehingga pengukuran tingkat tekanan bunyi lebih baik tidak dilakukan pada daerah ini. 2. Far field yaitu daerah diluar near field. Pengukuran tingkat tekanan bunyi

dianjurkan dilakukan pada daerah ini. Daerah far field dibagi menjadi dua area, yaitu free field dan reverberation field. Free field berada di dalam ruangan yang mempunyai permukaan bidang serap yang tinggi dan tidak ada pembatas antara sumber bunyi dan penerima. Reverberation field yaitu area yang terjadi di dekat bidang batas, berseberangan dengan sumber bunyi, dan sangat memantul.

E. Penyerapan Bunyi

Sesuai dengan karakterisik materialnya, sebuah bidang batas selain dapat memantulkan kembali gelombang bunyi, juga dapat menyerap gelombang bunyi.

SPL (dB) Jarak Dengun g Daerah Bebas

(35)

14

Penyerapan ini akan mengakibatkan berkurangnya atau menurunnya energi bunyi yang menimpa bidang batas tersebut. Penyerapan oleh pembatas ruangan sangat bermanfaat untuk mengurangi tingkat kekuatan bunyi yang terjadi, sehingga dapat mengurangi kebisingan ruang. Hal ini sekaligus bermanfaat untuk mengontrol waktu dengung (Christina, 2005).

Penyerapan bunyi adalah penyerapan energi bunyi oleh pelapisan permukaan tertentu yang memiliki koefisien penyerapan yang tertentu juga (Doelle, 1993). Adapun beberapa contoh nilai koefisien penyerapan bunyi dari beberapa bahan dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Koefisien penyerapan bunyi (Doelle, 1993).

Bahan Frekuensi (Hz) 150 250 500 1000 2000 4000 Gypsum board (13 mm) 0.29 0.1 0.05 0.04 0.07 0.09 Kayu 0.15 0.11 0.1 0.07 0.06 0.07 Kaca 0.18 0.06 0.04 0.03 0.02 0.02 Tegel geocoustic (81 mm) 0.13 0.74 2.35 2.53 2.03 1.73 Beton yang dituang 0.01 0.01 0.02 0.02 0.02 0.03 Bata tidak dihaluskan 0.03 0.03 0.03 0.04 0.05 0.07 Steel deck (150 mm) 0.58 0.64 0.71 0.63 0.47 0.4 Penyerapan gelombang bunyi oleh suatu permukaan merupakan fungsi dari beberapa parameter, antara lain kekerasan permukaan, porositas, kelenturan permukaan, dan dalam beberapa kasus melibatkan besaran-besaran resonansi. Efisiensi suatu penyerapan bunyi dinyatakan dengan angka antara 0 dan 1, yang disebut koefisien penyerapan. Angka 0 menunjukkan tidak ada penyerapan atau terjadi pemantulan sempurna. Sedangkan angka 1 menunjukkan penyerapan sempurna.

(36)

15

Penyerapan bunyi berfungsi untuk mengurangi atau menghilangkan refleksi bunyi yang tidak diinginkan. Penyerapan bunyi juga dapat difungsikan untuk menghilangkan gema. Fungsi utama dari penyerapan bunyi adalah untuk mengontrol dengung (Rossing, 2007). Terdapat jenis penyerapan suara yaitu: a. Penyerapan bahan berpori, berfungsi mengubah energi bunyi menjadi energi

panas melalui gesekan dengan molekul udara. Pada frekuensi tinggi, semakin tebal lapisan bahan penyerap akan semakin efisien. Sehingga dapat dikatakan material berpori bermanfaat untuk menyerap bunyi yang berfrekuensi tinggi, sebab pori-porinya yang kecil sesuai dengan besaran panjang gelombang bunyi berfrekuensi di atas 1000 Hz. Material berpori yang banyak digunakan adalah serat kacang (rock wall), serat kayu, papan serat (fiber board), dan lain-lain. b. Penyerapan panel bergetar, berfungsi sebagai pengubah energi bunyi menjadi

energi getaran. Penyerapan ini akan bekerja dengan baik pada frekuensi rendah, misalnya kaca, pintu, dan panel kayu.

c. Penyerap resonator rongga, berfungsi untuk mengurangi energi melalui gesekan dan interfleksi pada lubang dalam yang bekerja pada frekuensi rendah, contohnya sound block, resonator panel berlubang, dan resonator celah. Penyerap resonator rongga semacam ini disebut juga Helmholtz Resonator. Rongga penyerap bermanfaat untuk menyerap bunyi pada frekuensi khusus yang telah diketahui sebelumnya. Rongga penyerap terdiri dari sebuah lubang yang sempit yang diikuti dengan ruang tertutup dibelakangnya. Penyerap semacam ini sangat efektif bekerja pada frekuensi yang telah ditentukan dengan jalan menyerap atau menangkap bunyi yang datang masuk ke rongga tersebut (Mediastika, 2005).

