• Tidak ada hasil yang ditemukan

USAHA MEMAHAMI DAN MENGHAYATI SPIRITUALITAS KONGREGASI SUSTER SANG TIMUR DI ZAMAN SEKARANG MELALUI KATEKESE SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperolah Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Kat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "USAHA MEMAHAMI DAN MENGHAYATI SPIRITUALITAS KONGREGASI SUSTER SANG TIMUR DI ZAMAN SEKARANG MELALUI KATEKESE SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperolah Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Kat"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperolah Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Theresia Pratiwiningsih NIM: 041124010

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

Dengan penuh rasa syukur skripsi ini kupersembahkan kepada:

(5)

v

“Alles Fur Jesus Allain” Semuanya hanya untuk Yesus

(6)

vi

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 11 Agustus 2008 Penulis,

(7)

vii

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Theresia Pratiwiningsih

NIM : 041124010

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

USAHA MEMAHAMI DAN MENGHAYATI SPIRITUALITAS KONGREGASI SUSTER SANG TIMUR DI ZAMAN SEKARANG MELALUI KATEKESE.

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Unive rsitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta.

Pada tanggal, 31 Oktober 2008 Yang menyatakan

(8)

viii

Judul skripsi ini adalah “USAHA MEMAHAMI DAN MENGHAYATI SPIRITUALITAS KONGREGASI SUSTER SANG TIMUR DI ZAMAN SEKARANG MELALUI KATEKESE”. Penulis memilih judul ini didasari oleh suatu kerinduan dan harapan akan pemahaman dan penghayatan yang bena r dan utuh mengenai Spiritualitas Manete In Me yang dapat menjadi komitmen dasar, akar dan kekuatan serta sumber kesuburan dalam memberikan kesaksian hidup di tengah dunia zaman sekarang ini.

Setiap Tarekat Hidup Bakti memiliki Spiritualitas tertentu Kongregasi Suster Sang Timur menghidupi spiritualitas Manete In Me yang bertolak dari hidup Yesus dari masa kanak-kanak-Nya sampai dengan wafat dan kebangkitan-Nya. Pada kenyataannya, untuk mewujudkan semangat Manete In Me pada zaman ini tidaklah mudah, perubahan zaman dengan perkembangannya menjadi tantangan besar dalam mewujudkan semangat Manete In Me.

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana pemahaman dan penghayatan Spiritualitas Kongregasi Suster Sang Timur tercermin dalam Pedoman Hidup para suster Sang Timur? Berkaitan dengan hal ini, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: usaha apa yang dapat dilakukan oleh para suster Sang Timur untuk meningkatkan pemahaman dan penghayatan Spiritualitas Kongregasi Sang Timur pada zaman ini? Model pendalaman apa yang dapat membantu para Suster Sang Timur untuk memahami Spiritualitas Kongregasi sehingga dapat meningkatkan penghayatan Spiritualitas Kongregasi pada zaman sekarang ini?

(9)

ix

This script entitled “AN EFFORT TO UNDERSTAND AND COMPREHEND FULLY THE SPIRITUALITY OF THE CONGREGATION OF THE PAUPERIS INFANTIS JESU SISTERS NOWADAYS, GOES THROUGH THE CATECHISM”. The writer choose this title, based on longing and hope for a right comperehension for the spirituality of ‘Manete In Me’, wich will be the base of commitment, also be the source and power of the fertility in giving the life evidence in the world nowadays.

Each religious community has its own spirituality. The Congregation of Suster Sang Timur live in the spirituality of Manete In Me, which based on Jesus life, from His childhood until His death and His resurection. In fact, to realize the spirit of Manete In Me, is not so easy. The periode, the era and its development has changed and be a big act of challenging in realizing the spirit of Manete In Me.

The main case in this script is to examine how to understand and how to comprehend the spirituality of the Kongregasi Suster Sang Timur which is reflected in the ‘life orientation’ of the Sisters Sang Timur. Connected with this item, the writer makes a formulation for the case such like this: what kind of effort, the sisters are able to do, to increase the understanding, and have a full comprehension for the spirituality of the Kongregasi Sang Timur nowadays. What sart of religious deepening that could help the Sisters to understand profoundly the spirituality of the Kongregasi Sang Timur as yet.

For this all, the writer uses the analisties descriptive approach and uses the argumentation on library study, also the developing of the personal reflection, scientific articles and results of the scientific research which related directly to the theme, the writer has taken. The results of the this study is written in five chapters, in which all are running about the main spirituality of Manete In Me, where so far is struggled and supported by Ibu as the founder of this congregation and also by the followers with so many challengs from time to time till now. In this script is also discussed the variuos effort in answering the challenge understanding and comprehension of the spirituality in Manete In Me, among others is through the recollection and catechism Shared Christian Praxis (SCP).

(10)

x

Puji dan syukur ke hadirat Allah Bapa yang Maha Kasih dan Setia karena telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ya ng berjudul “USAHA MEMAHAMI DAN MENGHAYATI SPIRITUALITAS KONGREGASI SUSTER SANG TIMUR DI ZAMAN SEKARANG MELALUI KATEKESE”.

Penulisan skripsi ini diawali dan diilhami oleh suatu keprihatinan dan harapan penulis sebagai anggota Kongregasi Suster Sang Timur terhadap situasi nyata dimana spiritualitas Kongregasi Sang Timur yaitu Manete In Me kurang dipahami dan dihayati pada zaman sekarang ini. Oleh karena itu penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk membantu memberikan bahan acuan dan permenungan bagi para Suster Sang Timur di dalam usaha memahami dan menghayati spiritualitas kongregasi yaitu Manete In Me, untuk semakin bertolak lebih dalam sebagaimana Kanak-kanak Yesus, dan berusaha membangun hidup serta menciptakan kreatifitas dalam menjawab tantangan zaman sekarang ini lewat kesaksian hidup di tengah dunia. Selain itu skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(11)

xi

perhatian, mendampingi dan membimbing penulis, memberikan sumbangan pemikiran yang memperdalam penulisan dan kritikan-kritikan yang membangun sehingga memotivasi penulis dalam menuangkan gagasan dan pemikiran dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

2. Dra. J. Sri Murtini, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik atau dosen wali yang dengan penuh kesetiaan dan kesabaran mendampingi penulis dari awal studi hingga selesainya penulisan skripsi ini.

3. P. Banyu Dewa HS., S.Ag., M.Si., selaku dosen penguji kedua yang telah berkenan membimbing dan mendampingi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

4. Drs. M. Sumarno Ds, S.J., M.A., selaku pembimbing rohani yang dengan penuh kesabaran dan kesetiaan mendampingi dan memberikan motivasi dan semangat baik dalam studi maupun dalam perjuangan hidup selama ini.

5. Segenap Staf Dosen dan karyawan Prodi IPPAK yang telah mendidik dan membimbing serta membekali pengetahuan dan teladan bagi penulis selama studi hingga selesainya penulisan skripsi ini.

(12)

xii skripsi ini.

8. Suster Pemimpin Komunitas dan para Suster Sang Timur yang telah memberi dukungan doa dan perhatian dengan segala bentuk cintanya sejak awal studi hingga selesainya penulisan skripsi ini.

9. Rekan-Rekan mahasiswa khususnya angkatan 2004 yang telah berjuang bersama dan saling me mberi dukungan selama studi hingga selesainya penulisan skripsi ini.

10.Ayah, Ibu dan Saudara- Saudariku yang terkasih yang telah mendukung lewat doa dan cintanya.

11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selama ini dengan tulus memberikan perhatian dan dukungan bagi penulis.

Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman sehingga penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi para Suster Kongregasi Sang Timur.

Yogyakarta 11 Agustus 2008 Penulis

(13)

xiii

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR SINGKATAN... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penulisan... 1

A. Rumusan Permasalahan... 5

B. Tujuan Penulisan... 5

C. Manfaat Penulisan... 5

D. Metode Penulisan... 6

E. Sistimatika Penulisan ... 6

BAB II. SPIRITUALITAS MANETE IN ME... 8

A. Spiritualitas... 8

B. Spiritualitas Pendiri... 11

1. Gerakan dalam Roh... 11

2. Yesus bagi Ibu Clara Fey... 14

3. Kesatuan karya dan Doa... 16

C. Spiritualitas Manete In Me Menurut Konstitusi... 17

(14)

xiv

4. Hidup Kaul ... 24

5. Kepemimpinan... 27

6. Hidup Sesuai Mistik dan Karisma Kongregasi ... 28

a. Mistik... 28

b. Karisma ... 29

c. Perutusan Kongregasi, Visi dan Misi... 30

E. Spiritualitas Manete In Me dalam Wujud Bertindak seperti Dalam Statuta ... 32

F. Manete In Me Sebagai Warna Khas... 34

BAB III. TANTANGAN-TANTANGAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS MANETE IN ME DI ZAMAN SEKARANG ... 38

A. Dokumen-dokumen Gereja ... 38

B. Mentalitas Zaman Sekarang... 42

1. Budaya ... 42

2. Sistem Nilai... 44

3. Mentalitas... 47

a. Mentalitas Jalan Pintas... 47

b. Kenikmatan Liar... 47

c. Pengertian tanpa Karakter ... 48

d. Komunikasi ‘Setanik’... 48

e. Pengetahuan tanpa Roh Kemanusiaan ... 49

f. Bakti tanpa Pengorbanan... 49

g. Membangun Hidup tanpa Prinsip ... 49

4. Tantangan Kongregasi Sang Timur Indonesia di Zaman ini... 51

C. Penghayatan Manete In Me sebagai Kekuatan Dasar dalam Menghadapi Tantangan Zaman... 54

1. Tanggapan terhadap Tantangan ... 55

2. Pilar-Pilar Penopang Hidup Bakti... 56

a. Pilar 1: Dalam Hidup Berkomunitas ... 57

(15)

xv

e. Pilar 5: Dalam Formasi atau Pertumbuhan ... 59

f. Pilar 6: Dalam Kepemimpinan... 59

g. Pilar 7: Dalam Pengelolaan Harta Benda ... 60

BAB IV. KATEKESE SEBAGAI SALAH SATU USAHA MENINGKAT- KAN PEMAHAMAN DAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS MANETE IN ME MELALUI KEGIATAN REKOLEKSI ... 63

