• Tidak ada hasil yang ditemukan

The correlation between the obstructive pulmonary and VO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "The correlation between the obstructive pulmonary and VO"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Tingkat Obstruksi Paru dengan VO

2maks

pada

Penderita penyakit Paru Obstruktif Kronik Menggunakan Uji

Jalan 6 Menit

The correlation between the obstructive pulmonary and VO

2maks

in patients

with Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) in 6 min-walk test

Ika Rosdiana1*

ABSTRACT

Background: Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) is one of leading cause of chronic morbidity and mortality in the developed and developing countries. This study was aimed at investigating the distance in the 6 min walk test and the correlation between FEV1 and FVC using V02maks.

Design and Method: Thirty patients presenting at Poliklinik Paru dr Priyadi Widjanarko, SpP Jalan Pekunden 1 174 A Semarang during May 2004 to January 2005 were subjected to anamnesis and physical examination to diagnose Chronic obstructive pulmonary disease. The mean standard deviation was analyzed. The correlation COPD and V0

2maks were examined using linear regression analysis.

Result: The study showed that 1 out of 30 subjects suffered from COPD did not have a smoking history, with the lowest Brinkman’s Index of 30 and the highest of 2268. The mean of Brinkman’s Index were 565.There was significantly possitive correlation between the means of FEV1 and means V0

2maks (regression coefficient r= 0.503, p < 0.005). There was a significantly possitive correlation between the distance and VO2maks (r = 0.756, (p < 0,005). The correlation between pulmonary obstruction and FVC, was the increase of FEV and FVC values will lead to the increase of V02maks value..

Conclusion: There were positive correlation between distance of 6 min walk test and V02maks value, the longer distance in the 6 min walk test, the higher VO

2maks value (Sains Medika 2 (1): 70-78).

Key word: COPD, VO

2maks ,6 min-walk test

ABSTRAK

Pendahuluan: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit dengan tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi baik di negara industri maupun yang sedang berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran jarak tempuh penderita PPOK menggunakan uji jalan 6 menit dan besarnya hubungan antara FEV1dan FVC hasil pemeriksaan uji faal paru dengan V02maks, yang didapatkan dari uji jalan 6 menit.

Metode Penelitian: Sebanyak 30 pasien pasien penyakit paru yang datang ke Poliklinik Paru dr Priyadi Widjanarko, SpP Jalan Pekunden 1 174 A Semarang pada bulan Mei 2004 sampai Januari 2005, dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan data dasar dan mendukung kearah diagnosis PPOK. Nilai rata-rata dan standar deviasi hasil penelitian dianalisa secara deskriptif. Besarnya hubungan antara tingkat obstruksi paru penderita PPOK dengan V02maks diuji dengan regresi linear.

Hasil Penelitian: Dalam penelitian ini didapatkan bahwa hanya ada 1 orang penderita PPOK yang tidak merokok sebelumnya dan 29 orang subyek semua adalah perokok dengan index Brikman 33 bervariasi dari ringan sampai berat, Indeks Brikman terendah adalah 30 dan tertinggi adalah 2268. Rata-rata indeks Brikman adalah 565. FEV1 dengan V02maks menunjukkan hubungan positif dengan koefisien regresi (r =0.503) dan hubungan tersebut bermakna secara statistik (p < 0,005). Jarak tempuh yang diperoleh saat uji jalan 6 menit dengan V02maks berhubungan positif (r = 0.756 ), dan hubungan tersebut bermaksna secara statistik (p < 0,005). Hubungan antara tingkat obstruksi paru dengan VO2maks, yaitu semakin tinggi nilai FEV1 dan FVC, maka nilai VO2maks akan makin tinggi.

Kesimpulan: Jarak tempuh saat uji jalan 6 menit dengan VO2maks berhubungan secara positif bermakna, sehingga semakin panjang jarak tempuh saat uji jalan 6 menit maka akan semakin tinggi VO2maks (Sains Medika 2(1): 70-78).

