• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberdayaan Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang Dan Gizi Buruk Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberdayaan Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang Dan Gizi Buruk Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

111 Lampiran 1

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM (INDEPT INTERVIEW)

I. Pertanyaan kepada Informan Kunci (Key Informan)

1. Bagaimana gambaran masyarakat khususnya keluarga yang memiliki balita gizi kurang dn gizi buruk di Kelurahan Bagan Deli?

Probing :

• Bagaimana tindakan dan pola asuh keluarga? • Bagaimana potensi keluarga?

2. Bagaimana perjalanan kegiatan pemberdayaan di Bagan Deli? Probing :

• Apa kendala-kendala yang dialami?

• Apakah ada pemberdayaan dalam bidang kesehatan?

• Apa topik pemberdayaan kesehatan yang pernah dilaksanakan?

• Bagaimana dengan bantuan-bantuan yang diterima baik dari pemerintah atau swasta?

3. Apa kegiatan pemberdayaan yang tepat di Kelurahan Bagan Deli khususnya bagi keluarga yang memiliki balita gizi kurang dan gizi buruk?

Probing :

• Bagaimana kondisi dan kebutuhan masyarakat Kelurahan Bagan Deli? • Apa kegiatan pemberdayaan yang sesuai dengan kondisi dan

kebutuhan masyarakat Kelurahan Bagan Deli? II. Pertanyaan kepada Informan

1. Bagaimana pola asuh anak dalam keluarga? Probing :

• Sampai berapa tahun diberi ASI?

• Bagaimana dengan pemberian makanan pendamping ASI? • Bagaimana menu makanan keluarga sehari-hari?

• Bagaimana keteraturan dalam makan?

2. Bagaimana tindakan dalam mengatasi masalah gizi kurang dan gizi buruk dalam kelurga?

Probing :

• Kemana melakukan pengobatan?

3. Apa kendala dalam mengatasi masalah gizi kurang dan gizi buruk pada balita? 4. Apa yang diketahui tentang kegiatan pemberdayaan masyarakat?

Probing :

• Apa yang diketahui tentang pemberdayaan masyarakat?

(2)

Lampiran 2

Transkrip Wawancara Mendalam Informan Kunci 1

Tanggal : 23 Mei 2014 Pukul : 12.00 WIB.

Tempat : Kelurahan Bagan Deli Rumah Bapak Kepala Lingkungan 3

Situasi : Penulis datang awalnya bukan dalam rangka melakukan wawancara, akan tetapi untuk melakukan pendekatan kembali setelah lama tidak berkomunikasi, mengantarkan surat penelitian dan ingin mengetahui kondisi Kelurahan Bagan Deli. Setelah lama berbincang- bincang dan melakukan pendekatan maka Penulis menyampaikan beberapa pertanyaan berkaitan hal yang hendak diteliti dan informan bersedia untuk memberi waktu.

---

Keterangan

P : Penulis S : Subjek

(…) : pertanyaan/perkataan penulis ... : suasana hening seperti berpikir

P : Mau tahu sih pak, model - model pemberdayaan yang tepat bagi keluarga yang kurang gizi dan gizi buruk di Kelurahan Bagan Deli ini atau kegiatan yang cocok untuk mengurangi masalah gizi kurang dan gizi buruk di daerah ini?

(3)

itu kan nggak tahan dengan uap- uap airnya ke rumah...apa namanya rumah panggung, kering air itu bau dia, itu bisa....

P : Kalau pekerjaan orang tua pada umumnya apa ya Pak?

S : Kalau di sini yaa ibu rumah rangga kadang-kadang dia ke gudanglah membelah ikan, kadang-kadang anak itu ditinggallah di rumah, kalau ada kakaknya, kakaknya lah yang ngurus. Kalau lakinya sebagian ngelaut. P : Kalau kerja ngelaut itu kapan-kapan aja berangkatnya pak?

S : Yaah klo itu tak tentu. Ada yang dia, di sini kalau nelayan itu tradisionilnya pulang hari dan ada yang sampe tiga hari, empat hari. Kalau nelayan besarnya dia ntah ada delapan hari, empat belas hari, ada dua puluh tiga hari, ada satu bulan bahkan ada satu bulan setengah di laut baru pulang..Ohh hanya isterinyalah di rumah? (....) iya itu nelayan apanya tangkap ikannya di Gabion, kalau tradisionilnya pulang hari, paling lama tiga hari. Kalau di sini itulah tadi keadaan pasang itu, pasang itu kayak-kayak ginilah tadi sudah bersih tadi disapu, datang lagi sampahnya. Semalam datang pak? (...) sore datang dia (sampah), ini sudah disapu, tadi sudah disapu, datang lagi, disapu datang lagi jadi bosan nengoknya, tapi sudah kerja awak tinggal di pantai payahkan?

P : Kalau bapak di sini sudah berapa lama?

S : Saya tahun 75 kemarilah. Tapi belum banyak di sini rumah ya pak? (...). Tahun 75 baru ini (sambil menunjukkan rumah yang disebelahnya kiri) paling berapa rumah. Dan nggak terlalu banyak ya pak? (...) nggak, (sambil menunjukkan rumah di sebelah kanan) belum ada ini tahun 75. Itulah saya baru kemari. Payah rumah di sini. Tahun 94 sudah mulai (maksudnya rumah semakin banyak). Kalau di sini 80% nelayan, PNS sekitar 0.03%, TNI nya satu..., polisinya satu.. yang lainnya nelayan, bangunan.

P : Model pemberdayaan ibu-ibu rumah tangga yang punya balita yang tepat menurut bapak di sini apa ya pak?

(4)

rumah bapak. Dia mau bikin apa... isteri bapak? (....) iya, dia punya anaknya punya usaha donat, bakrilah kita bilang, itu dia ngolah-ngolah pun di sana, anak-anak nya juga sudah apaa yaaa, punya anaknya dialah khusus ngolah, dia di sini kalau orang pekan aja, kayak peyek, kacang, keripik pisang, bolu, apa lagi itu yang kemaren-kemaren itu.Bantu meringankan ibu-ibu rumah tangga. Tapi itu tergantung dananya itu untuk ngolah-ngolah tadi itu. Seperti ngolah peyek, buat-buat donat iya kan? Dananya pun besar. S : Jadi ibu punya usaha seperti itulah ya pak?

P : Yaa sekarang nggak lah, berarti belum (...) tapi setiap orang pesan buat peyek beberapa kilo baru dibuat dia, itu dia. Yah itulah cara-cara banyak jangkauan kerjaan ibu-ibu rumah tangga yang nggak ada kegiatan, bisa membantu gitu kan, anak sekolah. Kalau di tepi pantai ini lebih kesitu dia, untuk keterbatasan anaknya yang untuk sekolah kurang, nah itu tadi dana sehari-harinya transport itu, itulah yang membuat. Kalau di sini SD kalau kita perhitungkan empat SD kali enam puluh satu SD, dua ratus empat puluh yang tamat tiap tahun, paling ada lima puluh persen naik ke wajib belajar sembilan tahun, paling banyak enam puluh itulah dia karena biaya transport itu per harinya dua ribu, balik dua ribu kalau dia di Belawan, kalau dia nantinya negeri 39 yang di panah hijo, itu dah berapa dua ribu, empat ribu delapan ribu, belum jajannya, lima belas ribu per hari. Jadi dana itu transportasi nggak mampu orang tuanya.

S : Ini kan banyak nelayan kan Pak, kalau nelayan kan dapat ikan, ikan itu diolah untuk apa ada nggak kerajinan seperti itu pak?

P : Kalau pengolahan ikan di sini itu bisa.Cuman itu belum ada di sini ya pak? (...) belum ada, tapi seperti buat ikan asin belah sudah ada, itu bisa diarahkan ke sana. Buat rak untuk jemur, tapi itu pengarahnya yang nggak ada, dan itukan pake dana iya kan?mau beli ikannya lagi, beli garamnya, buat penjemurannya lagi butuh dana dia. Karna ikan ini kan nggak bisa ini hari kita kerjakan ini hari kita jual kan nggak bisa. Kalau misal dana kita lima ratus rupiah, dia harus ada seribu lima ratus rupiah karna jalan ketiga dia bisa putar uang. Hari ini kita belah, besok kita jemur, kering baru besok bisa kita jual. Ikan nya dari nelayan juga ya pak? (...) iya dari nelayan juga.

(5)

P : Dijual kepada tengkulaknya, pemborong gitu, yang sudah berlangganan gitu kan. Ada ikannya ikan asin macam-macamlah iya kan. Kebutuhan nelayan itu dia (tengkulak) penuhi nanti, saat saat utang. Bedakan kalau di Jawa, suaminya pigi ngelaut, istrinya ngolah.

