No Daftar FPIPS: 1474/UN.40.2.6.1/PL/2013
PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK-ANAK PANTI ASUHAN
(Studi Deskriptif pada Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam
Oleh
Amy Hygiawati Wijaya
0900638
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
AMY HYGIAWATI WIJAYA
(0900638)
PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK-ANAK PANTI ASUHAN
(Studi Deskriptif pada Panti Sosial Asuhan Anak Al-Kauṡar Lembang) Disetujui dan disahkan oleh Pembimbing :
Pembimbing I
Prof. Dr. H. Makhmud Syafe’i, M.Ag., M.Pd.I.
NIP. 19550428 198803 1 001
Pembimbing II
Wawan Hermawan, M.Ag.
NIP. 19740209 2005011 002
Mengetahui,
Ketua Prodi Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia
Dr. H. Endis Firdaus, M.Ag.
Skripsi ini telah diuji pada :
Hari/Tanggal : Kamis, 28 Februari 2013
Tempat : Gedung FPIPS UPI
Panitia Ujian
1. Ketua :
Prof. Dr. H. Karim Suryadi, M.Si
NIP. 19700814 199402 1 001
2. Sekretaris :
Dr. H. Endis Firdaus, M. Ag
NIP. 19570303 198803 1 001
3. Penguji :
3.1 Dr. H. Aam Abdussalam, M.Pd
NIP. 19570402 198601 1 001
3.2Drs. Udin Supriadi, M.Pd
NIP. 19590617 198601 1 001
3.3Saepul Anwar, S.Pd.I, M.Ag
Pembinaan Keagamaan Anak-anak
Panti Asuhan
(Studi Deskriptif pada Panti Sosial
Asuhan Anak
Al Kau
ṡ
ar
Lembang)
Oleh
Amy Hygiawati Wijaya
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis
© Amy Hygiawati Wijaya 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
April 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
ABSTRAK
PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK-ANAK PANTI ASUHAN
(Studi Deskriptif pada Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang) Oleh
Amy Hygiawati Wijaya (0900638)
Pembinaan keagamaan merupakan pondasi utama dalam membentuk pribadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allāh SWT. Untuk merealisasikan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan perlu adanya suatu pembinaan keagamaan yang dilakukan secara terus menerus khususnya pada tingkat anak-anak.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan upaya-upaya yang dilakukan oleh panti asuhan khususnya Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar
Lembang. Upaya tersebut meliputi perencanaan, pelaksanaan serta hasil yang dicapai dari pembinaan keagamaan di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar
Lembang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Pertimbangan penggunaan metode ini adalah untuk mengungkap realitas dan aktualitas mengenai pembinaan keagamaan pada Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang. Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan
empat metode yaitu observasi, wawancara, studi dokumentasi dan studi literatur.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran mengenai perencanaan pembinaan keagamaan secara umum pada Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar
Lembang yaitu dengan mengacu kepada visi, misi serta tujuan pendirian Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang yang mana tujuan inti dari pendirian
Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang membentuk masyarakat yang
beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Pelaksanaan pembinaan keagamaan di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang menggunakan pendekatan
langsung (direct contact) yang berpola asuh demokratis dilaksanakan dengan menggunakan metode keteladanan (uṣwaħ) melalui metode pembelajaran yang berpusat pada kemandirian anak (student centered learning).
Hasil dari pembinaan keagamaan di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar
adalah terbentuknya manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allāh SWT. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan anak asuh sehari-hari dalam mengikuti pembinaan keagamaan, ketaatan anak asuh kepada tata tertib panti asuhan, dan prestasi keagamaan anak asuh ketika berada di luar panti asuhan ataupun di dalam panti asuhan. Adanya perubahan tingkah laku dan peningkatan kemampuannya dalam bidang agama menjadi tolak ukur berhasilya pembinaan keagamaan. Pembinaan yang dilakukan secara terus menerus di panti asuhan, keluarga, ataupun masyarakat akan mempengaruhi proses terbentuknya pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Allāh SWT.
ABSTRACT
RELIGIOUS GUIDANCE ORPHANAGE CHILD CARE
(Descriptive Studies in Social Therapeutic Child Care Al Kausar Lembang)
By
Amy Hygiawati Wijaya (0900638)
Religious formation is a major foundation in forming the human person who is faithful and devoted to God Almighty. To realize the religious values in life there needs to be a religious building is done on a continuous basis especially at the level of the children.
This study aims to describe the efforts made by them in particular Social Therapeutic Child Care Al Kauṡar Lembang. These efforts include the planning,
implementation and outcomes of religious building in Social Therapeutic Child Care Al Kauṡar Lembang. This study used a qualitative approach with descriptive
methods. Consideration of the use of this method is to uncover the reality and actuality of the religious guidance on Social Therapeutic Child Care Al Kauṡar
Lembang. In collecting the data the researcher used four methods: observation, interviews, documentation and literature.
Based on the results obtained a description of the general plan of religious guidance on Social Therapeutic Child Care Al Kauṡar Lembang is with reference
to the vision, mission and purpose of the establishment of Social Therapeutic Child Care Al Kauṡar Lembang which the core objectives of the establishment of
Social Therapeutic Child Care Al Kauṡar Lembang form people are faithful and
devoted to God. Implementation of religious guidance in Social Therapeutic Child Care Al Kauṡar Lembang approach (direct contact) were patterned foster
democratic implemented using exemplary (uswah) through a learning method based on the independence of the child (student centered learning).
The result of religious guidance in Social Therapeutic Child Care Al Kauṡar
is a human creation faithful and devoted to God Almighty. It can be seen from the habits of daily foster care in following the religious guidance, obedience to the order of foster children orphanages and religious achievements of foster children when outside the orphanage or in an orphanage. A change in behavior and increased ability in the field of religion as a benchmark the success of religious guidance. Coaching is done on a continuous basis at the orphanage, family, or society will affect the process of personal formation faithful and devoted to God Almighty.
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined.
ABSTRACT ... Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark not defined.
UCAPAN TERIMA KASIH ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI ...1
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR TABEL ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined.
BAB I Error! Bookmark not defined.PENDAHULUAN .... Error! Bookmark not
defined.
A. Latar Belakang Masalah... Error! Bookmark not defined.
B. Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined.
C. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
D. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
E. Struktur Organisasi Skripsi ... Error! Bookmark not defined.
BAB II PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK-ANAK PANTI ASUHAN
Error! Bookmark not defined.
A. Konsep Pembinaan ... Error! Bookmark not defined.
1. Pengertian Pembinaan ... Error! Bookmark not defined.
2. Ruang Lingkup Pembinaan ... Error! Bookmark not defined.
3. Pendekatan pembinaan ... Error! Bookmark not defined.
4. Prosedur Pembinaan ... Error! Bookmark not defined.
5. Pembinaan Keagamaan ... Error! Bookmark not defined.
B. Panti Sosial Asuhan Anak ... Error! Bookmark not defined.
1. Pengertian Panti Sosial Asuhan Anak ... Error! Bookmark not defined.
2. Tujuan dan Sifat Pelayanan Panti Sosial Asuhan Anak .. Error! Bookmark
not defined.
C. Fungsi Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) ... Error! Bookmark not defined.
1. Jenis Pelayanan Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) Error! Bookmark not
defined.
2. Bentuk Asuhan Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) Error! Bookmark not
defined.
