TANGGUNG JAWAB KEPEMIMPINAN
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Hadist
Dosen pengampu : Niwari, MA.
Disusun oleh :
Riska Yunistia
(932209314)
Sinar Devky Ayu N
(932211814)
PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis panjatkan puji kehadirat Allah SWT atas
rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik. Makalah ini berjudul “TANGGUNG JAWAB
KEPEMIMPINAN”
Penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada bapak
Niwari, MA. sebagai dosen mata kuliah ini.
Penulis juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada
makalah ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk memperbaiki makalah ini di masa yang akan datang.
Semoga makalah ini bisa memberikan manfa’at terutama bagi penulis
dan bagi pembaca bagi umumnya. Akhirnya kepada ALLAH juga semuanya kita
kembalikan.
Kediri, Maret 2016
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...ii
Daftar Isi...iii
Bab I pendahuluan...4
A. Latar Belakang Masalah...4
B. Rumusan Masalah...5
Bab II Pembahasan...6
A. Setiap Muslim adalah Pemimpin...6
B. Pemimpin Pelayan Masyarakat...10
C. Batasan Taat kepada Pemimpin...12
BAB III PENUTUP...15
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Gelar pemimpin umat adalah layak diberikan kepada mereka
yang mampu memecahkan segala persoalan yang dihadapi umat itu dan
menghantarkannya dengan selamat sampai pada tujuan yang
dicita-citakan. Orang yang menghantarkan tidak harus berjalan di depan,
kadang-kadang disamping, di tengah, di mana saja menurut jalan keadaan
jalannya, diperlukan guna keselamatan orang yang diantarkannya.
Tidak hanya sekedar mengantar para anggotanya agar sampai
pada tujuan yang diharapkannya. Seorang pemimpin juga harus memilki
suatu komitmen yang didukung oleh kemampuan, integritas, kepekaan
terhadap perubahan dan perkembangan yang terjadi di sekelilingnya dan
juga dia memiliki keberanian untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. Namun dewasa ini kalau kita melihat realita yang ada sulit
sekali kita mendapati pemimpin yang memiliki kriteria yang telah
disebutkan di atas. Banyak pemimpin kita yang sudah tidak lagi
mementingkan nasib dan kemauan rakyat. Mereka hanya mementingkan
ego pribadi demi mementingkan kesejahteraan bagi dirinya sendiri dan
keluarganya. Mereka tidak pernah tahu kalau suatu saat kepemimpinannya
bakal dipertanggungjawabkan di kemudian hari. Adanya hal semacam ini
dikarenakan lemahnya tingkat keimanan seorang pemimpin sehingga dia
mudah terpengaruh oleh hal-hal yang negatif.
Berangkat dari kenyataan yang terjadi tersebut, maka perlu
yang senantiasa bertanggung jawab terhadap rakyatnya dan mampu
melayani masyarakat dengan baik dan sesuai dengan apa yang
diperintahkan oleh agama. Melalui pembacaan hadis, makalah yang kami
buat berusaha menyajikan suatu pemahaman terhadap bagaimana
mencetak pemimpin yang bertanggung jawab dan mampu memberikan
pelayanan terhadap masyarakat secara baik.
B. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Setiap Muslim adalah Pemimpin
Islam menetapkan tujuan dan tugas utama pemimpin adalah
untuk melaksanakan ketaatan kepada allah dan rosul-nya serta
melaksanakan perintah perintahnya. Ibnu tamyah mengungkapkan bahwa
kewajiban seorang pemimpin yang telah ditunjuk dipandang dari segi
agama dan dari segi ibadah adalah untuk mendekatkan diri kepada allah.
Pendekatan diri kepada allah adalah dengan mentaati pelaturan
pelaturannya dan rosul-nya. Namun hal itu sering di salah gunakan oleh
orang orang yang ingin mencapai kedudukan dan harta. Dalam hadits
imam bukhori dalam kitab “budak”, bab: “ dibencinya memperpanjang
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang amir yang
mengurus keadaan rakyat adalah pemimpin. Ia akan dimintai
pertanggungjawaban tentang rakyatnya. Seorang laki-laki adalah
pemimpin terhadap keluarganya di rumahnya. Seorang wanita adalah
pemimpin atas rumah suaminya. Ia akan diminta pertanggungjawaban
tentang hal mereka itu. Seorang hamba adalah pemimpin terhadap harta
benda tuannya, ia kan diminta pertanggungjawaban tentang harta
tuannya. Ketahuilah, kamu semua adalah pemimpin dan semua akan
diminta pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya.1
Penjelasan hadits
Hadits di atas sangat jelas menerangkan tentang setiap orang
muslim dalam berbagai posisi dan tingkatnya. Mulai tingkatan pemimpin
rakyat sampai tingkatan pengembala, bahkan sebenarnya tersirat sampaia
tingkatan pemimpin diri sendiri. Semua pasti memiliki tanggung jawab
dan akan diminta pertanggung jawabannya oleh Allah SWT, atas
kepemimpinannya kelak di akhirat.
