SUBORDINASI DAN KOMODIFIKASI KULTURAT DATAM BEBERAPA SAJAK-)
SuYono
Suyatng..)
Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasapembacaan terhadap sejumlah
,","u ,"r;:tJ::r:"-,-
poskolonial-ut
pe.rnutkan bahwa secara kultural kita belum sepenuhnya mencapai masyarakat yang madani dan merdeka. Arus modemisasi dan globalisasi yang menerpa negeri ini, melahirkan subordinasi dan komodifikasi kultural. Dengan demikian, kita belum menjadi subjek yang sepenuhnya merdeka.Kata Kunci: modernisasi, globalisasi, subordinasi, komodifikasi
Abstract
Modernity and globalization stream
in
this country, besides gioing benefit, nlso causing culturnl"colonized", factually in cultural subordination and co-modificntion. Rdading on poets using postcolonial perspectitte had showed that modernity and globalization eruerged neu " colonized" in cultural colonization form.
lt
zttas assumed that literature was a mirror of society, so that reading on poets usittg postcolonial perspectiae, hopefiilly, reminds us that nowadays there is a globalpouter (economy, politic and culture) that coaer and ready to "prey" us.Keywords: modernity, globnlization, subordination, co-modification
1. Pengantar
Pada dasamya tidak ada bangsa dan negara
yang bisa menghindar dari
proses akulturasikultural
yang berlangsung dalam persentuhandan pergaulan antarbangsa dan
negara.Namun, di
sisi lain juga terdapattradisi
lokal, budaya nasionaldan
seterusnya, yangterkait dengan identitas nasional dan
nasionalisme suafu bangsa dan negara. Persoalannyamakin
rumit dengan
muncuh:ryaRevolusi Industri
di Eropa pada abad pertengahan, ymg
selanjutnya mendorong arus modernisasi dan globalisasi (terutamadari sisi ekonomi)
yangmakin
menyempitkanruang
negara sekaligusmakin mendekatkan antarnegara
(terlebih-lebih
oleh perkembanganteknologi
in{ormasi dan komunikasi).Di sisi larn, dapat dikatakan
ruangkultural suatu bangsa dan negara tidak mungkin
mengelakdari
arus perubahan yangterjadi dalam bidang sosial politik,
ekonomi,teknologi, dan
seterusnya.Di awal abad
2Qmisalnya Ipih
(dengan nerna samareu:r Zedys, 1934)melalui
sajaknya"Nasib Sulingku"
telah mempersoalkan suling sebagaiproduk
budayalokalyang
tergusurolehproduk
budaya impor, yakni gitar.Tulisan ini akan mencoba
mengamati beberapa sajakyang
merefleksikan persoalan subordinasi dankomodifikasi kultural terkait
dengan arus modemisasi dan globalisasi yang berlangsungmakin
masif.Untuk
pengamatandan pembacaan terhadap beberapa
sajaktersebut akan digunakan
pendekatan poskolonial.7L
2.
LandasanTeoritis
Kajian poskolonial dalam
bidangkebudayaan pada awaLnya
merupakankajian
sastra,yakni
postcolonial literatureyang dipelopori oleh Bill Aschroft dkk.
Pahamini pada mulanya memunculkan
pemahaman model national danblack writing. Model national memusatkan perhatian pada hubungan antaranegara dan bekas jajahannya,
sementatablack writing menekankan aspek
etnisitas (Endraswara, 2003: 158--159).Selanjutrya, Suwardi
Endraswara(2003: 159) mengemukakan: "Tiadisiposkol oni al
mengenal dua kunci utama
pemahamanbudaya.
Pertama, dominasi--subordinasi. Isudominasi dan
subordinasimuncul
berkenaan dengankontrol militer kolonial
genocide dan keterbelakangan ekonomi. Keduanya tak hanyaterjadi antara negara dan etris, tetapi
jugaantamegara dengannegara, ehds dengan etnis.
B ahkan, pada gilirannya d engan sistem kolonial
yang aristokrat telah mengubah
subordinasidan dominasi individu
kepadaindividu
lain.Jika hal ini terjadi, maka hubungan
atasan--bawahan, patron--clien, majikan-buruh, akan selalu ada. Budaya
semacarnini
telahmelahirkan keunikan-keunikan yang patut
dicermati oleh peneliti budaya."Terakhir, yang perlu
dipertimbangkandalam suatu penelitian
poskolonialisme adalah konsepkajian Gayatri Spivak
tentangsubaltern. Dia rnengajukan
pertanyaankritis seputar
subaltern:"Dapatkah
subalternberbicara?" Subaltern adalah subjek
yangtertekan.
PertanyaanGayatri Spivak
tersebut mengarahkanpeneliti
budayauntuk
mengkajilebih jrrh eksistensi budaya
orang-orang terjajah. Posisikaum
terjajahpada
umumnyainferiol sedangkan penjajah
superior.Pihak inferior sering bungkam
karenaharus mengikuti kehendak pihak
superior(Endraswara, 2003:160).
