• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan, dan Leverage terhadap Earnings Management pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan, dan Leverage terhadap Earnings Management pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teoritis

2.1.1 Earnings Management

2.1.1.1. Pengertian Earnings Management

Beberapa definisi manajemen laba menurut beberapa ahli dalam Sulistyanto (2008: 48-50), yaitu sebagai berikut:

1) Davidson, Stickney, dan Weil (1987)

Manajemen laba merupakan proses untuk mengambil langkah tertentu yang disengaja dalam batas-batas prinsip akuntansi berterima umum untuk menghasilkan tingkat yang diinginkan dari laba yang dilaporkan.

2) Schipper (1989)

Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses penyusunan pelaporan keuangan eksternal, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi (pihak yang tidak setuju mengatakan ini hanyalah upaya untuk memfasilitasi operasi yang tidak memihak dari sebuah proses).

3) National Association of Fraud Examiners (1993)

(2)

4) Fisher dan Rosenzweig (1995)

Manajemen laba adalah tindakan-tindakan manajer untuk menaikkan atau menurunkan laba periode berjalan dari sebuah perusahaan yang dikelolanya tanpa menyebabkan kenaikan atau penurunan keuntungan ekonomi perusahaan jangka panjang.

5) Lewitt (1998)

Manajemen laba adalah fleksibilitas akuntansi untuk meyetarafkan diri dengan inovasi bisnis. Penyalahgunaan laba ketika publik memanfaatkan hasilnya. Penipuan mengaburkan volatilitas keuangan sesungguhnya. Itu semua untuk menutupi konsekuensi dari keputusan-keputusan manajer.

6) Healy dan Wahlen (1999)

Manajemen laba muncul ketika manajer menggunakan keputusan tertentu dalam pelaporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan keuangan untuk menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporkan.

Walaupun menggunakan terminologi yang berbeda, definisi-definisi itu mempunyai benang merah yang menghubungkan satu definisi dengan definisi lainnya, yaitu menyepakati bahwa manajemen laba merupakan aktivitas manajerial untuk mempengaruhi dan mengintervensi laporan keuangan.

(3)

apabila manajemen laba yang dilakukan oleh seorang manajer merupakan permainan memilih metode dan standar akuntansi yang sesuai dengan kebutuhannya dan diungkapkan secara jelas dalam laporan keuangan, maka tindakan ini tidak dikategorikan sebagai kecurangan.

Menurut Scott (2003: 369), earnings management is the choice by a

manajer of accounting policies so as to achieve some specific objective.

(Manajemen laba merupakan suatu tindakan manajer yang memilih kebijakan akuntansi untuk mencapai beberapa tujuan yang spesifik dan kebijakan akuntansi yang dimaksud adalah penggunaan akrual dalam menyusun laporan keuangan). Scott membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan political

costs. Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient

contracting (Efficient Earnings Management), dimana manajemen laba memberi

manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu.

(4)

laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan. Manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa. Tindakan manajemen laba yang memanipulasi laporan keuangan memiliki maksud untuk meningkatkan kesejahteraannya secara personal maupun untuk meningkatkan nilai bagi perusahaan.

Isu-isu dalam manajemen laba menurut Belkaoui (2007: 206-210), antara lain sebagai berikut:

1. Manajemen laba yang bertujuan untuk memenuhi harapan dari analisis keuangan atau manajemen (yang diwakili oleh peramalan laba dari publik). 2. Manajemen laba bertujuan untuk mempengaruhi kinerja harga jangka pendek

dengan berbagai cara.

3. Manajemen laba berakhir dan dapat bertahan karena informasi yang asimetris suatu kondisi yang disebabkan oleh informasi yang diketahui manajemen namun tidak ingin untuk mereka ungkapkan.

4. Manajemen laba terjadi dalam konteks suatu kumpulan pelaporan yang fleksibel dan seperangkat kontrak tertentu yang menentukan pembagian aturan diantara pemegang kepentingan.

5. Strategi perusahaan bagi manajemen laba mengikuti satu atau lebih dari tiga pendekatan (memilih dari pilihan-pilihan yang ada dalam GAAP/ Generally

(5)

pilihan aplikasi yang ada dalam opsi. Dan menggunakan akuisisi serta disposisi aktiva dan waktu untuk melaporkannya).