(37)

16

F. Impulse Respone

Sumber dasar informasi mengenai suara yang dapat didengar di dalam ruang disebut impulse response. Sinyal ini dapat menunjukkan semua informasi tentang akustik di dalam ruang antara sumber dan posisi penerima. Bunyi dikeluarkan oleh sumber bunyi di atas panggung, ini ditunjukkan pada Gambar 2.6 Gelombang sferis dari sumber merambat ke segala arah. Bunyi pertama didengar di posisi pendengar secara langsung dari sumber bunyi disebut bunyi langsung. Komponen dari gelombang yang dipantulkan sekali atau beberapa kali oleh permukaan ruang atau benda yang ada di ruangan disebut bunyi pantul. Bunyi pantul datang lebih lambat daripada bunyi langsung. Umumnya bunyi pantul lebih lemah karena intensitas bunyi berbanding terbalik dengan luasan yang ditempuh gelombang bunyi dan energi bunyi diserap oleh permukaan ruangan atau benda yang ada di dalam ruangan. Gelombang bunyi akan diteruskan dengan cara dipantulkan sampai ke penerima hingga energinya habis karena diserap oleh permukaan ruangan atau benda yang ada di dalamnya yang terlihat pada Gambar 2.6(Gade, 2007).

Gambar 2.6. Diagram Ilustrasi Impulse Respone dalam Ruangan (Modifikasi dari Gade, 2007).

(38)

17

G. Dengung

Dengung merupakan perpanjangan bunyi sebagai akibat pemantulan berulang-ulang dalam ruang tertutup setelah sumber bunyi dimatikan. Besaran standar yang digunakan dalam pengendalian dengung disebut waktu dengung atau reverberation

time (Doelle, 1993).

Dengung adalah aspek subjektif akustik ruang yang banyak dikenal. Ketika sebuah ruangan terlalu dengung, maka kejelasan pengucapannya akan berkurang.

Reverberation time atau waktu dengung yang merupakan ukuran objektif dari

dengung diciptakan seratus tahun yang lalu oleh W. C. Sabine. Waktu dengung didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh bunyi dalam ruangan untuk berkurang 60 dB setelah sumber bunyi berhenti (Cowan, 2007).

Bunyi dengung dapat dibutuhkan maupun dihindari, tergantung dari penggunaan ruangan. Ruangan yang khusus untuk berceramah misalnya, tidak membutuhkan dengung dibandingkan dengan ruang untuk paduan suara. Setiap ruangan membutuhkan waktu dengung berbeda-beda tergantung dari penggunaannya. Waktu dengung yang terlalu pendek akan menyebabkan ruangan mati, sebaliknya waktu dengung yang panjang akan memberikan suasana hidup pada ruangan (Prasasto, 2007).

Dengung (reverberation) merupakan suatu ciri akustik yang sangat jelas dalam suatu ruangan tertutup. Barangkali setiap orang secara tidak sengaja pernah mengamati yaitu suara di dalam ruangan besar yang ditimbulkan oleh suatu sumber suara lantas secara tiba-tiba sumber suara tersebut dihentikan. Suara dalam ruangan tidak secara langsung menghilang tetapi masih dapat didengar untuk sementara

(39)

18

waktu, secara perlahan kekerasan suaranya menurun hingga akhirnya menghilang. Hal ini terjadi karena adanya pemantulan dan porsi perlambatan suara yang sampai ke telinga setelah sumber suara dihentikan. Hal ini berarti pula adanya penurunan energi akustik secara temporer. Proses penurunan ini secara matematis dianggap mengikuti hukum eksponensial sebagai berikut :

𝑢(𝑡) = 𝑢0𝑒12𝑡 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑡 > 0 (2.5)

Dimana u(t) adalah energi density (energi per unit volume) merupakan fungsi waktu, u0 adalah energi density pada permulaan proses peluruhan (decay process) dan δ adalah konstanta damping dari ruangan. Akan tetapi dalam akustik selang waktu proses penurunan energi biasanya tidak dicirikan oleh konstanta redaman tetapi dengan adanya waktu dengung (RT) (Gade, 2007).

Gambar 2.7. Reverberation Time (Modifikasi dari: Gade, 2007). Rentang Pengukuran (30 dB) Rentang Pengukuran (30 dB)

Waktu dengung

Waktu (s) Sound Presured Level (dB)

(40)

19

Pada Gambar 2.7 ditunjukkan logaritma dari energi suara sebagai fungsi dari waktu

t. Misalkan suatu ruangan dieksitasi dengan sumber suara kontinu kemudian

dihentikan atau diinterupsi pada t = 0. Penurunan suara yang dihasilkan dapat didekati dengan garis lurus yang berhubungan dengan persamaan (2.5) sedangkan waktu dengung (RT) merupakan suatu interval waktu dimana energi density atau energi suara total turun sebesar satu juta kali dari nilai awalnya. Hal ini berkaitan dengan berkurangnya tingkat suara dengung sebesar 60 dB. Hubungan antara RT dengan konstanta damping adalah RT = 6,91/δ (Gade, 2007).

Waktu dengung dapat dihitung dari data ruangan yang diketahui dengan ketelitian yang cukup bias dipertanggung jawabkan dengan persamaan 2.6.