Terdapat dua tipe kolonialisme,
perta-ma, kolonialisme yang berkaitan
denganpenaklukan fisik; dan, kedua,
kolonialismeyang berkaitan dengan penaklukan pikiran, jiwa, dan budaya. Dalam hal tertentu, jika penjujuh telah terlalu dalam
menanamkan imperialismenya, maka pada tataran ideologissi
terjajah secaratidak
sadar akanmengikuti
72 Widyaparua,
Volume 39, Nomorl
Juni 2011kehendak penjajah (Endraswara,
2003:160- 151).Secara
faktual, dalam konteks lokal- nasional dan tradisi-modernitas
yangberlangsung di Indonesia hingga saat ini
Kuntowijoyo
(2004) dalam tulisannya "BangsaKlien" menganggap bangsa ini
sebagaibangsa
yang "rapuh" di
tengah-tengah arus globalisasi budaya dan ekonomi. Dalam kaitanini, Goenawan Mohamad
(2005:253-25a) menjelaskan betapa Takdir agak meleset dalam membayangkan modemitas yang bakal dicapai lewat sajaknya"Menuju
keLaut".
"Kiasan dari tasik menuju ke laut
menunjukkan temp oralisasi d ari ruanS: evolusi
dari tradisi ke modem. Dilihat
sekarang,itu adalah suatu kiasan yang agak
meleset,berdasarkan atas
konsepfualisasiyang
agak melesetpula. Modemisasi kini terbukti tidak sepenuhnya terdiri dari "ornbak rra"
yangmengecup pantai, menantang tebing
curam dan berlomba dengan mega. Proses itu, bahkandunia modem yang dulu
dibayangkan bebas itu, temyata menyediakan " gunungpelindung"
yang
jadi
penghalang baru.Ada di
dalamnyayang mengungkung dan
membentangkankebekuannya sendiri. Dengan kata
larn, modernitas membawajuga
doronganke
arah apa yang ada dalam tradisi; bukan emansipasi.Bahkan proses modernisasi temyata
dapatmenemukan unsur-unsur kekuatan
dalamtradisi yang bisa dipergunakan untuk
mengembalikan arus modernisasiitu
sendiri."Sementara
itu, dalam
The New Dictionaryof Cultural
Literacy(Hirsch,
2002) c{inyatakanbahwa perubahan sosial yang
berlangsungcepa! seperti inclustrialisasi dan
urbanisasi, akan memporakporandakanhubungan
antaraindividu dan kelompok serta barang
dan layananyang
merekaproduksi
sehinggahal
itu akan melahirkan alienasi
sosiokultural.Marxisme bahkan
menekankanbahwa
kaumburuh dalam masyarakat kapitalis
jugateralienasi karena mereka
tidak memiliki
hak kepemilikan atas barang yang mereka hasilkan.3. Subordinasi dan Komodifikasi Kultural
Dalam proses akuiturasi suatu produk
kebudayaan lokal/nasional
kadang-kadanglebur dengan produk budaya lain,
kadang-kadang pula suatu
produkbudaya
menghilangdi bawah bayang-bayang produk
budaya"Lmpar". Dalam hal yang terakhir
berarti adapihak yang "kalah"
danyang
"mendrlg", sesuatuyang alami dan wajar dalam
prosesakulturasi.
Sebagaimisal,
sebagaimana dapat kita saksikan pada foto-foto di media cetak yangterbit pada awal hingga sekitar
pertengahanabad dua pulutu busana kaum
perempuanyang dominan di negeri ini adalah
kebaya.Namun,
kini
(di akhir abad duapuluh
dan awal abad duapuluh
satu) kebaya padaumunnya
hanya
dipakai
dalam acara-acara yang bersifat seremonial belaka,bahkan di
daerah-daerahpelosok pun
kebayabukan lagi
merupakanbagian dari gaya hidup. Kebaya
sebagai cerminan busanadan
gayahidup
tradisional makin hari makin tersisih dan tergantikan olehj eans dan T-shirt yang bukan merupakan bagian dari tradisi.
Berikut ini beberapa sajak
yangmengungkapkan bagaimana suatu tradisi maupun produk budaya
tersubordinasikan atau terkomodifikasikan oleh arus modemisasi dan globalisasi yang melanda negeriini.
3.1 Agus R. Sarjono 'Di Planet
Senen,Hollywoodku Sayang"
Di
Senen, kupanggili engkau, Hollywoodku selamat datang. Sepertidulu
selalu, kami merangkak dengan cawat dan dada terbuka bagai bumiputera.Mengusung mitos-mitos asing ke bentangan dada.
Kami bangun TV-TV di restoran dan tempat pertemuan untuk bersalaman dengan impian.
