• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Bakteri Aerob dan Anaerob Serta Uji Sensitifitas Pada Penderita Rinosinusitis Kronis di Medan Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pola Bakteri Aerob dan Anaerob Serta Uji Sensitifitas Pada Penderita Rinosinusitis Kronis di Medan Chapter III VI"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan penelitian 3.1.1 Jenis penelitian

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey deskriptif dengan menggambarkan

bagaimana pola kuman yang terdapat pada jaringan mukosa sinus maksilla pada penderita rinosinusitis kronis dengan dan tanpa polip yang berobat ke RSUP H. Adam Malik Medan dan RS. Haji Medan.

3.1.2 Rancangan penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan case series yaitu seluruh kasus RSK yang di BSEF.

3.2 Tempat dan Sampel penelitian 3.2.1 Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMF. THT. RSUP. H. Adam Malik Medan, RS. Haji Medan dan SMF Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU. Alasan pemilihan lokasi adalah karena RSUP. H. Adam Malik dan RS. Haji Medan merupakan rumah sakit yang terdapat dokter THT memiliki ketrampilan khusus tindakan RSK di Sumatera Utara.

3.2.2 Sampel penelitian

(2)

19

3.3 Tehnik dan Besar Sampel 3.3.1 Tehnik pengambilan sampel

Keseluruhan populasi yang dijadikan sampel akan dipilih sesuai dengan kriteria yang ditetapkan sebagai berikut:

a. Kriteria inklusi :

1. Penderita RSK dengan atau tanpa polip yang dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional

2. Usia ≥ 15 Tahun.

3. Pada CT.Scan tampak gambaran isodens pada sinus maksila 4. Penderita RSK yang tidak disebabkan tumor

5. Penderita RSK yang bebas antibiotik 48 – 72 jam sebelum dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional

b. Kriteria eksklusi :

Penderita yang tidak bersedia melanjutkan keterlibatannya dalam penelitian

3.3.2 Besar sampel

Besar sampel adalah seluruh pasien RSK dengan dan tanpa polip dari bulan Mei 2016 – Agustus 2016.

3.4 Bahan dan Cara Kerja

3.4.1 Bahan

a. Alat yang digunakan dalam penelitian :

- Catatan medis penderita dan formulir persetujuan ikut penelitian - Alat pemeriksan THT rutin

b. Sampel

(3)

c. Media transport

Tujuannya mempertahankan pH, mencegah kekeringan dan mempertahankan agar mikroba patogen tetap hidup.

3.4.2 Cara kerja

a. Pengambilan sampel

Semua penderita dianamnesa yang berhubungan dengan keluhan pasien lalu dilakukan pemeriksaan THT rutin dan CT. Scan Sinusparanasal dan ditegakkan dengan diagnosa RSK, sebelum dilakukan tindakan terlebih dahulu diberikan penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan terhadap penderitanya sekaligus membuat informed consent.

- Sampel pada sinus maksilla

Data diperoleh dengan melakukan anamnesa pasien lalu di tegakkan Rinosinusitis Kronik dengan atau tanpa polip setelah terapi tidak ada penyembuhan, diberi selang waktu 48 – 72 jam bebas antibiotik lalu diambil jaringan mukosa sinus maksilla dengan pendekatan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional dan dimasukkan kedalam tabung mikrobiologi berisi Nacl 0,9 % langsung diantar kurang dari 2 jam

(4)

21

CO2 dan palladium sebagai katalisator. Pembacaan koloni dilakukan 24 jam kemudian dan bila pertumbuhan kurang baik pengeraman ulang dilakukan untuk 24 jam berikutnya. Identifikasi jenis bakteri dengan menggunakan Automatic Machine Vitex-2 Compact

b.Uji sensitifitas antibiotika dilakukan secara manual dengan metode difusi dan dilusi.

c.Pembacaan hasil dan interpretasi kuman dinyatakan sensitif, intermedia, resisten.

3.5 Definisi Operasional

1. Pola bakteri adalah karakteristik dari suatu bakteri yang melakukan metabolisme untuk respirasi selnya baik dengan bantuan oksigen ataupun tidak.

