PERIODE JANUARI 2008-MEI 2009
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Maria Laksmi Parahita
NIM : 068114027
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
PERIODE JANUARI 2008-MEI 2009
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Maria Laksmi Parahita
NIM : 068114027
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
Semua p
r
K
pasti inda
rencana y
Kuper
ya
h tepat pa
yang dasya
rsemba
ang te
ada waktu
at untuk m
ahkan k
ercinta
unya, kare
masing-ma
karya
ta Bap
ena Tuhan
asing uma
ini un
pak dan
Al
n selalu pu
atnya.
ntuk :
n
Ibu-adik
lmamate
unya
-ku
kku
yang berjudul : “Evaluasi Penatalaksanaan Terapi Pasien Diabetes Melitus
Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009”. Skripsi ini disusun guna
memenuhi persyaratan dalam penyelesaian jenjang studi untuk meraih gelar
Sarjana Farmasi di Universitas sanata Dharma Yogyakarta.
Keberhasilan penelitian ini tidak lepas dari bantuan dan perhatian
orang-orang di sekitar penulis. Untuk itu tidak lupa penullis mengucapkan terimakasih
sedalam-dalamnya kepada :
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta dan dosen penguji yang telah banyak
membantu dan memberi dukungan yang sangat berarti dalam proses
penyusunan skripsi ini.
2. Ibu dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes. selaku dosen pembimbing yang
telah bersedia membimbing, memberi dukungan, semangat, gagasan dan
kritik yang sangat berarti bagi penulis dalam menyelesaikan penelitian
ini.
3. Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. selaku penguji yang telah
banyak membantu dan memberi dukungan yang sangat berarti bagi
Yogyakarta atas segala bantuan dan dukungannya.
6. Kepala dan Staf Bagian Pelayanan Rekam Medik Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta yang telah banyak membantu penulis dalam
mengumpulkan data untuk penelitian ini.
7. Bapak Ignasius Suwarto dan Ibu Fransiska A Sudjarwati atas cinta dan
kasih sayangnya serta perjuangannya yang sepenuh hati.
8. Saudara laki-lakiku Dominiko Laksma Paramestha yang selalu mau
membantu penulis dalam segala hal.
9. Seluruh keluarga besarku atas doanya.
10.Saudara yang sekaligus partnerku dalam pembuatan skripsi, Anastasia
Aprilistyawati atas segala bantuannya mendengarkan keluh kesah, dan
kerjasamanya dalam penyelesaian skripsi ini.
11. Gayatri Kusuma Wardani, Dewi Prasetyaningrum, Maria Evangeli dan
Swastika Maharani yang selalu memberi semangat dan menemani dalam
proses penting ini.
12.Sahabat-sahabatku Lulu, Dotie, Vica, Nimoo, Nee, Dissa, Shinta Sita,
Adit, Reno, Robi kebersamaan, semangat dan dukungannya yang hebat.
13.Seluruh teman-teman Farmasi khususnya angkatan 2006 kelas A, atas
penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala ketidaksempurnaan
tersebut, dan dengan lapang dada penulis akan menerima kritik, koreksi, dan
saran dalam berbagai bentuk dari pihak lain guna menjadikan skripsi ini lebih
baik.
Pada akhirnya, penulis berharap semoga keseluruhan isi skripsi ini dapat
berguna bagi semua pihak yang membutuhkan.
Yogyakarta, 16 Januari 2010
Disease (IHD) adalah salah satu komplikasi makrovaskular yang biasa terjadi pada pasien DM. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penatalaksanaan terapi pada pasien DM komplikasi IHD.
Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti rancangan penelitian deskriptif evaluatif yang menggunakan data retrospektif di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
Dari penelitian yang dilakukan didapatkan jumlah pasien dengan umur 60-69 tahun sebanyak 33,3%. Komplikasi penyerta terbanyak adalah dislipidemia (33,3%). Penyakit penyerta yang banyak dialami pasien adalah radices dentist (27,7%). Kelas terapi yang paling banyak digunakan adalah obat hormonal (100%), obat kardiovaskuler (94,4%). Golongan obat yang paling banyak digunakan adalah golongan nitrat (77,7%) dan biguanida (66,6%). Dari hasil evaluasi Drug Related Problems (DRPs), terdapat 13 kasus dengan DRPs, yaitu sebanyak 11 kasus butuh tambahan obat, Adverse drug reaction sebanyak 2 kasus, obat tidak tepat sebanyak 2 kasus dan tidak perlu obat terapi sebanyak 2 kasus. Keadaan pasien pulang adalah membaik sebanyak 88,8%, dan lama inap pasien diabetes melitus komplikasi IHD yang paling banyak adalah 8-14 hari (66,6%).
The research was non experimental method with description and evaluation research program and collected the data from medical record sheet retrospectively.
The research was done to evaluate the therapy management and its drug related problems (DRPs) in 18 diabetes mellitus with ischemic heart disease complication patient. The result showed that patien distribution was 33,3% of 60-69 years, complication other than ischemic heart disease was dislipidemia (33,3%), and another disease is radices dentist (27,7%).
The drug therapy classes of the diabetes mellitus with ischemic heart disease patient were cardiovascular system 94,4%; nitrat 77,7%; and hormonal therapy 100%; biguanida 66,6%.
The DRPs evaluation in this research showed that 11 patients need for additional drug therapy, 2 patients adverse drug reaction 2 patients unneccesary therapy, and 2 patients wrong drug.
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
PRAKATA ... vi
INTISARI ... ix
ABSTRACT ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB. I PENGANTAR ... 1
3. Faktor Resiko ...
4. Patofisiologi ...
5. Diagnosis ...
6. Komplikasi Diabetes Melitus ...
B. Ischemic Heart Disease ...
1. Definisi, Tanda, dan Gejala ...
2. Etiologi ...
3. Faktor Resiko ...
4. Patofisiologi ...
5. Diagnosis ...
C. Penatalaksanaan ...
1. Tujuan ...
2. Sasaran Terapi ...
3. Strategi Terapi ...
D. Drug Related Problem (DRPs) ...
E. Subyektive data, Obyektive data, Assessment and Plan (SOAP) ...
F. Keterangan Empiris ... 9
10
12
14
15
15
16
16
18
20
21
21
21
21
26
28
29
BAB. III METODOLOGI PENELITIAN ... 30
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...
B. Definisi Operasional ... 30
F. Jalannya Penelitian ...
G. Analisis Hasil ...
H. Kesulitan Penelitian ... 33
35
36
BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38
A. Profil Pasien ...
1. Persentase Umur ...
2. Persentase Komplikasi Penyerta ...
3. Persentase Penyakit Penyerta ...
B. Profil Penggunaan Obat ...
1. Kelas Terapi ...
2. Golongan Obat ...
C. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) ...