S : Itu makanya agak bingung pak, kenapa ya nelayan, penghasil ikan kok anaknya kurang gizi itu pemikiran logikanya, apa yang mereka lakukan ya pak?

P : Sebetulnya kita kan hasil laut ini, ikan ini menambah gizi. Diharuskan makan ikan setiap hari harus ada makan ikan nambah gizi, tapi itu tadi karena keadaan tadi, lingkungan rumahnya kumuh, rumahnya panggung, ketika itu masuk pasang, air nanti kering dia nguap, naik bau-bau. Ada orang yang jambannya itu apa cemplung jadi anaknya fisiknya belum mampu menahan, nggak terbuka dia (maksudnya udara pengap), ukuran rumah rendah. Saya rasa untuk makannya di laut ini yah nggak adalah istilahnya belum pernah dia kelaparan, kurang makan lumayan lagi, pencarian bapaknya. Hanya tadi kondisi alam yaa nggak wajarlah dia tinggal di situ.

S : Kenapa mereka bertahan tinggal di pinggiran laut ya pak?

(6)

penghasilan itu lah dan satu cara pengeluarannya itu, nggak seperti orang-orang kerja di perusahaan, pegawai atau kerja darat dia nggak kayak gitu pengeluaran dia, kalau nelayan itu tadi nggak ada prinsip untuk nabung. Kapan- kapan aja ya pak musim paceklik? (...) kalau bulan satu sampe bulan tiga. Bulan dua belas udah mulai dia. Bulan ini mulailah menghasilkan, bulan lapan nanti mulai netral. Bulan dua belas pas-pasan. Ini bulan penghasilan sampe bulan delapan. Satu pun kurang di sini. Tapi kalau ada di sini SMP, anak-anak nelayan di sini bisa wajib belajar sembilan tahun itu dapat dia karena di sini nggak ada SMP, yang ada SD, SMA lompat dia. Kalau ada di sini SMP enak dia. Paling banyak enam puluh persen yang melanjut yang lainnya ngaanggur dan ketika udah lanjut usia kerjalah di perusahaan, itulah pendidikan kurang. Masyarakat di sini tangan nya di bawah, minta aja kerjanya. Nggak mau sekali sekali tangan di atas, tidak mau. Tetap di bawah, karena apa? Setiap datang orang mendata, langsung bantuan apa, kami mau dikasih apa, data-data aja kan nggak enak, mengharap pemberian orang aja. Hanya orang yang nggak mengharap itu nya baru ada kemajuan, kalau di sini itu lah bantuan apa, nggak dilihatnya itu yang mendata itu siapa. Pokoknya asal data bantuan, jadi sulit kita menghadapi masyarakat, SDM nya pun kurang, itulah tadi karena kurangnya pendidikan. Ada juga yang nggak berpendidikan juga dia ngerti karena pergaulannya luas tapi itulah tadi karena terfokusnya ke nelayan itu tadi jadi nggak ada masa depan untuk nelayan itu nggak ada. Bapaklah sudah berhenti jadi nelayan tahun 96, tapi susah kerja diluar, ntah kerja apa bapak kerjakan, 98 diangkatlah bapak jadi kepling sama orang-orang sini sampe sekarang. Kalau permasalahannya banyak, kalau kepling ini banyak permasalahannya dengan masyarakat, bebannya yang dipikul, jabatan yang kita pegang ada yang bilang sistem kerajaan.

S : Kegiatan pemberdayaan di sini apa-apa saja ya pak?

(7)

ada lagi, nggak mau dia dua orang aja, capek. Maunya berganti, jadi kadang-kadang dia dua orang mamak, kadang dapat beras sampe empat puluh kilo, dialah yang mikul. Kalau uang ringanlah. Honornya 10% dari barang yang didapat. Tidak lanjut karena capek dan ada lagi ada yang dirawat di rumah sakit karena melahirkan nggak dapat jadi nggak terima. Hanya yang sakit berat dan opname, jadi nggak terima. Itulah yang juga membuat jempitan nggak jalan. Jempitan ini sebenarnya meningkatkan silahturahmi. Ada juga bantuan sanitasi dari USAID, tapi hanya jalan satu tahun lebih karena sudah ada PAM dan WC terapung. Waktu ada sanitasi dari USAID dikenakan biaya karena kadang nomboki juga. Kurang juga perawatan dari masyarakat, butuh pemantauan. Kalau di bidang kesehatan kemaren proyek Nice (Karena waktunya terbatas dan informasi untuk saat itu sudah cukup, penulis melakukan terminasi sementara dengan Subjek membuat janji ketemu lagi).

S : Oke deh pak. Saya sudah mendapatkan banyak informasi dari bapak tentang Kelurahan Bagan Deli, nanti kalau saya datang lagi bisa ya Pak? P : Ohh, nggak apa-apa. Nanti kabari atau hubungi saja ya.

S : Terimakasih banyak ya Pak. Saya permisi dulu ya Pak

Setelah beberapa hari kemudian datang lagi menjumpai pak kepala lingkungan tepatnya tanggal 26 Mei 2014 setelah dari Puskesmas Pembantu Bagan Deli hendak menanyakan tentang kondisi Bagan Deli dan lingkungan- lingkungannya serta kegiatan-kegiatan pemberdayaan.

S : Apa itu BPM ya pak? (karena melihat di samping rumah bapak itu ada plangkat BPM)

P : Badan Pemberdayaan masyarakat dari program PNPM, setiap lingkungan ada satu. Sudah kek mana programnya pak? (...) oh, sudah banyak di sini. Ada dua program PNPM di sini yaitu P4IP dari program PU. Contohnya dibagunnya jalan. Kalau PNPM dari pusat dan P4IP ini dari propinsi dan masih berjalan satu tahun. PNPM sudah ada emam tahun dan sudah banyak bangun sumur bor hampir setiap lorong, jalan, kalau sosialnya itu anak yatim, jompo, bantuan untuk perbaikan rumah.

(8)

P : Mudah-mudahan sudah banyaklah bantuan. Bantuannya seperti apa namanya itu utuk daur ulang sampah itu, kompos, dari USU juga ada, kerjasama USU dengan Pertamina. Sudah bagaimana perjalanannya pak? (...) yaahh, begitulah memang ada programnya, gini karena kompos ini kemana mau digunakan. Kalau untuk masyarakat di sini nggaknya habis itu, pekerja nya itu harus ada gaji, tapi itu nggak ada. Dia jadi relawan, tapi kalau ada honor dia kan bisa fokus, bagaimana mengolah sampah, itulah kendalanya makanya program pemerintah itu nggak jalanlah sama dia kan. S : Ada saya lihat rumah dibuat rumah program pemberdayaan, maksudnya

apa itu ya pak?

P : Itu rumah panggung milik masyarakat. Dulu itu rendah, jadi dikasih bantuan dari PNPM untuk menaikkan rumah dengan dana tujuh juta dan kekurangannya ditambahi masyarakat. Kalau di lingkungan kita (maksudnya lingkungan tiga) ada dua puluh satu rumah dikasih bantuan, kalau nggak silap kita ada seratus empat belas rumah se Bagan Deli.

S : Saya dapat informasi kalau ada kegiatan pembedayaan masyarakat pembuatan kerang kepada masyarakat dan bak sampah ya pak?

(9)

Transkrip Wawancara Mendalam 2

Tanggal : 2 Juni 2014 Pukul : 12.49 WIB

Tempat : Depan Rumah Warga Lingkungan 5

Situasi : Penulis mencari alamat informan berikutnya di lingkungan lima sesuai alamat yang ada dari data puskesmas. Penulis bertanya sama penduduk setempat, yang pada akhirnya bertemu dengan warga yang memiliki anak balita dan Penulis menjadikannya informan berikutnya menjadi informan yang memiliki balita yang sehat dengan ekonomi yang cukup. Setelah menjelaskan tujuan Penulis, informan tersebut memberikan respon yang baik dan bersedia dijadikan informan dan hasil pembicaraan direkam. Penulis melakukan wawancara di depan rumah warga dimana Penulis bertemu dengan informan dan membuat janji setelah melakukan wawancara Penulis ingin bertemu dengan isteri dan datang ke rumah informan dan informanpun bersedia. Informan merupakan salah satu warga yang berpengaruh di lingkungan lima karena salah satu warga di sana mengatakan kalau informan hendak dicalonkan jadi kepling tapi tidak bersedia, jadi Penulis awalnya hendak menjadikan informan dari tokoh masyarakat tapi karena memiliki anak balita maka informan menjadikannya keluarga yang memiliki balita. ---

Keterangan

P : Penulis S : Subjek

(…) : pertanyaan/perkataan penulis

(10)

lingkungan ini pak yang memiliki balita yang kurang sehat gitu, yang kurus gitu pak seperti yang kurang gizi kayak gizi buruk pak.