6. Manajemen laba merupakan suatu hasil usaha untuk melewati ambang batas. 7. Manajemen laba dapat berasal dari pemenuhan perjanjian dari kontrak

kompensasi implisit.

8. Manajemen laba tumbuh dari ancaman dua bentuk aturan yakni aturan industri spesifik dan aturan antitrust.

9. Laba negatif secara tiba-tiba umumnya lebih merugikan daripada revisi ramalan negatif.

Menurut Watts dan Zimmerman dalam Sulistyanto (2008: 44-46) ada beberapa faktor yang mendorong manajer melakukan praktik manajemen laba, yaitu:

1. Perencanaan Bonus

Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara oportunistik untuk melakukan earnings management dengan memaksimalkan laba saat ini.

2. Motif Politik

Earnings management digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada

perusahan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.

(6)

Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi earnings management yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan.

4. Pergantian CEO

CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka dan jika kinerja perusahaan buruk akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.

5. IPO (Initial Public Offering)

Informasi mengenai laba menjadi sinyal atas nilai perusahaan pada perusahaan yang akan melakukan IPO. Hal ini berakibat bahwa manajer perusahaan yang akan go public melakukan earnings management menaikkan harga saham perusahaan.

6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor

Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.

Secara umum, terdapat lima teknik manajemen laba menurut Wolk, Dodd, dan Tearney dalam Sulistiawan (2011:43-51), yaitu:

1. Mengubah Metode Akuntansi

(7)

kepentingan di antara ketiganya. Namun, pemilihan metode akuntansi tertentu yang dilakukan oleh manajer atau pengelola perusahaan merupakan salah satu bentuk maksimalisasi nilai perusahaan menurut perspektifnya masing-masing, sejalan pemilihan tersebut sejalan dengan rambu-rambu yang sudah diatur. 2. Membuat Estimasi Akuntansi

Teknik ini dilakukan dengan tujuan memengaruhi laba akuntansi melalui kebijakan dalam membuat estimasi akuntansi. Cara untuk mendapatkan tambahan atau pengurangan laba adalah mengubah estimasi akuntansi. Perubahan estimasi akuntansi ini disesuaikan dengan kebutuhan penyajian laporan keuangan. Jika mengharapkan kenaikan laba, perusahaan dapat mengubah estimasi aset tetap atau aset tidak berwujudnya menjadi lebih panjang. Hasilnya, laba menjadi lebih tinggi karena biaya penyusutan menurun. 3. Mengubah Periode Pengakuan Pendapatan dan Biaya

Teknik ini dilakukan untuk mempercepat atau menunda pengakuan pendapatan dan biaya dengan cara menggeser biaya dan pendapatan ke periode berikutnya agar memperoleh laba maksimum. Teknik ini biasanya dilakukan pada perusahaan yang melakukan IPO. Manajer akan mempercepat pengakuan pendapatan periode mendatang dengan melaporkannya ke periode tahun berjalan agar kinerja perusahaan pada tahun berjalan menjelang IPO terlihat baik, atau menunjukkan laba maksimal.

4. Mereklasifikasi Akun

(8)

tetapi karena kelihaian penyajinya, laporan keuangan ini bisa memberikan dampak interpretasi yang berbeda bagi penggunanya. Implikasi dari teknik ini berdampak pada terjadinya kesalahan interpretasi laporan keuangan oleh pengguna, terutama yang tidak memiliki pengetahuan akuntansi. Meskipun laba rugi memberikan informasi lengkap, sampai saat ini banyak pengguna laporan keuangan cenderung hanya membaca bagian laba bersihnya.

5. Mereklasifikasi Akrual Diskresioner dan Akrual Nondisresioner

Akrual diskresioner adalah akrual yang dapat berubah sesuai dengan kebijakan manajemen, seperti pertimbangan tentang umur ekonomis aset tetap atau pertimbangan pemilihan metode depresiasi. Akrual nondiskresioner adalah akrual yang dapat berubah bukan karena kebijakan atau pertimbangan pihak manajemen, seperti perubahan piutang yang besar karena adanya tambahan penjualan yang signifikan.

Pola manajemen laba menurut Scott (2003: 383-384) dapat dilakukan dengan cara:

a. Taking a Bath

Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa datang. Manajemen laba dilakukan untuk mentransfer kemakmuran dirinya dengan kebijakan akuntansi, bukan melalui keputusan operasi.

(9)

Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.

c. Income Maximization

Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk memperoleh laba yang lebih besar. Laporan yang menujukkan laba yang besar akan menyebabkan meningkatnya bonus/ kompensasi yang diperoleh oleh manajer. Pola seperti ini mungkin akan dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang.

d. Income Smoothing

Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

2.1.2 Perataan Laba (Income Smoothing)

(10)

Alasan manajemen melakukan perataan laba, antara lain:

1. Rekayasa untuk mengurangi laba dan menaikkan biaya pada periode berjalan dapat mengurangi hutang pajak.

2. Tindakan perataan laba dapat meningkatkan kepercayaan investor, karena mendukung kestabilan penghasilan dan kebijakan deviden sesuai dengan keinginan.

3. Tindakan perataan laba dapat mempererat hubungan antara manajer dan karyawan, karena dapat menghindari permintaan kenaikan upah/gaji oleh karyawan/pekerja.

4. Tindakan perataan laba memiliki dampak psikologis pada perekonomian, dimana kemajuan dan kemunduran dapat dibandingkan dan gelombang optimisme dan pesimisme dapat ditekan.

Menurut Ronen dan Sadan dalam Jatiningrum (2000), perataan laba dapat dilakukan dalam 3 cara, yaitu:

a. Manajemen dapat menetapkan waktu terjadinya peristiwa tertentu, untuk mengurangi perbedaan laba yang dilaporkan. Jadi alternatifnya, manajemen juga dapat menentukan waktu pengakuan beberapa peristiwa.

b. Manajemen dapat mengalokasikan pendapatan dan beban tertentu pada periode akuntansi yang berbeda.

(11)

Perataan laba merupakan perilaku yang rasional didasarkan pada asumsi dalam positive accounting theory bahwa agent (dalam hal ini manajemen) adalah individu yang rasional yang memperhatikan kepentingan dirinya. Konsisten dengan asumsi tersebut, maka motivasi yang mempengaruhi pilihan manajer atas kebijakan tertentu adalah memaksimumkan kepentingannya. Perataan laba dapat diakibatkan oleh :

1. Natural smoothing (perataan yang alami): yang menyatakan bahwa proses laba

secara inheren menghasilkan suatu aliran laba yang rata. Contohnya, public

utilities.

2. Intentional smoothing (perataan yang disengaja): biasanya dihubungkan

dengan tindakan manajemen. Dapat dikatakan bahwa intentional smoothing berkenaan dengan situasi dimana rangkaian yang dilaporkan dipengaruhi oleh tindakan manajemen. Intentional smoothing dapat diklasifkikasikan menjadi: a. Real smoothing: merupakan usaha yang diambil manajemen dalam

merespon perubahan kondisi ekonomi. Dapat juga berarti suatu transaksi yang sesungguhnya untuk dilakukan atau tidak dilakukan berdasarkan pengaruh perataannya pada laba. Perataan ini menyangkut pemilihan waktu kejadian transaksi riil untuk mencapai sasaran perataan.

b. Artificial smoothing: merupakan suatu usaha yang disengaja untuk

mengurangi variabilitas aliran laba secara artificial. Perataan laba ini menerapkan prosedur akuntansi untuk memindahkan biaya dan/atau pendapatan dari satu periode ke periode yang lain. Dengan kata lain,

(12)

prosedur akuntansi yang memperbolehkan pengubahan cost dan/atau

revenue dari satu periode akuntansi ke periode yang lainnya.

