• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tingkat Konsumsi dan Preferensi Konsumen Bawang Merah Segar di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Tingkat Konsumsi dan Preferensi Konsumen Bawang Merah Segar di Kota Medan"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bawang Merah

Bawang merah (Allium ascalonicum, L) atau dikalangan internasional menyebutnya shallots merupakan komoditi hortikultura yang tergolong sayuran

rempah. Dalam bahasa batak dikenal dengan sebutan pia. Bawang merah semarga

dengan bawang bombay, bawang daun, dan bawang putih ini masuk dalam

golongan famili Liliaceae. Bawang merah merupakan tanaman semusim, yang termasuk klasifikasi tumbuhan tema berumbi lapis atau siung yang bersusun

(Singgih, 1999).

Di Indonesia bawang merah lebih banyak diusahakan di dataran rendah

dibanding di dataran tinggi karena pengusahaannya lebih efisien dan kondisi

agroklimat mendukung untuk pertumbuhan tanaman secara optimal (Suherman

dan Basuki 1990).

Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang penting bagi

masyarakat Indonesia. Namun demikian, bawang merah mempunyai

permasalahan produksi yang mengikuti iklim / musim, dan juga cirinya sebagai

produk pertanian yaitu mudah rusak/busuk (perishable). Hal ini berdampak terhadap perkembangan harga bawang merah yang sangat fluktuaktif.

Kebutuhan bawang merah segar sangat begitu besar. Hampir semua

masakan pada umumnya menggunakan bawang merah sebagai sebagai bumbu

(2)

yang berguna menambah cita rasa dan kenikmatan pada masakan. Tanaman ini

juga bermanfaat sebagai obat tradisional (Estu dan Nur Berlian, 1996).

Permintaan bawang merah cenderung merata setiap saat, sementara

produksi bawang merah bersifat musiman. Kondisi ini menyebabkan terjadinya

gejolak karena adanya kesenjangan (gap) antara pasokan (suplai) dan permintaan sehingga dapat menyebabkan gejolak harga antar waktu. Permintaan bawang

merah segar terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan

kebutuhan konsumsi bawang merah segar oleh masyarakat. Kesenjangan yang

terjadi antara produksi dan konsumsi diilustrasikan pada gambar 2 berikut ini:

Gambar 2. Perkembangan produksi dan kebutuhan konsumsi bawang merah, 2011

Dari Gambar 2 tersebut terdapat kesenjangan produksi dan konsumsi yang

cukup lebar, dimana pada saat produksi lebih rendah daripada permintaan (sekitar

bulan April sampai dengan Nopember) produksi seharusnya disimpan sebagai

stok atau diekspor, sementara pada bulan Oktober atau Maret atau saat off season dilakukan impor untuk menutup kekurangan konsumsi (RPJMN, 2015).

Konsumsi penduduk Indonesia per kapita per tahun bawang merah

disajikan pada Tabel 4, yang menunjukkan peningkatan rata-rata konsumsi per

kapita secara lambat yaitu 0,05 persen/tahun. Pada tahun 2008 rata-rata konsumsi

(3)

kg/kapita/tahun, dan bahkan konsumsi bawang merah mengalami penurunan

cukup besar pada tahun 2011 yaitu turun menjadi 2,36 kg/kapita/tahun, pada

tahun 2012 terjadi peningkatan kembali sebesar 2,76 kg/kapita/tahun.

Tabel 4. Konsumsi Bawang Merah Rata-rata Per Kapita Per Tahun.

Tahun Kg/kap/tahun

2008 2.74

2009 2.52

2010 2.53

2011 2.36

2012 2.76

Laju (%/tahun) -0,51

Sumber: BPS, 2011

Bawang merah dapat dikatakan sebagai barang ekonomi, karena bersifat

terbatas. Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki

nilai ekonomis tinggi, baik ditinjau dari sisi pemenuhan konsumsi nasional,

sumber penghasilan petani, maupun potensinya sebagai penghasil devisa negara.

Peningkatan produksi bawang merah yang diarahkan untuk memenuhi

kebutuhan domestik dan meningkatkan daya saing dapat ditempuh melalui

perluasan areal baru serta peningkatan produktivitas (Iriani E, 2013).

Tingginya fluktuasi harga bawang merah tersebut memaksa Pemerintah

untuk membuat kebijakan berupa harga referensi untuk bawang merah melalui

Permentan No 86/2013, Permendag 47/2013 dan SK Dirjen Perdagangan Dalam

Negeri No 118/PDN/2013.

Berdasarkan keputusan tersebut, harga referensi bawang merah ditetapkan

sebesar Rp. 25.700,-per kg dirantai konsumen. Harga referensi ini merupakan

(4)

merah ditingkat konsumen melebihi harga referensi tersebut maka pemerintah

akan membuka kran impor bawang merah. Dengan adanya ketetapan harga

referensi ini diharapkan dapat meregulasi harga bawang merah dan juga

mencegah terjadinya pemasokan bawang merah impor yang tidak tepat.

Dalam rumusan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN, 2015) bidang pangan dan pertanian, pemerintah juga telah

mengeluarkan beberapa kebijakan terkait dengan bawang merah diantaranya

kebijakan jangka pendek yang mengatur tentang kebijakan tekhnologi dan

kebijakan regulasi. Sedangkan untuk kebijakan jangka menengah yaitu

mendukung program Road Map bawang merah dan pada Dirjen Hortikultura untuk penambahan luas tanam. Pengaturan impor hortikultura termasuk bawang

merah juga diatur melalui Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No.

16/M-DAG/PER/4/2013. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa bawang merah

menjadi salah satu komoditas yang diatur impornya.

Pemerintah juga menetapkan tarif bea masuk untuk bawang merah impor

sebesar 20 persen melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 241/PMK.001/2010.

