• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II BENTUK-BENTUK KEGAGALAN PENGEMBANG DALAM PERJANJIAN JUAL BELI APARTEMEN. A. Ketentuan Umum dalam Perjanjian Jual Beli Apartemen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II BENTUK-BENTUK KEGAGALAN PENGEMBANG DALAM PERJANJIAN JUAL BELI APARTEMEN. A. Ketentuan Umum dalam Perjanjian Jual Beli Apartemen"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

BENTUK-BENTUK KEGAGALAN PENGEMBANG DALAM PERJANJIAN JUAL BELI APARTEMEN

A. Ketentuan Umum dalam Perjanjian Jual Beli Apartemen a. Pengertian Perjanjian

Dalam mencapai kebutuhan hidupnya manusia memerlukan kerjasama.

Mereka saling mengikatkan diri untuk memenuhi sesuatu prestasi, sehingga timbullah hukum perikatan yaitu suatu perhubungan hukum antara dua orang atau lebih yang menyebabkan pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak yang lain mempunyai kewajiban untuk melakukan atau memberikan sesuatu.

36

Suatu masyarakat yang semakin maju, membawa akibat yang lebih kompleks dalam bidang perekonomian bahwa pertukaran barang-barang dan jasa tidak dilakukan secara barter tetapi sudah menggunakan alat pembayaran berupa uang. Peredaran uang berupa mata uang sebagai alat pembayaran yang sah membuat orang dapat memperoleh semua kebutuhannya.

Perjanjian jual beli merupakan suatu perjanjian yang paling umum dilakukan di antara para anggota masyarakat. Pengertian secara ekonomi dari perjanjian jual beli tersebut adalah memindahkan atau menyerahkan hak miliknya atas suatu barang dari pihak yang satu kepada pihak yang lainnya dengan harga yang telah disetujui.

Meskipun tidak disebutkan dalam salah satu Pasal Undang-Undang, tapi kiranya cukup jelas bahwa harga itu harus berupa sejumlah uang, karena bila tidak

36

C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,

Tahun 1988, hal 247.

(2)

demikian maka tidak ada perjanjian jual beli. Apabila pembayaran (prestasi dari pihak pembeli) berupa barang lain, maka tidak ada jual beli melainkan yang ada adalah tukar menukar.

37

Subjek perjanjian timbul disebabkan oleh adanya hubungan antara dua orang atau lebih. Pendukung hukum perjanjian sekurang-kurangnya harus ada dua orang.

Masing-masing orang itu menduduki tempat yang berbeda. Satu orang menjadi kreditur dan pihak lain sebagai debitur.

Objek perjanjian berupa prestasi itu sendiri sesuai dengan ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata. Macam-macam prestasi yang diperjanjikan itu adalah :

38

1. Memberikan sesuatu, seperti membayar harga, menyerahkan barang dan sebagainya.

2. Berbuat sesuatu misalnya memperbaiki barang yang rusak, membongkar bangunan, kesemuanya karena Putusan Pengadilan dan sebagainya.

3. Tidak berbuat sesuatu, misalnya untuk tidak mendirikan sesuatu bangunan, untuk tidak menggunakan merek dagang tertentu, kesemuanya karena ditetapkan oleh Putusan Pengadilan.

Jadi secara umum hal-hal yang perlu dicantumkan dalam suatu perjanjian harus memuat subjek dan objek perjanjian itu sendiri dan untuk sahnya suatu perjanjian harus memuat syarat-syarat sahnya suatu perjanjian seperti tersebut di atas.

Apabila tujuannya itu terlaksana antara kedua belah pihak maka telah terjadi hubungan hukum berupa perjanjian, dimana pihak yang satu berjanji melakukan sesuatu hal dan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu. Dapat dikatakan secara langsung maupun tidak langsung terdapat pengaturan hak dan kewajiban yang

37

Hartono Soerjopratiknjo, Aneka Perjanjian Jual Beli, PT. Mustika Wikasa, Yogyakarta, Tahun 1994, hal 3.

38

C.S.T. Kansil, Op.Cit, hal 247

(3)

menjadi beban pihak-pihak yang terkait dengan perjanjian yang dibuat, berarti hak dan kewajiban yang bersumber dari perjanjian.

Perjanjian yang dibuat tersebut akan menimbulkan hak bagi satu pihak dan kewajiban bagi pihak lainnya, dan hak serta kewajiban tersebut harus dipenuhi oleh para pihak yang membuat perjanjian. Hak dan kewajiban tersebut merupakan prestasi dari pihak yang satu kepada pihak yang lainnya yang harus dipenuhi oleh subjek hukum, yaitu pihak yang wajib berprestasi (pembeli/konsumen) berkewajiban untuk memenuhi suatu prestasi dan pihak yang berhak atas prestasi (pengembang) berhak akan suatu prestasi. Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih pihak (orang), bahkan dalam perkembangannya pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum. Prestasi ini merupakan tujuan dari perjanjian. Para pihak harus aktif untuk mewujudkan prestasi tersebut, karena apabila salah satu pihak tidak aktif maka akan sulitlah prestasi tersebut terwujud.

Perjanjian menurut Wirjono Prodjodikoro adalah Suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.

39

Perjanjian menurut J. Satrio secara umum dapat mempunyai arti yang luas dan sempit yaitu dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki (atau dianggap dikehendaki)

39

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur

Bandung, Bandung, Tahun 1981, hal 11.

(4)

oleh para pihak, termasuk di dalamnya perkawinan, perjanjian kawin dan lain-lain sedangkan dalam arti sempit perjanjian disini hanya ditujukan kepada hubungan- hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja seperti yang dimaksud dalam Buku III BW.