A. Katekese Pada Umumnya... 63

1. Pengertian Katekese ... 64

2. Tujuan Katekese ... 65

3. Ciri-ciri Katekese ... 67

4. Isi Katekese ... 69

B. Katekese Umat dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Hidup Menggereja ... 70

1. Model-Model Katekese Umat ... 71

a. Katekese Umat dengan Model Pengalaman Hidup ... 72

b. Katekese Umat dengan Model Biblis ... 72

c. Katekese Umat dengan Model Campuran... 72

2. Shared Christian Praxis Sebagai Model Katekese Umat ... 73

a. Pengertian SCP... 74

1) Praxis... 74

2) Kristiani... 75

3) Sharing ... 76

b. Langkah-Langkah SCP... 76

1) Langkah I: Mengungkapkan Pengalaman Hidup Peserta ... 77

2) Langkah II: Mendalami Pengalaman Hidup Peserta ... 78

3) Langkah III: Menggali Pengalaman Iman Kristiani ... 78

4) Langkah IV: Menerapkan Iman Kristiani dalam Situasi Konkret Peserta ... 79

5) Langkah V: Mengusahakan Suatu Aksi Konkret... 80

(16)

xvi

3. Relevansi Rekoleksi dalam Upaya Mengembangkan Pemahaman dan Penghayatan Spiritualitas Kongregasi

Melalui Katekese ... 82

D. Program Rekoleksi... 83

1. Pengertian Program... 84

2. Tujuan Program... 84

3. Pemikiran Dasar Penyusunan Program... 85

4. Penjabaran Usulan Tema... 86

5. Penjabaran Program Rekoleksi ... 87

E. Contoh Persiapan Katekese ... 90

BAB V. PENUTUP ... 104

A. Kesimpulan... 104

B. Saran... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 110

LAMPIRAN ... 112

Lampiran 1: Teks Cerita “Our Duty”... (1)

(17)

xvii A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal. 8.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

AA : Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam, 7 Desember 1965.

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.

ET : Evangelica Testificatio, Petunjuk tentang pembaharuan hidup religius. GE : Gravissimum Educationis, Pernyataan tentang pendidikan Kristen, 28

Oktober 1965.

GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja di Dunia Dewasa ini, 7 Desember 1965.

(18)

xviii

UR :Unitatis Redintegratio, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Ekumenisme, 21 November 1964.

VC : Vita Consecrata, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Hidup Bakti bagi para Religius, 25 Maret 1996.

C. Singkatan Lain

Art : Artikel

Bdk : Bandingkan

hal : Halaman

No : Nomor

PH : Pedoman Hidup para Suster Sang Timur.

PIJ : Pauperis Infantis Jesu (Suster Kanak-Kanak Yesus Yang Miskin).

Sosekbud : Sosial Ekonomi Budaya.

Statuta Provinsi : Peraturan bagi para anggota dalam provinsi tertentu yang disyahkan dalam kapitel provinsi.

Statuta Umum : Peraturan bagi seluruh angggota tarekat yang disyahkan dalam kapitel umum.

(19)

Skripsi ini berjudul “Usaha Memahami dan Menghayati Spiritualitas Kongregasi Suster Sang Timur di Zaman Sekarang Melalui Katekese”. Bagian pendahuluan ini, akan menguraikan hal- hal yang berkaitan dengan judul skripsi tersebut, yakni: latar belakang penulisan, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

A. Latar Belakang Penulisan

Kaum religius, yang mengikuti Yesus Kristus, berusaha hidup seperti Kristus dengan meneladani seluruh kehidupan-Nya dan bersedia memenuhi panggilan-Nya dengan mengabdikan diri kepada Allah melalui hidup doa, hidup bersama, dan tugas kerasulan setiap hari. Namun pada kenyataan zaman sekarang ini banyak kaum religius yang kurang menyadari konsekuensi dari pilihan hidupnya sebagai pengikut Kristus, mereka kurang mampu menerima kenyataan hidup dengan segala tantangan atau kesulitan. Yesus memanggil orang-orang bukan pertama-tama untuk mewujudkan penghayatan ketiga kaul yakni kaul ketaatan, kemurnian, dan kemiskinan, dan juga bukan hanya untuk siap sedia meninggalkan segalanya, tetapi untuk memanggul salib hidup, menyangkal diri, dan menyerahkan nyawa demi terwujudnya Kerajaan Allah. Segala sesuatu yang menghalangi kaum religius untuk mendekatkan diri seutuhnya pada Yesus Kristus, harus ditinggalkan dan ditolak, sebaliknya, segala sesuatu yang membuat kaum religius semakin dekat dengan Yesus Kristus, harus berusaha diperjuangkan.

(20)

Situasi zaman setiap hari makin berkembang, dan perkembangan itu dirasakan diberbagai bidang kehidupan. Perkembangan ini tidak selamanya menguntungkan dan mengarahkan masyarakat pada tujuan hidup yang paling hakiki yaitu mencapai kesempurnaan hidup dalam Tuhan. Begitu banyak tantangan dan godaan yang muncul akibat dari perkembangan zaman ini yang sulit untuk ditolak oleh manusia, karena kurangnya kebutuhan dan penghayatan hidup rohani mereka, serta kurangnya pendampingan bagi masyarakat. Kenyataan ini bukan hanya dialami oleh sebagian besar masyarakat, namun juga dialami oleh kaum religius. Dalam Pedoman Hidup Suster Sang Timur, Ibu Clara Fey menguraikan dengan jelas mengenai sabda Yesus dalam Injil Yohanes 15 yakni:

Sabda Yesus, “Tinggallah di dalam Aku” menjadi pedoman hidup rohani, cara hidup/ gaya hidup, sikap batin, semangat yang menjiwai hidup seorang Suster Sang Timur (PIJ), yang diaktualisasikan atau diwujudnyatakan dalam cara berfikir, cara merasa, berdoa, hidup bersama, berkarya, dan dalam penghayatan kaul-kaul (PH, hal. IX).

(21)

dengan berbekal kepercayaan pada penyelenggaraan Allah. Ibu Clara percaya bahwa penyelenggaraan Allah memampukannya untuk mewujudkan cita-citanya yaitu menyebarluaskan Kerajaan Allah di tengah situasi zaman dengan kehadiran biara beserta segala karyanya terutama dalam usaha mewujudkan misi yaitu ambil bagian dalam daya cinta keputraan Allah dengan menabur hidup, mengosongkan diri, menyerahkan diri, mempertaruhkan diri secara utuh/ total untuk menghantar anak-anak dan kaum muda yang miskin dan terlantar kepada Yesus. Tentu saja dalam mewujudkan misi ini mereka juga menemui banyak rintangan dan tantangan yang tidak mudah. Namun rintangan itu tidak menjadi penghalang bagi Ibu Clara untuk terus maju karena menyadari akan segala konsekuensi dari pilihan hidupnya.

Para Suster Sang Timur diajak untuk menyadari dan merefleksikan kembali pengalamannya akan Yesus Kristus dengan meneladan Ibu Clara Fey. Para Suster Sang Timur juga harus siap mengalami berbagai rintangan, sengsara, derita, dan salib-salib hidup yang ditemui setiap hari. Hal ini tentu tidak mudah dilaksanakan dan bahkan sering kali dihindari dan ditolak. Para Suster Sang Timur hendaknya menyadari bahwa mengikuti Yesus Kristus bukan hanya saat gembira saja tetapi juga saat-saat susah dan derita.

(22)

mampu menyadari akan cinta Tuhan dan rahmat yang diterimanya sehingga mampu melaksanakan karya kerasulan dengan baik dan penuh syukur serta semakin menghayati Spiritualitas Kongregasi yakni Manete In Me, sebagaimana Ibu Clara menghayatinya.

Semoga dengan sumbangan pemikiran yang sederhana ini para Suster Sang Timur semakin terbantu untuk meningkatkan penghayatannya akan Yesus Kristus, dengan mengadakan pembaharuan diri untuk meneguhkan cara hidup yang sudah ada dan untuk menjawab tantangan-tantangan serta pembaharua n yang terjadi pada zaman ini. Dengan demikian semakin mampu meningkatkan kualitas hidup sebagai seorang religius di zaman sekarang ini dan semakin mampu menjadi saksi yang menghadirkan Kristus secara nyata di mana saja. Pertanyaannya adalah bagaimanakah caranya memahami dan menghayati Spiritualitas Manete In Me? Kembali ke sumber-sumber awal, itulah jawabannya. Dalam sumber-sumber awal inilah Penghayatan Spiritualitas Manete In Me tersimpan dengan baik dan menghadirkan kembali semangat dan cara hidup para Suster Sang Timur.

(23)

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan antara lain:

1. Bagaimana pemahaman dan penghayatan Spiritualitas Manete In Me dalam Kongregasi Suster Sang Timur?

2. Bagaimana para Suster Sang Timur mewujudkan pemahaman dan penghayatan spiritualitas Manete In Me dalam hidup sehari- hari?

3. Usaha apa yang dapat dilakukan untuk membantu para Suster Sang Timur dalam meningkatkan penghayatan Spiritualitas Manete In Me yang dihidupi oleh ibu pendiri pada zaman sekarang ini?

C. Tujuan Penulisan

Skripsi ini ditulis dengan tujuan:

1. Mengetahui lebih dalam tentang pemahaman dan penghayatan spiritualitas Kongregasi yakni Manete In Me.

2. Menyadari dan meningkatkan penghayatan spiritualitas kongregasi yakni Manete In Me yang diwujudkan dalam hidup sehari- hari.

