• Tidak ada hasil yang ditemukan

Populasi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera; Curculionidae) yang Efektif dalam Menyerbuk Bunga Kelapa Sawit Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Populasi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera; Curculionidae) yang Efektif dalam Menyerbuk Bunga Kelapa Sawit Chapter III V"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di areal perkebunan percobaan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat, Pematang Siantar (400 m dpl) mulai bulan Agustus 2016 sampai 24 Januari 2017.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serangga Elaeidobius kamerunicus, bunga kelapa sawit betina yang reseptif, polen yang diambil dari bunga jantan anthesis 100 %, Agrivex serta bahan lainnya.

Alat yang digunakan penelitian ini adalah pisau, kamera, timbangan, alat tulis, tali plastik serta alat yang diperlukan lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Non-Faktorial

Perlakuan : Jumlah E. Kamerunicus dengan perbandingan jantan dengan betina yaitu 1:1

J0 : 0 ekor J1 : 100 ekor J2 : 200 ekor J3 : 300 ekor

Jumlah Ulangan (r) :

(2)

3r-3 > 15 3r > 18

r > 6 Jadi ulangan yang digunakan : 6

Jumlah kombinasi : 24 pohon

Luas lahan yang digunakan : 10,8 ha Model linear yang digunakan adalah :

Yik = μ +αβi + εik

Keterangan :

Yik = Hasil pengamatan pada perlakuan ke- i dan ulangan ke- k μ = Efek dari nilai tengah

αi =Efek perlakuan pada taraf ke- i

Εik = Galat percobaan dari perlakuan ke- i dan ulangan ke- k

Bila hasil analisis sidik ragam menunjukkan hasil yang berbeda nyata maka perlu dilakukan Uji Jarak Duncan untuk mengetahui perbedaan masing- masing perlakukan.

Pelaksanan Penelitian

Penentuan Lahan

(3)

Bunga betina tersebut diamati tiap hari agar diketahui kapan akan diberikan ataupun diinokulasikan serangga penyerbuk.

Perbanyakan E. kamerunicus

Kegiatan ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat dengan tujuan untuk memperoleh imago E. Kamerunicus yang steril atau belum membawa polen.

Kegiatan perbanyakan dimulai dengan menggunakan fase larva. Larva diperoleh dari bunga jantan yang telah melewati fase kelewat matang yang diambil dari areal perkebunan Pusat Peneitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat. Larva diletakkan pada hatch and carry mobile dan dipelihara hingga muncul imago yang steril dari polen.

Persiapan Polen

Persiapan polen dilakukan dengan mengambil polen langsung dari bunga jantan yang diambil dari satu pohon dengan tujuan agar memiliki daya kecambah yang seragam.

Polen yang telah disiapkan ini akan diaplikasikan pada serangga saat akan diinokulasikan pada bunga betina yang siap diserbuki yaitu dengan ciri bunga telah mekar secara keseluruhan.

Inokulasi E. kamerunicus

Serangga steril hasil perbanyakan tadi diinokulasikan pada bunga yang mekar dengan sempurna. Serangga yang diinokulasi berjumlah 0, 100, 200, dan 300 ekor sesuai dengan perlakuan.

(4)

10-12 hari setelah inokulasi. Pada tandan diberikan label dan dicantumkan juga tanggal polinasi dilakukan.

Pemanenan

Setelah diinokulasi dan disungkup selama 10-12 hari, sungkup dibuka, diamati dan ditunggu hingga bunga menjadi buah. Setelah usia 5-6 bulan, ketika bunga telah berubah menjadi buah dilakukan pemanenan dengan kriteria kematangan fraksi 0, yaitu tanpa adanya brondolan yang jatuh pada piringan. Peubah Amatan

1. Berat Tandan Kelapa Sawit

Berat tandan yang diamati adalah tandan buah dengan kriteria kematangan fraksi 0, yaitu tanpa adanya brondolan yang jatuh pada piringan. Tandan yang diukur beratnya berusia 5-6 bulan. Kemudian tandan buah ditimbang untuk mengetahui bobotnya.

Umur tanaman memiliki peranan yang sangat penting terhadap produksi TBS kelapa sawit. Hasil analisis menunjukkan umur tanaman 7-11 tahun memberikan pengaruh terbaik terhadap produksi TBS. Tanaman kelapa sawit pada umur 7-11 tahun dapat mencapai produksi optimum dengan jumlah TBS yang dihasikan banyak dan berat janjang yang dihasilkan juga cukup tinggi sehingga berpengaruh kepada pencapaian produksi TBS per hektarnya yang tinggi pula (Prihutami, 2011).

2. Bobot Brondolan

(5)

3. Perhitungan Fruit set

Fruit set adalah perbandingan atau rasio buah yang jadi terhadap keseluruhan buah pada tandan termasuk buah yang partenokarpi. Fruit set yang baik pada tanaman kelapa sawit adalah 75% (Susanto et al., 2007).