40

Sedangkan Perjanjian jual beli menurut Pasal 1457 KUHPerdata menentukan bahwa jual beli adalah suatu persetujan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Dengan kata lain jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu, yang dalam hal ini terwujud dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual.

41

Dari pengertian Pasal 1457 tersebut, persetujuan jual beli sekaligus membebankan dua kewajiban yaitu :

42

1. Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli 2. Kewajiban pihak pembeli membayar harga yang dijanjikan kepada penjual.

Menurut Munir Fuady, kewajiban untuk menyerahkan barang dan kewajiban untuk membayar harga itu harus ada pada setiap jual beli, sebab apabila salah satu diantaranya ditiadakan, kita akan berhadapan dengan perjanjian hibah yang dalam hal ini mempunyai ketentuan-ketentuan yang berbeda dengan ketentuan-ketentuan

40

J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian Buku I, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Tahun 1995, hal 28.

41

Gunawan Widjaja, Kartini Muljadi, Jual Beli, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Tahun 2003, hal 7.

42

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, Tahun 1986, hal 181.

(5)

terhadap jual beli, dan didalam jual beli harga yang harus dibayar oleh pembeli haruslah dengan sejumlah uang, karena apabila diberi dalam bentuk lainnya, maka akan menjadi tukar menukar.

43

Dari apa yang diuraikan pada Pasal 1457 tersebut, dapatlah dianalisis bahwa jual beli adalah suatu perjanjian konsensuil. Menurut Subekti, sifat konsensuil dari suatu jual beli ditegaskan dalam Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan :

” Jual Beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar.”

Subekti juga menyatakan bahwa arti dari asas konsensualisme adalah pada dasarnya perjanjian yang timbul telah dilahirkan sejak tercapainya kesepakatan dari para pihak.

44

Dengan perkataan lain bahwa perjanjian yang dilakukan sudah sah dengan hanya adanya kata sepakat yang pokok dan tidaklah diperlukan suatu formalitas.

Berdasarkan hal tersebut di atas dapat dikatakan bahwa perjanjian dapat timbul dengan adanya persesuaian kehendak antara para pihak yang terlibat yaitu apa yang dikehendaki pihak yang satu dikehendaki pula oleh pihak lain, misalnya dalam hal jual beli apartemen dimana pihak yang satu ingin melepaskan haknya atas apartemen yang dimilikinya dengan pemberian sejumlah uang tertentu sebagai

43

Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Tahun 1996, hal 182.

44

Subekti, Op.Cit, hal 3.

(6)

penggantian atas pelepasan haknya tersebut, sedangkan pihak yang lain menginginkan apartemen tersebut dan bersedia untuk membayar sejumlah harga yang telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak. Jadi harus ada persesuaian kehendak antar penjual dan pembeli sesuai dengan yang disepakati dan para pihak yang terlibat harus mempunyai suatu kemauan yang bebas, artinya atas kemauan secara sukarela para pihak dan tidak ada paksaan untuk mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian, kemauan tersebut harus dinyatakan secara tegas.

Berkaitan dengan itu dapat di analisis bahwa perjanjian yang dibuat dapat dengan hanya menggunakan perkataan atau lisan saja sepanjang apa yang dikatakannya dapat dipercaya bahwa satu sama lain akan memegang janjinya, tetapi ada suatu pengecualian dimana Undang-Undang memberikan syarat bahwa untuk sahnya suatu perjanjian harus dilakukan suatu tindakan yang lebih dari hanya sekedar kesepakatan lisan yaitu dibuat secara tertulis yang pada akhirnya perjanjian tersebut dapat dianggap sah sehingga mengikat serta melahirkan perikatan di antara para pihak yang membuatnya dengan menggunakan suatu akta Notaris yang bertujuan sebagai alat bukti lengkap dari apa yang diperjanjikan.

Ada 3 (tiga) hal pokok yang menjadi alasan mengapa perjanjian formil harus dibuat secara tertulis dan kadangkala harus dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang yaitu :

45

1. Penyerahan Hak Milik dari kebendaan yang dialihkan, yang menurut ketentuan Pasal 613, dan Pasal 616 KUHPerdata harus dilakukan dalam

45

Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, Tahun 2008, hal 61.

(7)

bentuk akta otentik atau akta dibawah tangan. Khusus mengenai Hak atas Tanah ketentuannya dapat kita temukan dalam Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960.

2. Sifat dan isi perjanjian itu sendiri, yang materi muatannya perlu dan harus diketahui oleh umum. Pada umunya jenis perjanjian ini dapat ditemukan dalam perjanjian yang bertujuan untuk mendirikan suatu badan hukum, yang selanjutnya akan menjadi suatu persona standi in judicio sendiri, terlepas dari keberadaan para pihak yang berjanji untuk mendirikannya sebagai subyek hukum yang mandiri ataupun yang menciptakan suatu hubungan hukum yang berbeda di antara para pihak.

3. Penjaminan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang menerbitkan hubungan hukum kebendaan baru, yang memiliki sifat kebendaan.

Suatu Undang-Undang yang mengikat masyarakat hanya berlaku apabila tidak mengadakan aturan-aturan sendiri dalam perjanjian-perjanjian yang diadakan oleh para pihak yang membuat perjanjian. Apa yang dimaksud adalah mengandung pengertian suatu asas kebebasan bagi para pihak yang membuat perjanjian mengenai isi dari perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku dan norma- norma yang ada. Hal ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa setiap orang diperbolehkan untuk membuat suatu perjanjian yang berupa dan berisi apa saja dan perjanjian tersebut akan mengikat bagi pihak yang membuatnya sebagaimana suatu Undang-Undang yang mengikat masyarakat.

