BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Desain
Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan metode potong
lintang (cross sectional) untuk menilai perbandingan antara cystatin C dan
kreatinin sebagai penanda LFG pada pasien anak dengan PGK .
3.2. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di poliklinik Divisi Nefrologi Anak dan atau ruang
rawat inap bagian anak RSUP Haji Adam Malik Medan. Waktu penelitian
dilaksanakan pada bulan Januari 2016 sampai Maret 2016.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah anak usia antara 2-18 tahun yang datang ke
RSUP Haji Adam Malik Medan. Sampel pada penelitian ini adalah bagian
dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang dipilih secara
consecutive sampling, yaitu: pasien anak usia 2-18 tahun yang datang ke
poliklinik Divisi Nefrologi Anak dan atau dirawat inap di bagian anak RSUP
3.4. Perkiraan Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel uji
kesesuaian berdasarkan rumus Kappa Cohen.43
n =
��
2 1−��2
1
− �
1
−
2
�
+
� 2−� 2� 1−�
n = besar sampel
K = nilai kappa minimal yang dianggap memadai = 0,8
�= prediksi hasil pemeriksaan positif yang sesungguhnya =0,5
d = presisi nilai kappa = 0,2
� = kesalahan yang masih dapat diterima = 0,05
Z�= deviat baku alpha = 1,96
Dengan menggunakan rumus di atas maka didapatkan besar sampel :
n = 36
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria inklusi :
1. Pasien anak yang telah terdiagnosa dengan Penyakit Ginjal
Kronik berdasarkan pemeriksaan klinis , laboratorium atau
3.5.2. Kriteria eksklusi :
1. Pasien dengan gagal ginjal yang sedang dan atau pernah
menjalani dialisa ( terapi pengganti ginjal)
2. Pasien yang sedang menjalani terapi dengan penyakit
keganasan
3. Pasien yang telah menjalani transplantasi ginjal
3.6. Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) / Informed Consent
Persetujuan telah diminta dari subjek penelitian dan orang tua setelah
terlebih dahulu diberikan penjelasan mengenai kondisi penyakit yang dialami
dan pemeriksaan yang akan diobervasi. Formulir persetujuan terlampir.
3.7 Etika Penelitian
Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 3.8.1 Cara Kerja
a. Sampel dipilih secara consecutive sampling dimana pasien
yang masuk ke dalam kriteria inklusi disertakan dalam
b. Pasien dan orang tua diberikan penjelasan dan informed
consent yang menyatakan setuju untuk mengikuti penelitian ini.
c. Data dasar diperoleh berdasarkan riwayat anamnesa dari
keluarga dan status rekam medis, pemeriksaan klinis dan
penunjang (laboratorium, pencitraan) yang mendukung
diagnosa Penyakit Ginjal Kronik
d. Dilakukan pengukuran berat badan (BB) pada anak yang
ditentukan dengan menggunakan alat penimbang yang telah
ditera sebelumnya dan anak ditimbang dalam keadaan tanpa
alas kaki dan dengan pakaian sehari-hari.
e. Selanjutnya dilakukan pengukuran tinggi badan (TB) pada anak
yang ditentukan dengan menggunakan alat microtoa 2 M
terbuat dari metal, diukur pada posisi tegak lurus menghadap ke
depan tanpa alas kaki, tumit dan bokong menempel pada
dinding.
f. Dilakukan pemeriksaan serum kreatinin dan cystatin C dengan
persetujuan dari pasien dan orang tua.
g. Sampel darah sebanyak 5 ml diambil oleh petugas laboratorium
dari vena perifer dan dilakukan sentrifugasi untuk mendapatkan
serumnya. Serum selanjutnya diperiksa di laboratorium Prodia.
h. Pemeriksaan serum cystatin C dengan metode
Nephelometer (BN II/BN ProSpec System). Pemeriksaan serum
kreatinin dengan metode enzymatic dengan Architect.