3. Memberikan sumbangan pemikiran untuk membantu para Suster Sang Timur untuk meningkatkan penghayatan Spiritualitas Manete In Me pada zaman sekarang ini.

(24)

Memberikan wawasan yang luas kepada penulis untuk berpikir secara kritis dan sistematis serta mampu menuangkan gagasan secara jelas dan baik, selain itu, juga dapat belajar mengembangkan kreativitas dalam usaha penghayatan spiritualitas Manete In Me, baik dalam hidup doa, hidup bersama, hidup karya, maupun dalam penghayatan ketiga kaul.

2. Bagi Kongregasi

Manfaat dari penulisan ini adalah untuk memberikan masukan bagi Kongregasi, terutama anggota-anggotanya dalam memahami lebih jauh tentang Spiritualitas Manete In Me, agar dapat meningkatkan penghayatan spiritualitas Manete In Me pada zaman sekarang ini.

E. Metode Penulisan

Metode penulisan yang dipakai adalah deskriptif analitis dan argumentatif atas sebuah studi pustaka dari buku-buku, karangan ilmiah, dan hasil- hasil penelitian ilmiah yang berkaitan langsung dengan tema yang diangkat penulis. Deskripsi dan analisis sangat diperlukan untuk memaparkan relevansi dan peranan Spiritualitas Kongregasi Sang Timur yakni Manete In Me, khususnya di zaman sekarang ini.

F. Sistematika Penulisan

(25)

Bab II, berisikan tentang gambaran Spiritualitas baik secara umum, Spiritualitas Manete In Me menurut Pendiri, menurut Pedoman Hidup, Spiritualitas Manete In Me dalam cara hidup dan penerapannya, Spiritualitas Manete In Me dalam wujud bertindak seperti dalam Statuta dan diakhiri dengan Manete In Me sebagai warna khas dalam gerak hidup Kongregasi Suster Sang Timur.

Bab III, berisikan tentang tantangan-tantangan penghayatan Spiritualitas Manete In Me di zaman sekarang, baik dilihat dari dokumen-dokumen Gereja, dilihat dari mentalitas zaman sekarang lewat budaya dan sistem nilai serta mentalitas manusia itu sendiri, selain itu juga dibahas mengenai tantangan Kongregasi Sang Timur Indonesia di zaman ini, dan pada bab ini diakhiri dengan penghayatan Manete In Me sebagai kekuatan dasar dalam menghadapi tantangan zaman melalui ketujuh pilar penopang hidup kongregasi.

Bab IV, berisikan tentang katekese sebagai salah satu usaha untuk memahami dan menghayati Spiritualitas Manete In Me melalui kegiatan rekoleksi yang menggunakan model Shared Christian Praxis. Dalam bab ini juga dibahas mengenai pengertian Katekese pada umumnya, katekese umat model Shared Christian Praxis, pembahasan mengenai rekoleksi dan relevansinya bagi pengembangan pemahaman dan penghayatan Spiritualitas Kongregasi, program rekoleksi dan sekaligus contohnya persiapannya.

(26)

BAB II

SPIRITUALITAS MANETE IN ME

Dalam peziarahan hidup, umat beriman mencoba untuk menanggapi situasi-situasi konkret yang beraneka ragam dan silih berganti, sambil menyatu dengan sesama dalam “kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita” (GS, art. 1). Kaum religius bercita-cita mengikuti dan menyerupai Sabda Tuhan “Yang menjadi daging dan berkemah diantara kita” (Yoh 1:14). Mengikuti dan menampilkan Yesus yang hati-Nya “tergerak oleh belaskasihan kepada orang banyak” (Mat 15:32), mereka sebagai kaum religius hendak menyerupai Tuhan yang datang untuk melayani dan memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mat 20:28). Berorientasikan pada pola hidup Yesus sebagai seorang gembala yang baik, kaum religius diajak untuk merenungkan, meresapkan dan konkret menghayati cinta kasih sebagai inti Spiritualitas mereka.

Lalu apakah sebenarnya yang dimaksud dengan Spiritualitas ini? Untuk dapat memahami arti dan makna spiritualitas ini kiranya kita perlu melihat berbagai pandangan dari berbagai segi kehidupan.

A. Spiritualitas

Kata “Spiritualitas” adalah suatu kata Latin. Kalau diterjemahkan secara harafiah artinya “kerohanian”. Dapat dikatakan bahwa arti “spiritualitas” ialah : cara orang menyadari, memikirkan dan menghayati hidup rohaninya. Tumbuh berkembangnya suatu spiritualitas dipengaruhi oleh banyak unsur. Unsur- unsur

(27)

yang paling penting dalam hal ini ialah: bentuk kehidupan, kebudayaan, dan perkembangan sejarah. Ketiga unsur tersebut sungguh mempengaruhi spiritualitas dikalangan umat kristen (Harjawiyata, 1979: 20).

Spiritualitas Kristen ialah cara orang kristen menyadari, memikirkan dan menghayati hidup rohaninya. Adapun hidup rohani orang kristen dapat dirumuskan begini: hidup bersatu dengan Allah dengan perantaraan Kristus di bawah pengaruh Roh Kudus dalam pangkuan Gereja. Persatuan dengan Allah menyangkut dua belah pihak, yaitu pihak Allah dan pihak manusia. Dapat dikatakan bahwa dalam persatuan ini peranan Allah ialah bersabda dan menawarkan hidup sejati, sedangkan peranan manusia ialah mendengarkan dan menjawab dengan menerima hidup sejati berkat iman. Di dalam pertemuan antara peranan Allah dan peranan manusia tersebut Kristus menduduki tempat yang sangat menentukan, sehingga dapat dikatakan bahwa hidup rohani orang kristen bersumber pada Kristus. Di dalam spiritualitas kristen dapat dilihat adanya beberapa unsur pokok yaitu: tawaran Allah yang bersabda, iman manusia, liturgi, dan kehidupan sakramental, Alkitab, doa, tobat, dan askesis, persekutuan kasih (Harjawiyata, 1979: 21).

Berdasarkan arti spiritualitas, Groome (1998: 340) menegaskan pengertian spiritualitas dalam perspektif iman kristiani (Katolik) sebagai berikut:

(28)

Berdasarkan pengertian yang diangkat Groome di atas, penulis menggarisbawahi makna terdalam dari spiritualitas. Pertama, spiritualitas adalah kesadaran hidup dalam kebersatuan bersama Allah. Kebersatuan dengan Allah Tritunggal disadari dalam seluruh dinamika hidup konkret kita sebagai manusia. Kedua, spiritualitas sebagai inisiatif Allah tersebut dialami manusia dalam bentuk kerinduan dalam hatinya. Kerinduan untuk bersatu dengan Allah dikonkretkan dan diaktulisasikan dalam realitas hidup bersama dengan sesama melalui sikap adil dan berbela rasa. Ketiga, Yesus menjadi inspirasi dan referensi tindakan setiap jemaat kristiani dalam mewujudkan inti terdalam dirinya. Jadi makna terdalam dari spiritualitas bukan dalam arti sempit berupa bentuk-bentuk kesalehan dan doa melainkan tindakan yang sungguh lahir dari inti terdalam batinnya. Dengan spiritualitas, manusia bermaksud membuat diri dan hidupnya dibentuk sesuai dengan semangat dan cita-cita Allah. Secara sederhana spiritualitas dapat dirumuskan maknanya seperti gagasan Gregory F.A. Pierce (2001: 39) dalam bukunya Spirituality @ Work sebagai usaha penuh disiplin untuk membuat diri dan lingkungannya bersatu dengan Allah dan mewujudnyatakan Roh Allah di tengah dunia.

(29)

B. Spiritualitas Pendiri

1. Gerakan dalam Roh ( Situasi yang dihadapi )

Setiap masa sesuai dengan situasi dan kebutuhannya menghasilkan orang kudus. Pada umumnya dikatakan, Tuhan menganugerahkan rahmat khusus kepada para saleh untuk menanggapi kebutuhan umat sesuai dengan zamannya. Itu tanda perhatian Allah kepada manusia dan dunia. Orang yang mengerti rencana kasih Allah itu, merenungkan dalam hatinya, membangkitkan semangat dan melaksanakan pelayanan kasih dalam hidup, menjadi tanda kehadiran Kristus bagi manusia dalam zamannya, bagi masa mendatang dan juga bahkan bagi perkembangan Gereja selanjutnya.

Awal abad ke XIX, Pemerintahan Jerman yang meliputi daerah sungai Rhein, bukanlah abad yang menggembirakan karena perang melanda negara itu. Kehancuran dan pertumpahan darah, menyebabkan warga Jerman hidup dengan hati terluka. Adanya penjarahan, pembakaran dan kekerasan luar biasa membuat mereka terpaksa melanjutkan hidup dengan penuh kecemasan. Juga Gereja kekaisaran yang tua di Aachen mengalami akibat-akibat yang sama. Memang kemegahan dan keadaan damai pada pertengahan abad itu sangat terasa dalam kota itu. Gereja-gereja yang agung, istana tua nan megah, dan rumah para pembesar, menampakkan suasana kebangsawanan, kemegahan, dan kedamaian. Namun di balik semuanya itu, sangatlah mengejutkan karena ada juga warga yang sangat menderita (Vriens, 1953: 1).

(30)

pihak lain terasa adanya kesejukan dan suasana liberal yang mementingkan diri sendiri, demi kepuasan diri, para pekerja terpaksa bekerja keras, dan rakyat jelata hidup dalam kemiskinan, tenggelam dalam kepapaan mereka, tetapi mereka berusaha dengan mati- matian demi perbaikan hidup. Hubungan antara kedua belah pihak hambar dan menyedihkan, karena semangat Kristiani sejati meredup (Vriens, 1953: 1).