S : Iya, selamat siang.. Kalau kehidupan sarat nelayan di sini memang dibawah standartlah gitu. Tetapi karena makanan orang itu kan asal ke laut gitu bawa ikan, ikan segar dikasih. Memang masalah makan pas-pasanlah karena kita merasa sebagai nelayankan kok masalah kehidupan itu ya pas-pasanlah tapi kok untuk lauk pauknya itu lumayanlah iya kan karna ikankan nggak pala beli pulang dari laut bawa ikan...itu aja. Klo masalah ekonomi termasuk ya dibilang ya.. delapan puluh persen daerah lingkungan lima ini di bawah standart, di bawah garis kemiskinanlah gitu. Karena hari ini dapat seratus ribu iya kan, tiba-tiba besok kosong, lusa dapat dua puluh ribu berombak nanti sampe tiga hari kosong makanya dapat pun gaji gitu agak berlebih bayar utang di kedde dulu. Kita kan di sini kedde masing-masing ada langganannya. Kita belanja di kedde ini, kok tiba-tiba utang kita di kedde ini, belanja di kedde lain kan ngaak cocok. Makanya pada waktu masa kosong, masa sulit orang itu belanja di kedde ini, jadi kok apa utangpun di situ asal ada hasil langsung bayar, cuman kalau masalah gizi buruk belum ada lah di sini, kurang gizi kurasa belum ada lah yang nampak.

P : Bapak atas nama siapa pak?

S : Zamaluddin Lubis....Zamaluddin Lubis, batak ya pak (...) iya saya batak asli. ...usia bapak? (...) empat puluh sembilan kurang tiga bulan lagi lah lima puluh..ibu (...) kalau ibu empat puluh dua..empat puluh dua tahun ya pak, anak delapan orang ya pak(...) iya delapan orang. Yang ke delapan ini lah baru berumur dua tahun.

P : Kalau masalah makanan anak bapak perhatikanlah ya?

S : Karna gini kan masalah nasi, dikitpun nasi tapi kalau lauknya agak lumayan gizinya iya kan nggak terkena gizi buruk itu aja. Karnakan ikan-ikan segar itu memang ada, kadang kalau aku minta dari nelayan-nelayan dari laut dikasih.

P : Ini pak, jadi adek-adek orang bapak bawa ke posyandu?

(11)

Awak masalah ekonomilah, masalah perobatan kadang di sini, puskesmas pun cemanalah dibilang di sini ya. Obatnya pun kadang nggak mempan ..jadi ke mana lah orang bapak berobat? (...) dokter jugalah. Kalau di sini masalah makan lancarlah, tapi masalah ekonomi, masalah berobatlah kurang mujarablah obat puskesmas sama anak-anak ini. Itu makanya pendidikan di sini rendah. Jaranglah di sini pendidikan SMP pun jarang. Macam tetangga itulah setelah SD berhenti, ke laut membantu orang tuanya. Jarang di sini sampe tamat SMA, jarang. ..Kalau bapak tamat apa ya pak? (...) saya? Sebenarnya saya malu bilangnya, saya sebenarnya tamat sarjana (sambil tersenyum) bagian ekonomi. Saya sampe ke laut ini memang karena nasib, cemana bilangnya, karena nggak menuruti kata-kata orang tua.

P : Ada di sini dukun anak pak?

S : Ada di sini dukun anak termasuk dukun kusuk dibilang di sini. Itu di belakang rumah. Klo ada anak-anak demam di kusuk ke sana. Ada juga dukun bayi, hanya berkusuk anak ke sana rutin. Kebanyakan di Mpok Lama.

P : Di sini ada nggak pak kegiatan-kegiatan dari keluarga kayak arisan-arisan gitu?

(12)

nggak tau. Dia yang ketua koperasi pun, dia pun nggak tau ke mana lari keuntungannya semua, itu makanya nggak berjalan yang diharapkan masyarakat. Jadi, maka di sini ibu-ibu nggak ada kegiatan, jadi ibu rumah tangga semualah.

P : Dari bapak ada nggak saran biar ada kegiatan ibu?

S : Ada...Kalau menurut saran saya tolonglah ada orang yang datang untuk membina di sini. Penyuluhan datang ke daerah sini, memberi pelajaran kepada ibu-ibu sini tentang tentang bikin usaha....Usahanya seperti usaha apa ya pak (...) Ada yang hasil ikan, ada yang bikin kue-kue an. .Kalau beternak? (...) yah kalau beternak di sini nggak bisa, payah karena air pasang bermatian di sini ternaknya. Yang bisa ibu-ibu di sini kue, kerupuk-kerupuk dari udang, dari ikan tu. Digiling dicampur itu, sudah itu bikin ikan asin, pengasinan ikan...itu belum pernah dibuat pak? (...) ada, termasuk orang rumah, dibelakang sana memang lebar tempat pengasinan ikan Cuma penampungnya tidak ada...penampung kayak mana itu pak? (...) pembuangan, KUD nggak berfungsi lagi mau ke mana kita buang tunggu datang lah orang beli-beli ikannya sekilo, setengah kilo, ikan makan. Itu hampir seratus kilo ada buat ikan di rumah. Cuma taulah penyalur nya itu memang belum ada...disalurkan nggak mau ke kota menyalurkannya pak? (...) bisa nyalurkannya tapi nggak ngerti karena terkendala modal. Tapi klo ada kelompok dibuat ntah berapa orang dalam satu kelompok dibuat kelompok-kelompok pkk bisa tersalur kepada mamak-mamak. Ada yang bisa bikin kue, bikin kerupuk, bikin apa semua itulah yang bisa menghasilkan tapi cara penyalurannya ini nya yang nggak ada. Nggak usah jauh-jauh saya pribadi bikin ikan asin di rumah tapi penampungnya nggak ada. Habis disitu modalnya, gitulah...kalau di kota dibuat pak, di Medan kan banyak yang nampung? (...) bisa tapi kalau ada modal membawa ke sana. Ada juga kegiatan ibu-ibu di sini membelah ikan asin seribu sekilo, ini cara menyalurkannya lah butuh dana. Keadaanlah membuat masyarakat kayak gitu. Pernah kami bawa ke kota, cuman dia minta harga di bawah kita, makanya nggak dibawa.

P : Apa penyebabnya kenapa bisa gitu pak?

(13)

nggak pake pengawet langsung aja pake garam, dia (ikan asin) pun nggak asin kali dan nggak pake tawas. Itu tadi penyalurnya yang nggak ada, karena dana yang nggak ada. Adapun bantuan yang di atas-atas yang dapat. P : Kalau penyuluhan tentang kesehatan bagaimana ya pak?

S : Kalau penyuluhan kesehatan itu sering, di kegiatan posyandu lah dan kesehatan keliling, tapi itupun nggak semua, di balai kelurahan bikin penyuluhan kesehatan, pada waktu pengobatan gratis disitulah dikasih penyuluhan. Kalau datang ke rumah-rumah belum pernah ada.

P : Jadi belum ada balita di sini yang nggak bisa bergerak, yang terbaring di tempat tidur gitu nggak ada ya pak?

S : Belum, tapi yang agak kurus ada. Bisa saya antar (Maka wawancara dengan bapak itu berakhir dan dilanjut untuk menemui keluarga yang memiliki anak kurus).

Transkrip Wawancara Mendalam 3

Tanggal : 26 Mei 2014 Pukul : 10.00 WIB

Tempat : Puskesmas Pembantu Kelurahan Bagan Deli

Situasi : Penulis datang untuk tujuan memastikan perubahan data status gizi buruk dan gizi kurang di Kelurahan Bagan Deli. Kondisinya pada saat itu hujan, maka sekalian untuk berteduh. Penulis melakukan wawancara terhadap petugas puskesmas.

---

Keterangan

P : Penulis S : Subjek

(14)

P : Selamat pagi bu (sambil memberi salam kepada kedua ibu petugas puskesmas), saya dari mahasiswa FKM USU ingin melakukan penelitian di Bagan Deli khususnya bagi keluarga gizi kurang dan gizi buruk.

S : Selamat pagi...

P : Bulan dua kemaren saya sudah mendapatkan data dari puskesmas Belawan data-data tentang anak yang gizi buruk dan gizi kurang di daerah Bagan Deli ini, apakah ada perubahan bu dari data-data ini (sambil menunjukan data yang saya peroleh dari Puskesmas Belawan).

S : Ohh, tidak ada. Paling yang gizi buruk jadi gizi kurang, dan nggak ada yang nambah.

