• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PENGATURAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH DI KOTA METRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PELAKSANAAN PENGATURAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH DI KOTA METRO"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN PENGATURAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH DI KOTA METRO

Iguh Purdani Putra, Upik Hamidah S.H., M.H,dan Satria Prayoga S.H., M.H Program Studi Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas

Lampung, Jl Soemantri Brojonegoro No.1 Gedung Meneng Bandar Lampung 35145 No.HP : 08983222302

e-mail : pputraiguh8@gmail.com

Abstract

It's intended to find out how the importance of the function of green open space in the Spatial Plan of Metro City is determined that every city should have a green open space of at least 30 percent of the area of the city in accordance with the mandate of Law Number 26 Year 2007 concerning Spatial Planning. The method of this research is the empirical juridicial. The research results shows Open Green Space in Metro City right now still less than 30% of the entire city area, though government efforts such as counseling, coaching, supervisioning of law enforcement, infrastructure and the role of community fo Open Green Space has been done but still has not been reached In fact, the function of Open Green Space is still abused by street vendors to trade in green space area until the area get destroyed. And the lack of awareness of the essential of open green space for urban life. In addition, there are many other inhibiting factors such as environmental destructive behavior, excessive consumption of natural resources, egocentrism, and the seizure of interests.

Key Words: Implementation, Regulation, Open Green Space, Metro City

Abstrak

Tulisan ini dibuat untuk mengetahui bagaimana Pentingnya fungsi dari Ruang Terbuka Hijau dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Metro yang ditetapkan bahwa setiap kota harus memiliki Ruang Terbuka Hijau minimal 30 persen dari luas wilayah kotanya sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Metode yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah metode dengan pendekatan normatif empiris. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Ruang Terbuka Hijau Kota Metro saat ini masih kurang dari 30% dari luas seluruh wilayah Kota Metro, meski upaya pemerintah seperti penyuluhan, pembinaan, pengawasan penertiban, sarana prasarana dan menggerakan peran masyarakat untuk Ruang Terbuka Hijjau sudah dilakukan tetapi masih juga belum tercapai. Faktanya manfaat Ruang Terbuka Hijau masih disalahgunakan oleh para pedagang kaki lima untuk berdagang di area Ruang Terbuka Hijau sehingga merusak areah tersebut. Dan juga minimnya kesadaran akan pentingnya ruang terbuka hijau untuk kehidupan di perkotaan. Selain itu masih banyak faktor-faktor penghambat lainnya seperti perilaku merusak lingkungan hidup, konsumsi yang berlebihan atas sumber daya alam, egosentrisme, dan perebutan kepentingan.

(2)

PENDAHULUAN

Kualitas lingkungan hidup yang

semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia

dan makhluk hidup lainnya,serta pemanasan global yang semakin meningkat yang mengakibatkan perubahan iklim dan hal ini akan memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup. Untuk itu perlu dilakukan dua hal yakni perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan. Tentang lingkungan hidup, hak alam ciptaan dan hak lingkungan hidup telah dijadikan tema dalam setiap pertimbangan dan kebijakan sosial, ekonomi dan politik dunia.1

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memampukan manusia diseluruh dunia melakukan modernisasi di segala bidang, tetapi haerus diganti dengan harga yang sangat mahal, yaitu pencemaran terjadi secara besar-besaran terhadap alam. Buangan industri berupa limbah melumpuhkan daya daur alamiah. Sampah teknologi (industri, produk sintetis dan limbah nulir) telah menjadi ancaman paling mengerikan terhadap kehidupan di planet bumi.2

Faktor-faktor tersebut akan membawa perubahan terhadap bentuk keruangan di area atau wilayah yang bersangkutan, baik secara fisik maupun non fisik, sebagai wadah kegiatan manusia di dalamnya. Berdasarkan analisis situasi, perubahan tersebut apabila tidak ditata dengan baik akan

1 Amatus Woi, Menyapa Bumi menyembah Hyang Ilahi, dalam tulisan “Manusia dan

Lingkungan dalam persekutuan ciptaan” ( Yogyakarta: Kanisius, 2008), hal 21

2 R. Borong, Etika Bumi Baru

(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), hal 37.

mengakibatkan perkembangan yang tidak terarah dan penurunan kualitas pemanfaatan ruang. Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan akan keberhasilan pembangunan nasional secara keseluruhan.