E. Hak dan Kewajiban Anak Asuh ... Error! Bookmark not defined.
BAB IIIMETODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined.
A. Metode dan Pendekatan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
1. Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
2. Pendekatan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
B. Instrumen Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
C. Teknik Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined.
1. Observasi ... Error! Bookmark not defined.
2. Wawancara ... Error! Bookmark not defined.
3. Studi Dokumentasi ... Error! Bookmark not defined.
D. Lokasi dan Subjek Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
E. Tahap Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
F. Teknik Pengolahan Data ... Error! Bookmark not defined.
1. Analisis Data ... Error! Bookmark not defined.
2. Reduksi Data ... Error! Bookmark not defined.
3. Display Data (Data Display) ... Error! Bookmark not defined.
4. Triangulasi Data ... Error! Bookmark not defined.
5. Member Check ... Error! Bookmark not defined.
G. Definisi Operasional ... Error! Bookmark not defined.
1. Pembinaan Keagamaan ... Error! Bookmark not defined.
2. Panti Sosial Asuhan Anak ... Error! Bookmark not defined.
BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... Error!
Bookmark not defined.
A. PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK AL KAU AR LEMBANG ... Error!
Bookmark not defined.
2. Letak Geografis PSAA Al Kau ar Lembang ... Error! Bookmark not
defined.
3. Latar Belakang berdirinya PSAA Al Kau ar Lembang .. Error! Bookmark
not defined.
4. Visi dan Misi PSAA Al Kau ar Lembang Error! Bookmark not defined.
5. Tujuan PSAA Al Kau ar Lembang ... Error! Bookmark not defined.
6. Dasar Pemikiran Pendirian PSAA Al Kau ar Lembang . Error! Bookmark
not defined.
7. Sarana dan Prasarana ... Error! Bookmark not defined.
8. Struktur Organisasi PSAA Al Kau ar Lembang ... Error! Bookmark not
defined.
9. Daftar Nominatif Anak Asuh PSAA Al Kau ar berdasarkan Sekolah
Error! Bookmark not defined.
10. Pegawai PSAA Al Kau ar Lembang ... Error! Bookmark not defined.
11. Kegiatan anak asuh di PSAA Al Kau ar Lembang Error! Bookmark not
defined.
12. Anggaran Biaya Tahunan PSAA Al Kau ar ... Error! Bookmark not
defined.
B. PEMBINAAN KEAGAMAAN DI PSAA AL KAU AR LEMBANG ... Error!
Bookmark not defined.
1. Perencanaan Pembinaan Keagamaan di PSAA Al Kau ar Lembang . Error!
Bookmark not defined.
2. Pelaksanaan Pembinaan Keagamaan di PSAA Al-Kau ar Lembang Error!
Bookmark not defined.
3. Hasil Pembinaan Keagamaan di PSAA Al Kau ar Lembang ... Error!
Bookmark not defined.
C. PEMBAHASAN PEMBINAAN KEAGAMAAN DI P PSAA AL KAU AR
LEMBANG ... Error! Bookmark not defined.
1. Perencanaan Pembinaan Keagamaan di PSAA Al Kau ar Lembang Error!
2. Pelaksanaan Pembinaan Keagamaan di PSAA Al Kau ar Lembang . Error!
Bookmark not defined.
3. Hasil Pembinaan Keagamaan di PSAA Al Kau ar Lembang... Error!
Bookmark not defined.
BAB VKESIMPULAN DAN REKOMENDASI .. Error! Bookmark not defined.
A. KESIMPULAN ... Error! Bookmark not defined.
B. REKOMENDASI ... Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan berkembangnya zaman berbagai kemajuan cepat merambah
dalam berbagai bentuk kehidupan. Kemajuan zaman yang paling disoroti saat ini
yakni terdapat pada pola hidup yang serba instan terkadang bisa mempengaruhi
kehidupan sosial dan keagamaan seseorang. Keberagamaan tidak hanya
dibutuhkan oleh orang tertentu saja tetapi oleh semua orang yang beragama Islām
dimanapun dia berada.
Pendidikan keagamaan bisa dimulai dari diri sendiri, lingkungan, keluarga
maupun kehidupan nyata di masyarakat. Namun hal yang paling mendasar yang
bisa mempengaruhi kehidupan seseorang yaitu keluarga karena keluarga
merupakan salah faktor terpenting yang bisa mempengaruhi kehidupan seseorang.
Lalu bagaimana halnya pembinaan keagamaan seseorang yang tak mempunyai
keluarga? Hal ini akan dijawab oleh realitas yang ada di Indonesia itu sendiri
sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945 pasal 34 yang dikutip oleh Muhsin
(2003: 19) bahwa “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara.
Untuk kriteria dan katagori umur yang berhak untuk masuk ke dalam
pengertian panti asuhan itu sendiri sebernarnya tergantung kebijakan dari
pengelola panti asuhan itu sendiri ada yang menghuni panti semenjak dilahirkan
ada pula sudah besar baru masuk panti asuhan. Mereka Anak-anak yatīm dan anak
terlantar yang hidupnya di jalanan, yakni anak yang telah putus hubungan dengan
Artinya :
1.” Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?”
2. “Itulah orang yang menghardik anak yatīm” (Q.S Al-mā’ūn [107]:1-21
Dengan adanya dalil di atas maka jelaslah tugas kita sebagai umat Islām
agar selalu melindungi anak yatīm dimanapun dia berada. Anak-anak Yatīm piatu
tentulah terlahir dari berbagai keluarga yang berbeda-beda dan masing-masing
anak pasti mempunyai latar belakang dan karakter yang berbeda-beda pula.
Namun pada kenyataannya banyak orang-orang yang tahu agama tetapi
mereka tidak peduli terhadap hak-hak anak-anak yatīm yang seharusnya
terpenuhi. Dan kepedulian terhadap anak yatīm merupakan salah satu bentuk
kebaikan yang Allāh SWT perintahkan kepada umat Islām. Sebagian orang yang
tidak mengerti agama lebih banyak mementingkan kepentingan pribadi dari pada
kepentingan orang lain.
Padahal sesungguhnya jika kita melihat kenyataan yang ada yang mengacu
kepada ketentuan hukum yang berlaku masih banyak tugas sosial yang harus kita
laksanakan. Kebutuhan sosial yang harus kita laksanakan sangat banyak salah
satunya yakni memenuhi hak-hak anak yatīm karena mereka sudah tidak
mempunyai orang tua. Mereka hanya bisa menyandarkan hidupnya pada dunia,
yayasan yang peduli kehidupan mereka dan orang-orang yang mempunyai
dedikasi yang tinggi.
Anak-anak asuh kebanyakan bukan hanya membutuhkan pendidikan tetapi juga pembinaan baik secara lahir maupun batin. Yang menjadi dasar pembinaan adalah ajaran-ajaran yang ada dalam al Qur`ān dan al-Ḥadī yang semua telah difirmankan oleh Allāh SWT dan telah disabdakan oleh Rasūlullah SAW sebagaimana tertulis di dalam al
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”(QS. li Imr n [3] : 104).
Dengan demikian orang yang beriman harus menyelamatkan dirinya dan
warganya sesama manusia dari kerusakan budi pekerti serta untuk mencapai
kebahagiaan yang berimbang antara dunia akhirat dengan cara memberi
bimbingan agar mereka mempunyai budi pekerti yang luhur, segala perbuatannya
berpedoman pada ajaran Islām. Adapun tujuan dari pembinaan keagamaan ini
tidak dapat terlepas dari tujuan hidup manusia, yakni untuk mencapai kebahagiaan
di dunia dan akhirat sebagaimana firman Allāh dalam surat al-Qaṣaṣ : 77.