2.1.3 Teori Keagenan

Timbulnya praktek manajemen laba dapat dijelaskan dengan teori keagenan. Konsep teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara penyedia modal (prinsipal) dan para agen (Sugiarto, 2009: 53). Hubungan keagenan timbul pada saat seorang atau lebih individu yang disebut sebagai principal menggaji individu lain yang disebut sebagai agent untuk memberikan jasa kepadanya, kemudian mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Di dalam konteks manajemen keuangan, hubungan keagenan tersebut terutama antara: (1) pemegang saham dengan manajer, (2) manajer dengan debitur yang memberikan hutang, dan (3) antara manajer dan para pemegang saham (Lubis, 2012: 11).

Untuk meyakinkan bahwa manajer bekerja sungguh-sungguh untuk kepentingan pemegang saham, maka pemegang saham harus mengeluarkan biaya yang disebut agency cost yang meliputi pengeluaran untuk memonitor kegiatan manajer, pengeluaran untuk membuat suatu struktur organisasi yang meminimalkan tindakan-tindakan manajer yang tidak diinginkan, serta

opportunity cost yang timbul akibat kondisi dimana manajer tidak dapat segera

(13)

Para manajer tersebut dalam menjalankan operasional tentu akan lebih banyak mengetahui informasi internal dalam prospek perusahaan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dibandingkan pemilik. Ketidakseimbangan penguasaan informasi akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi. Asimetri informasi dapat menjadi pemicu bagi para manajer untuk melakukan tindakan manajemen laba dalam rangka menyesatkan pemegang saham terkait kinerja ekonomi perusahaan (Asward dan Lina, 2015).

2.1.4 Free Cash Flow

Jensen (1976) mendefinisikan free cash flow sebagai aliran kas yang merupakan sisa dari pendanaan seluruh proyek yang menghasilkan net present

value (NPV) positif yang didiskontokan pada tingkat biaya modal yang relevan.

Brigham dan Houston (2006: 65-66) mengartikan bahwa free cash flow adalah arus kas yang benar-benar tersedia untuk dibayarkan kepada investor (pemegang saham dan pemilik utang) setelah perusahaan melakukan investasi dalam aset tetap, produk baru, dan modal kerja yang dibutuhkan untuk mempertahankan operasi yang sedang berjalan. Nilai dari operasi perusahaan akan bergantung pada seluruh arus kas bebas yang diharapkan pada masa mendatang. Hal ini berarti bahwa semakin besar aliran dana bebas atau free cash flow suatu perusahaan maka menunjukkan bahwa keuangan perusahaan tersebut semakin bagus, karena perusahaan memiliki dana untuk pertumbuhan perusahaan, pembayaran utang, dan pembagian dividen.

(14)

penyisihan untuk pendanaan dan investasi yang diperlukan untuk mempertahankan kapasitas produksi pada tingkat sekarang. Pertumbuhan dan fleksibilitas keuangan bergantung pada ketersediaan arus kas bebas. Bagi pihak manajemen, seberapa besar free cash flow juga mencerminkan kemampuan perusahaan kedepannya (Rosnidi, 2009)

Menurut Lubis dan Putra (2012: 101) ada lima manfaat dari free cash flow, yaitu:

1. Untuk membayar bunga kepada debt holder, perusahaan harus tetap mengingat bahwa net cost dari perusahaan adalah after taxes interest

expenses.

2. Membayar kembali debt holder’s untuk pokok pinajaman. 3. Membayar dividen kepada para pemegang saham

4. Membeli kembali saham yang dimiliki oleh pemegang saham

5. Membeli saham dari perusahaan lain yang merupakan non operating

assets

Berbagai kondisi perusahaan dapat mempengaruhi nilai free cash flow (aliran kas bebas), misalnya bila perusahaan memiliki free cash flow yang tinggi dengan tingkat pertumbuhan rendah maka free cash flow ini seharusnya didistribusikan kepada pemegang saham. Tetapi, bila perusahaan memiliki free

cash flow tinggi dengan tingkat pertumbuhan tinggi maka free cash flow ini dapat

(15)

Free cash flow inilah yang sering menjadi pemicu timbulnya perbedaan

kepentingan antara pemegang saham dan manajer. Ketika free cash flow tersedia, manajer disinyalir akan menghamburkan free cash flow tersebut sehingga terjadi inefisiensi dalam perusahaan atau akan menginvestasikan free cash flow dengan

return yang kecil (Smith dan Kim dalam Zuhri dan Prabowo, 2010).

