• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tradisi Batagak Pangulu di Minangkabau: Studi di Nagari Piobang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tradisi Batagak Pangulu di Minangkabau: Studi di Nagari Piobang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Minangkabau seperti daerah lainnya di Indonesia memiliki tradisi lisan

yang masih bertahan sampai saat ini. Tradisi lisan tersebut menyebar hampir merata di seluruh daerah Minangkabau. Wujud tradisi lisan itu dapat berupa (1) tradisi berbahasa dan beraksara lokal, (2) tradisi berkesusastraan lokal, (3) tradisi

pertunjukan dan permainan rakyat, (4) tradisi upacara adat dan ritual, (5) tradisi teknologi tradisional, (6) tradisi pelambangan atau simbolisme, (7) tradisi seni

dan musik rakyat, (8) tradisi pertanian tradisional, (9) tradisi kerajinan tangan, (10) tradisi kuliner atau makanan tradisional, (11) tradisi pengobatan tradisional, dan (12) tradisi panorama atau kondisi lokal.

Salah satu bentuk tradisi upacara adat dan ritual Minangkabau adalah

upacara batagak pangulu1yang dilaksanakan di rumah gadang2 kaum atau balai adat3. Upacara batagak pangulu dilakukan karena penghulu yang lama meninggal

dunia atau sudah uzur tidak dapat lagi menjalankan tugas-tugasnya dalam 1Batagak pangulu atau sering juga disebut dengan malewakan gala pangulu dan dalam penelitian

ini penulis menggunakan istilah batagak pangulu adalah mengukuhkan atau meresmikan gelar kebesaran penghulu yang ditandai dengan penyembelihan kerbau. Pangulu (penghulu) dalam masyarakat Minangkabau merupakan sebutan kepada ninik mamak, pemangku adat yang bergelar datuak (datuk) yang memimpin kaumnya menurut garis keturunan ibu.

2Rumah gadang merupakan rumah keluarga besar masyarakat Minangkabau. Atap rumah gadang

makin ke atas makin meruncing dan melengkung yang disebut dengan gonjong. Dinding rumah

gadang penuh dengan ukiran untuk memperindah dan mempercantik sebagai rumah adat,

lambang kehidupan orang Minangkabau. Tonggak-tonggaknya berjejer dari depan sampai ke belakang dan berbaris dari kiri ke kanan. Kombinasi keduanya membentuk ruang sehingga ada

rumah gadang sembilan ruang, tiga ruang, bahkan ada sampai sebelas ruang. Tonggak bagian

belakang membentuk kamar untuk keluarga perempuan dan anak-anak yang masih kecil (Marajo, 2006:179-181).

3Balai adat merupakan tempat musyawarah pemimpin nagari yang terdiri atas ninik mamak, alim

(2)

mengurus anggota kaum lalu digantikan oleh kamanakan (kemenakan)4penghulu tersebut, anggota kaum sudah berkembang dan ingin memisahkan diri dari

kepenghuluan induk lalu membentuk kepenghuluan yang baru, pengangkatan penghulu yang tertunda karena ketika penghulu yang lama meninggal dunia tidak ada kesepakan kaum siapa penggantinya atau calon pengganti belum lahir

sehingga ditunggu sampai lahir penggantinya, penghulu yang lama membuat kesalahan sehingga martabat dan harga diri penghulu dan kaum jatuh di hadapan

masyarakat lalu anggota kaum mengganti penghulunya tersebut (Dirajo, 2009:183-188; lihat juga Toeah, 1985:66-67; Piliang dan Sungut, 2014: 217-222).

Upacara batagak pangulu sering juga disebut dengan baralek pangulu (kenduri penghulu) untuk saat ini merupakan upacara adat yang sangat besar

membutuhkan biaya pelaksanaan. Biaya yang digunakan bisa mencapai seratus juta rupiah bahkan lebih tergantung pada besarnya acara yang dilaksanakan oleh anggota kaum. Bagi penghulu dan anggota keluarga yang kaya atau mampu,

biaya yang sangat besar itu tidak merupakan halangan untuk melaksanakan

batagak pangulu asalkan semua anggota kaum sepakat melaksanakannya.