Tak ada Marsinah pada teater dan catatan harian, juga tukang becak
yang
menggantungdiri tinggi-tinggi
di dahan pohonanrimbun dan hijau dalam kenangan,
Sambil mendengkur di Planet
Senerykurangkuli
engkau Hollywoodku, selamat datang. Telah kami ganti KTPdi
batin kami dengan padang prairi, musik countrydan segelas Irish Coffee. Kami merasa besar
setelah membangun
miniatur-miniatur asing seperti membangunkuil dan
candiperibadatan tempat kami berkumpul tertawa- tawa menjadi koboy, mesin perang
dan bintang-bintang. Selamat tinggal desa- desa kami tak ingin tertinggal. Rembulan di Denpasar
dan
Sapu Tangandari
Bandung Selatan,siapakah
yang
menyanyikan semua itu?Sungguh tak tahu malu!
ucapmu kenes sambil berebut
jaket
SangRambq alangkah manis kemerdekaan. Sly, how do you think about ns?
Tapi sejarah telah berhenti
bisik sebuah fikiran nun jauh di sana. Maka kami lahirkan tokoh-tokoh lewat TV: berotot, bersenjata dan peremquan-perempuan sedih, Maria Mercedes Cinderellaku sayang dengan dengki dan airmata yang banyak
juga seorang pangeran yang rajin mendatangi
ibu-ibu kita
bagai arisan.Ada juga
anak Betawi ketinggalan zaman,katanya berziarah ke
makam-makam peradaban leluhur.Akhimya kita fahami Raden Mas Said yang memotong Jawa seperti membagi pizza.
Ini
satu untukrntr!
Ucapmu sambil
menghunjamkan surat keputusan dan tanda tangan pada hari-hari kami yang tertawa-tawa berjoget sepanjang malam sepanjang siangmelupakan sawah-sawah
dan
kecemasanpada malam yang
menjelmaimpian.
Di antara nyanyian pulau kelapa,kami ucapkan
selamatdatang
padamu.Datanglah pada kami.
Come to Marlboro Cotmtry.
Jika pun ada air mata, Indung disayang siapa bilang kami tidak berbahagia.
Dalam sajak "Di Planet
SeneryHolly- woodku Sayang" modernitas tampil
dalamlatar "modem",
sepertiHollywood, Irish
Cof- fee, Rambo, dan seterusnya. Narnun,modemi-
tas yanghadir
dalam sajakini
sekaligus mem-perlihatkan
modernitas yangbersifat artifisial
karenadalam
sajakini
tergambar betapakita
terjajah oleh komoditas-komoditas asing,dari
film sinetron (Maria
Mercedes),tempat hi- buran
(PlanetHollywood), rokok
(Marlboro), dan seterusnya. Bahkan, barang-barangimpor
Subordinasidan Komodifikasi Kultural dalam Beberapa
Sajak
73yang serba asing
itu dijadikan idola
dan men-iadi
semacam"gengsl" yang
dikejar. Dengandemikian, modemitas dalam hal ini justru
mengimplikasikan suatu keterjajahan kul- fural
sehingga, misahrya,lagu "Sapu
Tangandari Bandung Selatan" tidak ada lagi
yang menyanyikan,berganti
denganmusik
cauntry (bait 1 dan 2).Tidak hanya
keterjajahankultural
yang diperlihatkan dalam sajakAgusR. Sarjono, tetapijuga
keterjajahanekonomi,
sehingga tempat-tempat hiburan
semacamPianet Hollywood
yang berbasiskan ekonomi
kapitalisme merajalela dan tempathiburan "tempo dulu"
(Planet Senen) yang lebih mencerminkan corak
nasional terlantar dan
terabaikan. Ironisnya,warga sekitar Senen (Jakarta) yang
secarasosial ekonomi berada di pinggiran
iugu mendambakan d an mengidolakanHollywood ('Di
Senen,kupanggili
engkau,Hollywoodku/
selamat datang. Seperti dulu selalu, kami
merangkak/dengancawat dan dada
terbukabagai bumiputera.Mengusung
mitos-mitosasing ke
bentangandada./.."'). Lebih lanjut pertanian yang
seharusnyamerupakan
basis pertumbuhan ekonomi nasional kita ju gamakin
terabaikan('Ucapmu sambil
menghunjamkansurat keputusan/..../melupakan
sawah-sawah dan kecemasan padamalam/..../....
Datanglah pada kami.lCome to Marlboro Country').Sajak "Di Planet
Senen,HollYwoodku Sayang" memperlihatkan pada kita
suatuketerjajahan kultural dan ekonomi
yangnyaris tidak pernah kita sadari,
bahkan,sebagaimana dinyatakan
di bait terakhit'Jika pun
adaair mata
....lsiapabilang kami tidak
Lerbahagia.', suatuironi
situasi yang berjalanberkepanjangan di negeri ini:
Modernitasjustru
merepresentasikandominasi
ekonomidan budaya asing yang
mensubordinasikanekonomi dan budaya lokal dan
nasional.Dengan
kata lairu
modemitasbelum
menjadi bagian sikap dan pandanganhidup
bangsa dan negeriini
sehingga modernitas pada sebagianbeiar kita baru
sekadarbaju yang
menempelpada kita. Akibatrya, kita lebih
cenderungiebagai
bangsakonsumen, bukan
produsen,yang memiliki ketergantungan yang tinggi
pada kekuatan (ekonomi) asing. Kemerdekaanpolitis
menjadi tidak bermakna, apalagi dalam74
Widyapanrya, Volume 39, Nomorl
Juni 2011situasi globalisasi saat
ini.