Alat ukur : pemeriksaan dengan Automatic Machine Vitex-2 Compact Hasil ukur : terdapat bakteri atau tidak terdapat bakteri

Skala ukur : nominal

2. Rinosinusitis Kronik adalah peradangan pada mukosa hidung dan sinus paranasal disertai dengan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor lebih dari 12 minggu.

Alat ukur : anamnesis / kuesioner, pemeriksaan rinoskopi anterior/posterior, CT-scan sinusparanasal

Hasil ukur : Rinosinusitis kronik atau tidak Rinosinusitis kronik

Skala ukur : nominal

3. Polip dan tanpa polip adalah suatu proses inflamasi kronis pada mukosa hidung dan sinus paranasal dengan ciri adanya massa atau tidak yang endematous pada rongga hidung.

Alat ukur : pemeriksaan rinoskopi anterior

Hasil ukur : terdapat polip atau tidak terdapat polip

(5)

4. Umur adalah rentang waktu sejak pasien dilahirkan sampai ulang tahun terakhir yang dihitung dalam tahun, perhitungan berdasarkan kalender Masehi.

Alat ukur : anamnesis/kuesioner Hasil ukur : dalam tahun

Skala ukur : ordinal

5. Jenis kelamin yaitu ciri biologis yang membedakan antara laki-laki dan perempuan.

Alat ukur : anamnesis/kuesioner Hasil ukur : laki-laki/perempuan Skala ukur : nominal

6. Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan yang membuat pasien datang berobat.

Alat ukur : anamnesis/kuesioner Hasil ukur : dijumpai keluhan Skala ukur : nominal

7. Sensitifitas antimikroba suatu usaha untuk membiakkan mikroba yang kemudian dibuat percobaan kepekaannya terhadap beberapa antibiotika.

Alat ukur : pemeriksaan dengan metode difusi dan dilusi. Hasil ukur : sensitif, intermediate, resisten.

(6)

23

(7)

3.7 Jadwal Penelitian

Penelitian ini dimulai dari pembuatan proposal hingga selesai dilaksanakan pada bulan Maret 2016 sampai Mei 2017

No Jenis Kegiatan Mar

3.8 Pengolahan dan Analisa Data

Data yang telah diperoleh diolah dengan program computer SPSS for Windows. hasil akan dianalisis secara deskriptif dan akan ditampilkan dalam tabel distribusi frekuensi

3.9 Etika Penelitian

(8)

25 BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif yang dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher FK USU/RSU H Adam Malik dan Rumah sakit jejaring (RS. Haji Medan) bagian Telinga Hidung dan Tenggorokan dari bulan Mei 2016 – Agustus 2016.

Jumlah pasien sebagai sampel adalah sebanyak 23 pasien. Data yang dikumpulkan disajikan dalam bentuk tabel.

Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Kelompok Umur Penderita Rinosinusitis Kronis Dengan dan Tanpa Polip

Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (n) Persen (%)

15-24 5 21,74

25-34 6 26,08

35-44 5 21,74

45-54 3 13,04

>54 4 17,4

Jumlah 23 100

(9)

Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Kelompok Jenis Kelamin Penderita Rinosinusitis Kronis Dengan dan Tanpa Polip

Jenis kelamin Jumlah (n) Persen (%)

Laki-laki 18 78,26

Perempuan 5 21,74

Jumlah 23 100

Dari tabel 4.2 diatas didapati bahwa penderita rinosinusitis kronis dengan dan tanpa polip berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 18 penderita (78,26%) dan berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 5 penderita (21,74%).

Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Keluhan Utama Penderita Rinosinusitis Kronis Dengan dan Tanpa Polip

Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (n) Persen (%)

Hidung tersumbat 19 82,61

Nyeri wajah 3 13,04

Penciuman menurun 0 0

PND/Post Nasal Drip 1 4,35

jumlah 23 100

(10)

27

Tabel 4.4 Distribusi Keterlibatan Sinus Maksila Penderita Rinosinusitis Kronis Dengan dan Tanpa Polip

Keterlibatan Sinus Jumlah (n) Persen (%) Maksila

Kanan 9 39,13

Kiri 14 60,87

Jumlah 23 100

Dari tabel 4.4 diatas didapati bahwa pada penderita rinosinusitis kronis dengan dan tanpa polip, keterlibatan sinus maksila paling banyak adalah sinus maksila kiri yaitu pada 14 penderita (60,87%) dan yang paling sedikit adalah sinus maksila kanan pada 9 penderita (39,13%).

Tabel 4.5 Distribusi Pola Kuman Aerob pada Penderita Rinosinusitis Kronis Dengan dan Tanpa Polip

Pola Kuman Aerob Jumlah (n) Persen (%)

Tidak terdapat bakteri 8 35

Gram (+)

Staphylococcus aureus 3 13

Staphylococcus epidermidis 1 4,3

Gram (-)

Klebsiella pneumonia 3 13

Klebsiella oxytoca 5 21,7

Proteus vulgaris 3 13

(11)

Dari tabel 4.5 diatas didapati bahwa pada penderita rinosinusitis kronis dengan dan tanpa polip, hasil kultur kuman aerob paling banyak adalah kuman aerob Gram (-) Klebsiella oxytoca yaitu sebanyak 5 penderita (21,7%) dan paling sedikit adalah kuman aerob Gram (+) Staphlococcus epidermidis pada 1 penderita (4,3%), dan tidak dijumpai pertumbuhan bakteri sebanyak 8 penderita (35%).

Tabel 4.6 Distribusi Pola Kuman Anaerob pada Penderita Rinosinusitis Kronis Dengan Dan Tanpa Polip

Pola Kuman Anaerob Jumlah (n) Persen (%)

Tidak terdapat bakteri 22 95

Gram (+)

Peptostreptococcus 1 5

Jumlah 23 100

Pola Kuman Anerob Jumlah (n) Persen (%)

Tidak terdapat bakteri 22 95

Gram (+)

Peptostreptococcus 1 5

Jumlah 23 100

(12)

29

Tabel 4.7 Distribusi Pola Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotik Penderita Rinosinusitis Kronis Dengan dan Tanpa Polip

Keterangan:

S=Sensitif R=Resisten

(*) = Antibiotik untuk Aerob gram (+)

(**) = Antibiotik untuk Aerob gram (+) dan gram (-)

(-) = Uji sensitivitas tidak dilakukan

(13)

gram (+) Peptostreptococcus (1 sampel) dan tidak dijumpai pertumbuhan bakteri sebanyak 8 sampel.

Pada kuman aerob gram (+) Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis antibiotik yang sensitif didapatkan Cefotaxim, Ceftazidime, Cefoperazone, Levofloxacin, Ciprofloxacin, Vancomycin masing – masing sebesar (100%) tetapi resisten pada pemberian antibiotik Amoxixilin dan Penicillin.

Pada kuman aerob gram (-) Klebsiella pneumonia di uji sensitifitas antibiotik Amikasin, Ceftriaxone, Cefotaxime, Ceftazidime, Cefuroxime, Cefoperazone, Levofloxacin, Meropenem, Penicillin maka yang sensitif adalah Ceftriaxone, Cefotaxim, Levofloxacin dan Meropenem (100%). Resisten pada pemakaian antibiotik Penicillin (100%).

Pada kuman aerob gram (-) Klebsiella oxytoca antibiotik yang sensitif adalah Amikasin, Ceftriaxone, Cefotaxim, Ceftazidime, Cefuroxime, Cefoperazone, Ciprofloxacin, Levofloxacin dan Meropenem (100%) tetapi didapatkan resisten pada pemakaian antibiotik Penicillin, Tetracycline (100%).

Pada kuman aerob gram (-) Proteus vulgaris antibiotik yang sensitif adalah Ceftriaxone, Cefotaxim, Ceftazidime, Cefuroxime, Cefoperazone, Ciprofloxacin, levofloxacin dan Meropenem (100%). Resisten pada pemakaian antibiotik Penicillin, Tetracycline (100%).