Hal tersebut dikenal dengan asas kebebasan berkontrak yang menganut asas terbuka.

Bersifat terbuka dengan pengertian bahwa setiap orang bebas untuk membuat perjanjian atau bersepakat tentang segala hal, dalam bentuk apapun juga, dengan siapa saja, mengenai suatu benda tertentu, selama dan sepanjang :

1. Perjanjian atau kesepakatan tersebut berada dalam lapangan bidang hukum

dimana mereka dimungkinkan untuk berjanji atau bersepakat.

(8)

2. Tidak bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan dan ketertiban umum, yang berlaku dalam masyarakat dimana kesepakatan atau perjanjian tersebut dibuat dan/atau dilaksanakan.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ridwan Khairandy, yang menyatakan bahwa terdapat banyak kritikan atau keberatan terhadap kebebasan berkontrak dan dalam perkembangannya kebebasan berkontrak bukanlah kebebasan tanpa batas. Ada sejumlah point penting yang harus diperhatikan sebagai pembatasan terhadap kebebasan berkontrak dalam sejumlah sistem hukum. Pembatasan kebebasan berkontrak tersebut dilakukan baik melalui Peraturan Perundang-Undangan maupun Putusan Pengadilan.

46

b. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian

Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu :

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

46

Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, FH UI Pasca sarjana, Depok,

Tahun 2003, hal 27.

(9)

Keempat unsur tersebut dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang, digolongkan ke dalam :

47

1. Dua unsur pokok yang menyangkut subyek (pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur subyektif)

2. Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek perjanjian (unsur obyektif)

Unsur subyektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji, dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian.

Sedangkan unsur obyektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan yang merupakan obyek yang diperjanjikan, dan kausa dari obyek yang berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak dilarang menurut hukum.

Tidak terpenuhinya salah satu unsur dari ke empat unsur tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan perjanjikan tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (jika terdapat pelanggaran terhadap unsur subyektif), maupun batal demi hukum (dalam hal tidak terpenuhinya unsur obyektif), dengan pengertian bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya.

1) Kesepakatan Para Pihak yang mengadakan perjanjian

Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan,

47

Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal 93.

(10)

dan siapa yang harus melaksanakan. Pada dasarnya sebelum para pihak sampai pada kesepakatan mengenai hal-hal tersebut, maka salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut akan menyampaikan terlebih dahulu suatu bentuk pernyataan mengenai apa yang dikehendaki oleh pihak tersebut dengan segala macam persyaratan yang mungkin dan diperkenankan oleh hukum untuk disepakati oleh para pihak.

Kesepakatan yang merupakan pernyataan kehendak para pihak dibentuk oleh dua unsur, yaitu unsur penawaran dan penerimaan. Penawaran diartikan sebagai pernyataan kehendak yang mengandung usul untuk mengadakan perjanjian, sedangkan penerimaan merupakan pernyataan setuju dari pihak lain.

48

2) Kecakapan dari pihak-pihak yang berjanji

Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum diartikan sebagai kemungkinan untuk melakukan perbuatan hukum secara mandiri yang mengikat diri sendiri tanpa dapat digangu gugat. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum pada umumnya diukur dari standar, berikut ini :

a. Pribadi (Person), diukur dari standar usia kedewasaan

b. Badan hukum (Rechtspersoon), diukur dari aspek kewenangan.

49

Pasal 1329 KUHPerdata menyatakan ”Setiap orang adalah cakap membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh Undang-Undang tidak dinyatakan tidak

48

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana, Jakarta, Tahun 2010, hal 162.

49

Ibid.

(11)

cakap. Dalam Pasal 1330 KUHPerdata dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan tidak cakap untuk membuat perjanjian-perjanjian adalah :

1. Orang-orang belum dewasa

2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan

3. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang- Undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-Undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu (substansi ini dihapus dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 dan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).

3) Suatu hal tertentu dalam perjanjian

Suatu hal tertentu sebagai objek perjanjian dapat diartikan sebagai keseluruhan hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian. Untuk sahnya suatu perjanjian, maka objek perjanjian haruslah :

a. Dapat ditentukan

b. Dapat diperdagangkan (diperbolehkan) c. Mungkin dilakukan

d. Dapat dinilai dengan uang

Tuntutan dari Undang-Undang adalah objek perjanjian haruslah tertentu,

setidaknya objek perjanjian cukup dapat ditentukan. Tujuan dari suatu

perjanjian adalah untuk timbulnya/terbentuknya, berubah atau berakhirnya

suatu perikatan. Perjanjian tersebut mewajibkan kepada para pihak untuk

memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu (prestasi).

(12)

4) Suatu sebab yang halal

Syarat ke empat untuk sahnya perjanjian adalah suatu sebab yang halal atau kausa yang halal. Ketentuan Pasal 1335 KUHPerdata menyatakan bahwa :

”Suatu perjanjian tanpa sebab atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan (hukum). Dengan kata lain, batal demi hukum.”

Kausa yang palsu dapat terjadi jika suatu kausa yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya atau kausa yang disimulasikan. Kemungkinan juga telah terjadi kekeliruan terhadap kausanya. Dengan demikian, yang penting adalah bukan apa yang dinyatakan sebagai kausa, melainkan apa yang menjadi kausa yang sebenarnya.

Suatu perjanjian dilakukan dengan kausa yang dilarang jika kausanya bertentangan, baik dengan norma-norma dari hukum yang tertulis maupun yang tidak tertulis.