P : Bu, mau tanya tentang masyarakat Bagan Deli...

S : (Langsung dipotong ibu petugas pertanyaan saya) ohh, tanya langsung ke ini nya, ke kelurahan. Kita kan hanya petugas di sini.

P : Karena orang ibu sebagai pendatang di sini, saya mau tau bu pendapat orang ibu kepada masyarakat di sini?

S : Orang-orang di sini kalau sakit yaa datang ke puskesmas bukan karena disuruh-suruh. Kalau mau lebih tahu langsung aja ke masyarakatnya karena ini kan nggak mewakili tujuh belas ribu orang, banyak penduduk di sini, apalagi saya bukan penduduk di sini jadi nggak banyak waktu sama masyarakat di sini.

P : Menurut ibu masyarakat di sini apakah sulit menerima orang pendatang? S : Nggak, mereka welkam (terbuka/ menerima). (Penulis sedikit

terkendala menghadapi petugas puskesmas karena mereka sedikit kurang bersahabat tapi mereka mau menjawab pertanyaan Penulis)

P : Kesulitan yang orang ibu hadapi dalam menghadapi masyarakat di sini apa ya bu?

(15)

S : Ada, kegiatan-kegiatan penyuluhan, mereka susah berubah. Ada yang datang ke posyandu tapi ada juga banyak yang tidak datang ke posyandu. Apakah mereka sulit digerakkan datang ke posyandu bu? (...) eee..sebenarnya nggak sulit kali. Ada sih yang datang ke posyandu. Kendala di sini, inilah pasang surut.

P : Orang ibu sebagai tenaga kesehatan bagaimana menanggapi tindakan mereka?

S : Kita kan sudah kasih penyuluhan, kita juga kemaren dari kegiatan pertamina, mereka kasih penyuluhan juga, mereka buat daur ulang ini, apa namanya alat-alat misalnya kerang gitu, bahan-bahan bekas gitu.

P : Hasilnya bagaimana bu?

(16)

Transkrip Wawancara Mendalam 4

Tanggal : 2 Juni 2014 Pukul : 15. 57 WIB

Tempat : Rumah Warga Lingkungan 15

Situasi : Penulis terkendala hendak pulang, akhirnya menanyakan penduduk setempat yang memperhatikan Penulis kebingungan jalan keluar mau naik transportasi. Pada akhirnya berkenalan dan berbincang-bincang dengan warga tersebut. Dari informasi yang diberikan bisa dijadikan masukan dalam penelitian maka Penulis minta izin kepada warga tersebut dijadikan salah satu informan untuk penelitian, karena Informan bersedia maka Penulis melakukan wawancara kepadanya. Informan adalah salah satu warga Bagan Deli yang perduli dengan keadaan masyarakat Bagan Deli yang juga seorang mahasiswa.

---

Keteranganm

P : Penulis S : Subjek

(…) : pertanyaan/perkataan penulis

P : Permisi bang, saya mahasiswa FKM USU yang melakukan penelitian di Bagan Deli yang berhubungan dengan pemberdayaan masyarakat (setelah melakukan pendekatan dan perkenalan informan langsung memberi penjelasan tentang Bagan Deli).

(17)

itulah yang terjadi. Memang sejak Awi dilahirkan untuk berbaur ke masyarakat. Dari orang tua Awi lurah, sampelah orang tua Awi pensiun tetaplah Awi bergabung dengan masyarakat. Nah, jalan ini sudah cukup berapa lama masyarakat mendatangi, kenapa itu, jalan itu dah begini, air, parit begitu dilaporkan ke PNPM mandiri, PNMP mandiri mengatakan dana belum ada. Oke nggak apa-apa, ini dah ketiga kalinya diukur dana belur ada. Begitu keluar dana, dibilang dananya terlalu besar. Jadi dana-dana hibah dari pemerintah itu tidak seutuhnya juga dihibahkan ke masyarakat.

P : Kalau dari abang sendiri melihat masyarakat gini, seperti yang abang bilang tadi tentang swadaya masyarakat, yang abang harapkan untuk masyarakat di sini seperti apa ya?

S : Yang Awi harapkan jalan, rumah layak huni, nah sudah ada rumah swadaya. Itu sudah salah orang, bantuan hibah itu, kanapa kau yang dapat yang dibilang nggak ada surat tanah, diurus dulu, begitu diurus terlambat. Mereka datang kerumah...assualam malaikum, kau tolonglah dulu uyak lantai uyak begini-begini, lantai lapuk begini-begini.surat-surat diurus semua, mencoba melobi kepala lingkungan, kepala lingkungan mengatakan oh nantilah tahap dua, nggak ada lagi. Jangan gitulah pak, kenapa si anu bisa..oh iya dapurnya rusak. Kita kan yang perlu direnovasikan rumah induk. Itu yang kedua yang Awi harapkan dari masyarakat, nah pembangunan untuk paret begitu juga sepertinya kepala lingkungan tidak acuh lagi untuk meninjau paret itu, nggak selera karena paret itu sudah terlalu rendah itu menjadi keluhan masyarakat. Yang keempat mengenai raskin, masyarakat datang berbondong-bondong ke kantor lurah, kepala lingkungan itu memberikan kepada orang yang lumayan hidupnya. Jalan dari tahun ke tahunnya diukur sama pemko tapi dibangun nggak juga, sampe kapan? Hanya ukur dari ujung ke ujung aja.

P : Jadi yang abang pikirkan untuk masyarakat itu biar bisa mandiri, itu yang abang pikirkan?

(18)
(19)

129 Lampiran 3

Transkrip Wawancara Mendalam I

Tanggal : 29 Mei 2014 Pukul : 11.30 WIB

Tempat : Rumah Warga Lorong Gereja

Situasi : Penulis sedikit kesulitan dalam mencari alamat informan di mana alamatnya berada di Lorong Gereja. Tempat tinggal informan berada di pinggilan laut dan berbau kotoran ternak. Pada waktu sampai di rumah informan, Penulis berjumpa dengan anak informan yang menderita gizi buruk dan pengasuhnya. Setelah menunggu beberapa menit, maka informan datang bersama anaknya yang ketiga dari suatu tempat. Kami disambut hangat oleh informan karena kami juga ternyata masih saudara semarga sesama suku Batak. Setelah berbincang-bincang untuk melakukan pendekatan maka kami pun menyampaikan tuhuan kedatangan kami dan informan menerima kami dengan senang hati. Penulis pun memulai mengajukan pertanyaan sambil diselang selingi pembicaraan yang tidak berhungungan dengan penelitian.

---

Keterangan

P : Penulis S : Subjek

(…) : pertanyaan/perkataan penulis

(20)

S : Oh, iya.Nggak apa-apa dek, sini banyak kali data-data bayi tapi kami nggak dapat. Kayak dana-dana balsem itu, biasa mendata kalau data-data di sini untuk medapatkan dana bos untuk bayar utang eheehehhe....

P : Abang apa pekerjaan kak?

S : Buruh, yang angkat-angkat ikan dari pelabuhan itu. Takut dia kerja di laut. P : Apa nggak lebih banyak gaji di laut ya kak?

S : Jangan salah klian dek, di laut itu per hari hanya dapat empat puluh lima ribu nya sehari kali tiga puluh hari...dapat satu jutaan lebih kan kak? (...) iya tapi resikonya juga besar dek. Kalau buruh ini sedikitnya memang gajinya hanya lima ratus ribu nya per bulan tapi ada uang masuk dua puluh ribu per hari pande-pande kitalah bagi-bagi duitnya. Kalau di laut ini menang makan ikan segarnya...baguslah itu kak makan ikan segar (...) iya dek, ibarat gini kalau makan tanpa sayur nggak apa-apa tapi kalau makan tanpa ikan kan nggak enak. (Sambil diselingi informan niat mau belikan gorengan dengan menyuruh anaknya membeli di warung. Penulis menanyakan anaknya mengapa tidak makan siang setelah pulang sekolah, dia jawab nggak ada ikan, dan ditambahi informan mengatakan kalau dia tidak masak).

P : Kak, bagaimana menurut kakak pemberdayaan masyarakat yang melakukan pengolahan makan-makanan di Bagan Deli ini ya kak?

(21)

P : Itu knapa kak dimarahi, kok ada program pemberantasan beternak babi di sini?