Kata kunci:PPOK, VO2maks,jalan 6 menit

(2)

PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) menurut American Thoracic Society (ATS)

adalah penyakit paru kronis yang ditandai adanya keterbatasan aliran udara saluran

nafas karena penyakit bronkhitis kronis dan atau emfisema paru, Keterbatasan aliran

udara saluran nafas ini bersifat progresif disertai hiperaktifitas bronkhus dan bersifat

irreversible atau parsial reversihle (American Thoracic Society, 1995).

PPOK merupakan penyakit dengan tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi baik di

negara industri maupun yang sedang berkembang. Di Indonesia belum ada data yang jelas

tentang insiden PPOK, tetapi Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI 1992 menyebutkan

bahwa angka kematian akibat penyakit bronkhitis kronis, emfisema paru dan asma

bronkhial menduduki peringkat ke 6 dari sebab kematian terbanyak di Indonesia (Tan,

1998). PPOK berhubungan dengan beberapa faktor risiko yang cukup hanyak dan makin

meningkat di Indonesia seperti asap rokok, polusi udara yang ada di kota-kota besar,

daerah industri, pertambangan dan kebakaran hutan, sehingga diperkirakan jumlah

kasus PPOK pun akan semakin meningkat tajam di masa-masa yang akan datang.

Penderita PPOK mempunyai kecendrungan mengurangi aktifitas untuk

menghindari terjadinya dyspneu. Selain itu sering terjadi penurunan berat badan oleh

karena bertambahnya energi expenditure untuk bernafas meskipun dalam keadaan

istirahat sehingga kebutuhan kalori meningkat sedangkan masukan kalori berkurang

karena sesak waktu makan. Keadaan ini akan menyebabkan berkurangnya kekuatan

otot, baik ekstremitas maupun otot-otot pernafasan, sehingga akan terjadi keadaan

deconditioning syndrome yang makin lama makin berat. Akhirnya penderita akan masuk

pada lingkaran masalah yang tak putus-putus mulai dari sesak yang berkepanjangan,

inaktifitas, dekondisi dan diikuti oleh depresi (Watchie, 1995).

Pemeriksaan fungsi paru dengan uji spirometri merupakan pendekatan yang paling

sensitif untuk menegakkan diagnosis, menilai perkembangan dan perjalanan penyakit serta

menetapkan prognosis. Dengan uji spirometri akan diketahui seberapa berat tingkat

obstruksi paru penderita PPOK dengan beberapa parameter penilaian fungsi paru, antara

lain adanya Forced Expiracy Volume / FEV

1 <80% dan rasio antara Forced Expiracy Volume

terhadap Forced Vital Capacity < 75% (FEV

1 /FVC<75%) (Global Initiative for Chronic

(3)

Peningkatan kemampuan fisik, melalui latihan yang tepat dan teratur, walaupun

dengan oksigen yang rendah akan meningkatkan kapasitas fisik penderita dalam

melakukan aktifitas hidup sehari-hari. Kapasitas fungsional ini dapat dibuktikan dengan

pengukuran V02maks, dimana parameter ini merupakan volume maksimum oksigen yang

dikonsumsi oleh tubuh per menit selama melakukan aktifitas fisik. Konsumsi oksigen

berhubungan langsung dengan energi expenditure, sehingga pada saat mengukur konsumsi

oksigen secara tidak langsung akan mengukur kapasitas fungsional individu dalam

melakukan aktifitas (Bahar, 2001). Penilaian V02maks, digunakan untuk penilaian awal

sebelum dilakukan intervensi terapi dan untuk menetapkan dosis latihan pada penderita

dengan PPOK. Nilai V02maks juga dapat dipakai sebagai salah satu monitor hasil

pengobatan. Salah satu cara yang sederhana dan effektif untuk menilai V02maks pada

penderita PPOK adalah menggunakan jarak tempuh dengan uji jalan 6 menit, yang

merupakan salah satu uji latih kardiorespirasi yang sederhana dan tanpa peralatan

khusus serta bisa dilakukan dimana saja dengan akurasi yang tidak jauh berbeda dengan

menggunakan treadmill yang mempunyai akurasi paling tinggi dalam memprediksi V02

maks (Marino & Bruno, 1997). Kapasitas fungsional atau V02maks, yang didapatkan dari uji

