• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perdarahan Intraserebral (SICH) - Hubungan Perdarahan Intraventrikel Terhadap Mortalitas 30 Hari Penderita Perdarahan Intraserebral Spontan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perdarahan Intraserebral (SICH) - Hubungan Perdarahan Intraventrikel Terhadap Mortalitas 30 Hari Penderita Perdarahan Intraserebral Spontan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perdarahan Intraserebral (SICH)

(2)

Selain beberapa faktor prognosis diatas, dikenal juga istilah END (early neurological deterioration), yang terjadi pada 20% hingga 40% penderita SICH,

dan berhubungan dengan prognosis yang buruk (Lisk et al., 1994). Prediktor independen dari END antara lain suhu tubuh, hitung neutrofil, dan kadar fibrinogen plasma yang tinggi. Hipertermia merupakan dampak dari reaksi fase akut dan inflamasi. Kadar fibrinogen mencerminkan aktivasi mekanisme inflamasi yang menyebabkan kerusakan jaringan di sekitar hematoma.

Secara klinis mayoritas penderita SICH datang dengan penurunan kesadaran akibat peningkatan ICP dan atau penekanan langsung atau distorsi thalamus atau RAS (Reticular Activating System) di batang otak. Presentasi klinis penderita SICH disamping penurunan kesadaran tergantung dari lokasi hematoma.

Tabel 1. Tabel karakteristik klinis penderita SICH berdasarkan lokasi perdarahan

Jenis perdarahan

Lokasi Tampilan klinis

Supratentorial Putaminal

Thalamic

Hemiparesis dan hemisensory loss, hemianopia & disfasia (apabila hemisfer dominan terlibat), deviasi konjugat ke sisi yang mengalami perdarahan)

(3)

Infratentorial

Occipital: nyeri bola mata ipsilateral & defisit lapangan pandang; temporal: disfasia, ganguan lapangan pandang & nyeri telinga; frontal: nyeri kepala & hemiparesis; parietal: nyeri kepala di temporal anterior & hemisensory loss

Mual muntah yang mendadak, ataksia, nistagmus, dismetria, kelemahan otot wajah Bila berukuran kecil, dapat menyebabkan paralisis dan dapat berhubungan dengan pergerakan bola mata (lock-in state), bila berukuran besar dapat menyebabkan koma, kuadriplegia, rigiditas deserebrasi & pupil yang pinpoint

Meningismus & penurunan kesadaran

(4)

hematoma intraventrikel akan mengurangi respons inflamasi, hidrosefalus dan defisit fungsional jangka panjang.

B. Patofisiologi SICH

Efek ICH terhadap jaringan otak bersifat bifasik. Pada fase awal, cedera terjadi akibat efek massa dari hematoma (Aronowski et al., 2005). ICH menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial/ intracranial pressure (ICP), yang kemudian akan menyebabkan herniasi transtentorial (Badjatia et al., 2005). Pada fase berikutnya melibatkan faktor-faktor komponen darah yang sifatnya merusak, infiltrasi sel-sel imun sistemik ke dalam jaringan otak, aktivasi mikroglia, dan proses apoptosis yang diinduksi oleh hematoma, kerusakan progresif dari sawar darah otak/ blood brain barrier (BBB) dan meningkatnya edema otak (Xi et al., 1998; Xue et al., 2003; Wang et al., 2005; Felberg et al., 2002; Qureshi et al., 2001).

Respons inflamasi pada SICH ditandai dengan aktivasi sel-sel imun lokal seperti sel mikroglia. Proses inflamasi akut dapat terlihat dalam 4 jam setelah ICH pada model hewan coba, dan reaksi inflamasi lokal ini berperan dalam kerusakan otak (Wang et al., 2007). Leukosit yang berasal dari sirkulasi darah merupakan sumber utama dari kerusakan yang terjadi. Infiltrasi dari sel-sel imun yang bersirkulasi sistemik ini memperburuk kerusakan BBB. Hal ini menyebabkan terjadinya edema (Aronowski et al., 2005; Gong et al., 2000; Ma et al., 2011).