Perusahaan dengan free cash flow (arus kas bebas) yang tinggi akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk melakukan manajemen laba, karena perusahaan tersebut terindikasi menghadapi masalah keagenan yang lebih besar (Agustia, 2013). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perusahaan dengan surplus arus kas bebas yang tinggi juga cenderung melakukan praktik manajemen laba dengan meningkatkan laba yang dilaporkan untuk menutupi tindakan pihak manajer yang tidak optimal dalam memanfaatkan kekayaan perusahaan.

2.1.5 Struktur Kepemilikan

Struktur kepemilikan merupakan bentuk komitmen dari para pemegang saham untuk mendelegasikan pengendalian dengan tingkat tertentu kepada para manajer. Istilah struktur kepemilikan digunakan untuk menunjukkan bahwa variabel-variabel yang penting didalam struktur modal tidak hanya ditentukan oleh jumlah utang dan equity tetapi juga oleh persentase kepemilikan oleh manajer dan institusional. Pada perusahaan modern, kepemilikan perusahaan biasanya sangat menyebar (Pujiningsih, 2011).

(16)

institusional) dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu maksimalisasi nilai perusahaan (Dwi Putri, 2013).

2.1.5.1 Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manjerial adalah kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) menemukan bukti bahwa kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dari manajer dengan menyelaraskan kepentingan-kepentingan manajer dengan pemegang saham. Penelitian ini menemukan bahwa kepentingan manajer dengan pemegang saham eksternal dapat disatukan jika kepemilikan saham oleh manajer diperbesar sehingga manajer tidak akan memanipulasi laba untuk kepentingannya.

(17)

kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan tanpa memikirkan kesejahteraasn pemegang saham, dan cenderung merugikan pemegang saham.

Berdasarkan berbagai penelitian keterlibatan manajer pada kepemilikan saham efektif untuk meningkatkan kinerja manajer. Dengan strategi ini manajer berhati-hati mengambil keputusan. Posisi manajer sangat rentan karena modal, selain itu manajer juga berorientasi pada minimalisasi risiko sehingga dalam prakteknya apabila mendapat kesempatan cenderung melakukan kegiatan yang menguntungkan kepentingan pribadi. Dengan adanya peluang yang merugikan perusahaan perlu dilibatkan dalam kepemilikan saham yang dikenal sebagai kepemilikan manajerial (Dewi, 2011).

Manajemen laba sangat ditentukan oleh motivasi manajer perusahaan. Motivasi yang berbeda akan menghasilkan besaran manajemen laba yang berbeda, seperti antara manajer yang juga sekaligus sebagai pemegang saham dan manajer yang tidak sebagai pemegang saham. Dua hal tersebut akan mempengaruhi manajemen laba, sebab kepemilikan seorang manajer akan ikut menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi yang diterapkan pada perusahaan yang mereka kelola. Dengan kata lain, presentase tertentu terhadap kepemilikan saham oleh pihak manajemen, cenderung mempengaruhi tindakan manajemen laba (Anggraeni, 2013).

2.1.5.2 Kepemilikan Institusional

(18)

perusahaan investasi, dan kepemilikan institusi lain. Kepemilikan institusional merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik keagenan. Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi manajemen laba. Pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekankan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen (Boediono, 2005).

Rachmawati dan Triatmoko (2007) menyatakan bahwa dalam hubungannya dengan fungsi monitor, investor institusional diyakini memiliki kemampuan untuk memonitor tindakan manajemen lebih baik dibandingkan investor individual. Ada dua perbedaan pendapat mengenai investor institusional. Pendapat pertama didasarkan pada pandangan bahwa investor institusional adalah pemilik sementara (transfer owner) sehingga hanya terfokus pada laba sekarang (current earnings). Perubahan pada laba sekarang dapat mempengaruhi keputusan investor institusional. Jika perubahan ini tidak dirasakan menguntungkan oleh investor, maka investor dapat melikuidasi sahamnya. Investor institusional biasanya memiliki saham dengan jumlah besar, sehingga jika mereka melikuidasi sahamnya akan mempengaruhi nilai saham secara keseluruhan. Untuk menghindari tindakan likuidasi dari investor, manajer akan melakukan earnings

(19)

terfokus pada laba masa datang (future earnings) yang lebih besar relatif dari laba sekarang. Investor institusional menghabiskan lebih banyak waktu untuk melakukan analisis investasi dan mereka memiliki akses atas informasi yang terlalu mahal perolehannya bagi investor lain. Investor institusional akan melakukan monitoring secara efektif dan tidak akan mudah diperdaya dengan tindakan manipulasi yang dilakukan manajer.