S : Karena katanya kan ada flu babi, udah itu katanya tai-tainya nggak bisa terbuang padahal kalau di daerah laut ini kan pasang, jadi mau nanti sebulan lima belas kali, sering pasang kotorannya itu kan lari nya ke laut, dibawa ke lautnya kotorannya itu. Itu dia, nggak tercemarkan ke rumah. Naik pasang, pasang besar, kalau pasang besar di sinikan sampe se lutut, di atas dengkul..kalau misalkan pasang besar sampe ke rumah kak? (...) sampe...kalau ke rumah sampe ke mana kak? (...) sampe inilah, sampe jalan besar ini...berarti nggak sampe masuk rumah ya kak? (...) nggak. Itulah, kalau mau kalian bikin penyuluhan kayak mana supaya ternak itu cepat besar itu aja karena nggak pernah kayak gitu datang ke sini, kalau daerah sini ya (lorong gereja). Tapi kalau dibilang masak keripik mendingan orang ini katanya ke gudang ngopek ikan karena bikin- bikin bakso, keripik nggak masuk akal orang sini.

P : Kak, pernah di sini dilakukan penyuluhan tentang kesehatan?

S : Baru-baru ini, tapi kesehatan ini lho kayak waktu itu kan dipanggil satu-satu bagian ibu kandungan, dipanggilah ibu-ibu dengan balitanya dah itu masyarakat apanya, masyarakat remajanya itu, bertahap-tahap dia baru-baru ini memang, baru-baru itu yang ada penyuluhan. Kalau sampah nggak ada ya kak? (...) sampah ya nggak ada. Memang kalau di lorong gereja ini ibarat kata masalah majunya lambat lain dari lorong-lorong depan Bagan, inilah ada masuk air-air apa itu kan, dah itu pembuangan-pembuangan kotoran-kotoran itu dari pemerintah, ada orang itu, tapi di lorong gereja ini nggak ada. Nggak tau ntah belum ntah ada. Kayak bantuan-bantuan air bersih, kami nggak dapat. Nggak ngertilah knapa lorong gereja ini nggak dapat bantuan-bantuan, nggak ngertilah.

P : Jadi air orang kakak dari mana?

S : Inilah dari bor dibeli, cuman kan mahal. Inilah tiap bulan ceppe limpul (maksudnya seratus lima puluh ribu rupiah), untuk mandi, masak semualah disitu.

(22)

S : Sebenarnya itu bukan saudara, cuman ada yang mengantar dia ke sini. Dia nggak punya bapak dan nggak punya mamak lagi dah meninggal jadi diantarlah ke sini. Dia bantu- bantu lah ya kak (...) iyalah, kayak bisa dibilang anak yatim piatulah. Iya tadi sangkai itu tadi kakak (...). Itu ajalah dek, kalau kalian misalnya mau melakukan kayak kau bilang itu kayak mana supaya ada yang dikerjakan apa, masyarakat di sini iya kan, yang nggak bisa beternak pinahan bikinlah penyuluhannya kayak mana supaya bisa beternak ayam dan entok karena gitu di sini kalau nggak bisa beternak pinahan, yah bikinlah penyuluhan kayak mana beternak ayam entok karena gitu di sini kalau nggak bisa beternak pinahan, beternak ayam entok dipelihara orang itu. Tapi karena bingung orang itu kayak mana melihara ayam entok itu, yah kadang jadi gitu-gitu aja. Nggak ngeri caranya karena memang nggak ada penyuluhannya. Kalau masalah babi ini, itulah enam bulan masih empat puluh kilo. Dah nggak iya lagi itu sebenarnya iya kan? Jadi gimana dari pada nggak ada punya apa kan, punya ternak, nggak ada yang mau diapain yah lumayan walaupun cuman dikit dapatnya ibarat katanya cuman nabung nya ini jadinya. Jadinya nggak adanya keuntungannya..Apa makanannya yang dikasih orang kakak? (...) Ampas makanya makananya itu sebenarnya apa ya, ampas, pur, kangkung itu dikasih. Itu makanya apa-apa aja yang harus dikasih sama babi ini supaya cepat besar kita nggak tau. Sejauh ini itu-itu aja nya yang masih dikasih. Makanya kakak kepingin kali ada penyuluhan-penyuluhan kayak mana supaya berhasil beternak. Itu makanya kakak bilang ini kampung, kampung tertinggal (lorong gereja maksudnya).

P : Bagaimana kalau misalnya ada penyuluhan-penyuluhan apalah yang bisa kakak lakukan?

(23)

P : Jadi tokoh-tokoh masyarakat seperti kepling dan tokoh agama di sini perduli nggak sama kesehatan masyarakatnya?

S : Mana ada kita diperhatikan orang itu, kurang perhatiannya. P : Pekaranganya kan kak ada, bisa kan kak menanam tanaman?

S : Nggak bisa nanam karena kan sering pasang...Kalau di polibek- polibek atau pot gitu gimana kak? (...) nggak bisa karena gini, di sinikan banyak anak-anak ditambah lagi halaman dengan rumah paling lebar itu satu setengah meter itu yaa, hadap-hadapan itu satu setengah meter, jadi kalau kita bikin polibek apa segala macam payah, yang ada dihancurin.

P : Pernah nggak kak dapat bantuan-bantuan gitu?

S : Bantuan pinjaman gitu. Di sini pernah masyarakat pinjam, macetlah. Nah itu karena si kawan yang macet, kawan yang lain kena semuanya. Kan nggak enak gitu kan. Padahal kawan yang dibelakang butuh pinjaman itu buat modal usaha jadi nggak bisalah. Satu yang kena masalah jadi semua kena masalah. (Setelah itu informan hendak memberi anaknya yang gizi buruk makan dan disuruh pengasuhnya membuatkan makanan anaknya dan kondisinya anaknya kondisinya lemas dan hanya tiduran saja).

P : Sampai sejauh ini apa yang kakak lakukan sama adek ini?

S : Yah, pasrah saja dan bersabar. Dikasih kalau nggak ada ikan, makan telur dicampur. Kan nggak termasuk bubur dia kan? Nggak ada uang untuk mengobati, mahal kali pengobatannya (Setelah cerita-cerita tentang anaknya balik lagi informan menyarankan untuk membuat kegiatan penyuluhan seperti yang disampaikan dibawah ini)

(24)

orang. Itu tadi kalau dia punya modal, itu bisa diusahakan tapi kayak mana mengusahakan meminjam aja pun kita nggak bisa, kalau minjam dengan bunga dua puluh persen mending nggak usah lah. Kalaupun ada bantuan penyuluhan, bantuan modal harus ada juga. Kalau ada penyuluhan tapi nggak ada modal sama dengan nol nggak jalan itu. Pemerintah kalau ada niatnya untuk membantu modal sama penyuluhan harus ada. Jadi itulah membantu masyarakatnya. Jadi ibarat kata, kayak dibilang bantuan ini itu, ini itu, itu cuman bikin iri orang iya kan karena itu nggak mendidik. Kecuali kalau dibilang buat yang sakit kayak si abang ini (maksudnya anaknya yang gizi buruk) sekian dikasih iya kan, buat yang jompo-jompo diperhatikan dan buat anak sekolah itu baru cocok. Kalaupun anak sekolah dapat itu dari sekolah diambil, langsung potong uang sekolah, potong uang buku itu baru cocok. Kayak di puskesmas kelihatan mana anaknya yang sakit, yang sakit itu yang dikasih biaya, nah yang sehat - sehat mau ibu itu bilang bulan depan kalian nggak dapat lagi ya, nah itu kelihatan kan

P : Dulu kak, kakak rajin bawa adek ini ke posyandu?

S : Ke posyandu? Kalau ke posyandu waktu itu yang nggak dapat dia apa ya..(sambil mikir) apa sih yang terakhir-terakhir nya itu, hepatitis yang nggak dapat...Adek-adek yang lain kak? (...) orang ini semua dapat, lengkap semuanya ini... Kenapa adek ini nggak dapat ya kak? (...) kan katanya kalau dia demam nggak bisa, nggak boleh kan. Itulah, memang kalau yang satu ini (anak yang sakit) mulai dari lahir dia tiga hari di rumah kayak kelaminnya ini, telurnya ini kayak hernia yang telurnya bengkak, berair dia. Tapi kami bawa urut... sembuh. Setelah satu tahun delapan bulan kemudian itulah dia tiba-tiba lemas, kepalanya pun nggak bisa diangkat. Lahir di mana dia kak? (...) lahir di bidan Juli nya dia. Bdan bilang apa kak? (...) Kalau bidan dia lahir normal, nggak ada dia ngeluh-ngeluh gitu. Nggak ada. Waktu sakit hernia baru lahir bidan bilang apa kak?(...) Mana ada kami periksa ke dokter, mana ada. Demam anak yaa diurut ke tukang kusuk trus dibawa ke bidan biar dikasih obat (anaknya yang sakit nggak jadi makan karena tidur).

P : Minum susu adek ini kak?

(25)

P : Kalau minum ASI sampe kapan adek-adek ini kak?