Dengan demikain setiap orang islam harus berusaha untuk
menjadi pemimpin yang paling baik dan segala tindakannya disadari
kepentingan pribadi atau kepentingan golongan tertentu akan tatapi
pemimpin yang adil dan betul-betul memperhatikan dan berbuat sesuai
dengan aspirasi rakyatnya, sebagaimana diperintahkan Allah SWT dalam
al Qur’an surah An Nahl ayat 90
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
Dan juga dalam Al-Qur’an surah Al Hujarat ayat 9
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang
hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu
melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar
Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.
kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan,
dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang Berlaku adil.
Ayat di atas jelas sekali memerintahkan untuk berbuat adil
kepada setiap pemimpin apa saja dan dimana saja. Seorang raja misalnya
sesuai dengan perintah Allah SWt dalam memimpin rakyatnya sehingga
hidup rakyatnya sejahtera.
Sebaliknya apabila raja semena-mena, selalu bertindak sesuai
kemauannya, bukan didasarkan peraturan yang ada, rakyat akan sengsara,
dengan kata lain, pemimpin harus menciptakan keharmonisan antara
dirinya dengan rakyat sehingga ada timbal balik diantara keduanya. Itulah
pemimpin paling baik diantara keduanya.
Begitu pula para suami isteri pengembala dan siapa saja yang
memiliki tanggung jawab dalam memimpin harus berusaha untuk berlaku
adil dalam kepemimpinannya sehingga ia mendapat kemuliaan
sebagaimana janji Allah SWt yang disebutkan dalam salah satu hadits
Nabi Muhammad SAW bahwa para pemimpin seperti itu (yang adil)
termasuk salah satu golongan dari tujuh golongan yang akan memperoleh
naungan dari Allah di hari kiamat, yakni pada hari yang tidak ada naungan
kecuali atas izin Allah SWT.
Dengan demimian, kebahagiaan dan pahala yang besar
menunggu para pemimpin yang adil, baik di dunia dan terutama di akhirat.
C. Pemimpin Pelayan Masyarakat
Dalam pandangan Islam, seorang pemimpin adalah orang yang
yang diberi amanat oleh Allah swt.untuk memimpin rakyat, yang di akhirat
kelak akan dimintai pertanggungan jawab oleh Allah swt. Sebagaimana
yang telah disinggung di atas. Dengan demikian, meskipun seorang
(korupsi misalnya), ia tidak akan mampu meloloskan diri dari tuntunan
Allah swt.
Oleh karena itu, seorang pemimpin hendaknya jangan
menganggap dirinya sebagai manusia super yang bebas berbuat dan
memerintah apa saja kepada rakyatnya. Akan tetapi, sebaliknya ia harus
berusaha memosisikan dirinya sebagi pelayan dan pengayom masyarakat,
Seperti Hadits dibawah ini:
Artinya: Hadits ma’qil bin Yasar, dari hasan bahwasanya Ubaidillah bin
yazid mengunjungi Ma’qil bertanya kepadanya: bahwasanya saya akan
ceritakan kepadamu suatu hadits yang saya dengar dari Rasulullah saw
saya mendengar nabi saw bersabda: “tidak ada seorang hamba yang
diberi tugas oleh Allah untuk memelihara segolongan rakyat, lalu ia tidak
melakukan sesuai dengan petunjuk, melainkan ia tidak memperoleh bau
saya.2
Dalam hadits yang diterima dari Siti Aisyah dan diriwayatkan
oleh imam Muslim, Nabi SAW pernah berdoa, ya Allah siapa yang
menguasai ssuatu dari urusan umatku, lalu mempersulit mereka, maka
persulitlah baginya dan siapa yang mengurus umatku dan berlemah lembut
kepada mereka, maka permudahlah baginya
Hal ini menunjukkan bahwa allah dan rasulNya sangat peduli
terhadap hamba-hambaNya, agar terjaga dari kezaliman para pemimpin
yang kejam dan tidak bertanggung jawab. Pemerintah yang kejam dan
tidak bertanggung jawab dikategorikan sebagai sejahat-jahatnya
pemerintah.