Namun, bagi penghulu dan anggota kaum yang miskin atau kurang mampu hal ini merupakan kendala karena mereka tidak sanggup untuk melaksanakan upacara batagak pangulu tersebut karena biaya pelaksanaan yang sangat besar.

Kekayaan merupakan salah satu faktor menentukan keberlangsungan tradisi batagak pangulu di Minangkabau. Walaupun secara teori seorang yang

(3)

menjadi penghulu dipilih dari figur yang dianggap paling mampu dan bijaksana, laki-laki paling jernih pandangannya, dan mempunyai kelebihan-kelebihan lain

yang dimiliki seperti pintar berbicara, benar, adil, sabar, berpengalaman dalam adat-istiadat, berwibawa, dan merupakan keluarga baik-baik, kekayaan menjadi pertimbangan internal keturunan dalam memilih seorang penghulu (Graves,

2007:22.

Seorang yang sudah dipilih menjadi penghulu dan dikukuhkan atau

diresmikan yang ditandai dengan penyembelihan seekor kerbau berarti penghulu tersebut sudah dibesarkan yang sebelumnya sudah membayar kewajiban terhadap adat seperti dikatakan adaik diisi limbago dituang (adat diisi lembaga dituang)5

adat yang sudah digariskan oleh nenek moyang orang Minangkabau, yaitu Datuk Katumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sabatang. Penghulu yang sudah

diresmikan kedudukannya sudah sama dengan penghulu-penghulu yang lain yang sudah diresmikan sebelumnya seperti dikatakan duduaknyo samo randah,

tagaknyo samo tinggi (duduknya sama rendah, tegaknya sama tinggi). Penghulu

tersebut sudah bisa dibawa sailia samudiak6 (sehilir semudik) untuk membicarakan masalah-masalah adat dan pembangunan nagari. Namun, bagi

penghulu yang belum dikukuhkan atau diresmikan kedudukannya belum sama

5Adaik diisi limbago dituang (adat diisi lembaga dituang), artinya sepakat anggota kaum

mendirikan penghulu dan menetapkan calon penghulu yang akan ditinggikan seranting dan didahulukan selangkah disampaikan kepada mamak kepala waris lalu mamak kepala waris mengundang dengan carano berisi sirih, pinang, kapur sirih, serta ditambah dengan daun dan tembakau (rokok) seperlunya seluruh ninik mamak (penghulu-penghulu) kampung ke rumah gadang. Kemudian diiringi dengan pengeluaran uang sesuai dengan kedudukan pangkat penghulu yang diundang tersebut. Pengeluaran uang untuk mengisi adat kebesaran penghulu-penghulu tersebut sesuai dengan kedudukannya masing-masing disebut dengan adat diisi. Selanjutnya kerapatan ninik mamak dalam kampung memperbincangkan masalah pendirian penghulu yang akan dibangun disebut lembaga dituang (Piliang dan Sungut, 2014:214-215). 6Sailia samudiak artinya penghulu yang sudah dikukuhkan kedudukannya sudah sama dengan

(4)

dengan penghulu-penghulu yang sudah diresmikan atau dikukuhkan seperti dikatakan duduaknyo alun samo randah, tagaknyo alun samo tinggi (duduknya

belum sama rendah, tegaknya belum sama tinggi). Misalnya, mereka belum bisa dibawa sehilir semudik seperti kalau ada rapat-rapat penghulu di balai adat dan di Kerapatan Adat Nagari (KAN) mereka belum bisa memberikan pendapat,

masukan, dan saran serta kalau ada acara adat di rumah gadang tempat duduk mereka juga dibedakan7.

