• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kemampuan Kognitif Anak dalam Mengenal Penjumlahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kemampuan Kognitif Anak dalam Mengenal Penjumlahan"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kemampuan Kognitif Anak dalam Mengenal Penjumlahan

1. Pengertian Kemampuan Kognitif Anak dalam Mengenal Penjumlahan

Menurut Sujiono, dkk (2008: 1.3) kognitif adalah suatu proses dalam berpikir, yaitu kemampuan setiap individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Selanjutnya menurut Sujiono, dkk (2008: 3.3) kemampuan kognitif merupakan suatu yang fundamental dan yang membimbing tingkah laku anak terletak pada pemahaman bagaimana pengetahuan tersebut terstruktur dalam berbagai aspeknya. Piaget sendiri mengemukakan bahwa perkembangan kognitif bukan hanya hasil kematangan organisme, bukan pula pengaruh lingkungan saja, melainkan interaksi antara keduanya. Dalam pandangan ini organisme aktif mengadakan hubungan dengan lingkungan. Perbuatan atau lebih jelas lagi penyesuaian terhadap objek-objek yang ada di lingkungannya, yang merupakan proses interaksi yang dinamis.

Menurut Suyanto (2005: 53) perkembangan kognitif menggambarkan bagaimana pikiran anak berkembang dan berfungsi sehingga dapat berfikir. Menurut Padmonodewo (2003: 7) kognitif diartikan sebagai kecerdasan atau berpikir. Kognitif adalah pengertian yang luas mengenai berpikir dan mengamati, jadi merupakan tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan atau yang dibutuhkan untuk menggunakan pengetahuan. Perkembangan kognitif menunjukkan perkembangan dari cara anak berpikir.

(2)

Dalam hal ini yang dimaksud dengan intelek adalah berpikir, sedangkan yang dimaksud dengan intelegen adalah kemampuan kecerdasan. Pada dasarnya kedua istilah itu mempunyai arti yang sama, sebenarnya perbedaannya hanya terletak pada waktunya saja. Didalam kata berpikir terkandung perbuatan menimbang-nimbang, menguraikan, menghubungkan, sampai akhirnya mengambil keputusan.

Montessori (dalam Sujiono, 2008: 2.6) menyatakan bahwa pada rentang usia 3-6 tahun anak mulai memasuki masa prasekolah, masa ini ditandai dengan msa peka terhadap stimulus yang diterimanya melalui panca indranya. Masa ini memiliki arti yang penting bagi perkembangan setiap anak. Dengan memberi stimulasi yang tepat dapat mempercepat penguasaan terhadap tugas perkembangan sesuai usianya. Jean Piaget juga mengatakan pada usia ini sifat egosentris anak semakin nyata, memiliki perspektif yang berbeda dengan orang lain yang berada di sekitarnya.

Sedangkan Gessel dan Amatruda (dalam Sujiono, 2008: 2.8) menjelaskan bahwa anak usia 3-4 tahun mulai berbicara dengan jelas dan berarti, masa ini disebut masa perkembangan fungsi bicara. Pada masa usia 4-5 tahun merupakan masa belajar matematika/berhitung, anak sudah mulai belajar berhitung sederhana, misalnya menyebutkan bilangan, menghitung urutan bilangan, dan penguasaan jumlah kecil dari benda-benda (Wasty Soemanto, dalam Sujiono, 2008: 8).

Menurut Jerome Bruner (dalam Sujiono, 2008: 1.20) mengemukakan bahwa pada dasarnya segala ilmu dapat diajarkan pada semua anak dalam segala usia asalkan materinya benar-benar sesuai. Menurutnya ada tiga tingkat perkembangan yaitu pertama, enactiva. Dijelaskan bahwa bayi akan belajar dengan baik bila belajar dilakukan lewat sensori motoriknya. Kedua iconic, tahap ini terjadi pada saat anak telah memasuki pendidikan Taman Kanak-Kanak. Pada tahap ini seorang anak belajar dari contoh yang

(3)

dilihatnya untuk menjadi gambaran dan mempengaruhi perkembangan mentalnya. Tingkatan berikutnya adalah penggunaan symbolic. Pada tahap ini anak telah duduk di SD kelas akhir atau SMP, dimana anak telah secara prima mampu menggunakan bahasa dan berpikir secara abstrak.

Pengembangan kognitif (Sujiono, 2008: 1.20) sangat penting, hal ini dimaksudkan agar anak mampu melakukan eksplorasi terhadap dunia sekitar melalui panca indranya sehingga dengan pengetahuan yang didapat, anak dapat melangsungkan hidupnya dan menjadi manusia yang utuh sesuai dengan kodratnya sesuai dengan makhluk Tuhan yang harus memberdayakan apa yang ada di dunia untuk kepentingan dirinya dan orang lain.