D. Outcome Terapi ...
E. Rangkuman Pembahasan ... 38
38
39
41
43
43
44
55
62
64
BAB. V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67
A. Kesimpulan ...
B. Saran ... 67
68
DAFTAR PUSTAKA ... 69
LAMPIRAN ... 73
Tabel III Faktor Resiko Mayor pada Ischemic Heart Disease ... 18
Tabel IV Derajat Angina Menurut Canadian Cardiovascular
Society ... 20
Tabel V Target Penatalaksanaan Diabetes Melitus ... 26
Tabel VI Kategori DRP dan Kemungkinan Penyebabnya ... 27
Tabel VII Persentase Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi
Ischemic Heart Disease dengan Penyakit Penyerta di
Instalasi rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
Periode Januari 2008 – Mei 2009 ... 41
Tabel VIII Persentase Penggunaan Obat Kardiovaskular pada Pasien
Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ischemic Heart
Disease di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009 ... 45
Tabel IX Persentase Penggunaan Obat yang Mempengaruhi Sistem
Hormon pada Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi
Ischemic Heart Disease di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei
2009 ... 47
Tabel X Persentase Penggunaan Obat Infeksi pada Pasien Diabetes
Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ischemic Heart
Disease di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009 ... 50
Tabel XII Persentase Penggunaan Obat Analgesik pada Pasien
Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ischemic Heart
Disease di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009 ... 51
Tabel XIII Persentase Penggunaan Obat Nutrisi pada Pasien Diabetes
Melitus dengan Komplikasi Ischemic Heart Disease di
Instalasi rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
Periode Januari 2008 – Mei 2009 ... 52
Tabel XIV Persentase Penggunaan Obat Susunan Saraf Pusat pada
Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ischemic Heart
Disease di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009 ... 53
Tabel XV Persentase Penggunaan Obat Saluran Cerna pada Pasien
Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ischemic Heart
Disease di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009 ... 53
Tabel XVII Persentase DRP yang teridentifikasi pada Pasien Diabetes
Melitus dengan Komplikasi Ischemic Heart Disease di
Instalasi rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
Periode Januari 2008 – Mei 2009 ... 56
Tabel XVIII Kasus Butuh Tambahan Obat yang Teridentifikasi pada
Pasien Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic Heart
Disease di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009 ... 57
Tabel XIX Kasus Adverse drug reaction yang Teridentifikasi pada
Pasien Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic Heart
Disease di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009 ... 59
Tabel XX Kasus Tidak Perlu Obat Terapi yang Teridentifikasi pada
Pasien Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic Heart
Disease di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009 ... 60
Tabel XXI Kasus Obat Tidak Tepat yang Teridentifikasi pada Pasien
Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic Heart Disease di
Instalasi rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
PR, QRS, dan QT ... 20
Gambar 2 Distribusi Pasien Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic
Heart Disease Berdasarkan Kelompok Umur di Instalasi
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari
2008 – Mei 2009... 39
Gambar 3 Distribusi Pasien Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic
Heart Disease Berdasarkan Komplikasi Penyerta di
Instalasi Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode
Januari 2008 – Mei 2009... 40
Gambar 4 Diagram Kelas Terapi Obat yang Digunakan pada Pasien
Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic Heart di Instalasi
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari
2008 – Mei 2009... 43
Gambar 5 Persentase Outcome Pasien Diabetes Melitus Komplikasi
Ischemic Heart Disease di Instalasi Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009 ... 63
Gambar 6 Persentase Lama Inap Pasien Diabetes Melitus Komplikasi
Ischemic Heart Disease di Instalasi Rumah Sakit Panti
Ischemic Heart Disease di Rumah Sakit Panti Rapih
Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik,
yang membuat penderita DM tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang
cukup atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin secara efektif sehingga
terjadi kelebihan gula dalam darah. Apabila kadar glukosa darah tidak bisa
dikendalikan, penyakit ini menimbulkan komplikasi yang berakibat fatal, baik
komplikasi akut maupun kronis. Di negara berkembang seperti di Indonesia,
diabetes melitus sampai saat ini masih merupakan faktor yang terkait sebagai
penyebab kematian sebanyak 4 - 5 kali lebih besar dibandingkan dengan penyakit
lainnya. Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam
jumlah penderita Diabetes Melitus di dunia (Soegondo, 2006). WHO juga
mengestimasi bahwa pada tahun 2000 terdapat 5,6 juta masyarakat Indonesia yang
menderita diabetes, tetapi pada kenyataannya terdapat 8,2 juta penduduk
Indonesia yang menderita diabetes.
Diabetes melitus adalah penyakit yang diderita seumur hidup yang
berjalan lambat, dan menyebabkan progresivitas penyakit semakin meningkat,
yang pada akhirnya dapat menimbulkan komplikasi, baik komplikasi
makovaskular maupun komplikasi mikrovaskular, bahkan saat ini diabetes melitus
dianggap setara dengan penyakit jantung, yang menyebabkan kematian terbanyak
Ischemic Heart Disease (IHD) adalah salah satu komplikasi
makrovaskular yang sering terjadi pada pasien DM, yang terjadi karena
penyempitan pembuluh darah arteri koroner yang terdapat di jantung, yang
menyebabkan suplai darah menuju jantung menjadi terhambat. Menurut National
Institute of Health, IHD merupakan salah satu penyebab kematian pada pasien
diabetes yaitu sebesar 65%. Pasien diabetes memiliki risiko kematian 2 sampai 4
kali lipat lebih besar karena kelainan jantung dibandingkan pasien tanpa diabetes.
(Ronald, 2008).
Diabetes komplikasi IHD yang terlambat dalam penanganannya dapat
menyebabkan kematian yang mendadak pada pasien, sehingga IHD sering disebut
dengan silent killer. Penatalaksanaan pasien diabetes dengan komplikasi IHD
bertujuan untuk mencegah timbulnya komplikasi yang lebih parah, seperti infark
miokard, penyakit jantung koroner dan gagal jantung, serta mencegah timbulnya
serangan kembali yang menyebabkan kondisi pasien lebih buruk.
Oleh karenanya penggunaan obat pada pasien DM dengan komplikasi IHD
harus sangat diperhatikan. Pemilihan obat harus mempertimbangkan tingkat
keparahan diabetes, serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk
penyakit lain dan komplikasi yang terjadi (Muchid, 2005). Penatalaksanaan
diabetes dengan terapi obat dapat menimbulkan masalah-masalah terkait obat
yang dialami pasien. Aktivitas untuk meminimalkannya merupakan bagian dari
proses pelayanan kefarmasian.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang
pasien, dan melihat ada tidaknya drug related problems (DRPs) pada pasien
diabetes melitus dengan komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD) di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari 2008 sampai dengan Mei
2009, dan mengevaluasi terapi serta melihat hasil terapinya pada pasien.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Panti Rapih (RSPR) karena
terdapat banyak pasien diabetes komplikasi IHD. Selain itu, RSPR adalah salah
satu rumah sakit besar yang memiliki pelayanan rawat inap yang dapat
memberikan terapi kepada pasien diabetes melitus komplikasi IHD. Pemilihan
pasien rawat inap karena terapi pada pasien rawat inap lebih terkontrol dan relatif
lebih mudah dalam pengamatan yang menggambarkan kemajuan terapi.
1. Permasalahan
a. Bagaimana profil pasien meliputi umur, komplikasi, dan penyakit
penyerta pasien diabetes melitus dengan komplikasi Ischemic Heart
Disease (IHD) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Januari 2008 - Mei 2009?
b. Bagaimana profil pengobatan meliputi kelas terapi, golongan obat, dan
jenis obat yang diberikan pada pasien diabetes melitus dengan
komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD) Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 - Mei 2009?
c. Apa sajakah jenis kasus drug related problems yang teridentifikasi
pada pasien diabetes melitus dengan komplikasi Ischemic Heart
Disease (IHD) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
d. Bagaimana outcome terapi pasien diabetes melitus dengan komplikasi
Ischemic Heart Disease (IHD) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008-Mei 2009?
2. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi dan data yang ditelusuri di Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma, penelitian berjudul “Evaluasi Penatalaksanaan Terapi
Pasien Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD) di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2008 – Mei
2009” belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang serupa sudah banyak
diteliti oleh peneliti lain, namun penelitian ini berbeda dalam hal, subyek dan
waktu penelitian. Penelitian yang telah dilakukan antara lain
a. Nadeak (2000) tentang pola penggunaan antidiabetika oral bagi pasien
diabetes melitus rawat jalan di RS Betesdha Yogyakarta periode 1998
b. Triastuti (2004) tentang gambaran peresepan obat pada pasien diabetes melitus
tipe 2 di instalasi rawat inap RS dr. Sardjito Yogyakarta periode 2001-2002
c. Utomo (2005) tentang gambaran penatalaksanaan diabetes melitus pada pasien
rawat inap rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta periode bulan Juli-Desember
2003
d. Fransisca (2007) tentang evaluasi penatalaksanaan terapi pasien diabetes
melitus dengan komplikasi stroke di instalasi rawat inap RS Panti Rapih
e. Larasati (2008) tentang evaluasi drug related problems pada peresepan pasien
diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi Ischemic Heart Disease di instalasi
rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2005-Desember 2007.
3. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada RS Panti
Rapih Yogyakarta dalam penerapan pelayanan kefarmasian khususnya pada upaya
peningkatan kualitas peresepan pada terapi pengobatan pasien diabetes melitus
dengan komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD).
B. Tujuan 1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan mengevaluasi drug related
problems (DRPs) pada peresepan pasien diabetes melitus dengan komplikasi
Ischemic Heart Disease (IHD) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Januari 2008-Mei 2009.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui profil pasien meliputi umur, komplikasi, dan penyakit
penyerta pasien diabetes melitus dengan komplikasi Ischemic Heart
Disease (IHD) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Januari 2008 - Mei 2009.
b. Mengetahui profil pengobatan meliputi kelas terapi, golongan obat,
dan jenis obat yang diberikan pada pasien diabetes melitus dengan
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 - Mei
2009.
c. Mengetahui apa saja jenis kasus drug related problems yang
teridentifikasi pada pasien diabetes melitus dengan komplikasi
Ischemic Heart Disease (IHD) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 - Mei 2009.
d. Mengetahui outcome terapi pasien diabetes melitus dengan komplikasi
Ischemic Heart Disease (IHD) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
1. Definisi, Tanda dan Gejala
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar
gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin (WHO,1999). Insulin adalah hormon
yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggungjawab dalam mempertahankan
kadar gula darah yang normal. Insulin dibutuhkan untuk memproses karbohidrat,
lemak, dan protein menjadi energi yang diperlukan tubuh manusia. Insulin
memasukkan gula ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan
sebagai cadangan energi (Soegondo, 2006). Insufisiensi fungsi insulin ini dapat
disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta
Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel
tubuh terhadap insulin (WHO,1999).
Secara normal kadar gula darah sepanjang hari bervariasi. Gula darah akan
meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Diabetes
melitus ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa darah atau
hiperglikemik kronik karena ganggguan metabolisme lemak, karbohidrat, dan
protein serta meningkatnya risiko terkena penyakit vaskular.
Gejala-gejala dari diabetes melitus adalah banyak makan atau polipagi,
sering minum atau polidipsi, namun badan tetap terasa lemas, banyak kencing
atau poliuria, kadar gula darah diatas normal, yaitu lebih dari 140 mg/dl untuk
gula darah 2 jam post prandial dan 100 mg/dl untuk gula darah puasa, pada dua
kali pemeriksaan terpisah pada kadar glukosa darah puasa (Corwin, 2001).
Penderita diabetes yang gula darahnya kurang terkontrol lebih peka terhadap
infeksi (Soegondo, 2006).
2. Etiologi
Klasifikasi DM dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu DM tipe 1, DM tipe
2, dan diabetes gestasional.
a. Diabetes Melitus tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin, pada
awalnya diagnosa biasa dilakukan pada anak-anak, remaja atau dewasa muda.
Pada diabetes ini, sel beta pankreas tidak dapat membuat insulin. Diabetes tipe 1
biasanya dijumpai pada orang yang tidak gemuk, berusia kurang dari 30 tahun
(Anonim, 2009).
b. Diabetes Melitus tipe 2
Diabetes melitus ini tipe yang tidak tergantung pada insulin. Diabetes
melitus ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar
insulin dapat normal, rendah atau bahkan bahkan meningkat tetapi fungsi insulin
untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang (Anonim, 2003).
c. Diabetes Gestasional
Diabetes ini terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
nondiabetes setelah kehamilan berakhir. Namun, risiko mengalami diabetes tipe 2
pada waktu mendatang lebih besar daripada normal. Wanita yang mengidap
diabetes gestasional mungkin sudah memiliki gangguan subklinis pengontrolan
glukosa bahkan sebelum diabetesnya muncul (Corwin, 2001).
Diabetes gestasional dapat menimbulkan efek negatif pada kehamilan
dengan meningkatkan risiko malformasi congenital, lahir mati dan bayi bertubuh
besar, yang dapat menimbulkan masalah pada persalinan (Corwin, 2001).
3. Faktor Risiko
Faktor risiko diabetes melitus adalah :
a. faktor risiko yang tidak dapat diubah adalah ras, etnik, riwayat keluarga
dengan diabetes,usia >45 tahun, riwayat melahirkan bayi dengan berat
badan lahir lebih dari 4 kg, riwayat pernah menderita DM Gestasional,
riwayat berat badan lahir rendah <2,5 kg
b. faktor risiko yang dapat diperbaiki adalah berat badan lebih dapat dilihat
dari indeks massa tubuh > 23kg/m2, kurang aktivitas fisik, hipertensi
dengan tekanan darah >140/90 mmHg, dislipidemia dengan kadar HDL
<35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl, diet tinggi gula rendah serat
c. faktor risiko lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita
sindrom ovarium polikistik, atau keadaan klinis lain yang terkait dengan
resistensi insulin, sindrom metabolik, riwayat toleransi glukosa terganggu
atau glukosa darah puasa terganggu, riwayat penyakit kardiovaskular
seperti stroke, penyempitan pembuluh darah koroner jantung, pembuluh
Tabel I Faktor Risiko Untuk Diabetes Tipe 2
(Muchid, 2005)
Riwayat Diabetes dalam keluarga Diabetes Gestasional
Melahirkan bayi dengan berat badan >4 kg Kista ovarium (Polycystic ovary syndrome)
IFG (Impaired fasting Glucose) atau IGT (Impaired glucose tolerance)
Umur 20-59 tahun : 8,7%
> 65 tahun : 18%
Hipertensi >140/90mmHg Hiperlipidemia Kadar HDL rendah <35mg/dl
Kadar lipid darah tinggi >250mg/dl Faktor-faktor Lain Kurang olah raga
Pola makan rendah serat
4. Patofisiologi
Diabetes melitus adalah penyakit dimana tubuh tidak dapat memproduksi
atau tidak dapat menggunakan dengan baik insulin. Insulin adalah hormon yang
diproduksi di pankreas, organ yang letaknya dekat dengan perut. Insulin ini
dibutuhkan untuk mengubah gula dan makanan yang lain menjadi energi. Insulin
juga menyimpan asupan glukosa atau produksi glukosa yang melebihi kebutuhan
kalori akan disimpan sebagai glikogen dalam sel-sel hati dan sel-sel otot. Proses
glukoneogenesis ini mencegah hiperglikemia. Ketika seseorang memiliki
diabetes, tubuhnya tidak dapat membuat cukup insulin atau tidak menggunakan
insulin seperti yang seharusnya atau keduanya. Hal ini dikarenakan banyaknya
gula yang ada di dalam darah.
Dalam keadaan normal, setelah makan kadar gula darah akan meningkat,
hal ini akan merangsang pengeluaran hormon insulin. Insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
dalam sel. Insulin ini bertugas menurunkan kadar gula darah yang sempat naik
karena makan.
Diabetes tipe 2 terjadi karena resistensi insulin, yaitu kondisi di mana
sensitivitas insulin menurun. Sensitivitas insulin adalah kemampuan dari hormon
insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan menekan produksi glukosa
hepatik dan menstimulasi pemanfaatan glukosa di dalam otot skelet dan jaringan
(Adnyana, 2001). Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 disertai dengan
penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Gejala khas pasien DM tipe 2 adalah polidipsi, poliphagi dan poliuria.
Pada pasien DM, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, yang membuat
kadarnya dalam darah meningkat. Glukosa yang bersifat osmotik, menyebabkan
osmolaritas dalam darah meningkat sehingga akan menarik air dalam sel dan
menyebabkan filtrasi ke ginjal meningkat, hal tersebut menyebabkan poliuria,
sehingga sebagai kompensasinya pasien merasa selalu haus (polidipsi). Glukosa
terbuang melalui urin maka tubuh kehilangan banyak kalori sehingga nafsu makan
meningkat (poliphagi), selain itu, tidak adanya pemasukan glukosa pada sel
membuat penderita DM selalu merasa lapar (Kustiyanto, 2009).
