• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evalusi penatalaksanaan terapi pasien diabetes melitus komplikasi Ischemic Heart Diasease di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2008-Mei 2009 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evalusi penatalaksanaan terapi pasien diabetes melitus komplikasi Ischemic Heart Diasease di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2008-Mei 2009 - USD Repository"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

PERIODE JANUARI 2008-MEI 2009

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Maria Laksmi Parahita

NIM : 068114027

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

PERIODE JANUARI 2008-MEI 2009

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Maria Laksmi Parahita

NIM : 068114027

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

Semua p

r

K

pasti inda

rencana y

Kuper

ya

h tepat pa

yang dasya

rsemba

ang te

ada waktu

at untuk m

ahkan k

ercinta

unya, kare

masing-ma

karya

ta Bap

ena Tuhan

asing uma

ini un

pak dan

Al

n selalu pu

atnya.

ntuk :

n

Ibu-adik

lmamate

unya

-ku

kku

(6)
(7)

yang berjudul : “Evaluasi Penatalaksanaan Terapi Pasien Diabetes Melitus

Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti

Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009”. Skripsi ini disusun guna

memenuhi persyaratan dalam penyelesaian jenjang studi untuk meraih gelar

Sarjana Farmasi di Universitas sanata Dharma Yogyakarta.

Keberhasilan penelitian ini tidak lepas dari bantuan dan perhatian

orang-orang di sekitar penulis. Untuk itu tidak lupa penullis mengucapkan terimakasih

sedalam-dalamnya kepada :

1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta dan dosen penguji yang telah banyak

membantu dan memberi dukungan yang sangat berarti dalam proses

penyusunan skripsi ini.

2. Ibu dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes. selaku dosen pembimbing yang

telah bersedia membimbing, memberi dukungan, semangat, gagasan dan

kritik yang sangat berarti bagi penulis dalam menyelesaikan penelitian

ini.

3. Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. selaku penguji yang telah

banyak membantu dan memberi dukungan yang sangat berarti bagi

(8)

Yogyakarta atas segala bantuan dan dukungannya.

6. Kepala dan Staf Bagian Pelayanan Rekam Medik Rumah Sakit Panti

Rapih Yogyakarta yang telah banyak membantu penulis dalam

mengumpulkan data untuk penelitian ini.

7. Bapak Ignasius Suwarto dan Ibu Fransiska A Sudjarwati atas cinta dan

kasih sayangnya serta perjuangannya yang sepenuh hati.

8. Saudara laki-lakiku Dominiko Laksma Paramestha yang selalu mau

membantu penulis dalam segala hal.

9. Seluruh keluarga besarku atas doanya.

10.Saudara yang sekaligus partnerku dalam pembuatan skripsi, Anastasia

Aprilistyawati atas segala bantuannya mendengarkan keluh kesah, dan

kerjasamanya dalam penyelesaian skripsi ini.

11. Gayatri Kusuma Wardani, Dewi Prasetyaningrum, Maria Evangeli dan

Swastika Maharani yang selalu memberi semangat dan menemani dalam

proses penting ini.

12.Sahabat-sahabatku Lulu, Dotie, Vica, Nimoo, Nee, Dissa, Shinta Sita,

Adit, Reno, Robi kebersamaan, semangat dan dukungannya yang hebat.

13.Seluruh teman-teman Farmasi khususnya angkatan 2006 kelas A, atas

(9)

penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala ketidaksempurnaan

tersebut, dan dengan lapang dada penulis akan menerima kritik, koreksi, dan

saran dalam berbagai bentuk dari pihak lain guna menjadikan skripsi ini lebih

baik.

Pada akhirnya, penulis berharap semoga keseluruhan isi skripsi ini dapat

berguna bagi semua pihak yang membutuhkan.

Yogyakarta, 16 Januari 2010

(10)

Disease (IHD) adalah salah satu komplikasi makrovaskular yang biasa terjadi pada pasien DM. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penatalaksanaan terapi pada pasien DM komplikasi IHD.

Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti rancangan penelitian deskriptif evaluatif yang menggunakan data retrospektif di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.