Menurut Poerwadarmita, (2007: 65) pengenalan adalah perbuatan yaitu hal ataupun usaha untuk mengenali sesuatu. Mengenal sangatlah penting dalam kehidupan anak. Hal ini karena kegiatan mengenal adalah pekerjaan seluruh umat manusia karena melalui mengenal dapat membantu anak untuk menguasai lingkungannya melalui benda-benda yang ada di sekitarnya.

Mengenal adalah ciri khas anak, karena sesuai dengan dunia anak yang memiliki rasa ingin tahuyang kuat terhadap segala sesuatu terutama yang menarik minatnya. Melalui rasa ingin tahu, anak memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada padanya untuk meningkatkan penalaran dan memahami keberadaannya di lingkungan, membentuk daya imajinasi, mengikuti peraturan, tata tertib, dan disiplin. Penjumlahan termasuk salah satu operasi dasar aritmatika. Dalam mempelajari penjumlahan membutuhkan begitu banyak hafalan misalnya berhitung, konsep, dan paham tentang angka.

(4)

Menurut Poerwadarminta (2007: 298) bahwa penjumlahan adalah perbuatan menjumlahkan, sedangkan menjumlahkan adalah menyatukan bilangan atau mengumpulkan bilangan. Penjumlahan pada dasarnya merupakan satu aturan yang mengaitkan setiap pasang bilangan yang lainnya. Jika A dan B adalah bilangan maka jumlah dari kedua bilangan tersebut dilambangkan “A + B” yang dibaca A ditambah B atau jumlah A dan jumlah B ini diperoleh dengan menentukan gabungan himpunan yang mempunyai sebanyak anggota-anggota dengan himpunan, asalkan kedua anggota himpunan tersebut tidak mempunyai unsur persekutuan.

Sedangkan menurut Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (1990: 116) penjumlahan adalah proses, pembuatan, cara menjumlahkan, hitungan menjumlahkan. Sedangkan menjumlahkan adalah menghitung berapa banyaknya, menambah dalam berhitung atau berhitung permulaan. Maka penjumlahan merupakan suatu proses cara menghitung sesuatu dengan cara menambahkan dimana menambahkan dalam berhitung permulaan menggunakan symbol “+”.

Lebih lanjut dijelaskan oleh Negoro (2005: 260) bahwa penjumlahan adalah operasi yang dipergunakan untuk memperoleh jumlah dari dua bilangan. Penjumlahan merupakan operasi hitung yang pertama sekali diajarkan kepada anak-anak, penjumlahan dapat diterangkan dengan penggabungan himpunan-himpunan.

Penjumlahan termasuk salah satu operasi dasar aritmatika. Dalam mempelajari penjumlahan membutuhkan begitu banyak hafalan misalnya berhitung, konsep, dan paham tentang angka. Penjumlahan dapat diajarkan kepada anak Taman Kanak-kanak tetapi harus didahului dengan pengenalan konsep bilangan, sehingga anak telah mengenal bilangan (dalam suatu jumlah tertentu). Penjumlahan yang dikenalkan pada anak

(5)

kelompok B menurut KBK 2004 yaitu menyebutkan hasil penambahan (menggabungkan dua kumpulan benda) dan pengurangan (memisahkan kumpulan benda) dengan benda sampai 10.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut maka kemampuan berhitung dalam penjumlahan dapat diartikan sebagai suatu kecakapan dalam ilmu berhitung permulaan terutama dalam hal penjumlahan dengan benda-benda konkret.

2. Tahap-tahap Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget (dalam Suyanto, 2005: 53), (dalam Sujiono, dkk, 2008: 3.7), dan (dalam Mutiah, 2010: 53) semua anak memiliki pola perkembangan kognitif yang sama yaitu melalui empat tahapan yang meliputi :

a. Sensorimotor (0-2 tahun)

Pada tahap ini anak lebih banyak menggunakan gerak refleks dan inderanya untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Kelak hasil pengalaman berinteraksi dengan lingkungan ini amat berguna untuk berpikir lebih lanjut.

b. Praoperational (2-7 tahun)

Pada tahap ini anak mulai menunjukkan proses berpikir yang lebih jelas. Ia mulai mengenali beberapa simbol dan tanda termasuk bahasa dan gambar. Anak menunjukkan kemampuannya melakukan permainan symbolis ( symbolic play atau pretend play ).

c. Konkret Operasional (7-11 tahun)

Pada tahap ini anak sudah dapat memecahkan persoalan-persoalan sederhana yang bersifat konkrit. Ia dapat berfikir reversibel. Yang dimaksud dengan berpikir secara reversibel (berkebalikan) ialah anak dapat memahami suatu pernyataan.