DM tipe 2 terjadi pada 90% dari semua kasus diabetes, dan biasanya
ditandai dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif. Resistensi insulin
ditandai dengan peningkatan lipolisis dan produksi asam lemak bebas,
peningkatan produksi glukosa hepatik, dan penurunan pengambilan glukosa pada
darah. DM tipe 2 lebih disebabkan karena gaya hidup penderita diabetes
(kelebihan kalori, kurangnya olah raga, dan obesitas) dibandingkan pengaruh
genetik (Sukandar, 2008).
Pada diabetes tipe 1 penanganan glukosa yang normal terjadi sebelum
penyakit muncul. Dengan munculnya diabetes tipe 1, yang tidak atau sedikit
mengeluarkan insulin, kadar glukosa meningkat, karena tanpa insulin glukosa
tidak dapat masuk kedalam sel. Pada saat yang sama hati melakukan
glukoneogenesis (sintesis glukosa baru) menggunakan substrat yang yang tersedia
berupa asam amino, asam lemak dan glikogen. Substrat-substrat ini mempunyai
konsentrasi yang tinggi dalam sirkulasi karena efek katabolik glukagon tidak
dilawan oleh insulin. Hal ini menyebabkan sel-sel mengalami kelaparan walaupun
kadar glukosa sangat tinggi. Pembentukan energi yang hanya mengandalkan
asam-asam lemak menyebabkan produksi berbagai keton oleh hati meningkat.
Keton bersifat asam sehingga pH plasma turun (Triplitt, 2005).
5. Diagnosis
Kriteria diagnosis DM menurut ADA 1998 (Triplitt, 2005) adalah sebagai
berikut,
a. kadar glukosa sewaktu yang lebih dari 200 mg/dl adalah pemeriksaan
kadar glukosa darah setiap waktu sepanjang hari tanpa memperhatikan
makan terakhir
b. kadar glukosa puasa yang lebih dari 126 mg/dl adalah pemeriksaan
glukosa darah yang dilakukan setelah sebelumnya tidak terdapat masukan
c. tes toleransi glukosa oral (Oral Glucose Toleransi Test atau OGTT)
dilakukan dengan menggunakan beban glukosa 75 gram glukosa yang
dilarutkan dalam air sebelum melakukan tes ini. Seseorang dapat
didiagnosa DM jika kadar glukosa darah 2 jam post prandial 200 mg/dl.
Peningkatan hemoglobin terglikosilasi digunakan untuk memberi indikasi
keefektifan pengontrolan glukosa darah dalam 2-4 bulan terakhir . Apabila
terdapat hiperglikemia kronik, maka kadar hemoglobin terglikosilasi meningkat.
Diabetes yang tidak terkontrol memperlihatkan kadar hemoglobin terglikosilasi
yang tertinggi, yang mungkin lebih besar daripada 10% (Corwin, 2001).
Jika kadar glukosa darah tidak normal tapi belum termasuk kriteria
diagnosis untuk diabetes, maka keadaan ini disebut sebagai toleransi glukosa
terganggu atau Impaired Glucose Tolerance (IGT). Seseorang dengan IGT
mempunyai risiko terkena diabetes tipe 2 jauh lebih besar dari pada orang biasa.
Apabila kadar glukosa darah puasa antara 111 sampai 125 mg/dl, disebut keadaan
glukosa puasa yang terganggu atau Impaired Fasting Glucose (IFG).
Tabel II Kriteria Diagnosis Diabetes
(Triplitt, 2005)
Kategori Puasa 2 jam sesudah makan
Normal <100 mg/dl <140 mg/dl Pre-diabetes (IFG atau
IGT) 100-125 mg/dl 140 - 199 mg/dl Diabetes Melitus ≥ 126 mg/dl ≥200 mg/dl
Perlu perhatian khusus bagi penderita yang berusia di atas 65 tahun,
sebaiknya pemeriksaan dilakukan setelah berpuasa dan jangan setelah makan
6. Komplikasi Diabetes Melitus
a. Komplikasi Mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskuler adalah komplikasi diabetes melitus yang
meliputi pembuluh darah kecil, dan banyak terjadi pada penderita diabetes tipe 1.
Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk
HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh
dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil (Muchid, 2005).
1) Retinopati
Ancaman paling serius terhadap penglihatan adalah retinopati, atau
kerusakan pada retina karena tidak mendapatkan oksigen (Corwin, 2001). Makin
lama DM diderita makin tinggi kemungkinan terjadinya retinopati. Risiko
menderita Retinopati DM tinggi yaitu 60% pada penderita yang menderita DM >
15 tahun (Permana, 2009).
2) Nefropati
Bagian ginjal yang paling parah mengalami kerusakan adalah glomerolus.
Akibat hipoksia yang berkaitan dengan diabetes jangka panjang, glomerulus yang
juga seperti sebagian besar kapiler lainnya, akan menebal dan menghambat aliran
darah. Terjadi hipertrofi ginjal akibat peningkatan kerja ginjal pada penderita
diabetes kronik untuk menyerap ulang glukosa (Corwin, 2001).
3) Neuropati
Neuropati terjadi akibat adanya kerusakan pada pembuluh darah kecil
yang memberi nutrisi pada perifer dan metabolisme gula yang abnormal (Triplitt,
b. Komplikasi Makrovaskuler
Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi diabetes melitus yang
meliputi pembuluh darah besar. Komplikasi ini lebih sering dirasakan oleh
penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia dan atau
kegemukan. Komplikasi makrovaskuler timbul terutama akibat aterosklerosis dan
ikut berperan dalam menyebabkan gangguan aliran darah, timbulnya penyakit
jangka panjang, dan peningkatan mortalitas (Corwin, 2001). Komplikasi
makrovaskuler ini meliputi penyakit pembuluh darah, gagal jantung, jantung
koroner, infark miokard, dan kematian mendadak (Triplitt, 2005).
B. Ischemic Heart Disease (IHD) 1. Definisi, Tanda dan Gejala
Ischemic heart disease (IHD) atau yang sering juga disebut coronary
artery disease (CAD) adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh penyempitan
atau penghambatan pembuluh arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung
(Cavallari, 2008). Sumbatan tersebut mengakibatkan ketidakseimbangan antara
masukan dan kebutuhan oksigen otot jantung yang dapat mengakibatkan
kerusakan pada daerah yang terkena sehingga fungsinya terganggu (Kustiyanto,
2009).
Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen
juga meningkat. Jika kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat,
maka arteri-arteri koroner berdilatasi dan mengalirkan banyak darah dan oksigen
menyempit akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon
kebutuhan oksigen, maka akan terjadi iskemia (Corwin, 2001).
Kedua tipe diabetes, yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2 memiliki resiko yang
sama dalam terjadinya komplikasi Ischemic Heart Disease (Grundy, 1999).
Iskemia ini terjadi karena aterosklerosis pada arteri koroner yang umum terjadi
pada pasien diabetes, baik tipe 1 maupun tipe 2 diabetes, namun iskemia yang
terjadi pada pasien diabetes sering tidak dirasakan oleh pasien, karena pasien
diabetes memiliki saraf yang kurang peka terhadap rasa nyeri yang timbul karena
iskemia (Grundy, 1999).
Angina pektoris merupakan manifestasi klinik yang sering dijumpai pada
IHD ini, biasanya dirasakan sebagai remasan, tekanan, rasa berat, rasa
mengencang, atau rasa nyeri di seluruh dada, terutama di belakang tulang dada.
Rasa nyeri ini sering menjalar ke bagian leher, rahang, lengan, bahu, atau bahkan
gigi (Anonim, 2009a).
2. Etiologi
Angina pektoris yang merupakan manifestasi klinik yang sering terjadi
pada IHD dibagi menjadi angina stabil, angina prinzmetal dan angina tidak stabil.
Pada angina stabil, gejala hanya dirasakan saat aktivitas dan segera berkurang
dengan istirahat, sedangkan pada angina tidak stabil, gejala muncul secara
tiba-tiba baik saat aktivitas ringan maupun saat istirahat (Davey, 2006).