Dari penelitian yang dilakukan didapatkan jumlah pasien dengan umur 60-69 tahun sebanyak 33,3%. Komplikasi penyerta terbanyak adalah dislipidemia (33,3%). Penyakit penyerta yang banyak dialami pasien adalah radices dentist (27,7%). Kelas terapi yang paling banyak digunakan adalah obat hormonal (100%), obat kardiovaskuler (94,4%). Golongan obat yang paling banyak digunakan adalah golongan nitrat (77,7%) dan biguanida (66,6%). Dari hasil evaluasi Drug Related Problems (DRPs), terdapat 13 kasus dengan DRPs, yaitu sebanyak 11 kasus butuh tambahan obat, Adverse drug reaction sebanyak 2 kasus, obat tidak tepat sebanyak 2 kasus dan tidak perlu obat terapi sebanyak 2 kasus. Keadaan pasien pulang adalah membaik sebanyak 88,8%, dan lama inap pasien diabetes melitus komplikasi IHD yang paling banyak adalah 8-14 hari (66,6%).

(11)

The research was non experimental method with description and evaluation research program and collected the data from medical record sheet retrospectively.

The research was done to evaluate the therapy management and its drug related problems (DRPs) in 18 diabetes mellitus with ischemic heart disease complication patient. The result showed that patien distribution was 33,3% of 60-69 years, complication other than ischemic heart disease was dislipidemia (33,3%), and another disease is radices dentist (27,7%).

The drug therapy classes of the diabetes mellitus with ischemic heart disease patient were cardiovascular system 94,4%; nitrat 77,7%; and hormonal therapy 100%; biguanida 66,6%.

The DRPs evaluation in this research showed that 11 patients need for additional drug therapy, 2 patients adverse drug reaction 2 patients unneccesary therapy, and 2 patients wrong drug.

(12)

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PRAKATA ... vi

INTISARI ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB. I PENGANTAR ... 1

(13)

3. Faktor Resiko ...

4. Patofisiologi ...

5. Diagnosis ...

6. Komplikasi Diabetes Melitus ...

B. Ischemic Heart Disease ...

1. Definisi, Tanda, dan Gejala ...

2. Etiologi ...

3. Faktor Resiko ...

4. Patofisiologi ...

5. Diagnosis ...

C. Penatalaksanaan ...

1. Tujuan ...

2. Sasaran Terapi ...

3. Strategi Terapi ...

D. Drug Related Problem (DRPs) ...

E. Subyektive data, Obyektive data, Assessment and Plan (SOAP) ...

F. Keterangan Empiris ... 9

10

12

14

15

15

16

16

18

20

21

21

21

21

26

28

29

BAB. III METODOLOGI PENELITIAN ... 30

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...

B. Definisi Operasional ... 30

(14)

F. Jalannya Penelitian ...

G. Analisis Hasil ...

H. Kesulitan Penelitian ... 33

35

36

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Profil Pasien ...

1. Persentase Umur ...

2. Persentase Komplikasi Penyerta ...

3. Persentase Penyakit Penyerta ...

B. Profil Penggunaan Obat ...

1. Kelas Terapi ...

2. Golongan Obat ...

C. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) ...

D. Outcome Terapi ...

E. Rangkuman Pembahasan ... 38

38

39

41

43

43

44

55

62

64

BAB. V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

A. Kesimpulan ...

B. Saran ... 67

68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

LAMPIRAN ... 73

(15)

Tabel III Faktor Resiko Mayor pada Ischemic Heart Disease ... 18

Tabel IV Derajat Angina Menurut Canadian Cardiovascular

Society ... 20

Tabel V Target Penatalaksanaan Diabetes Melitus ... 26

Tabel VI Kategori DRP dan Kemungkinan Penyebabnya ... 27

Tabel VII Persentase Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi

Ischemic Heart Disease dengan Penyakit Penyerta di

Instalasi rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

Periode Januari 2008 – Mei 2009 ... 41

Tabel VIII Persentase Penggunaan Obat Kardiovaskular pada Pasien

Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ischemic Heart

Disease di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009 ... 45

Tabel IX Persentase Penggunaan Obat yang Mempengaruhi Sistem

Hormon pada Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi

Ischemic Heart Disease di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit

Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei

2009 ... 47

Tabel X Persentase Penggunaan Obat Infeksi pada Pasien Diabetes

(16)

Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ischemic Heart

Disease di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009 ... 50

Tabel XII Persentase Penggunaan Obat Analgesik pada Pasien

Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ischemic Heart

Disease di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009 ... 51

Tabel XIII Persentase Penggunaan Obat Nutrisi pada Pasien Diabetes

Melitus dengan Komplikasi Ischemic Heart Disease di

Instalasi rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

Periode Januari 2008 – Mei 2009 ... 52

Tabel XIV Persentase Penggunaan Obat Susunan Saraf Pusat pada

Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ischemic Heart

Disease di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009 ... 53

Tabel XV Persentase Penggunaan Obat Saluran Cerna pada Pasien

Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ischemic Heart

Disease di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009 ... 53

(17)

Tabel XVII Persentase DRP yang teridentifikasi pada Pasien Diabetes

Melitus dengan Komplikasi Ischemic Heart Disease di

Instalasi rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

Periode Januari 2008 – Mei 2009 ... 56

Tabel XVIII Kasus Butuh Tambahan Obat yang Teridentifikasi pada

Pasien Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic Heart

Disease di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009 ... 57

Tabel XIX Kasus Adverse drug reaction yang Teridentifikasi pada

Pasien Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic Heart

Disease di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009 ... 59

Tabel XX Kasus Tidak Perlu Obat Terapi yang Teridentifikasi pada

Pasien Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic Heart

Disease di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009 ... 60

Tabel XXI Kasus Obat Tidak Tepat yang Teridentifikasi pada Pasien

Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic Heart Disease di

Instalasi rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

(18)

PR, QRS, dan QT ... 20

Gambar 2 Distribusi Pasien Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic

Heart Disease Berdasarkan Kelompok Umur di Instalasi

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari

2008 – Mei 2009... 39

Gambar 3 Distribusi Pasien Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic

Heart Disease Berdasarkan Komplikasi Penyerta di

Instalasi Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode

Januari 2008 – Mei 2009... 40

Gambar 4 Diagram Kelas Terapi Obat yang Digunakan pada Pasien

Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic Heart di Instalasi

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari

2008 – Mei 2009... 43

Gambar 5 Persentase Outcome Pasien Diabetes Melitus Komplikasi

Ischemic Heart Disease di Instalasi Rumah Sakit Panti

Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009 ... 63

Gambar 6 Persentase Lama Inap Pasien Diabetes Melitus Komplikasi

Ischemic Heart Disease di Instalasi Rumah Sakit Panti

(19)

Ischemic Heart Disease di Rumah Sakit Panti Rapih

(20)

Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik,

yang membuat penderita DM tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang

cukup atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin secara efektif sehingga

terjadi kelebihan gula dalam darah. Apabila kadar glukosa darah tidak bisa

dikendalikan, penyakit ini menimbulkan komplikasi yang berakibat fatal, baik

komplikasi akut maupun kronis. Di negara berkembang seperti di Indonesia,

diabetes melitus sampai saat ini masih merupakan faktor yang terkait sebagai

penyebab kematian sebanyak 4 - 5 kali lebih besar dibandingkan dengan penyakit

lainnya. Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam

jumlah penderita Diabetes Melitus di dunia (Soegondo, 2006).  WHO juga

mengestimasi bahwa pada tahun 2000 terdapat 5,6 juta masyarakat Indonesia yang

menderita diabetes, tetapi pada kenyataannya terdapat 8,2 juta penduduk

Indonesia yang menderita diabetes.