i. Hasil pemeriksaan dengan menggunakan serum cystatin C
dihitung dengan persamaan :
Persamaan CKD-EPI 2012 :
LFG = 70,69 x (SCysC) -0,931
j. Hasil pemeriksaan dengan menggunakan serum kreatinin
dihitung dengan persamaan :
Persamaan CKD-EPI 2012 :
LFG = 41,3 x(tinggi badan/SCr)
3.8.2. Alur Penelitian
Gambar 3.1. Alur penelitian
Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
Pengukuran antropometri
Pengambilan sampel darah
Pemeriksaan kadar serumCystatin C
Pemeriksaan kadar serumkreatinin
Penilaian LFG dengan persamaan CKD-EPICys
Penilaian LFG dengan persamaan CKD-EPI
3.9. Identifikasi Variabel
Variabel bebas Skala
Jenis kelamin : nominal dikotom
Usia : numerik
Tinggi Badan : numerik
Berat Badan : numerik
Variabel tergantung Skala
Kreatinin : numerik
Cystatin C : numerik
LFG CKD-EPI Cys C : numerik/kategorik
LFG CKD-EPI : numerik/kategorik
3.10. Definisi Operasional
1. Penyakit Ginjal Kronik: suatu keadaan abnormalitas struktur maupun
fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan LFG atau LFG kurang dari
60ml/menit/1.73m2 bila tanpa gejala yang tersebut di atas, yang kesemuanya berlangsung dalam waktu tiga bulan atau lebih.
2. Laju Filtrasi Glomerulus: pemeriksaan yang dianggap paling mampu
sisa pada plasma darah yang difiltrasi dari glomerular kapiler ginjal
yang keluar dan yang bukan diserap maupun disekresi oleh tubulus
yang didapat dari suatu persamaan setelah pemeriksaan dengan
penanda tertentu. LFG terdiri atas pemeriksaan dengan penanda
eksogen (yang paling akurat) dan penanda endogen (hanya menilai
estimasi/perkiraan)
3. Kreatinin serum : pemeriksaan kreatinin dengan menggunakan serum
darah. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam mg/dL dan harus dihitung
dalam persamaan tertentu untuk mengukur LFG. Nilai normal kreatinin
serum bervariasi, biasanya adalah < 1.0 ( usia : 1 – 18 tahun)
4. Cystatin C serum: pemeriksaan cystatin C dengan menggunakan
serum darah. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam mg/L dan harus
dihitung dengan persamaan tertentu untuk mengukur LFG. Nilai
normal systatin C bervariasi, biasanya adalah 0.57 – 0.96 mg/L
(laki-laki) dan 0.50 – 0.96 mg/L (perempuan).
5. CKD-EPI Cys : adalah salah satu persaman yang digunakan untuk
menghitung LFG berdasarkan cystatin C. Penilaian LFG menggunakan
rumus :
6. CKD-EPI : adalah salah satu persamaan yang digunakan untuk
menghitung LFG berdasarkan kreatinin. Penilaian LFG menggunakan
rumus:
LFG = 41,3 x (tinggi badan/SCr)
7. Tinggi badan : pengukuran tinggi badan dengan alat pengukur tinggi
badan yang dinyatakan dalam satuan cm. Tinggi badan kemudian
diplot ke dalam kurva WHO atau CDC untuk kemudian dibagi ke dalam
kategori tinggi badan normal dan perawakan pendek (stunted). Dalam
penelitian ini dianggap perawakan pendek (stunted) bila TB/U (baca:
tinggi badan menurut usia) < 70 % dan atau berada di bawah persentil
3 atau < - 3 SD.
8. Berat badan : pengukuran berat badan dengan alat pengukur berat
badan yang dinyatakan dalam satuan kg. Berat badan kemudian diplot
ke dalam kurva WHO dan CDC untuk kemudian dibagi ke dalam
kategori berat badan normal (normoweight), berat badan kurang
(underweight) dan berat badan lebih (overweight).