(5)

molecule-1 (sICAM-1), soluble endothelial selectin (sE-selectin), dan soluble platelet selectin (sP-selectin) yang mengikat leukosit-leukosit yang ada didalam

sirkulasi sehingga leukosit-leukosit tersebut melakukan migrasi kedalam daerah otak yang telah mengalami iskemia (Yilmaz et al., 2008). Molekul adhesi seperti sICAM-1 dan soluble vascular cell adhesion molecule-1 (sVCAM-1) merupakan parameter pro-inflamasi terhadap terjadinya aktivasi sistem imun (Bevilacque et al., 1993). Peranan molekul-molekul adhesi ini sebenarnya dalam kondisi fisiologis adalah mengatur kontak antar sel (Springer, 1990). Pengerahan dari sel-sel mononuklear yang berada di sirkulasi perifer merupakan langkah penting pada awal terjadinya inflamasi di otak (Hafler & Weiner, 1989). Molekul-molekul adhesi ini juga berperan dalam kondisi patologis seperti pada penyakit serebrovaskular (Endres et al., 1997). sICAM-1 dan sVCAM-1 dilaporkan meningkat kadarnya didalam cairan serebrospinal/ cerebrospinal fluid (CSF) yang diperoleh dari dalam ventrikel pada penderita SICH, yang berhubungan dengan hasil akhir yang buruk (Kraus et al., 2002).

(6)

Meskipun EVD dianggap sebagai pertolongan pertama pada kelompok penderita IVH yang mengalami hidrosefalus akut, ternyata tidak didapatkan hubungan antara peningkatan ICP atau kontrol ICP terhadap perburukan atau perbaikan neurologis (Adams et al., 1998). Peningkatan ICP pada IVH kemungkinan juga disebabkan oleh hal-hal lain disamping akibat hidrosefalus akut (Coplin et al., 1998).

Seringkali terdapat asumsi bahwa koma ataupun kematian yang terjadi pada penderita IVH merupakan akibat dari peningkatan ICP yang akut yang kemudian mencederai reticular activating system (RAS) atau menyebabkan gangguan perfusi otak. Meskipun volume IVH yang lebih besar dan derajat dilatasi ventrikel yang lebih berat pada pemeriksaan CT scan awal berhubungan dengan hasil akhir yang buruk, tidak dijumpai hubungan antara ICP terhadap hasil akhir penderita IVH (Diringer et al., 1998).

C. Sistem Ventrikel

(7)

lokasinya cukup dalam dari permukaan otak yang berdekatan dengan ventrikel juga dapat ruptur mengisi ke ruang ventrikel dan mengganggu regulasi tekanan intrakranial. Rupturnya darah ke dalam ventrikel akan menimbulkan penurunan kesadaran secara klinis dan seringkali menyebabkan kematian (Qureshi et al., 1995).

Fasilitas pemeriksaan CT scan dan ICP monitoring kini memungkinkan pengukuran IVH baik secara kuantitatif serta efeknya terhadap ICP (Graeb et al., 1982; Naff et al., 2000; Zimmerman et al., 2006; Janny et al., 1982). Meskipun penatalaksanaan IVH secara akademis dilakukan dengan melakukan kontrol ICP dan drainase IVH hingga sistem ventrikel lancar kembali, hingga saat ini belum ada penelitian randomized control trial (RCT) dalam skala besar yang menguji manfaat dari tindakan tersebut (Broderick et al., 2007; Steiner et al., 2006).

D. Dinamika CSF pada IVH

(8)

utama dalam terjadinya hidrosefalus, tetapi ada faktor-faktor lain seperti komposisi biokimiawi jaringan periventrikel terhadap proses terjadinya dilatasi sistim ventrikel.