S : Sampe umur satu tahun tiga bulan semuanya. (Karena merasa sudah cukup mendapat informasi maka kami permisi pulang dan minta izin kalau mau diizikan datang lagi, informan menerima dengan senang hati).

Transkrip Wawancara Mendalam II

Tanggal : 2 Juni 2014 Pukul : 13.12 WIB

Tempat : Rumah Warga Lingkungan 5

Situasi : Penulis bersama dengan Pak Zamaluddin (salah satu informan) mendatangi rumah warga yang memiliki anak balita kurus. Kami langsung menemui rumah nya dan bertemu dengan isteri dan anak-anaknya. Penulis tidak mengalami kesulitan karena telah dipandu oleh warga yang menjadi informan sebelumnya. Sesampainya di rumah informan, kami diterima dengan baik oleh ibu yang menjadi informan. Kami juga berjumpa dengan anaknya yang kurus dan memiliki ciri-ciri anak yang kurang gizi.

---

Keterangan

P : Penulis S : Subjek

(…) : pertanyaan/perkataan penulis

P : Selamat siang bu (sambil memberi salam), saya mahasiswa yang melakukan penelitian tentang masalah kesehatan anak yang berhubungan dengan gizi.

(26)

P : Nggak apa-apa bu suaranya direkam. Nama ibu siapa ya?

S : Nama Triana panggilannya Tri...usianya bu? (...) usia tiga lima, tahun tujuh sembilan, betul usianya tiga lima? Iya tiga lima lah ya.

P : Anak ada berapa bu?

S : Sebelas..(penulis terkejut)..jumlah anak bu?(...) iya sebelas, nggak percaya dia pak (sambil melihat pak Zamal dan pak Zamal pun meyakinkan Penulis kalau anak Penulis ada sebelas) Sekolah dah empat orang, mau masuk dua orang, duitnya nggak cukup. Sekolah gratis kan tapi baju-bajunya ini nya kan? Harus dibeli, iya kan? Mau masuk dua, tapi satulah dulu.

P : Jadi ibu kegiatannya sehari-hari apa ya bu?

S : Inilah, memberesi rumah-rumah inilah...di rumah aja lah ya bu (...), iya di rumah aja...ibu rumah tangga ya bu (...) Mana mau kerja mana bisa, anak banyak gini.

P : Makanan adek-adek ini sehari-hari apa ya bu kasih?

S : Ahh, biasa-biasa aja, nggak cukuplah. Kadang- kadang makan kadang-kadang nggak makan, apalagi ayahnya belum kerja tadi malam, mocok-mocok.

P : Adek ini berapa usianya ya bu?

S : Satu setengah tahun, kurasa kuranglah ya satu tahun setengah nggak bisa jalan..kurang sehat (...) iya kurang sehat. Tapi hari itu ku kasih susu dia nggak mau susu. Air gula dia mau, susu dia nggak mau, muntah dia. Dulu kasih susu 123 muntah-muntah dia tapi sekarang nggak lagi. Kalau mau dia mati kita carinya (sambil tersenyum). Ayahnya semalam nggak dapat ikan, dah berapa hari pre (libur). Kerja bapak nelayan ya bu? (...) iya, pulang hari dan rata-rata di lingkungan lima nelayan pulang hari.

P : Ibu rajin bawa adek ke posyandu?

(27)

suntik dia demam. Semua orang dah semua, dia lambat kali, asal mau disuntik dia kayak kemaren dia kena krumut.

P : Kalau sakit, ibu bawa adek ke mana?

S : Ke puskesmas...jadi sembuh bu? (...) iya serasi. Pada waktu lahir berapa berat badannya bu? (...) empat kilo...iya,ya bu jadi turunnya usia berapa bulan? (...) enam bulan, ada kandungan jadi nggak bisa lagi dikasih tetek dia. Jadi ada lagi adeknya ya bu?(...) iya...yang mana adeknya? (...) dikasih sama kawan aku, dia yang ngurus karena banyak keteter kali kan.

P : Ibu suku ap bu?

S : Melayu,...bapak juga? (...) bapak Mandailing,...kek gini mau kerja awak, kek mana mau kerja iya kan? Rumah tak siap-siap, mau kerja gudang awak nggak ada beres-beresnya.

P : Ibu nggak pake KB bu?

S : Pake, tapi nggak tahan. Ini coba KB tiga bulan, ini panas (menunjuk pinggang), kepala pening, darah keluar dikit-dikit, tekanan darah rendah, nggak sampe ceppe (seratus), sembilan puluhan lah. Ngandung baru ceppe (seratus). Ceppe dua puluh pun payah. Ku coba suntik yang sebulan iya kan, nggak cukup uang belinya jadi berisilah.

P : Dah pernah bu dapat bantuan? S : Belum

P : Bantuan dari puskesmas pernah bu?

(28)

P : Kalau dari ibu sendirilah apa yang ibu harapkan untuk mengatasi masalah yang ibu hadapi saat ini, kayak bantu kegiatan suami?

S : Mana bisalah aku, kalau kegiatan PKK kayak buat-buat bakso ya bisalah di buat di rumah tapi kalau modal awak nggak ada iya kan. Kalau ada modal, maulah awak. (Anaknya mau minum) ngomong tak pande, mau minum kayak gitulah...Hanya anak ibu yang inilah yang kurang sehat ya? (...) Kutanya di pukesmas bilang anak ku ini gizi buruk ya pak, dibilang nggak, nggak.

P : Ibu pernah dengar kegiatan-kegiatan pemberdayaan?

S : Pernah, itulah kan kayak buat-buat bakso,..ibu nggak ikut bu? (...) Nggak bisa ikut karena waktu yang dipake dari pagi sampe sore. Kebanyakan yang dipake anak-anak gadis dan pembinaan nya dilakukan di Stabat, dipanggil ke luar, nggak dibuat di sini. Kalau ada di sini, awak pun mau iya kan.

P : Kalau boleh tau ibu tamat apa bu?

S : Tamat SMA,,..bapak juga? (...) STM Hang Tuah.

P : Ada nggak saran dari ibu untuk mengatasi masalah keluarga berkaitan dengan ekonomi dan mengatasi masalah gizi bu?

S : Nggak bisa ngomong aku karena nggak ada duit yah..buat kegiatan kumpul-kumpul gitu macam-macam buat bakso gitu, kuat krupuk-krupuk gitu.

P : Penghasilan ibu sehari-hari dipergunakan untuk apa ya bu?

(29)

Transkrip Wawancara Mendalam III

Tanggal : 2 Juni 2014 Pukul : 13.47 WIB

Tempat : Rumah Warga Lingkungan 5

Situasi : Penulis bersama dengan Pak Zamaluddin (salah satu informan) mendatangi rumah warga yang dapat data dari puskesmas menyatakan bahwa anaknya gizi kurang. Pada waktu kami sampai di rumah informan, kami tidak bertemu dengan anaknya dan dari informasi yang diperoleh bahwa anaknya sudah sehat. Pada awal kami datang, informan kurang bersahabat kan tetapi informan menerima kedatangan kami karena Penulis bersama Pak Zamal, namun lama kelaman kami berbicara akhirnya wawancara pun berjalan lancar.

---

Keterangan

P : Penulis S : Subjek

(…) : pertanyaan/perkataan penulis

P : Selamat siang bu (sambil memberi salam), saya mahasiswa yang melakukan penelitian tentang masalah kesehatan anak yang berhubungan dengan gizi.

S : Selamat siang dan silahkan masuk. (Setelah dipersilakan masuk dan duduk di ruang tamu, Penulis memulai wawancara kepada informan karena informan pun bersedia diwawancarai).

P : Ibu namanya siapa bu? S : Mardiah

(30)

S : Suku Melayu. P : Usia ibu?

S : Tiga puluh delapan...tiga puluh delapan (...) P : Bapak?

S : Ke laut

P : Dah berapa usia kehamilannya bu?

S : Sembilan bulan...dah mau melahirkan ini ya bu? (...) iya. ...dah berapa anak ibu? (...) ikut ini delapan. Di mana semua bu? (...) normal semua di klinik Tojan. Anak ketujuh tiga tahun namanya Nursabhaniah. Dia tadi maen-maen di tempat kakak tanggal enam baru pulang...dah kek mana kondisi adek itu bu? (...) sehat..

P : Ibu rajin bawa ke posyandu?

S : iya rajin ke posyandu puskesmas setiap tanggal sembilan...ibu mau juga bawa ke dukun anak? (...) kalau anakku sakit, kalau demam, terkilir dikusuk, tapi kalau berhari-hari barulah dibawa ke rumah sakit tapi kalau satu hari itu obat di kedde ajalah beli ntah bodrexi tapi kalau dah berhari barulah dibawa ke rumah sakit itu aja.