3.2 Dorothea Rosa Herliany "Film'Filrn Bisu"
jarimu habis buat menghitung usia.
tak perlukah sajak buat bicara?
katakata tak akan Pemah iadi Pisau di negeri para orator. telinga orangorang diganjal kursikursi malas, sementara mulut dan tangan mereka bicara. bukubuku
tak akan
dibaca.radio dan televisi
me- muntahkankatakatakatakata. .
kekosongan terkirjm pada sandisandi.
racunracun dari lddahnya menidurkan kita.
untuk diam tak butuh sajak'
sementara segeserdemisegeser kita menying- kir.
sebab tepitepi bumikita dikikis sungaiairmata.
kakimu berdiri bagai bangau.
rumah ltita dipetak jadi papan catur
: langkah bidak amat Pendek.
jadi tak diperlukan bicara.
kau
menghitungusia tua. tak
mengenal huruflrurufsajakmu kaucatat dalam nurani yang nestapa'
Sajak Dorothea Rosa
Herliany "Film Film
Bisu" menggambarkan sifuasi
modemitasdengan peradaban dan kebudayaan
yangbersiJat massal dan instan. Dalam
situasi sepertiitu
orang-orang padaumumnya
hanya mengejarkehidupan yang
serbamudah
(easyliaing),' yang tersaii secara instan. Hal-hal
yang memerlukanpemikiran
dan perenungan cenderung dihind ariorang; sebaliknya,hiburan- hiburan ringan (melalui radio dan
televisi)yang menyajikan gosip
cenderung, digemarioleh khalayak ramai dan
meninabobokan mereka. Olehkarena itu, kecenderunganuntuk tenggelam dan hanyut dalam
keberlisanantorntity) jurh lebih kuat
dibandingkan keberaksar aan (litet acy), sebagaimana terbacapada bait kedua dan ketiga: "katakata
tak akan pernahjadi pisau/di
negeripara
orator'telingi
orangorangidiganjalkursikursi
malas,sementara
mulut/dan tangan mereka
bicara.bukubuku/tak
akan dibaca.radio dan
televisi memuntahkan/katakatakatakata./kekosonganterkirim pada sandisandi./racunracun
dariludahnya menidurkan kita.//untuk diam
takbutuh
sajak."Sementara
kita
tenggelamdan terhanyut dalam kehidupan yang serba mudah
daninstant, sementara itu pula kita
terjafuhdalam suafu "kekalahan",
kTta dikangkangioleh dominasi
kapitalismeyang
secara terus-menerus memproduksi dan
mereproduksi segi-segikehidupan yang
serbamudah
daninstant itu sebagai bagian dari
intervensikultural dan
gayahidup. Kapitalisme
secarasistematis akan menjejalkan pola dan
gayahidup konsumerisme
sehinggakita
menjadi masyarakat yang konsumtif.Kita "dikalahkan"
setelah secara perlahan-lahan dan tanpa saclar
kita dininabobokan oleh nikmatr:rya
easylioing: 'sementara
segeserdemisegeserkita menyingkir./sebab tepitepi bumikita dikikis
sungaiairrnata.&akimuberdiri
bagai b angau. II
rumah
kita
dipetakjadi
papan catur/: langkah bidak amat pendek.'3.3 Soni Farid Maulana "Gamelan Mati"
Negeriku tempat matahari muncul
dan terbenamTempat
kadal dan kerbau
bermandikan lumpur sawahTemoda darahku dipancong cangkul yang dendam.
Gemuruh mesin pabrik kau bangun di situ Melindas
alu dan lesung di
gudangku, membuat dirikuKehilangan
jr* kerja;
sumber hidupku"Negeriku
Tempat matahari muncul dan terbenam, Mencat
hutan tropis; hutan yang
habis dibakarOleh kebuasan kota besar; yang menggerogoti ampela kehidupan.
Sapi perahan bergoyang dengan dahsyat Seirama lecut peradaban. Seirama jam kerja
Menyeret gerbong kapitalisme;
hingga gedung-gedungMenggilas pekuburan. Dengar
Kota yang buas mencuri perawan
di
dasar malamMembuat bulan terluka dan pingsan di jalan raya.
Kini udara yang kau hirup tak kau kenal lagi Aro'manya. Thk kau dengar lagi jerit si miskin yang
Menyeruak
dari
timbunan sejarah, dibakar matahariDitampar hujan, dilumat kegelapan,
Berumah kesepian dan
keasinganmetropolitan.