Ruang terbuka hijau merupakan salah satu komponen penting lingkungan. Ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan merupakan bagian dari penataanruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga kawasan hijau dan kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau sebagai unsur utama tata ruang kota mempunyai fungsi yang sangat berpengaruh besar yang berguna bagi kemaslahatan hidup warga. Pengurangan lahan untuk ruang terbuka hijau ternyata terjadi secara sistematis yang melibatkan semua actor pembangunan,yaitu pemerintah,swasta, dan masyarakat yang tidak lagi mengindahkan kebijakan pelestarian lingkungan perkotaan.

Di Kota Metro banyak penyediaan Ruang Terbuka Hijau yang menjadi tempat berdagang para pedagang kaki lima selain itu banyak juga masyarakat yang kurang perduli dengan keberadaan Ruang Terbuka Hijau. Padahal ruang terbuka hijau sangatlah penting untuk kelangsungan hidup manusia.

(3)

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang di pergunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan masalah secara yuridis empiris dengan data yang bersumber dari data primer dan data skunder. Mengumpulkan data-data dengan mengadakan penelitian langsung pada tempat atau objek penelitian dan melakukan wawancara.

2.1 Pendekatan Masalah

Pendekatan maslah yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dimaksudkan untuk mempelajari kaidah hukum, yaitu dengan mempelajari, menelaah peraturan perundang-undangan, asas-asas, teori-teori dan konsep-konsep yang berhubungan dengan skripsi ini. Pendekatan yuridis empiris dilakukan dengan berdasarkan pada fakta objektif yang didapatkan dalam penelitian lapangan baik berupa hasil wawancara dengan responden, hasil kuisioner, atau alat bukti lain yang diperoleh dari narasumber.

2.2 Sumber Data

Penulisan skripsi ini sumber data yang digunakan berupa data primer, data sekunder.

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari penelitian dilokasi. Data ini diperoleh dari hasil penelitian dengan cara wawancara yang dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan akan berkembang pada saat wawancara secara langsung terhadap Bapak I Nyoman Suarsana S.H sebagai Kepala

Bidang Pertamanan Di Dinas Tata Kota Dan Pariwisata Kota Metro mengenai pelaksanaan pengaturan apa yang diambil untuk memaksimalkan penyediaan Ruang Terbuka Hijau beserta kendala-kendala yang diperoleh dalam menerapkan kebijkan tersebut.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan. Data sekunder diperoleh dengan mempelajari dan mengkaji literature-literatur dan peraturan perundang-undangan. Sumber dari data sekunder yakni berupa:

1. Bahan hukum primer, yakni bahan-bahan yang bersumber dari Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau dikawasan perkotaan, Peraturan Mentri Pekerjaan

Umum Nomor :

15/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Tata Ruang Wilayah Provinsi, Peraturan Mentri pekerjaan

Umum Nomor :

(4)

2013 Tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang, Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 01 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Metro 2011 – 2031.

2. Bahan hukum sekunder, yakni bahan-bahan yang bersumber dari literatur-literatur dalam hukum penataan ruang.

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang mencakup bahan-bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti: Kamus Besar Bahasa Indonesia.

2.3 Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang benar dan akurat dalam penelitian ini ditempuh prosedur sebagai berikut:

1. Studi Kepustakaan

Dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan melakukan kegiatan membaca, mencatat, mengutip, dan menelaah hal-hal yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

2. Studi Lokasi

Dilakukan untuk memperoleh data primer yang dilakukan dengan metode wawancara yang dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan akan berkembang pada saat wawancara secara langsung kepada narasumber.

2.4 Pengolahan Data

Setelah data tersebut terkumpul pengolahan dilakukan dengan caara sebagai berikut:

1. Editing, yaitu memeriksa ulang data yang telah terkumpul dengan maksud untuk mengetahui kelengkapan dan kejelasannya. Dalam tahap ini, yang dikoreksi adalah meliputi hal-hal sebagai berikut yakni: keterbacaan tulisan atau catatan, kejelasan makna, kesesuaian jawaban satu sama lainnya, relevansi jawaban dan keseragaman data serta melakukan identifikasi data yang disesuaikan dengan permasalahan yang dibahas 2. Interpretasi, yaitu menghubungkan membandingkan dan menguraikan data serta mendeskripsikan data dalam bentuk uraian, untuk kemudian ditarik kesimpulan. 3. Sistematisasi data yaitu

penyusunan data secara teratur sehingga dalam data tersebut dapat dianalisi menurut susunan yang benar dan tepat.