3. Faktor Risiko
Faktor risiko dari ischemic heart disease adalah
Diabetes melitus sudah sejak lama dikenal sebagai faktor risiko
independen yang dapat menyebabkan berbagai macam kelainan kardiovaskular.
Diabetes dapat mempengaruhi otot jantung secara independen melalui keterlibatan
aterosklerosis dini arteri koroner yang menyebabkan penyakit jantung iskemik
(Grundy, 1999)
b. hiperlipoproteinemia
Semakin banyak lipoprotein yang beredar dalam darah, akan semakin
besar kemungkinan bagi mereka untuk memasuki dinding arteri. Bila dalam
jumlah besar maka akan melampaui kemampuan sel otot polos untuk
memetabolismenya sehingga lemak akan terakumulasi pada dinding arteri
(Kustiyanto, 2009)
c. hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko yang paling penting dalam penyakit
kardiovaskular. Hipertensi memperparah terjadinya aterosklerosis. Tekanan darah
yang tidak terkontrol, akan memperparah kondisi aterosklerosis pasien yaitu
dengan cara menyebabkan perlukaan secara mekanis pada sel endotel di tempat
yang mengalami tekanan tinggi (Braverman, 2009)
d. obesitas
Obesitas dapat menyebabkan aterosklerosis, hipertensi, hiperlipidemia dan
diabetes tipe 2, dan berbagai kondisi lainnya
e. merokok
Nikotin mempunyai efek langsung terhadap arteri koronaria dan platelet
oksigen, dan juga meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium (Kustiyanto,
2009).
Tabel III Faktor Risiko Mayor pada Ischemic Heart Disease
(Cavallari, 2008)
4. Patofisiologi
Aterosklerosis dimulai dengan adanya kerusakan pada sel endotel
pembuluh darah. Kerusakan pada endotelium tersebut membuat lemak, kolesterol,
platelet, sampah produk selular, kalsium dan berbagai substansi lainnya terdeposit
pada dinding pembuluh darah. Penumpukan tersebut menyebabkan luka pada
pembuluh darah atau terjadi peradangan pada pembuluh darah. Kemudian tubuh
akan mengeluarkan peptida-peptida vasoaktif, makrofag dan trombosit yang
digunakan untuk pembekuan darah, dan menyebabkan perubahan bentuk
permukaan pembuluh darah menjadi menonjol dan permukaannya menjadi kasar
(lapisan parut), yang mempersempit rongga pembuluh darah.
Pada pasien diabetes melitus terjadi peningkatan aktivitas enzim aldosa
reduktase yang diperlukan untuk mengubah glukosa yang tinggi menjadi sorbitol.
Peningkatan aktivitas aldosa reduktase menyebabkan peningkatan konversi Modifiable (dapat diubah) Non-modifiable (tidak dapat
diubah)
Kebiasaan merokok Umur 45 tahun atau lebih untuk laki-laki, dan umur 55 tahun atau lebih untuk wanita
Dislipidemia
a. LDL dan kolesterol total yang tinggi b. HDL yang rendah
Diabetes Melitus Sejarah keluarga yang mengalami
penyakit jantung Hipertensi
Tidak pernah berolah raga/tidak pernah melakukan kegiatan fisik
NADPH yang tereduksi menjadi bentuk teroksidasi yaitu NADP. Pemakaian
NADPH akan berakibat menurunnya produksi nitrat oksida (NO) dan antioksidan.
Nitrat oksida berfungsi untuk relaksasi otot polos pembuluh darah dan
penghambat aktivitas platelet, sehingga jika produksi NO menurun maka dapat
menyebabkan terjadinya kekakuan pada otot polos pembuluh darah, dan dapat
menyebabkan terjadinya agregasi platelet. Menurunnya produksi antioksidan
menyebabkan radikal bebas yang seharusnya didetoksifikasi oleh antioksidan
berinteraksi dengan NO menjadi peroksinitrit yang dapat merusak sel endotel
pembuluh darah sehingga membuat LDL yang teroksidasi dapat dengan mudah
menempel pada pembuluh darah, yang menyebabkan aterosklerosis (Necel, 2009).
Penimbunan plak-plak aterosklerosis yang dikarenakan kadar gula darah
yang tidak terkontrol semakin lama akan semakin besar, sehingga terjadi
penyempitan pada arteri koroner yang merupakan pembuluh nadi yang
mengandung oksigen dalam kadar tinggi. Hal ini menyebabkan peningkatan
sirkulasi darah sebanyak 2-3 kali lipat akibat olahraga tidak dapat dipenuhi.
Keadaan ini disebut iskemia dan manifestasinya dapat berupa angina atau nyeri
pada dada akibat kerja jantung yang meningkat (Kustiyanto, 2009). Pada pasien
IHD peningkatan tekanan darah sering terjadi, hal ini karena penyempitan
pembuluh darah yang mengakibatkan darah yang seharusnya bisa mengalir
terhambat oleh adanya aterosklerosis, oleh karenanya jantung akan memompa
darah lebih keras, dan hal tersebut menyebabkan kenaikan tekanan darah.
Berdasarkan penelitian, semakin tinggi usia pasien maka semakin besar
Tabel IV Derajat Angina Menurut Canadian Cardiovascular Society
(Kasper, dkk., 2005)
Derajat Definisi
Derajat 1 Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan angina, seperti berjalan. Angina terjadi bila mempercepat atau memperpanjang aktivitas.
Derajat 2 Angina terjadi saat berjalan atau naik tangga deengan cepat, berjalan menanjak, berjalan atau naik tangga setelah makn, saat dingin, angin, atau dibawah tekanan emosional, atau beberapa jam setelah bangun.
Derajat 3 Ditandai dengan adanya pembatasan aktivitas fisik. Angina terjadi bila berjalan atau naik satu anak tangga pada langkah normal.
Derajat 4 Ketidakmampuan untuk melanjutkan aktivitas fisik. Gejala angina dapat pula muncul pada saat istirahat
5. Diagnosis
Elektrokardiogram (EKG) adalah pencatatan aktivitas elektrik otot
jantung, dan dapat mendeteksi otot jantung yang memerlukan oksigen.
Elektrokardiogram (EKG) istirahat berguna untuk menunjukkan
perubahan-perubahan yang ditimbulkan oleh serangan jantung (Anonim, 2009a).
Elektrokardiogram EKG ini menunjukkan terjadinya elevasi atau depresi segmen
ST pada pasien IHD (Triplitt, 2005). Selain itu, pada pasien IHD biasanya
memperlihatkan peningkatan total kolesterol LDL dan penurunan kolesterol HDL,
tekanan darah yang tinggi serta kadar glukosa yang meningkat (Cavallari, 2008).
C. Penatalaksanaan 1. Tujuan
Diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat dari ischemic heart disease
sangat penting untuk mencegah komplikasi serius yaitu mencegah terajadinya
penyakit cardiovascular disease atau penyakit jantung koroner seperti infark
miokard, aritmia, dan kerusakan jantung, mencegah gejala penyakit, memperbaiki
kualitas hidup pasien dan mengurangi risiko kematian (Triplitt, 2005).
2. Sasaran Terapi
1)keseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen
2)kadar glukosa darah
3)komplikasi
4)pola hidup (Triplitt, 2005).
3. Strategi Terapi
Strategi terapi pada diabetes melitus dengan komplikasi ischemic heart
disease meliputi terapi non farmakologis dan farmakologis.
a) Non Farmakologis
1) Pengaturan Diet
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik
yaitu
a. karbohidrat sebesar 60-70%,
b. lemak sebesar 20-25%,
Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi
insulin dan memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Dalam salah
satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat mengurangi
kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter status DM),
dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4 bulan
tambahan waktu harapan hidup. Sumber lemak yang dikonsumsi diupayakan yang
berasal dari bahan nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh
dibandingkan asam lemak jenuh (Muchid, 2005).
2) Olah Raga
Olah raga yang harus dilakukan bukan olah raga berat, olah raga ringan
asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan.
Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan, berenang, dan lain
sebagainya. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas
reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa
(Muchid, 2005).
b) Farmakologis
1) Terapi Serangan Akut
Terapi ini digunakan saat terjadi serangan akut yang terjadi karena
kurangnya suplai oksigen untuk jantung. Terapi ini penting dilakukan untuk
mencegah terjadinya kematian mendadak pada pasien.
a. Nitrat
Nitrat menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah, terdapat
diletakkan di bawah lidah (sublingual) biasanya akan menghilangkan gejala
angina dalam waktu 1-3 menit, dan efeknya berlangsung selama 30 menit. Nitrat
long-acting yang dikonsumsi secara rutin bisa segera kehilangan kemampuannya
untuk mengurangi gejala. Oleh karena itu sebagian besar ahli menganjurkan
selang waktu selama 8-12 jam bebas obat untuk mempertahankan efektivitas
jangka panjangnya (Anonim, 2008a).
b. β-blocker
Obat beta bloker mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokard.
Selama melakukan aktivitas, beta bloker membatasi peningkatan denyut jantung
sehingga mengurangi kebutuhan akan oksigen. Obat ini tidak boleh diberikan
kepada penderita bronkhitis atau asma karena nafas mereka bisa menjadi lebih
sesak (Triplitt, 2005).
c. Calcium Channel Blocker
Obat golongan ini bekerja dengan mengurangi masuknya ion kalsium
melalui kanal kalsium ke dalam otot polos, otot jantung, dan saraf. Berkurangnya
kadar kalsium bebas menyebabkan berkurangnya kontraksi otot polos pembuluh
darah (vasodilatasi), konstraksi otot jantung, serta pembentukan dan konduksi
impuls dalam jantung (Triplitt, 2005).
2) Terapi Jangka Panjang
Terapi jangka panjang digunakan untuk mencegah timbulnya komplikasi
yang lebih parah dan mencegah timbulnya serangan angina kembali. Terapi
jangka panjang ini meliputi pencegahan terjadinya trombus dan pengontrolan
terjadinya serangan IHD, yang jika tidak ditangani dapat menyebabkan
komplikasi yang lebih parah (Yacob, 2009).
a. Aspirin
Merupakan obat anti-agregasi platelet yang bekerja dengan menghambat
agregasi platelet. Antiplatelet digunakan untuk mengurangi agregasi platelet pada
aterosklerosis sehingga mengurangi pembentukan trombus pada sirkulasi arteri
yang membuat pembuluh darah semakin sempit (Triplitt, 2005). Penambahan
antiplatelet dapat memperlihatkan penurunan risiko terjadinya penyakit jantung
koroner maupun kematian pada pasien dengan ischemic heart disease (Cavallari,
2008).
b. ACE Inhibitors dan Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Jika tidak terdapat kontraindikasi ACE inhibitors dapat dipertimbangkan
pada pasien ischemic heart disease yang juga mempunyai penyakit diabetes
melitus, riwayat infark miokard atau disfungsi ventrikuler. Angiotensin receptor
blocker bisa digunakan jika pasien tidak tahan dengan efek samping dari ACE
inhibitors, yaitu batuk kronik (Cavallari, 2008).
c. Obat Hipolipidemia
Kontrol lipid terhadap morbiditas dan mortalitas kardiovaskular sangat
penting, karena kadar kolesterol mempengaruhi terjadinya aterosklerosis.
Golongan statin dan asam fibrat dapat digunakan untuk menurunkan kadar
kolesterol. Statin digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol total dan kadar
LDL, sedangkan asam fibrat digunakan untuk menurunkan kadar trigliserida dan
3) Terapi untuk menjaga kadar glukosa darah
a. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Obat Hipoglikemik Oral (OHO) digunakan jika perubahan lifestyle tidak
dapat mengendalikan kadar gula darah pada pasien. Obat Hipoglikemik Oral
(OHO) bekerja melalui beberapa cara untuk menurunkan kadar glukosa darah.
Obat-obatan ini dapat membantu penyandang diabetes melitus untuk
menggunakan insulinnya sendiri dengan lebih baik dan menurunkan pelepasan
glukosa oleh hati. Terdapat beberapa macam OHO untuk mengendalikan glukosa
darah penyandang diabetes. Golongan sulfonilurea dan golongan glinid bekerja
dengan cara memicu produksi insulin, golongan biguanid (metformin) dan
tiazolidindon bekerja dengan meningkatkan kerja insulin, dan golongan
penghambat enzim alfa glukosidase (akarbose) bekerja dengan menghambat
penyerepan karbohidrat dengan menghambat enzim disakarida di usus.
b. Insulin
Terapi insulin digunakan pada pasien diabetes tipe 1 karena sel beta
pankreas tidak dapat memproduksi insulin, dan pada diabetes tipe 2 digunakan
pada pasien yang sudah mengalami defisiensi insulin. Insulin bekerja dengan
membantu transport glukosa dari darah ke dalam sel.Jenis insulin yang biasa
digunakan untuk terapi yakni insulin kerja cepat, insulin kerja pendek, insulin
kerja menengah, insulin kerja panjang dan insulin campuran (Soegondo, 2006).
c. Terapi Kombinasi
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak digunakan adalah
diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut
pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik (Soegondo, dkk.,
2006).
Tabel V Target Penatalaksanaan Diabetes Melitus
(Massing, 2005)
Parameter Kadar Ideal Yang Diharapkan
Kadar Glukosa Darah Puasa 80–120 mg/dl Kadar Glukosa Plasma Puasa 90–130 mg/dl Bedtime blood glucose 100–140 mg/dl Bedtime plasma glucose 110–150 mg/dl
Kadar Insulin <7 %
Kadar HbA1c <7 mg/dl
Kadar Kolesterol HDL >45 mg/dl (pria), >55 mg/dl (wanita) Kadar Trigliserida <200 mg/dl
Tekanan Darah <130/80 mmHg
D. Drug Related Problems (DRPs)
Farmasi klinik didefinisikan sebagai aktivitas yang dilakukan oleh seorang
farmasis dalam usahanya untuk mencapai terapi obat rasional yang aman, tepat,
dan cost effective. Pharmaceutical care (asuhan kefarmasian) bertanggung jawab
untuk memastikan bahwa pasien memperoleh terapi obat rasional dan untuk
memastikan bahwa terapi yang diberikan adalah yang diinginkan oleh pasien
(Muchid, 2005).
Drug Related Problems (DRPs) atau Drug Therapy Problems (DTPs)
didefinisikan sebagai kejadian yang tidak diharapkan dialami pasien selama
proses terapi dengan obat dan secara aktual maupun potensial bersamaan dengan
Dalam pharmaceutical care practice oleh Cipolle (1998) masalah-masalah
dalam kajian DRPs ditunjukkan oleh kemungkinan penyebab DRPs yang
disajikan dalam tabel VI berikut.
Tabel VI Kategori DRPs dan Kemungkinan Penyebabnya Kajian Meliputi
Butuh Tambahan Terapi Obat
1. Kondisi baru membutuhkan obat.
2. Kondisi kronis (butuh terapi lebih lanjut). 3. Kondisi membutuhkan kombinasi obat.
4. Kondisi dengan risiko dan butuh terapi untuk mencegahnya. Tidak Perlu
Obat Terapi
1. Tidak ada indikasi untuk keadaan saat itu. 2. Menelan obat dengan jumlah toksik. 3. Kondisi akibat drug abuse.
4. Lebih baik dengan kondisi non drug.
5. Pemakaian multiple drug padahal cukup dengan single drug terapi. 6. Minum obat untuk mencegah efek samping obat lain yang
seharusnya dapat dihindarkan. Obat Tidak
Tepat
1. Kondisi yang menyebabkan obat menjadi tidak efektif. 2. Alergi obat tertentu.
3. Obat yang diberi bukan yang paling efektif untuk indikasi. 4. Faktor risiko yang kontraindikasi dengan obat.
5. Efektif tetapi bukan yang paling murah. 6. Efektif tetapi bukan yang paling aman.
7. Antibiotika yang diberi resisten terhadap infeksi pasien. 8. Refractory.
9. Kombinasi yang tidak perlu.
Dosis Kurang 1. Dosis yang terlalu rendah untuk memberikan respon. 2. Konsentrasi obat yang diberi di bawah therapeutic range. 3. Obat, dosis, rute atau konversi formulasinya tidak cukup. 4. Pemberian terlalu awal.
