commit to user
i
POTENSI PRODUKSI PADI BERAS MERAH
MELALUI PENGATURAN KERAPATAN POPULASI TANAMAN
DAN PEMUPUKAN PADA LAHAN KERING
SKRIPSI
untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret
Oleh
Ulfa Lutfianis
H0708047
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
SKRIPSI
POTENSI PRODUKSI PADI BERAS MERAH
MELALUI PENGATURAN KERAPATAN POPULASI TANAMAN
DAN PEMUPUKAN PADA LAHAN KERING
Ulfa Lutfianis
H0708047
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Prof. Dr. Ir. MTh. Sri Budiastuti, M.Si Ir. Sumarno, MS
NIP. 195912051985032001 NIP. 195405181985031002
Surakarta,
Fakultas Pertanian
Dekan
Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS
commit to user
iii
SKRIPSI
POTENSI PRODUKSI PADI BERAS MERAH
MELALUI PENGATURAN KERAPATAN POPULASI TANAMAN
DAN PEMUPUKAN PADA LAHAN KERING
yang dipersiapkan dan disusun oleh
Ulfa Lutfianis
H0708047
telah dipertahankan di depan Tim Penguji
pada tanggal : 17 Oktober 2012
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
Program Studi Agroteknologi
Susunan Tim Penguji :
Ketua
Prof. Dr. Ir. MTh. Sri Budiastuti, M.Si
NIP. 195912051985032001
Anggota I Anggota II
Ir. Sumarno, MS Ir. Y.V. Pardjo NS, MS.
commit to user
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Potensi Produksi Padi Beras Merah Melalui Pengaturan Kerapatan
Populasi Tanaman dan Pemupukan Pada Lahan Kering”. Skripsi ini disusun dan
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan, bimbingan
dan dukungan berbagai pihak, sehingga penulis tak lupa mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian UNS.
2. Dr. Ir. Hadiwiyono, M.Si selaku Ketua Program Studi Agroteknologi Fakultas
Pertanian UNS.
3. Prof. Dr. Ir. MTh. Sri Budiastuti, M.Si selaku Pembimbing Utama.
4. Ir. Sumarno, MS selaku Pembimbing Pendamping.
5. Ir. Y.V. Pardjo NS, MS selaku Dosen Pembahas.
6. Prof. Dr. Ir. Djoko Purnomo, MP selaku Dosen Pembimbing.
7. Ir. Suharto Pr. MP selaku Pembimbing Akademik.
8. Seluruh dosen Fakultas Pertanian UNS yang telah memberikan ilmu yang
sangat bermanfaat.
9. Keluarga yang saya sayangi, mama Siti Machsunah, papa Johanes Martinus
Hoeven, kakak Ariefyan Mustofa dan seluruh keluarga besar yang telah
memberikan dukungan baik materi, semangat dan doa.
10.Kekasih tersayang Oki Satria Fatkhurosi dan semua sahabat serta teman-teman
Agroteknologi 2008 (Solmated) yang telah memberikan bantuan tenaga, doa
dan semangat yang luar biasa.
11.Mas Rajiman selaku pembimbing lapang dan seluruh warga desa Tawangsari,
kecamatan Teras, kabupaten Boyolali yang banyak membantu dalam proses
commit to user
v
12.Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penelitian ini, yang tidak
bisa saya sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi
kesempurnaan karya ini. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat kepada kita semua.
Surakarta, Oktober 2012
commit to user
2. Pelaksanaan Penelitian ... 16
3. Variabel Pengamatan ... 18
4. Analisis Data ... 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20
commit to user
vii
1. Keadaan Lokasi Penelitian dan Pertumbuhan Tanaman Secara
Umum ... 20
2. Tinggi Tanaman ... 21
3. Jumlah Anakan... 23
4. Anakan Produktif ... 24
5. Jumlah Malai ... 25
6. Panjang Malai ... 27
7. Jumlah Gabah Isi per Rumpun... 28
8. Berat Gabah per Rumpun ... 28
9. Berat 100 Biji per Petak ... 29
10.Berat Kering Brangkasan ... 29
B. Pembahasan ... 30
1. Pola Pertumbuhan Tanaman ... 30
2. Pola Pertumbuhan Jumlah Anakan ... 32
3. Anakan Produktif ... 32
4. Jumlah Malai ... 33
5. Panjang Malai ... 33
6. Jumlah Gabah Isi per Rumpun... 34
7. Berat Gabah per Rumpun ... 35
8. Berat 100 Biji per Petak ... 36
9. Berat Kering Brangkasan ... 36
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 40
A. Kesimpulan ... 40
B. Saran ... 40
DAFTAR PUSTAKA ... 41
commit to user
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Judul dalam Lampiran Halaman
1. Hasil Tinggi 13 MST Tanaman Padi Beras Merah ... 45
2. Analisis Ragam Tinggi 13 MST Tanaman Padi Beras Merah ... 45
3. Hasil Jumlah Anakan 11 MST Tanaman Padi Beras Merah ... 46
4. Analisis Ragam Jumlah Anakan 11 MST Tanaman Padi Beras Merah ... 46
5. Rerata Jumlah Anakan 11 MST Tanaman Padi Beras Merah pada Perlakuan Populasi Tanaman ... 46
6. Hasil Jumlah Anakan Produktif Tanaman Padi Beras Merah ... 47
7. Analisis Ragam Anakan Produktif Tanaman Padi Beras Merah ... 47
8. Rerata Jumlah Anakan Produktif Tanaman Padi Beras Merah Perlakuan Populasi Tanaman ... 47
9. Hasil Jumlah Malai 14 MST Tanaman Padi Beras Merah ... 48
10.Analisis Ragam Jumlah Malai 14 MST Tanaman Padi Beras Merah ... 48
11.Rerata Jumlah Malai 14 MST Tanaman Padi Beras Merah Perlakuan Populasi Tanaman ... 48
12.Hasil Panjang Malai Panen Tanaman Padi Beras Merah ... 49
13.Analisis Ragam Panjang Malai Panen Tanaman Padi Beras Merah ... 49
14.Rerata Panjang Malai Panen Tanaman Padi Beras Merah Perlakuan Populasi Tanaman ... 49
15.Hasil Jumlah Gabah Isi per Rumpun Tanaman Padi Beras Merah ... 50
16.Analisis Ragam Jumlah Gabah Isi per Rumpun Padi Beras Merah ... 50
17.Hasil Berat Gabah per Rumpun Tanaman Padi Beras Merah ... 51
18.Analisis Ragam Berat Gabah per Rumpun Tanaman Padi Beras Merah .... 51
19.Rerata Berat Gabah per Rumpun Tanaman Padi Beras Merah Perlakuan Populasi Tanaman ... 51
20.Hasil Berat 100 Biji per Petak Tanaman Padi Beras Merah ... 52
21.Analisis Ragam Berat 100 Biji per Petak Tanaman Padi Beras Merah ... 52
22.Hasil Berat Brangkasan Kering Tanaman Padi Beras Merah ... 53
commit to user
ix
24.Rerata Berat Brangkasan Kering Tanaman Padi Beras Merah Perlakuan
Populasi Tanaman ... 53
25.Hasil Analisis Kimia Tanah Awal... 54
26.Hasil Analisis Pupuk Kandang Sapi ... 55
27.Deskripsi Padi Beras Merah Kultivar Merah Wulung ... 56
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul dalam Teks Halaman
1. Pola Pertumbuhan (Tinggi Tanaman) Tanaman Padi Beras Merah ... 22
2. Pola Pertumbuhan (Jumlah Anakan) Tanaman Padi Beras Merah ... 23
3. Rerata Jumlah Anakan pada Perlakuan Populasi Tanaman... 24
4. Rerata Jumlah Anakan Produktif pada Perlakuan Populasi Tanaman (Minggu ke-14) ... 25
5. Pola Pertumbuhan (Jumlah Malai) Tanaman Padi Beras Merah ... 26
6. Rerata Jumlah Malai pada Perlakuan Populasi Tanaman ... 26
7. Rerata Panjang Malai pada Perlakuan Populasi Tanaman (Minggu ke-14) . 27 8. Rerata Berat Gabah per Rumpun pada Perlakuan Populasi Tanaman ... 28
9. Rerata Berat Kering Brangkasan pada Perlakuan Populasi Tanaman ... 30
Nomor Judul dalam Lampiran Halaman 10.Kerangka Berpikir ... 57
11.Pengolahan Tanah ... 58
12.Pemasangan Patok ... 58
13.Kegiatan Menimbang Pupuk Kandang ... 58
14.Kegiatan Tanam ... 59
15.Tanaman Umur 1 Minggu Setelah Tanam... 59
16.Tanaman Umur 3 Minggu Setelah Tanam... 59
17.Tanaman Umur 10 Minggu Setelah Tanam ... 60
18.Tanaman Umur 12 Minggu Setelah Tanam ... 60
19.Pengamatan Variabel Tanaman ... 60
20.Kegiatan Penyiraman ... 61
21.Kegiatan Penyiangan... 61
22.Kegiatan Pemupukan ... 61
23.Penyemprotan Biosugih ... 62
24.Hama Burung Memakan Padi Masak Susu ... 62
25.Hama Walang Sangit Memakan Padi Masak Susu ... 62
26.Hama Ulat Memakan Daun Padi ... 63
commit to user
xi
28.Gulma Rumput Grinting ... 63
29.Gulma Krokot ... 64
30.Gulma Meniran... 64
31.Hama Walang ... 64
32.Padi Dimakan Burung ... 65
33.Akibat Gabah Padi Dimakan Burung dan Ayam ... 65
34.Akibat Serangan Hama Ulat Penggerek Batang ... 65
35.Lahan Sebelum Panen ... 66
36.Kegiatan Panen ... 66
37.Lahan Setelah Panen ... 66
38.Tanaman Padi Minggu ke-14 ... 67
39.Padi 100 Biji per Petak ... 67
40.Kegiatan Menimbang Berat Kering Brangkasan ... 67
commit to user
xii
RINGKASAN
POTENSI PRODUKSI PADI BERAS MERAH MELALUI
PENGATURAN KERAPATAN POPULASI TANAMAN DAN
PEMUPUKAN PADA LAHAN KERING. Skripsi: Ulfa Lutfianis (H0708047).