Di tengah jaman yang penuh pertentangan, pada tanggal 11 April 1815 di kota kekaisaran Aachen lahirlah seorang putri: Maria Louise Christine Clara Fey, yang oleh penyelenggaraan Ilahi dijadikan tanda pembaharu bagi dunia, dan diwahyukan pada dunia bahwa kasih kristiani sejati dapat meniadakan segala macam permusuhan, hingga terciptalah rasa saling membutuhkan satu sama lain (Vriens, 1953: 1).

(31)

yang miskin. Sedangkan untuk anak putri yang miskin tidak ada kesempatan. Cerita itu menghasilkan sesuatu, pada tahun 1837 dalam keluarga Fey diputuskan mendirikan sekolah miskin, kelak bernama sekolah jahit menjahit dengan menyewa sebuah ruangan besar di Venn dan bangku-bangku gereja. Karya awal mula menolong anak-anak yang terlantar: memandikan, memberi mereka pakaian agar siap ke sekolah. Tidak mengherankan bahwa jumlah mereka semakin bertambah banyak. Amalia Herman yang juga pernah bekerja pada sekolah itu menggambarkan seluruh situasi dengan kalimat: “Anak-anak miskin, yang kurang pendidikan datang hampir tidak berpakaian. Dan mereka merasakan adanya kasih sejati, dengan diajarkan pelajaran agama, berdoa, dan juga membaca, menulis dan prakarya. Selanjutnya mereka dipelihara!” (Roozenburg, 1958: 1).

(32)

Hari demi hari berjalan tanpa terasa sekolah kecil sudah berlangsung enam tahun lamanya, tiga tahun di “Venn” dan tiga tahun kemudian di gedung bekas biara Dominikan. Semakin banyak anak yang diterima, semakin bertambah pula para pemudi yang bergabung dengan mereka untuk membantu. Clara sebagai seorang pemudi muda menjadi pusat cinta dan kepercayaan serta pusat seluruh kegiatan itu.

2. Yesus bagi Ibu Clara Fey

Bagi Clara Fey sendiri mendirikan sekolah kecil merupakan pengalaman yang sangat berharga. Dia boleh menyelami situasi kejiwaan anak-anak yang sangat menyedihkan, ia belajar mengerti betapa besar kerinduan Hati Ilahi akan cinta yang lebih besar. Ia belajar menyadari betapa perwiralah bila dapat memberikan banyak penghiburan kepada Anak Yesus yang miskin melalui jiwa anak-anak. Pada diri anak-anak dan kaum miskin inilah Clara Fey menjumpai wajah Yesus sendiri. “Yesus yang menghampakan diri, mengenakan rupa manusia lemah, miskin, dan terlantar (Flp 2:6-8)” (Roozenburg, 1958: 9). Secara nyata hal ini juga bisa dilihat dari misteri penjelmaan dan masa Kanak-Kanak Tuhan, bagaimana Yesus hadir di dunia ini, Yesus lahir di Betlehem dalam suasana yang penuh kesederhanaan dan kepapaan, Yesus lahir di palungan (Mat 2:1-23).

(33)

pengikutnya, adapun ringkasannya sebagai berikut: pada suatu malam Clara bermimpi, ia berjalan-jalan di kota dan berpapasan dengan seorang anak laki- laki, wajahnya cerah dan ramah, pakaiannya kotor. Clara melihat ia lapar, ia ingin memberinya sedekah. Namun anak laki- laki itu tersenyum dan berkata: “Aku masih punya banyak saudara miskin di dunia. Berikan saja kepada saudara saudariku itu”. Clara bertanya: “Kau tinggal di mana? Sebab ia sudah siap untuk memenuhi keinginannya. Anak laki- laki itu menunjuk dengan jarinya ke surga! Penuh keheranan Clara bertanya: “Apakah kau tinggal di sana? Dan siapa namamu? Aku adalah Kanak-kanak Yesus yang miskin, jawab anak itu dan lenyaplah ia dari mimpinya. Suatu keajaiban? Siapa berani mengatakannya? (Roozenburg, 1958: 9).

Tuhan biasa memakai sarana sederhana untuk menyatakan kehendak-Nya. Injil bercerita, malaikat datang kepada Yosef dalam mimpi dan berkata: “Ambillah Kanak-Kanak dan ibunya, mengungsilah ke Mesir. Yosef segera bangun dan melaksanakan apa yang diperintahkan malaikat kepadanya.” (Mat 1:18-25) Clara juga mau mentaati apa yang diharapkan anak laki- laki dalam mimpinya, ketika berjumpa Kanak-kanak Yesus pertama kali ia berumur 11 tahun. Bagaimana hubungan Ibu Clara dengan Yesus juga dapat dilihat dari sebagian suratnya yang ditujukan kepada Bapa Pembimbing Rohaninya Pastor Sartorius seperti yang dikutip di bawah ini:

(34)

mencintai aku sebagai seorang sahabat, seorang mempelai, dengan kasih sayang sehingga Dia bersedia menanggung ketegaran, penghinaan, kelalaianku tanpa menjadi marah, Dia gembira dapat berjumpa lagi dengan aku, setiap kali aku mengarahkan diri kepada-Nya, juga ketika aku menyakiti hati-Nya (Vriens, 1953: 102).

Dari kutipan surat Ibu Clara kepada Pastor Sartorius ini jelas terlihat bagaimana hubungan Ibu Clara yang sangat erat dengan Yesus kekasih jiwanya, setiap hari bahkan setiap jam Yesus menjadi perhatian hidupnya. Dalam diri Ibu Clara satu-satunya yang paling dirindukannya adalah menyenangkan hati Tuhan Yesus, karena Yesus menjadikan Ibu Clara sebagai mempelai-Nya.

3. Kesatuan Karya dan Doa

Clara Fey mampu melaksanakan semua pelayanan kasihnya bagi anak-anak dalam persatuan dengan Tuhan dan demi Tuhan seperti tertulis dalam Penjelasan awal Pedoman Hidup Para Suster Sang Timur:

Ibu Clara hanya mampu memenuhi perutusannya karena ia berusaha hidup bersatu dengan Tuhan dan dalam Tuhan. Ia sangat mencintai sabda Yesus menurut Yohanes: “Manete In Me”- “ Tinggallah di dalam Aku” yang dijadikan pedoman bagi hidup rohaninya. Dalam renungan tentang St. Maria tertulis: “Maria hanya mempunyai satu gagasan, satu-satunya gagasan sederhana tapi luhur tiada hingganya: yaitu Maria selalu memikirkan Tuhan. Clara Fey ingin mewujudkan cita-cita itu (PH, hal. IX).

Pada tanggal 2 Februari 1844, Clara Fey meninggalkan rumah ibunya dan mendirikan suatu persekutuan religius, yang sampai sekarang masih berkarya melayani anak-anak dan kaum muda. Clara Fey melayani tanpa pamrih demi kasih, dengan menyangkal diri demi kepentingan yang lain, dan bersama rekan-rekannya ia percaya akan kehadiran Tuhan bersama mereka di bawah satu atap.

(35)

menjadi sempurna bagi pemudi saleh ini. Masyarakat memberi cap karyanya seperti pernah juga digunakan St. Fransiskus Sales, uskup agung Jenewa di Annecy yang ingin menyatukan karya Marta dan Maria, untuk menghilangkan perbedaan antara wanita yang membasuh kaki Yesus dan duduk mendengarkan Dia dengan wanita lain yang sibuk di dapur untuk menjamu tamu dengan gembira. Karenanya Persekutuan religius yang dibentuknya merupakan persekutuan yang menyatukan doa dan karya. Clara Fey mudah melaksanakan, tetapi hanya satu hal yang wajib yaitu “yang satu” ini mendampingi hidupnya dari awal sampai akhir ialah satu-satunya Tamu Maria dan Marta di rumahnya, Dialah Sang Penyelamat yang menjadi satu-satunya tujuan hidupnya (Roozenburg, 1958: 2).

C. Spiritualitas Manete In Me menurut Konstitusi

(36)

Dalam Konstitusi yang dihidupi oleh para Suster Sang Timur begitu banyak artikel yang menjelaskan mengenai spiritualitas Manete In Me, dapat terlihat jelas mulai dari pembukaan yang diambil dari konferensi Ibu Clara Fey tanggal 10 Agustus 1849, di dalam konferensinya beliau mengatakan “O...Seandainya kita menyadari betapa itu sangat menentukan kalau tanpa ragu, penuh dan seutuhnya, kita serahkan diri kepada Tuhan, kalau hanya DIA yang kita cari, kalau kita hidup di hadirat-Nya, tinggal beserta-Nya, selalu bersatu dengan-Nya, mencintai DIA satu-satunya!” (PH, hal. VI).

Renungan yang diambil dari konferensi Ibu Clara Fey ini menunjukkan begitu jelasnya bagaimana perjuangan dan usaha Ibu Clara Fey untuk mengajak para pengikutnya agar lebih dekat dan bahkan berusaha tinggal pada-Nya.

Dalam Pedoman Hidup terdapat kutipan Injil Yoh 15: 4-5 dimana jelas terlihat bagaimana Ibu Clara mau menyatukan kontemplasi dan kegiatan sebagaimana Yesus sendiri:

Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa (PH, hal. 30). Itulah yang menjadi kekuatan dasar Manete In Me yang selama ini di hidupi oleh Ibu Clara, bahwa kita akan berbuah banyak bila kita selalu bersatu dengan pokoknya yaitu Tuhan sendiri, bagaikan ranting yang tidak dapat hidup bila tidak bersatu dengan pokok anggur.