2.1.6 Leverage

Rasio leverage yang digunakan dalam penelitian ini adalah debt ratio yaitu rasio yang mengukur seberapa besar aset perusahaan dibiayai oleh hutang. Tingkat leverage dapat diketahui melalui perbandingan total hutang dengan total aset. Menurut Van Horn dalam Naftalia (2013) Financial Leverage merupakan penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap, dengan harapan akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar dari pada beban tetapnya, sehingga keuntungan pemegang saham bertambah. Perusahaan yang memiliki hutang besar, memiliki kecenderungan melanggar perjanjian hutang jika dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki hutang lebih kecil. Rasio

leverage juga menunjukkan risiko yang dihadapi perusahaan. Semakin besar

(20)

2.2 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap earnings management diantaranya adalah:

1. Asward dan Lina (2015)

Asward dan Lina meneliti tentang “Pengaruh Mekanisme Corporate

Governance terhadap Manajemen Laba dengan Pendekatan Conditional Revenue

Model”, Mekanisme corporate governance dalam penelitian ini diproksikan

dengan konsentrasi kepemilikan, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komposisi dewan komisaris dan ukuran komite audit. Manajemen laba dalam penelitian ini diukur dengan conditional revenue model yang dikembangkan oleh Stubben (2010). Penelitian ini menggunakan sampel dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2010-2012. Penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode

purposive sampling dan diperoleh 128 perusahaan sebagai sampel. Metode

(21)

2. Simorangkir (2015)

Simorangkir meneliti tentang “Pengaruh Ukuran KAP, Proporsi Komisaris Independen, Free Cash Flow, Kepemilikan Institusional, dan Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI”. Manajemen laba diukur dengan discretionary accruals menggunakan Modified

Jones Model. Populasi pada penelitian ini adalah 134 perusahaan manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013. Berdasarkan metode purposive

sampling, sampel yang diperoleh sebanyak 101 perusahaan. Metode analisis yang

digunakan adalah metode analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa struktur kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba, free cash flow berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap manajemen laba. Variabel ukuran KAP, proporsi komisaris independen, dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.

3. Wijaya (2015)

Penelitian yang dilakukan oleh Wijaya adalah “Pengaruh Surplus Free Cash

Flow dan Mekanisme Good Corporate Governance terhadap Manajemen Laba”.

(22)

menggunakan metode regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

surplus free cash flow berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba,

ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Variabel dewan komisaris independen, ukuran komite audit, frekuensi rapat komite audit, dan jumlah finance experts komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.

4. Saragih (2014)

(23)

manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

5. Aygun et al. (2014)

Judul penelitiannya adalah “The Effect of Corporate Ownership Structure

and Board Size on Earnings Management: Evidence from Turkey”. Struktur

kepemilikan perusahaan diukur dengan dua variabel yaitu kepemilikan manajerial dan kepemilkan institusional. Penelitian ini juga menggunakan tiga variabel kontrol, diantaranya return on assets (ROA), ukuran perusahaan, dan financial

leverage. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

regresi berganda. Sampel yang digunakan adalah perusahaan Turki yang terdaftar di Istanbul Stock Exchange (ISE) selama periode 2009-2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan institusional dan ukuran dewan memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan kepemilikan manajerial memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa return on assets berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba, sementara financial

leverage memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba.