2.5Analisis Data

(5)

PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum Kota Metro Kota Metro dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1999 dengan luas wilayah 6.874 Ha. Kota Metro terdiri dari 5 Kecamatan dengan 22 kelurahan, yang pembentukannya berdasarkan Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 25 Tahun 2000. Dengan data luas lahan, kecamatan dengan provinsi luas paling tinggi adalah Kecamatan Metro Utara dengan Luas 1964 Ha atau meliputi 29 %total luas Kota Metro. Sementara kecamatan lainnya memiliki luas yang relatif merata antara 17 %sampai dengan 21 % terhadap luas seluruh Kota. Kondisi ini berarti adanya proporsi yang tidak terlalujauh berbeda di tiap kecamatan berkaitan dengan luas wilayahnya yang dapat diisi dengan penyebaran penduduk yang merata juga untuk memperoleh tingkat kepadatan yang merata dan rencana distribusialokasi sumber daya yang seimbang di tiap wilayah 5 kecamatan serta 22 kelurahan.3

Kota Metro memiliki kondisi topografi berupa daerah dataran aluvial.Ketinggian daerah berkisar antara 5 –100 dpl dan dengan kemiringan 0 % -15%. Secara geografis, Kota Metro terletak pada 5º6’ -5º8’ LS dan 105º17’ -105º19’ BT yang berjarak 45 km dari kota Bandar Lampung sebagai ibukota Provinsi Lampung. Kota Metro merupakan salah satu dari 14 (empat belas) kabupaten/kota yang berada di wilayah administratif Provinsi Lampung. Kondisi Administratif Kota Metro

3 Pokja Sanitasi Kota Metro

Propinsi Lampung Tahun 2013 di Draff BPS Kota Metro Bab 2 Hal 1

berdasarkan data luas lahan, kecamatan dengan provinsi luas paling tinggi adalah Kecamatan Metro Utara dengan Luas 1964 Ha atau meliputi 28,57% total luas Kota Metro. Sementara kecamatan lainnya memiliki luas yang relatif merata antara 17 % sampai dengan 20% terhadap luas seluruh Kota. Kondisi ini berarti adanya proporsi yang tidak terlalu jauh berbeda di tiap kecamatan berkaitan dengan luas wilayahnya yang dapat diisi dengan penyebaran penduduk yang merata juga untuk memperoleh tingkat kepadatan yang merata dan rencana distribusi alokasi sumber daya yang seimbang di tiap wilayah 5 kecamatan serta 22 kelurahan.4

3.2 Pelaksanaan Pengaturan Ruang Terbuka Hijau Dalam RTRW di Kota Metro

3.2.1 Terbentuknya Peraturan Tentang Ruang Terbuka Hijau di Kota Metro

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Menteri PU No.05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan disebutkan bahwa pengertian Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Dalam UU No. 26 Tahun 2007, secara khusus mengamanatkan perlunya penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau, yang proporsi luasannya ditetapkan paling sedikit 30

4Idem

(6)

(tiga puluh) persen dari luas wilayah kota.

Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbu-han dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi, dan estetika. Dan berdasarkan Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang maka pemerintah Kota Metro membentuk Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 01 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Metro 2011 – 2031 dan Peraturan Wali Kota Nomor 20 Tahun 2013 Tentang Ruang Terbuka Hijau Kota Metro.

Dan dalam pembuatan peraturan tersebut pemerintah Kota Metro tentu melewati beberapa proses yang harus dilewati sebagaimana tata cara yang sudah ditentukan dalam pembuatan peraturan daerah dengan dasar undang-undang otonomi daerah. Sebelum terbentuknya perda tersebut tentu ada issu dan masalah yang terjadi di daerah tersebut. Issu dan masalah di Kota Metro pada saat itu adalah belum tercapainya kota yang hijau atau belum memiliki ruang terbuka hijau untuk memenuhi 30% dari seluruh luas wilayah kota yang sudah di tentukan oleh Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pengambilan kebijakan untuk membuat peraturan tentang ruang terbuka hijau di lakukan oleh pemerintah saja dalam hal ini adalah Wali Kota Metro. Karena pada saat itu memang masyarakat masih belum sadar pentingnya ruang terbuka hijau untuk kelangsungan hidup di daerah tersebut.