Kebijakan - kebijakan tersebut disusun dalam rangka mengendalikan impor

bawang merah dalam negeri, menjaga kestabilan harga di dalam negeri dan untuk

mendukung perkembangan produksi bawang merah di dalam negeri.

2.2. Standarisasi Bawang Merah di Indonesia

Untuk menjamin perlindungan terhadap masyarakat dan mendukung pasar

nasional dalam menghadapi globalisasi perdagangan serta tetap dapat

(5)

hukum nasional dibidang standarisasi. Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor

102 Tahun 2000, disebutkan bahwa standarisasi adalah proses merumuskan,

menetapkan, menerapkan dan merevisi standar yang dilaksanakan secara tertib

dan bekerjasama dengan semua pihak. Sedangkan penyelenggaraan

pengembangan dan pembinaan dibidang standarisasi dilakukan oleh Badan

Standarisasi Nasional. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan standar mutu

untuk komoditas bawang merah. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI

01-3159-1992) syarat mutu bawang merah tersaji seperti pada Tabel 5 berikut :

Tabel 5. Karekteristik dan Standar Mutu Bawang Merah di Indonesia

Karekteristik Syarat Pengujian

Mutu I Mutu II

Kesamaan sifat Varietas Seragam Seragam Organoleptik

Ketuaan Tua Cukup tua Organoleptik

Kekerasan Keras Cukup Keras Organoleptik

Diameter (cm) minimal 1,7 1,3 SP-SMP-309-1981

Kekeringan Kering simpan Kering simpan Organoleptik Kerusakan, % (bobot/bobot)

maksimal 5 8 SP-SMP-310-1981

Busuk, % (bobot/bobot)

maksimal 1 2 SP-SMP-311-1981

Kotoran, % (bobot/bobot)

maksimal Tidak ada Tidak ada SP-SMP-313-1981

Kadar air (%) 80 – 85 75 – 80 SP-SMP-313-1982

Sumber: Tabloid Sinar Tani, 2014

2.3. Siklus Hidup Produk

Siklus hidup produk adalah suatu konsep penting yang memberikan

pemahaman tentang dinamika kompetitif suatu produk. Seperti halnya dengan

manusia, suatu produk juga memiliki siklus atau daur hidup. Siklus Hidup Produk

(Product Life Cycle) ini yaitu suatu grafik yang menggambarkan riwayat produk sejak diperkenalkan ke pasar sampai dengan ditarik dari pasar . Siklus Hidup

(6)

pemasaran karena memberikan pemahaman yang mendalam mengenai dinamika

bersaing suatu produk. Konsep ini dipopulerkan oleh Levitt (1978) yang

kemudian penggunaannya dikembangkan dan diperluas oleh para ahli lainnya.

Ada berbagai pendapat mengenai tahap – tahap yang ada dalam Siklus

Hidup Produk (Product Life Cycle) suatu produk. Ada yang menggolongkannya menjadi introduction, growth, maturity, decline dan termination. Sementara itu ada pula yang menyatakan bahwa keseluruhan tahap – tahap Siklus Hidup Produk

(Product Life Cycle) terdiri dari introduction (pioneering), rapid growth (market acceptance), slow growth (turbulance), maturity (saturation), dan decline

(obsolescence). Meskipun demikian pada umumnya yang digunakan adalah penggolongan ke dalam empat tahap, yaitu introduction, growth, maturity dan

decline.

Menurut Basu Swastha (1984), daur hidup produk itu dibagi menjadi empat

tahap yaitu :

1. Tahap Perkenalan (Introduction)

Pada tahap ini, barang mulai dipasarkan dalam jumlah yang besar walaupun

volume penjualannya belum tinggi. Barang yang dijual umumnya barang

baru (betul-betul baru) Karena masih berada pada tahap permulaan,

biasanya ongkos yang dikeluarkan tinggi terutama biaya periklanan.

Promosi yang dilakukan memang harus agresif dan menitik beratkan pada

merek penjual. Disamping itu distribusi barang tersebut masih terbatas dan

laba yang diperoleh masih rendah.

(7)

Dalam tahap pertumbuhan ini, penjualan dan laba akan meningkat dengan

cepat. Karena permintaan sudah sangat meningkat dan masyarakat sudah

mengenal barang bersangkutan, maka usaha promosi yang dilakukan oleh

perusahaan tidak seagresif tahap sebelumnya. Disini pesaing sudah mulai

memasuki pasar sehingga persaingan menjadi lebih ketat. Cara lain yang

dapat dilakukan untuk memperluas dan meningkatkan distribusinya adalah

dengan menurunkan harga jualnya.

3. Tahap kedewasaan (maturity)

Pada tahap kedewasaan ini kita dapat melihat bahwa penjualan masih

meningkat dan pada tahap berikutnya tetap. Dalam tahap ini, laba produsen

maupun laba pengecer mulai turun. Persaingan harga menjadi sangat tajam

sehingga perusahaan perlu memperkenalkan produknya dengan model yang

baru. Pada tahap kedewasaan ini, usaha periklanan biasanya mulai

ditingkatkan lagi untuk menghadapi persaingan.

4. Tahap kemunduran (decline)

Hampir semua jenis barang yang dihasilkan oleh perusahaan selalu

mengalami kekunoan atau keusangan dan harus diganti dengan barang yang

baru. Dalam tahap ini, barang baru harus sudah dipasarkan untuk

menggantikan barang lama yang sudah kuno. Meskipun jumlah pesaing

sudah berkurang tetapi pengawasan biaya menjadi sangat penting karena

permintaan sudah jauh menurun. Apabila barang yang lama tidak segera

ditinggalkan tanpa mengganti dengan barang baru, maka perusahaan hanya

(8)

yang dapat dilakukan oleh manajemen pada saat penjualan menurun antara

lain:

a. Memperbaharui barang (dalam arti fungsinya)

b. Meninjau kembali dan memperbaiki program pemasaran serta

program produksinya agar lebih efisien.

c. Menghilangkan ukuran, warna dan model yang kurang baik.

d. Menghilangkan sebagian jenis barang untuk mencapai laba optimum

pada barang yang sudah ada.

e. Meninggalkan sama sekali barang tersebut.

