• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Motivasi

1. Pengertian motivasi

Walgito (2004), mendefinisikan motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan.

Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1996), motivasi adalah sebagai usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang bergerak melakukan suatu tujuan karena ingin mencapai tujuan yang dikehendaki atau mendapat kepuasan dengan perbuatan. Pendapat lain dari Kartono (1994), motivasi adalah sebab, alasan dasar, dorongan bagi seseorang untuk membuat atau ide pokok yang selalu berpengaruh besar terhadap tingkah laku. Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi adalah daya dalam diri, sebagai penggerak, pendorong, sebab, yang melatarbelakangi, merupakan kehendak atau alasan yang diberikan pada individu untuk membangkitkan, mengarahkan, mengontrol, menjalankan tingkah laku atau bertindak serta berpengaruh terhadap perilaku manusia dalam mencapai tujuan tertentu atau yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan baik psikis maupun fisik.

2. Unsur–unsur motivasi

Menurut Purwanto (1998), unsur–unsur motivasi terdiri dari : 1) motivasi merupakan suatu tenaga dinamis manusia dan munculnya

(2)

kali ditandai dengan perilaku yang penuh emosi; 3) motivasi merupakan reaksi pilihan dari beberapa alternatif pencapaian tujuan; 4) motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan dalam diri manusia.

3. Jenis motivasi

Berdasarkan sumber dorongan terhadap perilaku, motivasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Motivasi instrinsik

Motivasi instrinsik adalah Berasal dari dalam diri manusia, biasanya timbul dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga manusia menjadi puas.

b. Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik berasal dari luar diri manusia, yang merupakan pengaruh dari orang lain atau lingkungan. Perilaku yang dilakukan dengan motivasi ekstrinsik penuh dengan kesangsian, kekhawatiran apabila tidak tercapai kebutuhan (Purwanto, 1998 dan Notoatmodjo, 2003).

4. Faktor yang mempengaruhi motivasi

Menurut Handoko (1998) dan Widayatun (1999), ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi yaitu faktor internal dan eksternal.

a. Faktor internal

Faktor internal adalah motivasi yang berasal dari dalam diri manusia, biasanya timbul dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga menjadi puas. Faktor internal meliputi :

(3)

1) Faktor fisik

Faktor fisik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi fisik misal status kesehatan pasien. Fisik yang kurang sehat dan cacat yang tidak dapat disembuhkan berbahaya bagi penyesuaian pribadi dan sosial. Pasien yang mempunyai hambatan fisik karena kesehatannya buruk sebagai akibat mereka selalu frustasi terhadap kesehatannya.

2) Faktor proses mental

Motivasi merupakan suatu proses yang tidak terjadi begitu saja, tapi ada kebutuhan yang mendasari munculnya motivasi tersebut. Pasien dengan fungsi mental yang normal akan menyebabkan bias yang positif terhadap diri. Seperti halnya adanya kemampuan untuk mengontrol kejadian-kejadian dalam hidup yang harus dihadapi, keadaan pemikiran dan pandangan hidup yang positif dari diri pasien dalam reaksi terhadap perawatan akan meningkatkan penerimaan diri serta keyakinan diri sehingga mampu mengatasi kecemasan dan selalu berfikir optimis untuk kesembuhannya.

3) Faktor herediter

Bahwa manusia diciptakan dengan berbagai macam tipe kepribadian yang secara herediter dibawa sejak lahir. Ada tipe kepribadian tertentu yang mudah termotivasi atau sebaliknya. Orang yang mudah sekali tergerak perasaannya, setiap kejadian menimbulkan reaksi perasaan padanya. Sebaliknya ada yang hanya bereaksi apabila menghadapi kejadian-kejadian yang memang sungguh penting.

(4)

4) Keinginan dalam diri sendiri

Misalnya keinginan untuk lepas dari keadaan sakit yang mengganggu aktivitasnya sehari-hari, masih ingin menikmati prestasi yang masih berada dipuncak karir, merasa belum sepenuhnya mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki.

5) Kematangan usia

Kematangan usia akan mempengaruhi pada proses berfikir dan pengambilan keputusan dalam melakukan pengobatan yang menunjang kesembuhan pasien..

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor motivasi yang berasal dari luar diri seseorang yang merupakan pengaruh dari orang lain atau lingkungan.

Faktor internal ini meliputi :

1) Faktor lingkungan

Lingkungan adalah suatu yang berada disekitar pasien baik fisik, psikologis, maupun sosial (Notoatmodjo, 2003). Lingkungan rumah sakit sangat berpengaruh terhadap motivasi pasien untuk sembuh.

