commit to user
STRATEGI DINAS PENGELOLAAN PASAR
KOTA SURAKARTA DALAM OPTIMALISASI
PENERIMAAN RETRIBUSI PASAR TAHUN 2011
SKRIPSI
Disusun untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Sosial
Universitas Sebelas Maret
Oleh:
Julfriner Sitopu
D 0107069
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
MOTTO
Sebab itu, dengan yakin kita dapat berkata: Tuhan adalah Penolongku. Aku
tidak akan takut.
( Ibrani 13:6a )
Perbedaan antara sekolah dan kehidupan ? Di sekolah, kita diajarkan sebuah
pelajaran dan diberi tes. Dalam kehidupan, kita diberi tes yang mengajarkan
kepada kita sebuah pelajaran.
( Tom Bodett )
commit to user
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini kupersembahkan
kepada :
Bapak & Mamak, terimakasih untuk
setiap pengorbanan, doa dan
nasehat yang telah diberikan, maaf
jika masih sering mengecewakan.
Kakak dan Abangku, untuk setiap
dukungan dan perhatian kalian.
Liza Isnaini, terimakasih untuk
semangat yang diberikan sehingga
membuatku
terpacu
untuk
menyelesaikan karya ini.
Sahabat-
sahabatku “BBB” dan
teman-teman Administrasi Negara
2007, hidup di Solo akan berat tanpa
kalian.
commit to user
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
yang telah melimpahkan segala berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “ STRATEGI DINAS PENGELOLAAN PASAR KOTA SURAKARTA DALAM OPTIMALISASI
PENERIMAAN RETRIBUSI PASAR TAHUN 2011 ”.
Proses Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan,
dorongan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1 Bapak Drs. H. Marsudi, MS selaku pembimbing skripsi yang telah
memberikan pengarahan dalam menyelesaikan tulisan ini.
2 Bapak Rino A. Nugroho, S.Sos, M.Ti selaku Pembimbing Akademis yang
telah memberikan bimbingan akademik kepada penulis selama masa studi.
3 Bapak Drs. Is Hadri Utomo, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4 Bapak Prof. Drs. Pawito, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5 Bapak Drs. Subagiyo, MM selaku Kepala Dinas Pengelolaan Pasar Kota
Surakarta, terima kasih telah memberikan ijin kepada penulis untuk
mengadakan penelitian dan pengumpulan data.
6 Bapak Winoto selaku Kepala Bidang Kebersihan dan Pemeliharaan serta Ibu
Ekowati selaku Kepala Bidang Pendapatan, terimakasih atas semua kebaikan
commit to user
7 Bapak Arif, Bapak Bambang, Bapak Darmono, Bapak Mulyono, Bapak
Nanang, Bapak Suhardi, Ibu Tri Astuti, Ibu Tuti, serta seluruh jajaran
pegawai DPP Kota Surakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
terima kasih atas bantuan wawancara dan penyediaan data yang penulis
butuhkan dalam penyusunan skripsi ini.
8 Bapak Eko Budisantosa selaku Kepala Pasar Ayu, Bapak Sujarwadi selaku
Kepala Pasar Gede, Bapak Totok Supriyanto selaku Kepala Pasar Legi,
Bapak Nur Rahmadi selaku Kepala Pasar Triwindu, beserta seluruh jajaran
pegawai yang ada di masing-masing pasar, terima kasih atas bantuan
wawancara dan penyediaan data yang penulis butuhkan dalam penyusunan
skripsi ini.
9 Almamater tercinta, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
10 Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna
sehingga kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan terbuka
untuk perbaikan skripsi ini kedepannya. Semoga penulisan skripsi ini berguna
untuk pengembangan dan penelitian selanjutnya.
Surakarta, November 2011
commit to user
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
ABSTRAK ... xiv
ABSTRACT ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian ... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 13
1 Strategi ... 13
2 Optimalisasi ... 21
commit to user
a. Pendapatan Asli Daerah ... 23
b. Retribusi Daerah ... 26
c. Retribusi Pasar ... 31
4 Strategi Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta dalam Optimalisasi Penerimaan Retribusi Pasar ... 32
B. Kerangka Pemikiran ... 37
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 40
B. Lokasi Penelitian ... 41
C. Sumber Data ... 41
D. Teknik Pengumpulan Data ... 42
E. Teknik Pengambilan Sampel ... 44
F. Validitas Data ... 44
G. Teknik Analisis Data ... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta ... 48
1 Kedudukan ... 48
2 Visi dan Misi ... 48
3 Tujuan dan Saran ... 49
4 Tugas Pokok dan Fungsi ... 50
5 Susunan Organisasi ... 50
6 Uraian Tugas Jabatan Struktural ... 52
commit to user
8 Kepegawaian Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta ... 57
B. Hasil Penelitian Dan Pembahasan ... 61
Strategi Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta dalam Optimalisasi Penerimaan Retribusi Pasar ... 61
1 Memperluas Basis Penerimaan ... 63
a. Pendataan Optimalisasi Lahan ... 66
1) Jumlah Pedagang Kios, Los dan Plataran ... 67
2) Validitas SHP dan KTPP ... 71
3) Jumlah Kios dan Los yang tidak ditempati ... 73
4) Infrastruktur Pasar ... 74
b. Pendataan Penggunaan Listrik ... 75
c. Pendataan Reklame ... 80
d. Penggabungan Data ... 81
2 Meningkatkan Pengawasan ... 83
a. Monitoring Pendapatan Pasar dan PKL ... 84
b. Pemeliharaan Pasar Pedesaan (Tradisional) dan Peremajaan Instalasi Listrik ... 91
1) Pemeliharaan Pasar Pedesaan (Tradisional) ... 92
2) Peremajaan Instalasi Listrik ... 99
c. Penyediaan Sarana dan Prasarana Pengelolaan Persampahan ... 102
3 Memperkuat Proses Pemungutan ... 109
commit to user
B. Saran ... 115
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar :
2.1 Skema Kerangka Pemikiran ... 38
3.1 Model Analisis Interaktif ... 47
commit to user
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel :
1.1 Rekapitulasi Retribusi Jasa Umum Kota Surakarta Tahun 2010 ... 6
1.2 Data Pasar Tradisional Kota Surakarta Tahun 2009 / 2010 ... 7
1.3 Kontribusi Retribusi Pasar Terhadap Total Retribusi Kota Surakarta Tahun Anggaran 2006 – 2010 ... 8
1.4 Target dan Realisasi Retribusi Pasar Tahun Anggaran 2006 – 2010 ... 9
4.1 Jumlah Pegawai Berdasarkan Status Kepegawaian di DPP Tahun 2011 ... 58
4.2 Jumlah Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan di DPP Tahun 2011 ... 59
4.3 Ketetapan Kelas Pasar dan TNTD Pasar Sekota Surakarta ... 69
4.4 Tarif Retribusi Kios dan Los Per M2 Sekota Surakarta ... 70
4.5 Rekapitulasi SHP dan KTPP di 5 Pasar Tradisional Kota Surakarta Tahun 2011 ... 72
4.6 Rekapitulasi Jumlah Kios dan Los di 5 Pasar Tradisional Kota Surakarta Tahun 2011 ... 74
4.7 Data Infrastruktur di 5 Pasar Tradisional Kota Surakarta Tahun 2011 ... 75
4.8 Tarif Pengganti Biaya Pembayaran Listrik Dalam Komplek Pasar Di Kota Surakarta ... 77
4.9 Rekapitulasi Jumlah Reklame di 5 Pasar Tradisional Kota Surakarta Tahun 2011 ... 81
4.10 Gabungan Data di 5 Pasar Tradisional Kota Surakarta ... 82
commit to user
ABSTRAK
Julfriner Sitopu, D0107069, Strategi Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta Dalam Optimalisasi Penerimaan Retribusi Pasar Tahun 2011, Skripsi, Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2011.