jalan 6 menit juga memungkinkan untuk dipergunakan sebagai nilai prediksi derajat

berat ringannya tingkat obstruksi paru seorang penderita PPOK, sehinggga untuk pusat

pelayanan kesehatan yang tidak tersedia alat spirometer dapat diperkirakan tingkat

obstruksi paru penderita PPOK dengan cara yang murah dan sederhana. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui gambaran jarak tempuh penderita PPOK menggunakan uji

jalan 6 menit dan besarnya hubungan antara FEV1dan FVC hasil pemeriksaan uji faal

paru dengan V0

2maks, yang didapatkan dari uji jalan 6 menit.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain studi belah lintang

(cross sectional), untuk melihat hubungan antara tingkat obstruksi penderita PPOK dengan

V0

2maks menggunakan uji jalan 6 menit. Penelitian dilakukan di Poliklinik Paru dr Priyadi

Widjanarko, SpP Jalan Pekunden 1 174 A Semarang pada bulan Mei 2004 sampai Januari

2005. Sampel penelitian sebanyak 30 orang merupakan pasien penyakit paru yang

(4)

didiagnosis PPOK sebelumnnya (dari Catatan Medis), jenis kelamin laki-laki, FEV1 < 80%

prediksi normal, tidak sedang eksaserbasi akut saat penelitian, tidak ada perubahan

obat-obatan selama 4 minggu terakhir dan tetap minum obat sesuai advis dokter Spesialis

Paru, umur 50-75 tahun, kooperatif dan bersedia ikut dalam penelitian serta sanggup

melakukan uji jalan 6 menit dengan menandatangani informed consent setelah diberi

pengertian dan penjelasan, serta dapat berjalan secara mandiri tanpa alat bantu.

Sedangkan kriteria eksklusi adalah: menderita kelainan kardiovaskuler (dari catatan

medik Klinik Paru dr Priyadi. SpP), menderita gangguan neuromuskuloskeletal, sedang

dalam pengobatan spesifik, dan subyek menolak mengikuti penelitian. Pasien yang

mengundurkan diri atau tidak sanggup melanjutkan uji jalan selama 6 menit akan di

drop out menjadi sampel penelitian.

Persetujuan Subyek

Setelah dilakukan pemeriksaan untuk menentukan apakah masuk dalam kriteria

inklusi, subyek diberi penjelasan tentang PPOK dan uji jalan 6 menit, kemudian ditanya

apakah bersedia untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian, selanjutnya dijelaskan jalannya

penelitian. Subyek yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian menandatangani

Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent).

Pengumpulan Data Karakteristik Subyek

Setelah Informed Consent ditandatangani, dilakukan pengumpulan data

karakteristik subyek antara lain: umur, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan,

pekerjaan, kebiasaan merokok, berat badan, dan tinggi badan.

Pemeriksaan Fisik dan Perlakuan

Terhadap subyek penelitian, dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik untuk

mendapatkan data dasar dan mendukung ke arah diagnosis PPOK. Anamnesis tentang

riwayat merokok, riwayat terpapar zat iritan yang bermakna di tempat kerja atau lingkungan

tempat tinggal, infeksi saluran nafas yang berulang, batuk berulang dengan atau tanpa

dahak dan sesak dengan atau tanpa bunyi mengi.

(5)

Puffer atau gambaran Blue Bloater. Palpasi adanya Stem fremitus melemah dan sela iga

yang melebar. Perkusi didapatkan adanya hipersonor, batas jantung mengecil dan hepar

terdorong kebawah. Pada auskultasi terdengar suara dasar vesikuler melemah, adanya

ronkhi, suara hantaran dan ekspirasi yang memanjang.

Selanjutnya pada subyek dilakukan pemeriksaan penunjang dengan menggunakan

Spirometer dengan tujuan untuk mendukung diagnosa PPOK dan mengetahui 26 tingkat

obstruksi paru subyek sesuai nilai Forced Expiration Volume 1 second (FEV1) dan Forced

Vital Capacity (FVC). Uji spirometri dilakukan dengan spirometer Vilalograph Spirotrac IV.