Pada saat ini bawang merah berada pada masa kedewasaan (maturity) berdasarkan siklus hidup produk (produk life cycle). Dalam tahap ini di tandai dengan produk telah mencapai titik tertinggi dalam penjualannya, dan pada tahap

selanjutnya tetap, namun terjadi persaingan harga yang cukup tajam. Sehingga

laba produsen dan laba pengecer mulai menurun.

Menurut Kotler dan Keller (2009), tahap kedewasaan pada siklus hidup

produk adalah penurunan pertumbuhan penjualan karena produk telah diterima

oleh sebagian besar pembeli potensial. Laba stabil atau menurun karena

persaingan meningkat. Tingkat pertumbuhan penjualan mulai menurun akibat

tidak ada lagi saluran distribusi yang harus diisi.

Pada tahap kedewasaan (maturity) salah satu strategi yang dapat digunakan dalam perkembangan siklus produk adalah strategi bertahan (Defensive Strategy). Strategi ini bertujuan untuk mempertahankan pangsa pasar dari pesaing dan

(9)

place, & promotion) untuk memperoleh tambahan penjualan. Pada kenyataannya bawang merah segar bukanlah produk yang dapat bersubsitusi, namun dari

sumber produksi bawang merah segar, yakni bawang merah impor merupakan

produk subsitusi dari produksi bawang merah lokal yang pada akhirnya

mrmpengaruhi harga bawang merah di dalam negri. Persaingan harga yang cukup

tajam menuntut produsen menyediakan berbagai pilihan bawang merah sesuai

dengan selera dan kemampuan konsumen dalam mengkonsumsi bawang merah.

Sehingga untuk jenis produk pada tahap maturity, salah satu metode analisis yang digunakan adalah metode analisis Konjoin.

2.4. Penelitian Terdahulu

Pada penelitian terdahulu Skreli dan Imami (2012) menganalisis preferensi

konsumen terhadap buah apel di Tirana, Albania. Preferensi konsumen dianalisis

menggunakan Conjoint Analysis. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi

preferensi konsumen terhadap buah apel sebagai bahan rekomendasi pemasaran

dan pembuatan kebijakan. Analisis konjoin diawali dengan memilih atribut

produk dan tarafnya. Pada penelitian ini atribut-atribut yang teridentifikasi ialah

warna (varietas), asal, harga dan ukuran. Atribut-atribut yang terpilih berdasarkan

literatur, pra survei dan wawancara dengan konsumen dan pemasar produk.

Dalam studi ini, peneliti mengaitkan warna dengan varietasnya. Masyarakat

di Albania umumnya tidak mengenali apel berdasarkan varietasnya namun dari

warnanya. Oleh karena itu, peneliti menggunakan warna sebagai atribut

menggantikan varietas. Studi Chan-Halbrendth et al. (2010), mengenai preferensi

(10)

konsumen lebih menyukai dan mau membayar untuk produk yang ditanam lokal

dibandingkan yang impor. Sementara untuk harga meskipun bukan atribut teknis,

umumnya dimasukan sebagai atribut dalam analisis konjoin karena merupakan

faktor yang umumnya dipertimbangkan dalam pembelian.

Adiyoga dan Nurmalinda (2012) menggunakan analisis Konjoin dalam

melihat ‘Preferensi Konsumen Terhadap Atribut Produk Bawang Merah, Kentang

dan Cabai Merah”. Hasil yang ditemukan bahwa preferensi konsumen terhadap

kentang adalah ukuran umbinya, untuk preferensi konsumen bawang merah

adalah ukuran umbi dan warna kulit merah ungu tua, sedangkan untuk Cabe

merah preferensi konsumen lebih kepada warna kulit merah terang, ukuran dan

rasa agak pedas.

Studi selanjutnya yaitu “Analisis Preferensi Konsumen Pasar Tradisional

Terhadap Buah Jeruk Lokal Dan Buah Jeruk Impor Di Kabupaten Kudus” oleh

Isni Yuniar Riska (2012), menggunakan Analisis Chi Square dalam menganalisa

perbedaan preferensi konsumen terhadap buah jeruk lokal dan buah jeruk impor,

sedangkan Analisis Multiatribut Fishbein digunakan untuk mengetahui atribut

buah jeruk lokal dan buah jeruk impor yang paling dipertimbangkan oleh

konsumen pada saat memutuskan untuk membeli buah jeruk lokal dan buah jeruk

impor. Diketahui bahwa buah jeruk lokal yang menjadi kesukaan konsumen di

Kabupaten Kudus adalah buah jeruk yang memiliki warna buah kuning hijau, rasa

buah yang manis sedikit asam, ukuran buah yang sedang, dan aroma buah yang

segar, sedangkan untuk buah jeruk impor yang menjadi kesukaan konsumen di

Kabupaten Kudus adalah buah jeruk yang memiliki warna buah jeruk oranye, rasa

(11)

konsumen terhadap atribut buah jeruk lokal maupun jeruk impor sama sama yang

memiliki kategori yang sangat baik dan tertinggi terdapat pada atribut rasa

buahnya.

Pada penelitian Laila Yuni dan Yuni Rukhbaniyah (2013), Variabelnya

adalah kepuasan konsumen dan atribut kopi seperti rasa, aroma warna dan

kemasan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan analisis Multi

atribut Fishbein. Hasil analisa sikap (Ao) diperoleh kopi tubruk kapal api sangat

positif disukai responden, sedangkan kopi tubruk Djempol disukai responden

dengan positif. Hasil analisa sikap (Ao) kopi instan ABC Mocca sangat positif

disukai responden, sedangkan Kapal Api Mocca disukai responden dengan positif.