E. Mekanisme Kerusakan Otak Akibat IVH

(9)

F. Penatalaksanaan IVH: Alasan Rasional dan Evidence Based

Usaha mengobati IVH pada awalnya difokuskan untuk mengurangi ICP yang meningkat. Alasan pengobatan IVH ini cukup beralasan, karena ICP yang tinggi akan mengakibatkan herniasi dan iskemia, yang merupakan dua dampak yang sering terjadi pada IVH. Meskipun demikian, beberapa laporan menunjukan bahwa pengelolaan ICP yang dilakukan tidak memberikan perbaikan kesadaran dan fungsional ataupun mortalitas (Adams & Diringer, 1998; Misra et al., 2005). Sementara itu, penelitian lain melaporkan bahwa pengendalian ICP mampu memperbaiki gejala-gejala herniasi dan memperbaiki hasil akhir (Qureshi et al., 2000). Penelitian yang dilakukan dalam skala besar seperti STICH dan FVIIa, NovoSeven tidak memberikan pernyataan spesifik mengenai tindakan evakuasi IVH maupun target pengendalian ICP. Pada CLEAR IVH trial dilaporkan bahwa pengobatan IVH dengan memberikan r-TPA melalui kateter mampu mengurangi mortalitas. Evakuasi hematoma diharapkan mampu mengurangi cedera sekunder akibat efek negatif dari hematoma tersebut. Secara biologis diperkirakan tindakan tersebut mampu memblokir aktivasi inflamasi dan kematian sel yang diperantarai oleh aktivasi trombin, pembersihan dari sisa-sisa besi bebas, dan meningkatkan fagositosis dari eritrosit yang mengalami pembekuan (Xi et al., 1998; Xi et al., 2006; Zhao et al., 2007).

(10)

menyuntikan obat-obat trombolitik. Metode langsung adalah dengan melakukan kraniotomi untuk menciptakan akses ke ventrikel lateralis untuk mengangkat hematoma dibawah visualisasi langsung. Metode tidak langsung merupakan metode yang kurang invasif, tetapi cukup sulit untuk mengidentifikasi sumber perdarahan. Akses transkortikal untuk mencapai ventrikel lateralis terdiri dari beberapa approach: frontal, temporal, parietal dan occipital (Piepmeier et al., 1993; Timurkaynak et al., 1986). Pengangkatan hematoma menggunakan frontal approach menuju kornu inferior sangat sulit. Jarak antara kornu posterior melalui parietal approach cukup jauh dan cukup sulit untuk melakukan pengangkatan hematoma melalui kornu anterior dan inferior. Temporal approach sangat bermanfaat untuk pengangkatan hematoma di kornu inferior, tetapi tidak dapat mengkonfirmasi lesi yang berada di kornu anterior. Occipital approach cukup baik untuk mencapai kornu posterior karena pada ventrikel yang dilatasi, jarak tersebut cukup pendek dan memungkinkan untuk menilai seluruh bagian dari ventrikel lateralis. Dikenal juga high occipital approach yang dinilai lebih baik karena jarak dengan kornu posterior lebih dekat dibandingkan dengan occipital approach (Onoda et al., 2001).

(11)

membeku (clotting). Untuk menghindari hal tersebut, beberapa ahli menggunakan obat-obat fibrinolitik seperti urokinase.

Disamping pemasangan EVD dan tindakan operasi, dikenal juga metode lain untuk melakukan pengangkatan IVH, yakni aspirasi dengan endoskopi (Chen et al., 2011; Hamada et al., 2008; Longatti et al., 2005; Nishikawa et al., 2007; Nishikawa et al., 2008; Zhang et al., 2007). Dengan tehnik ini juga dikenal penggunaan rigid dan flexible instument dengan segala kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pada tehnik ini, keberhasilan atau hasil akhir sangat dipengaruhi oleh ada tidaknya sisa IVH di akuaduktus syilvii dan ventrikel IV (Saphiro et al., 1994).

G. Hipertensi dan Hasil Akhir Penderita ICH

Tekanan darah seringkali mengalami peningkatan pada penderita yang mengalami ICH. Mekanisme patofisiologi yang melandasi terjadinya peningkatan tekanan darah ini adalah akibat respons stress tubuh melalui sistem neuroendokrin (sistem saraf simpatik, aksis renin-angiotensin, atau sistem glukokortikoid) dan akibat respons peningkatan tekanan intrakranial. Secara teoritis, hipertensi juga berperan dalam meluasnya hematoma intraserebral, edema perihematoma, dan terjadinya perdarahan ulang yang pada akhirnya memberikan hasil akhir yang buruk bagi penderita SICH.