6. Selahudin et al. (2014)

Penelitian yang dilakukan adalah tentang “Remodelling the Earnings

Managements with the Appearance of Leverage, Financial Distress and Free

Cash Flow: Malaysia and Thailand Evidences”. Sampel yang digunakan dalam

(24)

Teknik analisis data menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penilitian ini menunjukkan bahwa leverage dan financial distress memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan free cash flow memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap manajemen laba.

7. Agustia (2013)

Penelitian Agustia adalah tentang “Pengaruh Faktor Good Corporate

Governance, Free Cash Flow¸dan Leverage terhadap Manajemen Laba”. Good

corporate governance diukur dengan ukuran komite audit, proporsi komite audit

independen, kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial. Discretionary

accrual digunakan sebagai proksi manajemen laba. Sampel penelitian adalah 14

perusahaan tekstil yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, yang dipilih menggunakan purposive sampling selama periode penelitian, tahun 2007-2011. Data dianalisis menggunakan regresi berganda. Berdasarkan hasil pengujian disimpulkan bahwa semua komponen good corporate governance (ukuran komite audit, proporsi komite audit independen, kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial) tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan leverage berpengaruh positif terhadap manajemen laba, dan free cash

flow berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini berarti

perusahaan dengan free cash flow yang tinggi akan membatasi praktik manajemen laba.

8. Putri dan Yuyetta (2013)

(25)

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011 dengan menggunakan metode purposive sampling. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial dan ukuran KAP memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan kepemilikan institusional, auditor spesialisasi industri, dan independensi auditor tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba.

9. Mehdi (2012)

Penelitian yang dilakukan Mehdi berjudul “Free cash flow and earnings

management: The moderating role governance and ownership.” Penelitian

dilakukan pada 85 perusahaan Perancis yang terdaftar dalam SBF 120 selama periode 2001-2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki arus kas bebas yang tinggi lebih condong untuk meningkatkan pengawasan mereka terhadap laba perusahaan. Audit komite independen, kepemilikan institusional, dan kepemilikan manajerial mengurangi praktik manajemen laba dengan adanya arus kas bebas. Namun, dewan pengurus independen tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba dikarenakan corporate governance telah disubstitusikan dengan peran monitoring mereka untuk mengurangi manajemen laba dengan adanya arus kas bebas.

10. Widyastuti (2009)

(26)

Indonesia yang pengumpulan datanya dilakukan pada periode tahun 2005. Struktur kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Di sisi lain, ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba. Semakin besar ukuran perusahaan maka akan menyebabkan peningkatan manajemen laba. Variabel

leverage dan variabel profitabilitas juga berpengaruh positif terhadap manajemen

laba.

Analisis Data Hasil Penelitian

1. Asward dan ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Sedangkan konsentrasi kepemilikan, dan komposisi dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

2. Simo-manajemen laba, free

cash flow berpengaruh

(27)

Lanjutan Tabel 2.1

Analisis Data Hasil Penelitian

3. Wijaya

1. Surplus Free Cash Flow

2. Ukuran Dewan

Komisaris

3. Dewan Komisaris

Independen

4. Ukuran Komite

Audit

Regresi Linier Berganda

Surplus free cash flow

berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba, ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Variabel dewan komisaris

independen, ukuran komite audit, frekuensi rapat komite audit, dan jumlah finance experts komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.

4. Saragih dan leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba. Kepemilikan institusional manajemen laba. Secara simultan,

kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, leverage dan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

5. Aygun et dan return on assets memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba.

Kepemilikan institusional,

financial leverage, dan

(28)

Lanjutan Tabel 2.1

Analisis Data Hasil Penelitian

6. Selahudin

Leverage dan financial distress memiliki

pengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan free cash flow memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap manajemen laba.

7. Agustia manajemen laba. Free

cash flow berpengaruh

negatif dan signifikan terhadap manajemen laba.

good corporate governance tidak

berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba,

8. Putri dan

2. Kualitas Audit

Regresi Linier Berganda

Kepemilikan manajerial dan ukuran KAP memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan kepemilikan institusional, auditor spesialisasi industri, dan independensi auditor tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba.