Lingkungan rumah sakit yang tidak mendukung dan kurang kondusif akan membuat stres bertambah. Secara fisik misalnya penataan ruangan dirumah sakit., kontruksi bangunan akan meningkatkan ataupun mengurangi stress dan secara biologis lingkungan ini tidak

(5)

mengganggu kenyamanan yang dapat memicu stress, sedangkan lingkungan sosial salah satunya adalah dukungan perawat kususnya dukungan sosial.

2) Dukungan sosial.

Dukungan sosial sebagai informasi verbal dan non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan orang-orang yang akrab dengan subyek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerima. Dukungan sosial sangat mempengaruhi dalam memotivasi pasien untuk sembuh, meliputi dukungan emosional, informasi, finansial, dan perhatian.

Komunikasi perawat merupakan dukungan sosial terhadap diri pasien khususnya dukungan emosional dan informasi (Abraham & Shanley, 1997).

Komunikasi terapeutik perawat yang ditujukan untuk menolong pasien dalam melakukan koping secara efektif dimana perawat membutuhkan waktu untuk menanyakan dan mendengarkan ketakutan, kekhawatiran, keyakinan mengenai kesehatan dan keadaan pasien sendiri .

3) Fasilitas (sarana dan prasarana)

Ketersedian fasilitas yang menunjang kesembuhan pasien tersedia, mudah terjangkau menjadi motivasi pasien untuk sembuh. Termasuk dalam fasilitas adalah tersedianya sumber biaya yang mencukupi bagi

(6)

kesembuhan pasien, tersedianya alat-alat medis yang menunjang kesembuhan pasien.

4) Media

Media merupakan sarana untuk menyampaikan pesan atau info kesehatan (Sugiono, 1999). Adanya media ini pasien menjadi lebih tahu tentang kesehatannya dan pada akhirnya dapat menjadi motivasi untuk sembuh.

5. Kesembuhan atau sehat

Menurut Badudu (1994), sembuh berarti sehat dari sakit, pulih dari keadaan sakit. Seseorang yang sakit selalu ingin sehat agar dapat melakukan aktivitas lagi, dan untuk sehat seseorang harus sembuh. Sehat didefinisikan sebagai suatu kondisi keseimbangan antara status kesehatan jasmani, mental, sosial, dan spiritual yang memungkinkan orang tersebut hidup secara mandiri dan produktif yang memerlukan intervensi pengobatan dan perawatan karena keduanya mempunyai peran yang sama dalam penyembuhan penyakit (Zaidin, 2001). Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sembuh adalah hal yang baik atau pulih menjadi sehat kembali setelah sakit. Sedangkan kesembuhan adalah suatu keadaan perihal sembuh.

6. Aspek-aspek motivasi kesembuhan

Menurut conger (1997), aspek-aspek dari motivasi adalah sebagai berikut :

a. Memiliki sikap positif

(7)

Hal ini menunjukkan adanya kepercayaan diri yang kuat, perencanaan diri yang tinggi, serta selalu optimis dalam menghadapi sesuatu hal.

b. Berorientasi pada pencapaian suatu tujuan

Aspek ini menunjukkan bahwa motivasi menyediakan suatu orientasi tujuan tingkah yang diarahkan pada sesuatu.

c. Kekuatan yang mendorong individu

Hal ini menunjukkan bahwa timbulnya kekuatan akan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Kekuatan ini berasal dari dalam diri individu, lingkungan sekitar, serta keyakinan individu akan kekuatan kodrati.

Dapat disimpulkan bahwa pengertian motivasi kesembuhan disini adalah daya atau kekuatan yang berasal dari dalam diri individu atau penderita yang mendorong, membangkitkan, menggerakkan, melatarbelakangi, menjalankan, dan mengontrol seseorang serta mengarahkan pada tindakan penyembuhan atau pulih kembali serta bebas dari suatu penyakit yang telah dideritanya selama beberapa waktu dan membentuk keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan seseorang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

B. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian

Manusia merupakan mahkluk sosial, karena itu kehidupan manusia selalu ditandai dengan pergaulan antar manusia. Pergaulan manusia

(8)

merupakan salah satu bentuk peristiwa komunikasi. Cubbin dan Dahl, 1985 dalam Arwani (2001), mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses tukar menukar perasaan, keinginan, pendapat, dan kebutuhan. Pendapat lain dari Soekidjo (2003), komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non – verbal) untuk mempengaruhi perilaku orang lain.