(12)

sistolik antara 150 hingga 220 mm Hg cukup aman apabila dilakukan penurunan tekanan darah yang akut hingga 140 mm Hg (Class IIa; Level of Evidence: B).

Apabila tekanan darah sistolik > 200 mm Hg atau MAP diatas 150 mm Hg, maka penurunan tekanan darah yang agresif menggunakan antihipertensi intravena yang diberikan melalui infus kontinyu dapat diberikan dengan melakukan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit. Apabila tekanan darah sistolik > 180 mm Hg atau MAP diatas 130 mm Hg kemungkinan besar terjadi peningkatan ICP yang perlu dimonitor dan dilakukan penurunan tekanan darah dengan antihipertensi intravena yang diberikan secara intermiten untuk mempertahankan CPP ≥ 60 mm Hg. Apabila tekanan darah sistolik > 180 mm Hg

atau MAP diatas 130 mm Hg kemungkinan besar terjadi peningkatan ICP yang perlu dimonitor dan dilakukan penurunan tekanan darah dapat diberikan lebih bertahap misalnya dengan target MAP 110 mm Hg atau tekanan darah 160/ 90 mm Hg menggunakan antihipertensi intravena kontinyu dengan melakukan pengukuran ulang setiap 15 menit (Class C).

H. SICH dan Koagulopati

(13)

Koagulopati atau gangguan perdarahan hanya terjadi pada sebagian kecil penderita, tetapi merupakan faktor risiko yang bermakna terhadap terjadinya SICH. Kondisi seperti hemofilia dan leukemia akut berhubungan dengan trombositopenia, perdarahan intrakranial masif yang sering menjadi penyebab utama kematian (Kerr, 1964; McCormick & Rosenfield, 1973).

Proses koagulasi dan hemostasis yang dimediasi trombosit merupakan dua mekanisme pertahanan terhadap perdarahan. Kaskade koagulasi segera dikerahkan setelah terjadi kontak langsung antara darah dengan lapisan endotel yang mengalami cedera. Respons kaskade koagulasi idealnya berkoordinasi dengan pembentukan plak trombosit yang awalnya menutup lesi pada pembuluh darah. Di susunan saraf pusat, ketidakseimbangan antara sistim yang pro- dengan anti-koagulan akibat faktor yang didapat maupun yang diturunkan dapat menyebabkan kelainan trombosis ataupun perdarahan.

Koagulopati dapat menyebabkan perdarahan intrakranial dibagi menjadi kelainan yang didapat dan kelainan kongenital. Koagulopati yang didapat pada umumnya merupakan akibat dari obat-obat seperti aspirin, antikoagulan, dan agen trombolitik. Koagulopati yang didapat yang lain antara lain akibat: 1) neoplasma; 2) ITP (Idiopathic Trombositopenic Purpura) dan 3) Trombositopenia yang disebabkan oleh alkohol, kelainan hepar dan ginjal, maupun obat-obat yang lain. Kelainan kongenital yang dapat menyebabkan SICH antara lain hemofilia A, hemofilia B, dan penyakit jarang yang lainnya.

(14)

irreversible sehingga mengurangi produksi platelet agreggant alami thromboxane A2 (Vane, 1971). Inhibisi ini membuat aspirin menjadi agen antiplatelet yang sangat baik secara klinis. Pada pasien-pasien yang menderita infark miokard akut dan penyakit oklusi kardiovaskular, obat aspirin mengurangi risiko infark miokard non fatal, stroke non fatal, dan kematian yang disebabkan oleh penyakit vaskular. Aspirin juga dapat mengurangi serangan infark miokard pertama pada pria (Gaziano et al, 2000).

Physician’s Health Study melaporkan terdapat 23 kasus stroke hemoragik

pada 11,037 penderita yang mengkonsumsi aspirin dosis rendah (325 mg setiap harinya) dibandingkan dengan 12 stroke hemoragik pada 11,034 pasien yang menerima plasebo ( Steering Committee of the Physicians’ Health Study Research

Group, 1996).