Ni Putu Widyawati Listyari (2006) pada studi “Analisis Keputusan

Pembeli dan Kepuasan Konsumen. Konsumen Coffe Shop De Koffie Pot Bogor”.

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif, dengan Importance

Performance Analysis dan Customer Satisfaction Index. Dari Hasil penelitian

konsumen merasa nyaman dan puas terhadap kinerja De-Koffie dan 98 persen

(12)

Tabel. 6 Penelitian Terdahulu

2.5. Landasan Teori

2.5.1. Karekteristik Konsumen

Karekteristik konsumen menurut Sumarwan (2004) meliputi pengetahuan

dan pengalaman konsumen, kepribadian konsumen, dan karekteristik demografi

konsumen. Konsumen yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak

mengenai produk mungkin tidak termotivasi untuk mencari informasi, karena Nama

peneliti /Tahun

Judul Metode

Analisis Hasil Penelitian

Adiyoga dan

Hasil penelitia menunjukkan bahwa Preferensi konsumen terhadap kentang adala ukuran umbi, untuk Bawang Merah adalah ukuran umbi dan warna kulit merah ungu tua,sedangkan untuk cabe merah preferensi konsumen lebih kepada warna kulit merah terang, ukuran dan rasa agak pedas.

Isni Yuniar Riska / 2012

Analisis Preferensi Konsumen Pasar Tradisional Terhadap Buah Jeruk Lokal Dan Buah Jeruk Impor Di Kabupaten Kudus

Diketahui bahwa buah jeruk lokal yang menjadi kesukaan konsumen adalah buah jeruk yang memiliki warna buah kuning hijau, rasa buah yang manis sedikit asam, ukuran. untuk buah jeruk impor yang menjadi kesukaan konsumen di Kabupaten Kudus adalah buah jeruk yang memiliki warna buah jeruk oranye, rasa buah manis, ukuran buah. Kepercayaan konsumen terhadap atribut buah jeruk lokal maupun jeruk impor sama sama yang memiliki kategori yang sangat baik dan tertinggi terdapat pada atribut rasa buahnya. sedang dan aroma buah yang segar buah yang sedang, dan aroma buah yang segar.

Laila Yuni dan Kopi Instan di Kecamatan Pejagaon

Hasil analisa sikap (Ao) di peroleh kopi tubrukkapal,api sangat positif disukai responden,sedangkan kopi tubruk djempol disukai responden dengan positif.hasil analisa sikap ( Ao) kopi instan ABC Mocca sangat positif di sukai responden,sedangkan Kapal api Mocca disukai responden dengan positif. Coffe Shop De Koffie Pot Bogor

(13)

konsumen sudah merasa cukup dengan pengetahuannya untuk mengambil

keputusan.

2.5.2. Karekteristik Sikap

Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan

merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap juga dapat diartikan adalah

kecenderungan bertindak, berpikir, berpersepsi, dan merasa, dalam menghadapi

objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukanlah perilaku, tetapi merupakan

kecenderungan untuk berperilaku dengan cara tertentu terhadap objek sikap.

Sikap relatif lebih menetap atau jarang mengalami perubahan. Manifestasi sikap

tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari

perilaku yang tertutup.

Menurut Heri Purwanto (1999), sikap adalah pandangan-pandangan atau

perasaan yang disertai kecendrungan untuk bertindak sesuai objek itu. Teori

selanjutnya menurut Soekidjo Notoatmojo (2007) sikap adalah merupakan reaksi

atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.

Ada tiga komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh

(total attitude) yaitu :

a. Kognitif (cognitive)

Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar

bagi objek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi

dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari objek tertentu.

(14)

c. Konatif (conative)

Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan

bagaimana perilaku atau kecendrungan berperilaku dengan yang ada dalam diri

seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapi ( Notoatmodjo, 2007).

Faktor yang mempengaruhi sikap antara lain adalah ;

a. Adanya akumulasi pengalaman dari dari tanggapan tanggapan tipe yang sama.

b. Pengamatan terhadap sikap yang lain berbeda.

c. Pengalaman (baik/buruk) yang pernah dialami.

d. hasil peniruan terhadap sikap pihak lain secara sadar / tidak sadar.

2.5.3. Karekteristik Produk

Karakteristik kualitas suatu produk yang diinginkan konsumen, dapat

diperoleh melalui pengkajian terhadap perilaku konsumen berdasarkan

pendekatan konsep atribut produk. Konsep ini menganggap bahwa konsumen

memandang suatu produk sebagai kesatuan dari atribut-atribut tertentu, yang

dikenal sebagai petunjuk kualitas (Manalo 1990, Baker 1999, Luce et al.2000,

Schupp et al. 2003, Abdul Hadi et al. 2010).

Petunjuk kualitas ini merupakan stimulus yang bersifat informatif bagi

konsumen, berhubungan dengan produk dan dapat diketahui oleh konsumen

melalui panca indera. Melalui petunjuk kualitas ini, konsumen dapat menilai

bahwa suatu produk mempunyai kualitas yang sesuai dengan preferensinya atau

tidak (Adiyoga dan Nurmalinda, 2012).

(15)

Teori keputusan adalah teori mengenai cara manusia memilih pilihan

diantara pilihan-pilihan yang tersedia secara acak guna mencapai tujuan yang

hendak diraih. Teori keputusan dibagi dua yaitu: (1). Teori keputusan normatif

yaitu teori bagaimana keputusan dibuat berdasarkan prinsip rasionalitas, dan (2).