3.11. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data yang terkumpul dilakukan dengan menggunakan perangkat
lunak komputer dengan menggunakan SPSS versi 18.0. Untuk menilai
PGK berdasarkan stadium digunakan uji chi square dan uji fischer. Dalam
mengetahui perbedaan proporsi antara estimasi LFG berdasarkan kreatinin
dan cystatin C dalam menilai penurunan LFG<90ml/menit/1.73m2 digunakan uji McNemar. Untuk menilai hubungan estimasi LFG berdasarkan kadar
cystatin C dan nilai kreatinin dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya
digunakan uji t tidak berpasangan dan regresi linear. Tingkat kemaknaan
BAB 4. HASIL
Penelitian dilaksanakan di poli rawat jalan dan ruang rawat divisi nefrologi
anak RSUP Haji Adam Malik Medan selama bulan Januari – Maret 2016.
Total jumlah pasien yang diikutsertakan dalam penelitian adalah 36 anak
yang dinyatakan menderita penyakit ginjal kronik (PGK) dan telah memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi.
Usia rerata penderita adalah 10.1 tahun dengan perbandingan jumlah
yang sama antara subyek yang berusia kurang dari 10 tahun dan lebih dari
10 tahun. Jenis kelamin lelaki lebih banyak dibandingkan perempuan dengan
19 anak berbanding 17 anak. Sebagian besar status berat badan anak
adalah berat badan kurang (underweight) dengan 18 orang sedangkan
status tinggi badan didominasi dengan tinggi badan normal (normoheight)
sebanyak 20 orang. Sindroma nefrotik (SN) merupakan penyebab terbanyak
penyebab PGK pada penelitian ini yaitu sebanyak 27 orang.
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan rerata kadar kreatinin
adalah 0.9 mg/dl dengan simpangan baku 1.19 dan rerata kadar cystatin C
adalah 1.4 mg/L dengan simpangan baku 1.24. Rerata LFG kreatinin pada
berdasarkan kreatinin dan cystatin C dengan (mean difference 36.8, 95 % IK
29.0 – 44.9, P=0.001). Hal ini ditunjukkan dalam tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1 Karakteristik dasar subjek penelitian
Karakteristik (N =36)
Usia (tahun), rerata(SB) 10.1 (4.38)
Jenis kelamin, n
- Perawakan pendek (stunted) 16
Etiologi PGK, n
- Kelainan kongenital (CAKUT) 3
- Sindroma Nefrotik (SN) 27
- Lain-lain (SLE,ISK Kompleks,dll) 6
Kreatinin, rerata (SB), mg/dl 0.9(1.19)
Cystatin C, rerata (SB), mg/L 1.4(1.24)
LFG Kreatinin (ml/min/1,73 m2), rerata (SB) 109.7(51.56)
Tabel 4.2 Hubungan jenis kelamin, usia , berat badan dan tinggi badan dengan estimasi LFG kreatinin dan cystatin C
Karakteristik N
Pada analisis hubungan antara estimasi LFG yang diperoleh dari
kadar kreatinin dan cystatin C dengan persamaan menurut CKD-EPI 2012
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
estimasi LFG menurut kreatinin dan cystatin C dengan jenis kelamin, usia,
Tabel 4.3 Perbandingan derajat PGK berdasarkan estimasi LFG antara
Tabel 4.3 menunjukan perbedaan derajat PGK dengan
membandingkan estimasi LFG menurut kreatinin dan cystatin C sebagai
penandanya. Dari tabel dapat dilihat perbedaan derajat PGK berdasarkan
kadar kreatinin dan cystatin C yang bermakna secara statistika, yaitu bila
PGK dengan LFG yang menyatakan fungsi ginjal masih normal atau tinggi
(dinyatakan dengan stadium G1) dibandingkan dengan derajat G2
(penurunan fungsi ginjal ringan) dan G3a+G3b (penurunan fungsi ginjal
menengah) dengan nilai P<0.05. Sedangkan derajat G1 dibandingkan
dengan derajat G4+G5 didapatkan nilai P>0.05 dan tidak bermakna secara
statistika. Derajat G1 dibandingkan dengan derajat G2 mempunyai nilai RP
derajat G1 dibandingkan derajat G2 bila menggunakan kreatinin
dibandingkan menggunakan cystatin C. Begitu juga jika dibandingkan derajat
G1 dengan G3a+G3b maka didapatkan 3.513 kali lebih banyak dijumpai pada
derajat G1 jika dibandingkan derajat G3a+G3b bila menggunakan kreatinin
dibandingkan menggunakan cystatin C. Prevalensi rasio yang tidak jauh
berbeda ditunjukkan antara estimasi LFG berdasarkan kreatinin dan cystatin
C pada stadium G4 dan G5 dimana telah terjadi kerusakan ginjal berat
hingga gagal ginjal.