Artinya :
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allāh kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allāh telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allāh tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (al-Qaṣaṣ [28]: 77).
Dalil di atas menunjukkan bahwa kita sebagai manusia harus bisa berbuat
baik selama hidup di dunia untuk menggapai kebahagiaan di akhirat salah satunya
dengan berbuat baik kepada sesama manusia dan lingkungan. Perbuatan baik itu
akan muncul ketika manusia selalu diberikan pembinaan keagamaan yang baik
dan benar.
Fiṭrah manusia adalah menjalani kehidupan ini sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allāh SWT karena Dia yang Maha Segala-Nya.
Sebagaimana firman-Nya dalam al Qur`ān surat al-Najm ayat 32 :
Artinya :
“(Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunan-Nya. dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. “(QS. An-Najm [53] : 32).
Fiṭrah ini pula yang akan mengangkat harkat dan martabat manusia pada posisi yang seharusnya yaitu sebagai makhluk yang paling mulia yang diciptakan
oleh Allāh SWT diantaranya dapat tetap terpelihara dengan didukung oleh
keberhasilan suatu proses pendidikan. Dan dengan adanya pendidikan dan
pembinaan manusia akan mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan makhluk yang lainnya sebagaimana firman Allāh dalam al Qur`ān surat
al-Muj dilah ayat 11 yaitu :
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allāh akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allāh akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allāh Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al-Muj dilah [58] : 11).
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat
dan pemerintah melalui kegiatan pembinaan, pengajaran, dan latihan yang
berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiakan
peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup
secara tepat di masa yang akan datang. Pendidikan adalah
pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk pendidikan formal, non formal dan
informal di sekolah dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup yang
bertujuan optimalisasi pertimbangan kemampuan-kemampuan individu, agar di
kemudian hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat (Mudyaharjo, 2002:
23).
Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor
20 tahun 2003 pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa suatu Pendidikan Nasional adalah
pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada
nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan zaman. Tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan Islām, baik sebagai
sistem maupun institusinya, merupakan warisan budaya bangsa, yang berakar
pada masyarakat bangsa Indonesia. Dengan demikian jelas bahwa pendidikan
Islām merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional (Hasbull h, 2005: 23).
Kebutuhan akan pendidikan merupakan hal yang tidak bisa dipungkiri,
bahkan semua itu merupakan hak warga negara. Berkenaan dengan ini, di dalam
UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 secara tegas disebutkan bahwa tiap-tiap warga negara
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 3 bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Hasbull h,
2005: 35). mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”(QS. Al-Nahl [16] : 78).
Tidak semua tugas pendidik dapat dilakukan oleh orang tua dalam
keluarga terutama dalam hal ilmu pengetahuan. Oleh karena itu dikirimlah anak
ke sekolah untuk menggali ilmu yang lebih banyak lagi. Dengan demikian,
sebenarnya pendidikan di sekolah adalah bagian dari pendidikan dalam keluarga.
Dengan masuknya anak ke sekolah, maka terbentuklah hubungan antara rumah
dan sekolah karena antara kedua lingkungan itu terdapat objek dan tujuan yang
sama, yakni mendidik anak-anak (Daradjat, 1992: 19).
Dengan adanya pernyataan di atas jelas bahwa anak bisa melakukan
pembelajaran oleh orang lain ataupun lembaga lain di luar ranah keluarganya.
Salah satu anak yang paling banyak mengambil pelajaran di luar rumahnya yaitu
digarisbawahi mengenai pembinaan anak-anak panti asuhan yang hidup tanpa
keluarga dan mereka hanya bisa menuai pendidikan dalam lingkungan yang
terbatas saja yang seolah-seolah telah menjadi keluarganya.
Islām dengan tegas telah mewajibkan agar umatnya menerapkan pendidikan melalui perintah membaca, sebagaimana firman Allāh dalam al
Qur`ān surat al-„Alaq ayat 3-5 :
“Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”(QS. al-„Alaq [96] : 3-5).
Arifin (1987: 92) menjelaskan bahwa dalam bukunya ayat tersebut juga
menunjukkan jika manusia tanpa melalui belajar, niscaya tidak akan dapat
mengetahui segala sesuatu yang ia butuhkan bagi kelangsungan hidupnya di dunia
dan akhirat. Pengetahuan manusia akan berkembang jika diperoleh melalui proses
belajar mengajar yang diawali dengan kemampuan menulis dengan pena dan
membaca dalam arti luas, yaitu tidak hanya dengan membaca tulisan melainkan
juga membaca segala yang tersirat di dalam ciptaan Allāh SWT. Dengan demikian
pendidikan sangat penting bagi kelangsungan hidup di dunia. Pendidikan jugalah
yang akan membuat pengetahuan manusia berkembang.
Sedangkan pendidikan agama diartikan sebagai suatu kegiatan yang
bertujuan membentuk manusia agamis dengan menanamkan aqīdah keimanan,
amaliah dan budi pekerti atau akhlaq yang terpuji untuk menjadi manusia yang
Menurut Marimba (Uhbiyati, 1998: 9) menerangkan bahwa pendidikan
Islām adalah pembinaan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islām menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islām.
Dengan pengertian yang lain seringkali beliau mengatakan kepribadian utama
tersebut dengan istilah “kepribadian muslīm”, yaitu kepribadian yang memiliki
nilai-nilai agama Islām, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan
nilai-nilai Islām, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islām.
Pendidikan Islām sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi
manusia dari aspek-aspek kerohanian dan jasmaninya juga harus berlangsung
secara bertahap. Oleh karena suatu pematangan yang bertitik akhir pada
optimalisasi perkembangan atau pertumbuhan, baru dapat tercapai bila mana
berlangsung melalui proses demi proses kearah tujuan akhir perkembangan atau
pertumbuhannya (Arifin, 1987: 12).
Pengertian-pengertian di atas pada dasarnya mengandung pengertian yang
sama meskipun susunan bahasanya berbeda oleh karena itu dapat ditarik
kesimpulan bahwa pendidikan Islām adalah pembinaan dan usaha yang diberikan
pada seseorang dalam pertumbuhan jasmani dan usaha rohani agar tertanam
nilai-nilai ajaran agama Islām untuk menuju pada tingkat membentuk kepribadian
muslim yang mencapai kehidupan dunia dan akhirat.
Seyogyanya proses belajar megajar jadi lebih hidup sebab ketika manusia
berpikir maka merupakan cerminan jiwa dan gambaran kehidupan serta eksistensi
kehidupan itu sendiri. Dengan berpikir seperti itu maka sesungguhnya mereka
telah memanusiakan manusia, uangkapan ini menggambarkan bahwa
sesungguhnya banyak orang yang belum memperlakukan manusia secara
manusiawi, maka manusia perlu dimanusiakna lagi agar pendidikan menjadi
sebuah kualitas (Santoso, 2002: 27).
Sedangkan kebanyakan pendidikan di Indonesia belum menyentuh tatanan
praktis yang dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan
tersebut dapat direalisasikan maka out put yang dihasilkan lebih optimal bila
didukung dengan diberikannya ruang untuk berekspresi. Oleh karena itu kegiatan
belajar mengajar yang efektif dan efisien tidak akan lepas dari cara atau metode
mengajar yang diterapkan oleh seorang guru adalah menguasai materi yang
diajarkannya dan mampu mengajarkannya (Russeffendi, 2008: 11).