Teori keputusan deskriptif yaitu teori tentang bagaimana keputusan dibuat secara

faktual (Hansson, 2005). Menurut George R. Terry menyatakan pengambilan

keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau

lebih alternatif yang ada.

Keputusan pembelian konsumen merupakan hasil akhir dari suatu proses

yang dilakukan konsumen, keputusan ini didasari oleh beberapa tahapan yang

pada umumnya dilalui oleh setiap konsumen sebelum akhirnya membuat

keputusan untuk mengkonsumsi suatu produk.

Kotler (2005) menyatakan bahwa terdapat lima tahapan yang dilalui oleh

konsumen dalam melakukan proses pembelian yaitu, pengenalan masalah,

melakukan proses pencarian informasi, mengevaluasi alternatif pilihan yang ada,

melakukan keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Pada tahap

pembelian, konsumen harus mengambil tiga keputusan yaitu kapan membeli,

dimana membeli dan bagaimana membayarnya. Pembelian merupakan fungsi dari

dua determinan yaitu niat pembelian serta pengaruh lingkungan dan perbedaan

individu. Niat pembelian biasanya dapat digolongkan menjadi dua kategori.

Kategori pertama adalah pembelian yang terencana penuh karena pembelian yang

terjadi merupakan hasil dari keterlibatan dan pemecahan masalah yang diperluas.

Kedua adalah pembelian yang tidak terencana (mendadak), jika pilihan merek

(16)

2.5.5. Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen merupakan proses pertukaran yang melibatkan

serangkaian langkah-langkah, dimulai dengan tahap perolehan atau akuisisi, lalu

ketahap konsumsi, dan berakhir dengan tahap disposisi produk atau jasa (Mowen

dan Minor, 2002).

Menurut Kotler (2000), “faktor budaya yang secara luas dan mendalam

mempengaruhi perilaku konsumen dalam melakukan pembelian. Faktor ini akan

berhubungan dengan tata nilai, persepsi, preferensi, kebangsaan, agama,

kelompok ras, dan daerah geografi. Faktor budaya ini akan membentuk segmen

pasar yang penting.

Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial, seperti : kelompok

acuan, keluarga, serta peranan dan status sosial. Keputusan seorang pembeli juga

dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, yaitu usia pembelian dan tahap siklus

hidup, pekerjaan, keadaan ekonomis, gaya hidup serta kepribadian dan konsep

pribadi pembeli. Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi lagi oleh faktor

psiklogis, yang termasuk dalam hal ini adalah motif persepsi, pengetahuan serta

kepercayaan dan pendirian”.

2.5.6.Tingkat Konsumsi

Menurut J. M Keynes, tingkat konsumsi seseorang atau rumah tangga

ditentukan oleh pendapatannya. Konsumsi merupakan kegiatan manusia dalam

penggunaan barang dan jasa untuk mengurangi atau menghabiskan daya guna atau

(17)

Menurut Kotler dan Keller (2009) perilaku pembelian konsumen (konsumsi)

dipengaruhi oleh faktor budaya (kebangsaan, agama, kelompok ras, dan wilayah

geografis), faktor sosial (kelompok referensi, keluarga, peran sosial dan status)

dan faktor pribadi (usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan dan keadaan ekonomi,

konsep diri serta gaya hidup dan nilai).

Sangadji (2013) menyatakan bahwa ada tiga faktor utama yang

mempengaruhi prilaku konsumen untuk mengambil keputusan pembelian

(konsumsi) yaitu faktor psikologis (persepsi, motivasi, pembelajaran, sikap dan

kepribadian), faktor situasional (tempat, waktu, penggunaan produk, dan kondisi

saat pembelian) dan faktor sosial (peraturan, keluarga, kelompok, referensi, kelas

sosial dan budaya).

Perilaku konsumen merupakan difrensiasi dari permintaan sehingga perilaku

pembelian dapat pula dipengaruhi oleh harga barang, harga barang lain,

pendapatan konsumen dan selera konsumen (Nuraini, 2007).

2.5.7. Prinsip Teori Konsumsi

Barang yang dikonsumsi mempunyai sifat semakin banyak akan semakin

besar manfaatnya. Utilitas (utility) adalah manfaat yang diperoleh seseorang karena mengkonsumsi barang. Dengan kata lain utilitas merupakan ukuran

manfaat (kepuasan) bagi seseorang yang mengkonsumsi barang atau jasa.

Keseluruhan manfaat yang diperoleh konsumen karena mengkonsumsi sejumlah

barang disebut dengan Utilitas Total. Pada teori Utilitas berlaku konsistensi

(18)

Pada teori Utilitas juga diasumsikan bahwa konsumen mempunyai pengetahuan

yang cukup baik berkaitan dengan keputusan konsumsinya. Tingkat konsumsi

pada kajian ini diartikan sebagai volume bawang merah segar yang dikonsumsi

konsumen dalam satuan waktu (gram/hari).

Faktor –Faktor Penentu Tingkat Konsumsi :

1. Pendapatan rumah tangga (Household income), semakin besar pendapatan semakin besar pula pengeluaran untuk konsumsi.

2. Kekayaan rumah tangga (Household wealth), semakin besar kekayaan, maka tingkat konsumsi juga akan menjadi semakin tinggi.

3. Prakiraan masa depan (Household iexpectations), bila masyarakat memperkirakan harga barang-barang akan mengalami kenaikan maka

mereka akan lebih banyak membeli barang –barang tersebut.

4. Tingkat suku bunga (Interest rate), bila tingkat bunga tabungan tinggi/naik, masyarakat merasa lebih diuntungkan jika uangnya ditabung dari pada

dibelanjakan.

5. Pajak (taxation),pengenaan pajak akan menurunkan pendapatan yang diterima masyarakat, akibatnya akan menurunkan tingkat konsumsi.