𝑅𝑇 =0,16𝑉

𝐴 (2.6) Dengan

RT = Waktu dengung (s) V = Volume ruangan (m3)

A = Penyerapan total (sabine)

Jangkauan waktu dengung optimum pada frekuensi tengah yang disarankan untuk berbagai fungsi ruang dapat dilihat pada tabel 2.3. Tabel 2.3 berlaku untuk jangkauan frekuensi tengah dari 500 Hz sampai 1000 Hz. Pada umumnya waktu dengung yang besar pada frekuensi rendah lebih disenangi untuk ruangan dengan volume besar. Untuk ruangan dengan volume kecil nilai waktu dengung yang dipilih tidak tergantung pada frekuensi. Waktu dengung optimum untuk ruang tertentu bergantung pada volume ruangan. Berikut jangkauan perkiraan Waktu Dengung untuk beberapa ruang dengan fungsi tertentu dapat dilihat pada Tabel 2.2.

(41)

20

Tabel 2.3. Jangkauan Perkiraan Waktu Dengung untuk beberapa ruang dengan fungsi tertentu (Egan, 1988).

No .

Jenis ruang Waktu Dengung (s)

1. Studio rekaman 0,5

2. Ruang kelas 0,6 – 0,8

3. Intimate drama 0,9 – 1,0

4. Ruang konferensi 0,7 – 1,1

7. Auditorium 1,5 – 1,8

8. Auditorium multi fungsi 1,6 – 1,8

9. Gereja 1,4 – 2,6

10. Ruang konser tari dan musik rock 1,0 – 1,2

H. Kualitas Akustik Masjid

Masjid adalah merupakan bangunan yang penting bagi umat islam karena disanalah tempat segala kegiatan keislaman berlangsung. Kegiatan yang sering dilakukan di dalama masjid adalah kegiatan yang menimbulkan kejelasan penyampaian suara, seperti sholat berjamaah dan ceramah agama (Zerhan, 1999). Kegiatan tersebut bisa dilakukan dengan baik bila sebuah masjid memiliki nilai akustik yang baik dan kondisi akustik ruangan yang optimal. Kualitas akustik masjid yang baik memiliki 5 persyaratan umum yaitu kekerasan suara yang mencukupi, distribusi suara yang merata, waktu dengung yang optimum yang berpengaruh pada kejelasan pembicaraan, bebas dari cacat akustik, dan tingkat bising yang rendah (Soegijanto, 2001). Waktu dengung optimum untuk bangunan masjid ialah berkisar 0,9–1,2 detik, dengan tingkat tekanan bising berkisar antara 25- 30 dB. Jika masjid terdapat dalam area pemukiman, syarat bising antara 45 – 55 dB (Szokolay,2004).

(42)

21

I. Transduser Mikrofon

Mikrofon adalah suatu jenis transduser yang mengubah energi-energi akustik (gelombang suara) menjadi sinyal listrik. Salah satu jenis mikrofon yang sering digunakan untuk merekam suara adalah mikrofon jenis kondensor. Mikrofon ini memiliki sensitivitas (kepekaan) yang baik terhadap gelombang suara. Mikrofon jenis kondensor ini bekerja berdasarkan prinsip kapasitansi kapasitor plat sejajar seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.8 berikut.

Gambar 2.8. Kapasitor plat sejajar (Cahyono, 2008).

Berdasarkan Gambar 2.8 di atas terdapat dua buah plat kapasitor yang terpisah sejauh d dengan muatan yang berbeda-beda yaitu muatan positif (+) dan muatan negatif (-). Perbedaan muatan ini pada suatu titik tertentu menyebabkan terjadinya medan listrik yang sebanding dengan perubahan jarak pemisah kedua plat. Secara matematis medan listrik yang terjadi dapat dirumuskan pada Persamaan 2.7 berikut.

𝐸 = 𝑄

4𝜋𝜖0𝑟2 (2.7)

Selanjutnya dari perubahan medan listrik tersebut akan menghasilkan beda potensial yang sebanding dengan perubahan jarak antara kedua plat. Dalam prinsip

(43)

22

sebuah kapasitor nilai kapasitansi berubah terhadap jarak antara dua plat. Persamaan matematis yang menunjukan hubungan antara dua plat kapasitor ditunjukan pada Persamaan 2.8 berikut.

𝐶 = 𝜖0 𝐴

𝑑 (2.8)

Dari persamaan diatas besar kapasitansi kapasitor ditentukan oleh luas plat, jenis dielektrik, dan jarak antar plat. Selanjutnya hubungan antara kapasitansi kapasitor dengan tegangan keluaran dari perubahan kapasitansi dapat dirumuskan dengan Persamaan 2.8 sebagai berikut.

𝑉 = 𝑄

𝐶 (2.9)

Dengan mensubtitusikan Persamaan 2.8 ke Persamaan 2.9 diperoleh Persaman 2.10, yaitu tegangan mikrofon.

𝑉= 𝑄

𝐴∈0 d (2.10)

Dengan

C = Kapasitansi kapasitor (F).

𝜖0 = Permitivitas ruang hampa (udara) (F/m). A = Luas penampang plat (m2).