Aturan adat sudah digariskan oleh nenek moyang orang Minangkabau dan penghulu-penghulu di nagari menyebabkan mereka tidak berdaya menghadapinya. Mereka akan tetap lemah dan terpingirkan karena aturan-aturan

adat tersebut. Hal ini perlu dicari solusinya supaya keberadaan penghulu tersebut sama kedudukannya dengan penghulu-penghulu yang lain yang sudah

dikukuhkan atau diresmikan sebelumnya.

Pengukuhan penghulu atau peresmian penghulu yang selama ini berjalan di Minangkabau adalah penyembelihan satu ekor kerbau untuk satu atau dua

orang penghulu dalam kaum yang sama. Berbeda dengan batagak pangulu di

Jorong8 Gando, Nagari9 Piobang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima

Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat tempat lokasi penelitian yang penulis

7

Ketentuan yang berlaku di Nagari Piobang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota.

8Jorong adalah bagian dari nagari di Minangkabau (Sumatera Barat) yang dipimpin oleh kepala

jorong secara adminsitrasi pemerintahan berada di bawah kepala nagari. 9

(5)

lakukan10 perlu dicontoh oleh nagari-nagari lain karena penyembelihan satu ekor kerbau bisa untuk 16 orang penghulu dan dengan kaum yang berbeda-beda pula

terkecuali penghulu (datuk) pucuk tetap menyembelih satu ekor kerbau untuk satu orang. Dengan cara seperti ini kendala biaya yang sangat besar dapat diatasi dan ditanggulangi secara bersama-sama. Dengan demikian, tradisi batagak

pangulu ini tetap berjalan walaupun ada perubahan-perubahan tergantung pada

kesepakatan ninik mamak (penghulu-penghulu) di nagari yang bersangkutan.

Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut tradisi batagak pangulu akan tetap terus berjalan sehingga nilai dan norma yang terdapat dalam tradisi

batagak pangulu tetap bertahan. Nilai dan norma tersebut sangat berguna bagi

masyarakat Minangkabau. Nilai dan norma itu diwujudkan dalam bentuk kearifan lokal dan kearifan lokal tersebut dapat membawa kedamaian dan kesejahteraan di

tengah-tengah masyarakat (Sibarani, 2012:111). Keberadaan penghulu di Manangkabau tidak lain adalah untuk menciptakan kesejahteraan dan kedamaian di tengah-tengah masyarakat.

Norma dan nilai yang terkandung dalam tradisi batagak pangulu tergambar pada performansi karena di dalamnya terdapat unsur teks, ko-teks, dan

konteks. Ketiga unsur tersebut jika digali akan menghasilkan nilai-nilai kearifan lokal. Nilai-nilai kearifan lokal ini diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam tingkah laku sehari-hari. Oleh karena itu, sangat beralasan Greertz (dalam

Ridwan, 2007) menyatakan bahwa kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komuditasnya.

10

(6)

Penelitian tradisi lisan tidak bisa dilepaskan dari performansi karena performansi merupakan pertunjukan jalannya tradisi lisan tersebut. Di dalam

pertunjukan jalannya upacara batagak pangulu ketiga unsur tradisi lisan teks, ko-teks, dan konteks ditemukan. Ko-teks merupakan benda-benda material yang digunakan seperti deta (destar), baju, sarawa (celana), cawek (ikat pinggang),

salempang (selempang), karih (keris), sisampiang (sisamping), tungkek (tongkat),

carano11, gong, tanduk kerbau, marawa (umbul-umbul), dan dekorasi. Kesemua

unsur material tersebut kalau dianalisis mempunyai makna yang mendukung nilai dan norma yang terdapat dalam tradisi batagak pangulu di Minangkabau.

Begitu juga dengan teks pidato adat dan teks pasambahan batagak

pangulu menarik untuk dikaji karena di dalamnya terdapat pengajaran dan

nasihat kepada penghulu yang baru dikukuhkan yang disampaikan dalam bentuk

prosa liris dan juga diselingi dengan bentuk pantun, talibun, mamang, dan pepatah-petitih. Pengajaran dan nasihat itu tidak lain adalah nilai dan norma yang harus dipegang seorang penghulu.