SICH yang disebabkan oleh antikoagulan terjadi sekitar 10% hingga 20% ( Kase, 1986; Mohr et al., 1978; Yarnell & Earnest, 1976)

Lokasi perdarahan pada penderita yang mengkonsumsi antikoagulan sebagaian terjadi di intraserebral, dan hanya sebagian kecil bermanifestasi sebagai perdarahan subdural (Subdural hemorrhage/ SDH). Target INR 2.5 hingga 4.5 pada pengobatan antikoagulan meningkatkan risiko tahunan SICH sebesar tujuh hingga sepuluh kali pilat (Hart et al, 1995)

(15)

radiologi pertama kali (Hart et al., 1995). Angka mortalitas SICH akibat antikoagulan adalah 60% (Hart et al., 1995).

Mekanisme terjadinya SICH akibat antikoagulan masih belum jelas. Pada pemeriksaan autopsi pada penderita lansia yang memiliki riwayat hipertensi sering didapati pengumpulan hemosiderin yang menunjukan adanya vaskulopati pembuluh darah berkaliber kecil (Cole & Yates, 1967).

Tabel 2. Uji Tapis Laboratorium untuk kelainan perdarahan

Pemeriksaan Laboratorium Kelainan Perdarahan Hitung dan apusan darah tepi

Hitung trombosit Masa perdarahan

PT

aPTT

TT atau Fibrinogen

Anemia, leukemia, DIC Trombositopenia

Interaksi antara trombosit dan pembuluh darah

Penggunaan warfarin, defisiensi faktor I, II, V, VII dan X

Penggunaan heparin; defisiensi seluruh faktor koagulasi, terutama faktorVIII & IX, kecuali faktor VII

Penggunaan heparin; FDP;

hipofibrinogenemia atau

(16)

I. Tindakan Operasi Kraniotomi Evakuasi Pada Penderita SICH

Hingga saat ini manfaat tindakan operasi dikatakan belum jelas terlihat (Class IIb; Level of Evidence: C), kecuali pada penderita yang mengalami perdarahan di serebelum yang mengalami deteriorasi neurologis atau mengalami penekanan batang otak dan/ atau yang mengalami hidrosefalus akibat obstruksi sistem ventrikel, perlu dilakukan evakuasi hematoma sesegera mungkin (Class I; Level of Evidence: B). Tindakan pertolongan pertama pada kelompok penderita diatas hanya dengan melakukan pemasangan EVD saja tanpa melakukan evakuasi hematoma, tidak dianjurkan (Class III; Level of Evidence: C). Pada penderita yang mengalami perdarahan lobar > 30 mL dan lokasinya 1 cm dari permukaan korteks maka perlu dipertimbangkan untuk kraniotomi evakuasi hematoma (Class IIb; Level of Evidence: B).

J. Tindakan Hemikraniektomi Dekompresi pada SICH

(17)

dengan melakukan pembukaan tulang kepala dan tulang tersebut tidak dikembalikan/ disimpan untuk sementara waktu untuk memberikan waktu bagi otak yang sedang mengalami edema untuk mendapatkan penambahan ruang, sehingga tidak terjadi pergeseran jaringan otak didalam kranium yang dapat menyebabkan herniasi yang mengancam jiwa. Disamping memberikan manfaat untuk mengurangi ICP yang tinggi, prosedur ini juga dapat meningkatkan compliance jaringan otak, cadangan oksigen otak, dan perfusi otak (Aarabi, 2006;

Kontopoulos, 2002; Schaller, 2003). Prosedur ini lebih banyak digunakan pada kasus cedera kepala berat, perdarahan subarachnoid yang hebat akibat ruptur aneurisma dan pada infark serebri yang berat. Sedangkan penggunaan prosedur in ipada kasus SICH masih jarang. Meskipun demikian, hemikraniektomi dekompresi dilaporkan dapat meningkatkan hasil akhir pada model ICH hewan (tikus), dan beberapa penelitian juga melaporkan manfaat prosedur ini pada SICH yang luas (Marinkovic, 2009; Dierssen, 1983; Fung, 2012; Kim, 2009; Ma, 2010; Maira, 2002; Murthy, 2005; Ramnarayan, 2009; Shimamura, 2011; Takeuchi, 2013).

K. Cedera Otak Sekunder pada SICH

(18)

perluasan hematom (Anderson, 2010; Anderson, 2008; Qureshi, 2007; Qureshi, 2011).

Pada hitungan jam setelah terjadinya perdarahan intraserebral, efek massa dari hematoma secara mekanik merusak struktur neuron dan membran sel glia yang berada di sekitarnya, sehingga terjadi influks ion kalsium dan pelepasan neurotransmiter eksitatorik (Xi, 2006). Hal ini menyebabkan nekrosis dan edema sitotoksik (Keep, 2005). Homeostasis menjadi terganggu pada tingkat selular dan proses kerusakan terus berlanjut. Cedera otak sekunder akibat SICH diakibatkan oleh efek toksik selular, disrupsi BBB, edema vasogenik, dan upregulation dari mediator inflamasi (Hwang, 2011).

Aktivasi kaskade koagulasi akan mencetuskan pembentukan trombin (Hwang, 2011). Trombin pada awalnya membatasi perluasan hematoma dan pada konsentrasi yang rendah merangsang heat shock protein dan iron scavanger. Pada konsentrasi yang tinggi seperti pada SICH, trombin akan menginisiasi beberapa jalur yang sifatnya destruktif (Hua, 2009).

Trombin merangsang sel glia untuk memproduksi sitokin-sitokin inflamasi. Upregulation TNF-α akibat disrupsi integritas BBB, apoptosis, dan recruitment mediator-mediator pro-inflamasi (Barone, 1999; Hua, 2007).

Upregulation beberapa MMP menyebakan terjadinya degradasi matriks

ekstraselular (Giancotti, 1999; Hwang, 2011).

(19)

hipoperfusi regional akibat penekanan pembuluh-pembuluh darah disekitarnya (Thiex, 2007). Hal ini akan menyebabkan gangguan pembentukan adenosine triphosphate, gangguan regulasi ion dan neurotransmiter, dan pembentukan radikal bebas (Siesjo, 1988).

kaskade komplemen yang diinisiasi oleh trombin meningkatkan migrasi sel inflamasi melalui anafilatoksin dan destruksi selular secara langsung melalui membrane attack complex. Lisis sel-sel endotel melalui membrane attack complex

pada akhirya menyebabkan disrupsi BBB lebih lanjut (Hua, 2000). Besi yang dilepaskan dari lisis sel darah merah dan radikal bebas yang dihasilkan oleh sel-sel inflamasi akan menghasilkan stres oksidatif, yang kemudian menyebabkan kematian sel dan kerusakan BBB lebih lanjut (Babu, 2012; Hwang, 2011).

(20)

klinis dan menunjukan bukt-bukti pemulihan spontan (Leonardo, 2012; Grasso, 2009; Hua, 2006; Hua, 2000).

Referensi

Dokumen terkait

1 Saya adalah satu-satunya pengarang/penulis Hasil Kerja ini; 2 Hasil Kerja ini adalah asli; 3 Apa-apa penggunaan mana-mana hasil kerja yang mengandungi hakcipta telah dilakukan

Berdasarkan penilaian petani dan pemilik penggilingan beras pada saat temu lapang/panen bahwa varietas Inpari 4 lebih sesuai untuk dikembangkan sebagai varietas untuk

 Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1988 tentang Pembentukan Perusahaan Daerah Aneka Usaha Provinsi Kalimantan Barat dan peraturan pelaksana dinyatakan masih berlaku

Gunungkidul sebagai dataran tinggi yang memiliki tingkat polusi cahaya rendah dapat memberikan pemandangan langit malam yang gelap dengan jangkauan pandangan luas

HUBUNGAN KADAR KOLESTEROL TOTAL DENGAN LINGKAR FAIZA INDRADEWA... ADLN Perpustakaan

Semua data yang di proses berasal dari wawancara, observasi, dan dokumentasi tentang implementasi kegiatan keagamaan dalam membentuk perilaku siswa di SMK Islam 1

Hasil pengujian kontrol PID menunjukkan bahwa PID Ziegler Nichols metode osilasi dapat digunakan sebagai kontrol kecepatan motor DC pada alat pemutar gerabah