(6)

d. Formal Operasional (11 tahun ke atas)

Menurut Piaget tahap ini dicapai anak usia 11-15 tahun. Pikiran anak tidak lagi terbatas pada benda-benda dan kejadian yang terjadi di depan matanya. Pikiran anak telah terbebas dari kejadian langsung. Ia dapat menjumlahkan dan mengurangi angka dalam kepalanya dengan menggunakan operasi logisnya.

Piaget (dalam Hildayani, dkk, 2007: 3.11) mengatakan bahwa anak usia TK (4-6 tahun) berada pada perkembangan berpikir pra operasional. Dikatakan pra operasional karena anak telah menggunakan logika pada tempatnya, dan apa yang sebelumnya diperoleh anak dikembangkan kembali dalam bentuk representasi mental. Anak juga dapat mentransfer gagasan tentang objek, hubungan sebab akibat, ruangan, dan waktu ke dalam perantara baru. Pada tahap pra operasional anak berpikir simbolik dan bahasa mulai jelas terlihat untuk menggambarkan objek dan kejadian. Dapat memanipulasi objek symbol termasuk kata-kata yang merupakan karakteristik penting dalam tahapan ini. Masa ini juga merupakan masa peniruan dan imajinasi pura-pura ketika bermain.

Lebih lanjut dijelaskan pula oleh Piaget (dalam Sujiono, 2008: 2.7), cara berpikir anak belum logis dan belum menyerupai cara berpikir orang dewasa yang sudah berpikir secara abstrak.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif

Menurut Yuliani Nurani Sujiono,dkk (2008: 1.25) faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif dapat dijelaskan antara lain sebagai berikut:

a. Faktor Hereditas/Keturunan

Teori hereditas pertama kali dipelopori oleh seorang ahli filsafat Schopenhauer. Dia berpendapat bahwa manusia lahir sudah membawa potensi-potensi tertentu yang

(7)

tidak dapat dipengaruhi lingkungan. Berdasarkan teorinya, taraf intelegensi sudah ditentukan sejak anak dilahirkan, faktor lingkungan tak berarti pengaruhnya.

b. Faktor Lingkungan

Teori lingkungan atau empirisme dipelopori oleh John Locke. Dia berpendapat bahwa manusia dilahirkan sebenarnya suci atau tabularasa. Menurut pendapatnya, perkembangan manusia sangatlah ditentukan oleh lingkungannya. Berdasarkan pendapat John Locke tersebut perkembangan taraf intelegensi sangatlah ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya dari lingkungan hidupnya. c. Kematangan

Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Kematangan berhubungan erat dengan usia kronologis (usia kalender).

d. Pembentukan

Pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi.

e. Minat dan Bakat

Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Sedangkan bakat diartikan sebagai kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatihagar dapat terwujud.

f. Kebebasan

Kebebasan yaitu kebebasan manusia berpikir divergen (menyebar) yang berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode tertentu dalam memecahkan masalah-masalah.

(8)

Berdasarkan posting dari (Wiriana, 2008), kemampuan kognitif seseorang dipengaruhi oleh dua hal yaitu, faktor herediter atau keturunan dan faktor non herediter. Faktor herediter merupakan faktor yang bersifat statis, lebih sulit untuk berubah. Sebaliknya, faktor non herediter merupakan faktor yang lebih plastis, lebih memungkinkan untuk diutak-atik oleh lingkungan. Pengaruh non herediter antara lain peranan gizi, peran keluarga, dalam hal ini lebih mengarah pada pengasuhan, dan peran masyarakat atau lingkungan termasuk pengalaman dalam menjalani kehidupan.

4. Ciri-ciri Kemampuan Kognitif

Renzulli (dalam Sujiono, dkk, 2008: 1.18) menggambarkan ciri-ciri kemampuan kognitif diantaranya adalah mudah menangkap pelajaran, ingatan baik, perbendaharaan kata luas, penalaran tajam (berpikir logis, kritis memahami sebab akibat), daya konsentrasi baik, menguasai banyak bahan, senang dan sering membaca, cepat memecahkan masalah, dan mampu membaca pada usia lebih muda.

Selain hal tersebut, ciri-ciri kemampuan kognitif juga dijelaskan oleh Depdiknas (2007: 3) antara lain, kemampuan berpikir anak lancar yaitu menghasilkan banyak gagasan, arus pemikiran lancar, dapat memberikan jawaban pertanyaan yang relevan. Kemampuan berpikir luwes, yaitu mampu mengubah cara pendekatan dan arah pemikiran yang berbeda, dan jika diberi suatu masalah biasanya memikirkan macam-macam cara untuk menyelesaikannya. Kemampuan berpikir orisinal, yaitu anak dapat memberikan jawaban yang tidak lazim, anak biasanya memikirkan hal-hal yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain. Kemampuan berpikir terperinci, yaitu mengembangkan, menambah, memperkaya, dan memperluas suatu gagasan, anak biasanya mencari arti

(9)

yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan langkah-langkah yang terperinci.