Dari pernyataan di atas jelas bahwa pembinaan keagamaan yang akan
dilaksanakan seyogyanya diberikan oleh pembina yang kompeten baik dalam hal
penguasaan materi maupun dalam menerapkan metode. Seperti dalam firman
Allāh SWT dalam al Qur`ān surat asy-Syūr ayat 52 : menjadikan Al Qurān itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan Dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”(QS. Asy-Syūr [42] : 52).
Dalam firman Allāh SWT di atas memberikan petunjuk bahwa pembinaan
keberhasilannya, juga tugas demikian dipandang sebagai salah satu ciri dan jiwa
orang yang beriman.
Untuk selanjutnya penulis memperhatikan masalah tersebut dengan alasan
bahwa pembinaan keagamaan merupakan bagian integral dalam sistem mata
pelajaran nasional. Pembinaan kegamaan dapat dilakukan oleh siapa saja yang
mempunya dasar pengetahuan agama yang tinggi tentang agama. Namun tetap
harus diperhatikan cara pembinaan keagamaan yang dilakukan oleh orang ataupun
lembaga itu seperti apa. Pembinaan keagamaan yang penulis pahami secara tidak
langsung memungkinkan adanya pembinaan secara jasmani dan rohani manusia
mengenai keagamaan terutama agama Islām sebagai pedoman hidupnya.
Semua orang bisa mendapatkan pembinaan dari mana saja yang terpenting
bagaiman orang itu bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Keluarga
sebagai inti kecil dari masyarakat juga mempunyai peran yang sangat penting
dalam membina keagamaan anak. Namun apabila seseorang tidak mempunyai
keluarga dari manakah dia mendapatkan pembinaan yang lebih intensif? Itu
semua tidak bisa didapatkan dengan mudah kecuali ada suatu lembaga yang ingin
menyumbangkan sumbangsihnya dalam hal pembinaan keagamaan. Terlihat
sekilas bahwa rata-rata di sebuah Panti Asuhan terkadang pembinaan keagamaan
itu hanya sedikit diberikan kepada anak asuhnya, namun ada juga yang
memberikan pembinaan keagamaan kepada anak asuhnya sebagai bahan pokok
kehidupan mereka selama di Panti Asuhan meskipun anak-anak yang berada di
sana berbeda-beda asal muasalnya yang berimbas pada karekteristik siswa yang
berbeda pula.
Dengan adanya karakter anak-anak asuh yang berbeda tersebut maka ini
termasuk kepada tugas baru kader-kader muslim. Dimana pendidikan diberikan
secara fleksibel semuanya disesuaikan dengan kebutuhan anak asuh. Maka
sebagai umat Islām kita tentu harus bisa memberikan pendidikan dan pembinaan
keagamaan kepada anak-anak yang mempunyai karakter yang berbeda-beda.
Tetapi, bisakah kita menanamkan nilai-nilai keagamaan kepada anak-anak panti
membina mereka? Maka untuk mengetahui jawabannya penulis tertarik untuk
melakukan penelitian penelitian kualitatif yang berjudul “Pembinaan
Keagamaan anak-anak Panti Asuhan (Studi Deskriptif pada Panti Sosial
Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dirumuskan menjadi
rumusan masalah umum dan rumusan masalah khusus.
1. Rumusan Masalah Umum
Bagaimana pembinaan keagamaan anak-anak panti asuhan pada Panti
Sosial Asuhan Anak Al Kau ar Lembang?
2. Rumusan Masalah Khusus
Dari rumusan masalah umum di atas, peneliti menjabarkan beberapa
rumusan masalah secara khusus yang mendasari peneliti untuk melakukan
a. Bagaimana perencanaan pembinaan keagamaan anak-anak panti
asuhan di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kau ar Lembang?
b. Bagaimana pelaksanaan pembinaan keagamaan anak-anak panti
asuhan di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kau ar Lembang?
c. Bagaimana hasil pembinaan keagamaan anak-anak panti asuhan di
Panti Sosial Asuhan Anak Al Kau ar Lembang?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum peneliti ingin melakukan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pembinaan keagamaan anak-anak panti asuhan pada Panti
Sosial Asuhan Anak Al Kau ar Lembang.
2. Sedangkan tujuan khusus peneliti untuk melakukan penelitian ini
diantaranya :
a. Untuk mengetahui perencanaan pembinaan keagamaan anak-anak
panti asuhan di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kau ar Lembang.
b. Untuk mengetahui pelaksanaan pembinaan keagamaan anak-anak
panti asuhan di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kau ar Lembang.
c. Untuk mengetahui hasil pembinaan keagamaan anak-anak panti
asuhan di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kau ar Lembang.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoretis
Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pengetahuan yang dapat digunakan untuk
mengembangkan pembinaan keagamaan di Panti Asuhan.
2. Secara Praktis
Sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam upaya pembinaan
keagamaan anak-anak Panti Asuhan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
pembina khususnya dalam pembinaan keagamaan.
b. Bagi Anak Asuh
Bertambahnya ilmu dan pengalaman yang diberikan oleh pembina
tentang pembinaan keagamaan.
c. Bagi Peneliti
Memberikan wawasan keilmuan dan gambaran yang jelas
mengenai pembinaan keagamaan anak-anak panti asuhan.
d. Bagi Civitas Akademik
Hasil penelitian ini bisa dijadikan bahan rujukan penelitian
perluasan bagi peneliti lainnya.
E. Struktur Organisasi Skripsi
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar belakang Masalah
B.Rumusan masalah
C.Tujuan Penelitian
D.Manfaat penelitian
E. Struktur Organisasi Skripsi
BAB II PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK-ANAK PANTI
ASUHAN
A. Konsep Pembinaan
1. Pengertian Pembinaan
2. Ruang Lingkup Pembinaan 3. Pendekatan pembinaan
4. Prosedur Pembinaan
5. Pembinaan Keagamaan
B. Panti Sosial Asuhan Anak
1. Pengertian Panti Sosial Asuhan Anak
3. Fungsi Panti Sosial Asuhan Anak
4. Jenis pelayanan dan Bentuk Panti Sosial Asuhan Anak
5. Hak dan Kewajiban Anak Asuh
6. Pola Pengasuhan Anak-anak Asuh
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode dan Pendekatan Penelitian
1. Metode Penelitian
2. Pendekatan Penelitian
B. Instrumen Penelitian
C.Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
2. Wawancara
3. Studi Dokumentasi
D.Lokasi dan Subjek Penelitian
E. Tahap Penelitian
F. Teknik Pengolahan Data
G.Definisi Operasional
BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. PSAA AL-KAU AR LEMBANG
1. Profil Umum PSAA Al Kau ar
2. Letak Geografis PSAA Al Kau ar Lembang
3. Latar Belakang Berdirinya PSAA Al Kau ar Lembang
4. Visi dan Misi PSAA Al Kau ar Lembang
5. Tujuan didirikannya PSAA Al Kau ar Lembang
6. Dasar Pemikiran pendirian PSAA Al Kau ar Lembang
7. Sarana dan prasarana PSAA Al Kau ar Lembang
8. Struktur Organisasi PSAA Al Kau ar Lembang
9. Daftar Nominatif Anak Asuh PSAA Al Kau ar Lembang
11. Kegiatan anak asuh PSAA Al Kau ar Lembang
12. Anggaran Tahunan PSAA Al Kau ar Lembang
C. PEMBINAAN KEAGAMAAN DI PSAA AL KAU AR LEMBANG
1. Perencaanaan Pembinaan Keagamaan di PSAA Al Kau ar
Lembang.