Sebab yang halal dalam Pasal 1320 KUHPerdata adalah prestasi dalam perjanjian yang melahirkan perikatan, yang wajib dilakukan atau dipenuhi oleh para pihak, yang tanpa adanya prestasi yang ditentukan tersebut, maka perjanjian tersebut tidak mungkin dan tidak akan pernah ada di antara para pihak.

c. Unsur-Unsur dalam perjanjian

Dalam banyak kepustakaan hukum perjanjian, terdapat banyak pendapat yang

membagi perjanjian ke dalam perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama. Yang

(13)

dinamakan dengan perjanjian bernama adalah perjanjian khusus yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sedangkan yang disebut dengan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pembagian perjanjian ke dalam perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama tidak banyak memberikan banyak arti, oleh karena pembedaan tersebut pada hakekatnya tidak menyentuh pada konsep maupun suatu konsepsi tertentu yang dapat dipergunakan secara konsisten, yang terpenting dalam melakukan pembedaan jenis-jenis perjanjian khusus adalah bagaimana menentukan unsur pokok dalam suatu perjanjian. Dengan dapat diidentifikasikannya unsur pokok dalam suatu perjanjian, maka kita akan dengan mudah menggolongkan suatu perjanjian ke dalam salah satu dari tiga jenis perikatan yang disebutkan dalam Pasal 1234 KUHPerdata, yaitu perikatan untuk menyerahkan sesuatu, perikatan untuk berbuat sesuatu, atau perikatan untuk untuk tidak berbuat sesuatu dengan segala akibat hukumnya.

Dalam perkembangan doktrin ilmu hukum dikenal adanya tiga unsur dalam perjanjian yaitu :

50

1. Unsur Esensialia

Unsur esensialia dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak, yang mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut, yang membedakannya secara prinsip dari jenis perjanjian lainnya. Unsur esensialia ini pada umumnya dipergunakan dalam memberikan rumusan, defenisi atau pengertian dari suatu perjanjian. Misalnya

50

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal 84

(14)

perjanjian jual beli dibedakan dari perjanjian tukar menukar, karena jual beli menurut ketentuan Pasal 1457 KUHPerdata adalah :

”Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan”

sedangkan tukar menukar menurut Pasal 1541 KUHPerdata adalah :

”Suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak mengikatkan diri untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik sebagai ganti suatu barang lain”.

Dengan rumusan Pasal tersebut di atas dapat diketahui bahwa jual beli dibedakan dari tukar menukar dalam wujud pembayaran harga. Selain itu dapat dikatakan bahwa seluruh ketentuan mengenai jual beli, yang berhubungan dengan penyerahan kebendaan yang dijual atau dipertukarkan adalah sama. Hal ini dapat dilihat dari rumusan Pasal 1542 KUHPerdata

51

dan Pasal 1546 KUHPerdata

52

.

Jadi, jelas bahwa unsur esensialia adalah unsur yang wajib ada dalam suatu perjanjian, bahwa tanpa keberadaan unsur tersebut, maka perjanjian yang dimaksudkan untuk dibuat dan diselenggarakan oleh para pihak dapat menjadi beda, dan karenanya menjadi tidak sejalan dan sesuai dengan kehendak para pihak. Dan oleh karena itu maka unsur esensialia ini pula yang seharusnya menjadi pembedaan

51

Pasal 1542 KUHPerdata menyebutkan bahwa : “Segala apa yang dapat dijual, dapat pula menjadi bahan tukar menukar”.

52

Pasal 1546 KUHPerdata menyebutkan bahwa : “Untuk selainnya aturan-aturan tentang

perjanjian jual beli berlaku terhadap perjanjian tukar-menukar”.

(15)

antara suatu perjanjian dengan perjanjian lainnya. Semua perjanjian yang disebut dengan perjanjian bernama yang diatur dalam KUHPerdata mempunyai unsur esensialia yang berbeda satu dengan yang lainnya, dan karenanya memiliki karekteristik tersendiri, yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Unsur esensialia ini sangat penting dalam suatu perjanjian yang harus ada.

Misalnya :

a. Di dalam perjanjian harus ada kata sepakat antara kedua belah pihak b. Di dalam perjanjian jual beli harus ada barang dan harga.

53

2. Unsur Naturalia

Unsur naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu, setelah unsur esensialianya diketahui secara pasti. Misalnya dalam perjanjian yang mengandung unsur esensialia jual beli, pasti akan terdapat unsur naturalia berupa kewajiban penjual untuk menanggung kebendaan yang dijual dari cacat-cacat tersembunyi. Ketentuan ini tidak dapat disimpangi oleh para pihak, karena sifat dari jual beli menghendaki hal yang demikian. Masyarakat tidak akan mentolelir suatu bentuk jual beli di mana penjual tidak mau menanggung cacat-cacat tersembunyi dari kebendaan yang dijual olehnya. Dalam hal ini, maka berlakulah ketentuan Pasal 1339 KUHPerdata.

54

Beberapa contoh unsur naturalia pada perjanjian jual beli adalah :

53

Komariah, Hukum Perdata, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, Tahun 2004, hal 172.

54

Pasal 1339 KUHPerdata menyebutkan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk

hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat

perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang-Undang.

(16)

a. Biaya penyerahan barang ditanggung oleh penjual jika tidak diadakan persetujuan lain (Pasal 1476 KUHPerdata).

b. Penanggungan yang menjadi kewajiban penjual terhadap pembeli mengenai penguasaan benda yang dijual secara aman dan tentram dan terhadap adanya cacat-cacat barang yang tersembunyi (Pasal 1491 KUHPerdata

55

).

c. Jika benda yang dijual berupa barang yang sudah ditentukan, barang ini sejak saat pembelian adalah atas tanggungan pembeli meskipun penyerahannya belum dilakukan dan penjual berhak menuntut harganya (Pasal 1460 KUHPerdata)

56

3. Unsur Aksidentalia

Unsur aksidentalia adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian, yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak, sesuai dengan kehendak para pihak, yang merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak. Dengan demikian maka unsur ini pada hakekatnya bukan merupakan suatu bentuk prestasi yang harus dilaksanakan atau dipenuhi oleh para pihak. Misalnya dalam jual beli adalah ketentuan mengenai tempat dan saat penyerahan kebendaan yang dijual atau dibeli.