Pembimbing: Sri Budiastuti, Sumarno, Y.V Pardjo NS. Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Permintaan beras merah terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan perhatian masyarakat yang besar terhadap kesehatan yaitu dengan mengatur gaya hidup, pola makan dan menu makanan. Kondisi demikian tidak diimbangi dengan ketersediaan yang saat ini relatif rendah mengingat tingginya alih fungsi lahan pertanian sehingga mengurangi luas lahan sawah untuk tanam padi khususnya padi beras merah. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi padi beras merah yang dicobakan pada penelitian ini adalah melalui teknik budidaya padi lahan kering dengan pengaturan populasi tanaman dan dosis pupuk kandang. Populasi tanaman berhubungan dengan kerapatan tanam dan akan mempengaruhi efektivitas penyerapan unsur hara, air dan penerimaan cahaya matahari oleh tanaman. Dosis pupuk kandang berhubungan dengan banyaknya jumlah hara yang dibutuhkan tanaman dalam pertumbuhannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan populasi tanaman dan dosis pupuk kandang yang tepat agar didapatkan hasil padi beras merah yang optimal.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2012 sampai Juli 2012 di desa Tawangsari, Teras, Boyolali. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) faktorial dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama, yaitu populasi tanaman sistem larikan/sebar (kontrol), 2 biji/lubang, 4 biji/lubang dan 6 biji/lubang. faktor kedua, yaitu dosis pupuk kandang sapi 10 ton/ha (kontrol), 3 ton/ha, 5 ton/ha dan 7 ton/ha. Kombinasi perlakuan populasi tanaman dan dosis pupuk kandang ada 16 dan setiap kombinasi perlakuan diulang 3 kali. Variabel pengamatan yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah anakan, anakan produktif, jumlah malai, panjang malai, jumlah gabah isi per rumpun, berat gabah per rumpun, berat 100 biji per petak, dan brangkasan kering tanaman. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis ragam berdasarkan uji F taraf 5% dan apabila terdapat beda nyata dilanjutkan dengan uji DMRT
(Duncan Multiple Range Test) taraf 5%.
commit to user
xiii
SUMMARY
POTENTIAL PRODUCTION OF RED RICE BY ARRANGEMENT DENSITY OF PLANT POPULATION AND FERTILIZING ON DRY
LAND. Thesis-S1: Ulfa Lutfianis (H0708047). Advisers: Sri Budiastuti,
Sumarno, Y.V Pardjo NS. Study Program: Agrotechnology, Faculty of Agriculture, University of Sebelas Maret (UNS), Surakarta.
Red rice demand continues to increase along with the increase of population and the large public attention to health is a lifestyle management, diet and food menu. This condition is not matched by availability of the current relatively low given the high land conversion of agricultural land to reduce fields for planting rice particularly red rice. One way to increase the production of red rice is tested in this study is through dry land rice cultivation technique by setting the plant population and fertilizer doses. Related to plant population and density planting will affect the effectiveness of the absorption of nutrients, water and sunlight acceptance by plants. Dose manure associated with the number of nutrients that plants need to grow. This study aimed to obtain populations of plants and manure proper dosage in order to get the results of the optimal red rice grain.
The research was conducted in March 2012 to July 2012 in the village of Tawangsari, Teras, Boyolali. This study uses a group of Randomized Completed Block Design (RCBD) factorial with two treatment factors. The first factor, is plant population bolt system / spread (control), 2 seeds/hole, 4 seeds/hole and 6 seeds/hole. The second factor, which is the dose cow manure 10 tons/ha (control), 3 tons/ha, 5 tons/ha and 7 tons/ha. Combination treatment plant population and fertilizer dose was 16 and each treatment combination was repeated 3 times. Observation variables observed that plant height, number of tillers, productive tillers, panicle number, panicle length, number of filled grain per hill, grain weight per hill, weight of 100 seeds per plot, and plant dry stover. The data were analyzed using a variety of analysis based on the F test level 5% and if there is a significant difference test followed by DMRT (Duncan's Multiple Range Test) level of 5%.
commit to user I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk
Indonesia. Permintaan akan beras terus meningkat seiring dengan pertambahan
jumlah penduduk. Beras tidak hanya merupakan sumber energi dan protein, tetapi
juga sumber vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi kesehatan. Dalam era
modern, masyarakat menaruh perhatian yang besar terhadap kesehatan, antara lain
dengan mengatur gaya hidup, pola makan dan menu makanan (Santika dan
Rozakurniati 2010). Padi beras merah merupakan salah satu jenis padi di
Indonesia yang mengandung gizi tinggi. Disamping itu beras merah pun lebih
unggul dalam hal kandungan vitamin, utamanya tiamin (vitamin B1) dan mineral
(zat besi) daripada beras putih.
Keunggulan padi beras merah baik dari rasa, kepulenan maupun fungsinya
bagi tubuh memberikan nilai tambah tersendiri sehingga harga jual lebih tinggi
dibanding dengan beras putih dari Varietas Unggul Baru (VUB) (Kristamtini dan
Purwaningsih 2009). Seiring dengan peningkatan taraf hidup masyarakat dan
kesadaran akan pentingnya kesehatan, sebagian masyarakat memerlukan beras
berkualitas yang bermanfaat bagi kesehatan. Kondisi demikian tidak diimbangi
dengan ketersediaan yang saat ini relatif rendah mengingat konversi / alih fungsi
lahan pertanian menjadi peruntukan lain yang sangat tinggi sehingga mengurangi
luas lahan sawah untuk tanam padi khususnya padi beras merah. Hal ini dapat
mengancam stabilitas ketahanan pangan nasional (Ritung dan Hidayat 2007).
Indonesia mempunyai lahan kering yang cukup luas dan tidak
termanfaatkan secara optimal. Luas lahan kering di Kabupaten Boyolali yaitu
56.186,0830 Ha atau 55,3% dari seluruh luas lahan di Boyolali. Adapun lahan
kering yang dimaksud adalah lahan yang tidak mempunyai saluran irigasi.
Ketersediaan air hanya berasal dari air hujan yang ditahan oleh partikel tanah.
Oleh karena itu lahan kering pada umumnya mengalami kekeringan pada musim
kemarau. Sifat atau karakter lahan kering tersebut menyebabkan terbatasnya
komoditas tanaman budidaya yang dapat dikembangkan. Salah satu komoditas
commit to user
pangan yang dapat berproduksi di lahan kering adalah padi gogo. Pengembangan
padi gogo di lahan kering yang selama ini belum termanfaatkan dengan optimal
dapat menjadi salah satu solusi dalam menghadapi masalah ketahanan pangan.
Penurunan areal sawah akibat alih fungsi lahan yang berubah menjadi areal
perumahan dan pabrik industri, tingginya biaya membuka areal sawah baru, serta
peruntukan air irigasi padi sawah yang semakin terbatas menyebabkan padi gogo
menjadi penting untuk dikembangkan (Rachman et al. 2003). Karena itu usaha
meningkatkan potensi produksi padi beras merah di lahan non sawah perlu
ditingkatkan dan salah satunya adalah melalui teknik budidaya pada lahan kering.