2. Pelaksanaan Pembinaan Keagamaan di PSAA Al Kau ar Lembang.
3. Hasil Pembinaan Keagamaan di PSAA Al Kau ar Lembang.
D. PEMBAHASAN PEMBINAAN KEAGAMAAN DI PSAA AL
KAU AR LEMBANG
1. Perencaanaan Pembinaan Keagamaan di PSAA Al Kau ar
Lembang.
2. Pelaksanaan Pembinaan Keagamaan di PSAA Al Kau ar Lembang.
3. Hasil Pembinaan Keagamaan di PSAA Al Kau ar Lembang.
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
B. REKOMENDASI
DAFTAR PUSTAKA
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Pendekatan Penelitian
1. Metode Penelitian
Dalam menyusun suatu penelitian diperlukan suatu metode. Pada dasarnya
penggunaan metode penelitian harus disesuaikan dengan tujuan penelitian dan
masalah yang akan diteliti. Karena itu dalam setiap penelitian yang dilakukan
dapat menggunakan metode yang berbeda, sesuai dengan masalah penelitian itu.
Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2011: 3).
Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yaitu
suatu bentuk penelitian yang paling dasar yang ditujukan untuk mendeskripsikan
atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat
alamiah atau rekayasa manusia (Sukmadinata, 2010: 72). Sedangkan menurut
Mardalis (2009: 26):
Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku. Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada. Dengan kata lain penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi yang ada saat ini, dan melihat kaitan antara variabel-variabel yang ada. Penelitian ini tidak menguji hipotesa atau tidak menggunakan hipotesa, malainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti.
Moleong (2012: 11) mengatakan bahwa “metode deskriptif akan
menghasilkan laporan penelitian yang berisi kutipan-kutipan data (berupa
kata-kata, gambar dan bukan angka-angka) untuk memberi gambaran penyajian
laporan tersebut”.
Dengan menggunakan metode ini penulis berharap hasil penelitiannya bisa
mengungkapkan rasa keingintahuan yang penulis rasa serta dapat dengan mudah
dimengerti oleh pembaca karena bukan merupakan angka-angka melainkan berisi
informasi deskriptif yang berupa kata-kata serta gambar-gambar yang membantu
Sedangkan menurut Suryabrata (2010: 75) tujuan penelitian deskriptif
adalah untuk membuat pecandraan secara sistematis, faktual dan akurat
menganai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Surakhmad (1998: 139) sebagai berikut :
“Penelitian deskriptif tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa
sekarang. Pelaksanaan metode deskriptif tidak terbatas hanya sampai pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi data
itu.”
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif. Bogdan dan Taylor dalam
(Moleong, 2012: 4) mengemukakan bahwa “Penelitian kualitatif adalah prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa data-data tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang diamati”. Adapun pendapat Kirk dan Miller
dalam (Moleong, 2012: 4) bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam
ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan
pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.
Moleong (2012: 6) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah
penelitian yang menghasilakn prosedur analisi yang tidak menggunakan prosedur
analisi statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Jelas bahwa pengertian ini
mempertentangkan penelitian kualitatif dengan penelitian yang bernuansa
kuantitatif dengan menonjolkan bahwa usaha kuantifikasi apapun tidak perlu
digunakan pada penelitian kualitatif.
Moleong (2012: 7) berpendapat bahwa penelitian kualitatif dimanfaatkan
untuk keperluan :
pada penelitian awal dimana subjek penelitian tidak didefinisikan secara baik dan kurang dipahami.
pada upaya pemehaman penelitian perilaku dan penelitian motivasional.
untuk penelitian konsultatif.
memahami isu-isu rumit sesuatu proses.
memahami isu-isu rinci tentang situasi dan kenyataan yang dihadapi seseorang.
untuk memahami isu-isu yang sensitif.
untuk keperluan evaluasi.
digunakan untuk menemukan perspektif baru tentang hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang subjek penelitian.
digunakan untuk dapat lebih memahami setiap fenomena yang sampai sekarang belum banyak diketahui.
digunakan untuk menemukan perspektif baru tentang hal-hal yang sudah banyak diketahui.
digunakan oleh peneliti bermaksud meneliti sesuatu secara mendalam.
dimanfaatkan oleh peneliti yang berminat untuk menelaah sesuatu latar belakang misalnya tentang motivasi, peranan, nilai, sikap dan persepsi.h peneliti yang berkeinginan untuk menggunakan hal-hal yang belum banyak diketahui ilmu pengetahuan.
dimanfaatkan oleh peneliti yang ingin meneliti sesuatu dari segi prosesnya.
Sedangkan Nasution (2006: 18) menjelaskan bahwa :
Penelitian kualitatif disebut juga penelitian naturalistic. Disebut kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan yang bercorak kualitatif bukan kuantitatif, karena manggunakan alat-alat pengukur. Disebut naturalistic
karena siatuasi lapangan penelitian bersifat “natural” atau wajar,
sebagaimana adanya tanpa dimanipulasi.
Penelitian kualitatif memiliki karakteistik tertetu, seperti yang dikemukakan
oleh Lincoln dan Guba dalam (Moleong, 2012: 8) sebagai berikut : Latar alamiah,
manusia sebagai alat atau instrumen, menggunakan metode kualitatif, teori berasal
dari dasar, penelitian bersifat deskriptif, lebih mementingkan proses daripada
hasil, pembatasan penelitian berdasarkan fokus, adanya kriteria khusus untuk
keabsahan data, desain yang bersifat sementara, dan hasil penelitian dirundingkan
dan disepakati bersama.
Ciri-ciri penelitian kualitatif dikemukakan oleh Nasution (2006: 9) yaitu
sebagai berikut :
1. Sumber data, ialah situasi yang wajar atau “natural setting” 2. Peneliti sebagai instrumen penelitian
3. Sangat deskriptif
4. Mementingkan proses maupun produk 5. Mencari makna
6. Mengutamakan data langsung 7. Triangulasi
8. Menonjolkan rincian kontekstual
10. Menggunakan perspektif emic 11. Verifikasi
12. Sampling yang purposive 13. Menggunakan audit trail 14. Pastisipasi tanpa mengganggu
15. Mengadakan analisis sejak awal penelitian 16. Desain penelitian tampil dalam proses penelitian
Berdasarkan ciri-ciri terssbut di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa
seorang peneliti dapat berkomuniakasi secara langsung dengan subjek yang diteliti
serta dapat mengamati mereka sejak awal sampai akhir proses penelitan. Fakta
atau data itulah yang nantinya diberi makna sesuai dengan teori-teori yang terkait
dengan fokus masalah yang diteliti.
B. Instrumen Penelitian
Sugiyono (2011: 305) berpendapat bahwa dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh
karena itu peneliti sebagai instrumen yang harus “divalidasi” seberapa jauh
penelitian kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya. Yang melakukan validasi adalah peneliti sendiri, melalui evaluasi dari seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan.
Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain
merupakan alat pengumpul data utama. Hal itu dilakukan karena jika
memanfaatkan alat yang bukan manusia dan mempersiapkan dirinya terlebih
dahulu sebagai yang lazim digunakan dalam penelitian klasik, maka sangat tidak
mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan yang ada
di lapangan. Selain itu hanya manusia sebagai alat sajalah yang dapat
berhubungan dengan responden atau objek lainnya, dan hanya manusialah yang
mampu memahami kaitan kenyataan-kenyataan di lapangan. Hanya manusia
faktor penganggu sehingga apabila terjadi hal yang demikian ia pasti dapat
menyadarinya serta dapat mengatasinya (Moleong, 2012: 9).
Dalam hal instrumen penelitian kualitatif, Lincoln and Guba (Sugiyono,
2011: 306) menyatakan bahwa “The instrument of choice in naturalistic inquiry is
the human. We shall see that other forms of instrumentation may be used in later phases of the inquiry, but the human is the initial and continuing mainstay. But if
the human instrument can be constructed that is grounded in the data that the human instrument has product”.
Selanjutnya Nasution (Sugiyono, 2011: 306) menyatakan bahwa dalam
penelitian, kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai
instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa segala sesuatunya belum
mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian,
hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat
ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu
dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan
tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat
satu-satunya yang dapat mencapainya.
Berdasarkan dua pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa dalam
penelitian kualitatif pada awalnya dimana permasalahan belum jelas dan pasti,
maka yang menjadi instrumen adalah peneliti sendiri. Tetapi setelah masalahnya
yang akan dipelajari jelas, maka dapat dikembangkan suatu instrumen.
Jadi dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen utamanya adalah
peneliti sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka
kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang
diharapkan dapat melangkapi data dan membandingkan dengan data yang telah
ditemukan melalui observasi dan wawancara.
Menurut Nasution (Sugiyono, 2011: 307) peneliti sebagai instrumen penelitian serasi untuk penelitian serupa karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus
dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi
2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek
keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.
3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa
test atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali
manusia.
4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami
dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu sering
merasakannya, menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita.
5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang
diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera
menentukan arah pengamatan, untuk mentest hipotesis yang timbul
seketika.
6. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan
berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan
segera sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan,
perbaikan atau pelakan.
7. Dalam penelitian dengan menggunakan test atau angket yang bersifat
kuantitatif yang diutamakan adalah respon yang dapat dikuantifikasi agar
dapat diolah secara statistik, sedangkan yang menyimpang dari itu tidak
dihiraukan. Dengan manusia sebagai instrumen, respon yang aneh, yang
menyimpang justru diberi perhatian. Respon yang lain daripada yang
lain, bahkan yang bertentangan dipakai untuk mempertinggi tingkat
kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang diteliti.
C.Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam
penelitian, karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan data
agar mendapatkan data yang valid. Pengumpulan data adalah prosedur yang
sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Proses
1. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang utama dalam
penelitian sosial terutama dalam penelitian kualitatif. Menurut Sutrisno
Hadi dalam (Sugiyono, 2011: 203) mengemukakan bahwa “observasi
merupakan suatu proses yang tersusun dari pelbagai biologis dan
psikologis. Dua diantara yang paling penting adalah proses-proses
pengamatan dan ingatan”.
Moleong tidak memberikan batasan tentang observasi, tetapi
menguraikan beberapa pokok persoalan dalam membahas observasi,
diantaranya: a) alasan pemanfaatan pengamatan, b) macam-macam
pengamatan dan derajat peranan pengamat (Moleong, 2012: 174).
A. Manfaat Pengamatan
Menurut Guba dan Lincoln (1981: 191 – 193 dalam Moleong (2012:
174-175) alasan-alasan pengamatan (observasi) dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam
penelitian kualitatif, intinya karena:
1) Pengamatan merupakan pengalaman langsung, dan pengalaman langsung
dinilai merupakan alat yang ampuh untuk memperoleh kebenaran. Apabila
informasi yang diperoleh kurang meyakinkan, maka peneliti dapat
melakukan pengamatan sendiri secara langsung untuk mengecek
kebenaran informasi tersebut.
2) Dengan pengamatan dimungkinkan melihat dan mengamati sendiri,
kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang sebenarnya.
3) Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa yang berkaitan
dengan pengetahuan yang relevan maupun pengetahuan yang diperoleh
dari data.
4)Sering terjadi keragu-raguan pada peneliti terhadap informasi yang
diperoleh yang dikarenakan kekhawatiran adanya bias atau penyimpangan.
Bias atau penyimpangan dimungkinkan karena responden kurang mengingat
yang diwawancarai. Jalan yang terbaik untuk menghilangkan keragu-raguan
tersebut, biasanya peneliti memanfaatkan pengamatan.
5)Pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang
rumit. Situasi yang rumit mungkin terjadi jika peneliti ingin memperhatikan
beberapa tingkah laku sekaligus. Jadi pengamatan dapat menjadi alat yang
ampuh untuk situasi-situasi yang rumit dan untuk perilaku yang kompleks.
6)Dalam kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak
dimungkinkan, pengamatan menjadi alat yang sangat bermanfaat. Misalkan
seseorang mengamati perilaku bayi yang belum bisa berbicara atau
mengamati orang-orang luar biasa, dan sebagainya.
Perlu ditekankan disini pengamatan dimaksudkan agar memungkinkan
pengamat melihat dunia sebagaimana yang dilihat oleh subjek yang diteliti,
menangkap makna fenomena dan budaya dari pemahaman subjek. Pengamatan
memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek,
bukan apa yang dirasakan dan dihayati oleh peneliti. Jadi interpretasi peneliti
harus berdasarkan interpretasi subjek yang diteliti.
B. Macam-macam Pengamat dan Derajat Pengamat
Menurut Moleong (2012: 176) pengamatan dapat dibedakan menjadi: a)
pengamatan berperan serta, b) pengamatan tidak berperan serta. Pengamatan
juga dapat diklasifikasikan menjadi: a) pengamatan terbuka, apabila keberadaan
pengamat diketahui oleh subjek yang diteliti, dan subjek memberikan
kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi dan
subjek menyadari adanya orang yang mengamati apa yang subjek kerjakan, b)
pengamatan tertutup apabila pengamat melakukan pengamatan tanpa diketahui
oleh subjek yang diamati. Pengamatan juga dapat diklasifikasikan menjadi: a)
pengamatan dengan latar alamiah atau pengamatan tidak terstruktur dan b)
pengamatan buatan atau pengamatan terstruktur. Pengamatan terstruktur ini
disebut eksperimen biasa digunakan dalam penelitian kuantitatif. Sedang
pengamatan alamiah atau pengamatan tidak terstruktur inilah yang biasa
Selanjutnya Bunford Junker dalam (Moleong, 2012: 176) membagi peran
peneliti sebagai pengamat menjadi 4 (empat) jenis, yaitu:
1) Berperan serta secara lengkap (the complete participant). Pengamat dalam
hal ini menjadi anggota penuh dari suatu kelompok yang diamati, artinya
peneliti bergabung secara penuh atau menjadi anggota secara penuh dalam
kelompok yang diamati sendiri oleh peneliti. Dengan demikian peneliti
dapat memperoleh informasi apa saja yang dibutuhkannya, termasuk yang
rahasia.
2) Pemeran serta sebagai pengamat (the participant as observer). Peneliti tidak
sepenuhnya menjadi anggota kelompok yang diamati (misalnya anggota
kehormatan), tetapi masih dapat melakukan fungsi pengamatan. Hal-hal
rahasia masih dapat diketahui.