Tabel 4.4 Proporsi antara estimasi LFG berdasarkan kreatinin dan cystatin C dalam membedakan fungsi ginjal normal dan yang mengalami penurunan.
LFG Cystatin C
Normal Menurun Total P
LFG Kreatinin Normal 9 (25) 17 (47.2) 26 (72.2) 0.001 *
Menurun 0 (0) 10 (27.8) 10 (27.8)
Total 9 (25) 27 (75) 36 (100)
Ket : * Uji McNemar
Tabel 4.4 menunjukkan proporsi antara estimasi LFG berdasarkan
kreatinin dan cystatin C dalam membedakan fungsi ginjal normal dan yang
mengalami penurunan dengan menggunakan uji McNemar dengan nilai
P<0.05, sehingga secara statistika terdapat perbedaan bermakna dalam
penilaian fungsi ginjal antara estimasi LFG berdasarkan kreatinin dengan
BAB 5 PEMBAHASAN
Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah masalah kesehatan yang sangat penting
di seluruh dunia. Tingginya prevalensi dengan hasil akhir yang buruk dan
pembiayaan yang tinggi menyebabkan terjadinya perubahan paradigma
dimana tata laksana PGK lebih diarahkan kepada pencegahan PGK, deteksi
dini dan manajemen terpadu dari berbagai bidang dibandingkan dengan
melakukan tindakan lanjutan atau terapi pengganti ginjal.44
PGK pada anak juga dapat berkembang menjadi gagal ginjal bila tata
laksana yang dilakukan tidak tepat atau terlambat. PGK pada anak memiliki
dampak yang sangat bermakna dimana angka kematian pada anak dengan
gagal ginjal diperkirakan 30 kali lebih tinggi dari populasi anak pada
umumnya.45 Evaluasi fungsi ginjal dengan menilai LFG sangat penting untuk dilakukan. Suatu studi di Amerika Serikat memperkirakan terjadinya
penurunan fungsi ginjal pada pasien PGK kira-kira 3 sampai 5 ml/min/1,73m2 setiap tahunnya yang berarti besar kemungkinan pasien dengan gagal ginjal
sebelumnya telah mengalami PGK stadium awal pada masa anak dan
remaja.45
Salah satu strategi yang dianggap paling baik untuk memperbaiki
cairan dan elektrolit serta penyesuaian dosis obat-obatan untuk menjaga
fungsi ginjal dan menghindarinya dari toksisitas dapat dilakukan segera.45-46 LFG adalah indeks terbaik yang menggambarkan fungsi ginjal secara
keseluruhan. Pemeriksaan LFG yang akurat dengan penanda eksogen
hampir tidak dapat mungkin untuk dilakukan di sentra kita sehingga
penelitian ini kami lakukan untuk membandingkan antara serum kreatinin
sebagai rujukan baku dengan cystatin C sebagai penanda endogen potensial
lain dalam menilai estimasi LFG .