Dalam kaitannya dengan klausula baku yang diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999, dapat dikemukakan bahwa klausula baku yang ditetapkan dalam Pasal 18 ayat (1) tersebut di atas adalah ketentuan yang merupakan unsur aksidentalia dalam tiap-tiap perjanjian penjualan

55

Pasal 1491 KUHPerdata menyebutkan bahwa : Penanggungan yang menjadi kewajiban si penjual terhadap si pembeli, adalah untuk menjamin dua hal, yaitu pertama penguasaan benda yang dijual secara aman dan tenteram, kedua terhadap adanya cacat-cacat barang tersebut yang tersembunyi, atau yang sedemikian rupa hingga menerbitkan alasan untuk pembatalan pembeliannya.

56

Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di bidang

Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Tahun 2009, hal 70

(17)

barang dan atau penyerahan jasa dan atau hubungan hukum pelaku usaha konsumen sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tersebut.

B. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Jual Beli Apartemen.

Para pihak dalam perjanjian adalah mereka yang menutup suatu perjanjian, baik langsung oleh mereka sendiri maupun melalui seorang wakil.

57

Umumnya orang yang membuat perjanjian, yaitu para pihak, memberikan kata sepakatnya untuk kepentingan mereka sendiri dan dalam rangka mengikat dirinya sendiri. Namun, dapat pula bahwa orang yang bertindak untuk membuat perjanjian sebenarnya mewakili orang lain. Perwakilan ini dapat dilakukan karena Undang-Undang atau berdasarkan perjanjian pemberian kuasa atau perwakilan karena mewakili suatu organ dari badan hukum.

Dengan demikian, ada 3 (tiga) cara untuk menjadi pihak dalam akta notaris yakni :

58

a. Dengan menghadap sendiri

b. Melalui atau dengan perantara kuasa c. Dalam jabatan atau kedudukan.

Perjanjian jual beli itu dianggap sudah terjadi antara pihak penjual dan pihak pembeli, segera setelah mereka sepakat tentang benda dan harga, walaupun baik benda maupun harganya belum diserahkan dan dibayar.

57

Ibid.

58

Ibid.

(18)

Beralihnya hak milik atas benda yang dijual hanya terjadi jika telah dilakukan penyerahan (levering). Penyerahan dalam jual beli itu ialah suatu pemindahan barang yang telah dijual ke dalam kekuasaan (macht) dan kepunyaan (bezit) pembeli.

59

Biasanya salah satu alasan dibuatnya Perjanjian perikatan jual beli yang dibuat antara pengembang dengan konsumen adalah dikarenakan konsumen membayar secara angsur untuk pembelian rumah susun/apartemen tersebut.

Perjanjian tersebut dibuat untuk mengamankan kepentingan pihak penjual dan pembeli dari kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan misalnya ingkar janji dari para pihak.

Menurut Subekti ada 2 (dua) kewajiban utama dari penjual (pengembang) yaitu :

60

1. Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan.

2. Menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung terhadap cacat-cacat yang tersembunyi.

Sedangkan kewajiban utama si pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan ditempat sebagaiman ditetapkan menurut perjanjian.

Perjanjian jual beli yang dibuat atas dasar kesepakatan para pihak, maka pencantuman klausula hak dan kewajiban mempunyai perbedaan antara perjanjian yang satu dengan perjanjian lainnya, tetapi pada intinya dari hak dan kewajiban tersebut adalah pihak pertama selaku penjual akan menyerahkan bangunan yang

59

Komar Andasasmita, Notaris II, Op.Cit, hal 438.

60

Subekti, Aneka Perjanjian cetakan kesepuluh, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,

Tahun 1995, hal 8.

(19)

menjadi miliknya kepada pembeli setelah terpenuhinya prestasi yang menjadi kewajiban pihak pembeli, dan haknya adalah menerima sejumlah uang atas transaksi jual beli yang dilakukan. Sedangkan kewajiban pembeli atau prestasi yang harus dilakukan oleh calon pembeli adalah melakukan pembayaran atas objek yang diperjualbelikan sesuai dengan harga yang telah disepakati, dan haknya adalah mendapat hak atas bangunan yang diperjualbelikan itu.

Mengenai hak dan kewajiban yang menjadi klausula dalam perjanjian jual beli dapat diuraikan sebagai berikut :

61

1. Pihak Penjual

Kewajiban dari pihak penjual dalam transaksi jual beli rumah susun/apartemen antara lain :

a. Menjamin bahwa apa yang dijualnya tersebut merupakan hak miliknya sendiri sehingga pihak penjual berhak dan berwenang penuh untuk menjual apa yang dimilikinya.

b. Menjamin bahwa tanah dan bangunan yang diperjulbelikan tidak tersangkut suatu perkara atau sengketa, bebas dari sitaan dan tidak dikenakan suatu beban apapun, tidak dijadikan jaminan suatu hutang atau dijual kepada pihak lain.

c. Menjamin bahwa pihak pertama selaku penjual akan melaksanakan jual belinya dengan pihak kedua dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang, setelah semua prestasi yang menjadi alasan dibuatnya

61

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, PT. Alumni, Bandung, Tahun 2006, hal 244.