3) Pengamat sebagai pemeran serta (the observer as participant). Peranan
pengamat secara terbuka diketahui oleh umum, karena segala macam
informasi termasuk yang rahasia dapat dengan mudah diperoleh.
4) Pengamat penuh (the complete observer). Biasanya hal ini terjadi pada
pengamatan suatu eksperimen dilaboratorium yang menggunakan kaca
sepihak. Peneliti dengan bebas mengamati secara jelas subjeknya dari
belakang kaca, sedang subjeknya sama sekali tidak mengetahui apakah
mereka sedang diamati atau tidak.
C.Tahapan Observasi
Menurut spradley (1980) dalam (Sugiyono, 2011: 315) menyatakan bahwa
tahapan observasi ditunjukkan seperti gambar 3.1 berikut terlihat bahwa tahapan
observasi ada tiga yaitu 1) observasi deskriptif, 2) observasi terfokus, 3) observasi
terseleksi.
1) Observasi Deskriptif
Observasi deskriptif dilakukan peneliti pada saat memasuki situasi sosial
tertentu sebagai obyek penelitian. Pada tahap ini peneliti belum membawa
menyeluruh, melakukan deskripsi terhadap semua yang dilihat, didengar, dan
dirasakan. Semua data direkam, Oleh karena itu hasil dari observasi ini
disimpulkan dalam keadaan yang belum tertata. Observasi tahap ni sering disebut
sebagai grand tour observation, dan peneliti menghasilkan kesimpulan pertama.
Bila dari segi analisis maka peneliti melakukan analisis domain, sehingga mampu
mendeskripsikan terhadap semua yang ditemui.
Gambar 3.1
Tahap Observasi
2) Observasi Terfokus
Pada tahap ini peneliti sudah melakukan mini tour observation, yaitu suatu
observasi yang telah dipersempit untuk difokuskan pada aspek tertentu. Observasi
ini juga dinamakan observasi terfokus, karena pada tahap ini peneliti melakukan
analisis taksonomi sehingga dapat menemukan fokus.
3) Observasi Terseleksi
Pada tahap observasi ini peneliti telah menguraikan fokus yang ditemukan
sehingga datanya lebih rinci. Dengan melakukan analisis komponensial terhadap
fokus, maka pada tahap ini peneliti telah menemukan karakteristik,
kontras-Tahap
Deskripsi
•
Memasuki situasi
sosial :
•
Ada tempat,
aktor, aktivitas
Tahap Reduksi
•
Menentukan
fokus memilih
diantara yang
telah
dideskripsikan
Tahap Seleksi
•
Mengurai fokus
kontras/perbedaan dan kesamaan antar kategori yang lain. Pada tahap ini
diharapkan peneliti telah dapat menemukan pemahaman yang mendalam atau
hipotesis.
Dari beberapa pendapat tentang pengamatan (observasi) dapat disimpulkan
bahwa pengamatan (observasi) dalam konteks penelitian ilmiah adalah studi yang
disengaja dan dilakukan secara sistematis, terencana, terarah pada suatu tujuan
dengan mengamati dan mencatat fenomena atau perilaku satu atau sekelompok
orang dalam konteks kehidupan sehari-hari, dan memperhatikan syarat-syarat
penelitian ilmiah. Dengan demikian hasil pengamatan dapat dipertanggung
jawabkan kebenarannya. Dalam penelitian ini peneliti mengamati secara langsung
dan peneliti berperan sebagai pengamat penuh dalam mengamati kegiatan
pembinaan yang dilaksanakan di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang.
2. Wawancara
Teknik wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu (Moleong,
2012: 186). Teknik ini dilakukan dengan cara mengadakan wawancara dengan
berbagai sumber data yang dapat memberikan informasi atau data.
Sebagaimana menurut Esterberg (2002) dalam Sugiyono (2011: 317)
mendefinisikan interview sebagai berikut ”a meeting of two persons to exchange
information and idea throught question and responses, resulting in communication and joint construction of meaning about particular topic”. Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan
ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstuksikan makna dalam suatu topik
tertentu.
Menurut Arikunto (2002: 132), wawancara atau interview atau
kuesionerlisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara
(interviewer ) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interviewer ).
Merujuk pada beberapan pendapat di atas penulis dapat menyimpulkan
bahwa wawancara adalah pertemuan dua orang yang bertukar informasi melalui
kegiatan tanya jawab mengenai suatu topik tertentu untuk memahami dan
Menurut Patton (1980: 197) dalam Moleong (2012: 187) teknik wawancara
dalam penelitian pendekatan kualitatif dibagi menjadi tiga kategori yaitu :
A.Wawancara Dengan Cara Melakukan Pembicaraan Informal
Pada jenis ini pertanyaan yang diajukan sangat bergantung pada
pewawancara itu sendiri, jadi bergantung pada spontanitasnya dalam
mengajukan pertanyaan kepada terwawancara. Hubungan pewawancara
dengan terwawancara adalah suasana biasa, wajar, sedangkan pertanyaan
dan jawabannya berjalan seperti pembicaraan biasa dalam kehidupan
sehari-hari saja. Sewaktu pembicaraan berjalan, terwawancara malah barangkali
tidak mengetahui atau tidak menyadari bahwa ia sedang diwawancara.
B.Pendekatan MenggunakanPetunjuk Umum Wawancara
Jenis wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan
garis besar pokok-pokok yang dirumuskan tidak perlu dipertanyakan secara
berurutan. Demikian pula penggunaan kata-kata untuk wawancara dalam
hal-hal tertentu tidak perlu dilakukan sebelumnya. Petunjuk wawancara
hanyalah berisi petunjuk secara garis besar besar tentang proses dan isi
wawancara untuk menjaga agar pokok-pokok yang direncanakan dapat
seluruhnya tercakup. Petunjuk itu mendasarkan diri atas anggapan bahwa
ada jawaban yang secara umum akan sama diberikan oleh para responden,
tetapi yang jelas tidak ada perangkat pertanyaan baku yang disiapkan
terlebih dahulu. Pelaksanaan wawancara dan pengurutan pertanyaan
disesuaikan dengan keadaan responden dalam konteks wawancara yang
sebenarnya.
C.Wawancara Baku Terbuka
Jenis wawancara ini adalah wawancara yang menggunakan seperangkat
pertanyaan baku. Urutan pertanyaan, kata-katanya, dan cara penyajiannya
pendalaman (probing) terbatas, dan hal itu bergantung pada situasi
wawancara dan kecakapan pewawancara. Wawancara demikian digunakan
jika dipandang sangat perlu untuk mengurangi sedapat-dapatnya variasi
yang bisa terjadi antara seorang terwawancara dengan yang lainnya. Maksud
pelaksanaan tidak lain merupakan usaha untuk menghilangkan
kemungkinan terjadinya kekeliruan. Wawancara jenis ini bermanfaat pula
dilakukan apabila pewawancara ada beberapa orang dan terwawancara
cukup banyak jumlahnya.
Wawancara yang dilakukan oleh penulis di sini mendekati jenis pendekatan
wawancara informal yang mana wawancara dilakukan secara spontan, bersifat
wajar, dan mengalir namun masih tetap mempertahankan hal-hal pokok yang akan
dipertanyakan sebagai tujuan utama wawancara.