Setiap anak yang dilahirkan menurut Sujiono, (2008: 2.1) memiliki sejumlah potensi yang berbeda-beda. Perbedaan individual(individual differences) inilah yang menyebabkan adanya perbedaan kemampuan pada setiap anak walaupun usianya sama. 5. Tahap Perkembangan Kognitif dalam Penguasaan Konsep Hitung

Dalam pengenalan konsep lambang bilangan pada anak disesuaikan dengan karakteristik anak dan sesuai dengan tahap perkembangannya, dimana anak usia 2-7 tahun berada pada masa pra operasional. Berarti di usia ini anak membutuhkan benda konkrit untuk memahami konsep hitung / bilangan. Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2000: 229), penguasaan konsep hitung / bilangan melalui beberapa tahap yaitu: a. Tahap Konsep / Pengertian

Pemahaman atau pengertian tentang sesuatu dengan menggunakan benda/peristiwa konkrit seperti pengenalan warna, bentuk, dan menghitung bilangan kegiatan. Kegiatan tersebut dilakukan dengan menarik dan dapat dipahami oleh anak. b. Tahap Transisi / Pengalihan

Peralihan dari konkrit ke abstrak dari konsep lambang bilangan, tahap ini adalah saat anak mulai bnar-benar memahami konsep dengan cara apa saja. Saat inilah guru mulai menunjukkan dengan memvariasikan cara penulisan lambang bilangan secara bertahap sesuai dengan kecepatan kemampuan perkembangan anak. Anak tidak lepas begitu saja diamati dan cara penulisannya tidak terburu-buru dengan diberi pertolongan ingatan visual sehingga penguasaan tidak terbolak balik.

(10)

Tahap ini anak sudah mulai diberi kesempatan menuliskan lambang bilangan sendiri tanpa paksaan. Misal lambang bilangan 5 untuk menggambarkan jumlah hitungan 5.

Piaget (dalam Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 5) menyatakan bahwa kegiatan belajar memerlukan kesiapan dari dalam diri anak. Artinya belajar dalam suatu proses membutuhkan aktivitas baik fisik maupun psikis. Selain itu, kegiatan belajar pada anak harus disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan mental anak, karena belajar dari anak harus keluar dari anak itu sendiri. Perkembangan dipengaruhi oleh faktor kematangan dan belajar. Apabila anak sudah menunjukkan masa peka (kematangan) untuk berhitung maka orang tua dan guru di TK harus tanggap untuk segera memberikan layanan dan bimbingan sehingga kebutuhan anak dapat terpenuhi dan tersalurkan dengan sebaik-baiknya menuju perkembangan kemampuan berhitung yang optimal. Rasa ingin tahu yang tinggi akan tersalurkan apabila mendapat stimulasi /rangsangan/motivasi yang sesuai dengan tugas perkembangannya.

Berdasarkaan hasil penelitian yang dilakukan oleh Osborn (1981) (dalam Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 5) perkembangan intelektual pada anak berkembang sangat pesat pada kurun usia nol sampai dengan usia pra sekolah (4-6 tahun). Oleh sebab itu, usia pra sekolah seringkali disebut sebagai masa peka belajar. Pernyataan ini didukung oleh Bloom (dalam Depdiknas, 2007: 5) yang menyatakan bahwa 50% potensi intelektual anak sudah terbentuk di usia 4 tahun kemudian mencapai sekitar 80% pada usia 8 tahun.

(11)

6. Metode yang Digunakan pada Pengembangan Kognitif

Anak merupakan pribadi yang unik yang kadang tidak bisa dimengerti oleh orang dewasa. Ada anak yang mudah untuk diajak belajar dan langsung mudah menangkap apa yang disampaikan guru. Tetapi banyak juga anak-anak yang sulit sekali untuk diajak belajar. Butuh kesabaran dan metode yang tepat untuk mengatasinya masalah tersebut.Ada banyak metode pengajaran yang dapat dipakai untuk mengembangkan kemampuan kognitif untuk anak usia dini.

Menurut Sujiono (2008: 7.3) metode adalah cara menyampaikan ilmu yang tepat sesuai dengan anak usia Taman Kanak-kanak sehingga menghasilkan pemahaman yang maksimal bagi anak didik. Lebih lanjut Hildebrand (dalam Sujiono, 2008: 7.5) berpendapat untuk membantu perkembangan kognitif, anak perlu dibekali dengan pengalaman belajar yang dirancang melalui kegiatan mengobservasi dan mendengarkan dengan tepat.