(37)

Karena kita ingin menjadi rasul, kita berusaha memenuhi amanat Tuhan: “Tinggallah di dalam Aku”. Hanya bila bersatu dengan Dia, kita dapat menjadi utusan-Nya dan ikut serta melaksanakan perutusan-Nya (bdk.PC 6). Kita berpaling dari diri kita, mengarahkan pandangan kepada Yesus Kristus, agar menyerupai Dia dalam tingkah laku, cara berpikir, dan cinta kasih kita. Kita mencoba melihat dengan pandangan mata-Nya, mencintai dengan hati-Nya. Begitulah Ia beserta kita dalam hidup sehari-hari sehingga hidup kita menjadi kontemplasi tiada hentinya.

Di sini begitu jelas bahwa kegiatan dan kontemplasi merupakan dua bentuk ungkapan yang berbeda dari penyerahan diri penuh kasih kepada Tuhan dan kepada sesama, namun keduanya saling menyuburkan satu dengan yang lain karena keduanya bersumber dalam karya Roh Kudus. Kehidupan doa mendorong dan memampukan kita untuk melayani semua orang. Pengabdian penuh kasih menyebabkan kita makin menyelami Tuhan, makin memahami kebenaran-Nya serta makin berkembang di dalam cinta kasih. Dalam hidup keseharian kita, kita dapat semakin bertindak lebih bijaksana karena kita mencoba untuk senantiasa melihat Yesus di dalam diri sesama. Denga n kata lain bahwa hidup kita dikuasai oleh Roh Allah yang dapat memampukan kita berkembang dan berbagi hidup dengan orang lain.

Erat dan mendalamnya persatuan dengan Kristus terutama tergantung pada hidupnya iman kita, sebab dalam imanlah kita secara sadar berjumpa dengan Yesus Kristus. Dalam iman itu Ia dekat dengan kita, hanya dalam iman kita dapat berdoa, dalam iman kita terima kepastian bahwa Ia hadir dalam Ekaristi. Setiap kali kita menyatakan iman kita, kita lebih erat dipersatukan dengan Dia. Bersama dengan Rasul Paulus kita ingin menyatakan: ”Bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup dalam diriku. Dan hidup yang kuhayati sekarang dalam daging, itu hidupku dalam iman akan Putera Allah, yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untukku (Gal 2:20)” (PH, Art. 3).

(38)

Ekaristi tinggal dan bersatu dalam hati, membimbing dan mengarahkan hidup para suster setiap hari. Oleh karena itu para Suster Sang Timur menimba kekuatan bagi hidupnya dari Ekaristi, seperti halnya Ibu Clara yang menjadikan Komuni Suci sebagai pusat wawancara pribadinya yang terus menerus dengan Tuhan kekasih jiwanya. Dalam hidup sehari- hari secara pribadi, Ibu Clara juga senantiasa membiasakan diri berkunjung sejenak ke kapel untuk menimba kekuatan baru dari Tuhan yang hadir dalam Tabernakel, dan dalam acara harian komunitas setiap hari selalu memberikan waktu unt uk penghormatan kepada Sakramen Maha Kudus atau yang biasa disebut adorasi, yang sampai sekarang menjadi tradisi dalam kongregasi Suster Sang Timur.

D. Spiritualitas Manete In Me dalam Cara Hidup dan Penerapannya

Cara hidup merupakan jawaban/ tanggapan manus ia sebagai pribadi atas daya hidup Allah yang dianugerahkan kepadanya. Manusia menyadari anugerah Allah yang telah diberikan kepadanya dan menanggapinya dalam sikap dan tingkah laku hidup sehari- hari yang diarahkan kepada Allah.

(39)

1. Hidup Doa

Di dalam pedoman hidup artikel 71 dikatakan bahwa “Persatuan kita dalam Kristus terungkap secara paling mendalam, bila kita berdoa bersama. Bila kita berkumpul demi nama-Nya, Ia hadir di tengah-tengah kita. Maka doa bersama merupakan unsur hakiki dalam hidup kita berkomunitas.” Artikel ini mau menjelaskan bahwa doa menjadi kegiatan yang penting dalam kehidupan para suster dan menjadi bagaikan nafas jiwa yang memberi kehidupan. Doa menjadi sumber kekuatan yang memampukan para suster untuk menjalani hidup dan melayani Tuhan dalam diri sesama, dalam diri anak-anak dan kaum muda. Dengan doa kita disatukan dengan Allah dan menimba kekuatan dari pada-Nya.

Dalam konferensinya yang tertanggal 13 Juni 1852, Ibu Clara sungguh jelas memaparkan pentingnya dan sungguh bermaknanya persatuan dengan Allah, Ibu Clara mengatakan bahwa “Tuhan tidak pernah jauh dari kita, kita dilingkungi-Nya dari segala arah, dalam DIA kita hidup, bergerak dan ada, sabda Rasul. Ibarat udara yang kita hirup, begitulah hendaknya ingat akan Allah terus menerus menjadi nafas jiwa” (PH, art. 79). Kata-kata Ibu Clara dalam konferensinya ini sungguh menegaskan agar pengikutnya sungguh menjadikan persatuan dengan Allah menjadi unsur yang paling penting dalam perjuangan hidup sehari-hari, karena Ibu Clara yakin bahwa Allah tidak pernah meninggalkan dan senantiasa bersamanya.

2. Hidup Komunitas

(40)

Gereja menyerukan, supaya hidup bersama kita dihayati menurut teladan jemaat perdana (bdk.PC 15). Hidup kita bersama harus menjadi kesaksian, bahwa persatuan dengan Kristus mampu menciptakan kesatuan (bdk. Ef 4: 3-6). Kesadaran bahwa kita ini milik Kristus, mendesak kita untuk membina persekutuan yang berpusatkan Kristus sendiri. Untuk memperoleh kesatuan ini Yesus pada perjamuan terakhir berdoa (bdk.Yoh 17:20-23). Dasar kesatuan adalah kesatuan Bapa, Putera dan Roh Kudus (bdk. UR 2). Karena Kristus kita bersatu dengan Bapa dan Roh Kudus menjiwai kita dengan kekuatan cinta kasih-Nya. Seperti Ro h Kudus merupakan ikatan kesatuan Gereja semesta, begitu pula Ia menghimpun persekutuan kita (PH, art. 63).

Di sini jelas sekali dikatakan bahwa persatuan dengan Yesus (Manete In Me) juga menjiwai hidup bersama dalam persekutuan. Dengan berusaha bersatu dan tinggal dalam Allah kita dapat melihat sesama sebagai gambaran Allah sendiri, sehingga segala tutur kata dan tingkah laku kita sehari- hari juga menyiratkan hidup Allah yang penuh kasih serta dapat menerima semua perbedaan dalam diri masing- masing pribadi sebagai anugerah Allah yang telah dipersatukan oleh Allah sendiri.

(41)

3. Hidup Karya

Gereja itu pada hakekatnya bersifat misioner (AG, art. 2). Setiap orang Kristiani dipanggil menjadi rasul, maka para Suster Sang Timur juga dipanggil untuk menjadi rasul dimanapun mereka berada. Kongregasi Suster Sang Timur memaknai hidup karya sebagai berikut:

Semua suster terlibat dalam tugas kerasulan kita dan bertanggungjawab atas pelaksanaan perutusan, yang diterima oleh kongregasi sebagai persekutuan. Yang penting bukanlah tugas apa yang kita laksanakan dalam komunitas, melainkan bahwa kita mewartakan Kristus dengan cara hidup kita. Kesuburan karya kerasulan kita tergantung dari persatuan kita dengan Tuhan (bdk. PC 8; AA 4) (PH, art 58).

Dalam hidup karya kerasulan, persatuan dengan Tuhan Yesus juga menjadi kekuatan dalam melaksanakan tugas perutusan apapun. Berhasil atau tidaknya kita dalam tugas perutusan semata- mata karena bantuan rahmat Allah yang senantiasa kita minta dalam doa-doa kita. Karya kerasulan kita akan semakin menjadi subur bila kita satukan dengan karya Tuhan sendiri. Bila persatuan kita erat dengan Tuhan, apapun tugas yang kita terima sekalipun itu kecil dan remeh akan kita terima dan kita lihat sebagai tugas yang dipercayakan Allah sendiri kepada kita.

Wujud Manete In Me dalam hidup karya terlihat nyata bahwa sebagai persekutuan yang menerima perutusannya melalui Gereja, kita berusaha menjalin kerjasama yang baik dengan Uskup setempat (PH, art. 59). Kita melihat dan meyakini bahwa Uskup adalah wakil Allah di dunia, yang dapat memimpin kita kepada tujuan karya kerasulan kita yaitu mengembangkan Kerajaan Allah di dunia ini, maka dengan bekerjasama kita dapat mewujudkan tujuan itu.

(42)

menghantar mereka menuju kebebasan kristiani yang sejati (GE, art. 8). Karena dalam diri mereka kita jumpai Tuhan sendiri, seperti sabda yang ada dalam Injil Markus: “Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku”. Dalam pendampingan kepada anak-anak dan kaum muda kita menerapkan semangat cinta Kristus sendiri, ini bisa kita berikan bila kita tidak henti-hentinya membina persatuan mesra dengan Tuhan sendiri.

4. Hidup Kaul

Sebagai umat kristiani kita dipanggil oleh Allah untuk menjadi kudus (LG, art. 39-42). Suster Sang Timur dalam hidupnya sehari- hari berusaha untuk mencapai kekudusan itu, maka kekudusan atau kesucian hidup itu dimaknai sebagai berikut:

Kesucian Kristiani itu pengembangan rahmat kurnia Allah. Kesucian itu diwujudkan dengan hidup menurut Injil mengikuti Yesus. Kita ingin menyerupai Kristus. Yang sangat penting ialah bersatu dengan DIA laksana ranting dengan pokok anggurnya. Dalam iman, harapan dan cinta kasih, persatuan dengan Kristus itu setiap kali diperbaharui dan diwujudkan (PH, art. 2).