Di samping berisi pengajaran dan nasihat, teks pidato adat dan teks pasambahan juga berisi sejarah dan isi Tambo Minangkabau. Sejarah dan isi

Tambo Minangkabau ini terutama terdapat pada bagian-bagian awal (lihat juga Rosa, 2001:8-9). Isinya tidak lain adalah menceritakan asal-usul nenek moyang orang Minangkabau dan adat yang sudah digariskan oleh Datuk

Katumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sabatang. Dikemukakan lagi isi

11Carano adalah perangkat untuk tempat sirih beserta kelengkapannya seperti daun sirih, gambir ,

(7)

Tambo Minangkabau tersebut tidak lain adalah untuk mengingatkan kembali penghulu tentang sejarah dan asal-usul nenek moyang orang Minangkabau karena

menurut Djamaris (1991:7) fungsi utama cerita Tambo Minangkabau adalah menyatukan pandangan orang Minangkabau terhadap asal-usul nenek moyang, adat, dan negeri Minangkabau. Hal ini dimaksudkan untuk mempersatukan

masyarakat Minangkabau dalam satu kesatuan. Mereka merasa bersatu karena seketurunan, seadat, dan senagari.

Penelitian tradisi batagak pangulu juga tidak bisa dilepaskan dari segi konteks. Sibarani (2012:324-331) menyatakan konteks sangatlah penting untuk dikaji karena keberadaan konteks tersebut dalam rangka memahami makna,

maksud, pesan, dan fungsi tradisi lisan, yang pada gilirannya diperlukan untuk memahami nilai dan norma budaya yang terdapat dalam tradisi lisan serta

memahami kearifan lokal yang diterapkan untuk menata kehidupan sosialnya. Konteks tersebut mencakup konteks budaya, sosial, situasi, dan idiologi.

Dari konteks budaya, batagak pangulu merupakan melaksanakan adat

yang sudah digariskan oleh nenek moyang orang Minangkabau, yaitu Dt. Katumanggungan dan Dt. Perpatih Nan Sabatang. Dalam tataran adat

Minangkabau batagak pangulu ini termasuk dalam adat yang diadatkan. Adat ini harus tetap dilaksanakan dan tidak mungkin diubah lagi karena nenek moyang yang menyusun dan berhak mengubahnya sudah tidak ada lagi. Kalau ada

pihak-pihak lain yang mencoba menghapus atau mengubahnya akan menimbulkan celaka pada orangnya dan kalau adat yang diadatkan tersebut dihapus akan

(8)

Dengan melakukan batagak pangulu di Minangkabau tentu ada konteks budaya terkandung di dalamnya. Konteks budaya inilah yang perlu diungkapkan

bagi masyarakat Minangkabau masa kini. Adat yang sudah digariskan oleh nenek moyang orang Minangkabau masa lalu, yaitu Datuk Katumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sabatang dari konteks budaya bermakna dan berfungsi sebagai apa

bagi masyarakat Minagkabau sekarang ini. Hal inilah yang perlu diungkapkan. Dari konteks sosial, batagak pangulu merupakan estafet kepemimpinan

adat di Minangkabau. Penghulu dalam adat Minangkabau merupakan pemimpin kaum (suku) dan nagari (Navis, 1984:119-147 dan Amir M.S., 2011:67-72). Apabila seorang penghulu meninggal lalu dia digantikan oleh penghulu yang

baru karena penghulu di Minangkabau bertanggung jawab dan berkewajiban memelihara anggota kaum atau suku dan nagarinya. Di samping itu, penghulu

juga berkewajiban memelihara harta pusaka yang dimiliki oleh anggota kaum dan bertanggung jawab terhadap permasalahan yang dialami anak nagari. Dalam hal ini dikatakan sebagai kewajiban penghulu, seperti kata pepatah kusuik

manyalasaikan, karuah mampajaniah (kusut menyelesaikan, keruh memperjenih).