(20)

Perjanjian perikatan jual beli terpenuhi dan bangunan yang menjadi objek jual beli akan diserahkan dalam keadaan telah dikosongkan.

d. Menjamin bahwa pihak kedua selaku pembeli tidak akan mendapat tuntutan/gugatan apapun juga dari pihak lain yang menyatakan mempunyai hak terlebih dahulu atau turut mempunyai hak atas tanah dan bangunan berikut segala sesuatu yang ada diatasnya yang akan dijual dan diserahkan tersebut, oleh karena itu pihak kedua dibebaskan oleh pihak pertama dari segala tuntutan pihak lain mengenai hak-hak tersebut.

Karena itu, apa yang diserahkan penjual (pengembang) harus sesuai dengan kewajiban-kewajiban yang dinyatakan tegas dalam perjanjian jual beli.

Sedangkan hak dari penjual adalah menerima pembayaran sesuai dengan kesepakatan yang telah diperjanjikan sebelumnya dari pembeli, baik secara angsur ataupun secara tunai.

2. Pihak Pembeli

Kewajiban dari pembeli adalah menyerahkan sejumlah uang kepada pihak pertama selaku penjual, baik secara sekaligus/lunas ataupun dengan cara mencicil sesuai dengan kesepakatan yang diperjanjikan.

Sedangkan hak dari pembeli adalah menerima peralihan hak atas kepemilikan

bangunan dari pihak penjual, setelah terpenuhinya prestasi yang menjadi

kewajibannya selaku pembeli dalam keadaan baik, terpelihara serta kosong dan bebas

(21)

dari sitaan serta masalah-masalah lain yang berkenaan dengan kepemilikan tanah dan bangunan yang dimaksud.

Dalam perjanjian perikatan jual beli ini hanya merupakan perjanjian antara para pihak yang mengikat mereka atas pelaksanaan hak dan kewajiban masing- masing sehubungan dengan transaksi jual beli yang akan dilakukan.

Dalam perjanjian jual beli, di samping dimuatnya hal-hal yang lazim dalam perjanjian jual beli, misalnya tentang jangka waktu perjanjian, harga jual beli, dan angsuran, serta cara pembayarannya, perlu juga dimuat tentang hal-hal lain, misalnya:

62

1. Kewajiban penjual untuk menempati kesanggupan membangun sesuai spesifikasi yang ditawarkan dan perubahan/penyimpangan terhadap hal tersebut harus seizin instansi yang berwenang.

2. Bila penyimpangan tersebut berupa penggunaan bahan yang lebih murah, maka calon pembeli berhak atas pengurangan harganya.

3. Kewajiban penjual untuk membangun kelengkapan rumah susun, prasarana lingkungan, dan utilitas-utilitas umum sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.

4. Kewajiban calon pembeli untuk membayar rekening listrik, air dan gas untuk satuan rumah susun yang dimilikinya.

5. Kewajiban penjual untuk mengusahakan izin layak huni pada waktunya.

6. Penyelesaian apabila ternyata tidak dapat menepati jangka waktu penyelesaian pembangunannya.

7. Jangka waktu bagi pembeli untuk mengajukan tuntutan untuk melakukan perbaikan terhadap kerusakan-kerusakan, cacat-cacat, baik yang tampak maupun tersembunyi.

8. Penyelesaian apabila kemudian ternyata terdapat kesalahan pernyataan tentang luasan dari unit bangunan.

9. Penyelesaian apabila terjadi perubahan karena adanya peraturan baru, dan lain sebagainya.

62

Maria S.W. Sumardjono, Alternatif Kebijakan Pengaturan Hak Atas Tanah Beserta

Bangunan bagi Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing, Kompas Media Nusantara, Jakarta,

Tahun 2007, hal 97.

(22)

C. Bentuk-Bentuk Kegagalan Pengembang dalam Jual Beli Apartemen.

Perjanjian jual beli yang dibuat antara Tuan JJ dan PT. ABS berdasarkan Perikatan Diri Untuk Melakukan Jual Beli Nomor 1521/III/Leg/2005 tanggal 9 Maret 2005 yang dibuat dihadapan Notaris SW menyatakan bahwa Tuan JJ membeli satu pintu Rumah Susun, yang terletak dilantai 18 dengan type Emerald nomor 1809 dalam gedung yang diberi nama TRR. Dalam Pasal 4 perjanjian tersebut tercantum klausula yang menyebutkan bahwa apabila PT. ABS tersebut tidak dapat menyelesaikan dan menyerahkan Rumah Susun tersebut dalam tempo 20 bulan sejak tanggal penandatanganan perjanjian tersebut, maka dikenakan denda uang sebesar Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah).

Tuan JJ telah melaksanakan kewajibannya untuk membayar rumah susun tersebut, tapi PT. ABS tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk menyerahkan Rumah Susun tersebut dalam tempo 20 bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 di atas, hal ini membuat PT. ABS telah gagal memenuhi klausula dalam perjanjian jual beli yang dibuatnya dengan Tuan JJ.

Bentuk-bentuk kegagalan Pengembang dalam Jual Beli Apartemen adalah : 1. Pihak pengembang terlambat menyerahkan apartemen kepada pembeli atau

tidak dapat membangun sesuai dengan yang telah diperjanjikan dalam perjanjian jual beli.

2. Pihak pengembang tidak dapat menyelesaikan pembangunan apartemen dikarenakan pihak pengembang tidak mempunyai kelengkapan izin-izin.