(14)

31 BAB V PEMBAHASAN

Pada penelitian yang dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher FK. USU/RSU. H. Adam Malik

dan Rumah sakit jejaring (RSU. Haji Medan) bagian Telinga Hidung dan

Tenggorokan dari bulan Mei 2016 – Agustus 2016 didapatkan pada 23

penderita rinosinusitis kronis dengan dan tanpa polip.

Dari hasil penelitian penderita rinosinusitis kronis dengan dan tanpa

polip terbanyak pada umur 25-34 tahun yaitu sebanyak 6 penderita

(26,8%) dan yang terendah pada kelompok umur 45-54 tahun yaitu

sebanyak 3 penderita (13,04%).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di Cina dimana prevalensi

kelompok umur terbanyak adalah 15-34 tahun yaitu 280 penderita (8,93%)

(Shi, Fu, Zhang, Cheng, et al, 2015). Hal serupa juga pada penelitian di

Nigeria dimana prevalensi usia terbanyak yaitu usia 31-40 tahun yaitu 42

penderita (35%) dan usia 21-30 tahun yaitu 35 penderita (29,1%) (Adoga

dan Ma’an, 2011). Dari penelitian – penelitian ini menyatakan bahwa umur terbanyak rerata 15 – 34 tahun akibat aktivitas seperti sekolah ataupun

bekerja yang tinggi sehingga rentan terinfeksi hidung.

Juga didapatkan bahwa penderita rinosinusitis kronis dengan dan

tanpa polip berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 18 penderita

(78,26%) dan berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 5 penderita

(21,74%).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh National Health Interview

Survey pada tahun 2012 dimana prevalensi laki-laki lebih tinggi dibanding

perempuan yaitu 15% dibanding 9% pada 34.525 orang (Shi, Fu, Zhang,

Cheng, et al, 2015). Hal yang sesuai juga didapat pada penelitian di Cina

(15)

(38orang(5,38%):34orang(4,28%)), Guangzhou 67orang(8,97%) : 61orang (7,88%)), Urumqi 87orang(12,385%) : 56 orang (7,03%), Wuhan 81orang (10,06%) : 71orang (9,23%), Changcun 69 orang (9,34%) : 67orang (8,80%), Huaian 47orang (6,40%) : 29 orang(3,75%) (Shi, Fu, Zhang, Cheng, et al, 2015). Prevalensi didominasi laki-laki juga didapati pada penelitian di Seoul National University yaitu laki-laki 180 pasien,

perempuan 161 pasien (Cho, S.H., Kim, D.W., Lee, S.H., Kolliputi, N., et al, 2015). Hasil serupa dijumpai di Nigeria dimana prevalensi laki-laki 36 (57%) : perempuan 24 (43%) (Amodu, Fasunla, Akano dan Olusesi, 2014). Hal ini bisa terjadi dikarenakan aktivitas kerja laki-laki lebih tinggi sehingga rentan sakit.

Berbeda dengan penelitian di kota Chengdu dimana prevalensi rinosinusitis kronis perempuan lebih tinggi daripada laki - laki yaitu 9,9 : 8,9 (Shi, Fu, Zhang, Cheng, et al, 2015). Hal ini akibat perempuan di

daerah tersebut lebih banyak bekerja sehingga mudah terinfeksi.

Pada keluhan penderita rinosinusitis kronis dengan dan tanpa polip didapatkan keluhan utama paling banyak adalah hidung tersumbat pada 19 penderita (82,61%) dan yang paling sedikit adalah post nasal drip pada yaitu 1 penderita (4,35%).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terhadap 10.636 pasien rinosinusitis kronis dimana keluhan utamanya paling sering adalah hidung tersumbat dan keluhan utama paling jarang adalah penciuman menurun

(Shi, Fu, Zhang, Cheng, et al, 2015). Hal yang sama didapati di Korea bahwa keluhan utama paling banyak adalah hidung tersumbat selama lebih dari 3 bulan (Bachert, Pawankar, Zhang, Bunnag, et al, 2014). Hasil sama dijumpai pada penelitian di Nigeria dimana keluhan utama terbanyak

adalah hidung tersumbat yaitu pada 101 pasien (Adoga dan Ma’an, 2011;

(16)

33

hidung dan sinusparanasal dalam waktu yang cukup lama sehingga terjadi sumbat pada hidung.