Sebagai seorang pemimpin, penghulu yang dipilih bukanlah dari sembarangan orang, tetapi berasal dari orang-orang pilihan. Untuk menjadi seorang penghulu ini harus memenuhi kriteria dan persyaratan yang melekat pada

orang yang bersangkutan. Artinya, syarat-syarat untuk menjadi penghulu itu tidak ditentukan seperti pada pemimpin formal. Seseorang yang akan diangkat menjadi

(9)

Dengan sifat dan martabat itulah, seorang penghulu sangat disegani dan dihormati kaumnya.

Sifat dan martabat pangulu ini akan tergambar pada budinya yang baik dan bicaranya yang halus. Dengan sifat yang seperti ini akan membawa kesejukan pada kaum yang dipimpinnya. Artinya, tidaklah dia bukan seorang

penguasa, melainkan seorang pemimpin.

Sebagai seorang pemimpin, penghulu sejati tumbuh dan berkembang

dalam konteks filosofi kepemimpinan dan bukan konteks kekuasaan. Penghulu menempatkan kekuasaan bukan yang utama dan kekuasaan itu hanya sebagai penunjang amanah kepemimpinan yang dipikulnya karena kekuasaan bagi

seorang penghulu lahir secara alamiah dan hal itu terpancar dari martabat dan sifat-sifat yang dimilikinya. Kewibawaan dan keseganan kepada penghulu bukan

karena dia punya kekuasaan, tetapi karena di dalam dirinya terpancar martabat dan sifat kepemimpinan bahwa ia sebagai seorang penghulu.

Mengangkat seorang penghulu dalam masyarakat Minangkabau tidaklah

semudah mengangkat pemimpin formal. Seorang penghulu akan memangku amanah sebagai pemimpin kaumnya sepanjang hidup si penghulu sehingga

kepemilikan sifat dan martabat pada diri seorang penghulu menjadi syarat yang sangat penting. Memahami sifat, martabat, larangan, dan pantangan jadi seorang penghulu bukanlah sesuatu yang mudah. Hal itu merupakan suatu yang berat

(10)

Dengan segenap hal-hal yang melekat pada diri seorang penghulu tampaklah nilai-nilai kepepimpinan itu hidup dan berkembang dalam masyarakat

Minangkabau dan memperlihatkan suatu perbedaan yang mendasar dengan pemimpin formal. Karena itu, keberadaan penghulu bagi masyarakat Minangkabau sangatlah penting. Apabila seorang penghulu meninggal, kaum dari

penghulu yang meninggal tersebut akan mencari penggantinya sesuai dengan sifat dan martabat penghulu yang akan dipikulnya.

Dari konteks ideologi terlihat terlihat bahwa penghulu yang belum dikukuhkan atau diresmikan belum sama kedudukannya dengan penghulu-penghulu yang sudah dikukuhkan sebelumnya seperti dikatakan duduaknyo alun

samo randah, tagaknyo alun samo tinggi (duduknya belum sama rendah,

tegaknya belum sama tinggi). Mereka belum bisa dibawa sehilir semudik seperti

kalau ada ada rapat-rapat penghulu mereka belum bisa memberikan pendapat, masukan, dan saran; kalau ada acara batagak pangulu dia hadir dengan pakaian biasa; tempat duduknya dibedakan di rumah gadang; dan tidak bisa menjadi

pengurus inti Kerapatan Adat Nagari (KAN). Hal-hal inilah yang perlu dijelaskan berdasarkan penelitian yang penulis lakukan.

Begitu juga dari konteks situasi upacara batagak pangulu di

Minangkabau tidak menetapkan hari khusus dalam pelaksanaannya. Ada nagari melakukan upacara batagak pangulu pada hari Minggu sebagai hari libur dan

(11)

penghulunya di rumah gadang dan ada juga di balai adat. Hal-hal inilah yang perlu dijelaskan berdasarkan penelitian yang penulis lakukan.