5. Dosis dan interval tidak cukup. Adverse Drug
Reaction (ADRs)
1. Diberikan terlalu tinggi kecepatannya. 2. Alergi.
3. Faktor risiko.
4. Interaksi obat-obat/obat-makanan. 5. Hasil laboratorium berubah akibat obat. Dosis
Berlebih
1. Diberikan terlalu tinggi. 2. Kadar serum terlalu tinggi. 3. Dosis terlalu cepat dinaikkan.
4. Akumulasi obat karena penyakit kronis.
5. Obat, dosis, dan rute konversi formula tidak sesuai. 6. Dosis dan interval tidak cukup.
Kepatuhan 1. Tidak menerima obat yang sesuai dengan regimen karena medication error.
2. Tidak taat instruksi.
E. Subyektive data, Obyektive data, Assessment and Plan ( SOAP)
Subyektive data, Obyektive data, Assessment and Plan (SOAP) merupakan
sarana yang telah lama digunakan untuk mengumpulkan informasi dari medical
record. Dengan informasi yang telah terkumpul tersebut dapat membantu untuk
menyelesaikan masalah maupun situasi yang kompleks (Kimble, 2005).
Subyektive data, Obyektive data, Assessment and Plan (SOAP) terdiri dari
1. data subyektif
Data subyektif merupakan informasi yang dapat diketahui dari informasi
yang diberikan oleh pasien, anggota keluarga pasien, atau tenaga medis yang
merawat pasien. Informasi yang dapat dimasukkan dalam data subyektif ini
adalah
a) riwayat terkait gejala yang dirasakan,
b) keluhan atau gejala yang dirasakan pasien,
c) riwayat penyakit,
d) alergi,
e) riwayat pengobatan (Jones, 2003).
2. data obyektif
Data obyektif merupakan informasi yang diketahui berdasarkan hasil
observasi. Informasi yang dapat dimasukkan dalam data obyekif adalah
a) data vital,
b) pemeriksaan fisik,
c) konsentrasi obat dalam serum,
e) hasil tes laboratorium (Jones, 2003).
3. penilaian
Setelah data subyektif dan obyektif terkumpul, maka langkah selanjutnya
adalah menegakkan diagnosa pasien, dan juga dilakukan identifikasi terhadap
drug related problems yang mungkin terjadi pada pengobatan sebelumnya
(Kimble, 2005).
4. rekomendasi
Tahap ini dilakukan dengan memberikan rekomendasi terapi pada pasien
yang mengalami kasus yang teridentifikasi DRPs. Selain itu pembelajaran kepada
pasien mengenai masalah kesehatan dan pengobatan yang dapat dilakukan untuk
mendapatkan tujuan terapi yang maksimal harus diberikan pada pasien (Kimble,
2005).
F. Keterangan Empiris
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran evaluasi drug
related problems pada penatalaksanaan terapi pasien diabetes melitus dengan
komplikasi ischemic heart disease (IHD) di instalasi rawat inap Rumah Sakit
Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti rancangan penelitian deskriptif
evaluatif yang menggunakan data retrospektif di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Data kualitatif yang diperoleh dalam penelitian ini
diambil dengan melakukan penelusuran dokumen terdahulu pada catatan rekam
medik pada pasien diabetes melitus komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD).
Penelitian ini berupa penelitian non-eksperimental karena subyek uji tidak diberi
perlakuan.
Evaluasi dilakukan dengan membandingkan pengobatan pada pasien
diabetes komplikasi ischemic heart disease di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rapih dengan standar medik yang ada.
B. Definisi Operasional
1. Pasien rawat inap merupakan pasien diabetes melitus komplikasi Ischemic
Heart Disease (IHD) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Januari 2008 - Mei 2009.
2. Kategori pasien diabetes melitus adalah pasien yang memiliki kadar gula
darah puasa ≥126mg/dl atau kadar gula darah post prandial (PP) ≥200mg/dl
dan memiliki diabetes melitus pada diagnosa masuk dan diagnosa keluar.
3. Ischemic Heart Disease (IHD) adalah jika hasil EKG pasien menunjukkan
faktor-faktor resiko IHD seperti kolesterol total, low density lipoprotein
(LDL), kadar glukosa darah, dan penurunan high density lipoprotein (HDL).
4. Komplikasi penyerta adalah penyakit yang menyertai DM komplikasi IHD
terkait dengan komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler.
5. Penyakit penyerta adalah penyakit yang menyertai perjalanan penyakit DM
komplikasi IHD tetapi bukan termasuk dalam komplikasi makrovaskuler dan
mikrovaskuler.
6. Lembar medical record merupakan lembar catatan dokter dan perawat yang
berisi tentang data klinik pasien diabetes melitus komplikasi Ischemic Heart
Disease (IHD) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
Periode Januari 2008 - Mei 2009.
7. Profil pasien diabetes melitus komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD)
meliputi umur, diagnosis masuk, diagnosis keluar, diagnosis lain, lama
perawatan dan jenis obat yang digunakan.
8. Profil obat meliputi kelas terapi, golongan obat dan jenis obat untuk pasien
diabetes melitus komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD).
9. Kelas terapi adalah kelompok besar obat yang terdiri dari beberapa golongan
obat yang memiliki sasaran pengobatan sama, contohnya adalah obat-obat
antiangina dan obat-obat hipertensi masuk ke dalam kelas terapi obat
kardiovaskuler.
10.Golongan obat adalah kelompok obat berdasarkan efek terapi dari setiap kelas
terapi yang diberikan untuk pasien, contohnya golongan obat antipiretik,
11.Jenis obat merupakan nama generik obat pada peresepan pasien rawat inap
dalam satu kali periode pengobatan.
12.Drug related problems adalah kejadian yang tidak diinginkan terjadi pada
pasien pasien diabetes melitus komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD).
13.Outcome terapi adalah keadaan pasien dimana pasien setelah menjalani terapi
di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih, dan memiliki hasil EKG
normal.
14.Fokus penentuan drug related problems meliputi membutuhkan obat
tambahan, mendapat obat tanpa indikasi, pemilihan obat kurang tepat, dosis
terlalu rendah, efek samping obat, interaksi obat dan dosis terlalu tinggi.
15.Data yang diperoleh dihitung dengan cara jumlah kasus yang ada dibagi
jumlah pasien (n=18) dikalikan seratus persen. Perhitungan ini digunakan
dalam menghitung persentase umur pasien, komplikasi penyerta, penyakit
penyerta, kelas terapi obat, golongan obat, jenis obat dan outcome terapi.
16.Terapi yang dibahas pada penelitian ini adalah terapi farmakologis.
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian yang masuk kriteria inklusi adalah pasien diabetes
melitus komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD)di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 - Mei 2009. Kriteria inklusi
dalam penelitian ini adalah gula darah puasa ≥ 126 mg/dl atau gula darah 2 jam
post prandial ≥200 mg/dl, memiliki diabetes melitus pada diagnosa masuk dan
D. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah keseluruhan medical
record pasien diabetes melitus komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD) di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 -
Mei 2009.
E. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian pada evaluasi penatalaksanaan terapi pasien diabetes
melitus komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD) dilakukan di Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta yang terletak di Jalan Cik Dik Tiro No. 39 Yogyakarta.
F. Jalannya Penelitian
1. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini dilakukan pembuatan proposal penelitian untuk
mendapatkan ijin penelitian di Rumah Sakit Panti Rapih.
2. Tahap Analisis Situasi
Pada tahap ini digunakan untuk mendapatkan informasi tentang medical
record dari bagian rekam medik Rumah Sakit Panti Rapih, berupa informasi
jumlah pasien, nomor rekam medik dan nama subyek penelitian dalam periode
penelitian. Berdasarkan data yang diperoleh pada periode penelitian yaitu Januari
2008 – Mei 2009 didapatkan 25 pasien diabetes melitus dengan komplikasi
Ischemic Heart Disease (IHD) di Rumah Sakit Panti Rapih.