Menurut Purwanto (1994), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kebutuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien. Berdasarkan definisi diatas dapat ditarik kesimpulan pengertian komunikasi terapeutik adalah komunikasi interpersonal antara perawat dan pasien karena adanya saling membutuhkan dan mengutamakan saling pengertian yang direncanakan secara sadar dengan menggunakan ungkapan- ungkapan atau isyarat-isyarat tertentu dan bertujuan untuk kesembuhan pasien.

2. Karakteristik komunikasi terapeutik (Arwani, 2002) a. Keikhlasan (Genuinesess)

Perawat menyadari tentang nilai, sikap, dan perasaan yang dimiliki terhadap keadaan pasien. Perawat yang mampu menunjukkan rasa ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai sikap yang dipunyai pasien.

Perawat tidak menolak segala bentuk perasaan negatif yang dimiliki pasien.

(9)

b. Empati (Empathy)

Empati merupakan perasaan pemahaman dan penerimaan perawat terhadap perasaan yang dialami pasien dan kemampuan merasakan dunia pribadi pasien. Empati merupakan sesuatu yang jujur, sensitif, dan tidak dibuat-buat (obyektif) didasarkan atas apa yang dialami orang lain.

c. Kehayatan (warmth)

Hubungan yang saling membantu (helping relationship) dibuat untuk memberikan kesempatan pasien untuk mengeluarkan uneg-uneg (perasaan dan nilai-nilai) secara bebas. Perawat akan mendorong pasien untuk mengekspresikan ide-ide dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau dikonfrontasi.

3. Faktor Yang mempengaruhi komunikasi ( Perry dan Potter dalam Nurjannah, 2001 ).

a. Perkembangan

Perawat agar dapat berkomunikasi efektif dengan pasien harus mengerti pengaruh perkembangan usia baik dari sisi bahasa, maupun proses berfikir dari orang tersebut. Berbeda cara komunikasi anak usia remaja dengan anak usia dewasa.

b. Emosi

Emosi merupakan perasaan subyek terhadap suatu kejadian. Emosi seperti marah, sedih, senang akan dapat mempengaruhi perawat dalam berkomunikasi dengan orang lain. Perawat perlu mengkaji emosi pasien dan keluarganya sehingga perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat.

(10)

c. Jenis kelamin

Setiap jenis kelamin mempunyai gaya komunikasi yang berbeda–beda.

Mulai usia 3tahun wanita bermain dengan teman baiknya dan menggunakan bahasa untuk mencari kejelasan, meminimalkan perbedaan, serta membangun dan mendukung keintiman. Laki–laki dilain pihak, menggunakan bahasa untuk mendapatkan kemandirian bahasa verbal dengan tingkat pengetahuan yang tinggi.

c. Peran dan hubungan

Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antar orang yang berkomunikasi. Cara komunikasi seorang perawat dengan perawat lain, dengan cara komunikasi seorang perawat pada pasien akan berbeda tergantung perannya.

d. Lingkungan

Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif.

Suasana yang bising, tidak ada privacy yang tepat akan menimbulkan keracuan, ketegangan dan ketidaknyamanan.

e. Jarak

Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu menyediakan rasa aman dan kontrol.

4. Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik

Menurut Boy dan Nihart (1998) dalam Nurjannah (2001), prinsip- prinsip komunikasi terapeutik terdiri dari :

a. Pasien harus merupakan faktor fokus utama dari interaksi.

(11)

b. Tingkah laku professional mengatur hubungan terapeutik.

c. Membuka diri dapat digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan terapeutik.

d. Hubungan sosial dengan pasien harus dihindari.

e. Kerahasiaan pasien harus dijaga.

f. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman.

g. Implementasi intervensi berdasarkan teori.

h. Memelihara interaksi yang tidak menilai dan hindari membuat penilaian tentang tingkah laku pasien dan memberi nasehat.

i. Beri petunjuk pasien untuk menginterprestasikan kembali pengalaman secara rasional.

j. Telusuri interaksi verbal pasien melalui statement klarifikasi dan hindari perubahan subyek atau topik jika perubahan isi topik merupakan sesuatu yang sangat menarik pasien.

5. Komunikasi interpersonal efektif

a. Empathy, yakni menempatkan diri pada kedudukan oang lain ( orang yang diajak komunikasi).

b. Respek, terhadap perasaan dan sikap orang lain

c. Jujur dalam menanggapi pertanyaan orang lain yang diajak berkomunikasi ( Notoatmodjo, 2003 ).