KemudIan subyek diminta untuk melakukan uji jalan 6 menit. Sebelumnya dilakukan

pemeriksaan tekanan darah dan nadi. Subyek mulai berjalan secepat mungkin semampu

subyek dengan didampingi oleh peneliti atau fisioterapis selama 6 menit dan boleh berhenti

berjalan jika lelah atau sesak untuk beristirahat dan kemudian melanjutkan uji jalan sampai

tercapai waktu 6 menit. Subyek diberi semangat saat uji berjalan dengan kata-kata yang

memberi semangat seperti: “Ayo... cepat Pak / Bu...!”. Tekanan darah dan nadi diperiksa

ulang, kemudian diukur jarak tempuh yang didapatkan setelah berjalan selama 6 menit.

Analisis Data

Nilai rata-rata dan standar deviasi hasil penelitian dianalisa secara deskriptif.

Besarnya hubungan antara tingkat obstruksi paru penderita PPOK dengan V0

2maks diuji

dengan regresi linear.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Umum Subyek

Jumlah subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan mengikuti penelitian sebanyak

30 orang. Semua subyek telah memiliki data radiologis thoraks sebelum berpartisipasi dalam

penelitian, dengan karakteristik disajikan pada Tabel 1.

(6)

Dalam penelitian ini didapatkan bahwa hanya ada 1 orang penderita PPOK yang

tidak merokok sebelumnya dan 29 orang subyek semua adalah perokok dengan index

Brikman 33 bervariasi dari ringan sampai berat (Tabel 2). Indeks Brikman terendah

adalah 30 dan tertinggi adalah 2268. Rata-rata indeks Brikman adalah 565.

Tabel 2. Karakteristik indeks Brikman

Karakteristik Hasil Uji Faal Paru/ Uji Spirometri dan Uji Jalan 6 menit

Semua subyek melakukan uji faal paru dengan forced manuver menggunakan

Spirometer Vilalograph Spirotrac IV dengan hasil disajikan pada Tabel 3, sedangkan

karakteristik hasil uji jalan 6 menit dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3. Data Karakteristik FEV1, FVC dan Rasio FEV1/FVC.

Tabel 4. Data Karakteristik Jarak tempuh dan V02maks

Hubungan Hasil Uji Spirometri dengan V02maks

FEV

1 dengan V02maks menunjukkan hubungan positif dengan koefisien regresi

r =0.503 dan hubungan tersebut bermakna secara statistik (p < 0,005). Hal ini menunjukkan

bahwa meningkatnya nilai FEV

1 akan meningkatkan nilai V02maks. Demikian juga antara

FVC dengan V0

2maks menunjukkan hubungan yang positif (r = 0.493) dan bermakna secara

statistik (p < 0,005), sehingga peningkatan nilai FVC diikuti dengan peningkatan nilai

V0

2maks.

Jarak tempuh yang diperoleh saat uji jalan 6 menit dengan V0

(7)

positif (r = 0.756 ), dan hubungan tersebut bermaksna secara statistik (p < 0,005). Hal ini

menunjukkan bahwa meningkatnya jarak tempuh yang diperoleh saat uji jalan 6 menit

akan meningkatkan nilai V02, sehingga jarak tempuh yang dicapai saat uji jalan 6 menit

dapat digunakan untuk memprediksi nilai V02maks.

PEMBAHASAN

Karakteristik Subyek

Pada penelitian ini, sampel yang diambil adalah penderita PPOK laki-laki yang masuk

dalam kriteria inklusi. Pemilihan subyek laki-laki berdasarkan pertimbangan bahwa merokok

yang merupakan faktor risiko dominan terjadinya PPOK, di Indonesia merokok masih

didominasi oleh kaum laki-laki, dan nilai VO2 maks untuk laki-laki sekitar 15-20% lebih tinggi

dari wanita (Tan, 1998). Oleh karena itu, peneliti memisahkan jenis kelamin untuk

menghindari bias pada penelitian ini.