Menurut Depdiknas (2000: 235) metode yang digunakan oleh guru adalah salah satu kunci pokok keberhasilan suatu kegiatan belajar. Pemilihan metode yang akan digunakan harus relevan dengan tujuan penguasaan konsep, transisi, dan lambang dengan berbagai variasi materi, media dan bentuk kegitan yang akan dilakukan. Lebih lanjut Depdiknas (2000: 235) menyatakan metode yang dapat digunakan antara lain, metode bercerita, metode bercakap-cakap, metode tanya jawab, metode pemberian tugas, metode demonstrasi, dan metode eksperimen.

Sedangkan menurut Sujiono (2008: 7.5) macam-macam metode yang dapat digunakan untuk pengembangan kognitif anak Taman Kanak-kanak adalah bermain, pemberian tugas, demonstrasi, tanya jawab, mengucapkan syair, eksperimen, bercerita, karyawisata, dan dramatisasi.

(12)

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan beberapa metode yang dapat diterapkan untuk pengembangan kognitif dalam mengenal penjumlahan permulaan antara lain metode tanya jawab, pemberian tugas, dan bermain . Penggunaan metode yang tepat dalam pengajaran pada anak akan sangat menentukan keberhasilan pengajaran kognitif dalam mengenal penjumlahan permulaan.

B. Media Kartu Angka

1. Pengertian Media Kartu Angka

Menurut Heinich, Molenda, dan Russel (dalam Eliyawati, 2005: 104) media merupakan alat saluran komunikasi. Istilah media itu sendiri berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium“ yang secara harfiah berarti “perantara“ yaitu perantara sumber pesan (a source ) dengan penerima pesan ( a receiver ). Para ahli tersebut mencontohkan media ini seperti film, televisi, diagram, bahan tercetak (printed materials), computer, dan instruktur. Contoh media tersebut bisa dipertimbangkan sebagai media pendidikan jika membawa pesan-pesan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Di dalam situasi proses pendidikan untuk anak usia dini juga terdapat pesan-pesan yang harus disampaikan. Pesan tersebut biasanya merupakan isi dari tema atau topik kegiatan belajar. Pesan-pesan tersebut disampaikan oleh guru kepada anak melalui suatu media dengan menggunakan prosedur kegiatan belajar tertentu.

Gerlach dan Ely (dalam Arsyad, 2007: 3) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.

(13)

Menurut Gagne (dalam Sujiono, 2008: 8.3) media adalah berbagai jenis komponen yang dapat mendorong anak untuk belajar, Briggs berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta mendorong anak untuk belajar.

Sedangkan association for educational comunication and technologi (dalam Anitah, 2008: 1) mendefinisikan media sebagai segala bentuk yang digunakan untuk menyalurkan informasi. Dari berbagai definisi tersebut dapat dikatakan bahwa media pembelajaran adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pembelajar menerima pengetahuan, ketrampilan, dan sikap.

Media pembelajaran anak usia dini pada umumnya merupakan alat-alat permainan yang berguna untuk memudahkan siswa belajar memahami sesuatu yang mungkin sulit atau menyederhanakan sesuatu yang komplek.

Dalam Depdikbud (1997: 15) pengertian kartu angka adalah kartu yang digunakan untuk mengetahui suatu angka dan benda. Dalam pengembangan kecerdasan majemuk, kartu angka dibuat salah satu sisi bertuliskan angkanya saja, sedangkan satu sisinya bergambarkan jumlah benda sesuai angka dari angka tersebut.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan kartu angka merupakan media visual yang tidak dapat diproyeksikan yang berisi bahan ajar berupa gambar dan angka yang terbuat dari lembaran kertas dimana salah satu sisinya bergambarkan jumlah benda satu sampai dengan sepuluh.

2. Cara Membuat Media Kartu Angka

Media kartu angka merupakan salah satu contoh media sederhana. Media pembelajaran sederhana adalah media pembelajaran yang dapat di rancang, dikembangkan dan dibuat sendiri oleh guru. Media pembelajaran untuk anak usia dini haruslah dirancang dan direncanakan dengan baik sehingga keberadaan media pembelajaran dapat memotivasi anak untuk belajar lebih rajin.

(14)

Menurut Depdiknas (2002: 137) alat dan bahan untuk membuat media kartu angka adalah gunting/cutter, spidol/cat air, crayon, pensil, penggaris, kertas/karton/kertas warna, ampelas kayu/plastik perekat, lem UHU/ Takol. Cara membuatnya yaitu pertama, gunting kertas/karton/kertas warna dengan ukuran 5 x 5 cm sejumlah 10 lembar. Kedua, tulislah lambang bilangan/angka 1 sampai dengan 10 dengan spidol/cat air/crayon. Ketiga, berilah garis tepi pada kertas dengan spidol. Keempat, potonglah ampelas kayu/plastik perekat sejumlah 10 lembar, dengan ukuran 1,5 cm x 1,5 cm, kemudian tempelkan pada bagian belakang setiap kartu angka tersebut.

Dalam penelitian ini, peneliti membuat, merancang, dan mengembangkan media kartu angka sendiri. Bahan dan alat yang digunakan adalah gunting, pensil, penggaris, kertas warna, perekat, lem, dan gambar bintang, bulan, dan batu. Cara membuatnya yaitu pertama, gunting kertas warna dengan ukuran 23 cm x 19 cm sejumlah 10 lembar untuk masing-masing gambar (jumlah keseluruhan ada 30 lembar). Kedua, tempelkan lambang bilangan/angka 1 sampai dengan 10 pada kertas warna dengan lem. Ketiga, tempelkan gambar (bintang, bulan, dan batu) pada kertas warna dengan jumlah gambar sesuai angka yang tercantum (1-10). Keempat, potonglah perekat sejumlah 10 lembar, dengan ukuran 1,5 cm x 1,5 cm, kemudian tempelkan pada bagian belakang setiap kartu angka tersebut. 3. Manfaat Media Pembelajaran

Sudjana dan Rivai (dalam Arsyad, 2007: 24) mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses pembelajaran siswa, yaitu: pertama pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. Kedua, bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran. Ketiga, metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan

(15)

kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan siswa tidak kehabisan tenaga, apalagi guru mengajar pada setiap jam pelajaran. Keempat, siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.

Menurut Sanaky (2009: 5) manfaat media pembelajaran sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut:

a. Pengajaran lebih menarik perhatian pembelajar sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.

b. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat lebih dipahami oleh pembelajar, serta memungkinkan pembelajar menguasai tujuan pengajaran dengan baik.

c. Metode pembelajaran bervariaasi, tidak semata-mata hanya komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata lisan pengajar, pembelajar tidak bosan, dan pengajar tidak kehabisan tenaga.

d. Pembelajar lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan penjelasan dari pengajar saja, tetapi juga aktivitas lain yang dilakukan seperti: mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dan lain-lain.

Menurut Eliyawati (2005: 110) manfaat media pendidikan diantaranya: a. Mengkonkritkan konsep-konsep yang abstrak.

b. Menghadirkan objek-objek yang terlalu berbahaya atau sukar didapat ke dalam lingkungan belajar.

c. Menampilkan objek yang terlalu besar atau terlalu kecil. d. Memperlihatkan gerakan yang terlalu cepat.

(16)

Zaman, dkk (2008: 4), menjelaskan bahwa dengan penggunaan media kartu angka dalam pembelajaran penjumlahan dan pengurangan dapat mengoptimalkan potensi kognitif, hal ini karena penggunaan media kartu angka sebagai media belajar dapat memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mendapatkan pengetahuan dan memfasilitasi anak untuk menyalurkan keinginannya yang kuat dan antusias terhadap suatu hal.

Menurut Sujiono, dkk (2008: 2.16) dalam metode pengembangan kognitif bahwa pengembangan aritmatika berhubungan dengan kemampuan yang diarahkan untuk kemampuan berhitung atau konsep berhitung permulaan sehingga diperlukan media yang konkret dengan kehidupan anak sehari-hari.

Penggunaan media kartu angka dalam pembelajaran akan dapat mengoptimalisasi kemampuan kognitif anak dalam mengenal penjumlahan, anak akan lebih berminat dan mampu dalam penjumlahan dan pengurangan.

4. Langkah-langkah Berhitung dengan Media Kartu Angka

Depdiknas (2007: 20) langkah-langkah berhitung dengan media kartu angka adalah sebagai berikut:

a. Yang pertama, konsep bilangan 1 sampai 10. Bilangan yang mulai dipelajari oleh anak adalah bilangan untuk menghitung kuantitas. Artinya bilangan itu menunjukkan besarnya kumpulan benda.

b. Kedua, membilang. Menghafal bilangan merupakan kemampuan mengulang angka-angka yang akan membantu pemahaman anak tentang arti sebuah angka-angka.

c. Ketiga, makna angka dan pengenalannya. Setiap angka memiliki makna dari benda-benda atau simbol-simbol angka dari gambar.

(17)

d. Keempat, penjumlahan. Penjumlahan dapat dikenalkan pada anak pra sekolah dengan memanipulasi benda. Media kartu angka merupakan media pembelajaran sebagai alat bantu dalam proses belajar dan pembelajaran untuk penjumlahan yang nyata.

Setelah memperhatikan langkah langkah penggunaan media kartu angka tersebut di atas maka dapat disimpulkan langkah langkah penggunaan media kartu angkadalam pelaksanaan pembelajaran adalah sebagai berikut:

a. Mempersiapkan dan mengecek media kartu angka yang berisi bahan ajar berupa gambar dan angka.

b. Mengenalkan konsep bilangan 1 sampai 10 dengan kartu angka.

c. Mengenalkan lambang bilangan dengan simbol (gambar yang ada pada kartu angka). d. Mengenalkan penjumlahan menggunakan media kartu angka.

e. Guru menggunakan alat penunjuk untuk menunjuk bahan pelajaran pada media kartu angka.

C. Evaluasi Hasil Belajar 1. Pedoman Penilaian

Menurut Depdiknas (2006: 7), dalam melaksanakan penilaian di Taman Kanak Kanak menggunakan simbol-simbol yaitu simbol (z) artinya anak sudah melebihi indikator yang tertuang dalam RKH atau mampu melaksanakan tugas tanpa bantuan dari guru dan hasilnya baik, simbol (O) artinya anak belum mencapai indikator seperti yang diharapkan dalam RKH atau dalam melaksanakan tugas selalu dibantu guru, simbol (√) artinya jika semua anak menunjukkan kemampuan sesuai indikator yang tertuang dalam RKH.

(18)

Menurut Departemen Agama RI (2004: 50) cara pencatatan hasil penilaian harian dicatat dengan menggunakan simbol simbol yaitu { digunakan untuk menilai anak yang perilakunya belum sesuai dengan apa yang diharapkan dan belum dapat menyelesaikan tugas dengan baik. √ digunakan untu menilai anak yang perilakunya sedang berada pada tahap proses menuju yang diharapkan (belum stabil). z digunakan untuk menilai anak yang perilkunya melebihi dengan apa yang diharapkan dan sudah dapat menyelesaikan tugas melebihi yang direncanakan guru.

Lebih lanjut menurut Kemendiknas Dirjen Mandas dan Menengah Direktorat Pembinaan TK SD (2010: 11) catatan hasil penilaian harian perkembangan anak dicantumkan pada kolom penilaian di RKH. Tanda satu bintang ( Õ) untuk anak yang belum berkembang (BB) sesuai dengan indikator, tanda bintang dua (ÕÕ) untuk anak

yang sudah mulai berkembang (MB) sesuai dengan indikator seperti yang diharapkan dalam RKH, tanda bintang tiga (ÕÕÕ) untuk anak yang sudah berkembang sesuai

harapan (BSH) pada indikator dalam RKH, dan tanda bintang empat (ÕÕÕÕ) untuk

anak yang berkembang sangat baik (BSB) melebihi indikator seperti yang diharapkan dalam RKH.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pedoman penilaian dariKemendiknas Dirjen Mandas dan Menengah Direktorat Pembinaan TK SD dengan ketentuan tanda satu bintang ( Õ) untuk anak yang belum berkembang (BB) sesuai dengan indikator,

tanda bintang dua (ÕÕ) untuk anak yang sudah mulai berkembang (MB) sesuai dengan indikator seperti yang diharapkan dalam RKH, tanda bintang tiga (ÕÕÕ) untuk anak

(19)

bintang empat (ÕÕÕÕ) untuk anak yang berkembang sangat baik (BSB) melebihi

indikator seperti yang diharapkan dalam RKH. 2. Indikator Keberhasilan

Menurut Musfiroh (2005: 84) perkembangan logiko-matematik berkaitan dengan perkembangan kemampuan berpikir sistematis, menggunakan angka, menghitung, menemukan hubungan sebab akibat, dan membuat klasifikasi.

Thurstone (dalam Sujiono, 2008: 1.7) berpendapat bahwa kognitif merupakan penjelmaan darikemampuan primer, yaitu kemampuan kemampuan berbahasa(verbal

comprehension),mengingat (memory),nalar atau berpikir logis (reasoning), pemahaman

ruang (spatial factor),bilangan (numericia bility),menggunakan kata-kata(word fluency), dan mengamati dengan cepat dan cermat (perceptual speed).

Menurut kurikulum 2004 (dalam Sujiono, dkk, 2008: 10.32) yang termasuk bidang pengembangan kognitif bagi Taman Kanak-kanak antara lain:

Tabel 2.1 Indikator aspek perkembangan kognitif kelompok B semester II (menurut kurikulum 2004)

Hasil Belajar Indikator

Dapat mengenal bilangan a. Membilang dengan menunjuk benda (mengenal konsep bilangan dengan benda-benda) sampai 10

b. Menghubungkan atau memasangkan lambang bilangan dengan simbol atau benda sampai 10

c. Membedakan 2 kumpulan benda yang sama jumlahnya, yang tidak sama, lebih banyak, dan lebih sedikit Anak mampu memahami

konsep-konsep matematika sederhana

a. Menyebutkan hasil penambahan dan pengurangan dengan benda sampai 10

Dari berbagai pengertian di atas, peneliti mengadaptasi indikator kemampuan kognitif dalam mengenal penjumlahan permulaan dari kurikulum 2004 sebagai berikut:

(20)

Tabel 2.2 Indikator aspek perkembangan kognitif kelompok B semester II (adaptasi kurikulum 2004) No Indikator Keberhasilan Hasil Indikator

Õ

ÕÕ

ÕÕÕ ÕÕÕÕ

1. Membilang dengan menunjuk benda (mengenal konsep bilangan dengan benda-benda) sampai 10) 2. Menghubungkan atau memasangkan lambang bilangan dengan simbol atau benda sampai 10 3. Membedakan 2

kumpulan benda yang sama jumlahnya, yang tidak sama, lebih banyak, dan lebih sedikit

4. Menyebutkan hasilpenambahan dengan benda sampai 10

.

D. Hubungan Antara Media Kartu Angka dengan Kemampuan Kognitif

Menurut Badru Zaman, dkk (2008: 4.10) menjelaskan bahwa dengan penggunaan media kartu angka dalam pembelajaran penjumlahan permulaan, dapat mengoptimalkan potensi kognitif. Hal ini karena penggunaan media kartu angka sebagai sumber belajar dapat memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mendapatkan pengetahuan dan memfasilitasi anak untuk menyalurkan keingititahuannya yang kuat clan antusias terhadap banyak hal.

Menurut Montolalu, dkk dalam Bermain dan permainan anak, (2008: 5.20) bahwa dalam area permainan matematika anak harus di beri kesempatan bereksplorasi dengan cara

(21)

mencocokkan, berhitung, mengelompokkan, membandingkan, memperkirakan, dan sebagainya.

Menurut Sujiono, dkk dalam metode pengembangan kognitif, (2006: 2.16) bahwa pengembangan aritmatika berhubungan dengan kemampuan yang diarahkan untuk kemampuan berhitung atau konsep berhitung permulaan sehingga di rangkaikan media yang konkret dengan kehidupan anak.

Media kartu angka berfungsi sebagai alat stimulasi untuk mengembangkan kemampuan kognitif. Karena melalui media kartu angka kita dapat memperkenalkan angka, penjumlahan dan pengurangan.

E. Kerangka Berpikir Kondisi awal Terjadi perbaikan yang optimal dalam kemampuan kognitif dalam mengenal j l h - Kegiatan pembelajaran sudah maksimal - Kemampuan kognitif anak dalam menganal penjumlahan Siklus II Media kartu angka Kondisi sudah meningkat, ada perbaikan, tetapi belum maksimal Kemampuan kognitif anak dalam mengenal penjumlahan permulaan ada peningkatan, tetapi masih rendah. Siklus I Media kartu angka Kemampuan kognitif anak dalam mengenal penjumlahan permulaan masih rendah Dilakukan upaya perbaikan dengan PTK

(22)

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir

Berdasarkan bagan kerangka berpikir diatas dalam penelitian Tindakan kelas iui peneliti berasumsi bahwa media kartu angka dapat meningkatkan kemampuan penjumlahan permulaan pada pengembangan kognitif pada anak kelompok B TK Wisma Rahayu Tayem Timur Kecamatan Karangpucung Kabupaten Cilacap.

Gambar

Tabel 2.1 Indikator aspek perkembangan kognitif kelompok B semester II (menurut  kurikulum 2004)
Tabel 2.2     Indikator aspek perkembangan kognitif kelompok B semester II (adaptasi  kurikulum 2004)  No Indikator  Keberhasilan  Hasil Indikator  Õ ÕÕ ÕÕÕ ÕÕÕÕ  1

Referensi

Dokumen terkait

Kelebihan pada siklus 1 yaitu poses pembelajaran telah berhasil menumbuhkan semangat siswa dan membuat setiap siswa aktif dalam proses pembelajaran baik saat

Untuk pengucap yang tidak terdapat di dalam basisdata didapat hasil 92,5 % pada panjang frame 10 ms, sehingga hasil perhitungan persentase selanjutnya menggunakan

[r]

The Lancet Oncology menyatakan bahwa rokok merupakan penyebab dari 15 jenis kanker antara lain : kanker kandung kemih, kanker sumsum tulang, kanker serviks, kanker

[r]

[r]

 Peserta didik mendiskusikan dengan manfaat dari gambar kerajinan hasil samping bahan pangan nabati atau model kerajinan berdasarkan jenis bahan, fungsi, bentuk produk, warna,

Kesehatan, keselamatan, dan lingkungan Kesehatan dan Keselamatan Karyawan yang melaporkan pelanggaran yang terjadi baik kepada manajer atau area dukungan yang relevan, dapat