Usaha menjaga stabilitas ketahanan pangan nasional dan meningkatkan
produksi padi beras merah adalah dengan meningkatkan potensi lahan kering
melalui pengaturan populasi tanaman dan pemupukan. Populasi tanaman diatur
sedemikian rupa dengan tujuan agar tercukupi kebutuhan cahaya matahari dan
nutrisinya. Pengaturan populasi tanaman hendaknya memperhatikan lebar dan
kerapatan tajuk, karakteristik akar dan kondisi tanah. Penentuan populasi tanaman
padi beras merah yang tepat perlu dilakukan pada lahan kering dengan harapan
produksi padi beras merah meningkat dan didapatkan populasi tanaman padi beras
merah yang paling tepat pada lahan kering.
Pengaturan populasi tanaman padi beras merah pada lahan kering perlu
dilakukan untuk mengatasi keterbatasan lahan sawah dan lahan subur sekaligus
dengan harapan agar hasil padi beras merah meningkat. Di samping pengaturan
populasi tanaman, perlu diperhatikan juga masalah pemupukan, yaitu dengan
menggunakan pupuk organik/pupuk kandang sebagai pupuk dasar dengan dosis
yang tepat. Pemupukan merupakan salah satu upaya strategis dalam pengelolaan
lahan kering agar dapat dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman pertanian
secara optimal. Penerapan teknologi pemupukan organik, utamanya sangat
penting dalam pengelolaan kesuburan tanah karena mengandung hara makro N, P,
K dan hara mikro dalam jumlah cukup yang sangat diperlukan pertumbuhan
tanaman sekaligus berfungsi sebagai bahan pembenah tanah (Sutanto 2002 cit.
Minardi 2009). Pupuk organik dapat bersumber dari sisa panen, pupuk kandang,
commit to user
terdapat dalam pupuk anorganik, seperti unsur hara mikro, pupuk organik juga
penting untuk memperbaiki sifat kimia, fisik dan biologi tanah. Meskipun
kontribusi unsur hara dari bahan organik tanah relatif rendah, peranannya cukup
penting karena selain unsur NPK, bahan organik juga merupakan sumber unsur
esensial lain seperti C, Zn, Cu, Mo, Ca, Mg, dan Si. Dengan demikian penelitian
pengaturan populasi tanaman dan pemupukan perlu dilakukan sebagai sarana
untuk memperoleh pertumbuhan dan hasil padi beras merah yang baik.
B. PerumusanMasalah
1. Berapa kebutuhan biji/lubang yang paling tepat untuk pertanaman padi beras
merah pada lahan kering agar hasil yang didapatkan optimal?
2. Berapa dosis pupuk organik yang paling tepat untuk pertanaman padi beras
merah pada lahan kering agar hasil yang didapatkan optimal?
3. Kombinasi perlakuan manakah yang paling baik hasilnya untuk pertanaman
padi beras merah pada lahan kering?
C. Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan kebutuhan biji/lubang yang paling tepat untuk pertanaman padi
beras merah pada lahan kering.
2. Mendapatkan dosis pupuk organik yang paling tepat untuk pertanaman padi
beras merah pada lahan kering.
3. Mendapatkan kombinasi perlakuan yang paling tepat dan sesuai untuk
pertanaman padi beras merah pada lahan kering.
D. Manfaat Penelitian
1. Mendapatkan hasil padi beras merah yang optimal pada lahan kering dengan
pengaturan kerapatan populasi tanaman, dosis pupuk organik dan kombinasi
perlakuan keduanya yang paling tepat sehingga nantinya dapat dijadikan
rekomendasi bagi para petani agar pendapatannya meningkat.
2. Menunjang program pemerintah dalam meningkatkan produksi padi beras
commit to user
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Padi Beras Merah
Klasifikasi botani tanaman padi beras merah adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
(IRRI 1995 cit. Kristamtini dan Heni 2009).
Beras merah umumnya dikonsumsi tanpa melalui proses penyosohan,
tetapi hanya digiling menjadi beras pecah kulit sehingga kulit arinya masih
melekat pada endosperma. Kulit ari beras merah kaya akan serat, minyak alami,
dan lemak esensial. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa beras merah
dapat menjadi sumber antioksidan yang baik bagi kesehatan. Antioksidan yang
dihasilkan beras merah berasal dari pigmen antosianin. Komposisi gizi per 100 g
beras merah terdiri atas protein 7,5 g, lemak 0,9 g, karbohidrat 77,6 g, kalsium 16
mg, fosfor 163 mg, zat besi 0,3 g, dan vitamin B1 0,21 mg. Beras ketan dan beras
merah yang banyak dijumpai di pasaran umumnya berasal dari varietas lokal.
Varietas lokal umumnya berumur dalam (5 – 6 bulan) dengan potensi hasil 40 –
50% lebih rendah dibanding varietas unggul. Varietas unggul padi beras ketan dan
beras merah yang telah dihasilkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
merupakan varietas unggul lahan sawah irigasi, dan jumlahnya sedikit
(Santika dan Rozakurniati 2010).
Diantara padi beras warna di atas, padi beras merah memiliki variasi yang
tinggi dibandingkan padi beras warna yang lain. Terdapat beberapa aksesi plasma
nutfah padi beras merah yang telah dikoleksi dari berbagai lokasi eksplorasi padi
di Indonesia. Keragaman pada padi beras merah seperti padi lainnya merupakan
bahan dasar untuk kegiatan pemuliaan dalam program perbaikan varietas. Plasma
nutfah padi beras merah memiliki kedekatan nenek moyang dengan spesies padi
commit to user
liar. Beberapa karakter spesies padi liar yang dimiliki beras merah antara lain
habitus tanaman yang bersifat serak, daun dan biji terdapat bulu, tanaman tinggi,
biji mudah rontok dan memiliki dormansi, batang kecil dan mudah rebah (Nolding
et al. 1999 cit. Utami et al. 2010). Karakter-karakter tersebutlah yang seringkali
merupakan kendala dalam usaha budidaya padi beras merah. Untuk lebih dapat
memahami karakter spesifik dari padi beras merah diperlukan penelitian yang
berkesinambungan sehingga dapat membudidayakan segala potensi yang ada pada
padi beras merah dengan mengeliminir karakter-karakter yang tidak diinginkan
(Utami et al. 2010).
Jumlah padi beras merah sangat terbatas bahkan dari 184 varietas unggul
yang telah dilepas baru satu varietas padi beras merah yaitu varietas Bahbuton
yang berkulit ari (aleuron) merah, tahan terhadap blas (Pyricularia oryzae), agak
tahan terhadap bakteri hawar daun (Xanthomonas oryzae) dan dilepas tahun 1985
(Irsal Las 2004, Djunainah 1993 cit. Muliadi 2005). Penelitian yang lebih intensif
terhadap mutu padi beras merah diharapkan dapat memberikan sumbangan nyata
terhadap ketahanan pangan dan perbaikan kualitas sumberdaya manusia. Oleh
karena itu untuk memperbanyak pilihan bagi petani maka Balitpa terus melakukan
pengujian terhadap galur-galur padi beras merah baik terhadap daya hasil maupun
ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik diantaranya ketahanan terhadap
penyakit tungro. Dari pengujian ini diharapkan diperoleh galur-galur padi beras
merah tahan terhadap penyakit tungro (Muliadi 2005).
Padi beras merah cocok ditanam di lahan kering dengan sistem budidaya
padi gogo karena hasilnya akan pulen dan kering. Memang ada beberapa padi
beras merah yang ditanam di sawah, tetapi hasilnya tidak terlalu bagus. Malah
terkadang rasa nasinya tidak nikmat. Waktu yang tepat untuk menanam padi beras
merah adalah ketika datang musim penghujan. Biasanya mulai ditanam pada
bulan Oktober dan dipanen ketika bulan Februari atau Maret. Sekali panen,
mendapatkan 200 – 300 ikat (1 ikat = 5 kg) untuk luas lahan 1 ha. Untuk
pengolahannya, menggunakan cara tradisional. Pertama kali, tanah di ladang
diolah dengan menggunakan bajak. Setelah dibajak, bibit padi beras merah
commit to user
Padi beras merah dengan kadar protein tinggi sangat bermanfaat dalam
perbaikan gizi masyarakat, karena mengandung pigmen antosianin,
mengkonsumsi beras merah dapat mencegah penyakit seperti kanker, kolesterol
dan jantung koroner. Kekurangan makanan dan nutrisi menjadi permasalahan bagi
masyarakat miskin, sedangkan bagi sebagian penduduk yang mampu terjadi
kelebihan lemak dan karbohidrat. Pola makan yang tidak seimbang dengan lemak
dan karbohidrat tinggi dinilai dapat memicu berbagai penyakit, antara kolesterol
tinggi dan perlemakan hati. Padi beras merah yang ditanam pada lahan kering
perlu mendapat perhatian. Menurut Sasli 2004 cit. Suzanna CT 2011, kekeringan
merupakan kendala bagi peningkatan produksi pada lahan tadah hujan bahkan
sawah irigasi di musim kemarau. Kekeringan terjadi hampir setiap tahun yang
disebabkan oleh musim hujan yang tidak menentu, terlalu cepat berakhir,
penanaman terlambat dan pengairan yang umumnya sangat bergantung pada air
hujan (Suzanna CT 2011).
B. Padi Lahan Kering
Selain ditanam pada lahan sawah, tanaman padi juga bisa dibudidayakan
pada lahan kering atau sering kita sebut dengan budidaya padi gogo rancah. Pada
sistem budidaya padi gogo rancah seolah-olah kita anggap tanaman padi seperti
tanaman palawija. Sehingga kebutuhan air dalam sistem ini sangatlah minim.
Sistem budidaya padi gogo biasanya dilakukan pada tanah-tanah yang kering atau
tanah tadah hujan. Kelebihan sistem tanam gogo rancah dibanding sistem sawah
diantaranya adalah penghematan tenaga kerja tanam, penghematan tenaga kerja
pemeliharaan dan tentunya lebih menghemat waktu. Adapun kekurangan cara
tanam gogo rancah adalah produksi yang dihasilkan tidak sebesar dengan sistem
tanah sawah (Maspary 2010).
Lahan kering umumnya asam dan rendah pasokan P. Penanaman padi
gogo disesuaikan dengan keasaman tanah apalagi peningkatan adaptasi padi gogo
terhadap keasaman tanah dapat disebabkan oleh peternakan. Padi gogo toleran
terhadap keasaman tanah dan adaptasi lahan masam. Kekurangan unsur hara
commit to user
kering. Pupuk fosfor dilaporkan telah dapat meningkatkan hasil padi gogo di
wilayah Cerrado Brasil (Fageria et al. 1982), Afrika Barat (Van Reuler dan
Janssen 1996, Sahrawat et al. 1995) dan Asia Tenggara (Schmidt et al. 1990)
(Thomas et al. 2001).
Lahan kering umumnya kahat akan unsur N, dimana hara N ini merupakan
salah satu faktor penghambat bagi pertumbuhan dan hasil padi gogo. Di antara
unsur hara tanaman, unsur N merupakan hara yang diperlukan dalam jumlah besar
dan sering merupakan pembatas produksi padi gogo (Partorahardjo dan Makmur
1996 Gardner et al. 1991 cit. Aribawa et al. 2007). Disamping faktor hara, jarak
tanam juga memegang peranan penting dalam peningkatan produksi. Petani
biasanya menggunakan jarak tanam yang tidak teratur, sehingga kemungkinan
terjadi kompetisi baik terhadap air, unsur hara maupun cahaya diantara individu
tanaman. Jarak tanam menentukan populasi tanaman dalam suatu luasan tertentu,
sehingga pengaturan yang baik dapat mengurangi terjadinya kompetisi terhadap
faktor-faktor tumbuh tersebut (Aribawa et al. 2007).
Potensi sumber daya tanah lain yang dapat dimanfaatkan untuk
ekstensifikasi padi adalah lahan kering untuk budidaya padi gogo. Indonesia
memiliki lahan kering dengan luasan lebih dari 55,6 juta ha. Potensi lahan kering
Indonesia yang luas ini belum dimanfaatkan secara optimal, bahkan cenderung
tidak mendapat perhatian khusus. Upaya pemberdayaan lahan kering dapat
melalui budidaya padi gogo. Akan tetapi, upaya ini menghadapi kendala antara
lain yaitu produktivitas padi gogo yang masih rendah, mutu beras yang rendah
yaitu tidak aromatik dan tekstur nasi pera mengakibatkan padi gogo tidak disukai
oleh petani dan konsumen sehingga nilai ekonomi padi gogo rendah, kesuburan
tanah yang rendah, ketersediaan air yang terbatas musim hujan, kehadiran gulma
dan keterbatasan kultivar unggul berdaya hasil tinggi
(Tim Peneliti Padi Gogo Aromatik 2009).
Pengembangaan areal penanaman padi sawah bergeser ke lahan tegal atau
lahan kering karena adanya penyusutan lahan sawah menjadi lahan non pertanian,
sehingga posisi padi gogo menjadi penting untuk masa yang akan datang.
commit to user
sistem agroforestri, maka ketersediaan air dan radiasi matahari merupakan salah
satu penyebab rendahnya produktivitas padi gogo. Salah satu upaya peningkatan
produksi padi gogo adalah dengan penggunaan varietas toleran naungan misalnya
Jatiluhur. Varietas ini perlu dikembangkan ke petani untuk memastikan potensi
hasil pada sistem agroforestri. Oleh karena itu diperlukan percobaan lapangan
yang membutuhkan biaya banyak dan waktu lama. Penggunaan model simulasi
merupakan pendekatan yang efisien dan ekonomis untuk memprediksi
pertumbuhan dan produksi tanaman sesuai dengan kondisi daerah yang spesifik,
sehingga pengembangan varietas unggul baru dapat diprediksi secara cepat. Salah
satu model simulasi untuk memprediksi pertumbuhan dan hasil tanaman pada
sistem agroforestri adalah WaNuLCAS (Water Nutrient and Light Capture in
Agroforestry System) (Yuniastuti 2004).
Padi gogo biasa ditanam pada lahan kering dataran rendah, sedangkan
pada areal yang terjal dapat ditanam di antara tanaman keras. Tanaman padi dapat
tumbuh pada berbagai tipe tanah. Reaksi tanah (pH) optimum berkisar 5,5 – 7,5.
Permeabilitas pada sub horison kurang dari 0,5 cm/jam. Selain agroekosistem,
cara pengelolaan tanaman juga mempengaruhi keberlanjutan agribisnis padi.
Dengan menerapkan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) keberlanjutan
agribisnis padi dapat diwujudkan. Saat ini hampir seluruh teknologi budidaya
tanaman menggunakan konsep PTT, termasuk budidaya padi sawah dan padi
gogo (Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 2008).
C. Populasi Tanaman
Jumlah benih per lubang tanam akan berpengaruh terhadap fase
pertumbuhan kaitannya dengan kompetisi penyerapan hara dan cahaya matahari.
Makin tinggi kepadatan populasi (jumlah benih per lubang tanam) maka
kemampuan individu tanaman untuk tumbuh secara optimal juga menurun. Pada
perlakuan 1 benih/lubang dilaksanakan untuk melihat sejauh mana benih
dimaksud dapat tumbuh (membentuk anakan) tanpa ada persaingan, 3
benih/lubang dilakukan guna mengoptimalkan pembentukan jumlah anakan, 5
commit to user
Pembentukan jumlah anakan total akan berpengaruh terhadap jumlah anakan
produktif dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap produksi padi
(Wulandari 2005).
Sistem budidaya padi sawah umumnya memakai bibit 3 – 7 bibit/lubang
tanam, terjadi persaingan unsur hara dan ruang gerak untuk perkembangan akar
dan anakan yang pada akhirnya produktivitas rendah (Uphoff 2001 cit. Hasrizart
2008). Barkelaar (2001) dalam Hasrizart (2008) menyatakan bahwa metode SRI
(The System Of Rice Intensification), dengan penanaman satu tanaman per lubang
tanaman akan meningkatkan proses fiksasi nitrogen (Biological Nitrogen Fixation
– BNF) bakteri dan mikroba yang bebas hidup di sekitar akar padi dapat
bersimbiosis dan menguraikan nitrogen sehingga tersedia bagi tanaman.
Penanaman 1 bibit/lubang tanam, sebelum keluar anakan pertama tumbuh pada
batang primer, tanaman tersebut mempunyai waktu untuk recovery atau kembali
menstabilkan diri di lapangan akhirnya anakan yang terbentuk akan maksimal.
Anakan pertama tumbuh pada kondisi yang terbaik, sehingga terbentuk anakan
yang banyak dari rumpun yang besar (Vallois et al. 2000 cit. Hasrizart 2008).
Jumlah bibit per titik tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan karena
secara langsung berhadapan dengan kompetisi antar tanaman dalam satu rumpun.
Di Indonesia biasanya dianjurkan menanam 2 sampai 3 bibit per titik tanam
dengan produksi padi rata-rata 4,5 ton/ha. Sementara pada sistem intensifikasi
padi di Cina, Madagaskar dan Filipina ditanam 1 bibit/titik tanam dengan tingkat
produksi padi 10,5 – 16,0 ton/ha (Hui and Jun 2003 cit. Gasparillo et al. 2003).
Jarak tanam mempengaruhi populasi tanaman, kompetisi tanaman dan
keefisienan penggunaan cahaya, mempengaruhi kompetisi dalam menggunakan
air dan hara, dengan demikian akan mempengaruhi hasil. Pada umumnya produksi
per satuan luas tinggi tercapai dengan populasi yang tinggi pula, karena
tercapainya penggunaan cahaya secara maksimal diawal pertumbuhan akan tetapi
akhirnya, penampilan masing-masing tanaman secara individu akan menurun
karena persaingan cahaya dan faktor tumbuh lainnya
commit to user
Salah satu upaya meningkatkan produksi adalah pengaturan jarak tanam.
Populasi tanaman merupakan salah satu komponen penting dalam menentukan
produktivitas lahan. Jumlah bibit per titik tanam berpengaruh terhadap
pertumbuhan karena secara langsung berhadapan dengan kompetisi antar tanaman
dalam satu rumpun. Di Indonesia biasanya dianjurkan menanam 2 sampai 3 bibit
per titik tanam dengan produksi padi rata-rata 4,5 ton/ha (Utomo dan Nazaruddin
2000 cit. Mayly dan Yusuf 2010). Sementara pada sistem intensifikasi padi di
Cina, Madagaskar dan Filipina ditanam 1 bibit per titik tanam dengan tingkat
produksi padi 10,5 – 16,0 ton/ha (Mayly dan Yusuf 2010).
Jarak tanam adalah hal yang penting sejak hal ini dipercaya berdampak
pada penerimaan cahaya selama proses fotosintesis berlangsung yaitu saat energi
digunakan pada bagian hijau tanaman. Hal ini juga berpengaruh pada eksploitasi
fotosfer dan rhizosfer oleh tanaman terutama saat jarak tidak cukup dan tanaman
menderita bersama. Jarak tanam yang baik memberi kepadatan tanaman yang
tepat, yaitu jumlah tanaman pada lahan untuk memperoleh hasil optimal
(Obi 1991 cit. Ibeawuchi et al. 2008).
D. Pemupukan Organik
Pertanian organik dapat menjamin keberlanjutan usaha pertanian
mengingat sistem usaha ini mampu menjamin kelestarian kesuburan dan
lingkungannya. Pupuk organik mempunyai kelebihan mampu meningkatkan tidak
hanya kesuburan kimia tanah, namun juga kesuburan fisik (struktur lebih baik)
dan biologi tanah serta mengandung senyawa pengatur tumbuh. Atau dengan kata
lain penggunaan pupuk organik tidak sekedar mampu memperbaiki kesuburan
saja, namun akan menyehatkan tanah, sehingga akan menjamin terhadap
kesehatan tanaman dan hasilnya serta akan menyehatkan manusia yang
mengkonsumsinya. Terkait perbaikan kesuburan kimia tanah, penambahan bahan
organik akan meningkatkan hara dalam tanah secara lengkap seperti hara N, P, K,
S dan hara lainnya. Pupuk organik tidak hanya memasok hara makro, namun
mempunyai kelebihan dalam mensuplai unsur hara mikro (terutama Fe dan Zn).
commit to user
digunakan atau komposisi bahan organiknya. Disamping itu akan meningkatkan
kemampuan tanah untuk mengikat hara, sehingga hara akan lebih tersedia dalam
kurun waktu yang relatif lama, sehingga menjamin keberlanjutan kesuburan. Hal
ini dikarenakan selama proses dekomposisi bahan organik akan dihasilkan humus
(koloid organik) yang dapat menahan unsur hara dan air, sehingga dapat
meningkatkan daya simpan pupuk dan air di tanah (Suntoro 2007).
Penambahan bahan organik merupakan suatu tindakan perbaikan
lingkungan tumbuh tanaman yang antara lain dapat meningkatkan efisiensi pupuk.
Hasil penelitian penggunaan bahan organik, seperti sisa-sisa tanaman yang
melapuk, kompos, pupuk kandang atau pupuk organik cair menunjukkan bahwa
pupuk organik dapat meningkatkan produktivitas tanah dan efisiensi pemupukan
serta mengurangi kebutuhan pupuk terutama pupuk K. Hara nitrogen, fosfor dan
kalium merupakan faktor pembatas utama untuk produktivitas padi sawah.
Respon padi terhadap nitrogen, fosfor dan kalium dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya adalah penggunaan bahan organik. Bahan organik merupakan
kunci utama dalam meningkatkan produktivitas tanah dan efisiensi pemupukan
(Arafah dan Sirippa 2003).
Pupuk kandang (pukan) didefinisikan sebagai semua produk buangan dari
binatang peliharaan yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki
sifat fisik dan biologi tanah. Apabila dalam memelihara ternak tersebut diberi alas
seperti sekam pada ayam, jerami pada sapi, kerbau dan kuda, maka alas tersebut
akan dicampur menjadi satu kesatuan dan disebut pukan pula. Beberapa petani di
daerah memisahkan antara pukan padat dan cair. Pupuk kandang (pukan) padat
yaitu kotoran ternak yang berupa padatan baik belum dikomposkan maupun sudah
dikomposkan sebagai sumber hara terutama N bagi tanaman dan dapat
memperbaiki sifat kimia, biologi dan fisik tanah. Pupuk kandang (pukan) cair
merupakan pukan berbentuk cair berasal dari kotoran hewan yang masih segar
yang bercampur dengan urine hewan atau kotoran hewan yang dilarutkan dalam
air dalam perbandingan tertentu. Umumnya urine hewan cukup banyak dan yang
telah dimanfaatkan oleh petani adalah urine sapi, kerbau, kuda, babi dan kambing
commit to user
Dewasa ini pemupukan dengan pupuk anorganik atau pupuk buatan
penggunaannya semakin meningkat. Hal ini bila berlangsung terus dapat
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan hara dalam tanah, dan rusaknya
struktur tanah, sehingga dapat menurunkan produktivitas tanah pertanian. Salah
satu alternatif untuk mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah adalah
dengan pemberian bahan organik seperti pupuk kandang ke dalam tanah.
Pemberian pupuk kandang, selain dapat meningkatkan kesuburan tanah juga dapat
mengurangi penggunaan pupuk buatan yang harganya relatif mahal dan terkadang
sulit diperoleh. Pupuk kandang adalah kotoran padat dan cair dari hewan yang
tercampur dengan sisa-sisa pakan dan alas kandang. Nilai pupuk kandang tidak
saja ditentukan oleh kandungan nitrogen, asam fosfat, dan kalium saja, tetapi
karena mengandung hampir semua unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan
tanaman serta berperan dalam memelihara keseimbangan hara dalam tanah
(Souri 2001).
Pupuk kandang merupakan hasil samping yang cukup penting, terdiri dari
kotoran padat dan cair dari hewan ternak yang bercampur sisa makanan, dapat
menambah unsur hara dalam tanah (Sarief 1989 cit. Ari 2007). Pemberian pupuk
kandang selain dapat menambah tersedianya unsur hara, juga dapat memperbaiki
sifat fisik tanah. Beberapa sifat fisik tanah yang dapat dipengaruhi pupuk kandang
antara lain kemantapan agregat, bobot volume, total ruang pori, plastisitas dan
daya pegang air (Soepardi 1983 cit. Ari 2007). Pemakaian pupuk kandang perlu
dipertimbangkan, karena pupuk kandang dapat menyebabkan berkembangnya
gulma pada lahan yang diusahakan. Diketahui bahwa keberadaan gulma yang
dibiarkan tumbuh pada suatu pertanaman dapat menurunkan hasil 20% sampai
80% (Moenandir et al. 1993 cit. Ari 2007). Salah satu usaha yang dapat dilakukan
untuk menekan hal tersebut adalah dengan penggunaan jenis pupuk kandang yang
tepat. Terdapatnya gulma pada pupuk kandang sangat dipengaruhi oleh
kebijaksanaan petani saat mengembalakan ternaknya. Oleh karena lingkungan
pengembalaan yang berbeda, maka gulma yang dimakan ternak juga berbeda
commit to user
Dari uraian di atas jelas bahwa pupuk organik memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap pertumbuhan dan produktivitas beras. Pupuk organik dapat
menjadi suplemen yang lebih baik dari pupuk anorganik untuk menghasilkan
pertumbuhan dan hasil yang lebih baik. Pada semua perlakuan menunjukkan
pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan dan produktivitas padi. Bentuk
penelitian ini diamati bahwa 1,5 ton/ha pupuk organik bersama dengan pupuk
kimia 50% direkomendasikan bisa memberikan hasil yang sama. Namun, di
antara perlakuan pupuk organik 2 ton/ha sendiri menghasilkan gabah yang lebih
baik dibandingkan dengan penggunaan pupuk lain. Dari sudut pandang ekonomi
petani dapat menggunakan kombinasi pupuk organik dan mengurangi tingkat
pupuk anorganik untuk meningkatkan hasil padi serta untuk mempertahankan dan
meningkatkan kesehatan tanah (Siavoshi et al. 2011).
Penggunaan bahan kimia dalam kegiatan pertanian menjadi masalah
pencemaran lingkungan. Tingkat penggunaan bahan kimia yang sangat tinggi
memberi dampak negatif terhadap struktur tanah yang semakin mengeras dan
kelangsungan hidup mikroba tanah yang semakin berkurang (Andoko 2002 cit
Cepy dan Wangiyana 2011). Penggunaan bahan organik atau pupuk organik
menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi dampak negatif tersebut.
Penggunaan bahan organik dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara dan
kelangsungan hidup mikroba tanah serta memperbaiki struktur fisik tanah
(Andoko 2002 cit Cepy dan Wangiyana 2011). Bahan organik menyediakan unsur
hara secara lengkap baik unsur hara makro maupun mikro. Selain itu, bahan
organik menyediakan bahan-bahan yang dibutuhkan mikroba tanah sehingga
dapat menjaga kelangsungan hidup mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman
padi tersebut, salah satunya adalah mikroba pengurai bahan organik. Keberadaan
mikroba pengurai bahan organik, dapat berfungsi sebagai perekat yang mengikat
butir-butir tanah menjadi butiran yang lebih besar, sehingga menjadikan tanah
commit to user
Sebagian besar lahan penanaman jagung di Indonesia berupa lahan kering.
Masalah utama penanaman jagung di lahan kering adalah kebutuhan air
sepenuhnya tergantung pada curah hujan, bervariasinya kesuburan lahan dan
adanya erosi yang mengakibatkan penurunan kesuburan. Selain itu masalah lain di
lahan kering adalah memiliki pH dan kandungan bahan organik yang rendah.
Pemberian pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah, menaikan bahan
serap tanah terhadap air, menaikkan kondisi kehidupan di dalam tanah, dan
sebagai sumber zat makanan bagi tanaman. Sedangkan pemberian pupuk urea
dapat merangsang pertumbuhan secara keseluruhan khususnya cabang, batang,
daun, dan berperan penting dalam pembentukan hijau daun (Lingga dan Marsono
2008 cit Bara A dan A. Chozin 2009). Pupuk urea mudah menguap dan tercuci
sehingga pemberiannya dilakukan beberapa kali agar kebutuhan unsur hara N
commit to user
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2012 sampai bulan Juli 2012.
Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Tawangsari Kecamatan Teras Kabupaten
Boyolali, Jawa Tengah. Secara geografis lokasi tersebut terletak antara
7°30’39,25” LS dan 110°39’40,49” BT dengan ketinggian tempat 215 m dpl dan
kemiringan lereng 8% yang dikategorikan sebagai daerah yang agak miring. Jenis
tanah di lokasi penelitian merupakan tanah entisol.
B. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu benih padi beras
merah kultivar lokal Boyolali (kultivar Wulung merah), pupuk kandang sapi
sebagai pupuk dasar, pupuk organik kencing sapi dan pupuk phonska sebagai
pupuk susulan, dan biosugih sebagai pestisida alami.
2. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat cangkul,
tugal, papan nama, rol meter/penggaris, ember, gembor, tali raffia, plastik,
koran, timbangan analitik, oven, alat tulis, dan kamera.
C. Perancangan Penelitian dan Analisis Data
1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap
(RAKL) faktorial dengan dua (2) faktor perlakuan dan setiap kombinasi
perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Faktor pertama yaitu populasi tanaman,
antara lain :
B0 : sistem larikan / sistem sebar (kontrol)
B1 : 2 biji padi beras merah/lubang
B2 : 4 biji padi beras merah/lubang
B3 : 6 biji padi beras merah/lubang
commit to user
Faktor kedua yaitu dosis pupuk organik/pupuk kandang sapi, antara lain :
P0 : pupuk organik/pupuk kandang sapi 10 ton/ha (kontrol)
P1 : pupuk organik/pupuk kandang sapi 3 ton/ha
P2 : pupuk organik/pupuk kandang sapi 5 ton/ha
P2 : pupuk organik/pupuk kandang sapi 7 ton/ha
Kombinasi perlakuan populasi tanaman dan dosis pupuk kandang sapi ada 16
antara lain, yaitu :
B0P0 : sistem larikan/sebar dan pemberian pupuk kandang sapi 10 ton/ha
(kontrol)
B0P1 : sistem larikan/sebar dan pemberian pupuk kandang sapi 3 ton/ha
B0P2 : sistem larikan/sebar dan pemberian pupuk kandang sapi 5 ton/ha
B0P3 : sistem larikan/sebar dan pemberian pupuk kandang sapi 7 ton/ha
B1P0 : populasi 2 biji/lubang dan pemberian pupuk kandang sapi 10 ton/ha
B1P1 : populasi 2 biji/lubang dan pemberian pupuk kandang sapi 3 ton/ha
B1P2 : populasi 2 biji/lubang dan pemberian pupuk kandang sapi 5 ton/ha
B1P3 : populasi 2 biji/lubang dan pemberian pupuk kandang sapi 7 ton/ha
B2P0 : populasi 4 biji/lubang dan pemberian pupuk kandang sapi 10 ton/ha
B2P1 : populasi 4 biji/lubang dan pemberian pupuk kandang sapi 3 ton/ha
B2P2 : populasi 4 biji/lubang dan pemberian pupuk kandang sapi 5 ton/ha
B2P3 : populasi 4 biji/lubang dan pemberian pupuk kandang sapi 7 ton/ha
B3P0 : populasi 6 biji/lubang dan pemberian pupuk kandang sapi 10 ton/ha
B3P1 : populasi 6 biji/lubang dan pemberian pupuk kandang sapi 3 ton/ha
B3P2 : populasi 6 biji/lubang dan pemberian pupuk kandang sapi 5 ton/ha
B3P3 : populasi 6 biji/lubang dan pemberian pupuk kandang sapi 7 ton/ha
2. Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan melalui tahap-tahap sebagai
berikut :
a. Persiapan lahan
Persiapan lahan ini meliputi pembersihan lahan dan pengolahan
tanah. Pembersihan lahan ini dengan membuang gulma, sisa-sisa tanaman
commit to user
pada kedalaman 25 – 30 cm kemudian tanah dibalik. Dengan luas lahan
per petak 1,6 meter x 1,6 meter dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm.
b. Persiapan bahan tanam
Persiapan ini meliputi penyediaan benih padi beras merah dan
pupuk organik/pupuk kandang sapi. Benih padi beras merah dipilih yang
normal, sehat, utuh, dan mempunyai kemurnian varietas tinggi. Sebelum
dilakukan penanaman, benih diseleksi terlebih dahulu dengan
menggunakan larutan garam. Benih dimasukkan ke dalam larutan garam
dan benih yang tenggelam yang digunakan sebagai bahan tanam
sedangkan benih yang mengapung dibuang.
c. Penanaman
Penanaman benih padi beras merah dilakukan dengan menanam
biji di setiap lubang yang telah disediakan dengan jumlah biji yang
berbeda-beda yaitu 2 biji/lubang, 4 biji/lubang dan 6 biji/lubang serta
kontrol dengan sistem larikan atau sistem sebar. Penanaman padi beras
merah dilakukan dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm.
d. Pemupukan
Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang sapi sebagai pupuk
dasar dan pupuk susulan berupa campuran pupuk organik (pupuk organik
kencing sapi) dan pupuk anorganik (pupuk phonska).
e. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman meliputi pengairan, penyiangan,
penyulaman, pengendalian organisme pengganggu (gulma dan hama)
tanaman. Penyiraman dilakukan 2 kali seminggu. Penyiangan dilakukan 5
kali yaitu pada minggu kedua, ketiga, kelima, keenam dan minggu
kedelapan. Penyulaman dilakukan 3 kali yaitu pada minggu pertama,
kelima dan minggu keenam. Sedangkan untuk pengendalian organisme
commit to user
f. Pemanenan
Pemanenan dilakukan 4 kali yaitu pada minggu ketiga belas untuk
pemanenan pertama dan minggu keempat belas untuk pemanenan kedua,
ketiga dan keempat. Pemanenan dilakukan pada saat tanaman padi sudah
mulai mengering dan daun padi serta bulir padi sudah menguning.
3. Variabel Pengamatan
a. Fase Vegetatif
1) Tinggi tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman dimulai dari pangkal batang (leher
akar) sampai dengan ujung daun/malai terpanjang tanaman padi beras
merah sampel. Pengamatan dilakukan seminggu sekali, dimulai pada
saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam dan berakhir pada 1
minggu sebelum panen.
2) Jumlah anakan per rumpun (batang)
Yaitu menghitung jumlah anakan per rumpun pada tanaman
sampel, kemudian diambil rata-ratanya untuk dianalisis lebih lanjut.
Pengamatan dilakukan setiap 1 minggu sekali, dimulai pada saat
tanaman sudah mulai terbentuk anakan, selama fase vegetatif sampai
terbentuk malai (fase vegetatif maksimal).
b. Fase generatif
1) Jumlah anakan produktif per rumpun (batang)
Yaitu menghitung anakan yang memiliki malai. Jumlah anakan
dihitung per rumpun dari tanaman sampel. Pengamatan dilakukan pada
akhir fase generatif saat sebelum panen.
2) Jumlah malai per tanaman
Yaitu menghitung jumlah malai per tanaman pada tanaman
commit to user
3) Panjang malai per tanaman (cm)
Pengukuran panjang malai per tanaman dimulai dari pangkal
malai sampai titik ujung malai tanaman padi beras merah sampel.
Pengamatan dilakukan setelah tanaman di panen dan dipilih 3 malai
terpanjang.
c. Panen
1) Jumlah gabah isi per rumpun (butir)
Yaitu menghitung jumlah bulir padi/gabah isi per rumpun pada
tanaman sampel, kemudian diambil rata-ratanya untuk dianalisis lebih
lanjut.
2) Berat gabah hampa dan gabah isi (gram)
Yaitu dengan menimbang bulir padi/gabah isi dan gabah hampa
pada tanaman sampel, kemudian diambil rata-ratanya untuk dianalisis
lebih lanjut.
3) Berat 100 butir gabah isi (gram)
Penghitungan berat 100 butir gabah isi dilakukan dengan cara
menghitung biji (gabah isi) padi beras merah sebanyak 100 pada tiap
petak, dan kemudian ditimbang untuk mengetahui berat 100 biji.
4) Berat kering brangkasan
Tanaman sampel dioven selama 24 jam dan pengovenan
dilakukan 2 kali sampai berat konstan. Suhu pengovenan pertama yaitu
90oC dan suhu kedua 110oC.
4. Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis ragam
berdasarkan uji F taraf 5% dan apabila terdapat beda nyata dilanjutkan dengan
uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) taraf 5%. Dengan demikian
nantinya akan diketahui hasil perlakuan menunjukan pengaruh yang berbeda
commit to user
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Keadaan Lokasi Penelitian dan Pertumbuhan Tanaman Secara Umum
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2012 sampai Juli 2012.
Lokasi penelitian berada di desa Tawangsari kecamatan Teras kabupaten
Boyolali, Jawa Tengah. Secara geografis lokasi tersebut terletak antara
7°30’39,25” LS dan 110°39’40,49” BT dengan ketinggian tempat 215 meter di
atas permukaan laut (m dpl) dan curah hujan 195 mm/bulan. Daerah ini
memiliki tingkat kemiringan lereng sekitar 8% yang dikategorikan sebagai
daerah yang agak miring. Jenis tanah di lokasi penelitian merupakan tanah
entisol.
Tanah Entisol merupakan tanah yang relatif kurang menguntungkan
untuk pertumbuhan tanaman, sehingga perlu upaya untuk meningkatkan
produktivitasnya dengan jalan pemupukan. Sistem pertanian konvensional
selama ini menggunakan pupuk kimia dan pestisida yang makin tinggi
takarannya. Peningkatan takaran ini menyebabkan terakumulasinya hara yang
berasal dari pupuk/pestisida di perairan maupun air tanah, sehingga
mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan. Tanah sendiri juga akan
mengalami kejenuhan dan kerusakan akibat masukan teknologi tinggi tersebut
(Nuryani dan Suci Handayani 2003).
Di Indonesia tanah entisol banyak diusahakan untuk areal persawahan
baik sawah teknis maupun tadah hujan pada daerah dataran rendah. Tanah ini
mempunyai konsistensi lepas-lepas, tingkat agregasi rendah, peka terhadap erosi
dan kandungan hara tersediakan rendah. Potensi tanah yang berasal dari abu
vulkan ini kaya akan hara tetapi belum tersedia, pelapukan akan dipercepat bila
terdapat cukup aktivitas bahan organik sebagai penyedia asam-asam organik
(Tan 1986).
commit to user
Penelitian budidaya padi beras merah ini dilaksanakan dengan sistem
gogo (non sawah). Sistem gogo adalah sistem budidaya tanaman non irigasi dan
kebutuhan air untuk padi gogo hanya mengandalkan curah hujan. Selama
penelitian tanaman padi beras merah tumbuh kurang baik. Hal ini disebabkan
karena rata-rata curah hujan hanya 195 mm/bulan sedangkan menurut Surya
(2007) rata-rata curah hujan yang baik untuk padi gogo adalah 200 mm/bulan
selama 3 bulan berturut-turut.
Padi dapat ditanam di musim kemarau atau hujan. Pada musim kemarau
produksi dapat meningkat asalkan air selalu tersedia. Tetapi pada penelitian ini
pada minggu 7 setelah tanam mengalami kesulitan dalam memperoleh air.
Adanya serangan hama burung juga menyebabkan hasil padi beras merah
menurun. Meskipun sudah dilakukan penyemprotan dengan menggunakan
biosugih tetapi serangan hama burung masih tetap banyak. Biosugih merupakan
pupuk organik yang berasal dari Bogor yang dapat digunakan sebagai pestisida
untuk mengusir burung karena bau dari biosugih tersebut sangat menyengat
yang menyebabkan burung tidak mau mendekat. Penyemprotan biosugih di
Bogor terbukti sudah dapat mengusir hama burung, tetapi pada penelitian kali
ini penyemprotan biosugih tidak memberikan efek terhadap hama burung.
Tanaman padi beras merah mulai membentuk anakan pada umur 4
Minggu Setelah Tanam (MST) dan mulai mengeluarkan malai pada umur 7
MST. Waktu yang diperlukan padi beras merah kultivar Merah Wulung sampai
panen adalah 97 hari. Padi beras merah kultivar Merah Wulung merupakan salah
satu padi kultivar lokal yang dilepas pada tahun 2009. Asal benih padi beras
merah dari Sawangan, Magelang yang kemudian dikembangkan di Tawangsari
dan mengalami perubahan, baik panjang malai, jumlah bulir dan beras lebih
pulen/empuk.
2. Tinggi Tanaman
Pertumbuhan adalah proses perubahan yang terjadi dalam kehidupan
tanaman. Pertumbuhan ditandai dengan pertambahan organ tanaman yang tidak
bisa kembali (irreversible). Pertumbuhan dapat diketahui dari perubahan
commit to user
antara faktor genetik dan lingkungan, dimana lingkungan yang baik adalah
lingkungan yang mampu menyediakan segala kebutuhan tanaman, meliputi
unsur hara, air, cahaya, udara dan tempat tumbuh.
Tinggi tanaman merupakan indikator pertumbuhan tanaman yang paling
mudah dilihat untuk mengetahui ukuran suatu tanaman maupun sebagai
parameter untuk melihat pengaruh perlakuan yang digunakan dan pengaruh
lingkungan terhadap pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Sitompul dan Guritno (1995) bahwa tinggi tanaman merupakan indikator
pertumbuhan tanaman yang paling sering diamati untuk mengetahui ukuran
tanaman. Adapun pola pertumbuhan berdasarkan tinggi tanaman ditunjukkan
pada gambar 1.
Gambar 1. Pola Pertumbuhan (Tinggi Tanaman) Tanaman Padi Beras Merah
commit to user
Kombinasi perlakuan populasi tanaman (jumlah biji/lubang) dan dosis
pupuk kandang memberikan pengaruh yang sama terhadap tinggi tanaman padi
beras merah. Gambar 1 menunjukkan pertumbuhan tanaman padi beras merah
dengan pola yang relatif sama selama masa tumbuh. Dengan demikian hampir
seluruh perlakuan tidak mengganggu proses pertumbuhan tanaman padi beras
merah.
3. Jumlah Anakan
Anakan pertama kali tumbuh dari tunas ketiak pada salah satu buku atau
nodus terbawah. Jumlah anakan merupakan salah satu parameter pertumbuhan
tanaman untuk mengetahui pengaruh lingkungan dan perlakuan yang digunakan
di lapangan. Selain itu jumlah anakan juga digunakan sebagai dasar dalam
penentuan produktivitas hasil tanaman (Andoko 2002). Pola pertumbuhan
jumlah anakan padi beras merah ditunjukkan pada gambar 2.
Gambar 2. Pola Pertumbuhan (Jumlah Anakan) Tanaman Padi Beras Merah
commit to user
Hasil sidik ragam jumlah anakan padi beras merah minggu ke-11 pada
perlakuan populasi tanaman ditunjukkan pada gambar 3.
Gambar 3. Rerata Jumlah Anakan pada Perlakuan Populasi Tanaman
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada diagram menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji Duncan taraf 5%.