Dalam Surat Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik

(23)

Indonesia (SK Menpera) Nomor 11/KPTS/1994 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Rumah Susun, telah diatur bahwa sebelum pengembang melaksanakan kegiatan pemasaran perdana kepada konsumen, pengembang berkewajiban melaporkan kepada Bupati/Walikota setempat dengan tembusan kepada Menpera di mana laporannya dilampiri dengan izin prinsip, keputusan pemberian izin lokasi, bukti pengadaan dan pelunasan tanah, izin mendirikan bangunan, serta gambar denah pertelaan yang telah mendapat pengesahan dari pemerintah daerah setempat.

Dalam beberapa kasus tidak sedikit pengembang yang seolah-olah sudah memegang kelengkapan izin-izin dari pemerintah daerah padahal belum, namun pengembang tersebut sudah melakukan pemasaran bahkan penjualan, hal ini bisa mengakibatkan permasalahan fatal di kemudian hari yang harus ditanggung konsumen dan juga pengembang itu sendiri.

63

3. Spesifikasi bangunan tidak sesuai dengan janji yang telah dicantumkan dalam perjanjian perikatan jual beli.

4. Mutu atau kualitas bangunan tidak baik.

5. Fasilitas-fasilitas tidak direalisasikan atau tidak sesuai dengan konsep awal yang telah diperjanjikan.

Penyebab kegagalan pengembang dalam jual beli apartemen antara Tuan JJ dan PT ABS adalah PT ABS tidak dapat menyelesaikan dan menyerahkan bangunan apartemen tersebut dalam tempo 20 bulan. Kegagalan PT ABS untuk memenuhi

63

Erwin Kallo, Op. Cit ,hal 28

(24)

klausula yang tercantum dalam perjanjian jual beli yang di buat PT ABS dan Tuan JJ di karenakan PT ABS tidak mempunyai izin ketinggian sampai dengan 20 lantai hanya 14 lantai saja, apartemen yang di beli Tuan JJ berada di lantai 18.

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 18 Tahun 1991 tentang Batas- batas Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) di sekitar Bandar Udara Polonia, bahwa dalam radius empat kilometer, setiap bangunan tidak melebihi ketinggian 45 meter dari elevasi Bandara, atau tidak melebihi 51 meter dari ground zero Bandara. KKOP di Bandara Polonia Medan sedikitnya meliputi lima wilayah

yakni Medan Kota, Medan Area, Medan Baru, Medan Maimumun, dan Medan Selayang. Di lima wilayah itu setiap bangunan bertingkat termasuk tower pemancar tidak boleh melebihi ketinggian 51 meter, sebab hal tersebut akan membahayakan keselamatan penerbangan.

64

Salah satu proyek pembangunan gedung yang berada di dalam Kawasan Horizontal Dalam Bandara Polonia yang disinyalir melanggar aturan KKOP adalah proyek pembangunan Apartemen TRR milik PT ABS di Jalan Palang Merah Medan.

Diperoleh informasi, sedianya jika selesai nanti, ketinggian bangunan apartemen itu akan mencapai sekitar 80 meter.

Saat ini, telah berhasil membangun 12 lantai dari 22 lantai apartemen yang direncanakan. Meski ketinggian bangunan saat ini masih berkisar 43 meter, bukan

64

Http://hariansib.com/?p=14252, diakses pada tanggal 2 Desember 2010.

(25)

berarti belum ada pelanggaran yang terjadi. Ketinggian alat bantu tower crane yang digunakan untuk pembangunan gedung itu telah lebih dari 60 meter.

65

Pada dasarnya setiap perjanjian harus bersifat wajar terhadap kedua belah pihak, dan tidak bermaksud untuk mengambil keuntungan sepihak dengan cara merugikan pihak lain. Jadi wajarlah bila pembeli/konsumen menginginkan bangunan rumah sesuai dengan yang diharapkan pada saat penyerahan, sedangkan pengembang disamping mendapatkan laba juga menghendaki agar pembayaran dari konsumen pun sesuai dengan waktu yang diperjanjikan. Keduanya menginginkan perlindungan terhadap pembatalan perjanjian yang dilakukan secara sepihak. Oleh karena itu perjanjian perikatan jual beli apartemen harus mengandung hal-hal yaitu adanya Pasal yang melindungi kepentingan konsumen terhadap kemungkinan tidak tercapainya sasaran pembangunan yang disebabkan oleh sesuatu hal yang merugikannya dan adanya Pasal yang memperhatikan hak-hak pembeli/konsumen.

Perbuatan yang merugikan dalam perjanjian dapat lahir karena :

a. Tidak ditepatinya suatu perjanjian atau kesepakatan yang telah dibuat (wanprestasi)

b. Semata-mata lahir karena perbuatan tersebut (perbuatan melawan hukum) Kedua hal diatas mempunyai konsekuensi hukum cukup signifikan perbedaannya. Pada tindakan yang pertama sudah terdapat hubungan hukum antara

65

http://www.rakyatmerdeka.co.id/nusan...q=news&id=4072, diakses pada tanggal 2 Desember 2010.

(26)

para pihak, dimana salah satu pihak dalam hubungan hukum tersebut telah melakukan suatu perbuatan yang merugikan pihak lain, dengan cara tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana yang harus ia lakukan berdasarkan kesepakatan yang telah mereka capai. Tindakan yang merugikan ini memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk meminta pembatalan atas perjanjian yang telah dibuat, beserta penggantian atas segala biaya kerugian.

Apabila seseorang tidak dapat memenuhi kewajibannya, menurut bahasa hukum ia melakukan ”wanprestasi” yang menyebabkan ia dapat digugat didepan hakim. Dalam Hukum berlaku suatu asas bahwa orang tidak boleh menjadi hakim sendiri.