Penelitian ini penulis lakukan di Nagari Piobang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat karena di Nagari Piobang inilah data penelitian batagak pangulu diperoleh. Cukup lama

juga data batagak pangulu ini penulis peroleh karena batagak pangulu baru dilakukan apabila penghulu yang lama meninggal atau sudah uzur lalu digantikan

oleh penghulu yang baru. Di samping itu, pengukuhan atau pemeresmian penghulu baru ini dilaksanakan apabila keuangan penghulu dan kaum mendukung karena biaya perhelatan penghulu sangat besar.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapatlah dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimanakah performansi, teks, ko-teks, dan konteks tradisi batagak

pangulu di Nagari Piobang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima

Puluh Kota?

2. Bagaimanakah makna dan fungsi serta nilai dan norma tradisi batagak

pangulu di Nagari Piobang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima

Puluh Kota?

3. Bagaimanakah bentuk kearifan lokal yang terdapat dalam tradisi batagak

pangulu di Nagari Piobang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima

(12)

4. Bagaimanakah model revitalisasi tradisi batagak pangulu di Nagari Piobang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Memaparkan dan menganalisis performansi, teks, ko-teks, dan konteks

tradisi batagak pangulu di Nagari Piobang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota.

2. Menemukan makna dan fungsi serta nilai dan norma tradisi batagak pangulu di Nagari Piobang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota. 3. Menemukan kearifan lokal yang terdapat dalam tradisi batagak pangulu di

Nagari Piobang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota. 4. Membuat model revitalisasi tradisi batagak pangulu di Nagari Piobang,

Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoretis

Adapun manfaat teoretis penelitian ini adalah (1) hasil penelitian akan memberikan sumbangan teoretis dan metodologis Kajian Tradisi Lisan (KTL) terutama pola dan model bagi peneliti tradisi lisan dan (2) hasil penelitian ini juga

(13)

1.4.2 Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis penelitian ini adalah dapat dijadikan acuan bagi

berbagai pihak, antara lain:

1. Bagi pemimpin khususnya penghulu (datuk), hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam memimpin kaum atau sukunya.

2. Bagi aspek pengembangan ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini dapat dijadikan dalam pengembangan kebudayaan khususnya tradisi lisan.

3. Bagi nagari lain di Minangkabau khususnya yang masih menyembelih satu ekor kerbau dalam batagak pangulu, hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai pedoman atau contoh dalam pelakasanaan batagak pangulu.

4. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk melakukan penelitian lain yang berkaitan dengan tradisi batagak pangulu di

Minangkabau.

Referensi

Dokumen terkait

Wawancara dengan Rismardi (Wali Nagari Guguak VIII Koto), pada tanggal 7 Januari 2008 di Kantor Wali Nagari Guguak VIII Koto, Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat.. bersifat

ovilalisi na8ari adat, perubahar sosial yec trjrdi- rcndala kendala dalan. rclatmm rcvilaliesi naedi ad.r dd upaya upaya y ra dilahu(m uniuk ncneahsi

Apa saja permasalahan yang dihadapi BKM untuk menggerakkan partisipasi masyarakat dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan khususnya pembangunan sarana dan

Motif pada sulaman tangan di Mungka terdapat 13 motif yang berasal dari alam yaitu berasal dari naturalis (tumbuhan dan hewan) dan geometris lainnya yaitu motif

Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota dengan

Keuntungan dari tradisi berburu babi tidak hanya bagi para pemburu yang ada di Nagari Limbanang, tetapi juga dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar. Hal itu

Berdasarkan tabel dan grafik di atas diketahui bahwa lahan yang dimiliki oleh petani padi sawah di Nagari Batu Balang yang paling banyak adalah yang memiliki lahan berkisar antara 0,5

Jadi dapat penulis simpulkan bahwa melaksanakan tradisi manjalang janjang bagi pasangan suami istri di Nagari Batu Payuang Kecamatan Lareh Sago Halaban Kabupaten