Serum kreatinin yang digunakan sebagai penanda LFG selama lebih
dari 100 tahun telah diketahui memiliki banyak keterbatasan.47 Kreatinin dianggap tidak dapat mendeteksi penurunan fungsi ringan dan menengah
atau yang dikenal dengan “creatinine blind area” sehingga sering terjadi over
estimasi LFG yang menyebabkan banyak kasus PGK menjadi terlambat
terdiagnosa.48 Hal ini sesuai dengan hasil yang kami dapatkan dalam penelitian ini dimana proporsi yang ditunjukkan antara estimasi LFG
berdasarkan cystatin C dan kreatinin pada pasien PGK berbeda secara
bermakna dalam membedakan fungsi ginjal normal (LFG≥ 90ml/min/1,73 m2)
dan menurun (LFG < 90ml/min/1,73 m2 )
Pada penelitian ini juga dijumpai perbedaan nilai estimasi LFG antara
kreatinin dan cystatin C yang bermakna pada stadium awal PGK akan tetapi
tidak terlalu jauh berbeda bila dibandingkan pada stadium lanjut. Perbedaan
dengan stadium G2 dan G3a+G3b (penurunan fungsi ginjal ringan hingga
sedang). Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya pada tahun 2008 di
Kolombia yang menyimpulkan bahwa cystatin C lebih sensitif dibandingkan
kreatinin pada stadium awal PGK.49 Penelitian dengan hasil yang sama di Malaysia tahun 2013 juga menyatakan bahwa cystatin C secara bermakna
meningkat pada stadium 2 PGK (penurunan fungsi ginjal ringan)
dibandingkan kreatinin.39 Hal ini menunjukkan bahwa cystatin C memiliki kesesuaian yang baik dengan kreatinin dan dapat diandalkan sebagai
penanda LFG akan tetapi memiliki performa yang lebih baik saat bekerja di
stadium awal PGK.
Beberapa penelitian lain sebelumnya juga telah banyak
membandingkan antara kedua penanda ini. Studi lain yang dilakukan di India
pada tahun 2014 yang membandingkan pemeriksaan estimasi LFG antara
kreatinin dan cystatin C dengan menggunakan baku emas 99Tc-DTPA juga menemukan bahwa estimasi LFG menurut cystatin C memiliki presisi yang
lebih tinggi dibanding kreatinin (13.1 vs 25.6 mL/min/1,73 m2).13 Studi di Colombia tahun 2008 juga menyimpulkan bahwa cystatin C adalah opsi yang
sangat menarik dapat menggantikan serum kreatinin dalam mendiagnosa
dan memonitor fungsi ginjal pada anak.49 Suatu studi meta analisa tahun 2013 yang menggunakan persamaan CKD-EPI sebagaimana penelitian ini
mengenali resiko lanjutan PGK karena sangat berhubungan dengan penilaian
LFG dan klasifikasi PGK.50
Penelitian yang dilakukan di RS HAM tidak menggunakan kontrol
ataupun pemeriksaan baku emas sehingga tidak dapat dinilai akurasinya,
baik sensitivitas maupun spesifisitasnya. Studi ini juga bukan penelitian
diagnostik karena hanya merupakan uji kesesuaian dengan menggunakan
rujukan baku yaitu kreatinin. Pada penelitian ini kami juga hanya melakukan
perhitungan estimasi LFG dengan menggunakan persamaan CKD-EPI untuk
mendapatkan perbandingan yang lebih setara sesuai rekomendasi yang
terbaru dikeluarkan.
Selain sifatnya yang tidak sensitif kreatinin juga dianggap memiliki nilai
yang tidak konstan dan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti usia, jenis
kelamin, massa otot , status diet dan hal-hal lain. Cystatin C dianggap bebas
dari pengaruh tersebut termasuk oleh kondisi inflamasi dan keganasan.51 Suatu studi yang dipublikasikan di Turki tahun 2015 dengan menggunakan
kontrol untuk menilai hubungan faktor-faktor tersebut dengan estimasi LFG
menurut kreatinin dan cystatin C menemukan bahwa nilai kreatinin memiliki
korelasi yang bermakna dengan usia, tinggi badan dan indeks massa tubuh
(IMT) sementara cystatin C tidak.52 Pada penelitian ini kami mendapati bahwa usia, jenis kelamin, tinggi badan dan berat badan sama-sama memiliki
korelasi yang lemah dengan nilai estimasi LFG berdasarkan kreatinin
Cystatin C selain memiliki lebih banyak keunggulan dalam menilai
estimasi LFG ternyata juga memiliki keterbatasan. Beberapa tulisan juga
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kadar cystatin C dengan
status thyroid pasien dan penggunaan steroid.25 Pada studi ini kendati kami menanyakan status penggunaan steroid pada pasien , kami tidak melakukan
analisa hubungan antara penggunaan steroid dengan kadar cystatin C.