Setiap perikatan baik yang berwujud dalam prestasi untuk memberikan

sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu, membawa pada kewajiban

untuk mengganti dalam bentuk biaya, rugi dan bunga, jika perikatan tersebut tidak

dipenuhi salah satu pihak dalam perjanjian. Penggantian dalam bentuk biaya, rugi dan

bunga ini adalah suatu bentuk prestasi yang merupakan kuantifikasi dalam jumlah

tertentu yang dapat dinilai dengan uang. Ini berarti pada prinsipnya setiap perikatan

membawa kita kepada suatu prestasi yang selalu dapat diukur dengan uang, jenis dan

macam apa pun prestasi yang semula mendasarinya. Hal ini adalah konsekuensi logis

(27)

dari ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata.

66

Ini berarti pada dasarnya seluruh kewajiban atau prestasi adalah juga utang yang harus dipenuhi.

67

Beberapa cara yang dapat dipilih pihak yang merasa dirugikan dalam suatu perjanjian adalah Ia dapat memilih pelaksanaan perjanjian, meskipun pelaksanaan ini sudah terlambat.

1. Ia dapat meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian yang dideritannya, karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan, atau dilaksanakan tetapi tidak sebagaimana mestinya.

2. Ia dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian.

3. Dalam hal suatu perjanjian yang meletakkan kewajiban timbal balik, kelalaian satu pihak memberikan hak kepada pihak yang lain untuk meminta pada hakim supaya perjanjian dibatalkan, disertai dengan permintaan penggantian kerugian.

68

Tindakan yang dilakukan oleh pihak tergugat di atas menurut Black’s Law Dictionary termasuk ke dalam tindakan melawan hukum atau Fraudulent

misrepresentation

69

yaitu tindakan yang meliputi hal tersebut adalah kecurangan, rasa intregritas yang rendah atau penyimpangan moral yang diistilahkan dengan tindakan melawan hukum; penyimpangan dalam tindakan. Jual beli yang dilakukan pihak pengembang terhadap pembeli dilakukan dengan itikad tidak baik di mana pihak penggembang telah menyembunyikan fakta bahwa izin untuk mendirikan bangunan

66

Pasal 1131 KUHPerdata menyebutkan bahwa : Segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.

67

Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Penanggungan Utang dan Perikatan Tanggung

Menanggung, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,Tahun 2003, hal 90.

68

R. Djatmiko D, Pengetahuan Hukum Perdata dan Hukum Dagang, Angkasa, Bandung, Tahun 1996, hal 21.

69

Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary Seventh Edition, West Group ST. Paul. Minn,

United States of America, Tahun 1999, hal 672.

(28)

apartemen tersebut tidak mendapat izin untuk dibangun sampai dengan 20 lantai, hanya 14 lantai saja sementara apartemen yang dibeli oleh pihak penggugat/pembeli adalah di lantai 18.

Jika satu pihak telah melanggar kewajibannya, biasanya tidak akan ada pembelaan baginya baginya bahwa pelanggaran itu bukanlah kesalahannya. Ia telah berjanji untuk melaksanakan perjanjiannya, dan ia akan bertanggung jawab jika tidak melaksanakan. Jika pelanggaran itu adalah pelanggaran yang ringan yang berupa pelanggaran syarat pelengkap, perjanjian itu tidak akan dihentikan. Kedua belah pihak harus meneruskan perjanjian itu, tetapi pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi. Jika terjadi pelanggaran yang lebih berat yang berupa syarat pokok, pihak yang dirugikan memperoleh hak menghentikan perjanjian itu dan mengakhirinya.

Melanggar perjanjian dapat terjadi dalam beberapa cara, misalnya satu pihak dengan tegas melepaskan tanggung jawabnya dan menolak melaksanakan kewajiban di pihaknya. Hal ini dapat terjadi baik pada waktu maupun sebelum waktu pelaksanaan itu tiba.

Akibat melanggar perjanjian adalah :

1. Setiap pelanggaran perjanjian akan memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk memperoleh ganti rugi

2. Jika pelanggaran itu cukup berat, juga akan memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk menghentikan perjanjian dan mengakhirinya. Hak ini akan timbul jika perjanjian itu ditolak, atau jika telah terjadi pelanggaran syarat pokok. Hak ini tidak akan timbul jika pelanggaran itu hanya pada syarat pelengkap saja.

70

70

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal 159.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini didasarkan atas beberapa faktor antara lain, belum ada database yang siap untuk diakses pemustaka dan belum adanya pelayanan melalui perangkat yang

Pada tahapan sebelumnya, telah dihitung total dari jarak yang telah ditempuh oleh rute pendistribusian baru dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode

Pada orang Karo kesatuan teritorial ini disebut kesain yang merupakan sekelompok rumah yang memiliki halaman bersama yang dikepalai oleh merga pendiri kesain yang

(Handojo,1995) Perbedaan antara adsorpsi fisika dengan adsorpsi kimia pada luas permukaan adsorben, melainkan juga pada suhu, tekanan (untuk gas), ukuran partikel dan

Kualitatif, (Surabaya: Airlangga, 2001), 129.. 26 Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data-data yang dibutuhkan melalui observasi, wawancara serta dokumentasi. Teori yang

*) Nomor registrasi tidak tersedia untuk bahan ini karena bahan atau penggu naannya dibebaskan dari pendaftaran sesuai dengan Pasal 2 peraturan REAC H (EC) No 1907/2006, tonase

1) Keterlibatan masyarakat secara luas dalam perilaku yang berkelanjutan : Kampanye Bangga di Sierra de Manatlan dan kawasan Bisover El Triunfo di Meksiko mendorong perilaku yang

 Asesmen awal medis yang dilakukan sebelum pasien di rawat inap, atau sebelum tindakan pada rawat jalan di rumah sakit, tidak boleh lebih dari 30 hari, atau riwayat