D = Jarak antara dua plat kapasitor (m). Q = Jumlah muatan (C).

(44)

23

Saat kapasitansi kapasitor dinaikkan akan menyebabkan kapasitor terisi muatan dan arus listrik akan mengalir melalui rangkaian sementara proses pengisian muatan berlangsung. Jika dikurangi kapasitansnya, kapasitor tidak lagi mampu menjaga muatannya dan ini akan menyebabkan kapasitor terlucuti (discharge). Sementara kapasitor terlucuti, arus akan mengalir lagi ke rangkaian.

Pada mikrofon kapasitor, peristiwa pengisian dan pelucutan kapasitor memang terjadi. Satu plat kapasitor terbuat dari bahan yang sangat mengkilap yang merupakan diafragma mikrofon. Salah satu platnya difungsikan sebagai membran, dan plat satunya dibuat tetap. Prinsip kerja dari mikrofon condenser menggunakan prinsip pelucutan muatan dalam sebuah kapasitor. Dua lempeng konduktor yang dipakai diberi polaritas yang berbeda sehingga berfungsi sebagai kapasitor dengan bahan dielektrik berupa udara yang nilainya 1.00059. Secara prinsip dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.9 berikut.

Gambar 2.9. Bagian-bagian Mikrofon Kondensor (Cahyono, 2008).

Pada Gambar 2.9 diatas gelombang suara mengenai diafragma (satu plat) dan mengakibatkan terjadi getaran yang tergantung pada gelombang suara. Gerakan diafragma menyebabkan perubahan kapasitansi. Saat diafragma bergerak masuk,

(45)

24

kapasitansi akan naik dan terjadi pengisisan muatan. Saat diafragma bergerak keluar, kapasitansi turun dan terjadi pelucutan muatan. Karena gerakan diafragma dan kapasitansi tergantung pada gelombang suara, pengisian dan pelucutan muatan ini merepresentasikan gelombang suara (Cahyono, 2008).

J. Penguat Non-Inverting

Penguat non-inverting berarti suatu penguat yang keluarannya tidak berlawanan fasa dengan masukannya (sefasa). Op-Amp yang berfungsi sebagai penguat

non-inverting terlihat pada gambar 2.10. Masukan penguat (Vi) diberikan kepada

terminal V+ (terminal masukan non-inverting).

Gambar 2.10. Penguat Non-Inverting (Surjono, 2009).

Dengan memperhatikan karakteristik Op-Amp ideal, maka: pada titik v- dengan hukum Kirchoff diperoleh:

𝑖𝐴 + 𝑖𝐹 = 0 (2.11)

(karena arus yang masuk ke terminal masukan = 0)

(𝑣 − − 0)/𝑅1 + (𝑣 − − 𝑣𝑜)/𝑅2 = 0 (2.12) karena 𝑣− = 𝑣+ = 𝑣𝑖. maka: 𝑣𝑖 𝑅1 + (𝑣𝑖 − 𝑣𝑜) 𝑅2 = 0 𝑣𝑖 𝑅1 + 𝑣𝑖 𝑅2− 𝑣𝑜 𝑅2 = 0 (2.13)

(46)

25 𝑣𝑖 𝑅1 + 𝑣𝑖 𝑅2 = 𝑣𝑜 𝑅2 jadi diperoleh: 𝑣𝑜 = (1 + 𝑅2 𝑅1)𝑣𝑖 (2.14) atau 𝐴𝑣 = (1 + 𝑅2 𝑅1) (2.15)

Dengan memperhatikan persamaan ini, terlihat bahwa keluaran penguat non-inverting selalu lebih besar dari satu (Surjono, 2009).

K. Tanggapan Frekuensi Suatu Penguat

Tanggapan frekuensi suatu penguat merupakan kemampuan penguat dalam meloloskan frekuensi sumber sinyal. Secara umum penguat hanya mampu melewatkan daerah frekuensi menengah. Hal ini berarti faktor penguatan dari penguat tersebut menurun baik pada daerah frekuensi rendah dan frekuensi tinggi. Secara umum penguat hanya mampu melewatkan daerah frekuensi menengah. ini berarti faktor penguatan dari penguat tersebut menurun baik pada daerah frekuensi rendah dan frekuensi tinggi.

Kurva tanggapan frekuensi tipikal dari penguat CE dengan kopling C dapat dilihat pada Gambar 2.11. Kurva respon frekuensi ini dibuat dengan sumbu horisontal berupa besaran frekuensi (masukan) dalam skala logaritmis dan sumbu vertikal berupa besaran penguatan (atau keluaran) dalam skala linier. Kertas yang digunakan untuk menggambarkan kurva respon frekuensi disebut kertas semi-log (artinya semi logaritmis). Dengan menggunakan skala logaritmis yakni jarak antara

(47)

26

satu titik dengan lainnya tidaklah linier melainkan secara logaritmis, maka penggambaran besaran frekuensi akan efisien (Malvino, 2004).

Gambar 2.11. Kurva Respon Frekuensi Tipikal Penguat Kopling C (Surjono, 2009).