Pemeriksaan hormon tiroid juga tidak dilakukan dan tidak ada penilaian
status hormon tiroid pada sampel kami. Masih diperlukan penelitian lebih
lanjut mengenai berbagai faktor diluar LFG yang dapat mempengaruhi kadar
cystatin C mengingat sindrom nefrotik dengan penggunaan steroid yang lama
juga terjadi pada sebagian besar kasus PGK.
Cystatin C dengan segala keunggulannya dibandingkan kreatinin
dalam menilai estimasi LFG ternyata belum dapat menggantikan kreatinin
yang masih digunakan secara luas di seluruh dunia. Hal ini juga berhubungan
dengan faktor biaya dimana pemeriksaan cystatin C berkisar antara 5 sampai
6 kali dibandingkan kreatinin dan juga standarisasi yang sangat bervariasi di
berbagai tempat dan negara. Suatu penelitian di Korea tahun 2011
menemukan bahwa peningkatan serum cystatin C yang ringan dengan nilai
kreatinin yang normal tidak memberikan perbedaan yang bermakna secara
menimbulkan pembiayaan yang jauh lebih tinggi bila penatalaksanaan PGK
dilakukan terlambat.
Penelitian lebih lanjut mengenai persamaan yang digunakan dalam
menilai estimasi LFG menurut kreatinin dan cystatin C juga masih diperlukan.
Penelitian lain di Swiss tahun 2013 tentang perbandingan antara persamaan
CKD-EPI dan Schwartz yang menggunakan baku emas inulin menemukan
bahwa persamaan CKD-EPI tidak dianggap lebih baik dibandingkan
persamaan Schwartz dalam menilai estimasi LFG53 Sayangnya kami tidak melakukan perbandingan antara persamaan Schwartz dan CKD-EPI dalam
penelitian ini.
Kelemahan lain pada studi ini populasi yang sedikit dan tidak
dilakukannya pemeriksaan LFG dengan menggunakan baku emas yaitu
inulin ataupun dengan penanda eksogen lain sehubungan biaya yang mahal
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dari penelitian ini ditemukan perbedaan antara estimasi LFG
berdasarkan kreatinin dan cystatin C. Perbedaan bermakna antara
estimasi LFG berdasarkan kreatinin dan cystatin C ditunjukkan
terutama pada stadium awal PGK dan menjadi hal yang sangat
penting mengingat deteksi dini penurunan fungsi ginjal sangat
mempengaruhi tata laksana PGK secara keseluruhan. Estimasi LFG
antara kreatinin dan cystatin C tidak menunjukkan perbedaan
bermakna bahkan hampir sama pada stadium PGK menengah dan
lanjut menunjukkan bahwa cystatin C juga dapat berperan sebagai
penanda LFG sebagaimana kreatinin yang saat ini digunakan sebagai
standar referensi dalam menilai LFG. Jenis kelamin, berat badan dan
tinggi badan juga bukan merupakan faktor yang mempengaruhi
perbedaan estimasi LFG antara kreatinin dan cystatin C.
6.2. Saran
PGK pada anak adalah masalah dengan dampak jangka panjang
menemukan bahwa cystatin C dapat dijadikan penanda endogen yang
dapat menilai estimasi LFG dengan lebih baik dibandingkan kreatinin
pada stadium awal dan menengah PGK. Perlu dipertimbangkan untuk
melakukan pemeriksaan cystatin C terutama pada pasien PGK dengan
resiko tinggi terjadinya penurunan fungsi ginjal.
Aspek pembiayaan juga perlu dipertimbangkan untuk
menjadikan cystatin C sebagai pengganti kreatinin dalam menilai
estimasi LFG . Sebaiknya dilakukan study dengan jumlah sampel yang
lebih banyak dan menggunaan baku emas sehingga data yang
diperoleh dapat dibandingkan dengan lebih akurat dalam menentukan