Merokok merupakan faktor risiko dominan pada penderita PPOK (American Thoracic

Society, 1995; Consuelo, 1988; Marshik, Hunter & King, Mohsentifar & Ansari, 2005; Tan,

1998). Merokok berpengaruh menurunkan sebagian besar pertahanan yang penting dari

paru. Makrofag di paru berfungsi sebagai pembersih partikel-partikel yang masuk dalam

tubuh melalui jalan nafas. Dalam keadaan normal makrofag mempunyai metabolisme

endogen dengan aktifitas yang tinggi dan mempunyai kadar enzim yang tinggi. Asap

tembakau dan nikotin akan memakan makrofag di paru. Enzim-enzim spesifik yang

berfungsi sebagai energi untuk memfagositosis akan ditekan oleh asap rokok. Selain itu

asap rokok berpengaruh menghambat transport mukosilia yang menyebabkan penderita

rentan mengalami infeksi di saluran nafas. Asap rokok juga menghasilkan bahan oksidan

yang akan mengaktifkan α-1protease inhibitor, sehingga tidak dapat mencegah

kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh enzim clastase yang berasal dari sel-sel netrofil. Dengan

bertambahnya usia maka kesempatan untuk terpapar faktor risiko akan semakin tinggi.

Indeks Brikman adalah suatu instrumen yang sering digunakan untuk menilai derajat

berat merokok seseorang. Dalam penelitian ini, 43.3% merupakan perokok berat sesuai

dengan indeks Brikman (>600) tidak jauh berbeda dengan Tianusa (2003) yang

mendapatkan 50% dari subyek PPOK yang diteliti adalah perokok berat sesuai dengan

(8)

Karakteristik Hasil Uji Spirometri dan Hubungan dengan VO2maks

Sebanyak 40% subyek mengalami PPOK sedang, sedangkan sisanya PPOK berat.

Ketidakmampuan untuk mencapai beban latihan diakibatkan ketidakmampuan paru

untuk menyediakan kebutuhan oksigen yang diperlukan. Pada PPOK kapasitas untuk

meningkatkan ventilasi, perfusi dan diffusi sangat terbatas selama uji jalan 6 menit.

Disamping itu, kebiasaan penderita PPOK dengan aktifitas yang terbatas menyebabkan

keluhan sesak nafas.

Hasil jarak tempuh dari uji jalan 6 menit yang diperoleh digunakan untuk menilai

VO2maks pada penderita PPOK. Prediksi VO2maks dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi

penderita PPOK (Mink, 1997). Pada penelitian ini diperoleh rata-rata VO2maks yang dihitung

dari jarak yang ditempuh selama 6 menit dengan memasukkan faktor usia dan berat badan

subyek adalah 7,51 ml/kgBB/menit, berbeda seperti yang didapatkan oleh Cahalin et al.

(1995) yang mendapatkan rata-rata VO2maks sebesar 9,60 ml/kgBB/menit. Hal ini dikarenakan

subyek pada penelitian ini mempunyai usia rata-rata 66,6 tahun dan berat badan rata-rata

adalah 54,27 kg sedangkan Cahalin et al .(1995) melakukan penelitian pada subyek

dengan rata-rata usia 44 tahun dan berat badan rata-rata adalah 63 kg23. Dalam

perhitungan nilai VO

2maks menunjukkan bahwa makin rendah usia dan makin tinggi berat

badan subyek, maka nilai VO

2maks akan semakin tinggi.

Hubungan positif antara nilai VO

2maks dengan hasil pemeriksaan uji faal paru pada

penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat obstruksi paru

dengan VO

2maks pada penderita PPOK, dimana makin berat derajat obstruksi paru, maka

makin rendah nilai VO

2maks. Nilai FEV1, FVC dan jarak tempuh uji jalan 6 menit secara

bersama-sama merupakan faktor yang sangat berpengaruh untuk menilai VO

2maks pada

subyek dengan PPOK. Ketiga variabel tersebut dapat dijadikan parameter untuk menilai

efektifitas terapi dan mengevaluasi respon penderita terhadap latihan yang diberikan.