Terlihat pada kurva respon frekuensi bahwa pada daerah frekuensi rendah, semakin rendah frekuensi semakin kecil pula penguatannya (atau gain). Hal ini disebabkan karena pengaruh CE (C by-pass pada emitor), CS (C kopling pada masukan), dan

CC (C kopling pada keluaran). Ketiga kapasitor ini reaktansi kapasitipnya akan

semakin besar bila frekuensinya semakin rendah (XC = 1/2πfC), sehingga faktor penguatannya menjadi berkurang. Sedangkan pada daerah frekuensi tinggi, semakin tinggi frekuensi semakin kecil penguatan. Hal ini disebabkan karena reaktansi dari kapasitor liar menjadi kecil dan ini akan membebani penguat sehingga penguatannya menjadi menurun (Surjono, 2009).

Dalam menunjukan level penguatan pada kurva tanggapan frekuensi digunakan ukuran decibel. Seperti yang diketahui penguatan didefinisikan sebagai perolehan tegangan yang merupakan tegangan keluaran dibagi dengan tegangan masukan.

𝐴 = 𝑣𝑖𝑛

(48)

27

Untuk memperoleh nilai penguatan dalam decibel diperlukan konversi yang didefinisikan sebagai berikut.

𝐴𝑣(𝑑𝐵) = 20 log 𝐴 (2.16)

Alasan untuk menggunakan 20 dan bukanlah 10 dalam definisi ini karena penguat berbanding lurus dengan kuadrat tegangan. Dari definisiini akan menghasilkan penurunan yang penting bagi sistem yang paling sesuai dengan frekuensi (Malvino, 2004).

(49)

1

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanankan di Laboratorium Elektronika Dasar Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung dan di Masjid Al Wasi’i Universitas Lampung dimulai pada bulan April 2017 sampai dengan Agustus 2017.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Sensor Suara/Mikrofon

Sensor suara digunakan untuk merekam sinyal akustik/suara yang berasal dari dalam ruangan Masjid dan selanjutnya sinyal diubah menjadi besaran elektris agar dapat diolah. Sensor suara yang digunakan adalah transduser mikrofon kondenser.

2. Mikrokontroler Arduino

Mikrokontroler sebagai sistem kontrol dan pengendali sistem instrumentasi pengukuran pola dan kualitas suara.

(50)

29

3. Penguat non-inverting Tl082

Penguat non-inverting Tl082 digunakan untuk menguatkan sinyal yang rekaman dari mikrofon.

4. Multiplexer analog

Multiplexer analog digunakan sebagai data selector.

5. Personal Computer (PC)

Personal Komputer (PC) digunakan untuk memproses dan menampilkan hasil

keluaran dari sistem instrumen pengukuran pola akustik ruangan. 6. Matlab R2014a

Matlab R2014a digunakan untuk merancang aplikasi perekam suara dan analisis kualitas akustik ruang berdasarkan Tingkat Tekanan Bunyi dan Waktu Dengung.

7. Arduino IDE

Software Arduino IDE digunakan sebagai pemrograman mikrokontroler.

8. Surfer Golden Software

Surfer dalam penelitian ini digunakan sebagai perangkat lunak untuk membuat peta kontur dan pemodelan tiga dimensi berdasarkan data tingkat tekanan bunyi di Masjid Al Wasi’i.

C. Prosedur Penelitian

Pada prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, mulai dari perancangan dan pembuatan rangkaian, pembuatan program sebagai pemrosesan sinyal suara hingga analisis data. Langkah-langkah penyelesaian penelitian ini secara umum dilakukan seperti Gambar 3.1 dibawah ini.

(51)

30

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

1. Perancangan Sistem

Perancangan sistem ini merupakan perancangan bagian elektronik pada sistem instrumen pengukuran pola dan kualitas akustik ruangan. Bagian elektris sistem ini terdiri dari soundcard internal laptop dan kendali selektor melalui komunikasi USB. Bagian elektris berupa sensor suara yaitu mikrofon yang dirangkai dengan rangkaian penguat dasar, rangkaian selektor data, dan sistem minimum mikrokontroler Arduino untuk memberikan logika terhadap rangkaian selektor data dari 8 chanel masukan. Diagram blok sistem diperlihatkan pada Gambar 3.2.

(52)

31

Gambar 3.2. Perancangan Sistem Instrumentasi Pengukuran Pola Kualitas Akustik Ruangan

a. Rangkaian Selektor data

Gambar 3.3. Rangkaian Selektor data

Dalam perancangan sistem instrumentasi pengukuran kualitas dan pola akustik ruangan berdasarkan tingkat tekanan bunyi dan waktu dengung menggunakan delapan sensor sebagai inputan yang dihubungkan ke soundcard PC. Karena didalam soundcard PC hanya memiliki satu chanel maka diperlukan rangkaian selektor data. Rangkaian ini menggunakan multiplexer analog yang dihubungkan

So u n d card Mi kr o fo n

(53)

32

ke mikrokontroler Arduino sebagai input logika untuk selektor data seperti pada gambar 3.3.