Setelah issu dan masalah di identifikasi maka langkah selanjutnya penyusunan Naskah akademik yang

harus disusun secara cermat dan hati-hati. Pembentukan satu tim penyusun dan tim konsultasi atau pengarah harus dilakukan. Demikian pula kegiatan konsultasi publik secara terus menerus harus diselenggarakan untuk merevisi konsep (draft) naskah akademik. Selanjutnya proses prosedur penyusunan perda sama seperti yang di tentukan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Prosedur penyusunan ini adalah rangkaian kegiatan penyusunan produk hukum daerah sejak dari perencanaan sampai dengan penetapannya.

(7)

yaitu melaksanakan amanat Undang-undang yang ada.

3.2.2 Pelaksanaan Pengaturan Ruang Terbuka Hijau di Kota Metro Kegiatan Penataan Ruang untuk Kota Metro telah diatur di dalam Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 01 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Metro 2011 – 2031 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, dan Peraturan Wali Kota Nomor 20 Tahun 2013 Tentang Ruang Terbuka Hijau Kota Metro. Akan tetapi kenyataan yang ada di lapangan pelaksanaannya belum maksimal yang diakibatkan oleh adanya satu dan lain hal. Untuk mengetahui kinerja pemerintah terhadap pelaksanaan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota Metro Penulis telah melakukan wawancara dengan kepala bidang pertamanan I Nyoman Suarsana, S.H pada hari senin tanggal 26 Mei 2014.

Menurut beliau Pemerintah Daerah berwenang penuh terhadap pengelolaan Ruang Terbuka Hijau, dalam hal ini Daerah Tingkat II baik Kotamadya maupun Kabupaten. Berdasarkan idealisme tersebut, langkah yang harus diambil oleh Pemerintah Daerah, adalah mengadakan evaluasi dan revisi Rencana Induk Kota nya. Hal ini harus dilakukan karena perkembangan kota di masa mendatang sangat bergantung pada ketersediaannya Ruang Terbuka Hijau ini.

Dari seluruh rangkaian prioritas program Dinas Tata Ruang dan Pariwisata bagian Pertamanan Kota Metro, umumnya melibatkan peran serta secara aktif dari masyarakat dalam rangka mewujudkan kotanya sebagai kota yang indah, bersih, nyaman, sehat, asri dan lestari. Dengan keterlibatan masyarakat dalam

pembangunan dan pengelolaan ruang terbuka hijau ini, maka diharapkan mereka sadar bahwa untuk menciptakan suatu lingkungan hidup yang baik bukan hanya merukapan tanggung jawab Pemerintah Kota semata, namun juga menjadi tanggung jawab warga kota khususnya Kota Metro. Lanjut beliau kegiatan pengelolaan ruang terbuka hijau oleh masyarakat umumnya dapat dilihat di kawasan permukiman, warga masyarakat mengelola dan memelihara secara gotong royong. Kegiatan tersebut semakin terpadu dengan adanya lomba kebersihan atau penghijauan ditingkat kelurahan maupun wilayah yang diselenggarakan secara berkala.

Mengingat bahwa Ruang Terbuka Hijau adalah faktor determinan dalam menentukan kualitas lingkungan kota, maka ruang terbuka hijau itu sendiri harus berada dalam keadaan terbaiknya. Unsur-unsur ruang terbuka hijau, seperti pepohonan, badan-badan air, harus berada pada kondisi dan situasi yang sesuai dengan persyaratan kehidupannya. Jadi keberadaan ruang terbuka hijau itu sendiri bukanlah obyek, tetapi subyek peningkatan kualitas bagi wilayah perkotaan tersebut. Dalam menciptakan ruang terbuka hijau kota untuk meningkatan kualitas kehidupan kota, menurut bapak I Nyoman maka diperlukan beberapa tindakkan antara lain:

1. Penyuluhan

(8)

kepada masyarakat tentang arti penting daripada suatu ruang terbuka hijau pada suatu kota terhadap keseimbangan dan keindahan lingkungan,dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan hidup memasyarakatkan peraturan perundangan yang ada kaitannya dengan penghijauan pertamanan agar dapat diketahui dan dipatuhi oleh masyarakat untuk menyampaikan kebijaksanaan Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Tata Kota dan Pariwisata bagian Pertamanan dalam rangka mengelola ruang terbuka hijau kota.