(12)

6. Sikap perawat dalam komunikasi

Sikap menurut Egan (1995) dalam Kelliat (1996), merupakan yang harus dilakukan dalam komunikasi terapeutik baik secara verbal maupun non verbal. Sikap dalam komunikasi terapeutik antara lain :

a. Berhadapan

Berhadapan langsung dengan orang yang diajak komunikasi mempunyai arti bahwa komunikasi siap untuk komunikasi.

b. Mempertahankan kontak

Kontak mata merupakan kegiatan yang menghargai pasien dan mengatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.

c. Membungkuk kearah pasien.

Sikap ini merupakan posisi yang menunjukan keinginan untuk mengatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.

d. Mempertahankan sikap terbuka

Sikap ini ditujukan dengan posisi kaki tidak dilipat, tangan menunjukan keterbukaan untuk berkomunikasi.

e. Tetap rileks

Merupakan sikap yang menunjukan adanya keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon pada pasien.

Selain hal diatas, sikap terapeutik juga dapat teridentifikasi melalui perilaku non verbal. Menurut Stuart dan Laraia (2001), menyatakan ada lima kategori komunikasi non verbal yaitu :

(13)

a. Isyarat vokal

Isyarat vokal yaitu isyarat paralinguistik termasuk semua kualitas bicara non verbal, misalnya : tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan suara.

b. Isyarat tindakan

Isyarat tindakan yaitu semua gerakan tubuh, termasuk ekspresi wajah dan sikap tubuh.

c. Isyarat obyek

Isyarat obyek yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau secara tidak sengaja oleh seseorang seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.

d. Ruang memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang.

Hal ini didasarkan pada norma-norma sosial budaya yang dimiliki.

e. Sentuhan

Sentuhan yaitu kontak fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non verval yang paling personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat dipengaruhi oleh tatanan dan latar belakang budaya, jenis hubungan, jenis kelamin, usia dan harapan. Berbagai macam pesan dapat disampaikan melalui sentuhan,seperti rasa kasih sayang, dukungan emosi, dorongan atau motivasi, penawaran dan perhatian pribadi (arwani, 2002).

7. hubungan terapeutik perawat dengan pasien a. Fase Preinteraksi

1) Mengekspresikan perasaan, fantasi dan ketakutan diri 2) Menganalisa kekuatan profesional diri dan keterbukaan 3) Menganalisa data tentang pasien jika mungkin

(14)

4) Merencanakan pertemuan pertama dengan pasien b. Fase Orientasi

1) Menentukan mengapa klien mencari pertolongan 2) Bina rasaa percaya, penerimaan, dan komunikasi 3) Membuat kontrak timbal balik

4) Mengekspresikan perasaan pasien, pikiran, dan tindakan 5) Mengidentifikasi masalah pasien

6) Mengidentifikasi tujuan dengan pasien

c. Fase kerja

1) Mengeksplorasi stressor yang sesuai tau relevan

2) Mendorong perkembangan kesadaran pasien dan penggunaan mekanisme koping kontruksi

3) Atasi penolakan perilaku adaptif.

d. Fase Terminasi

1) Menyediakan realitas perpisahan

2) Bicarakan proses terapi dan pencapaian tujuan, saling mengeksplorasi perasaan penolakan dan kehilangan, sedih, marah, dan perilaku lain (Kelliat, 1996)

8. Dimensi hubungan (stuart dan Laraia, 2001 serta Kelliat, 1996)

Keterampilan tertentu dibutuhkan peraawat untuk mencapai dan mempertahankan hubungan terapeutik. Keterampilan ini menggabungkan keterampilan verbal dan non verbal serta sikap dan perasaan dibalik sikap perawat antara lain dimensi responsive dan dimensi tindakan.

(15)

a. Dimensi responsive

1) Keikhlasan atau kesejatian

Keikhlasan akan tampak melalui sikap perawat yang terbuka, jujur, tulus dan berperan aktif dalam berhubungan dengan pasien.

2) Hormat atau menghargai

Sikap menghargai akan tampak saat perawat menerima pasien apa adanya, tidak menghakimi, tidak mengejek atau menghina.

3) Empati

Empati merupakan kemampuan masuk dalam kehidupan pasien agar dapat merasakan pikiran dan perasaannya sehingga kemudian mampu mengidentifikasi masalah pasien dan membantu mengatasi masalah tersebut.