(43)

memampukan kita dapat berbuah bagi banyak orang. Dalam penghayatan ketiga kaul dapat kita lihat dengan jelas seperti di bawah ini:

Keperawanan yang disucikan kepada Allah merupakan rahmat yang setiap kali harus kita mohon. Namun hendaknya kita usahakan, agar cara hidup kita sesuai dengan rahmat yang kita terima. Kita terutama akan mencari persatuan bathin dengan Allah yang tetap tak kunjung putus sesuai dengan teladan Ibu Clara (PH, art. 13).

Dalam artikel ini jelas dikatakan bahwa persatuan bathin dengan Allah menjadi sumber kekuatan dalam menghayati keperawanan yang dipersembahkan kepada Allah. Persatuan bathin dengan Allah ini juga hendaknya menjadi kerinduan yang sungguh diusahakan dalam pemenuhannya.

Dalam perjuangan menghayati kaul keperawanan ini, persatuan bathin dengan Allah menjadi sangat penting, karena persatuan atau kedekatan dengan Allah ini juga mempunyai daya kekuatan untuk melawan keinginan manusiawi kita. Dengan bersatu dengan Allah, kita dimampukan untuk bersama Dia mengolah setiap keinginan kodrati manusia seperti ingin diperhatikan, dicintai dan lain sebagainya. Kita menjadikan Dia sebagai satu-satunya mempelai kita yang setia.

Yang paling berat kalau kita mengalami penderitaan hidup rohani. Di situlah kita dapat ikut mengalami kesepian Kristus yang ditinggalkan di salib. Maka hendaknya kita menyertai Dia dengan ikut menanggung penderitaan, kegelisahan, ketidakpastian, dan rasa putus asa banyak orang. Bahwa kita tidak selalu dapat mencapai cita-cita kita itu pun merupakan sebagian kemiskinan rohani kita, namun kita boleh percaya akan kesetiaan dan belas kasih Allah (PH, art. 31).

(44)

kekuatan dari Allah yang selalu kita timba, baik dalam doa maupun dalam Ekaristi kita tidak akan mampu mengatasi kemiskinan hidup baik jasmani maupun rohani.

Kemiskinan baik jasmani dan rohani dapat setiap saat dialami oleh kaum religius, karena kodrat manusia yang masih melekat dalam setiap pribadi. Namun dengan berusaha tetap bersatu dan menjalin kedekatan dengan Dia, kita dapat dimampukan untuk bersama dengan Dia mengatasi hal ini, karena kita mempersembahkan kelemahan-kelemahan kita pada-Nya dan mohon kekuatan untuk melawan setiap penderitaan dan kemiskinan hidup kita. Dengan kata lain kita menyerahkan seluruh situasi hidup kita kepada Tuhan, karena kita yakin dan percaya pada penyelenggaraan dan belas kasih Allah.

Karena kita mengikuti Kristus menempuh jalan ketaatan dan mau mengabdi karya kerasulan persekutuan dari kongregasi, maka kita bersedia pergi kemana pun Allah memanggil kita melalui para pemimpin. Bila sikap dasar ini menjadi sikap kita, hidup dalam ketaatan takkan terasa berat. Namun ketaatan dapat menghadapkan kita kepada tuntutan-tuntutan yang hanya dapat kita penuhi melalui perjuangan yang berat, dengan pandangan terarahkan kepada Tuhan yang disalibkan. Taat patuh pada saat seperti itu, mengandaikan kepribadian yang masak, bahwa ketaatan mempunyai daya penebusan dengan ikut ambil bagian dalam ketaatan Kristus (PH, art. 36). Artikel ini mau menjelaskan bahwa persatuan erat dengan Yesus juga mendasari penghayatan kaul ketaatan. Dalam penghayatan kaul ketaatan menjadi hal yang tidak mudah bagi kita, karena kita melepaskan hak kita dan dengan rela hati mau mengikuti kehendak Allah dalam diri para pemimpin kita., maka di sini membutuhkan sikap kerendahan hati yang harus kita mohon terus menerus dalam doa-doa kita kepada Allah.

(45)

kita, maka kita juga taat pada kehendak Allah yang dinyatakan lewat para pemimpin. Dengan demikian tanpa beban kita dapat melawan keinginan atau kehendak kita sendiri yang bisa saja kurang berkenan bagi Allah.

5. Kepemimpinan

Kepemimpinan menjadi hal yang penting bagi Kongregasi Sang Timur dan berkaitan erat dengan persekutuan dan karya. Struktur serta kepemimpinan kongregasi membantu pelaksanaannya, oleh karena itu dalam Pedoman Hidup hal ini diuraikan sebagai berikut:

Persekutuan itu tetap terarahkan kepada satu tujuan. Pimpinan pusat kongregasi bertugas mengusahakan supaya perutusan yang telah diterima Ibu Clara, selanjutnya tetap dilaksanakan dan supaya spiritualitas kongregasi yang beliau kehendaki, dalam pertumbuhan selanjutnya tetap terjamin kelestariannya (PH, art. 114).

Dalam artikel ini dikatakan bahwa struktur kepemimpinan dalam kongregasi juga memperoleh peneguhan dalam persatuannya dengan Tuhan sendiri. Kesatuan itu dikaruniakan kepada kita, namun sekaligus tetap merupakan tugas panggilan kita sebab kesatuan tubuh Kristus itu harus setiap kali kita perbaharui dalam usaha bersama setiap anggota dan menghantarkan kita kepada kesempurnaan. Seorang pemimpin diharapkan sungguh memupuk kedekatannya dengan Tuhan sendiri, agar dalam setiap mengambil keputusan bagi perkembangan kongregasi mamp u secara bijaksana memilih karena dorongan dan kuasa Roh Allah sendiri, tanpa mementingkan kehendak sendiri.

(46)

menyatukan diri dengan Allah Bapa-Nya dan berusaha hanya menjalankan kehendak Bapa-Nya.

6. Hidup sesuai Mistik dan Karisma Kongregasi

Spiritualitas Kongregasi Suster Sang Timur merupakan seperangkat unsur nilai obyektif yang juga berpusat pada Yesus sebagai subyeknya, namun lebih spesifik sesuai dengan Mistik, Karisma, Cara hidup dan Perutusan Kongregasi lewat proses interiorisasi yang sudah dibathinkan dan menimbulkan kewajiban moral, yang akan diuraikan di bawah ini:

a. Mistik

(47)

bagi anak-anak dan kaum muda yang dijumpai dalam hidup setiap hari (Xaveria, 2007: 15).

b. Karisma

Menemukan Allah sebagai daya hidup setelah mengalami mistik karena keterpautan dengan Allah yang ditimbulkan oleh cinta yang makin dalam. Adapun daya hidup Allah yang hendak disetiai oleh pendiri adalah daya hidup Allah. Dalam misteri inkarnasi, terkandung 2 daya hidup Allah yang dirangkum dalam “POKOK ANGGUR” yang meliputi:

1) Daya Pengosongan Diri Kristus yang Menjadi Santapan

Daya pengosongan diri Yesus sampai menderita di salib, untuk menjadi santapan, memampukan Ibu pendiri untuk menyediakan dan mengorbankan diri dalam kasih dan pelayanan sehabis-habisnya, Ibu Clara mampu menjadi santapan bagi yang lain. Layaknya Anggur dan Gandum dalam Perjamuan Ekaristi.

2) Daya Pemberian Diri Kristus yang Menghidupkan, yang Menabur Hidup Daya cinta Keputraan Yesus yang membuat pendiri mampu menabur hidup untuk menyerahkan diri dengan segenap cinta tak terbagi dalam pelayanan menghantar anak-anak pada Yesus. Daya ini tertuang dalam semangat Injili Manete In Me (Xaveria, 2007: 27-37).

(48)

perkataan dan tindakan sehari-hari terlebih di dalam tugas pelayanan kepada sesama, terutama anak-anak dan kaum muda. Yesus menjadi pusat dan teladan bagi perjuangan hidup dalam mencapai tujuan hidup bersatu dengan-Nya.

Dengan mengusahakan persatuan dengan-Nya dan meneladan hidup Yesus sendiri, setiap suster dapat menimba kekuatan untuk menghidupi misteri inkarnasi ini, yaitu pengosongan diri dan menabur hidup bagi orang lain.

c. Perutusan Kongregasi, Visi dan Misi

Berkaitan dengan aktivitas insani yang mulai terlibat/ turut ambil bagian dalam gerak hidup Allah. Inti keprihatinan Yesus yang hendak dipartisipasi oleh Ibu Clara Fey berwujud daya cinta keputraan Yesus yang dalam dorongan Roh Kudus rela memenuhi perutusan Bapa menjelma menjadi manusia, menyerahkan diri seutuhnya kepada Bapa agar dapat dipakai untuk karya keselamatan sesama seperti Allah Putra sendiri rela taat sebagai manusia demi keselamatan dan penebusan seluruh dunia. Dengan mewartakan kabar gembira, hidup baru atau menabur hidup, kekuatan jiwa. Dengan menyediakan diri atau mengorbankan diri sendiri dalam kasih dan pelayanan sehabis-habisnya.

Jika ada keterpesonaan dan keterpautan akan muncul cinta dengan hati yang tak terbagi, oleh karena itu yang menjadi Visi Kongregasi Suster Sang Timur adalah Bersatu dengan Allah Tuhan kita (PH, hal. 87). Setiap karya dan doa senantiasa diarahkan kepada persatuan dengan Allah yang menjadi tujuan hidup masing- masing anggota.

(49)

turut ambil bagian dalam daya cinta keputraan Allah yang menabur hidup, mengosongkan diri, menyerahkan diri, mempertaruhkan diri secara utuh/total untuk menghantar anak-anak dan kaum muda yang miskin dan terlantar kepada Yesus.