P : Ibu dah pernah dapat bantuan kesehatan bu? S : Belum pernah, bantuan kesehatan apa maksudnya? P : Misalnya adek sakit, dapat bantuan kayak susu gratis...

(31)

S : Nggak (jawabnya singkat)....itu bu...kegiatan-kegiatan mengikutsertakan ibu gitu, kayak kegiatan PKK, kopersi-koperasi gitu (...) nggak ada....Ibu nggak pernah ikut ya? (...) (jawab dengan bahasa tubuh dengan jawaban tidak).

P : Ibu pengen nggak ada kegiatan-kegiatan gitu?

S : Pengen nya sih pengen (sambil tertawa) tapi awak ibu rumah tangga kan pengen bantu di rumahlah dari pada kerja-kerjaan kek gitu (sambil tertawa). Ekonomi awak pun lagi kurang gitu...masalah ekonomi ya (...) P : Kalau dari ibu sendirilah apa yang bisa dibuat kegiatan-kegiatan, karena kan ibu rumah tangga kan sebentar aja nya kan bu, waktu luangnya lebih banyak iya kan, apa lah kegiatan-kegiatan yang bisa menghasilkan mengisi waktu kosong itu?

(32)

lain lagi nggak...itu karena apa ya bu? (...) nggak tau kita padahal usahanya terus jalan aja nya...yang megang siapa bu? (...) Itu pake ketua juga dari orang ibu ya? (...) Ada sebagian jadi anggota, ada yang jadi ketua. Ada buat usaha, tapi usaha orang yang difoto, tapi nggak berjalan dengan normal (penjelasan yang ditambahi pak Zamal). Saya memang belum dapat, sebagian lorong-lorong proyek sana gitu juga ketua kelompok pun buat ulah, nggak sampe dua juta dikasih yang dikasih satu juta tujuh ratus. Waktu kita belum dapat duit bilang buat usaha tapi setelah dapat duit lupa gitulah. Bantuan untuk KUBE baru ini berjalan, tapi PKH udah enam tahun. Dikasih bantuan itu bukan jadi makin maju, makin mundur banyak susah dari pada senangnya.

P : Bantuan yang seperti apa yang ibu harapkan biar nggak bikin susah?

(33)

Transkrip Wawancara Mendalam IV

Tanggal : 2 Juni 2014 Pukul : 14.13 WIB

Tempat : Rumah Warga Lingkungan 5

Situasi : Penulis ditemani Pak Zamaluddin (salah satu informan) mendatangi rumah warga yang dapat data dari puskesmas menyatakan bahwa anaknya gizi kurang. Pada waktu kami sampai di rumah informan, kami bertemu dengan informan, suami beserta anaknya. Pada saat kami bertemu, informan sedang makan nasi bungkus, Penulis menunggui sejenak sampai informan selesai makan. Setelah informan selesai makan, Penulis menyampaikan maksud kedatangan hendak mewawancarai Informan berkaitan masalah kesehatan dan informan bersedia.

---

Keteranganm

P : Penulis S : Subjek

(…) : pertanyaan/perkataan penulis

P : Selamat siang kak (sambil memberi salam), saya mahasiswa yang melakukan penelitian tentang masalah kesehatan anak yang berhubungan dengan gizi.

S : Selamat siang dan silahkan masuk. (Setelah dipersilakan masuk dan duduk, Penulis memulai wawancara kepada informan karena informan pun bersedia diwawancarai).

(34)

P : Usia kakak berapa tahun?

S : Dua puluh lima...dua puluh lima tahun (...) P : Kakak, usia berapa tahun menikah?

S : Dua puluh dua...dua puluh dua tahun, langsung ada adek?(...) iya setelah dua bulan. Banyak orang bilang dia gizi buruk, tapi aku bilang nggak ah..memang kek gitu orangnya, badannya keci (kecil). Aku pun dulu kata mamak kami ku tanyalah orang tua ku dulu. Mak aku dulu kayak mana? Kek gitulah kau dulu, tapi dulu nggak ada kalian ngompeng, kenapa dia ngompeng katanya, paling menetek, Jadi kek gini dulu badanku keci, iya kek gini kecilmu dulu. Jadi kenapa kalau di posyandu dibilang dia gizi buruk padahal ku tengok nggak pernah sakit. Pokoknya ntah dibilang mereka gizi buruk atau apalah yang penting sehat ajalah, udah. Nggak peduli aku, yang penting anakku sehat. Yah kutengok badannya besar tapi badannya kek gini, tinggi juga, badannya nggak kaya gini halusnya tapi tinggi dia, dah tinggi diam aja awak, diam aja.

P : Kakak KB kak?

S : KB, kalau makan dia dikit-dikit, kalau aku dulu congok makan. Paling enam suap, tujuh suap itu aja makanan dia. Ayahnya juga gitu makanannya juga sedikit dah siap.

P : Kakak suku apa kak?

S : Suku Batak, berarti ada marga lah ya kak? (...) iya Pangaribuan (jadi cerita tentang marga dan keluarga sebentar).

P : Kakak tamat sekolah dari mana?

S : SMA Negeri sembilan...jadi kegiatan kakak sehari-hari ibu rumah tangga lah ya kak? (...) iya apa lagi (sambil tersenyum)...berapa orang kakak bersaudara? (...) empat...kakak anak ke..?(...) ke tiga, satu laki-laki tiga perempuan...di mana kampung kakak? (...) di sini..masih di Belawan ini juga? (...) iya simpang kantor.

(35)
(36)

(sambil menunjukkan kaki anaknya yang kering bersisik yang sudah mulai hilang dan mengkilap). Dibilang orang itu gizi buruk ntah apalah itu, ada lagi rumah sakit...(sambil mikir) rumah Sakit Delima datang kemari menanya kenapa ini kak anaknya gizi buruk, diam aja lah aku, nggak mungkin kumarahi dia. Kubilang biar ajalah kak, yang penting dia sehat-sehat aja.

P : Kakak pernah dapat bantuan kesehatan?

S : Pernah dapat beras sekali aja dari kantor Lorong (maksudnya kantor lurah)...itu aja kak, setelah itu nggak pernah lagi?(...) itu ajalah

P : Kakak pernah dengar kata pemberdayaan masyarakat?

S : Nggak,(...) ini kak bentuknya kayak kegiatan-kegiatan memandirikan masyarakat, misalnya dari kegiatan itu mereka tau dari kesadaran sendiri bahwa “itu” (masalah kesehatan) memang tidak baik..

P : Kakak mau nggak ada kegiatan yang seperti itu?

S : Ahh, aku...di mana kegiatan itu?...di daerah sini kak, seperti arisan-arisan gitu (...) ahh nggak.

P : Jadi kegiatan kakak di rumah hanya ibu rumah tangga aja?

S : iya, gitu aja kerjanya udah, tidur siang, mana ada lagi yang kita kerjakan. Cuman disuruh orang ini masuklah ngaji, tapi belum masih kunjungan tempat-tempat keluarga, mertua.

P : Kakak tertarik nggak dengan kegiatan-kegiatan gitu (maksudnya kegiatan pemberdayaan).

(37)

P : Kalau kakak dilibatkan dengan kegiatan-kegiatan seperti itu, kakak mau? S : Apa untungnya?...adalah kak, untuk masyarakat ini juga (...) ahh, nggak

lah..Kakak pengennya seperti apa?(...) nggak ada, jangankan hobi, cita-cita aja pun nggak ada...kalau cita-cita anak jadi orang sukses gimana kak? (...) Itu anaklah, nggak taulah awak itu, mudah-mudahanlah bisa kelak. Gimanalah mau sukses, orang tuanya aja pun kek gini-gini.

P : Rencana kakak punya anak berapa?

(38)

Transkrip Wawancara Mendalam V

Tanggal : 4 Juni 2014 Pukul : 14.00 WIB

Tempat : Rumah Penduduk Lorong Proyek

Situasi : Penulis ingin mengetahui kondisi informan karena pernah Bapak Kepling lingkungan tiga menceritakan informan, baru datang ke posyandu dan kondisi anak BGM, sehingga Penulis datang ke rumah Pak Kepling lingkungan tiga, tapi karena pak kepling tidak ada di rumah maka Penulis berinisatif menanyakan kepada tetangga bapak itu. Ternyata tetangga bapak itu mengenal ibu yang sedang Penulis cari karena tetangga bapak itu kader yang berada di posyandu tersebut. Kami diberitahukan alamat informan dan kami pun sedikit kesulitan mencari alamatnya. Kami bertemu dengan warga di sana dan ibu itu mengantarkan kami langsung ke rumah informan. Kami disambut dengan senang hati oleh informan.