2. Pembinaan

Pembinaan melalui pembuatan taman percontohan pada lokasi kelurahan proyek, kelurahan binaan. Pemilihan jenis tanaman adalah tanaman hias berfungsi ganda (sebagai tanaman hias dan juga dapat dipergunakan sebagai tanaman obat, sayur ; pandan, kembang sepatu, sambang darah, gendarusa, dinding ari, sirih, daun mangkokan dan lainlain). Lokasi pembuatan taman bisa dilakukan di rumah kader atau kantor kelurahan. Dengan pembuatan taman percontohan ini diharapkan dapat dibudidayakan ke warga atau masyarakat lainnya dalam kelurahan tersebut (berkembang biak dengan cepat karena umumnya tanaman yang ditanam perbanyakannya dengan sistem stek batang atau daun). Lalu ada pula pembinaan melalui pameran dan promosi di bidang seni, flora, fauna dan lingkungan, merupakan ajang pertemuan para perencana, pakar, petani, pengusaha, hobbiest di bidang flora dan fauna.

3. Pengawasan dan Penertian

Melakukan pengawasan dan penertiban secara periodik di lokasi taman atau ruang terbuka hijau diberbagai wilayah kota, dan menetapkan sanksi sesuai Perda yang berlaku. Hal ini untuk menghindari adanya lokasi-lokasi taman yang dipergunakan untuk kegiatan non taman, umumnya berada di lingkungan perumahan atau permukiman penduduk,yaitu dengan memanfaatkan taman-taman lingkungan untuk kegiatan seperti kantor RT, RW, tempat pembayaran listrik atau PAM, Posyandu, balai pertemuan, gubuk-gubuk liar, warung, rumah semi permanen dan lain sebagainya mulai dari yang bersifat ringan, sedang sampai berat.

4. Peran Masyarakat

Program partisipasi masyarakat bertujuan menyadarkan masyarakat luas agar memahami pentingnya ruang terbuka hijau dalam meningkatkan kualitas lingkungan, mengubah gaya hidup masyarakat menjadi sadar lingkungan, dan mengarahkan masyarakat berwawasan lingkungan menuju masyarakat berwawasan ekologis. Pada akhirnya, pencapaian kuantitas ruang terbuka hijau kota minimal 30 persen dapat terwujud karena adanya dukungan dan partisipasi masyarakat.5

3.3 Pemindahan Dan Penataan Pedagang Kaki Lima di Kota Metro

Salah satu bentuk sektor informal yang dikaji lebih lanjut adalah

5

Nirwono Joga dan Imaun Iwan.

(9)

pedagang Kaki Lima, karena Pedagang Kaki Lima dikategorikan sebagai jenis pekerjaan yang penting dan relatif khas khususnya sebagai usaha kecil-kecilan yang kurang teratur. Istilah Pedagang Kaki Lima sendiri mengarah pada konotasi pedagang barang dagangan dengan menggelar tikar di pinggir jalan, atau di muka-muka toko yang dianggap strategis. Terdapat pula sekelompok pedagang yang berjualan dengan menggunakan kereta dorong dan kioskios kecil.

Pedagang Kaki Lima di Kota Metro pun memanfaatkan tempat yang semestinya menjadi Ruang Terbuka Hijau, misalnya saja taman kota yang menjadi tempat para Pedagang Kaki Lima. Pemerintah Kota Metro sudah menyediakan tempat untuk para Pedagang Kaki Lima tersebut yakni di Lapangan Samber tidak jauh dari taman kota. Tetapi dalam pelaksanaann masih ada beberapa Pedagang Kaki Lima yang masih berdagang di taman kota, memang cukup sulit untuk menanggulangi para pedagang tersebut jika pemerintah tidak tegas. Relokasi pedagang tersebut itu untuk mengembalikan fungsi Taman Kota Metro yang se-benarnya sebagai Ruang Terbuka Hijau.