Besarnya kontribusi retribusi pasar terhadap total penerimaan retribusi Kota Surakarta secara keseluruhan tidak terlepas dari semakin banyaknya pasar tradisional. Namun ternyata dalam 5 tahun terakhir realisasi retribusi pasar tidak selalu memenuhi target yang telah ditentukan, hal tersebut terjadi karena kurangnya kesadaran pedagang untuk memenuhi kewajibannya dalam membayar retribusi. Oleh karena itu, hendaknya Dinas Pengelolaan Pasar (DPP) memiliki strategi yang tepat agar penerimaan retribusi pasar dapat mencapai hasil yang optimal.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana strategi yang dilakukan oleh DPP dalam mengoptimalkan penerimaan retribusi yang berasal dari pasar tradisional, sehingga diharapkan mampu memberikan kontribusi yang lebih optimal pula terhadap jumlah PAD yang digunakan sebagai sumber pembiayaan dalam menggerakkan roda pemerintahan dan pembangunan di Kota Surakarta.
Jenis penelitian yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, dokumentasi dan observasi. Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Untuk menguji validitas data digunakan teknik triangulasi data, sedangkan dalam analisis data digunakan teknik analisis interaktif.
Hasil dari penelitian ini, strategi yang digunakan DPP dalam optimalisasi penerimaan retribusi pasar meliputi, pertama, memperluas basis penerimaan. Ini dilakukan dengan pendataan terhadap potensi seluruh pasar di Kota Surakarta. Pendataan dilaksanakan oleh tim yang terdiri dari 4 kelompok, yang masing-masing tugasnya adalah pendataan optimalisasi lahan, pendataan penggunaan listrik, pendataan reklame dan penggabungan data. Strategi yang kedua ialah meningkatkan pengawasan. Pengawasan di sini secara umum dibagi menjadi 2 sisi, (i) pengawasan pengelolaan retribusi, yang dilakukan kepada pedagang dan petugas terkait pembayaran serta pemungutan retribusi pasar, dan (ii) pengawasan yang terkait dengan fasilitas yang ada di pasar, dilakukan dengan pemeliharaan pasar, peremajaan instalasi listrik dan pengelolaan kebersihan pasar. Strategi ketiga ialah memperkuat proses pemungutan. Ini dilakukan dengan program Diklat terhadap petugas pemungut retribusi. Melalui diklat tersebut diharapkan dapat meningkatkan kompetensi dan wawasan petugas dalam hal pembuatan laporan serta dalam berhadapan dengan para pedagang.
commit to user ABSTRACT
Julfriner Sitopu, D0107069, The Surakarta City Market Management
Service’s Strategy in Optimizing the Market Retribution Revenue in 2011,
Thesis, Administration Science Department, Social and Political Sciences Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta, 2011.
The contribution of market retribution to the total retribution revenue of Surakarta City is entirely not independent of the increasing number of traditional markets. However, in the last five years the realization of market retribution does
not always fulfill the predetermined target; it occurs because of the sellers’ less
awareness of fulfilling their obligation of paying retribution. For that reason, the Surakarta City Market Management Service (DPP) should have appropriate strategy so that the market retribution revenue can achieve the optimum result.
The objective of research is to find out the strategy the DPP conducts in optimizing the retribution revenue deriving from traditional market; thus it is expected to give more optimum contribution to the PAD amount used as the expense source in running the government and development wheels in Surakarta, as well.
The research type used was a descriptive qualitative one. Techniques of collecting data used were interview, documentation, and observation. The sample was taken using purposive sampling. In order to validate the data, the data triangulation was used, while the data analysis was done using an interactive analysis technique.
From the result of research, it can be seen that the strategy used in DPP to optimizing the market retribution revenue includes: firstly, to expand the revenue
base. It’s done by registering the potential of all markets in Surakarta City. The
registration is done by a team composed of 4 groups, whose tasks are registration of land optimization, registration of electricity use, advertisement registration, and data integration. The second strategy is to improve the supervision. The supervision here is divided into two sides: (i) retribution management supervision, committed to the sellers and the officers related to the payment as well as collection of market retribution, and (ii) the supervision related to the facility existing in the market, conducted by market maintenance, electricity installation rejuvenation and market cleanliness management. The third strategy is to
strengthen the collection process. It’s done by the Short Course program for the
retribution collecting officers. This short course is expected to improve the
officers’ competency and insight in the term of report writing and in dealing with
the sellers.
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Sejak merdeka tahun 1945, pada pasal 1 UUD 1945 sudah dinyatakan
bahwa Indonesia adalah sebuah negara kesatuan yang berbentuk republik.
Kemudian pada pasal 18 UUD 1945 pasca amandemen dijelaskan bahwa
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah propinsi itu dibagi lagi
atas kabupaten dan kota. Setiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
Dengan berdasarkan kedua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa
meskipun Indonesia memiliki pemerintahan daerah, namun bukan berarti
pemerintahan daerah dapat sepenuhnya berjalan sendiri tanpa adanya campur
tangan dari pemerintah pusat. Untuk itulah maka dirasa perlu dibuat
undang-undang yang berfungsi sebagai alat pemerintah pusat untuk mengatur dan
mengontrol pemerintahan daerah. Selama perjalanan ketatanegaraan Indonesia,
telah diterbitkan beberapa kali UU tentang pemerintahan daerah, adapun yang
terakhir diterbitkan adalah UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(pembaharuan UU No. 22 Tahun 1999). Dengan UU tersebut, daerah diberikan
keleluasaan untuk menjalankan urusan rumah tangganya sendiri, juga diberikan
keleluasaan untuk menggali dan mendayagunakan potensi yang dimiliki secara
optimal. Hal ini dikarenakan setiap daerah dirasa lebih mengenal potensinya,
commit to user
kemudian dicari jalan untuk memperbaiki kekurangan tersebut. Sejalan dengan
itu, penerbitan UU tentang Pemerintahan Daerah juga harus diikutsertakan dengan
penerbitan undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan oleh daerah, dan
hal tersebut dirumuskan dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (pembaharuan UU No. 25 Tahun
1999).
Sebagai konsekuensi dari pemberlakuan otonomi, akan membuat
pemerintahan daerah memiliki semakin banyak kewajiban/ fungsi yang harus
dijalankan. Tentu saja untuk menjalankan kewajiban/ fungsi tersebut dengan
kinerja optimal, dibutuhkan dukungan sumberdaya keuangan yang lebih memadai.
Oleh karena itu pemerintah daerah haruslah diberikan hak untuk mengatur
keuangannnya dan juga diberikan sumber-sumber penerimaan yang cukup. Pasal
1 ayat 13 UU No. 33 Tahun 2004 menjelaskan bahwa sistem pembagian keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah dilakukan secara adil, proporsional,
demokratis, transparan, dan bertanggungjawab, dengan mempertimbangkan
potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan
dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Sedangkan pasal 21 UU No. 32 Tahun 2004
menyebutkan hak-hak daerah dalam menjalankan otonomi, beberapa diantaranya
termasuk hak dalam: mengelola kekayaan daerah, memungut pajak daerah dan
retribusi daerah, mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya yang berada di daerah, dan mendapatkan sumber-sumber
pendapatan lain yang sah.
Selain hak-hak diatas, daerah juga diberikan kewenangan melakukan
commit to user
melakukan pinjaman jangka pendek, sedangkan untuk membiayai kebutuhan
pengeluaran bagi penyediaan sarana dan prasarana, daerah dapat melakukan
pinjaman jangka panjang. Keseluruhan dari kewenangan tersebut disebut dengan
istilah desentralisasi keuangan atau desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal
merupakan komponen utama dalam desentralisasi. Desentralisasi fiskal pada
prinsipnya dimaksudkan sebagai cara pemerintah daerah agar dapat meningkatkan
kualitas pelayanan publik dan juga meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD)
PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah melalui sumber-sumber
penerimaan yang terdapat di daerah. PAD dipungut berdasarkan peraturan daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD merupakan tulang punggung
pembiayaan daerah, dimana kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari
besarnya kontribusi yang diberikan oleh pendapatan asli daerah terhadap total
APBD. Menurut Pasal 6 UU No. 33 Tahun 2004, PAD berasal dari
sumber-sumber dibawah ini :
1. Hasil pajak daerah
2. Hasil retribusi daerah
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, yang meliputi :
4.1. Hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan
4.2. Jasa giro
4.3. Pendapatan bunga
4.4. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
4.5. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
commit to user
Dalam penelitian ini, peneliti hanya akan membahas salah satu sumber
PAD, yaitu retribusi. Kewenangan daerah untuk memungut retribusi daerah diatur
dalam UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
dengan peraturan pelaksanaannya berupa Peraturan Pemerintah (PP) No. 66
Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Berdasarkan PP itu, daerah diberi
kewenanan untuk memungut 27 jenis retribusi, di mana keseluruhan retribusi
tersebut nantinya akan disetorkan kepada Bank Pembangunan Daerah (BPD) di
masing-masing wilayah yang berfungsi sebagai pemegang kas daerah. Selain
jenis retribusi tersebut, dalam pasal 6 juga menjelaskan tentang kewenangan yang
diberi kepada daerah untuk memungut jenis retribusi lain sesuai kriteria-kriteria
tertentu yang ditetapkan dalan undang-undang.
Dalam PP tersebut, retribusi pasar merupakan salah satu yang menjadi
penyumbang PAD. Keberadaaan retribusi pasar tentu saja tidak terlepas dari
eksistensi dari pasar tradisional. Pasar tradisional saat ini dihadapkan pada
dinamika ekonomi yang semakin global dan kompetitif. Ini ditandai dengan
semakin menjamurnya pasar-pasar modern yang memberikan kenyamanan dan
kemudahan dalam pelayanannya. Kondisi tersebut ditengarai membuat pasar
tradisional mengalami stagnasi dalam perkembangannya sehingga tidak mampu
mengimbangi irama perjalanan perubahan. Namun demikian, keberadaan pasar
tradisional tampaknya tidak akan mudah menghilang dari persaingan dengan
pasar-pasar modern. Karena kondisi perekonomian sebagian besar masyarakat
Indonesia masih berada pada kelas menengah kebawah, sehingga tidak semua
commit to user
cenderung lebih mahal dari pasar tradisional. Disisi lain, sempitnya lapangan
pekerjaan dan ketidakmampuan memenuhi persyaratan-persyaratan untuk bekerja
di sektor formal juga membuat masyarakat bekerja di sektor-sektor informal yang
tidak memerlukan keterampilan tinggi, salah satunya adalah berdagang di pasar
tradisional. Pada pasar tradisional juga terjadi interaksi antara pembeli dan penjual
baik untuk menentukan kesepakatan harga dengan tawar-menawar atau sekedar
untuk berkomunikasi. Kondisi ini merupakan cerminan dari masyarakat Indonesia
yang memiliki rasa solidaritas dan nilai-nilai kekeluargaan yang tinggi. Hal ini
tidak ditemukan pada pasar modern biasanya daftar harga sudah terpasang pada
setiap produk-nya. Oleh karena itulah, masih banyak daerah-daerah di Indonesia
yang sampai saat ini masih mempertahankan dan melestarikan pasar tradisional.
Kota Surakarta (Solo) merupakan salah satu daerah yang masih
melestarikan pasar tradisional. Bahkan beberapa pasar tradisional yang ada di
Surakarta sudah ada sejak jaman Kerajaan Kasunanan dan Mangkunegaran, yaitu
Pasar Klewer dan Pasar Legi. Sebagai kota yang hanya memiliki luas + 44 Km2,
maka Surakarta tidak memiliki banyak lahan pertanian yang cukup untuk dikelola,
sehingga roda perekonomiannya yang utama berasal dari perdagangan. Tentu saja
sebagai daerah yang mengutamakan perdagangan, Surakarta haruslah memiliki
pasar-pasar tradisional yang berfungsi sebagai tujuan akhir dari pendistribusian
barang-barang dagangan sebelum ditawarkan kepada pembeli/konsumen. Kondisi
demikian membuat perputaran uang di pasar-pasar tradisional Surakarta bisa
mencapai milyaran rupiah setiap harinya. Tentunya keberadaan pasar tradisional
commit to user
dari sisi penerimaan retribusi, khususnya retribusi jasa umum. Hal tersebut
dibuktikan dengan retribusi pasar yang menjadi salah satu potensi retribusi yang
paling besar diantara jenis retribusi jasa umum lainnya lainnya, yang ditunjukkan
melalui tabel dibawah ini :
Tabel 1.1
Rekapitulasi Retribusi Jasa Umum Kota Surakarta Tahun 2010
No Jenis Jumlah (Rp)
1 Retribusi Pelayanan Kesehatan 2.960.931.315 2 Retribusi Pelayanan Persampahan / Kebersihan 3.852.678.142 3 Retribusi Penggantian Biaya KTP dan Akte Catatan
Sipil
875.254.684
4 Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat
100.00.000
5 Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum 1.933.245.000 6 Retribusi Pelayanan Pasar 12.356.083.491 7 Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor 1.127.585.000 8 Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran 82.000.000 9 Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta 627.575.431 10 Retribusi Pelayanan Pemeriksaan Kesehatan Hewan
dan Ikan
46.702.650
(Sumber : Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah Kota Surakarta)
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa retribusi pelayanan pasar menjadi
jenis retribusi jasa umum yang mampu memberikan kontribusi yang paling besar
dibandingkan retribusi lainnya. Dalam pelaksanaan pemungutan retribusi pasar,
Pemerintah Kota Surakarta mengaturnya dalam Perda No 8 Tahun 1999 tentang
Retribusi Pasar. Perda tersebut berisi tentang besaran tarif, tata cara pemungutan,
dan juga pemberian sanksi. Retribusi pasar di Kota Surakarta terdiri dari: retribusi
pelayanan persampahan/kebersihan dan retribusi pelayanan pasar. Keseluruhan
retribusi pasar tersebut dikelola dan ditarik oleh petugas Dinas Pengelolaan Pasar
commit to user
tersebut ke PT. Bank Jateng cabang Kota Surakarta, yang berfungsi sebagai
pemegang kas Kota Surakarta.
Besarnya kontribusi retribusi pasar terhadap total penerimaan retribusi,
tidak terlepas dari banyaknya jumlah pasar yang dikelola oleh pemerintah kota
melalui Dinas Pengelolaan Pasar (DPP) Kota Surakarta yang diberikan tugas
sebagai unsur pelaksana pemerintah Kota Surakarta dibidang pengelolaan pasar
serta sebagai dinas penggali penerimaan retribusi pasar. Pada halaman berikut ini
adalah tabel yang menunjukkan jumlah pasar di Kota Surakarta, beserta luasnya.
Tabel 1.2
Data Pasar Tradisional Kota Surakarta Tahun 2009 / 2010
commit to user
21 Penumping 1.200 43 Cinderamata 2.153
22 Ayam 11.220 - - -
(Sumber : Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta)
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sampai dengan tahun 2010 DPP
Kota Surakarta sudah memiliki 43 pasar tradisional, dimana beberapa diantaranya
berukuran cukup luas. Dengan luas kota yang hanya sekitar 44 Km2, bisa
dikatakan bahwa hampir dalam setiap 1 Km2 terdapat 1 pasar tradisional.
Banyaknya area pasar yang berukuran luas tentu saja dapat menampung semakin
banyak pedagang, sehingga jumlah penerimaan retribusi juga semakin banyak.
Retribusi pasar di Kota Surakarta yang terdiri dari (i) retribusi pelayanan
persampahan/kebersihan dan (ii) retribusi pelayanan pasar, mampu memberikan
kontribusi yang cukup besar terhadap total retribusi di Kota Surakarta. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 1.3
Kontribusi Retribusi Pasar Terhadap Total Retribusi Kota Surakarta Tahun Anggaran 2006-2010
Tahun
2006 9.847.060.644 31.738.906.507 31,03 2007 10.289.897.768 33.359.233.949 30,85 2008 11.087.382.538 39.325.240.872 28,19 2009 11.370.503.140 37.783.489.120 30,09 2010 12.356.083.491 42.756.415.000 28,89
(Sumber : Dinas Pengelolaan Pasar dan DPPKA Kota Surakarta)
Dapat dilihat bahwa kontribusi retribusi pasar di Kota Surakarta sejak
tahun 2006 sampai 2010 dapat mencapai sekitar 30% dari total retribusi kota
commit to user
lambat laun mengalami peningkatan akibat terjadinya peningkatan kegiatan
ekonomi yang berlangsung di pasar-pasar tradisional.
Meskipun sumbangan dari retribusi pasar cukup besar, namun dalam
kenyataannya dalam beberapa tahun terakhir realisasi dari penerimaan retribusi
pasar tersebut ternyata masih belum memenuhi target yang telah ditentukan di
awal tahun anggaran. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 1.4
Target dan Realisasi Retribusi Pasar Kota Surakarta Tahun Anggaran 2006-2010
Tahun Anggaran
Target (Rp)
Realisasi (Rp)
Presentase
(%) Keterangan
2006 9.667.020.000 9.847.060.644 101,86 Lebih 1,86 % 2007 10.520.000.000 10.289.897.768 97,81 Kurang 2,19 % 2008 10.844.700.000 11.087.382.538 102,24 Lebih 2,24 % 2009 12.471.082.000 11.370.503.140 91,17 Kurang 8,83 % 2010 13.212.125.000 12.356.083.491 93,52 Kurang 6,48 %
(Sumber : Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta)
Uraian tabel diatas menunjukkan bahwa dari tahun ketahun jumlah target
retribusi pasar meningkat secara perlahan. Ini mengindikasikan bahwa terjadi
peningkatan kegiatan ekonomi yang berlangsung dipasar-pasar tradisional,
sehingga membuat Pemerintah Surakarta merasa yakin untuk meningkatkan
target. Namun ternyata, realisasi penerimaan retribusi pasar tersebut masih belum
memenuhi target yang telah ditentukan oleh pemerintah di awal tahun anggaran.
Contohnya saja pada tahun 2007, dimana realisasi retribusi pasar kurang Rp.
230.102.232 dari target, atau sekitar 2,19 %. Tahun 2009 realisasinya kurang
Rp. 1.100.578.860 (8,83 %), dan tahun 2010 realisasinya kurang Rp. 856.041.509
commit to user
Belum tercapainya target retribusi pasar tersebut terjadi karena adanya
pedagang yang menunggak pembayaran retribusi, adanya kios-kios yang tidak
ditempati pedagang sehingga dinas kesulitan dalam penarikannya. Berdasarkan
beberapa alasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi penyebab tidak
tercapainya target Dinas Pengelolaan Pasar dalam penerimaan retribusi adalah
karena rendahnya kesadaran pedagang dalam memenuhi kewajibannya membayar
retribusi. Berkaitan dengan hal tersebut, maka yang harus diperhatikan adalah
bagaimana strategi dari Dinas Pengelolaan Pasar agar penerimaan retribusi pasar
dapat optimal.
Menurut Coulter (2002) yang dikutip Mudrajad Kuncoro (2005 : 12),
strategi adalah sejumlah keputusan dan aksi yang ditujukan untuk mencapai
tujuan (goal) dan menyesuaikan sumber daya organisasi dengan peluang dan
tantangan yang dihadapi dalam lingkungan industrinya. Dalam menghadapi
permasalahan, organisasi sebaiknya membuat pilihan-pilihan jelas yang dapat
dijadikan sebagai strategi utama tentang bagaimana cara terbaik untuk mengejar
misinya. Sedangkan yang dimaksud dengan optimalisasi menurut Gibson dalam
Sinta Tri Kumilausari (2009 : 17-18) adalah upaya untuk meningkatkan
kemampuan yang paling diinginkan diantara kriteria kreativitas atau dengan kata
lain upaya untuk memaksimalkan sumber-sumber yang telah dimiliki untuk
mencapai tujuan yang diharapkan.
Sesuai dengan definisi strategi dan optimalisasi diatas, hendaknya DPP
memiliki strategi yang tepat, agar penerimaan retribusi pasar dapat mencapai hasil
commit to user
pula terhadap jumlah PAD yang digunakan sebagai sumber pembiayaan dalam
menggerakkan roda pemerintahan dan pembangunan di Kota Surakarta.
Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian yang berjudul Strategi
Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta dalam Optimalisasi Penerimaan Retribusi
Pasar Tahun 2011. Peneliti tertarik untuk memperoleh informasi dan gambaran
lebih jauh lagi mengenai strategi-strategi tersebut dan bagaimana pelaksanaannya
dilapangan.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
Bagaimana strategi Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta dalam optimalisasi
penerimaan retribusi pasar tahun 2011?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
C.1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk memperoleh informasi dan gambaran mengenai strategi yang
dilakukan Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta dalam optimalisasi
penerimaan retribusi pasar tahun 2011.
b. Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi Program Studi
commit to user C.2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
a. Memberikan masukan kepada Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta
berupa saran-saran yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
untuk mengoptimalkan penerimaan retribusi pasar di Kota Surakarta.
b. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan acuan awal untuk melakukan
penelitian sejenis dikemudian hari secara lebih mendalam.
c. Dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
Penggunaan teori sangat penting sebagai dasar ataupun titik tolak dalam
sebuah penelitian. Seperti yang dinyatakan oleh Kerlinger (1973) dalam Sugiyono
(2010: 25), teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi dan proposisi
yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui spesifikasi
hubungan antar variabel, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan
meramalkan fenomena.
Untuk itu, dibawah ini peneliti akan menguraikan toeri-teori yang
mendukung dalam penelitian, meliputi :
I. Strategi
Strategi berasal dari bahasa Yunani “stratego”, yaitu gabungan dari
kata stratos yang berarti tentara dan ego yang berarti pemimpin (Bryson,
2003 : 25). Selama masa perang dan berkembang dalam manajemen
ketentaraan, strategi diartikan sebagai taktik atau cara bagi seorang pemimpin
perang dalam memobilisasi pasukannya untuk memenangkan peperangan.
Namun konotasi definisi tersebut sudah tidak relevan lagi dengan jaman
sekarang. Dewasa ini, strategi sudah digunakan oleh semua jenis organisasi,
commit to user
pertahankan, hanya saja lebih diaplikasikan sesuai dengan jenis organisasi
yang menerapkan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005 : 774), strategi
didefinisikan sebagai taktik, ilmu menggunakan sumber daya manusia untuk
melaksanakan kebijakan tertentu dalam berperang; rencana langkah-langkah
yang dilakukan secara sistematis dalam perang.
Dilihat dari sudut etimologis (asal kata), pengertian strategik menurut
Hadari Nawawi (2005:147-148) sebagai berikut :
“ Strategik adalah kiat, cara dan taktik utama yang dirancang secara
sistematik dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, yang
terarah pada tujuan strategik organisasi.”
Sedangkan definisi strategi dari Coulter (2002) yang dikutip oleh
Mudrajad Kuncoro (2005:12) sebagai berikut :
“Strategi adalah sejumlah keputusan dan aksi yang ditujukan untuk
mencapai tujuan (goal) dan menyesuaikan sumber daya organisasi dengan peluang dan tantangan yang dihadapi dalam lingkungan
industrinya.”
Berbeda dengan definisi dari Hadari Nawawi dan Coulter, yang
menyatakan bahwa strategi adalah keputusan, cara atau usaha organisasi
untuk mencapai tujuannya, menurut J. Salusu (2003:101) strategi adalah seni
dalam mencapai tujuan. Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut ini :
“Strategi adalah suatu seni menggunakan kecakapan dan sumber daya
suatu organisasi untuk mencapai sasarannya melalui hubungannya yang efektif dengan lingkungan dalam kondisi yang paling
menguntungkan.”
Hax dan Majluf (1991) dalam J. Salusu (2003:100-101) mencoba
commit to user
Strategi :
a. Ialah suatu pola keputusan yang konsisten, menyatu dan integral.
b. Menentukan dan menampilkan tujuan organisasi dalam artian sasaran
jangka panjang, program bertindak dan prioritas alokasi sumber daya.
c. Menyeleksi bidang yang akan digeluti atau akan digeluti organisasi
d. Mencoba mendapatkan keuntungan yang mampu bertahan lama, dengan
memberikan respon yang tepat terhadap peluang dan ancaman eksternal
organisasi, dan kekuatan serta kelemahannya.
e. Melibatkan semua tingkat hierarki dari organisasi.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa strategi adalah
cara, tindakan atau kebijakan yang diambil oleh suatu organisasi dalam
rangka pencapaian tujuan dengan mempertimbangkan faktor internal dan
eksternal.
Menurut Higgins (1985) dalam J. Salusu (2003:101-104) menjelaskan
adanya empat tingkatan strategi sebagai berikut :
a. Enterprise Strategy
Strategi ini berkaitan dengan respon masyarakat. Setiap organisasi
mempunyai hubungan dengan masyarakat, dimana mereka mempunyai
interes dan tuntutan yang sangat bervariasi terhadap organisasi, sehingga
perlu diberi perhatian oleh para penyusun strategi. Strategi juga
menunjukkan bahwa organisasi sungguh-sungguh bekerja dan berusaha
untuk memberi pelayanan yang baik terhadap tuntutan dan kebutuhan
commit to user
b. Corporate Strategy
Strategi ini berkaitan dengan misi organisasi, sehingga sering disebut
grand strategy yang meliputi bidang apa yang digeluti oleh suatu
organisasi.
c. Business Strategy
Strategi ini mnejelaskan bagaimana merebut pasaran ditengah
masyarakat atau bagaimana cara organisasi untuk meraih keunggulan
komparatif. Strategi ini dimaksudkan untuk dapat memperoleh keuntungan
strategik yang sekaligus mampu menunjang berkembangnya organisasi ke
tingkat yang lebih baik.
d. Functional Strategy
Srategi ini merupakan pendukung dan untuk menunjang suksesnya
strategi lain. Ada 3 strategi fungsional yaitu :
1 Strategi fungsional ekonomi, yaitu mencakup fungsi-fungsi yang
memungkinkan organisasi hidup sebagai satu kesatuan ekonomi yang
sehat.
2 Strategi fungsional manajemen, yaitu mencakup fungsi-fungsi
manajemen.
3 Strategi isu strategik, fungsi utamanata ialah mengontrol lingkungan,
baik lingkungan yang sudah diketahui maupun situasi yang belum
commit to user
Tingkatan strategi yang disampaikan oleh Higgins (1985), hampir
senada dengan yang diungkapkan oleh Kooten dalam J. Salusu (2003:
104-105). Kooten menjelaskan tentang tipe-tipe strategi, antara lain sebagai
berikut:
a. Corporate Strategy (strategi organisasi)
Berkaitan dengan perumusan misi, tujuan, nilai-nilai dan
inisiatif-inisiatif stratejik yang baru. Pembatasan-pembatasan diperlukan, yaitu apa
yang dilakukan dan untuk siapa.
b. Program Strategy (strategi program)
Lebih memberi perhatian pada implikasi-implikasi stratejik dari suatu
program tertentu. Apa kira-kira dampaknya apabila suatu program tertentu
dilancarkan atau diperkenalkan, apa dampaknya bagi sasaran organisasi.
c. Resource Support Strategy (strategi pendukung sumber daya)
Memusatkan perhatian pada memaksimalkan pemanfaatan
sumber-sumber daya esensial yang tersedia guna meningkatkan kualitas kinerja
organisasi. Sumber daya itu dapat berupa tenaga, keuangan, teknologi dan
sebagainya.
d. Institusional Strategy (strategi kelembagaan)
Fokusnya ialah mengembangakan kemampuan organisasi untuk
melaksanakan inisiatif-inisiatif stratejik.
Strategi penting dipahami oleh setiap eksekutif, manajer, kepala atau
ketua, direktur, pejabat senior dan junior, pejabat tinggi, menengah dan
commit to user
alasannya karena strategi dilaksanakan oleh setiap orang pada setiap tingkat,
bukan hanya oleh pejabat tingkat tinggi. Oleh karena itu, para pemimpin
harus mampu mengkomunikasikan tentang strategi yang dibuat kepada para
jajarannya, terutama kepada pihak yang menjalankan strategi tersebut
dilapangan.
Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Hassan Danaee
Fard, Asghar Moshabbaki, Tayebeh Abbasi dan Akbar Hassanpoor dalam
International Journal of Public Administration Reviews (Strategic
Management in the Public Sector: Reflections on It’s Applicability to Iranian
Public Organizations) sebagai berikut :
“...successful implementation of strategic management in public organizations depends upon the presence of a strong leadership. Finally, whether members of the organization clearly understand the procedures for implementation is also a key component for a successful strategic management system.” (2010:2)
Dalam kutipan jurnal diatas dikemukakan bahwa kunci keberhasilan
suatu strategi ditentukan oleh kepemimpinan yang kuat, apakah pemimpin
mampu mengkomukasikan bagaimana prosedur dalam pelaksanaan
strateginya kepada bawahannya, yang pada akhirnya dimengerti oleh seluruh
bawahan.
Para eksekutif perlu menjamin bahwa strategi yang mereka susun
dapat berhasil dengan meyakinkan. Bukan saja dipercaya oleh orang lain,
tetapi memang dapat dilaksanakan. Untuk itu Hatten dan Hatten (1988) dalam
J. Salusu (2003:108-109) memberi beberapa petunjuk bagaimana suatu
commit to user
a. Strategi haruslah konsisten dengan lingkungannya
Jangan membuat strategi yang melawan arus. Ikutilah arus
perkembangan dalam masyarakat, dalam lingkungan yang memberi
peluang untuk bergerak maju.
b. Setiap organisasi tidak hanya membuat satu strategi
Tergantung pada ruang lingkup kegiatannya. Apabila ada banyak
strategi yang dibuat maka strategi yang satu haruslah konsisten dengan
strategi yang lain. Jangan bertentangan atau bertolak belakang. Semua
strategi hendaknya diserasikan satu dengan yang lain.
c. Strategi yang efektif hendaknya memfokuskan dan menyatukan semua
sumber daya tidak menceraiberaikan satu dengan yang lain.
Persaingan tidak sehat antar berbagai unit kerja dalam suatu
organisasi sering kali mengklaim sumber dayanya, membiarkannya
terpisah dari unit kerja lainnya sehingga kekuatan-kekuatan yang tidak
menyatu itu justru merugikan posisi organisasi.
d. Strategi hendaknya memusatkan perhatian pada apa yang merupakan
kekuatannya dan tidak pada titik-titik yang justru adalah kelemahannya.