6. Jumlah Penduduk, jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar

pengeluaran konsumsi.

7. Faktor Sosial Budaya, misalnya pada pola kebisaan makan, perubahan etika

dan tata nilai karena ingin meniru kelompok masyarakat tertentu yang

(19)

2.5.8. Preferensi Konsumen

Preferensi Konsumen didefinisikan sebagi pilihan suka atau tidak suka oleh

seseorang terhadap suatu produk barang atau jasa yang di konsumsi. Preferensi

merupakan bagian dasar konsumen dalam keseluruhan berprilaku terhadap dua

atau lebih objek (Kotler 2002). Seseorang tidak akan memiliki preferensi terhadap

makanan sebelum seseorang tersebut merasakannya.

Preferensi makanan dipengaruhi oleh tiga faktor :

1. Karakteristik Individual meliputi: usia, jenis kelamin, pendidikan,

pendapatan, suku, orientasi nilai mengenai kesehatan, ukuran dan komposisi

dari keluarga dan status kesehatan.

2. Karakteristik Lingkungan meliputi: musim, lokasi geografis, asal, tingkat

urbanisasi, dan mobilitas.

3. Karakteristik Produk meliputi: rasa, warna, aroma, kemasan dan tekstur.

Perubahan pola konsumsi umumnya dipicu oleh kombinasi pertumbuhan

pendapatan dan pergeseran preferensi konsumen (Adiyoga 2008). Menurut

Kusnardi (2014) pola konsumsi konsumen kini juga dipengaruhi oleh aspek

kesehatan dan keamanan. Pergeseran pendekatan pengembangan produk dari

konvensional ke nonkonvensional, memposisikan preferensi konsumen sebagai

indikator permintaan pasar. Terminologi preferensi konsumen terutama digunakan

untuk menjelaskan suatu opsi yang diantisipasi memiliki nilai tertinggi dibanding

dengan opsi-opsi lainnya (Eastwood et al. 1987, Ernst et al. 2006, Jesionkowska

2008, Hinson & Bruchhaus 2008). Produk yang disukai konsumen ialah produk

(20)

2.5.9. Analisis Konjoin

Analisis Konjoin adalah akronim dari Considered joinly (dipertimbangkan bersamaan), yaitu adalah tekhnik analisa yang digunakan untuk meneliti dampak

atribut-atribut suatu barang atau jasa secara serempak terhadap preferensi

seseorang atas barang dan jasa tersebut. Analisis Konjoin banyak dipakai dalam

aplikasi pemasaran dan berpotensi diterapkan pada bidang lainnya, yang

membutuhkan pembobotan beberapa atribut secara serempak dan yang melibatkan

pertukaran kepentingan (trade off) antar atribut untuk menilai sesuatu (Gudono, 2015).

Menurut Churchill (2012) metode konjoin merupakan suatu metode dimana

nilai yang diberikan responden disimpulkan dari preferensi terhadap kombinasi

atribut yang ditetapkan peneliti.

Menurut Suryana (2008), analisis konjoin adalah sebuah teknik guna

mengukur preferensi konsumen terhadap atribut (spesifikasi atau fitur) sebuah

produk atau jasa. Analisis konjoin berdasarkan pada subjektifitas konsumen

terhadap beberapa kombinasi fitur yang ditawarkan. Subjektifitas konsumen ini

diukur melalui peringkat (rank) atau skore (skala Likert). Hasil analisis konjoin

berupa informasi kuantitatif yang dapat memodelkan preferensi konsumen untuk

beberapa kombinasi fitur produk. Analisis konjoin terdiri dari beberapa tahap,

pertama, memilih kombinasi beberapa atribut dan level dari masing masing

atribut. Kemudian, kombinasi atribut ini di berikan peringkat oleh beberapa

responden (konsumen). Tahap akhir, analisis penilaian responden dilakukan untuk

(21)

Pada analisis konjoin, tahap awal yang perlu dibuat adalah produk (barang

atau jasa) baik yang bersifat riil ataupun hipotesis dengan cara mengkombinasikan

level-level yang telah dipilih dari setiap atribut. Kombinasi-kombinasi ini

selanjutnya diperlihatkan pada responden yang selanjutnya akan memberikan

evaluasi terhadap setiap kombinasi tersebut.

Guna memperoleh hasil yang akurat, maka harus mampu menggambarkan

produk yang akan dinilai tersebut lengkap dengan semua atributnya dan semua

nilai yang relevan untuk setiap atribut tersebut. Istilah faktor digunakan untuk

menggambarkan atribut yang spesifik dari suatu produk (baik barang maupun

jasa). Sedangkan nilai yang mungkin dari tiap faktor dinamakan level. Pada

analisis konjoin, sebuah pruoduk digambarkan dalam level dari sejumlah faktor

yang membentuknya.

Analisis konjoin merupakan salah satu teknik multivariat yang digunakan

secara spesifik untuk memahami bagaiman responden membangun preferensi

terhadap suatu produk (barang / jasa). Teknik ini berdasarkan premis sederhana

bahwa konsumen mengevaluasi nilai dari suatu produk, jasa ataupun ide dengan

mengkombinasi nilai terpisah yang dikontribusikan oleh setiap atribut.

Utilitas yang merupakan dasar konseptual untuk mengukur nilai dalam

analisis konjoin, merupakan penilaian preferensi subjektif yang unik bagi tiap

individu. Produk dengan nilai utilitas lebih tinggi memiliki preferensi lebih tinggi

dan memiliki kesempatan terpilih lebih tinggi.

Menurut Surjandari (2009), analisis konjoin merupakan suatu metode

untuk menganalisis preferensi pelanggan mengenai suatu produk dan

(22)

analisis konjoin adalah serangkaian skala interval parth-worth (utilitas) dari masing-masing level untuk setiap atribut dimana penggabungan utilitas ini

akan didapatkan prediksi preferensi dari masing-masing level untuk setiap

atribut dari produk tersebut.