Kelam dan dalam. O, negeriku
Sajak Soni Farid Maulana "Gamelan
Mati"
menggambarkan sendi-sencli
kehidupan
tra-disional yang
terlindas,modernitas. Industri- alisasi menggusur pertanian,
menyebabkan masyarakat yang mengganfungkan nafkahnyadi
sektor pertanian kehilangan lapangan kerja('Gemuruh
mesinpabrik kau bangun di situ/
Melindas alu
dan lesungdi
gudangku, mem-buat diriku/Kehilangan ju* kerja;
sumberhidupku').
Hutan-hutan habis ditebang dandi-
bakar atas namaindustri
perkayuan. Sapi-sapi perahan diekspJoitasi habis-habisanuntuk
ke- berlangsungan pabrik susu modem. Peradaban bergerak cepat dalamkoridor
kapitalisme.Modemitas
-
dalam sajak "GamelanMati"
-yang melahirkan kota-kota
metropolitan,di
sisilain juga melahirkan
alienasi, kesepiandan
keterasinganhidup, karena
masyarakat yang tercerabut secara paksadari
akar sejarahdan tradisinya.
Tanah-tanahpertanian
yang tergusur olehindustrialisasi
dan gerak sektorperekonomian modem pada akhimya
akanmenggiring penduduk yar.g bermukim di
pedesaan (yang pada
umurmya
masih mewarisi tradisi) untuk mencari nafkah ke kota-kota besar(y*g mencerminkan modernitas),
padahalsementara ifu sektor-sektor
perekonomianmodem juga memiliki keterbatasan
dalam menarnpung lapangan kerja. ]adi, dalam halini
tampaknya ada arus urbanisasi yangdidorong
oleh gerak modernitas yang menggusur tradisi.Sendi-sendi perekonomian tradisional tidak berdaya ketika berhadapan dengan
roda-roda perekonomian modern yang
datang menggilas. Padagilirannya, bukan
hanya sisi perekonomiantradisional
yang tergilas, tetapi juga tatanan sosiokultural yang ada diwilayah- wilayah tradisi
sebagaimana tercermin dalamSubordinasi dan Komodifikasi Kultural dalam Beberapa
Sajak
75judul
sajak SoniFarid
Maulanaini,
"GamelanMati": tradisi yang mafi terlindas
arus modernitas.3.4 Sapardi Dioko Damono "lklan"
Ia
penggemarberat iklan.
"Iklanifu
sebenar-benarhiburary" kata
lelakiifu.
"siaranberita dan
ceritaitu
sekedarselingan." Ia tahan seharian di depan televisi.
Istrinya suka menyediakan kopi dan kadang- kadang kacang atau kentang Soreng untuk menemaninya mengunyah iklan'
Anak perempuannya suka menataPnya aneh jika ia menirukan lagu iklan
supermi-
kepalanya bergoyang-goyang dan matanyaberbinar-binar. Anak lelakinya
seringmemandangnya
curiga jika ia
tertawamelihat badut itu
mengiklankan sepatusendal-kakinya
digerak-gerakkannya ke kanan-kiri. Dan istrinya sukatidak
pahamjika ia
mendadak terbahak-bahak ketika menyaksikan iklan tentang kepedulian sosialitu*dua
tangannya terkepal dan dihentak- hentakkannya.Lelaki
itu
meninggal seminggu yanglalu; konon yang terakhir
diucapkannyasebelum 'Allahuakbar" adalah
"HidupIklan!"
Sejakitu
istrinya gemarduduk
didepan televisi, bersama
anak-anaknya, menebak-nebakiklan
mana Serangan yang menurut dokteritu
telah menyebabkannyabegihr
bersemangat sehingga janhrngnya mendadak berhenti.Sajak "Iklan" SaPardi Djoko
Damonodapat dipandang sebagai sebuah
sajak alegorisyang berkisah tentang iklan.
Dalamdunia komunikasi
moderen,iklan
merupakanmedia untuk memperkenalkan
Produk;dengan demikian, iklan
sesungguhnyaIebih merupakan media yang
meniembataniprodusen dan konsumen. Namun,
sejalandengan perkembangan zamary sejalan pula dengan makin rakus dan
serakahnya kaumprodusen
sebagaibagian dari
perekonomian gtobal yang makin kapitalistis,iklan tidak lagi
semata-matamerupakan media
pengenalanproduk, melainkan telah menjadi
mediauntuk "membius" dan "menyihir"
khalayak(konsumen). Singkatnya iklan
merupakanmedia yang mamPu mengintervensi
dan76 Widyapanui,
Volume 39, Nomorl
Juni 2011mengubah selera konsumen clan
calonkonsumen untuk berperilaku dan
bergayalidup konsumtif dalam rangka
perebutanpangsa pasar dalam
iklim
ekonomi kapitalistis.Iklan mampu "memaksa" khalayak unfuk
membutuhkan sesuatu yang sebenamyatidak
dibutuhkan.Sajak Sapardi Djoko
Damonomemperlihatkanbagaimana sitokoh
lirik, "lelaki itu",
begifu kerasukan dan mendewakaniklan;
bahkan, sebelum mengucap'Allahuakbar"
menjelang kematiannya ia, terlebih dahulu menyerukan "Hidup Iklan!",
ungkaPanhiperbolis untuk menunjukkan betapa iklan
sebagaibagian dari jaringan
perekonomiankapitalistis telah mendominasi
mentalkhatayaknya sebagai target pasar.
Dengan katalain, iklan
telah menjadi suatu kekuasaansubversif,
memb-utakandan
menghanyutkan khalayaknya.3.5 Darmanto Jatman "KePada
SiaPaRindu Mesti Ditujukan"
Aneh, '
Seperti seribu mulut bersiul
men ggoyangkan da un-daunan-- Seperti sejuta tangan
berat menahan matahari bergerak -Begitulah burung-burung menggelepar Dan burung-burung itu adalah kita sendiri dalam abad dua puluh ini:
yang berwarna hitam dalam
tambang- tambangyang berupa titik-titik dalam
statistikproduksi
yang mendoronp; jarum jam berbalik dalam kelesuan yang paling menjemukan Aduh!
Betapa rindunya Betapa rindunya Aneh!
Telah lupa benar
Kepada siapa rindu mesti ditujukan
Sajak
Darmanto Jatman "Kepada
SiapaRindu Mesti Ditujukan" berbicara
tentangmodernitas yang telah menyulap
manusiadari subjek menjadi sekadar objek
dalamsituasi yang anomali. Manusia tidak
lebihdari sekadar nomor dalam deretan
angka- angkastatistik
("yaogberupa titik-titik
dalamstatistik produksi"). Modemitas
denganfaktor utama rasionalitas mampu
memacuproses pertumbuhan produksi secera luar
biasa, terlebihjika diletakkan
dalam kerangka ekonomikapitalistis,
sehingga manusia hanyadipandang
sebagai sekadarbaut dan
sekrupdalam mesin raksasa bemama
rangkaian proses produksi.Situasi anomali, sebagai akibat terjeratorya
umat manusia dalam rangkaian
panjang industrialisasi clengantitik tumpu
pada prosesproduksi,
menyebabkanmanusia
kehilanganhati nurani dan perasaan. Manusia tidak
ubahnya sepertirobot-robot
dalam rangkaianproses produksi sehingga tidak tahu lagi
"kepada
siaparindu mesti ditujukan".
Dapat dikatakan, sajak Darmanto]atman
menyoroti aspek dehumanisasidan
alienasi yang terjadibersamaan dengan proses
modernisasi.Manusia terjerumus "dalam keiesuan
yangpaling
menjemukan"; selainitu,
manusiapun makin terkurung dan terjajah oleh waktu sehingga ingin membebaskan diri
dengan"mendorong jarum jam
berbalik".
3.6 Dorothea Rosa Herliany "Perempuan Itu Bernama lbu"
kupanggil ia ibu seluruh waktu, perempuan dengan kebaya di ladang.
menanam
benih
berabad menyebar dan menuai,tak mengerti mengapa tak menolak segala, mengapa menggigil
dalam igau dan
tak meronta.ibu yang tak membaca buku-buku dan tak menonton iklan layanan.
berdiri di luar gedung pertemuan
dan tak terlihat di antara
kerumunan unjukrasa.ia sendiri membajak sawah,
menyebar benih dan menuai kesunyian.
berabad kupanggil ia ibu kesunyian.
mengeja erangan
sendiri yang bisu
dan kosong,membaca dongeng lelaki yang menempelkan dengus di zakarnya.
ibu yang tak menangisi kekecewaan menerima dengan dekapan tulus dengan pangkuan hangat
sepuluh Rahwana yang memburunya.
kupanggil ia ibu
perempuan yang menyimpan satu birahi untuk Rama yang menolaknya.
menerima kobaran api dan rintihan yang mengalirkan kesucian cinta.
berabad kupanggil ia ibu, yang sendirian dan menangis.
menanti benihbenih bdrabad tak tumbuh menjadi
kehidupan
\ilalang liar dan
gundukan tanah dengan rumput kering. kupanggil ia ibu yang berias daun bayammenanak tiwul untuk seratus bocah lapar
dan memulas dahaga dengan
harum keringatnya.kupangp;il ia ibu
yang bercerrnin gerimis sepanjang musim menghitung jembar sawah berhektar dan kebun rimbun kebijaksanaan.
aku menangis melihat seribu lelaki memperkosaku tak hentihenti.
Sosok ibu dalam sajak Dorothea
RosaHerliany "Perempuan itu Bemama
IbLL"adalah stereotipe perempuan dari
duniatradisi,
sebagaimanaterlihat dari irnaji-imaji
yang mendampingi kehadiran sosok ibu dalam sajak ini: "kupanggil ia ibu
seluruhwaktu/perempuan
dengan kebayadi
ladang/menanam benih berabad menyebar
danmenuai/tak mengerti mengapa tak
menolak segala/mengapa menggigil dalam igau dan takmeronta/ibu yang tak
membacabuku-buku/
dan tak menonton
iklan
layanan/berdiri diluar
gedungpertemuanldan tak terlihat di
mrtara kerumunan unjukrasa."Dari penampilan fisik, sang ibu
digambarkan mengenakan busana tradisional,kebaya. Sang ibu tidak mengenal produk
"peradaban moderrl", seperti buku, iklan
layanan, gedungpertemuarl dan unjuk
rasa.Dari segi sikap dan kepribadian, sang ibu
Subordinasi dan Komodifikasi Kultural dalam Beberapa
Sajak
77memperlihatlian
kepasrahanluar
biasa, sikapyang diwariskan dari dunia tradisi: "tak
menolak segala/....
menggigil
dalamigau
dantak meronta." ]adi, semua kepedihan
dankegetiran hidup ditanggung dan
dipendamsendiri,
tidak
diungkapkan dan hanya terucap dalam igau.Hampir semua imaji, termasuk
mitosyang diusung Dorothea Rosa Herliany
ke dalam sajaknya "Perempuanifu
BernamaIbu"
berangkat dari dunia tradisi" Namun, patut dicata! sajak ini ditulis dengan
semangatfeminis--berasal dari dunia
modem--yang mempertanyakankonstruksi tradisi
terhadap perempuan dalam relasi gender.Sang ibu dalam saiak "PeremPuan itu Bemama lbu" identik dengan tokoh
Shintadalam mitos
Ramadan Shinta yang
sebagai kisahmitologis
sesungguhnya menyampaikanajaran bahwa Perempuan harus setia
danpasrah terhadap laki-laki, ajaran
yangmengesahkan dan mengukulrkan
ideologigender, memposisikan Perempuan
sebagaisubordinasi laki-laki. Karena itu, dalam sajak
ini
"ibu
....tak
menangisi kekecewaanfmenerimadengan dekapan tulus/dengan
pangkuan hangatisepuluh Rahwana yang memburunya/kupanggil
ia ibu/peremPuan yang menyimpansatu birahi/untuk Rama yang
menolaknya/menerima kobaran aPi dan rintihaniyang mengalirkan kesucian cinta." Singkat
kata, sangibu
sebagai sosok Perempuandari
duniatradisi
rela diperlakukan sebagai objek seksualoleh laki-laki. Dan,
sebagaimanaShita
yang harus menjalani pati obonguntuk membuktikan kesuciannya,dunia tradisi juga
mewajibkanperempuan unhrk setia dan pasrah
dalam mengabdikanhidupnya
kepadalaki-laki.
Sebagai sajak yang ditulis dengan semangat
feminis,
sajak "PeremPuanitu
Bernamalbu"
menggugat
tradisi yang
mengayomi ideologi gender, mensubordinasikan perempuan. Olehkarena itu,
setelahberbait-bait
menampilkan tokohlirik
ibu yang pasrah d an hanya bisa diammenghadapi dominasi dan superioritas laki- laki dalam dunia tradisi, di bait terakhir
tiba-tiba dihadirkan si aku lirik yang
diposisikan sebagai korban ideologi gender: "aku menangismelihat seribu lelaki/memperkosaku
takhenti-henti." ladi, di bait terakhir ini
penyair78
Widyapanitt?, Volume 39, Nomor L Juni 2011melontarkan gugatan
terhadap dominasi
dansuperioritas laki-1aki, merefleksikan
dunia tradisional, mensubordinasikan peremPuan.3.7 Dorothea
Rosa Herliany"Rumah
Kertas"--lnrtuk rrUunl,
trt*
kelas tigndi sinilah rumahrumah kertas: orangorang mengayunkan tangannYa Padamu.
ia ingin kita melongoknya.
lihatlah, penderitaan takcukup digambarkan dengan tangis orangorang beruntung yang memainkan sebqah pemeranan, sebelum membuka perdelatan tentang omzet dan
kecemasan monopoli.
rumahrumah kertas: sesuafu kesementaraan.
orangorang tak peduli dengan narasinarasi yang tertoreh
di
dalamnya. ketakutan bagai bunga yang terus berkembang. kelaparan dan ketakmenentuanmenyambut pagi seperti iklim yang membalut ketelanjangan yang menggigilkan.
sementara kita menikmatinYa.
siiuetsiluet tanpabentuk menggeliat pada kebohongankebohongan seni.
"kita cuma barangdagangan yang telah dikhianati nurani!"
Sajak
"Rumah Kertas"
(dengansubjudul 'untuk
sebuahfilm
kelastiga') Dorothea
RosaHerliany berbicara tentang fenomena
kitsch yang melandadunia perfilman kita,
terutamafilm-film
kelastiga
semisalfilm-film
sinetrondi televisi. Kitsch merupakan
fenomenadalam kesenian modern-sebagai
bagiandari modernitas-yang memandang
hasilkesenian (terutama) sebagai komoditas karena konsekuensi kesenian
yang berubah
menjadi suatuindustri.
Sebagaikomoditas,'seni
kitschcenderung mengabaikan nilai estetika
dan moralitas, lebih mengutamakannilai
komersial ("lihatlah, penderitaan takcukup digambarkan/dengan tangis orangorang beruntung
yangmemainkan/sebuah Pemeranan/
sebelummembuka perdebatan tentang/omzet
dankecemasan
monopoli").
Sebagai sebuah komoditas komersiaf
film-
hlmkitsch acapkali mengangkat dan"menjual"
penderitaan sebagai tontonan, selain
"menjual"
berbagai mimpi yang jurh dari
realitashidup.
Sementaraitu, di luar mimpi
danpenderitaan yang terbingkai dalam film-fitm
kelas
tiga,
"ketakutan bagai bunga/yang terus berkembang. kelaparan dan ketakmenentuan/menyambutpagi
sepertiiklim
yang membalut/ketelanjangan yang menggigilkan."
Sebagaimana telah dikemukakan di
atas, sebagai
karya
kitsch,film-film
kelas tigacenderung mengabaikan nilai estetika
danmoralitas: "sementara kita
menikmatinya./siluetsiluet tanpabentuk menggeliat
padalkebohongankebohongan seni//kita
cumabarangdagangan yang telah/dikhianati nurani!" Film-film
kitsch sebagaibagian dari industri
kesenianyang dikelola
berdasarkanprinsip-prinsip kapitalisme
berupayamendominasi pasar-pada
dasarnyamerupakan komodifikasi
kultural--berusairamengejar rating peringkat atas,
meskipun yang menghadirkan kedangkalan yang vulgar.Dan, khalayak
pun
tampaknyabegitu mudah terhanyut dalam nina bobo film-film
kitsch sehingga mereka pun ramai-ramai menyanjungfilm-film
tersebut.4. Penutup
Modernitas dapat dipandang
sebagaiberkah
peradabanumat manusia.
SemenjakRevolusi Industri di Eropa dunia
seakanberpacu dengan perkembangan
teknologidan ilmu
pengetahuan,yang pada
akhirnyabanyak mernberikan kemudahan
bagihidup manusia. Akan tetapi ideologi
yangmenopang modemitas-yakni
Iiberalismedan kapitalisme--di sisi lain
menghadirkan dehumanisasidalam bentuk
subordinasi dan komodifikasikultural.
Di Indonesia modernitas
mengubah perilaku dan gaya hidup-karena
selain alasan-alasan praktis-budaya modem
dipandanglebih superior sehingga ada godaan
dan Catatan:keinginan untuk mengimitasi
segala sesuatu yang berasaldari
khazanah asing(dunia
luar)antara lain terbaca dalam sajak-sajak "Di Planet
Senen,Hollywoodku Sayang"
(Agus R. Sarjono),"Iklart"
(SapardiDjoko
Damono),"Film-Film Bisu" (Dorothea
Rosa Herliany),"Kepada Siapa Rindu Mesti Ditujukan"
(Darmanto ]atman), dan "Rumah
Kertas"(Dorothea Rosa
Herliany).
Dengan demikian, secara langsungmaupun tidak
langsunglahir keterjajahan kultural; budaya modem
yangpada umumnya
berasaldari
khazanah asinglebih mendominasi dan budaya
tradisional berada pada posisi inferior.I
Daftar
PustakaDamono, Sapardi
Djoko.
2000. ,4yat-A11at Api.fakarta: Pustaka Firdaus.
Endraswara, Suwardi. 2003.
MetodologiP enelitian Kebudnyaan Yogyakarta: Gadjah Mada
University
Press.Herliany, Dorothea
Rosa. 1999.Mimpi
Gugur Daun Zaitun. Jakarta: Grasindo.2001. "'Perempuan
ifu
Bemama lb:u",Kill The Radio,
Sebuah RadioKumatikan.Magelang: IndonesiaTera.
Hirsctr,
E.D.;Kett, ]oseph
F.;Trefil,
James S.2002. Th e N ew Dictionary of Cul tur al Liter acy
(Third
Edition). Boston: HoughtonMifflin.
]atman, Darmanto. 1997. lsteri.
Jakarta:Grasindo.
Kuntowijoyo.
2004."Bangsa Klien".
Jakarta:Kompas,23 Desember.
Maulana, Soni Farid.
2000."Gamelan
Mat7",Kita Lahir
sebagai Dongengan Magelang:IndonesiaTera.
Mohamad,
Goenawan. 2005. Setelah ReoolusiTak Ada Lagi. Jakarta: Pustaka Alvabet.
Sarjono,
Ago"
R. 2003 [cetakankedua].
SuatuCerita dari Negeri
Angin.Yogyakarta:Penerbit ]endela [cetakan pertama
oleh Penerbit Aksara, 200U.Zedys. L934. "Nasib
Sulingku",
Pandji Poestaka Th. Xtr,No.20,9
Maret.r. Naskah masuk tanggal 3 April 2011. Editor: Drs. Herry Mardianto. Edit I: 5-10 April 2011. Edit II: 15-24 Apnl2}ll.
'1 Suyono Suyahro, Drs., Peneliti Muda pada Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, |akarta.
Subordinasi dan Komodifikasi Kultural dalam Beberapa