---

Keteranganm

P : Penulis S : Subjek

(…) : pertanyaan/perkataan penulis

P : Permisi bu, saya mahasiswa dari Medan mendapatkan informasi dari kepling bahwa ibu mempunyai balita jadi saya ingin melakukan wawancara, bisa ya bu?

(39)

P : Kakak kasih apa sama adek ini kak?

S : Susu SGM kakak kasih...Mula-mula itu kak kasih susu ini apa kemaren itu (sambil mikir) nggak bisa asik beol aja dia kan...susu lactogen, ini dah kasih SGM bagus. Kasih tetek cuman dua minggu lah kemaren itu...kenapa kak hanya dua minggu? (...) nggak ada lagi airnya, semua anak-anak kakak kek gitu

P : Kakak, kak Lusi suku apa kakak?

S : Nggak ada, dari Kalimantan...dari Kalimantan nggak ada juga ya? (...) ada, ada juga yang Dayak, ada juga yang Cina. Kami nggak ada suku, bapak Cina, mamak Dayak. ..kakak usianya berapa tahun? (...) tiga puluh lima tahun,...abang usianya berapa kak? (...) beda sepuluh tahun, dah empat puluh lima tahun lah...kakak tamatan apa kak? (...) tamatan SD aja...abang? (...) abang SMA. Dulu tamat SMP tapi nggak dapat ijazah berhenti karena langsung ikut orang ke Malaysia.

P : Makanan adek ini sehari-hari apa kakak kasih?

S : Nggak ada, cuman susu nanti siang dikasih pisang, sore nanti kasih pisang, gitu aja nggak ada makanan lain (pada waktu kami wawancara, anaknya cengeng)...adek ini cowok atau cewek kak? (...) semua cowok anak kakak... abang di mana kak? Kerja ya kak? (...) hari ini pre biasanya ke laut...ke laut yang pulang hari kak? (...) pulang hari, sore...Jadi tadi cuman balita-balita lah tadi didatangi ya dek?...yah, gitu lah kak (...) Ada juga pernah datang ke sini mahasiswa, tapi mereka pake baju bidan gitu dek, datang bawa bingkisan untuk bayi, kak ini bingkisannya kak.Datang dia seminggu sampe empat kali datang. Ditanyakannya lagi, ditanyakan lagi gitu...apa-apa ditanya kak? (...) data tentang bayi kek gini lah, nanti dia bawa seperti buku gitulah, dia macam sekolah kebidanan, kalau klian apa?...kesehatan masyarakat kak (...) ooohhh, lainlah berarti dia dari kebidanan, dia...cara kita melahirkan, sehat atau kayak mana, hetting atau kayak mana, normal aja ku bilang. Banyak pertanyaannya, nanti dibawain nya seperti bayi-bayi gitu yang kurang gizi gitu, posyandu dibilangi juga.

(40)

S : Iya....sudah suntikan apa adek ini? (...) belum lagi....BCG udah? (...) cuman ditimbang aja, makanya saya heran cuman ditimbang dah tiga bulan...nggak kakak tanya kenapa cuman ditimbang? (...) ntah kenapa, ini katanya, apa bidan itu suka siang datang katanya. Kakak pergi jam sembilan, bidannya ntah jam-jam dua belas nggak tahu. Di rumah banyak kerjaan pula...apa tetesan itu juga belum, ditimbang aja....berapa berat lahirnya kak? (...) 2,8 kilo.

P : Jadi makanan orang kakak sehari-hari yang kek manalah kak?

S : Biasa-biasa saja, paling ikan sambal, sayur tumis udah...atau pernah kak makan terbang? (...) iya pernah juga kalau malas masak, repot pun sendirian di rumah, nggak sempat.

P : Kakak kan sering ke posyandu, apa yang kakak harapkan dari posyandu? S : Seperti disuntik, itu kan menjaga kesehatan bayi-bayi itu, dah dua kali

datang ke posyandu nggak pernah dapat suntikan.

P : Apa yang kakak dapat dari yang diterangkan akbid tentang gizi kurang? S : Katanya, dibilang kan seperti bayi nya tadi melahirkan normal sampe

tiga kilo nanti bisa setahun menjadi berkurang berkurang katanya. Dah itu kenapa bisa datang gizi buruk? Dah itu katanya kurang makanan katanya, nggak teratur dikasih ke bayi...jadi dah dikasih saran lah kek mana supaya nggak gizi buruk? (...) dah itu dikasihkan juga nanti kalau kakak posyandu, kakak datang aja itu katanya. Adalah dek, lorong tujuh karena kena suntik, jadi lumpuh dia nggak bisa jalan. Waktu kakak kasih lactogen sama adek, dia beol-beol gitu, kata orang mau pande. Kayak mana mau pande dia baru dua bulan nggak mungkinlah mau pande, datang bapaknya bilang tukar ajalah.

P : Kakak pernah dapat bantuan-bantuan gitu dari puskesmas?

S : Nggak, orang yang dapat bantuan itu orang yang kurang gizi katanya, kek gizi buruk dapat roti, dapat susu itu. Kalau anak kakak belum pernah. Kami dulu Cuma adalah dibagi-bagi roti yang datang ke posyandu.

(41)

S : Belum, anak kakak yang kedua pernah step waktu sintik posyandu dia demam, kakak bungkus dia, jadi step lah, ngomongnya agak lama gitu. P : Siapa nama bayi nya kak?

S : Cahyadi Enjelo...kalau sakit mau nggak kakak bawa ke dukun anak gitu? (...) nggak, ke puskesmas, langsung ke bidannya lah, kalau ke dukun-dukun gitu nggak berani agak takut, nanti pun ntah apa-apa yang dikasih, nggak percaya, kalau demam kok tak sembuh juga mungkin bisa juga ke dukun-dukun untuk dipiliskan dia kata orang tapi serasi sama obatnya, yah nggak lah.

P : Kakak pernah dengar pemberdayaan masyarakat?

S : Nggak, nggak pernah (pembicaraan terhenti karena anaknya menangis) P : Dah berapa lama kakak di sini?

S : Dah lama lah. Sejak pengaten baru dah di sini...kalau ada kegiatan-kegiatan pemberdayaan artinya melibatkan masyarakat kayak kegiatan-kegiatan PKK gitu kak, kalau kakak dilibatkan dalam kegiatan itu mau nggak? (...) nggak, capek pernah gitu kegiatan-kegiatan PKK gitu nggak dikasih bapak...untuk menambah penghasilan bapak gitu kak? (...) nggak, di rumah aja kata bapak nya...kalau ngolah-ngolah buat kue, kerupuk, bakso dari ikan gitu? (...) nggak pande pun...klo ada gitu kak, yang mengajari orang kakak? (...) belum pernah pula orang-orang ngajak-ngajak gitu, mau juga lah belajar...karena bapak kan penghasil ikan jadi boleh dibuat ikan gitu kak (...) iya, bapak nya di laut mengambil minyak nggak ambil ikan, minyak di kapal gitu.

P : Kalau ada kegiatan-kegiatan pengolahan ikan jadi kue-kue, kerupuk, bakso gitu, mau nggak kakak?

S : Iya, bisa lah karena samping laut iya kan, maulah kayak kegiatan-kegiatan gitu, siapa tau bisa buat usaha sendiri tapi sekarang punya anak kecil susah, belum bisa.

P : Kakak KB?

(42)
(43)
(44)
(45)

Referensi

Dokumen terkait

UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN POKJA PENGADAAN JASA KONSULTANSI DAN JASA LAINNYA.. Klaten, 14 Mei

Selanjutnya akan dilakukan pembukaan biaya sesuai dengan jadwal yang kami kirim melalui email. Demikian kami sampaikan pengumuman dan pemberitahuan ini dan atas

UNIT LAYANAN PENGADAAN (ULP) POKJA PENGADAAN KONSTRUKSI. MUH.ANWAR SHODIQ,ST.MT

UNIT LAYANAN PENGADAAN (ULP) POKJA PENGADAAN KONSTRUKSI. MUH.ANWAR SHODIQ,ST.MT

The following English irregular verbs are now obsolete and use the standard past and participle forms (-ed). infinitive simple past

Berdasarkan hasil analisis data, dapat diketahui bahwa kadar gula darah pada kelompok eksperimen pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di wilayah Ambarketawang

^ D i r k Van Hook dan Bambang Setyabudi, Penilaian Kredit Tingkat Dasar Pada Lembaga Kredit Usaha Rakyat Kecil, Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur, t.t7, h..

Pengambilan conto batubara in-situ dari singkapan atau endapan batubara yang tidak terlalu dalam dilakukan dengan p y g g.. pillar sampling atau chanel sampling dengan arah tegak