Selain itu, hendaknya juga memanfaatkan kelemahan pesaing dan
membuat langkah-langkah yang tepat untuk menempati posisi kompetitif
yang lebih kuat.
e. Sumber daya adalah sesuatu yang kritis.
Mengingat strategi adalah sesuatu yang mungkin, jadi harus membuat
commit to user
f. Strategi hendaknya memperhitungkan risiko yang tidak terlalu besar.
Memang setiap strategi mengandung risiko, tetapi haruslah
berhati-hati sehingga tidak menjerumuskan organisasi kedalam lobang yang besar.
Oleh sebab itu, suatu strategi harusnya dapat selalu dikontrol.
g. Strategi hendaknya disusun di atas landasan keberhasilan yang telah
dicapai, jangan menyusun strategi di atas kegagalan.
h. Tanda-tanda dari suksesnya strategi ditampakkan dengan adanya
dukungan dari pihak-pihak yang terkait, dan terutama dari para eksekutif,
dari semua pimpinan unit kerja dalam organisasi.
Suatu strategi hendaknya mampu memberikan informasi agar lebih
mudah dipahami oleh setiap individu dalam suatu instansi atau organisasi
seperti Dinas Pengelolaan Pasar, sebagai sebuah instansi pemerintah yang
bergerak dalam bidang pengelolaan pasar. Menurut Donelly dalam J. Salusu
(2004 : 109), ada enam informasi yang tidak boleh dilupakan dalam strategi,
yaitu : (1) Apa, apa yang dilakukan; (2) Mengapa demikian, suatu uraian
tentang alasan yang dipakai dalam menentukan apa diatas; (3) Siapa yang
bertanggung jawab untuk atau mengoperasionalkan strategi; (4) Berapa
banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk menyukseskan strategi; (5)
Berapa lama waktu yang diperlukan untuk operasionalisasi strategi tersebut;
commit to user II. Optimalisasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 602), definisi optimal
adalah tertinggi, paling baik, sempurna; terbaik, paling menguntungkan.
Mengoptimalkan adalah menjadikan sempurna, menjadikan paling tinggi,
menjadikan maksimal. Sedangkan optimalisasi adalah pengoptimalan
Optimalisasi menurut WJS Poerwadarminta dalam Istilamah Laili
(2000: 8) berasal dari kata optimum yang berarti yang terbaik, paling
menguntungkan. Dalam hal ini, optimalisasi membuat sesuatu menjadi, lebih
baik lagi, sedangkan optimum adalah tingkatan yang sangat menguntungkan
dalam batas-batas tertentu dan pengoptimalan merupakan penyempurnaan
suatu sistem supaya berprestasi sebaik-baiknya atas dasar kriteria-kriteria
tetentu.
Optimalisasi (optimalization) menurut Gibson dalam Sinta Tri
Kumilausari (2009: 17-18) adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan
yang paling diinginkan diantara kriteria kreativitas atau dengan kata lain
upaya untuk memaksimalkan sumber-sumber yang telah dimiliki untuk
mencapai tujuan yang diharapkan.
Dengan demikian, definisi optimalisasi dapat disimpulkan sebagai
upaya untuk membuat sesuatu menjadi lebih baik dengan memanfaatkan
sumber-sumber yang dimiliki dalam rangka mencapai tujuan yang sesuai
batas-batas dan kriteria tertentu.
Dalam kaitannya dengan retribusi daerah, maka pemerintah daerah
commit to user
daerah. Karena retribusi daerah merupakan salah satu sumber PAD yang
dipungut untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah, sehingga
mampu membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Menurut
Adrian Sutedi (2008:100), optimalisasi retribusi daerah dapat dilakukan
dengan cara-cara sebagai berikut :
a. Memperluas basis penerimaan
Tindakan yang dilakukan untuk memperluas basis penerimaan yang
dalam perhitungan ekonomi dianggap potensial, antara lain
mengidentifikasi pembayar retribusi baru/potensial dan jumlah seluruh
pembayar retribusi, memperbaiki basis data objek, memperbaiki penilaian
dan menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis pungutan.
b. Memperkuat proses pemungutan
Upaya yang dilakukan dalam memperkuat proses pemungutan, antara
lain mempercepat penyusunan perda dan mengubah tarif, khususnya tarif
retribusi dan peningkatan SDM.
c. Meningkatkan pengawasan
Meningkatkan pengawasan dapat dilakukan dengan pemeriksaan
secara dadakan dan berkala, memperbaiki proses pengawasan, menerapkan
sanksi terhadap penunggak retribusi/pajak dan sanksi terhadap pihak
fiskus, serta meningkatkan pembayaran retribusi dan pelayanan yang
commit to user
d. Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan
Dalam hal ini yang dilakukan adalah memperbaiki prosedur
administrasi retribusi, melalui penyederhanaan administrasi retribusi dan
meningkatkan efisiensi pemungutan dari setiap jenis pemungutan.
e. Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik
Hal yang dapat dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dengan
instansi terkait di daerah.
III. Pendapatan Asli Daerah (PAD), Retribusi Daerah dan Retribusi Pasar
3.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah dijelaskan definisi dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai
berikut :
“Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah
pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.”
Lebih lanjut pada pasal 3 ayat 1 disebutkan pula bahwa tujuan
dari Pendapatan Asli Daerah adalah memberikan kewenangan kepada
Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai
dengan potensi Daerah sebagai perwujudan Desentralisasi.
Faktor keuangan dalam pelaksanaan otonomi dinilai penting,
karena uang merupakan hal pokok yang diperlukan oleh daerah untuk
commit to user
diperlukan oleh daerah dalam mengatur dan mengurus ursan rumah
tangganya. Apabila pemerintah daerah tidak memiliki dana yang cukup
maka, pelaksanaan kewenangan pusat yang telah diserahkan kepada
daerah tidak dapat terlaksana, sehingga ciri pokok dan mendasar
otonomi, yakni desentralisasi, akan hilang.
Pentingnya posisi keuangan daerah dalam penyelenggaraan
otonomi daerah tersebut mendorong pemerintah daerah untuk membuat
alternatif cara untuk mendapatkan pembiayaan daerah melalui berbagai
sumber sesuai dengan pembagian kewenangan antara pusat dan daerah.
Hal ini tampak dalam penjelasan Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 Pasal 21 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan bahwa:
“Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak: mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya; memilih pimpinan daerah; mengelola aparatur daerah; mengelola kekayaan daerah; memungut pajak daerah dan retribusi daerah; mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah; mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah dan mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam Peraturan perundang-undangan.”
Berdasarkan hal tersebut, pemerintah daerah memiliki
kewenangan untuk menggali potensi daerah sebagai sumber-sumber
penerimaan daerah dengan tetap mengacu kepada undang-undang.
Sumber pendapatan daerah dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
commit to user
a. Pendapatan Asli Daerah
1 Pajak Daerah;
2 Retribusi Daerah;
3 Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan
4 Lain-lain PAD yang sah.
b. Dana Perimbangan
1 Dana Bagi Hasil;
2 Dana Alokasi Umum; dan
3 Dana Alokasi Khusus.
c. Lain-lain Pendapatan
Lain-lain Pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan
Dana Darurat.
Dari penjabaran tersebut dapat diketahu bahwa, pendapatan asli
daerah bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan
asli daerah yang sah.
Dengan demikian, dapat disimpulan bahwa Pendapatan Asli
Daerah adalah pendapatan rutin yang bersumber dari pemanfaatan
seluruh potensi daerah, untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah
commit to user 3.2. Retribusi Daerah
Dalam pelaksanaan otonomi, Pemerintah Daerah diberi
keleluasaan dalam kewenangan, penataan organisasi dan pengelolaan
keuangan, termasuk dalam hal ini kewenangan dalam pengelolaan
retribusi daerah. Retribusi termasuk ke dalam salah satu sumber
penerimaan daerah dari sisi Pendapatan Asli Daerah.
Pengertian retribusi daerah menurut Rohmat Sumitro dalam
Adrian Sutedi (2008:74) adalah sebagai berikut :
“Retribusi daerah adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas jasa atau karena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan, atau jasa yang diberikan daerah baik secara
langsung maupun tidak langsung.”
Hal tersebut senada dengan definisi retribusi daerah yang
dinyatakan oleh Panitia Nasri dalam Adrian Sutedi (2008:84) sebagai
berikut :
“Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran
pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan usaha, atau milik daerah untuk kepentingan umum, atau karena jasa yang
diberikan oleh daerah baik langsung maupun tidak langsung.”
Sedangkan pengertian retribusi daerah menurut UU No. 28
Tahun 2009 adalah sebagai berikut :
“Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah
pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
commit to user
Menurut Adrian Sutedi (2008: 84) menyebutkan ciri-ciri pokok
dari retribusi daerah, yaitu :
a. Retribusi dipungut oleh pemerintah daerah
b. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan
pemerintah daerah yang langsung dapat ditunjuk
c. Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan jasa
yang disediakan pemerintah daerah.
Berdasarkan beberapa definisi dan ciri diatas, dapat disimpulkan
bahwa retribusi daerah adalah pungutan daerah yang dibebankan
kepada masyarakat secara perseorangan maupun badan usaha yang
memanfaatkan jasa yang diberikan pemerintah daerah secara langsung
maupun tidak langsung.
Menurut Kesit Bambang Prakosa (2003:41) dalam prakteknya,
pemungutan retribusi langsung atas konsumen biasanya dikenakan
karena satu atau lebih pertimbangan-pertimbangan berikut ini :
a. Apakah pelayanan tersebut merupakan barang-barang publik atau
privat. Jasa yang disediakan dianggap dapat memberikan
keuntungan umum ataukah keuntungan pribadi.
b. Suatu jasa yang melibatkan suatu sumberdaya yang langka atau
mahal dan perlunya disiplin masyarakat untuk mengkonsumsinya.
c. Ada beberapa jenis konsumsi yang dinikmati oleh individu bukan
karena kebutuhan pokok sehingga merupakan pilihan daripada
commit to user
d. Jasa-jasa dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan mencari
keuntungan disamping memuaskan kebutuhan-kebutuhan individu
di dalam negeri. Misalnya air minum, listrik ataupun pembuangan
sampah. Hal ini mungkin mengakibatkan pembebanan retribusi
kepada seluruh konsumen atau hanya kepada sektor perdagangan
atau industri.
e. Retribusi dapat mengetahui atau menguji arah dan skala dari
permintaan masyarakat akan jasa.
Setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah
senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada
masyarakat, sehingga keleluasaan retribusi daerah terletak pada yang
dapat dinikmati oleh masyarakat. Jadi, retribusi daerah sangat
berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah
daerah kepada yang membutuhkan. Pemungutan retribusi daerah
memang bisa dipaksakan secara ekonomis, namun perlu diingat bahwa
tujuan akhir dari pemungutan retribusi daerah bukan untuk
meningkatkan pendapatan daerah, tetapi untuk meningkatkan kualitas
pelayanan. Dengan kata lain, kita tidak bisa hanya berfokus pada
bagaimana cara-cara agar pemungutan retribusi daerah itu bisa
maksimal, tetapi juga harus menetapkan perhatian yang seimbang
tentang bagaimana agar pelayanan yang diberikan kepada masyarakat
commit to user
Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pemungutan retribusi daerah, serta meningkatkan mutu dan jenis
pelayanan kepada masyarakat, maka pengenaan retribusi daerah atas
penyediaan jasa pemerintah daerah perlu disederhanakan berdasarkan
penggolongan jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah. Hal
tersebut dilakukan agar wajib retribusi dapat dengan mudah memahami
dan memenuhi kewajibannya. Untuk itu, dalam Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
disebutkan penggolongan retribusi daerah tersebut dibagi menjadi 3
kriteria yaitu sebagai berikut:
a. Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan
atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan
dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi
atau Badan.
b. Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh
Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial
karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.
c. Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu
Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang
pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan,
pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan,
pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang,
prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi
commit to user
Adapun jenis-jenis retribusi daerah yang dipungut Kota
Surakarta tahun 2010 adalah :
a. Retribusi jasa umum, terdiri dari :
1 Retribusi Pelayanan Kesehatan
2 Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan
3 Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan
Akta Catatan Sipil
4 Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat
5 Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum
6 Retribusi Pelayanan Pasar
7 Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
8 Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran
9 Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta
10 Retribusi Pelayanan Pemeriksaan Kesehatan Hewan dan Ikan.
b. Retribusi jasa usaha, terdiri dari :
1 Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
2 Retribusi Terminal
3 Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa
4 Retribusi Rumah Potong Hewan
5 Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga
6 Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah
c. Rretribusi perizinan tertentu, terdiri dari :
commit to user
2 Retribusi Izin Gangguan/Keramaian
3 Retribusi Izin Trayek
4 Retribusi Dispensasi Melalui Jalan Kota
5 Retribusi Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum/URHU
6 Retribusi tanda pendaftaran perusahaan (TDP)
7 Retribusi Tanda Daftar Gudang (TDG)
8 Retribusi Izin Usaha Industri (IUI)
9 Retribusi Izin Usaha Perdagangan (IUP)
10 Retribusi Perizinan Bidang Kesehatan
11 Retribusi Perizinan Usaha Bidang Pariwisata
12 Retribusi Perizinan Usaha Bidang Jasa Konstruksi
13 Retribusi Perizinan Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
3.3. Retribusi Pasar
Definisi retribusi pasar dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Retribusi Pasar, dalam pasal 2 sebagai
berikut :
“Dengan nama Retribusi Pasar dipungut Retribusi bagi setiap
orang atau Badan yang memperoleh fasilitas pasar”.
Obyek retribusi pasar adalah jasa pelayanan penggunaan
fasilitas pasar, sedangkan subyeknya adalah Orang pribadi atau Badan
yang memperoleh fasilitas pasar.
Retribusi Pasar merupakan salah satu pendapatan daerah yang
cukup potensial sebagai sumber pembiayaan menunjang
commit to user
Dalam hal ini retribusi di pasar-pasar tradisional yang dikelola oleh
Dinas Pengelolaan Pasar (DPP) Kota Surakarta mencakup 2 jenis yaitu
: (i) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan dan (ii) Retribusi
Pelayanan Pasar. Dimana kedua retribusi tersebut termasuk ke dalam
kriteria Retribusi Jasa Umum. Retribusi Pelayanan Pasar masih terdiri
dari beberapa bagian, yaitu : Plataran (Klas I, II, III), Los (Klas I, II,
III), Kios (Klas I, II, III), Surat Hak Penempatan (SHP), Biaya Balik
Nama, Kartu Tanda Pengenal Pedagang (KTPP), Listrik Lingkungan,
MCK, Lain-lain, dan Piutang Retribusi Pasar.