Menilik tanda-tanda zaman yang timbul dari masa awal pendirian Kongregasi Suster Sang Timur, dan masih bersifat aktual hingga saat ini. Bentuk tindak lanjut konkret ini harus meresapi seluruh perutusan dan gerak kongregasi, untuk itu perlu melalui kontemplasi sehingga menemukan Tuhan di dalamnya.

(50)

dapat dikuatkan dan dihidupi oleh Roh Kudus sendiri, dalam mengemban perutusan Bapa bahkan bila perlu sampai mati di salib. Yesus bermaksud melestarikan kenangan akan korban salib dan kebangkitan-Nya, dan tetap menjadi santapan jiwa bagi para murid-Nya dalam Ekaristi Suci (Yoh 6:52-58). Di sana terangkumlah seluruh karya Allah menebus umat manusia dari dosa dan memberi hidup sejati. Dengan mengatakan: “Terimalah dan makanlah, inilah Tubuh-Ku yang diserahkan bagimu” (Mat, 26:26), Yesus menyerahkan diri demi keselamatan manusia.

Sabda Yesus itu harus menjadi semboyan hidup kita: “Inilah tubuh-Ku!”, artinya: inilah diriku sendiri, seutuhnya! Aku bersedia menyerahkan diri dalam pengabdian kepada sesama. Bila manusia terbuka bagi bimbingan Roh Kudus, ia akan berperan serta juga dalam hidup dan misi Yesus Kristus menyelamatkan sesama umat manusia, contohnya kita bersedia menyerahkan diri dengan mengabdi Tuhan dalam diri sesama yang membutuhkan, mewujudkan cinta kasih dengan membangun paguyuban (kesatuan), bersedia saling mengampuni, rela berkorban, rela dilukai, dan gembira (Xaveria, 2007: 27-37).

E. Spiritualitas Manete In Me dalam Wujud Bertindak seperti dalam Statuta

(51)

persatuan kongregasi dengan gereja dimana secara institusional melakukan pilihan bagi kongregasi yaitu “Pakaian kita harus sesuai dengan norma- norma Gereja” (PC, art. 17 bdk. ET, art. 22) dan selalu sesuai dengan kewajiban-kewajiban yang menjadi konsekuensi dari profesi yang kita ucapkan secara bebas”(Statuta Umum, no. 04). Dalam hal ini kongregasi bersatu dengan Gereja, mengambil keputusan dengan mengikuti aturan norma yang ditentukan pemimpin tertinggi Gereja sebagai wakil Allah di dunia. Dalam statuta juga dapat dilihat contoh yang merupakan pilihan yang dibuat kongregasi baik secara personal maupun institusional yaitu: “Kita secara pribadi dan bersama-sama berusaha menjamin suasana keheningan bathin, terutama pada saat-saat sesudah ibadat penutup sampai dengan makan pagi, sebelum Perayaan Ekaristi, dan hari- hari rekoleksi dan retret” (Statuta Provinsi, no. 005 bdk. Statuta Umum, no. 05).

Pada Statuta Provinsi no. 005 yang mengacu pada Statuta Umum no. 05 ini mau dikatakan bahwa keheningan menjadi satu sarana untuk tetap bersatu dan tinggal pada-Nya. Dengan keheningan kita mampu untuk mengarahkan hati dan pikiran kita kepada Tuhan, maka saat-saat tertentu ditetapkan dalam statuta, juga disaat-saat kita berkarya, kita berusaha untuk tetap menciptakan keheningan dalam hati kita. “Masing- masing suster hendaknya setiap hari berdoa secara pribadi sekurang-kurangnya satu jam, termasuk setengah jam renungan” (Statuta Umum, no. 09). Peraturan ini dibuat dengan tujuan agar para suster senantiasa memberikan waktu mereka untuk menjalin relasi pribadi dengan Tuhan dan melestarikan spiritualitas kongregasi sendiri.

(52)

Statuta, baik Statuta Umum maupun Statuta Provinsi, dan tentunya juga dengan mengikutsertakan kehadiran Allah dalam kuasa penerangan Roh Kudus, Contohnya saja seperti hal pengelolaan harta milik di bawah ini:

Dalam beberapa negara, hukum setempat mengakui badan yuridis gerejani sebagai badan hukum. Di negara- negara dimana hal ini tidak begitu saja berlaku menurut hukum setempat kekuasaan hukum perlu dijamin dengan mendirikan yayasan yang diakui oleh negara dan yang bisa bertindak sebagai badan hukum (Statuta Umum, no. 021).

Dalam hal ini kongregasi berusaha menyatukan diri dengan gereja dan mentaati apa yang menjadi peraturan baik dalam lingkup gereja maupun dalam lingkup negara pada umumnya. Kongregasi sebagai bagian dari gereja selalu mengusahakan ketaatan pada badan hukum gereja sebagai wakil Allah di dunia ini.

F. Manete In Me sebagai Warna khas

Buku pedoman hidup para Suster Sang Timur, mengutip dari Flp 2:5-7, sebagai berikut:

Hendaknya kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia (PH, hal. 11-12).

(53)

Pemberian diri Yesus sampai tuntas di kayu salib dengan mengosongkan dan menyerahkan diri seutuhnya dimaknai sebagai sumber kehidupan sejati. Maka misteri Salib yang kenangannya dirayakan dalam Ekaristi Suci merupakan aspek penting dalam spiritualitas Suster Sang Timur (Mardi Prasetyo, 1996: 4). Bersama dengan Ibu Clara Fey, Kongregasi Suster Sang Timur tinggal dalam Yesus Kristus (Manete In Me) dan hidup dari Ekaristi. Dalam Ekaristi, para Suster Sang Timur menimba kekuatan Roh Kudus sendiri untuk menjalankan misi mereka.

“Penginjilan Baru” yang ditugaskan kepada masing- masing suster, hanya dapat berhasil bila para suster membiarkan dirinya sendiri di injili oleh Kristus. “Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak berbuat apa-apa” (Yoh 15:5).

Dasar penjelmaan terus menerus dalam Kristus terdapat dalam rahmat perma ndian, dimana kita telah menerima kehidupan Kristus sejak awal mula. Karunia khusus dalam permandian yang diberikan kepada kita adalah Roh dari Tuhan Yesus yang menyanggupkan kita bersama Kristus “mati” dan “bangkit”. Di sini terdapat satu cara berada yang baru yakni satu relasi anak-Bapa dengan Allah; satu relasi dengan Kristus sebagai saudara (Stinissen, 1995: 5).

Di sini mau dijelaskan bahwa sudah sejak awal mula, yaitu dalam permandian, kita semua telah dipersatukan dengan Kristus Yesus. Dia telah tinggal dalam diri kita masing- masing sehingga kita semua mampu untuk mengalami “kematian” dan “kebangkitan” dalam kehidupan kita sehari- hari, karena dalam perjalanan hidup, kita akan menjumpai berbagai macam pengalaman, bukan saja yang menyenangkan tetapi juga pengalaman yang menyedihkan.

(54)

permandian menuntut satu jawaban pasti dalam hidup setiap orang dalam hal ini cara hidup yang dijalankan para suster Sang Timur, baik batin maupun lahir harus menampakkan cara hidup yang baru yang berasal dari Allah sendiri yang ditandai oleh kebangkitan.

Hidup inkarnatoris berarti hidup dalam hadirat Allah. Sadar akan dirinya sebagai yang terpanggil dan sebagai yang mengungkapkan Allah, maka juga akan selalu bersatu dengan Allah. Persatuan ini sejati, maka Allah hadir pada manusia dan manusia hadir pada Allah. Hadirat Allah atau dengan kata lain hidup dalam pergaulan dengan Allah secara mesra. Hidup inkarnatoris ini merupakan prinsip kesatuan, karena sama-sama mengungkapkan hadirat Allah yang satu pula. Karena hidup dalam kesatuan maka juga dalam cinta yang penuh penerimaan dan penuh pengampunan dan kesediaan (Darminta, 2007c: 11).

Berdasarkan kutipan di atas penulis melihat bahwa bila para suster semakin menyediakan lebih banyak tempat bagi Tuhan, semakin Tuhan menetap dan berakar dalam diri setiap pribadi dan akhirnya Kristus akan total nampak dalam diri setiap suster dan orang lain yang dilayani oleh masing- masing suster juga akan dapat merasakan dan mengalami Kristus yang tinggal dalam diri setiap suster, maka Manete In Me menjadi warna khas dalam hidup dan tugas perutusan para Suster Sang Timur.

(55)

membiarkan Tuhan sendiri yang ikut campur di dalam perjalanan hidup mereka. Dengan tetap tinggal pada-Nya para suster mempercayakan seluruh hidupnya juga segala kelemahan-kelemahan diri dan memperoleh kekuatan rohani yang memampukan mereka untuk menapaki jalan panggilan mereka dan memberikan kesaksian akan hadirnya Kristus di dunia ini lewat persahabatan dengan siapapun, terutama bersahabat dengan anak-anak dan kaum muda yang miskin dan terlantar yang menjadi fokus pelaya nan para Suster Sang Timur.

(56)

BAB III

TANTANGAN-TANTANGAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS

MANETE IN ME DI ZAMAN SEKARANG

Kita telah melihat arti dan paham Spiritualitas, kita juga telah melihat bagaimana Ibu Clara Fey mencoba memberikan arti dan paham Spiritualitas Manete In Me dalam perjua ngan dan pengalaman hidupnya sehari- hari, sesuai dengan hubungan dan konteks zamannya. Hal ini memunculkan sebuah pertanyaan: “Bagaimana Spiritualitas Manete In Me bisa dipahami dan dihayati dalam konteks zaman sekarang ini?”. Pada Bab ini penulis akan mencoba memaparkan tantangan-tantangan apa yang dihadapi dalam usaha memahami dan menghayati Spiritualitas Manete In Me dalam hidup sehari- hari dan bagaimana usaha menjawab tantangan tersebut.