Menurut M Quraisy Shihab dari celah ayat-ayat al Qur’an
ditemukan sedikitnya dua pokok sifat yang harus disandang oleh seorang
yang memikul suatu jabatan yang berkaitan dengan hak-hak masyarakat
sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surah Al Qashash ayat 26
Artinya:
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang
paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang
kuat lagi dapat dipercaya".
D. Batasan Taat kepada Pemimpin
Dalam kehidupan nyata, tidak jarang terdapat seorang pemimpin
yang menyalahgunakan kekuasaan guna mencapai keinginan dan kepuasan
hawa nafsunya. Tidak jarang pula untuk menggapai cita-cita tersebut, dia
memerintahkan kepada para bawahannya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang sebenarnya dilarang oleh agama. Terhadap perintah
ثيدح
Artinya: “hadits Abdullah ibnu umar ra. Dari Nabi saw beliau bersabda:
mendengarkan dan mentaati merupakan kewajiban seorang muslim
mengenai hal-hal yang ia sukai dan ia benci, sepanjang ia tidak
diperintahkan berbuat durhaka. Maka jika diperintah berbuat durhaka,
maka tidak lah boleh mendengarkan dan tidaklah boleh mengikutinya.3
Penjelasan hadits:
Sabda Rasulullah saw: “wajib atas seorang muslim”, kalimat ini
menunjukkan kewajiban. Maka wajib bagi seseorang muslim berdasarkan
keislamannya untuk selalu mendengarkan dan menaati pemerintah. Baik
dalam hal yang ia sukai maupun yang ia benci. Walaupun ia
memerintahkan dengan sesuatu yang dibencinya, namun ia wajib
melaksanakannya, kecuali jika perintah itu bermaksiat kepada Allah, maka
ketaatan kepada Allah itu diatas segala ketaatan. Tidak ada ketaatan
kepada makhluk dalam bermaksiat terhadap khaliq.
Batasan taat kepada seorang pemimpn terbagi menjadi 3 bagian,
yakni:
1. Perintah yang sesuai dengan yang diperintahkan Allah ta’ala maka
wajib ditaati
2. Mereka memerintahkan kemaksiatan, maka tidak perlu mendengarkan
dan metaati mereka apapun yang terjadi jika kamu disiksa oleh mereka
disebabkan hal ini (tidak mentaati) maka mereka akan dibalas pada
hari kiamat oleh Allah SWT
3. Mereka memerintahkan sesuatu yang di dalamnya tidak ada perintah
atau larangan syar’i, di dalam hal ini wajib mentaati mereka, jika tidak
mentaati termasuk orang-orang yang berdosa, dan penguasa berhak
ember hukuman dengan sesuatu yang mereka pandang sesuai, karena
telah melanggar perintah Allah dalam mentaati mereka.4
Maka dari itu wajib mendengar dan patuh kepada perintah
pemimpinnya, selama yang diperintahkannya itu tidak merupakan
perbutan maksiat. Apabila yang diperintahkan itu merupakan perbuatan
maksiat yang tidak dibenarkan oleh syara’, maka rakyat tidak boleh
mendengar dan mematuhi perintah itu.5
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Setiap orang muslim dalam berbagai posisi dan tingkatnya.
Mulai tingkatan pemimpin rakyat sampai tingkatan pengembala, bahkan
sebenarnya tersirat sampaia tingkatan pemimpin diri sendiri. Semua pasti
memiliki tanggung jawab dan akan diminta pertanggung jawabannya oleh
Allah SWT, atas kepemimpinannya kelak di akhirat.
Dengan demikain setiap orang islam harus berusaha untuk
menjadi pemimpin yang paling baik dan segala tindakannya disadari
pemimpin yang adil dan betul-betul memperhatikan dan berbuat sesuai
dengan aspirasi rakyatnya.
Seorang pemimpin hendaknya jangan menganggap dirinya
sebagai manusia super yang bebas berbuat dan memerintah apa saja kepada
rakyatnya. Akan tetapi, sebaliknya ia harus berusaha memosisikan dirinya
sebagi pelayan dan pengayom masyarakat.
Wajib mendengar dan patuh kepada perintah pemimpinnya,
selama yang diperintahkannya itu tidak merupakan perbutan maksiat.
Apabila yang diperintahkan itu merupakan perbuatan maksiat yang tidak
dibenarkan oleh syara’, maka rakyat tidak boleh mendengar dan mematuhi
perintah itu.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu Wal Marjan, (Semarang: Al-Ridha, 1993),
562-563
Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin, Syarah Riyadhus Shalhin, Jilid 2,
Cet. 2, (Jakarta Timur: Darussunnah Press, 2009), 1053-1056
Tengku Muhammd Hasbi As-Shiddieqy, Op. Cit., 29
Shaleh, Dkk, Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat