• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi dan Evolusi Doktrin Pertahanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Strategi dan Evolusi Doktrin Pertahanan"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Strategi Pertahanan Negara

Departemen Pertahanan Negara Republik Indonesia

dan

Evolusi Doktrin Pertahanan Indonesia

Andi Widjajanto

Globalisasi muncul sebagai akibat dari adanya perubahan peta geopolitik dunia, semenjak Amerika Serikat keluar sebagai pemenang Perang Dingin. Globalisasi yang diiringi dengan kemajuan teknologi mendorong terjadinya perubahan signifikan yang kemudian mempengaruhi tatanan sosial kehidupan masyarakat serta pola komunikasi dan hubungan antar negara. Pergeseran peta geopolitik dunia ini pun turut berimplikasi pada perubahan dalam konteks isu-isu dalam bidang keamanan dan pertahanan. Dengan munculnya banyak aktor-aktor non-negara baru, suatu Negara “dipaksa” untuk terus beradaptasi dan responsif terhadap segala potensi ancaman yang menghadang. Apalagi melihat urgensi dari adanya fenomena globalisasi yang memicu kompetisi setiap negara untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya.

Kondisi geografis Indonesia yang berbentuk negara kepulauan, mengharuskan adanya pembentukan suatu sistem pertahanan negara yang kuat dan berdaya tangkal tinggi karena ancaman bisa masuk dari mana saja, mengingat luasnya negara ini. Dan untuk membentuk sistem pertahanan negara yang kuat, dibutuhkan serangkaian strategi pertahanan yang disusun dari kekuatan bangsa, baik dari militer maupun nirmiliter, sebagai pondasinya. Efektivitas strategi pertahanan sendiri dapat dirasakan ketika strategi tersebut dapat menjawab persoalan yang paling mendasar seperti, apa yang dipertahankan, dengan apa mempertahankannya, serta bagaimana mempertahankannya.

(2)

informasi, serta keselamatan umum. Fungsi lapis pertahanan nirmiliter ini sendiri dapat dilaksanakan oleh departemen atau lembaga pemerintah di luat bidang pertahanan maupun masyarakat sipil dengan kapabilitas profesi, pengetahuan, dan keahlian mereka sebagai bentuk perwujudan Sistem Pertahanan Semesta yang esensinya adalah keikutsertaan segenap warga negara dalam pertahanan negara.

Seiring dengan semakin pesatnya laju globalisasi, aktor-aktor dalam sistem internasional pun semakin kompleks, terutama eksistensi dari aktor non negara. Kemunculan aktor non negara ini juga berimbas pada semakin kompleksnya ancaman yang muncul. Indonesia, melalui Strategi Pertahanan Negaranya berusaha untuk menangkal ancaman yang telah dikategorikan menjadi dua, yaitu militer dan nirmiliter. Ancaman sendiri pada dasarnya tidak hanya ancaman yang berasal dari kekuatan militer negara lain, namun juga bisa berasal dari dalam negara dengan adanya kelompok bersenjata yang kemudian membahayakan stabilitas keamanan nasional. Ancaman-ancaman ini dapat berupa invasi sampai agresi militer, pelanggaran wilayah, gerakan separatisme, pemberontakan bersenjata, penyerangan terhadap objek vital nasional, kegiatan spionase, terorisme, gangguan keamanan di laut dan di udara, serta konflik komunal yang merupakan konsekuensi dari adanya masyarakat heterogen. Adapun ancaman nirmiliter sendiri merupakan ancaman yang berdimensi ideology, politik, ekonomi, social, informasi dan teknologi, serta keselamatan umum. Misalnya seperti separatisme melalui perjuangan politik, instabilitas ekonomi dan politik, konflik horizontal, serta penyakit-penyakit social lainnya.

(3)

dengan adanya Bhinneka Tunggal Ika yang mengisyarakatkan persatuan dari segenap warga negara Indonesia yang berbeda latar belakang. Landasan yang kelima ialah landasan visional yang merupakan cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh yang kemudian diwujudkan ke dalam Wawasan Nusantara sebagai konsep geopolitik Indonesia. Landasan keenam ialah landasan konseptual yang merupakan konsep geostrategi Indonesia yang diwujudkan dengan Ketahanan Nasional dengan tujuan untuk membentuk daya tangkal nasional yang dapat berperngaruh terhadap ketahanan regional dan supraregional.

Landasan yang terakhir ialah landasan doktrinal yang diwujudkan dengan adanya Doktrin Pertahanan Negara (Doktrin HANNEG) yang berisi tentang ajaran serta prinsip fundamental yang digali dari pengalaman bangsa Indonesia untuk berdiri sejajar dengan bangsa lain di dunia yang kemudian dijadikan pelajaran dalam mengembangkan konsep pertahanan sesuai tuntutan tugas pertahanan dalam rangka pemenuhan kepentingan nasional dan pengelolaan lingkungan strategis baik global maupun regional. Adapun enam muatan doktrin pertahanan terdiri dari perspektif bangsa tentang perang, komponen negara yang terlibat perang, pemegang kendali perang, mekanisme pertanggungjawaban, strategi perang, dan terminasi perang. Dalam doktrin ini juga terdapat tiga substansi dasar strategi pertahanan yaitu tujuan dan sasaran yang ingin dicapai/ends, sumber daya yang digunakan/means, serta cara mencapai tujuan/ways. Pada masa damai, doktrin ini digunakan sebagai pedoman direksi pelaksanaan pertahanan nasional dalam rangka untuk persiapan daya tangkal terhadap ancaman dari dalam maupun luar. Sedangkan pada masa perang, doktrin ini digunakan sebagai pedoman penggunaan dan pengalokasian seluruh sumber daya dan kekuatan nasional untuk mempertahankan keamanan nasional.

(4)

gerilya. Strategi baru yang kemudian muncul dari penerapan doktrin ini ialah Pertahanan Bulat Total dimana dalam penyelenggaraannya melibatkan rakyat dari seluruh lapisan. Strategi ini kemudian berujung pada militerisasi instansi pemerintah.

Periode yang kedua terjadi pada masa konstitusi Republik Indonesia Serikat pada tahun 1949-1950. Organisasi militer masih mengalami transformasi menjadi Organisasi Tentara Republik Indonesia Serikat (TRIS) yang bertugas untuk mengamankan pemberontakan senjata. Pemberontakan ini kemudian memnculkan konsep pasukan ekspedisi dan konsep operasi gabungan.

Kemudian periode ketiga yaitu pada masa perang internal (1950-1959). Pada masa ini, pemberontakan masih sering terjadi, sehingga konsep Operasi Militer Gabungan masih terus dikembangkan dengan Doktrin Pertahanan Rakyat yang mengajarkan untuk sebanyak mungkin tenaga harus dikerahkan untuk melakukan peperangan. Misalnya pada pemberontakan DI/TII Jawa Barat, kekuatan Operasi Militer Merdeka mengandalkan AD sebagai ‘pagar betis’. Kemudian Operasi Tegas bertugas untuk menghadapi perlawanan Permesta yang menggunakan operasi militer gabungan antara angkatan darat, laut, dan udara dengan operasi pendadakan terhadap lawan yang mengkombinasikan penembakan dan pengeboman udara. Operasi Tegas juga melakukan operasi keamanan dan blokade sungai untuk mencegah armada Amerika Serikat yang sedang berlabuh di Singapura masuk.

Periode keempat adalah masa Demokrasi Terpimpin yang terjadi pada tahun 1959-1967. Pada masa ini, doktrin Pertahanan Rakyat masih terus digunakan seiring dengan semangat serta sikap anti imperialisme dan kolonialisme yang dijadikan bagian integral pertahanan negara. Pada masa ini, operasi militer mengalami inovasi baru, sperti pengembangan perang berlarut untuk serangan ofensif yang mengandalkan strategi perang konvensional. Pada masa ini pula, Operasi Mandala dibentuk untuk mengamankan Irian Barat dengan memfokuskan operasi militernya pada laut, melalui tahapan show of forces , operasi amfibi, serta follow up. Sikap dan semangat anti imperialisme dan kolonialisme ini pula menjadi dasar pembentukan Operasi Ganyang Malaysia yang bertujuan untuk menjaga perbatasan dari intervensi lawan. Strategi utama yang dilakukan oleh KKO AL adalah taktik tempur bertahan aktif dengan cara mengadakan penyerangan pre-emptif melalui penyusupan dan sabotase di daerah lawan.

(5)

landasan dasar dalam pengembangan strategi perang dan doktrin militer. Dalam Hanratnas, perang yang dilakukan adalah Perang Rakyat Semesta yang mengharuskan seluruh lapisan rakyat ikut serta. Asumsi dasar doktrin Tri Ubaya Cakti ini kemudian diteruskan dalam doktrin pertahanan TNI ‘Tjatur Darma Eka Karma’ yang intinya adalah sistem Pertahanan dan Keamanan Perang Rakyat Semesta (Perata) sebagai dasar pelaksanaan pertahanan dan keamanan negara. Doktrin ini kemudian berkembang Doktrin Perjuangan TNI/ABRI 1988, Catur Darma Eka Karma, yang menyatakan bahwa politik pertahanan keamanan negara adalah defensive aktif serta preventif aktif. Kemudian pada tahun 1991, doktrin ini berubah lagi menjadi Doktrin Hankam ABRI yang menyatakan bahwa medan pertahanan diproyeksikan dalam tiga lapis yaitu medan pertahanan penyanggah di luar garis batas ZEE, medan pertahanan utama dari garis ZEE hingga laut territorial, dan daerah perlawan yang terletak di wilayah perairan serta daratan Indonesia. Kemudian pada tahun 1994, doktrin ini diperbaharui menjadi Doktrin Sad Daya Dwi Bakti.

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu faktor yang membuat responden mengalami tingkat stress sedang yaitu umur, dimana diketahui bahwa sebanyak (55%) responden berumur 40-45 tahun, hal ini

Metode yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian

Dengan pertimbangan danpersetujuan Kepala ICU, indikasi masuk pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan, dengan catatan bahwa pasien- pasien golongan demikian

Wenning [2], koordinator pada Program Pendidikan Fisika di Illinois State University, USA, mengembangkan sebuah intrumen khusus untuk mengukur literasi sains siswa

Mengingat manfaat tambahan dari informasi yang disampaikan melalui tatap muka, hendaknya dilakukan upaya-upaya yang lebih besar untuk memberikan informasi kepada para

Terdapat berbagai metode yang dapat dimanfaatkan untuk mengukur kualitas proses belajar-mengajar yang berlangsung pada sebuah perguruan tinggi, antara lain dengan

Pada penelitian ini metode yang diusulkan adalah pencarian model yang sesuai sebagai model, dengan tingkat akurasi yang tebaik. Untuk medapatkan hasil performance , dengan

e.. 26 Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian Berdasarkan capaian kinerja sasaran untuk masing-masing kegiatan, dapat dinyatakan bahwa kedua belas