3. Tahap Pengambilan Data
Tahap ini dilakukan pengambilan data dari bagian rekam medik Rumah
kriteria inklusi digunakan dalam penelitian ini. Pengumpulan data ini meliputi
nomor rekam medik nomor registrasi, jenis kelamin, tanggal pasien masuk dan
keluar, lama pasien menderita DM, diagnosis, lama perawatan, data vital, data
laboratorium, komplikasi yang dialami, serta pengembangan keadaan pasien
selama perawatan.
4. Tahap Pengolahan Data
Pada tahap ini data yang sudah diperoleh pada tahap sebelumnya dicatat
dalam tabel yang berisi mengenai profil pasien yaitu jenis kelamin, umur,
komplikasi penyerta dan penyakit penyerta, profil pengobatan meliputi kelas
terapi, golongan obat, jenis obat, dan dosis obat serta outcome terapi pada pasien,
meliputi lama tinggal pasien dan keadaan pasien saat pasien meninggalkan rumah
sakit.
5. Tahap Penyelesaian Data
Data yang telah diperoleh tersebut kemudian dievaluasi berdasarkan drug
related problems dengan metode SOAP pada masing-masing kasus, dengan
melihat diagnosa, pemeriksaan laboratorium, dan obat yang digunakan pasien.
Berdasarkan data yang sudah diperoleh dilakukan evaluasi mengikuti rancangan
penelitian deskriptif evaluatif yang menggunakan data retrospektif di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tentang apa saja DRP yang
terjadi selama terapi. Data yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan standar
referensi. Literatur yang digunakan untuk menganalisis DRP adalah American
Diabetes Association (ADA) guideline, American Heart Association (AHA)
Pharmacoteraphy; A Pathophysiologic approach; Diabetes Melitus (Triplitt,
2005), Pharmacotherapy Principles and Practice : Ischemic Heart Disease
(Cavallari, 2008), Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI) (Anonim, 2000)
dan MIMS Indonesia 2008/2009 (Anonim, 2009).
G. Analisis Hasil
Data dianalisis untuk memberi dengan gambaran mengenai kondisi pasien
diabetes melitus komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD) yang meliputi
1. data untuk umur pasien dikelompokkan menjadi 6 kelompok yaitu
kelompok umur <40 tahun 40-49 tahun, 50-59 tahun, 60-69 tahun, 70-79
tahun, 80-89 tahun, kemudian dihitung dengan cara menghitung jumlah
pasien yang terdapat dalam range umur tertentu dibagi dengan jumlah
keseluruhan sampel dikalikan 100%.
2. komplikasi lain yang menyertai pasien, dengan cara menghitung jumlah
komplikasi penyerta pada masing-masing pasien dibagi dengan jumlah
keseluruhan sampel dikalikan 100%.
3. penyakit penyerta lain yang menyertai pasien, dengan cara menghitung
jenis penyakit penyerta pada masing-masing pasien dibagi dengan jumlah
keseluruhan sampel dikalikan 100%.
4. persentase kelas terapi pasien DM komplikasi Ischemic Heart Disease
(IHD) dihitung dengan cara menghitung jenis terapi pada masing-masing
pasien dibagi dengan jumlah keseluruhan sampel pasien dikalikan 100%.
5. obat-obat yang digunakan untuk pasien diabetes melitus komplikasi IHD
obat. Pengelompokan ini didasarkan pada Informatorium Obat Nasional
Indonesia (IONI) 2000. Setelah dikelompokkan dihitung berdasarkan
jumlah kasus yang menggunakan obat tersebut dan dihitung persentasenya.
6. persentase jumlah DRP pasien diabetes melitus komplikasi IHD dihitung
dengan cara menghitung jumlah masing-masing kasus DRP dibagi dengan
jumlah keseluruhan sampel pasien kemudian dikalikan 100%.
7. evaluasi kerasionalan terapi berdasarkan DRP dengan metode SOAP
secara per kasus
a) menentukan subyek,
b) menentukan obyek,
c) menentukan assessment
d) menentukan rekomendasi.
H. Kesulitan Penelitian
Kesulitan yang dialami selama pengambilan data di unit rekam medik
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta adalah waktu pengambilan data yang relatif
sedikit, yaitu sekitar 3 jam/ hari, dan pengambilan data tidak dilakukan setiap hari
karena pengambilan data dilakukan pada saat kegiatan perkuliahan masih aktif.
Masalah tersebut dapat sedikit diatasi dengan menyiapkan lembar khusus yang
berisi tabel yang sudah berisi tentang data apa saja yang akan diambil, sehingga
mempercepat proses penyalinan data. Kesulitan kedua adalah kesulitan
mendapatkan dokumen rekam medik, kerena seringkali sedang digunakan untuk
pelayanan rumah sakit. Penyelesaian masalah ini adalah dengan mendaftarkan
sulitnya membaca beberapa tulisan yang ada dalam rekam medik. Usaha yang
dilakukan untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan menanyakan kepada
Penelitian mengenai Evaluasi Penatalaksanaan Terapi pada Pasien
Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009
dilakukan dengan menelusuri data pasien yang terdiagnosa DM komplikasi IHD
pada diagnosa masuk dan atau diagnosa keluar. Berdasarkan data yang diperoleh
dari Instalasi Rekam Medik, diperoleh 25 kasus pasien DM komplikasi IHD, dan
18 kasus yang masuk kriteria inklusi. Langkah selanjutnya adalah mencatat semua
data pasien yang dibutuhkan yang tercantum dalam lembar rekam medis.
A. Profil Pasien pada Kasus Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih 1. Persentase pasien berdasarkan umur
Umur merupakan salah satu faktor risiko terjadinya DM komplikasi IHD.
Pada umumnya semakin bertambahnya umur makin besar risiko seseorang untuk
mengalami kondisi tidak sehat. Menurut Cavallari (2008), faktor risiko terjadinya
diabetes melitus komplikasi IHD adalah umur diatas 55 tahun, hal ini karena
semakin bertambahnya umur, maka dalam tubuh terjadi penimbunan atau
akumulasi lemak, sehingga menimbulkan penumpukan lemak dan kolesterol di
dalam pembuluh darah. Terjadinya penimbunan lemak tersebut menyebabkan
aterosklerosis dan membuat arteri koronaria menjadi lebih sempit, sehingga suplai
Dari data yang didapatkan, diabetes melitus komplikasi ischemic heart
disease paling banyak ditemukan pada pasien dengan umur 60 sampai 69 tahun,
yaitu sebanyak 33%. Hasil ini sesuai dengan referensi yang menyatakan bahwa
risiko terbanyak terjadi pada pasien dengan umur lebih dari 55 tahun. Namun
terdapat pula pasien dengan DM komplikasi IHD yang berumur kurang dari 55
tahun, hal tersebut kemungkinan disebabkan karena perubahan gaya hidup yang
tidak sehat yang dilakukan pasien dari waktu ke waktu, sehingga menyebabkan
diabetes melitus komplikasi ischemic heart disease banyak terjadi pada pasien
dengan umur dibawah 55 tahun.
2. Persentase pasien berdasarkan komplikasi penyerta
Dalam penelitian ini, dislipidemia dan hipertensi adalah komplikasi
penyerta yang paling banyak dijumpai pada pasien dengan diabetes melitus
komplikasi ischemic heart disease. Dislipidemia pada kasus DM komplikasi IHD
sebesar 33%, dan hipertensi sebesar 28%.
Diabetes melitus komplikasi IHD sangat erat hubungannya dengan
terjadinya dislipidemia, karena dislipidemia dapat memperparah kondisi pasien.
5% 5.%
27%
33% 16%
11% <40 40-49 50-59 60-69 70-79 80-89
Gambar 2. Distribusi Pasien Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic Heart Disease Berdasarkan Kelompok Umur di Instalasi Rumah Sakit Panti