(6)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berat Tandan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah serangga yang diaplikasikan mempengaruhi berat tandan. Perlakuan J0 (0 ekor) adalah terendah dibandingkan dari perlakuan lainnya J1 (100 ekor), J2 (200 ekor) dan J3 (300 ekor). Nilai rataan tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan J2 yaitu dengan jumlah SPKS (200 ekor). Tabel 1. Nilai rata-rata berat tandan (kg) dengan Perlakuan 0, 100, 200, dan 300

SPKS

Perlakuan ULANGAN Rataan

I II III IV V VI

Widiastuti dan Endah (2008) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah polen atau serangga yang diaplikasikan dalam proses penyerbukan cenderung meningkatkan produksi pembentukan buah. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, dimana berdasarkan hasil yang diperoleh, jumlah serangga yang efektif dalam menyerbuk adalah 200 ekor dengan nilai berat tandan sebesar 9.858 kg.

(7)

SPKS. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Prasetyo dan Agus (2012) yang menyatakan bahwa buah landak menjadi suatu permasalahan karena mengakibatkan penurunan produksi kelapa sawit. Berbagai macam faktor penyebab terjadinya buah landak antara lain sifat genetik, pengaruh ketidakseimbangan hara, kondisi tanah dan iklim, serta keberadaan E. kamerunicus.

Buah landak dapat dibedakan dengan buah normal dengan secara visual. Secara visual kriteria buah landak ditunjukkan dengan spiklet dan duri yang lebih panjang selain itu nilai fruit set nya juga rendah, ini dapat diketahui dengan banyaknya terdapat buah partenokarpi (tidak terserbuki). Hal ini sesuai dengan Prasetyo et al. (2012) yang mengatakan bahwa buah landak mempunyai karakteristik yang berbeda dengan buah normal kelapa sawit khususnya ukuran spiklet dan duri buah landak yang lebih pajang dibandingkan dengan buah normal. Buah landak mempunyai nilai fruitset yang sangat rendah kurang dari 2%. Faktor utamanya adalah penyerbukan bunga yang tidak berjalan dengan normal.

Berat Brondolan

(8)

Tabel 2. Nilai rata-rata berat brondolan (kg) dengan perlakuan 0, 100, 200 dan 300 SPKS

Perlakuan ULANGAN Rataan

I II III IV V VI

Tabel 2 menunjukkan rataan tertinggi seiring dengan berat tandan, yaitu berat brondolan tertinggi pada perlakuan 200 ekor (7.146 kg) dengan perlakuan jumlah serangga sebanyak 200 ekor, dan rataan terendah dengan perlakuan kontrol yaitu tanpa menggunakan serangga penyerbuk yaitu seberat 2.818 kg.

(9)

Penyerbukan tidaklah selalu sempurna berlangsung 100%. Ada beberapa bagian bunga betina yang tidak dapat terserbuki sehingga menghasilkan buah partenokarpi. Buah partenokarpi adalah buah yang terbentuk tanpa adanya pertemuan serbuk sari dengan kepala putik. Buah partenokarpi ditandai dengan tidak ditemukannya kernel (inti) walaupun brondolan berukuran besar. Hal ini sesuai dengan literatur Apriniarti (2011) yang menyatakan bahwa pada tandan bunga kelapa sawit, tidak seluruh bunga mampu diserbuki. Buah yang terbentuk tanpa proses penyerbukan dan fertilisasi disebut partenokarpi ini biasanya tanpa biji dan kurang menguntungkan bagi program pembentukan biji atau benih. Buah partenokarpi berukuran lebih kecil dari buah normal, berwarna putih atau kuning pucat, dan tidak memiliki biji

Dalam penentuan buah berhasil (development) dan tidak berhasil tersebuki (partenokarpi) dapat diperkirakan dari tampak fisual saja seperti warna buah dan ukuran brondolan. Hal ini sesuai dengan penelitian Apriniarti (2011) yang menyatakan bahwa penentuan tipe brondolan buah hasil penyerbukan dan buah tanpa penyerbukan didasarkan pada perbedaan, seperti warna, ukuran, dan ada tidaknya biji pada buah. Buah kelapa sawit hasil penyerbukan umumnya memiliki ukuran lebih besar, warna buah kuning kemerahan hingga keunguan, dan memiliki biji. Buah tanpa penyerbukan mempunyai ukuran lebih kecil, warna putih atau kuning pucat, dan buah tidak mengandung biji.

Nilai Fruit set

(10)

total keseluran jumlah buah yang berkembang dan partenokarpi pada 4 perlakuan (24 tandan) menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Perlakuan J0 diperoleh fruit set sebanyak 143.68%, perlakuan J1 diperoleh fruit set sebanyak 341.39%, perlakuan J2 diperoleh fruit set sebanyak 314.33 %, dan perlakuan J3 diperoleh fruit set sebanyak 245.81%.

Tabel 3. Jumlah fruit set (%) dengan perlakuan 0, 100, 200, dan 300 SPKS

Perlakuan ULANGAN Rataan

I II III IV V VI

Hasil penelitian menunjukkan rataan tertinggi berada pada perlakuan J1 (56.90 %) yaitu dengan pemberian 100 ekor serangga dan terendah dengan perlakuan Kontrol yaitu tanpa menggunakan serangga (23.95). Disimpulkan bahwa pemberian serangga penyerbuk E. kamerunicus dengan jumlah 100 telah efektif dalam menyerbuk bunga bentina kelapa sawit. Hasil penelitian ini bertentangan dengan pendapat Kahono et al., (2012) yang mengatakan bahwa jumlah serangga penyerbuk sangat berpengaruh terhadap fruit set. Semakin banyak jumlah penyerbuk dalam suatu kebun, maka semakin besar persentase fruit set yang dihasilkan begitu pula sebaliknya. Hal ini dikarenakan oleh berbagai faktor antara lain ukuran tandan yang berbeda dan jumlah spikelet yang berbeda.

(11)

siang hari (07.00-13.00) khususnya pada cuaca yang terang. Hal ini karena proses penyerbukan bunga tergantung pada suhu dan cahaya. Apabila kegiatan penyerbukan dilakukan pada waktu siang sampe sore hari, maka nilai fruit set kelapa sawit yang terbentuk kurang dari 60%.

Dalam meningkatkan nilai fruit set kita harus memahami apa faktor pembentuk fruit set itu sendiri. Penyerbukan bunga betina merupakan salah satu usaha yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan nilai fruit set. Kegiatan penyerbukan buatan (assited pollinated) merupakan langkah yang dapat meningkatkan nilai fruit set hingga 70%, selain itu ada dikenal dengan teknik hatch & carry. Dalam penelitian ini menggunakan teknik hatch & carry dan memperoleh hasil lebih kecil dibandingkan dengan teknik penyerbukan sendiri. Hal ini sesuai dengan penelitian Prasetyo dan Agus (2012) yang menyatakan bahwa kegiatan penyerbukan buatan (assisted pollination) merupakan langkah paling efektif meningkatkan fruit set hingga 70%, namun biaya aplikasinya cukup mahal. Solusi peningkatan fruit set walaupun lebih rendah dari kegiatan assited pollination adalah teknik hatch & carry. Meskipun lebih rendah peningkatan fruit set -nya, teknik hatch & carry membutuhkan biaya yang relatif murah sehingga pendapatan kebun dari tandan buah segar lebih besar.

(12)

pemindahan polen dari bunga jantan ke bunga betina. Diketahui bahwa kelapa sawit adalah tanaman monoceus, dimana memiliki bunga jantan dan bunga betina pada pohon yang sama tetapi tidak matang pada waktu yang bersamaan. Oleh karena itu dibutuhkan SPKS untuk membawa polen yang berasal dari bunga jantan pohon lain.

(13)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Inokulasi 200 ekor E. kamerunicus merupakan perlakuan yang paling efektif terhadap berat tandan dan berat brondolan.

2. Inokulasi 100 ekor E. kamerunicus merupakan perlakuan yang efektif terhadap fruit set.

3. Penyerbukan tidak selalu berhasil 100%, sehingga diperoleh dua jenis brondolan yaitu partenokarpi (tidak memiliki kernel) dan brondolan yang terserbuki sempurna (memiliki kernel).

4. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan fruit set ialah waktu inokulasi serangga dan waktu bunga reseptif.

5. Serangga E. kamerunicus memiliki musuh alami seperti semut yang sangat banyak dijumpai pada tanaman kelapa sawit itu sendiri.

Saran

Gambar

Tabel 1. Nilai rata-rata berat tandan (kg) dengan Perlakuan 0, 100, 200, dan 300   SPKS
Tabel 2. Nilai rata-rata berat brondolan (kg) dengan perlakuan 0, 100, 200 dan 300  SPKS
Tabel 3. Jumlah fruit set (%) dengan perlakuan 0, 100, 200, dan 300 SPKS

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji PCA ( Principal Component Analysis ) data lingkungan pada areal kelapa sawit umur 3 tahun, 6 tahun dan 12 tahun menunjukkan bahwa suhu udara, kelembaban relatif,

Hasil uji PCA ( Principal Component Analysis ) data lingkungan pada areal kelapa sawit umur 3 tahun, 6 tahun dan 12 tahun menunjukkan bahwa suhu udara, kelembaban relatif,

BIOLOGI SERANGGA PENYERBUK ( Elaeidobius kamerunicus FAUST) ( Coleoptera : Curculionidae) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT.. DI DAERAH

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biologi serangga penyerbuk Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera : Curculionidae) pada Tanaman Kelapa Sawit di

Berbagai informasi meyebutkan bahwa produksi kelapa sawit di beberapa daerah di Indonesia masih belum optimal antara lain disebabkan masih banyak bunga yang gagal

Ciri – ciri bunga jantan kelapa sawit yang sedang anthesis adalah bunga berwarna kuning, mengeluarkan aroma yang menjadi attractant bagi kumbang Elaeidobius

Demografi dan Populasi kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust ( Coleoptera : Curculionidae) Sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis Jacq).. Program

Data Pengukuran Imago Jantan E... Data Pengukuran Imago Betina