9. Mehdi

(2012)

Free cash flow and earnings

Variabel free cash flow memliki pengaruh yang signifikan terhadap

earnings management

Audit komite independen, kepemilikan institusional dan kepemilikan

manajerial berpengaruh terhadap earnings

management dengan

adanya free cash flow. Dewan penguruh

(29)

Lanjutan Tabel 2.1

Analisis Data Hasil Penelitian

10. Widyastuti berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba.

Leverage dan

profitabilitas juga berpengaruh positif terhadap manajemen laba Kepemilikan manajerial dan kepemilikan

institusional berpengaruh negatif terhadap

manajemen laba..

2.3 Kerangka Konseptual

Earnings management merupakan suatu tindakan manajer yang memilih

kebijakan akuntansi untuk mencapai beberapa tujuan yang spesifik dan kebijakan akuntansi yang dimaksud adalah penggunaan akrual dalam menyusun laporan keuangan. Dalam earnings management, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan seperti free cash flow dan struktur kepemilikan. Free cash flow merupakan arus kas aktual yang bisa didistribusikan kepada investor sesudah perusahaan melakukan semua investasi dan modal kerja. Perusahaan dengan free

cash flow yang tinggi akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk

melakukan manajemen laba, karena perusahaan tersebut terindikasi menghadapi masalah keagenan yang lebih besar (Agustia, 2013).

(30)

menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi yang akan diterapkan. Dengan kata lain, presentase tertentu terhadap kepemilikan saham oleh pihak manajemen, cenderung mempengaruhi tindakan manajemen laba. Saragih (2014) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial ini berpengaruh signifikan terhadap earnings management. Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi manajemen laba. Kepemilikan institusional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap praktik manajemen laba, semakin kecil persentase kepemilikan institusional maka semakin besar pula kecenderungan pihak manajer dalam mengambil kebijakan akuntansi tertentu untuk memanipulasi pelaporan laba (Widyastuti, 2009).

Dalam teori keagenan, agen biasanya dianggap sebagai pihak yang ingin memaksimumkan dirinya tetapi ia tetap selalu berusaha memenuhi kontrak. Dalam hal kontrak hutang, perusahaan merupakan agen dan kreditur sebagai prinsipal. Semakin tinggi tingkat leverage perusahaan, akan semakin memungkinkan manajer perusahaan untuk melakukan manajemen laba yaitu dengan memilih prosedur akuntansi yang memindahkan laba yang dilaporkan dari periode masa datang ke periode saat ini (Agustia, 2013).

(31)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konseptual, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: free cash flow, kepemilikan manajerial¸ kepemilikan institusional, dan leverage berpengaruh terhadap earnings management pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014.

Free Cash Flow

Kepemilikan Manajerial

Earnings

Management

Kepemilikan Institusional

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Kelompok Kerja Pengadaan Jasa Konsultansi Pekerjaan Jalan dan Jembatan Provinsi Jawa Tengah pada Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah Dana APBD Tahun Anggaran

Kelompok Kerja Pengadaan Jasa Konsultansi Pekerjaan Jalan dan Jembatan Provinsi Jawa Tengah pada Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah Dana APBD Tahun Anggaran

Kelompok Kerja Pengadaan Jasa Konsultansi Pekerjaan Jalan dan Jembatan Provinsi Jawa Tengah pada Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah Dana APBD Tahun Anggaran

Kelompok Kerja Pengadaan Jasa Konsultansi Pekerjaan Jalan dan Jembatan Provinsi Jawa Tengah pada Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah Dana APBD Tahun Anggaran

Kelompok Kerja Pengadaan Jasa Konsultansi Pekerjaan Jalan dan Jembatan Provinsi Jawa Tengah pada Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah Dana APBD Tahun Anggaran

Kelompok Kerja Pengadaan Jasa Konsultansi Pekerjaan Jalan dan Jembatan Provinsi Jawa Tengah pada Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah Dana APBD Tahun Anggaran

3) Program Perlindungan dan Pengembangan Lembaga Ketenagakerjaan Kegiatan Penyelesaian prosedur, Penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Jika dibandingkan dengan

Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Program Hibah Kompetisi Peningkatan Pendidikan Dokter (PHK-PKPD) Universitas ..., yang selanjutnya dalam Surat Perjanjian