3.4 Pemeliharaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Metro

Ruang Terbuka Hijau adalah temat dimana suatu area yang berisi tanaman yang hidup dan membutuhkan pemeliharaan agar terta hidup dan bermanfaat. Dan pemeliharaan Ruang Terbuka Hijau yang dilakukan Pemerintah Kota Metro adalah sebagai berikut:

1. Pembersihan Area

Pembersihan area taman dilakukan agar kebersihan dan keasrian taman dapat terjaga. Kegiatan ini dilakukan setiap hari kecuali hari sabtu dan minggu. Kegiatan pembersihan area taman meliputi penyapuan taman dan pembuangan sampah. Penyapuan taman dilakukan setelah kegiatan pemotongan dan pemangkasan pada suatu area taman. Alat yang digunakan adalah sapu lidi dan pengki. Kegiatan penyapuan taman ini dilakukan oleh tenaga kerja (pesapon) yang ditugaskan dari bagian persampahan untuk mengangkut sampah yang kemudian diangkut ke dump truck. Tenaga kerja yang ditugaskan membersihkan area taman berjumlah 1-2 orang tiap taman tergantung luasan area taman

2. Penyiraman Tanaman

Penyiraman diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan tanaman. Penyiraman dilakukan setiap hari termasuk hari libur kecuali hari minggu. Kegiatan ini mulai dari pukul 06.30 karena biasanya harus mengisi tangki air. Ada 3 tim yang mengerjakan kegiatan penyiraman dan masing-masing mempunyai mobil tangki air sebagai mobil operasional dan mempunyai lokasi kerja yang menjadi tanggungjawab tiap tim. Ketiga tim penyiram menggunakan mobil tangki air yang berkapasitas 4000 - 5000 liter.

3. Pemangkasan

(10)

secara estetis. Pemangkasan dilakukan terhadap penutup tanah, semak, perdu dan pohon. Pemangkasan rumput dilakukan guna menjaga agar rumput tetap tampil rapi dan tidak berbunga. Jenis rumput yang dijumpai pada beberapa taman yang ada adalah rumput gajah (Axonopus compressus). Kegiatan pemangkasan rumput dilakukan dengan menggunakan mesin pangkas gendong yang berkapasitas 1,5 liter bensin dilakukan secara rutin setiap hari di wilayah taman yang berbeda.Pemilihan lokasi pemangkasan disesuaikan dengan prioritas taman sesuai dengan ketinggian rumput yang dapat dilihat di lapangan. Kegiatan ini dilakukan di tiap taman dengan minimal 3-4 petugas taman yang telah menjadi tanggung jawab para petugas taman untuk memelihara taman.

3.5 Faktor-Faktor Penghambat

dalam Malaksanakan

Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Metro

Dalam implementasinya, kebijakan Ruang Terbuka Hijau Kota Metro tidak terlepas dari hambatan-hambatan sehingga menyebabkan sasaran program target pencapaian ruang terbuka hijau di Kota Metro tidak tercapai dengan maksimal. Hambatan-hambatan itu baik yang dating dari lingkungan masyarakat, Dinas-dinas yang terkait, hingga pihak-pihak swasta yang mengambil alih peran penting ruang terbuka hijau guna kepeintingan pembangunan pribadi. Dan dari hasil bahan bacaan dan wawancara penulis dengan kepala bidang pertamanan I Nyoman Suarsana, S.H mendapatkan beberapa hambatan, yakni:

1. Perilaku Merusak Lingkungan Hidup

2. Konsumsi Yang Berlebihan Atas Sumber Daya Alam

3. Egosentrisme

4. Perebutan Kepentingan 5. Kesadaran Untuk Menanam

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa:

1. Pemerintah Kota Metro berupaya melaksanaan pengaturan Ruang Terbuka Hijau dengan merujuk pada Undang-undang No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Kemudian Pemerintah Kota Metro membuat Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 01 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Metro 2011 – 2031 dan Peraturan Wali Kota Nomor 20 Tahun 2013 Tentang Ruang Terbuka Hijau Kota Metro. Dengan peraturan yang telah dibuat tersebut diharapkan Kota Metro bias memenuhi amanat Undang-undang No 20 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang bahwa setiap kota harus memiliki 30% dari seluruh wilayah kota. 2. Terhadap permasalahan dalam

Pemerintah Kota Metro demi memenuhi syarat sebagaimana yang diamanatkan Undang-undang No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Kota Metro belum memenuhi 30% keberadaan Ruang Terbuka Hijau dari seluruh luas wilayah kota.