IV. Strategi Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta dalam Optimalisasi
Penerimaan Retribusi Pasar
Dinas Pengelolaan Pasar (DPP) Kota Surakarta sebagai salah satu
unsur pelaksana pemerintah daerah Kota Surakarta mempunyai tugas pokok
menyelenggarakan urusan pemerintah dibidang pengelolaan pasar, sedangkan
dalam melaksanakan tugas pokok tersebut Dinas Pengelolaan Pasar Kota
Surakarta mempunyai fungsi:
a. Penyelenggaraan kesekretariatan dinas
b. Penyusunan rencana program, pengendalian, evaluasi, dan pelaporan
c. Pengelolaan pendapatan pasar
d. Pengelolaan kebersihan dan pemeliharaan pasar
e. Pengawasan dan pembinaan pedagang pasar dan pedagang kaki lima
commit to user
g. Penyelenggaraan keamanan dan ketertiban pasar dan pedagang kaki lima
h. Penyelengaraan sosialisasi
i. Pembinaan jabatan fungsional
Dalam hubungannya dengan retribusi pasar, maka fungsi DPP adalah
sebagai badan yang bertanggung jawab terhadap masalah kepengelolaan
pendapatan pasar. Sejak tahun 2006 sampai 2010, kontribusi retribusi pasar di
Kota Surakarta dapat mencapai sekitar 30% dari total retribusi kota secara
keseluruhan. Selain itu, jumlah retribusi pasar dari tahun-ketahun juga lambat
laun mengalami peningkatan.
Meskipun sumbangan dari retribusi pasar cukup besar, ternyata dalam
dua tahun terakhir realisasi dari penerimaan retribusi pasar tersebut masih
belum memenuhi target yang telah ditentukan di awal tahun anggaran.
Berkaitan dengan itu, hendaknya DPP memiliki strategi yang tepat, agar
penerimaan retribusi pasar dapat mencapai hasil yang optimal, sehingga
diharapkan mampu memberikan kontribusi yang optimal pula terhadap
jumlah PAD yang digunakan sebagai sumber pembiayaan dalam
menggerakkan roda pemerintahan dan pembangunan di Kota Surakarta.
Dengan mengacu pada indikator yang disebutkan Adrian Sutedi dan
juga menyesuaikan dengan dokumen Rencana Strategis Dinas Pengelolaan
Pasar tahun 2010 – 2015, maka strategi yang dilaksanakan Dinas Pengelolaan
Pasar Kota Surakarta dalam optimalisasi penerimaan retribusi pasar tahun
commit to user
meningkatkan pengawasan, dan memperkuat proses pemungutan. Adapun
ketiga strategi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Memperluas Basis Penerimaan
Menurut Adrian Sutedi (2008:100), tindakan yang dilakukan untuk
memperluas basis penerimaan yang dalam perhitungan ekonomi dianggap
potensial, antara lain dilakukan dengan mengidentifikasi pembayar
retribusi baru/potensial dan jumlah seluruh pembayar retribusi, serta
memperbaiki basis data objek. Untuk memperluas basis penerimaan, DPP
melaksanakan program peningkatan dan pengelolaan keuangan daerah, di
mana salah satu kegiatan dalam program tersebut adalah melakukan
pendataan sumber-sumber potensi retribusi pasar.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendataan didefinisikan
sebagai proses, cara, perbuatan mendata; pengumpulan data; pencarian
data (1996:211). Dalam kaitannya dengan retribusi pasar, pendataan
dilakukan terhadap pihak-pihak yang merasakan jasa-jasa di pasar
tradisional yang diberikan oleh pemerintah. Pendataan dilakukan untuk
memperjelas berapa jumlah pihak-pihak yang dapat dikenakan retribusi
pasar, dan juga untuk mencatat wajib retribusi baru yang sebelumnya
belum termasuk. Dengan demikian, semakin banyak wajib retribusi maka
commit to user
b. Meningkatkan Pengawasan
Menurut T. Hani Handoko (2003:25), pengawasan (controlling)
adalah penemuan dan penerapan cara dan peralatan untuk menjamin
bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan.
Hubungannya dengan retribusi daerah, Adrian Sutedi (2008:100)
menyebutkan bahwa untuk optimalisasi pemungutan retribusi daerah,
salah satunya dengan meningkatkan pengawasan. Peningkatan
pengawasan dapat dilakukan dengan pemeriksaan secara dadakan dan
berkala, memperbaiki proses pengawasan, menerapkan sanksi terhadap
penunggak retribusi dan sanksi terhadap pihak fiskus, serta meningkatkan
pembayaran retribusi dan pelayanan yang diberikan oleh daerah.
Dalam rangka optimalisasi penerimaan retribusi daerah, pengawasan
menjadi salah satu strategi yang dilaksanakan oleh Dinas Pengelolaan
Pasar. Hal tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam dokumen
Rencana Strategi Dinas Pengelolaan Pasar tahun 2010-2015 yaitu :
1 Monitoring pendapatan pasar dan PKL
2 Pembangunan infrastruktur pedesaan melalui rehabilitasi
pemeliharaan pasar pedesaan (tradisional)
3 Pengembangan kinerja pengelolaan persampahan melalui penyediaan
sarana dan prasarana pengelolaan persampahan
4 Pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh melalui
commit to user
Peningkatan sarana pelayanan pasar berbanding lurus dengan
peningkatan penerimaan retribusi pasar, hal itu terjadi karena dengan
semakin baiknya fasilitas yang dirasakan oleh para pedagang, diharapkan
mampu menumbhkan kesadaran untuk membayar retribusi.
c. Memperkuat Proses Pemungutan
Menurut Adrian Sutedi (2008:100), dalam rangka optimalisasi
penerimaan retribusi daerah upaya yang dilakukan dalam memperkuat
proses pemungutan antara lain mempercepat penyusunan Perda dan
mengubah tarif khususnya tarif retribusi, dan peningkatan SDM. Dalam
penelitian ini, peneliti berfokus pada upaya dalam memperkuat proses
pemungutan melalui peningkatan SDM.
Dalam Gomes (1997:1), Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan
salah satu sumber daya yang terdapat dalam organisasi. SDM merupakan
satu-satunya sumber daya yang memiliki akal, perasaan, keinginan,
kemampuan, keterampilan, pengetahuan, dorongan, daya dan karya, ratio,
rasa, dan karsa.
Semua potensi SDM tersebut sangat berpengaruh terhadap upaya
organisasi dalam pencapaian tujuannya. Betapapun majunya teknologi,
berkembangnya informasi, tersedianya modal dan memadainya bahan,
namun jika tanpa SDM maka akan sulit bagi organisasi untuk mencapai
tujuannya. Betapapun bagusnya perumusan tujuan dan rencana organisasi,
agaknya hanya akan sia-sia belaka jika unsur SDM-nya tidak diperhatikan,
commit to user
Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Bryant (1984)
yang dikutip oleh Carole L. Jurkiewicz dalam International Journal of
Public Administration Reviews (Making Privatization Work: Utilizing a
Scorecard Model of Human Resource Strategy) sebagai berikut :
“Coaching activities became opportunities to clarify organizational policy and strategy, and to articulate how individual goals contributed to the overall picture.”(2002:5)
Dari kutipan jurnal internasional tersebut dijelaskan bahwa kegiatan
pembinaan menjadi kesempatan untuk menjelaskan kebijakan dan strategi
organisasi, dan untuk menjelaskan bagaimana setiap individu berkontribusi
dalam pencapaian tujuan secara keseluruhan.
Oleh karena itu, dirasa cukup penting bagi suatu organisasi untuk
melakukan peningkatan terhadap SDM-nya dalam rangka optimalisasi
penerimaan dari retribusi pasar. Dalam Dokumen Rencana Strategis Dinas
Pengelolaan Pasar Kota Surakarta tahun 2010-2015, strategi ini
dimasukkan dalam program peningkatan kapasitas sumber daya aparatur
melalui pembinaan dan DIKLAT bagi para petugas pemungut retribusi.
B. KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka dasar pemikiran digunakan sebagai landasan untuk
mengembangkan konsep dan teori yang ada dalam penelitian ini, serta
hubungannya dengan perumusan masalah yang telah dirumuskan. Mengacu pada
teori yang ada, maka kerangka dasar pemikiran dalam penelitian ini adalah