4) Konkrit

Perawat menggunakan terminology yang spesifik, bukan abstrak.

Manfaat mempertahankan respon perawat terhadap pasien, penjelasan dapat diberikan secara akurat.

b. Dimensi tindakan 1) Konfrontasi

Pengekspresian perawat terhadap perbedaan pada perilaku pasien yang bermanfaat untuk memperluas kesadaran diri pasien.

Mengidentifikasi tiga kategori yaitu : 1) ketidak sesuaian konsep diri pasien (ekspresi pasien tentang dirinya) dan ideal diri (keinginan atau cita-cita pasien); b) ketidak sesuaian antara ekspresi yang verbal dan

(16)

perilaku pasien; c) ketidak sesuaian antara pengalaman pasien dengan perawat.

2) Kesegaran

Perawat harus sensitif terhadap perasaan pasien dan keinginan membantu dengan segera.

3) Keterbukaan perawat

Terlihat ketika perawat memberikan informasi tentang diri, ide, nilai, perasaan dan sikapnya sendiri untuk memfasilitasi kerjasama, proses belajar.

4) Katarsis emosional

Pasien didorong untuk memberikan hal-hal yang sangat mengganggunya untuk mendapatkan efek terapeutik.

5) Bermain peran

Membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan pasien kedalam hubungan antar manusia dan memperdalam kemampuannya untuk melihat situasi dari sudut pandang lain.

Berdasarkan beberapa ahli diatas komunikasi terapeutik merupakan metode atau cara untuk menciptakan hubungan terapeutik perawat dengan pasien yang saling mempengaruhi, pasien mencari pertolongan untuk mengatasi atau meringankan masalahnya dan perawat memiliki keterampilan, kamampuan dan sumber untuk mengatasi masalah. Perawat dan pasien memperoleh pengalaman bersama yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi motivasi kesembuhan pasien.

(17)

C. Kerangka Teori

Skema 2.1 Kerangka Teori

Modifikasi Handoko (1998); Widayatun (1999);

Abraham & Shanley (1997).

Faktor Internal

• Fisik

• Proses mental

• Keinginan dalam diri sendiri

• Herediter

• Kematangan usia

Faktor eksternal

• Lingkungan

• Dukungan sosial (emosional & informasi) - Komunikasi terapeutik perawat

• Fasilitas (sarana dan prasarana)

• media

Motivasi untuk sembuh

pada pasien rawat inap

(18)

D. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel independent Variabel dependent

Skema 2.2 Kerangka Konsep

E. Variabel Penelitian

Variabel independent pada penelitian ini adalah komunikasi terapeutik perawat, variabel dependent pada penelitian ini adalah motivasi untuk sembuh.

F. Hipotesis

Ada hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan motivasi untuk sembuh pada pasien rawat inap.

Komunikasi Terapeutik perawat

Motivasi untuk sembuh

Referensi

Dokumen terkait

Data lain juga menunjukkan, responden yang mengikuti FKK memiliki kesadaran lebih tinggi akan pentingnya baik evange- lisasi ke dalam maupun keluar (20%) dibandingkan dengan

Implementasi pewarnaan graf fuzzy dengan pengembangan software matlab dapat menampilkan pembagian klasifikasi dengan warna yang sama sehingga dapat memberikan

Tibet telah menjadi wilayah independen (genuine self- governance) yang diberikan oleh pemerintah Cina, masyarakat internasional secara formal tidak mengakui

Mengetahui potensi hasil penelitian populasi dan persebaran Spilornis cheela baweanus di Pulau Bawean sebagai media pembelajaran materi struktur organisasi populasi

Mengingat pentingnya peran seng, maka dalam penelitian ini akan dilakukan penentuan besarnya seng dalam makanan gurame yang dapat memberikan pertumbuhan normal,

Kelompok PIK KRR : Dalam rangka pembinaan remaja yang ada di desa/kelurahan dibina melalui kelompok ini yang sampai akhir bulan Desember 2010 telah terbentuk sebanyak 60 kelompok yang

Alat itu digunakan pada proses terakhir yaitu pada proses pengaduk telur omlet, dimana alat tersebut bekerja menggunakan sumber daya dari motor listrik yang menggerakkan

Tabel 12 menunjukkan bahwa jumlah responden terbanyak berdasarkan pendidikan non formal adalah responden yang tidak pernah mengikuti penyuluhan/sosialisasi/seminar