KESIMPULAN

Hubungan antara tingkat obstruksi paru dengan VO

2maks yaitu semakin tinggi nilai

FEV

1 dan FVC, maka nilai VO2maks akan makin tinggi. Jarak tempuh saat uji jalan 6 menit

dengan VO

2maks berhubungan secara positif bermakna, sehingga semakin panjang jarak

tempuh saat uji jalan 6 menit maka semakin tinggi VO

(9)

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menilai efektifitas pemberian latihan

pada penderita PPOK dengan VO2maks dan uji jalan 6 menit sebagai parameter dalam

mengevaluasi subyek.

DAFTAR PUSTAKA

American Thoracic Society, 1995, Standards for diagnosis and care of patients with chronic obstructive pulmonary disease.

Bahar, A., 2001, Penyakit paru obstruktif kronik penatalaksanaan secara paripurna, Simposium current diagnosis and treatment.

Cahalin, L., Pappagianopoulos, P., Prevost, S., Wain, J., and Ginns, L., 1995, The relationship of the 6-min walk test to maximal oxygen consumption in transplant candidates with endstage lung disease, Chest Journal, 108: 452-9

Consuelo, G.S., 1988, An introduction to research methods, 2 nd ed., Philippines., Rex printing

company, Inc.

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Dissease, 2003, Pocket guide to COPD diagnosis, management and prevention.

Hunter, M.H., and King, D.E., COPD management of acute axacerbations and chronic stable disease. Medical university of south carolina college of medicine. Charleston, South Carolina, http .www..aafp.org/afp 20010815 603.himl, Dikutip tgl 26.06.2004.

Marino, N., and Bruno, P., 1997, Cardiopulmonary conditions, In: Sports medicine principles of primary care, 1st ed, St Louis : Mosby year book Inc., p. 28.

Marshik, P., Pharm, D., Obstructive pulmonary dissease, University of new Mexico, http: hsc.unm.edu.pharmacy courses medicine%20chem.pharmacology. toxicolology 705.copdashma.pdf, Dikutip tgl 21.2.2004.

Mink, B.D., 1997, Exercise and chronic obstructive pulmonary disease: Moest fitness gains pay big dividens. DiNubile NA, The physician and sport medicine, 25(II).

Seilheimer, D.K., and Borrell, R.M., 1985, Pulmonary rehabilitation, Medical Rehabilitation, Halstead LS. Raven press. Newyork, p. 165-77.

Tan, J,C., 1998, Pumonary function tests, In: Practical manual of physical medicine and rehabilitation, St Louis : Mosby year book, p. 68-78; 93.

Tianusa, N., 2003 Hubungan jarak tempuh berjalan dengan kualitas hidup pada penderita penyakit paru obstruktif kronis, Manado : FK Universitas Samratulangi.

Gambar

Tabel 1.Data Karakteristik Umum Subyek
Tabel 2.Karakteristik indeks Brikman

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keputusan konsumen dalam membeli produk laptop merek Acer diantaranya adalah faktor produk, harga, merk dan lokasi toko, disusun tujuan

Sebagai elektrolit, membran fuel cell menjadi sarana transportasi ion hidrogen yang dihasilkan oleh reaksi anoda menuju katoda, sehingga reaksi pada katoda yang

Berdasarkan latar belakang tersebut dan tingginya jumlah wanita yang menderita kanker leher rahim penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang faktor- faktor

[r]

45 yang dimana mereka tidak menetap agamanya, seperti halnya pada saat pendeta atau ustad yang datang ke Desa Petani tersebut untuk datang penyuluhan agama maka

Peradaban baru berpengaruh terhadap kebutuhan. Kebutuhan pada masa primitif jika dibandingkan dengan kondisi masyarakat kita yang sudah mengenal peradaban yang lebih

cara yang sangat baik untuk mewujudkannya, dan mewakili suatu bentuk dari

Kegiatan Usaha Bergerak dalam bidang industri spare parts kendaraan bermotor khususnya pegas Jumlah Saham yang ditawarkan 210.000.000 Saham Biasa Atas Nama dengan Nilai Nominal