Pada penderita rinosinusitis kronis dengan dan tanpa polip, hasil kultur didapati penderita rinosinusitis kronis dengan dan tanpa polip kuman aerob paling banyak adalah kuman aerob Gram (-) Klebsiella oxytoca yaitu sebanyak 5 penderita (21,7%) dan paling sedikit adalah kuman

aerob Gram (+) Staphlococcus epidermidis pada 1 penderita (4,3%), dan tidak dijumpai pertumbuhan bakteri sebanyak 8 penderita (35%).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di ruang rawat intensif RS Fatmawati Jakarta pada kurun waktu 2001-2002 dimana jenis kuman patogen yang dijumpai terbanyak adalah aerob gram (-) yaitu Klebsiella sp dilanjutkan aerob gram (+) yaitu Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus (Refdanita, Maksum, Nurgani dan Endang, 2004). Berbeda dengan penelitian Kenjono tahun 2004 didapatkan kuman aerob

gram (+) yaitu Staphylococcus yang merupakan salah satu kuman tersering dijumpai pada rinosinusitis kronis (Kentjono, 2004). Salah satu kuman aerob terbanyak berdasarkan hasil antrostomi adalah Staphylococcus aureus sebanyak 10% (Finegold, Flynn, Rose dan Jousimies-Somer, et al, 2002) hal ini disebabkan karena seringnya pemberian antibiotik yang banyak mematikan kuman aerob gram (+) sehingga hanya terlihat kuman gram (-) terutama di rumah sakit.

Dilihat dari penyebab kuman anaerob yang dijumpai hanya kuman

(17)

penelitian Finegold (2002) didapatkan juga kuman anaerob terbanyak adalah anaerobic Streptococci (Finegold, Rose, Jousimies-Somer, Jakielaszek, et al, 2002). Hal yang sama pada penelitian Bachert dkk (2014) pada penderita Rinosinusitis terdapat kuman anaerob. Hal ini diakibatkan kuman anaerob tumbuh fase transisi infeksi dari fase akut menuju kronik. Tidak terjadinya pertumbuhan bakteri anaerob disebabkan

sulit menumbuhkan dalam kultur dilihat dari tehnik pengambilan sampel juga waktu transportasi. Sesuai dengan penelitian Nigro (2006) dimana tidak terdapat kuman anaerob pada maksila akibat dipengaruhi oleh faktor transportasi dan cara pengambilan sampel (Nigro et al, 2006)

Didapatkan 23 sampel penderita rinosinusitis kronis dengan dan tanpa polip, antibiotik untuk kuman aerob gram (+) didapatkan antibiotik sensitif pada kuman aerob gram (+) adalah Cefotaxim, Levofloxacin,

Ciprofloksasin, Vancomycin masing – masing sebesar (100%). Hasil yang

didapatkan pada penelitian Li (2016) didapatkan antibiotik yang sensitif Amikacin, Daptomycin, Linezolid, Vancomycin, Teicoplanin, Amoxicillin and Clavulanate potassium, Cefuroxime. Hasil antibiotik sensitif yang sama hanya dijumpai pada Vancomycin (Li, Wu, Li, Di, et al, 2016).

Pada kuman aerob gram (-) didapatkan yang sensitif adalah

(18)

35

Hasil yang berbeda pada penelitian Li (2016) di Cina yaitu antibiotik yang sensitif untuk RSK dengan bakteri Staphylococcus aureus adalah Amikasin, Cefoperazone/sulbactam, Imipenem, Ceftazidime, Aztreonam, Levofloxacin. Perbedaan ini dikarenakan pemakaian kultur (Germiculture) sedangkan penelitian ini memakai kultur agar darah dan jumlah sampel penelitian yang berbeda.