A. Dokumen-dokumen Gereja

Sebagai anggota Gereja, kita semua dipanggil untuk terus menerus memperbaharui diri. Paus Yohanes XXIII pernah menempuh jalan taktis sekaligus menjawab kebutuhan zaman dengan melakukan pembaharuan (di dalam) Gereja. Gereja dirasakan terlalu pengap dan sarat dengan beban, yang membuatnya terkurung dalam dirinya sendiri. Melihat keluar, menafsirkan dengan tepat tanda-tanda zaman, terlibat aktif dalam masalah- masalah dunia, berpikir “global” dan bertindak “lokal”, menjadi garam dan terang dunia tanpa kehilangan identitas, tahan banting dengan tidak kehilangan semangat sukacita sejati, prihatin dan peduli pada “dunia” sekitar terutama pada saudara saudari yang miskin dan

(57)

terlantar. Semua itu merupakan implikasi langsung dari pembaharuan (di dalam) Gereja (PC, art. 2).

Suasana masyarakat Indonesia dewasa ini memungkinkan untuk mewujudkan pembaharuan tersebut. Pihak Gereja sendiri berusaha semaksimal mungkin untuk dapat memberi diri bagi dunia dan terlibat di dalamnya. Dokumen Konsili Vatikan II secara khusus Gaudium et Spes artikel 2 menyatakan bahwa:

Maka, sesudah menjajagi misteri Gereja secara lebih mendalam, Konsili Vatikan II tanpa ragu-ragu mengarahkan amanatnya bukan lagi hanya kepada putera-putera Gereja dan sekalian orang yang menyerukan nama Kristus, melainkan kepada semua orang. Kepada mereka semua, Konsili bermaksud menguraikan bagaimana memandang kehadiran serta kegiatan Gereja di dunia masa kini.

Dengan kata lain bahwa Gereja membuka diri untuk ikut serta dalam pembaharuan dunia pada umumnya, Gereja ikut serta untuk ikut membangun dunia. Dalam perjalanan waktu Gereja yang menyatakan diri ada dan menjadi bagian dari dunia, mencoba mengamati situasi dunia ini dengan berbagai macam tantangannya. Gereja merasa ikut prihatin dengan situasi dunia yang semakin diwarnai oleh perkembangan zaman yang tanpa disadari dapat mengarahkan manusia pada kehancuran. Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes menguraikan sebagai berikut:

Dunia begitu mendalam merasakan kesatuannya serta saling tergantungnya semua orang dalam solidaritas yang memang mesti ada, tetapi sementara itu tertimpa oleh perpecahan yang amat gawat akibat kekuatan-kekuatan yang saling bermusuhan, sebab masih tetap berlangsunglah pertentangan-pertentangan yang sengit di bidang politik, sosial, ekonomi, “kesukuan” dan ideologi, dan tetap berkecamuk bahaya perang yang akan menggempur habis-habisan segala sesuatu (GS, art. 4).

(58)

yang harus ikut diperhatikan secara intensif oleh pihak Gereja, karena Gereja tinggal dan merupakan bagian dari dunia.

Kemajuan Tekhnologi juga merupakan perkembangan yang dialami dunia saat ini. Majunya ilmu- ilmu biologi, psikologi, dan sosial bukan hanya membantu manusia untuk semakin mengenal diri, melainkan menolongnya juga untuk memakai teknik-teknik yang tepat secara langsung mempengaruhi kehidupan masyarakat. Kemajuan di bidang ilmu ini juga diharapkan ada pada kaum religius sekarang ini seperti halnya diuraikan dalam Perfectae Caritatis yang menuntut:

Lembaga-lembaga hendaknya memajukan pengetahuan para anggota yang memadai tentang keadaan manusia dan zaman serta tentang kebutuhan-kebutuhan Gereja, sekian, hingga mereka mampu menilai keadaan dunia dewasa ini secara arif dalam cahaya iman dan dengan semangat kerasulan yang berkobar-kobar dapat membantu manusia atas cara yang lebih berdaya guna (PC, art. 2d).

Banyak dari lembaga- lembaga hidup bakti yang kurang memperhatikan kemajuan pengetahuan anggotanya, bukan saja tentang ilmu tetapi juga tentang perkembangan kemajuan teknologi dan kebutuhan-kebutuhan pada zaman ini. Karenanya Gereja menghimbau dengan dikeluarkannya dekrit Perfectae Caritatis ini, agar kaum religius dapat menghayati dan melaksanakan karyanya sejalan dengan perkembangan zaman yang selalu berubah-ubah dan yang juga menuntut kepekaan untuk melihat situasi agar dapat melangkah dan berbuat menjadikan dunia ini lebih baik.

Gereja dalam dokumennya mengenai Vita Consecrata memaparkan dengan jelas sifat kenabian dari hidup bakti sebagai berikut:

(59)

kebenaran-kebenaran Injil berada di atas segalanya. Karena keunggulan itu tiada apapun boleh didahulukan terhadap cintakasih pribadi akan Kristus dan akan kaum miskin yang disinggahi-Nya. Kenabian sejati bersumber pada Allah, pada persahabatan dengan Dia, pada sikap mendengarkan sabda-Nya penuh perhatian dalam pelbagai situasi sejarah (VC, art. 84).

Artikel 84 dokumen Vita Consecrata ini dengan jelas memaparkan bahwa Hidup Bakti harus memberikan kesaksian kenabian di tengah jaman ini, dan ini menjadi tantangan Gereja dan secara khusus juga bagi Kongregasi Sang Timur sendiri yaitu memberikan kesaksian kenabian lebih- lebih dengan hidup berdasarkan kaul-kaul dan nilai- nilai hidup, dalam hal ini Allah tidak boleh disingkirkan, Allah menjadi sumber dari kesaksian kenabian ini. Teks pembaharuan kaul bagi para Suster dalam Kongregasi Sang Timur juga dengan jelas mengatakan bahwa Para Suster dengan kesadaran menyediakan diri bagi Kongregasi dan bagi tugas kerasulannya, untuk memberi kesaksian tentang Yesus Kristus, dan untuk mengabdi Allah dalam Gereja (PH, art. 47).

(60)

hakiki dengan kebenaran dan norma- norma moral (VC, art. 88-91). Ketiga tantangan Gereja ini juga sekaligus menjadi tantangan bagi Kongregasi Sang Timur yang juga merupakan bagian dari Gereja, maka sudah selayaknya juga Kongregasi Sang Timur senantiasa mencari upaya untuk menanggapi dan menjawab tantangan-tantangan ini dengan bijaksana dan berusaha memberi kesaksian kenabian di tengah dunia ini lewat cara hidupnya.

B. Mentalitas Zaman Sekarang 1. Budaya

Dalam kenyataan hidup sehari- hari, manusia yang hidup di dunia adalah manusia yang telah banyak mengalami berbagai kehidupan, yang dicirikan sebagai manusia historis yaitu bagaimana ia terseret oleh gelombang pendapat suatu zaman dan bagaimana cara-cara membawakan diri, bagaimana ia bergaul dengan kawan, tetangga, rekan kerja, dan bagaimana sikapnya di tengah massa.

Sifat masyarakat berbudaya disoroti dengan menunjukkan bahwa dalam harmoni hidup bersama, manusia menyerahkan dirinya tanpa memperkosa dirinya. Kemampuan orang untuk menyesuaikan diri dalam hidup bersama, sehingga memberikan kepuasan kepadanya tanpa memperkosa diri ini menunjukkan hidup berkarakter manusia budaya (Sudiro, 1990: 19).

(61)

fraseologi, dan mengalami pendangkalan hidup, disinilah manusia mulai kehilangan dirinya. Dengan demikian manusia mengabaikan harkat dan martabat yang diberikan Allah dalam dirinya pada saat ia diciptakan. Manusia menjadi tidak utuh, manusia tidak menjadi dirinya sendiri dengan meniru budaya orang lain yang menurutnya lebih baik dan lebih modern daripada budaya sendiri yang telah bertahun-tahun dihidupi. Maka zaman sekarang ini muncullah di negara kita budaya yang diimport dari budaya-budaya asing (Sularto, 2008: 41).

(62)

dan tantangan yang harus mereka hadapi, karena itu saat ini begitu marak aksi perdagangan wanita (Haryatmoko, 2008: 6).

Dalam kehidupan membiara pun tantangan budaya menjadi hal yang penting untuk dicermati dan disikapi dengan bijaksana. Sebuah kongregasi tidak hanya terdiri dari satu macam budaya saja, begitu juga dalam Kongregasi Suster sang Timur, ini terjadi karena dari banyaknya anggota yang ada juga terdiri dari berbagai daerah dengan budayanya masing- masing yang memang telah dipersatukan Tuhan dalam sebuah komunitas biara, sehingga masing- masing anggota harus berusaha untuk menciptakan saling pengertian dan memahami karakter budaya masing- masing. Tidak jarang juga para suster dapat terbawa oleh arus budaya luar yang sering kali memudarkan kebudayaan lokal. Contohnya saja saat ini dalam hal berbahasa, yang kadang juga dapat menimbulkan adanya konflik diantara budaya-budaya yang ada (Sumarjo, 2007: 16).

2. Sistem Nilai

(63)

mela lui pola pikir manusia. Sistem nilai dapat diperinci dalam bentuk norma-norma yang berbentuk undang- undang, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, aturan adat, aturan sopan santun pergaulan dan sebagainya (Koentjaraningrat, 1969: 18).

Di negara kita saat ini kadang kala sistem nilai disalahgunakan, orang-orang menggunakan kekuasaannya di dalam menentukan aturan-aturan yang harus ditaati oleh orang-orang yang menjadi tanggungjawabnya. Aturan-aturan itu bukannya membantu orang lain melainkan menindas dan menguntungkan orang-orang yang berkuasa. Di zaman sekarang ini kita dapat melihat begitu banyak keprihatinan dari

Referensi

Dokumen terkait