Dalam perancangan ini pin digital Arduino 13, 12 dan 11 di fungsikan sebagai pin

output yang dapat mengeluarkan tegangan 5 volt yang kemudian dihubungkan ke

pin A, B dan C multiplexer untuk mengaktifkan chanel yang dipakai. Untuk menentukan chanel yang dipakai berikut logika yang dipakai.

Tabel 3.1. Tabel Fungsi Logika Multiplexer Masukan Channel Aktif A B C L L L X0 L L H X1 L H L X2 L H H X3 H L L X4 H L H X5 H H L X6 H H H X7

b. Rangkaian Penguat (OP AMP) Mikrofon

Penguat mikrofon digunakan karena tegangan mikrofon sangat kecil (orde mikrovolt sampai milivolt), maka dibutuhkan rangkaian pengkondisi sinyal mikrofon dengan penguat operasi menggunakan IC TL082 yang merupakan IC low

power dual operation amplifier. Penguat pre-ampilfier ini menggunakan penguat

menggunakan desain penguat non-inverting untuk mendapatkan hasil yang lebih baik pada sinyal masukan yang kecil gambar rangkaian penguat ini dapat dilihat seperti pada Gambar 3.4.

(54)

33

Gambar 3.4. Rangkaian Pre-amplifier Mikrofon

Pada prinsipnya penguatan sinyal yang di hasilkan akan dipengaruhi oleh nilai

input. Penguatan dapat diperoleh menggunakan persamaan 2.14 Dengan R3 bernilai

100k dan R4 bernilai 3.3k, Sehingga penguatan yang diperoleh sebesar 31.33 kali.

Sinyal masukan terhubung dengan kapasitor C1 yang berfungsi sebagai kopling, fungsi dari kapasitor ini untuk menahan frekuensi dc yang masuk dan meloloskan frekuensi AC yang berasal dari mikrofon. Adapun pemilihan nilai kapasitor ini berdasarkan persamaan berikut ini.

fc = 1

2𝜋𝑅1𝐶1 (3.1)

dimana fc = 16 Hz dan nilai R1= 100k sehingga.

16Hz = 1

2𝜋 100𝑘 𝐶1 (3.2)

Maka diperoleh untuk nilai C1 sebesar 0.1 µF, kemudian dalam rangkaian ini menggunakan kapasitor C2 sebesar 100 µF sebagai penahan noise dalam rangkaian.

(55)

34

2. Pembuatan Program

Perancangan ini juga menggunakan software Matlab R2014a yang memanfaatkan fasilitas GUI (Graphical User Interface). Software Matlab ini digunakan untuk proses komputasi, pengolahan sinyal untuk dapat melihat sinyal tingkat tekanan suara dalam (dB). Berikut merupakan diagram alir pemerograman dari program yang dibuat seperti Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Perancangan Pembuatan Program Mulai Deklarasi waktu ; fs ; Input Signal X Windowing SPL = 20 log P/Po Selesai Deklarasi Po ; P=X ; Plot (X, t) Plot (SPL, t)

(56)

35

Dari diagram diatas instrumentasi pengukuran pola kualitas akustik ruangan secara umum memiliki tahapan sebagai berikut.

a. Tahap perekaman suara

Tahap perekaman merupakan tahap proses merekam sinyal suara melalui software Matlab dengan format data “*wav”, dimana hasil rekaman ini akan berektensi wav. Untuk proses perekaman suara, Matlab telah menyediakan sintak tersendiri seperti audioRecorder, dengan sintak audiorecorder(Fs,nBits,nChannels);. Frekuensi sampling (fs) yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar 44100Hz. Pemilihan frekuensi sampling tersebut berdasarkan frekuensi sampling sinyal suara manusia, kemudian nBits merupakan jumlah bit yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 16 bit mengikuti spesifik dari soundcard internal laptop yang digunakan dan nChannels merupakan input yang digunakan soundcard laptop, karena dalam laptop channels yang dimiliki hanya satu inputan maka nilai yang digunakan 1. Sinyal suara ini digunakan sebagai tekanan terukur.

b. Referensi tekanan

Pada tahap ini program yang dibuat menggunakan referensi tekanan sebagai perbanding tekanan yang terukur. Dalam penelitian ini referensi tekanan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tekanan diudara yang besarnya 20 µP.

c. windowings

Tahap selanjutnya yaitu tahap windowings agar sinyal rekam akan terbagi ke dalam beberapa segmen yang cukup kecil (waktu yang singkat) kemudian tiap segmen akan dihitung nilai energinya dan diperoleh reprentasi analisis sinyal bentuk besar energi tiap waktu.

(57)

36

d. Kalkulasi perhitungan

Tahap selanjutnya dalam program ini yaitu tahap kalkulasi perhitungan menggunakan persamaan tingkat tekanan bunyi pada persamaan 2.4. yang selanjutnya hasil ditampilkan dalam bentuk grafik terhadap waktu.