(19)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

6.1.1 Penderita RSK dengan dan tanpa polip di RSUP. Haji Adam Malik dan RS. Haji Mina terbanyak pada kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar 26,8% dan yang terendah pada kelompok umur 45-54 tahun yaitu sebesar 13,04%

6.1.2 Penderita RSK dengan dan tanpa polip kebanyakan berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 78,26%.

6.1.3 Penderita RSK dengan dan tanpa polip berdasarkan keluhan utama dijumpai distribusi terbanyak pada hidung tersumbat sebesar 82,61% dan paling sedikit adalah post nasal drip sebesar 4,35%.

6.1.4 Hasil kultur kuman aerob pada penderita RSK dengan dan tanpa polip diperoleh distribusi terbanyak adalah kuman aerob gram (-) Klebsiella oxytoca yaitu sebesar 21,7% dan kuman aerob paling sedikit adalah gram (+) Staphylococcus epidermidis 4,3%. Kuman anaerob yang didapatkan adalah Peptostreptococcus sebesar 5%.

6.1.5 Antibiotik yang sensitif pada penderita RSK dengan dan tanpa polip pada kuman aerob gram (+) Staphylococcus aureus, Staphlococcus epidermidis adalah Cefotaxim, Levofloxacin, Ciprofloksasin, Vancomycin (100%). Kuman aerob gram (-) Klebsiella pneumoniae, Klebsiella oxytoca, Proteus vulgaris

(20)

37

6.2 Saran

6.2.1 Pemberian terapi pada RSK dengan dan tanpa polip haruslah berdasarkan data empirik, dimana data ini dapat berubah maka diperlukan pemeriksaan pola kuman dan sensitifitas terhadap antibiotika sebelum memberikan antibiotik sehingga dokter dapat memberikan terapi yang tepat.

6.2.2 Sebagai data dasar untuk jenis bakteri dan sensitifitas antibiotik pada RS. Haji Adam Malik Medan dan RS. Haji Mina Medan pada terapi antibiotik RSK dengan dan tanpa polip.

Gambar

Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Kelompok Umur Penderita Rinosinusitis Kronis Dengan dan Tanpa Polip
Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Keluhan Utama Penderita Rinosinusitis Kronis Dengan dan Tanpa Polip
Tabel 4.5  Distribusi Pola Kuman Aerob pada Penderita Rinosinusitis
Tabel 4.6  Distribusi Pola Kuman Anaerob pada Penderita Rinosinusitis
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada contoh (1) di atas jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam ( inner code-mixing ), sebab dalam kalimat tersebut menggunakan bahasa Jawa menyisip pada

Analisa teknikal memfokuskan dalam melihat arah pergerakan dengan mempertimbangkan indikator-indikator pasar yang berbeda dengan analisa fundamental, sehingga rekomendasi yang

Pengobatan sendiri pada nyeri akut dengan obat anti nyeri dari 45 responden yang melakukan pengobatan sering yaitu sebanyak 25 orang (55.6%), dan yang melakukan pengobatang

Dalam perencanaan struktur bangunan kayu bersadarkan beberapa peraturan kayu yang ada saat ini, yaitu antara lain peraturan kayu Amerika Serikat (AWC,2011) dan

Analisa teknikal memfokuskan dalam melihat arah pergerakan dengan mempertimbangkan indikator-indikator pasar yang berbeda dengan analisa fundamental, sehingga rekomendasi yang

(1) Data yang telah diperoleh di catat dalam kartu data; (2) Setelah data terkumpul dan disimpan dalam kartu data, diidentifikasi, diklasifikasi, dan

4 Jika pada penelitian lain telah dilakukan uji efektivitas ekstrak lengkuas terhadap Candida albicans, pada penelitian ini akan dilakukan analisis perbedaan pengaruh

Only one study reported elevated plasma neopterin level, which might identify patients at long-term risk of death or recurrent acute coronary events after ACS in