Perbedaan populasi tanaman (biji/lubang) padi beras merah berpengaruh
pada pembentukan jumlah anakan (sidik ragam lampiran 1). Gambar 2
menunjukkan bahwa perlakuan B0P1 menunjukkan pola pertumbuhan jumlah
anakan yang lebih baik dibandingkan dengan B2P3. Gambar 3 menunjukkan
bahwa perlakuan sistem larikan/sebar menghasilkan jumlah anakan lebih banyak
daripada jumlah anakan pada perlakuan lain (15 unit).
4. Anakan Produktif
Anakan produktif merupakan salah satu parameter dalam keberhasilan
bertanam padi karena anakan produktif adalah anakan yang mampu
menghasilkan malai. Semakin banyak anakan produktif maka jumlah bulir padi
yang dihasilkan juga semakin banyak. Hasil sidik ragam anakan produktif padi
beras merah minggu ke-14 pada perlakuan populasi tanaman ditunjukkan pada
commit to user
Gambar 4. Rerata Jumlah Anakan Produktif pada Perlakuan Populasi Tanaman (Minggu ke-14)
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada diagram menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji Duncan taraf 5%.
Dosis pupuk kandang memberikan pengaruh yang sama terhadap
variabel anakan produktif (sidik ragam lampiran 1). Gambar 4 menunjukkan
bahwa perlakuan populasi tanaman 6 biji/lubang menghasilkan anakan produktif
lebih banyak daripada anakan produktif perlakuan lain (10 unit).
5. Jumlah Malai
Malai hanya terdapat pada anakan produktif yang akan tumbuh bunga
sehingga terbentuk bulir. Malai merupakan tempat terdapatnya bulir padi
sehingga jumlah malai akan berpengaruh terhadap jumlah bulir padi. Dengan
demikian karakter malai berperan dalam hasil pertanaman padi (Nugroho 2011).
commit to user
Gambar 5. Pola Pertumbuhan (Jumlah Malai) Tanaman Padi Beras Merah
Keterangan : Seperti Pada Keterangan Gambar 1.
Hasil sidik ragam jumlah malai padi beras merah minggu ke-14 pada
perlakuan populasi tanaman ditunjukkan pada gambar 6.
Gambar 6. Rerata Jumlah Malai pada Perlakuan Populasi Tanaman
commit to user
Gambar 5 menunjukkan pertumbuhan tanaman padi beras merah dengan
pola yang relatif sama selama masa tumbuh. Gambar 6 menunjukkan bahwa
perlakuan populasi tanaman 6 biji/lubang menghasilkan jumlah malai lebih
banyak daripada jumlah malai perlakuan lain (10 unit).
6. Panjang Malai
Malai merupakan sekumpulan bulir (spikelet) yang timbul dari buku
batang paling atas. Buku yang memisahkan ruas paling atas dengan sumbu
utama malai disebut pangkal malai (panicle base). Pangkal malai nampak seperti
cincin dan merupakan titik pemisah sewaktu mengukur panjang malai. Pada
waktu berbunga, malai berdiri tegak dan kepala putik terkuak keluar. Sedang
pada waktu bunga menutup kembali, kedua kepala putik itu masih tertinggal
diluar. Pada akhirnya setelah bulir berisi dan matang menjadi gabah, malai akan
terkulai (Faiq 2010). Pengamatan panjang malai dilakukan setelah panen dengan
mengukur 3 malai terpanjang kemudian diambil rata-ratanya. Hasil sidik ragam
panjang malai padi beras merah minggu ke-14 pada perlakuan populasi tanaman
ditunjukkan pada gambar 7.
Gambar 7. Rerata Panjang Malai pada Perlakuan Populasi Tanaman (Minggu ke-14)
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada diagram menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji Duncan taraf 5%.
Dosis pupuk kandang memberikan pengaruh yang sama terhadap
commit to user
perlakuan populasi tanaman 6 biji/lubang menghasilkan malai lebih panjang
daripada malai perlakuan lain, yaitu 16,861 cm.
7. Jumlah Gabah Isi per Rumpun
Gabah merupakan buah padi yang tertutup oleh lemma dan palea. Buah
ini terbentuk setelah selesai penyerbukan dan pembuahan lemma dan palea serta
bagian lain akan membentuk sekam atau kulit padi. Biji sebagian besar berupa
endosperm yang mengandung zat tepung dan sebagian ditempati oleh embrio
yang terletak di bagian sentral yaitu lemma (Nugroho 2011). Hasil sidik ragam
(lampiran 1), menunjukkan bahwa untuk semua perlakuan baik perlakuan dosis
pupuk kandang maupun populasi tanaman (biji/lubang) memberikan pengaruh
yang sama terhadap variabel jumlah gabah isi/rumpun.
8. Berat Gabah per Rumpun
Berat gabah per rumpun merupakan berat keseluruhan gabah, baik gabah
isi maupun gabah hampa dalam satu rumpun tanaman. Berat gabah dapat
dijadikan sebagai gambaran hasil padi suatu daerah tertentu dengan
mengkonversikan dalam satuan hektar. Hasil sidik ragam berat gabah per
rumpun padi beras merah pada perlakuan populasi tanaman ditunjukkan pada
gambar 8.
Gambar 8. Rerata Berat Gabah per Rumpun pada Perlakuan Populasi Tanaman
commit to user
Dosis pupuk kandang memberikan pengaruh yang sama terhadap
variabel berat gabah per rumpun (sidik ragam lampiran 1). Gambar 8
menunjukkan bahwa perlakuan populasi tanaman 6 biji/lubang menghasilkan
berat gabah per rumpun lebih banyak daripada berat gabah per rumpun
perlakuan lain, yaitu 1,2992 gram. Produksi padi beras merah dapat dihitung
berdasarkan berat gabah per rumpun dan jumlah tanaman per petak nya. Hasil
perhitungan untuk produksi padi beras merah yaitu 0,2565 ton/ha.
9. Berat 100 Biji per Petak
Berat 100 biji merupakan berat nisbah dari 100 bulir gabah yang
dihasilkan oleh tanaman. Salah satu aplikasi penggunaan berat 100 biji adalah
untuk menentukan kebutuhan benih dalam satu hektar. Selain itu berat 100 biji
juga mengindikasikan kualitas biji. Apabila berat 100 biji semakin banyak maka
kualitas biji juga semakin baik, biji semakin berisi dan bernas. Hasil sidik ragam
(lampiran 1) menunjukkan bahwa untuk semua perlakuan baik perlakuan dosis
pupuk kandang maupun populasi tanaman (biji/lubang) memberikan pengaruh
yang sama terhadap variabel berat 100 biji per petak.
10.Berat Kering Brangkasan
Pengukuran biomassa atau berat brangkasan kering tanaman merupakan
parameter yang paling baik digunakan sebagai indikator pertumbuhan tanaman
karena berat kering tanaman merupakan hasil akumulasi asimilat tanaman yang
diperoleh dari total pertumbuhan dan perkembangan tanaman selama hidupnya.
Semakin besar berat kering brangkasan berarti semakin baik pertumbuhan dan
perkembangan tanaman tersebut (Mursito dan Kawiji 2002). Menurut Sitompul
dan Guritno (1995) pengeringan bahan bertujuan untuk menghilangkan semua
kandungan air bahan dan dilakukan pada suhu yang relatif tinggi selama jangka
waktu tertentu sampai berat bahan menjadi konstan. Pengeringan tanaman
dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu tertentu hingga berat nya
konstan.
Pengovenan dilakukan 2 kali dengan suhu oven pertama yaitu 90oC dan
suhu kedua 110oC. Berat brangkasan kering menunjukkan status hara dari
commit to user
besar berat kering brangkasan menunjukkan bahwa pertumbuhan vegetatif
tanaman berjalan dengan baik. Apabila respirasi lebih besar dibandingkan
dengan fotosintesis maka berat kering brangkasan akan berkurang. Produksi
berat kering tergantung pada penyerapan, penyinaran matahari serta
pengambilan CO2 dan air (Dwijoseputro 1992). Hasil sidik ragam brangkasan
kering padi beras merah pada perlakuan populasi tanaman ditunjukkan pada
gambar 9.
Gambar 9. Rerata Berat Kering Brangkasan pada Perlakuan Populasi Tanaman
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada diagram menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji Duncan taraf 5%.
Dosis pupuk kandang memberikan pengaruh yang sama terhadap
variabel berat kering brangkasan (sidik ragam lampiran 1). Gambar 9
menunjukkan bahwa perlakuan populasi tanaman 6 biji/lubang menghasilkan
berat kering brangkasan lebih banyak daripada berat kering brangkasan
perlakuan lain, yaitu 15,125 gram.
B. Pembahasan
1. Pola Pertumbuhan Tanaman
Tinggi tanaman dipengaruhi oleh faktor tumbuh tanaman seperti cahaya
matahari, ketersediaan air dan kandungan hara dalam tanah (nutrisi). Tanaman