3. Gambaran Umum Ruangan Ibadah Masjid Al-Wasi’I Universitas Lampung

(a)

(b)

Gambar 3.6. Masjid Al-Wasi’I Universitas Lampung (a) Tampak Luar (b) Bagian

Masjid Al Wasi’i Universitas Lampung terletak di jalan Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No 1 Bandar Lampung. Masjid ini memiliki ruang ibadah seluas

(58)

37

±1124 m2 dengan panjang ±34,93 m, lebar ±32,18 m dan tinggi (tanpa kubah) ±4,5 m. Ruang ibadah ini memiliki 12 tiang berbentuk balok yang disusun menyerupai persegi dengan 4 tiang berada didepan, 4 tiang berada di samping kanan sejauh 6,21 m dari pintu masuk sebelah kanan, 4 tiang berada di samping kiri sejauh 6,21 m dari pintu masuk sebelah kiri, dan 4 tiang berada di belakang sejauh 6,3 m dari dinding. Selain tiang berbentuk balok, ruangan ibadah ini juga memiliki 6 buah tiang berbentuk persegi enam yang disusun menyerupai segienam. Tiang ini tersususun dengan 2 tiang berada didepan sejauh 5,15 m dari dinding dan sejauh 12,07 m dari pintu masuk masing-masing tiang, 2 tiang yang berada sejauh 9,1 m dari tiang sebelumnya dan sejauh 7,12 m dari pintu masuk masing-masing tiang, dan 2 tiang lagi terletak sejauh 8,8 m dari dinding belakang dan sejauh 12,07 m dari pintu masuk masing-masing tiang. Ruangan masjid Al Wasi’I tersusun dari lantai dan dinding menggunakan kramik memiliki 15 buah kipas angin yang tersusun didalam ruangan. Selain kipas angin, ruangan ini juga memiliki 10 buah

loudspeaker yang digunakan untuk mengeraskan suara didalam ruangan ibadah,

tujuannya agar suara dapat menyebar merata pada ruangan ibadah ini. Loudspeaker ini terletak didalam masjid dengan susunan 2 buah loudspeaker dipasang secara terpusat didepan ruang ibadah setinggi 4,5 m dari lantai dan 8 loudspeaker lainnya dipasang secara tersebar setinggi 2,25 m dari lantai dengan susunan 2 berada didepan, 2 ditengah, dan 2 dibelakang. Dinding pada ruangan ibadah ini berlubang-lubang agar udara mudah masuk dan suara di dalam ruangan tidak memantul, sehingga suara tidak berdengung, dan dinding ini ditutup oleh sebuah pintu kaca.

(59)

38

4. Proses Pengambilan Data

Dalam peroses pengambilan data kualitas akustik ruangan ini dilakukan dua kali pengukuran yaitu pengukuran tingkat tekanan bunyi dan waktu dengung. Pengukuran tingkat tekanan bunyi dilakukan dengan menggunakan pembangkit sinyal dengan frekuensi 1 KHz yang dihubungkan ke pengeras suara dan selanjutnya direkam dan dianalisis, kemudian untuk pengukuran waktu dengung dilakukan dengan membangkitkan suara impulse menggunakan suara ledakan balon direkam dan dianalisis.

Gambar 3.7. Denah Lokasi Penempatan Sensor

Pada penelitian ini, data yang akan diambil data pada tiap titik yang ada pada masjid. Pengujian diambil pada titik-titik terdekat dan terjauh dari sumber suara. Penelitian ini menggunakan delapan sensor yang diletakkan di dalam ruang ibadah masjid. Dalam melakukan penelitian ini delapan sensor diletakkan dengan jarak

Si si K iri Si si K ana n

(60)

39

antar sensor sejauh 3,88 m dan pergeseran sensor sejauh 3,57 m serta dilakukan hingga delapan kali pergeseran, sehingga ruangan yang dideteksi merata. Denah peletakan sensor dapat dilihat pada Gambar 3.7.

5. Rancangan Pengambilan Data Penelitian

Untuk mengetahui pola kualitas akustik berdasarkan tingkat tekanan bunyi dan waktu dengung pada masjid maka diperlukan data informasi seperti Tabel 3.2 berikut ini.

Table 3.2. Rencana Data Hasil Penelitian

Titik Ukur Posisi Kualitas akustik ruangan x Y Tingkat Tekanan Bunyi

(dB) Waktu Dengung (s) 1 1 1 2 2 1 3 3 1 4 4 1 5 5 1 6 6 1 7 7 1 8 8 1 … … … … … … … … … 64 8 8

Dari data yang diperoleh selanjutnya data dibuat kedalam peta kontur agar dapat dilihat dalam bentuk dua dimensi dan tiga dimensi menggunakan software Golden. Dari peta kontur yang didapat kita bias diperoleh informasi gambaran umum tingkat tekanan bunyi di perbagai posisi. Berikut contoh peta kontur yang akan dibuat.

(61)

40

(a) (b)

(62)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengukuran dan analisis kualitas akustik ruangan Masjid Al-Wasi’i Universitas Lampung dapat disimpulkan beberapa hal:

1. Alat yang dirancang dapat mendeteksi tingkat tekanan bunyi hingga 100 dB dengan ketelitian rata-rata tiap sensor ±97%.