Total utility = utility (level atribut ke 1 ke-i) + utility (level atribut 2 ke-i) +

utility ( level atribut 3 ke-i)+...+ utility (level atribut n ke-i) +

konstanta

Dalam memilih atribut dan level, diupayakan agar atribut dan level terpilih

berpeluang besar mempengaruhi preferensi responden. Pemilihan atribut dan level

dapat dilakuikan melalui diskusi pakar, eksplorasi data sekunder maupun

penelitian pendahuluan. Bila suatu atribut yang dianggap berperan penting telah

dipilih, maka level-levelnya harus ditentukan sehingga memiliki kemungkinan

untuk diterima oleh responden. Untuk mendapatkan hipotesa yang akurat bagi

parameter dan juga untuk memudahkan responden dalam mengevaluasi stimuli,

maka sangat dianjurkan agar jumlah atribut dan level dibatasi. Pada umumnya

jumlah atribut yang akan dievaluasi dalam analisis konjoin berjumlah maksimum

tujuh atribut dengan level masing-masing berkisar dua hingga empat (Hair et

al.,2006).

Stimuli adalah kombinasi dari atribut barang, jasa atau ide yang akan

dibentuk, disebut pula sebagai profil produk. Untuk memperoleh stimuli yang

efektif dan kesimpulan yang akurat, dibutuhkan kehati -hatian dalam memilih dan

mendefinisikan atribut dan level. Karena itu harus dipastikan bahwa atribut dan

level yang diikutsertakan dalam stimuli telah memenuhi dua hal berikut (Hair

(23)

1). Communicable, artinya atribut dan taraf mudah diungkapkan secara realistis. 2). Actionable, artinya atribut dan taraf sanggup dipraktikkan.

Setelah stimuli-stimuli berhasil ditentukan, tahap selanjutnya adalah

menyampaikan stimuli-stimuli tersebut secara realistis, efisien, serta mudah

dimengerti oleh responden.

2.5.10. Fungsi Analisis Konjoin

Analisis Konjoin mempunyai manfaat yang dapat digunakan produsen

dalam mencari solusi kompromi yang optimal guna merancang atau mendesain

serta mengembangkan suatu produk.

Menurut Green dan Krieger (1991) analisis Konjoin dapat dimanfaatkan

untuk beberapa kegunaan sebagai berikut :

1. Merancang Harga

Memprediksi tingkat penjualan atau penggunaan produk (market share), uji

coba konsep produk baru.

2. Segmentasi preferensi

3. Merancang strategi promosi

Fungsi umum dari analisis konjoin menurut Agustinus (2012) adalah :

1. Mendefinisikan objek atau konsep dengan kombinasi fitur yang optimal.

Menunjukkan kontribusi relatif dari tiap atribut dan level terhadap evaluasi

keseluruhan dari objek.

2. Menggunakan estimasi dari penilaian pembeli atau konsumen untuk

memprediksi preferensi diantara objek-objek yang memiliki kumpulan fitur

(24)

3. Mengisolasi kelompok konsumen potensial yang memberi tingkat

kepentingan berbeda pada fitur untuk mendefinisikan segmen potensial

menengah keatas maupun menengah kebawah.

4. Mengidentifikasi kesempatan pemasaran dengan cara mengeksplorasi

potensi pasar untuk kombinasi fitur yang belum ada.

2.5.11. Atribut Produk

Atribut dapat didefinisikan sebagai karakteristik yang membedakan dengan

merek atau produk lain atau dapat juga sebagai faktor-faktor yang

dipertimbangkan konsumen dalam mengambilan keputusan tentang pembelian

suatu merek ataupun kategori produk, yang melekat pada produk atau bagian

produk (Simamora, 2004).

Atribut yang dimiliki suatu produk menunjukkan keunikan dari produk

tersebut dan dapat juga mudah menarik perhatian konsumen. Menurut Simamora

(2004) atribut produk terdiri dari tiga tipe yaitu:

1. Ciri atau rupa (feature)

Ciri dapat berupa ukuran, bahan dasar, karakteristik estetis, proses

manufaktur, servis atau jasa, penampilan, harga, susunan maupun trademark.

2. Manfaat (benefit)

Manfaat dapat berupa kegunaan, kesenangan yang berhubungan dengan

panca indera, manfaat non material seperti waktu.

3. Fungsi (function)

Atribut fungsi jarang digunakan dan lebih sering diperlakukan sebagai

(25)

Menurut Kotler dan Amstrong (2008) atribut produk merupakan suatu

komunikasi atas manfaat dari hasil pengembangan produk atau jasa yang akan

ditawarkan produk atau jasa tersebut.

2.6. Kerangka Pemikiran

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan

konsumen, definisi konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa

yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang

lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak diperdagangkan.

Menurut Kotler (2005), konsumen didefinisikan sebagai individu atau

kelompok yang berusaha untuk memenuhi atau mendapatkan barang atau jasa

yang dipengaruhi untuk kehidupan pribadi atau kelompoknya. Konsumen

merupakan target akhir dalam suatu perdagangan yang memanfaatkan barang atau

jasa untuk memenuhi kebutuhannya.

Sumarwan menyatakan (2003), konsumen dapat dikelompokkan menjadi

dua :

1. Konsumen akhir (final costumer), adalah setiap rumah tangga atau individu yang membeli produk atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau

untuk dikonsumsi langsung.

2. Konsumen organisasi (organizatoinal customer), adalah organisasi,

perusahaan, pedagang, pemerintah dan lembaga non-profit yang membeli

barang atau jasa untuk diproses lebih lanjut hingga menjadi produk akhir.