Adapun pembagian lain yang dikemukakan oleh Guba dan Lincoln (1981:
160-170) dalam Moleong (2012: 188) pembagian mereka adalah :
a. Wawancara oleh Tim Panel
Wawancara oelh tim berarti wawancara dilakukan tidak hanya oleh satu
orang tetapi oleh dua orang atau lebih terhadap seorang yang diwawancarai.
b. Wawancara Tertutup dan Wawancara Terbuka (Covert And Overt Interview)
Pada wawancara tertutup biasanya yang diwawancarai tidak mengetahui dan
tidak menyadari bahwa mereka diwawancarai. Mereka tidak mengetahui
tujuan wawancara. Cara demikian tidak terlalu sesuai dengan penelitian
kualitatif yang biasanya berpandangan terbuka. Jadi, dalam penelitian
kualitatif sebaiknya digunakan wawancara terbuka yang para subjeknya tahu
bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud dan
tujuan wawancara itu.
c. Wawancara Riwayat secara Lisan
Maksud wawancara ini ialah untuk mengungkapkan riwayat hidup,
pekerjaannya, kesenangannya, ketekunannya, pergaulannya, dan lain-lain.
berbicara terus menerus, sedangkan pewawancara duduk mendengarkan
dengan baik diselingin dengan sekali-kali mengajukan pertanyaan.
d. Wawancara Terstruktur dan Wawancara Tidak Terstruktur
Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya
menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan.
Jenis wawancara ini tampaknya bersamaan dengan apa yang dinamakan
wawancara baku terbuka. Sedangkan yang dinamakan wawancara tak
terstruktur merupakan wawancara yang berbeda dengan yang terstruktur
dalam hal waktu bertanya dan cara memberikan respons yaitu jenis ini jauh
lebih bebas iramanya. Responden biasanya terdiri atas mereka yang terpilih
saja karena sifat-sifatnya yang khas. Biasanya mereka memiliki
pengetahuan dan mendalami situasi, dan mereka lebih mengetahui informasi
yang diperlukan.
Menurut Moleong (2012: 191) wawancara tak terstruktur dilakukan pada
keadaan-keadaan berikut :
-Bila pewawancara berhubungan dengan orang penting;
-Jika pewawancara ingin menanyakan sesuatu secara lebih mendalam lagi pada seorang subjek tertentu;
-Apabila pewawancara menyelenggarakan kegiatan yang bersifat penemuan;
-Jika ia tertarik untuk mempersoalkan bagian-bagian tertentu yang tak normal
-Jika ia tertarik untuk berhubungan langsung dengan salah seorang responden;
-Apabila ia tertarik untuk mengungkapkan motivasi, maksud, atau penjelasan dari responden;
-Apabila ia mau mencoba mengungkapkan pengertiansuatu peristiwa, situasi, atau keadaan tertentu.
Menurut Arikunto (2002: 202) pedoman wawancara terstrukur yaitu
pedoman wawancara yang disusun secara terperinci sehingga menyerupai chek
list.
Sedangkan wawancara tidak terstruktur, adalah wawancara yang bebas
dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun
wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang
akan ditanyakan (Sugiyono, 2011: 197).
Lincoln dan Guba dalam Sugiyono (2011: 235) mengemukakan tujuh
langkah dalam penggunaan wawancara untuk mengumpulkan data dalam
penelitian kualitatif, yaitu:
1) Menetapkan kepada siapa wawancara itu dilakukan;
2) Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan
pembicaraan;
3) Mengawali atau membuka alur wawancara;
4) Melangsungkan alur wawancara;
5) Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya;
6) Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan;
7) Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang diperoleh.
Wawancara mempunyai keunikan yang menguntungkan, yaitu tidak
memerlukan kesimpulan, tetapi memerlukan kelanjutan (Moleong, 2012: 203).
Pada tahap ini penulis menggunakan teknik wawancara terbuka dan tidak
terstruktur karena wawancara itu sendiri dilakukan bersifat fleksibel tetapi tidak
menyimpang dari tujuan wawancara yang telah ditetapkan yakni memperoleh data
mengenai pembinaan keagamaan di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar
Lembang.
Dalam penelitian ini penulis mengadakan wawancara pada pihak-pihak
yang dianggap bisa memberikan informasi mengenai pembinaan keagamaan di
Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang seperti :
a. Pimpinan Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang.
b. Pembina Keagamaan Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang.
c. Anak-anak asuh Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang.
3. Studi Dokumentasi
Menurut Sugiyono (2011: 329) studi dokumen merupakan pelengkap dari
Hal senada diungkapkan Nasution (2006: 85) bahwa meski metode
observasi dan wawancara menempati posisi dominan dalam penelitian kualitatif,
metode dokumenter sekarang ini perlu mendapatkan perhatian selayaknya, dimana
dahulu bahan dari jenis ini kurang dimanfaatkan secara maksimal.
Ada catatan penting dari Sugiyono (2011: 330) mengenai pemanfaatan
bahan dokumenter ini, bahwa tidak semua dokumen memiliki kredibilitas yang
tinggi, sehingga harus selektif dan hati-hati dalam pemanfaatannya.
Ada beberapa keuntungan dari penggunaan studi dokumen dalam penelitian
kualitatif, seperti yang dikemukakan (Nasution, 2006: 85):
a) Bahan dokumenter itu telah ada, telah tersedia, dan siap pakai.
b) Penggunaan bahan ini tidak meminta biaya, hanya memerlukan waktu untuk mempelajarinya.
c) Banyak yang dapat ditimba pengetahuan dari bahan itu bila dianalisis dengan cermat, yang berguna bagi penelitian yang dijalankan.
d) Dapat memberikan latar belakang yang lebih luas mengenai pokok penelitian.
e) Dapat dijadikan bahan triangulasi untuk mengecek kesesuaian data. f) Merupakan bahan utama dalam penelitian historis.
Dokumen sebagai sumber data banyak dimanfaatkan oleh para peneliti,
terutama untuk untuk menguji, menafsirkan dan bahkan untuk meramalkan.
Dokumen dan record digunakan untuk keperluan penelitian, menurut Guba dan
Lincoln (1981: 235) dalam Moleong (2012: 217), karena alasan-alasan yang dapat
dipertanggung jawabkan seperti berikut ini.
a) Dokumen dan record digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya
dan mendorong.
b) Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian.
c) Keduanya Berguna dan sesuai karena sifatnya yang alamiah, sesuai dengan
konteks, lahir, dan berada dalam konteks.
d) Relatif murah dan tidak sukar ditemukan, tetapi dokumen harus dicari dan
ditemukan.
e) Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas
D. Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar
Lembang yang beralamat di Jl. Mutiara Utama No. 176 Lembang Kabupaten
Bandung Barat 40391, Telp. (022) 2788882 Fax. (022) 2787964 Email :
psaa_alkautsar@yahoo.com
Alasan peneliti memilih lokasi ini karena dinilai cukup representatif
dengan apa yang diteliti oleh penulis.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah sumber yang dapat memberikan informasi
tentang pembinaan keagamaan di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang.
Adapun yang dijadikan subjek penelitian ini adalah sebagai berikut :
a) Pimpinan Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang;
b) Pembina/pengasuh Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang;
c) Anak-anak asuh Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang.
E. Tahap Penelitian
Menurut Moleong (2012: 127) tahap penelitian secara umum ada tiga tahap yaitu :
Gambar 3.2
Tahap-tahap penelitian