2. Distribusi tekanan bunyi dalam ruangan Masjid Al-Wasi’i Universitas Lampung telah menyebar secara merata.

3. Waktu dengung dengung di Masjid Al-Wasi’i Universitas Lampung belum memenuhi syarat karena memiliki waktu dengung rata-rata sebesar 3.03 detik jauh dari waktu dengung optimum sebesar 0.9 sampai 1.2 detik.

4. Kualitas akustik Masjid Al-Wasi’i Universitas Lampung belum bisa dikatakan baik karena tidak memenuhi syarat akustik.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis memberikan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya yaitu sebagai berikut:

1. Dalam melakukan penelitian selanjutnya terkait kualitas akustik di Masjid Al Wasi’i Universitas Lampung perlu dilakukan pengukuran secara langsung dan

(63)

juga secara perhitungan numerik dengan menganalisi data yang ada sehingga bisa memberikan perbandingan untuk mendapatkan solusi yang baik.

2. Untuk pengukuran selanjutnya bisa mencakup kualitas akustik yang lebih banyak berupa tingkat tekanan bunyi, background noise dan respon impulse sehingga memberikan gambaran kinerja akustik lebih baik.

3. Untuk mengetasi masalah waktu dengung berlebih di ruangan ibadah masjid Al-Wasi’i Universitas Lampung dapat dilakukan dengan menambah material

absorber seperti menambah jumlah sajadah, penambahan gorden dan penambahanornamentpenyerap bunyi.

(64)

DAFTAR PUSTAKA

A.A. Abdou, 2003. Measurement of acoustical characteristics of mosques in audi Arabia. The Journal of Acoustical Society of America. Vol. 113.

Agustinus Djoko Setiaji dan Floriberta Binarti. 2007. Studi Simulasi ECOTECT Sebagai Pendekatan Redesain Akustik Auditorium. DIMENSI TEKNIK

ARSITEKTUR. Vol. 35.

Bari, Fathul. 2015. Perancangan alat deteksi pola perambatan suara dengan metode multi titik menggunakan Komunikasi protokol tcp/ip wiz110sr. Jurnal Teori

dan Aplikasi Fisika. Vol. 1.

Bena Elsa Fitria. 2014. Waktu Dengung Ruang Sholat Masjid Desa Berdasarkan Perbedaan Bentuk Plafon. Jurnal RUAS, Vol. 12. No. 2.

Bueche, Fredenrick J. 1989. Seri Buku Schaum Teori dan Soal-Soal Fisika Edisi

Kedelapan. Jakarta : Erlangga.

Candra, Budi S. 2010. Studi Kuals Akustik Berdasarkan Waktu Dengung Dan Bising Latar di Masjid-Masjid Besar Surabaya. Jurnal Teknik Fisika. Vol.1. Cowan, J., 2007, Architectural Acoustics – Design Guide, Mc Graw Hill, New

York.

Dietrich P., M. Guski, M. Pollow, B. Masiero, M. M¨ullerTrapet, R. Scharrer, and M. Vorl¨ander. 2012. “ITA-Toolbox–An Open Source MATLAB Toolbox for Acousticians,” in 38th German Annual Conference on Acoustics

(DAGA), Darmstadt : Germany.

Doelle, L.L. 1993. Akustik Lingkungan. Jakarta: Erlangga.

Egan, M. David. 1988. Architectural Acoustics. New York: McGraw-Hill Company, Inc.

Gambar

Tabel 2.1. Kelajuan bunyi di berbagai materi pada suhu 27 o  C (Giancoli, 1999).
Gambar 2.2. Terjadinya Bunyi (Mediastika, 2005).
Gambar 2.3. Interaksi Gelombang Bunyi Bidang Batas (Modifikasi dari:, 2007).
Gambar 2.4. Gema dalam Ruang (Modifikasi dari: Cowan, 2007).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Model pembelajaran inkuiri terbimbing baik diterapakan pada siswa terkhusus pada siswa Sekolah Dasar dikarenakan siswa SD masih membutuhkan bantuan dari guru untuk menjawab masalah

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji keanekaragaman mangrove yang tumbuh di Pulau Sempu.. Hal ini penting sebagai upaya eksplorasi, pelestarian,

Berdasarkan hasil pengolahan data dari tabel matriks QSPM diatas, diperoleh hasil bahwa dari ketiga alternatif strategi diatas yang memiliki total skor daya tarik tertinggi

Membangun Karakter Wirausaha (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Brawijaya) Lily Hendrasti Novadjaja, SE., MM DPP 2011 Lokal

Menurut Wong (2008), seseorang yang mememiliki tingkat religiusitas tinggi dalam mengikuti aktivitas keagamaan serta memiliki sikap etis lebih baik dalam kehidupan

Nilai porositas terkecil antara membran biofilter berbahan daun delima, biji delima dan kulit delima adalah membran biofilter biji delima dengan variasi 0.7 gram.. Kata Kunci:

Menurut Johnson (dalam Supratiknya, 1995) ada empat hal yang menjadi keterampilan dasar dalam berkomunikasi adalah sebagai berikut. harus saling memahami, kemampuan ini

Efektivitas Campuran Meniran Phylanthus niruri dan Bawang Putih (Allium sativum) untuk Pengendalian Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila pada Ikan Lele Dumbo