Dalam pelaksanaannya ada faktor yang menghambat sehingga belum tercapainya target tersebut, dan faktor tersebut antara lain:

(11)

menangani penataan ruang khususnya Ruang Terbuka Hijau menjadi faktor penghambat dalam memenuhi 30% dari seluruh wilayah kota.

b. Faktor eksternal yaitu dari masyarakat. Banyak masyarakat yang belum memahami pentingnya Ruang Terbuka Hijau untuk kelangsungan hidup. Ruang Terbuka Hijau digunakan tidak sebagaimana mestinya, banyak pedagang kaki lima yang berjualan didaerah tersebut dan ruang tebuka hijau digunakan untuk tempat rekreasi kota. Bahkan di Kota Metro kurangnya kesa-daran untuk menanam menjadi hambatan dalam menghijaukan Kota Metro. Sudah diberi bibit pohon pun masih saja ada yang tidak mau menanamnya. Untuk itu sangat perlu meningkatkan kesadaran untuk menanam dan kesadaran akan pentingnya Ruang Terbuka Hijau demi terwujudnya kota yang hijau dan asri.

DAFTAR PUSTAKA Literatur:

Amatus Woi. Menyapa Bumi menyembah Hyang Ilahi, dalam

tulisan “Manusia dan

Lingkungan dalam persekutuan ciptaan”. Yogyakarta. Kanisius, 2008.

Alisjahbana. Marginalisasi Sektor Informal Perkotaan. Surabaya: ITS Press. 2006.

Hasan. Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah. Jakarta. Rajagrafindo Persada. 2008. Irwan, Zoer’aini Djamal Tatanan

Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta. Cides. 1997.

Joga Nirwono dan Imaun Iwan. 2011. RTH 30%! Resolusi (kota) Hijau.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Mulyanto. Ilmu Lingkungan. Graha

Ilmu. Yogyakarta. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. M. Daud Silalahi. Hukum

Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia. Alumni. Bandung. 2001.

Purnomohadi, Nin. Ruang Terbuka Hijau Sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota. Jakarta. 2006. Rahardjo Adisasmita. Analisis tata

ruang pembangunan. Geraha ilmu. Yogyakarta. 2012

R. Boron. Etika Bumi Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.

Ridwan, Juniarso. Hukum tata ruang dalam konsep kebijakan otonomi daerah. Bandung. Nuansa. 2013

Supriadi. Hukum Lingkungan di Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta. 2010.

Taufik, Makaro Mohammad. Aspek-aspek Hukum Lingkungan. Jakarta. PT Indeks. 2006

Perundang – undangan:

UU No 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

UU No 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan.

Peraturan Meneteri Pekerjaan Umum, no : 05/PRT/M/2008.

(12)

Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 01 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Metro 2011 – 2031.

Sumber lain:

http://carapedia.com/pengertian_definis i_peraturan_info2113.html http://dianharezz.blogspot.com/2013/06

/dampak-kerusakan-lingkungan-hidup-bagi.html

Referensi

Dokumen terkait

Pembandingan laporan keuangan untuk dua atau tiga tahun dapat dilakukan dengan menghitung perubahan dari tahun ke tahun, baik dalam jumlah absolut (rupiah) maupun dalam

38 Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Tentang Cahaya Dan Sifat – Sifatnya Melalui Penggunaan Metode Inquiri Pada Siswa Kelas VI SDN Balagedog I Kecamatan Sindangwangi -

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Pada Program Studi S1 Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Andalas.

The system consists of the member-level primary, secondary, and tertiary manufacturing processes databases, which are viable for various materials, production

Akan tetapi, yang menjadi persoalan dalam ritual setiap tarekat yang ada adalah bahwa hampir mayoritas ritual tarekat mencitrakan Tuhan dalam bentuk atau citra laki-laki dan

menjadi kota pariwisata kuliner susu, hal tersebut dikarenakan Sapi perah merupakan salah satu komoditas unggulan di kabupaten Boyolali.Pengembangan Eksistensi kota

Penelitian tentang corporate governance , kualitas laba, dan nilai perusahaan telah dilakukan oleh Hamonangan dan Mas’ud (2006), yang dilakukan. pada semua perusahaan

Pada periode 1966-77, mereka menemukan bahwa ekspor Indonesia berpengaruh positif terbadap pertumbuhan PDB, tetapi tidak sebaliknya Sepintas lalu, temuan tersebut nampaknya