Konsumen yang terlibat dalam penelitian ini termasuk ke dalam konsumen

(26)

untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau digunakan untuk industri dan

restoran.

Engel et al. (1994) membagi beberapa karakteristik konsumen menjadi dua yaitu:

1. Karakteristik demografi, merupakan karakteristik konsumen berdasarkan

jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, pekerjaan, status, pendapatan per

bulan dan tempat tinggal.

2. Karakteristik psikografi, merupakan karakteristik konsumen berdasarkan

gaya hidup yaitu aktivitas, minat dan opini kelompok pembeli.

Menurut Sumarwan (2004), karakteristik konsumen meliputi pengetahuan

dan pengalaman konsumen, kepribadian konsumen, dan karakteristik demografi

konsumen. Konsumen yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak

mengenai produk mungkin tidak termotivasi untuk mencari informasi, karena ia

sudah merasa cukup dengan pengetahuannya untuk mengambil keputusan.

Konsumen yang mempunyai kepribadian sebagai seorang yang senang

mencari informasi (information seeker) akan meluangkan waktu untuk mencari informasi lebih banyak. Dalam penelitian ini, karakteristik umum konsumen

bawang merah akan dilihat berdasarkan jenis kelamin, usia, pekerjaan, jumlah

anggota keluarga, tingkat pendapatan dan tingkat konsumsi.

Preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai

pilihan produk yang ada. Menurut Simamora (2005) preferensi merupakan konsep

abstrak yang menggambarkan peta peningkatan kepuasan yang diperoleh dari

kombinasi barang dan jasa sebagai cerminan dari selera pribadi seseorang.

Teori preferensi digunakan untuk menganalisis tingkah laku konsumen,

(27)

terbatas maka ia harus memilih alternatif sehingga nilai guna atau utilitas yang

diperoleh mencapai optimal.

Kotler (2005) mendefinisikan preferensi didefinisikan sebagai derajat

kesukaan, pilihan atau sesuatu yang lebih disukai konsumen. Preferensi dapat

terbentuk melalui pola pikir konsumen yang didasari oleh beberapa alasan, antara

lain:

a) Pengalaman yang diperoleh sebelumnya.

Konsumen merasakan kepuasan dalam membeli produk tertentuk dan

merasakan kecocokan dalam mengkonsumsi produk yang dibelinya. Maka

konsumen akan terus-menerus memakai atau menggunakan merek produk.

tersebut, sehingga konsumen mengambil keputusan untuk membeli.

b) Kepercayaan turun-menurun.

Kebiasaan keluarga menggunakan produk tersebut, maka konsumen merasa

puas untuk mengulangi membeli produk tersebut.

Menurut Kotler (2005) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

preferensi adalah kepercayaan, atribut, kepentingan dan kepuasan. Pengetahuan

akan preferensi konsumen terhadap bawang merah dapat dijadikan bahan

pertimbangan atau acuan bagi pihak-pihak terkait untuk dapat memproduksi,

mengembangkan dan memasarkan bawang merah sesuai dengan harapan

konsumen. Sehingga bawang merah dari sentra-sentra produksi yang ada di

Indonesia khususnya Sumatera Utara dan petani bawang merah sebagai tonggak

utama penghasil bawang merah mampu berproduksi lebih optimal sehingga

(28)

Utara dan dapat bersaing dengan bawang merah lokal dari luar Sumatera Utara,

serta bawang merah impor yang ada dipasaran

Adapun kerangka pemikiran operasional secara sistematis dapat dilihat

sebagai berikut :

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Preferensi Konsumen Bawang Merah

Segar

Konsumen Bawang Merah Segar

Atribut dan Level Atribut Bawang Merah Segar

Berdasarkan karakteristik konsumen:

Usia, JenisKelamin, Jumlah anggota keluarga, Tingkat Pendapatan dan Tingkat Konsumsi.

Secara Umum : Atribut Produk

Gambar

Gambar 2. Perkembangan produksi dan kebutuhan konsumsi bawang merah, 2011
Tabel 4. Konsumsi Bawang Merah  Rata-rata Per Kapita Per Tahun.
Tabel 5. Karekteristik dan Standar Mutu Bawang Merah di Indonesia
Tabel. 6 Penelitian Terdahulu
+2

Referensi

Dokumen terkait

Atribut buah jeruk lokal yang dipercaya telah bagus oleh konsumen adalah kesegaran buah, rasa buah, warna buah, dan aroma buah, dari keempat atribut yang dipercaya bagus

Hasil penelitian adalah (1) sikap konsumen terhadap atribut-atribut pada buah jeruk adalah lebih menyukai jeruk impor dibandingkan dengan jeruk lokal khususnya

Pelaku usaha buah impor diharapkan dapat mempertahankan preferensi konsumen terhadap buah impor dengan cara menjual buah impor yang memiliki rasa manis, ukuran yang besar, aroma

Sehingga perlu dilihat tingkat konsumsi dan preferensi konsumen terhadap bawang merah segar baik dari sisi harga, ukuran umbi, kelembaban/kekeringan maupun aromanya yang

Kombinasi buah impor yang menjadi preferensi konsumen adalah buah dengan rasa yang manis, berukuran besar, memiliki aroma khas yang kuat dan warna yang cerah.. Atribut buah impor

Penelitian farida yani (2015),”Analisis Tingkat Konsumsi Dan Preferensi Konsumen Bawang Merah Segar Di Kota Medan”menggunakan analisis konjoin dimana hasil yang

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen Dalam Pembelian Buah Jeruk Impor Dan Buah Jeruk Lokal ( Studi Kasus : Kecamatan Medan Petisah , Kota Medan

Atribut buah jeruk lokal yang dipercaya telah bagus oleh konsumen adalah kesegaran buah, rasa buah, warna buah, dan aroma buah, dari keempat atribut yang dipercaya bagus