Diabetes melitus adalah penyakit yang diderita seumur hidup yang

berjalan lambat, dan menyebabkan progresivitas penyakit semakin meningkat,

yang pada akhirnya dapat menimbulkan komplikasi, baik komplikasi

makovaskular maupun komplikasi mikrovaskular, bahkan saat ini diabetes melitus

dianggap setara dengan penyakit jantung, yang menyebabkan kematian terbanyak

(21)

Ischemic Heart Disease (IHD) adalah salah satu komplikasi

makrovaskular yang sering terjadi pada pasien DM, yang terjadi karena

penyempitan pembuluh darah arteri koroner yang terdapat di jantung, yang

menyebabkan suplai darah menuju jantung menjadi terhambat. Menurut National

Institute of Health, IHD merupakan salah satu penyebab kematian pada pasien

diabetes yaitu sebesar 65%. Pasien diabetes memiliki risiko kematian 2 sampai 4

kali lipat lebih besar karena kelainan jantung dibandingkan pasien tanpa diabetes.

(Ronald, 2008).

Diabetes komplikasi IHD yang terlambat dalam penanganannya dapat

menyebabkan kematian yang mendadak pada pasien, sehingga IHD sering disebut

dengan silent killer. Penatalaksanaan pasien diabetes dengan komplikasi IHD

bertujuan untuk mencegah timbulnya komplikasi yang lebih parah, seperti infark

miokard, penyakit jantung koroner dan gagal jantung, serta mencegah timbulnya

serangan kembali yang menyebabkan kondisi pasien lebih buruk.

Oleh karenanya penggunaan obat pada pasien DM dengan komplikasi IHD

harus sangat diperhatikan. Pemilihan obat harus mempertimbangkan tingkat

keparahan diabetes, serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk

penyakit lain dan komplikasi yang terjadi (Muchid, 2005). Penatalaksanaan

diabetes dengan terapi obat dapat menimbulkan masalah-masalah terkait obat

yang dialami pasien. Aktivitas untuk meminimalkannya merupakan bagian dari

proses pelayanan kefarmasian.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang

(22)

pasien, dan melihat ada tidaknya drug related problems (DRPs) pada pasien

diabetes melitus dengan komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD) di Instalasi

Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari 2008 sampai dengan Mei

2009, dan mengevaluasi terapi serta melihat hasil terapinya pada pasien.

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Panti Rapih (RSPR) karena

terdapat banyak pasien diabetes komplikasi IHD. Selain itu, RSPR adalah salah

satu rumah sakit besar yang memiliki pelayanan rawat inap yang dapat

memberikan terapi kepada pasien diabetes melitus komplikasi IHD. Pemilihan

pasien rawat inap karena terapi pada pasien rawat inap lebih terkontrol dan relatif

lebih mudah dalam pengamatan yang menggambarkan kemajuan terapi.

1. Permasalahan

a. Bagaimana profil pasien meliputi umur, komplikasi, dan penyakit

penyerta pasien diabetes melitus dengan komplikasi Ischemic Heart

Disease (IHD) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008 - Mei 2009?

b. Bagaimana profil pengobatan meliputi kelas terapi, golongan obat, dan

jenis obat yang diberikan pada pasien diabetes melitus dengan

komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD) Instalasi Rawat Inap Rumah

Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 - Mei 2009?

c. Apa sajakah jenis kasus drug related problems yang teridentifikasi

pada pasien diabetes melitus dengan komplikasi Ischemic Heart

Disease (IHD) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

(23)

d. Bagaimana outcome terapi pasien diabetes melitus dengan komplikasi

Ischemic Heart Disease (IHD) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008-Mei 2009?

2. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan data yang ditelusuri di Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma, penelitian berjudul “Evaluasi Penatalaksanaan Terapi

Pasien Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD) di Instalasi

Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2008 – Mei

2009” belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang serupa sudah banyak

diteliti oleh peneliti lain, namun penelitian ini berbeda dalam hal, subyek dan

waktu penelitian. Penelitian yang telah dilakukan antara lain

a. Nadeak (2000) tentang pola penggunaan antidiabetika oral bagi pasien

diabetes melitus rawat jalan di RS Betesdha Yogyakarta periode 1998

b. Triastuti (2004) tentang gambaran peresepan obat pada pasien diabetes melitus

tipe 2 di instalasi rawat inap RS dr. Sardjito Yogyakarta periode 2001-2002

c. Utomo (2005) tentang gambaran penatalaksanaan diabetes melitus pada pasien

rawat inap rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta periode bulan Juli-Desember

2003

d. Fransisca (2007) tentang evaluasi penatalaksanaan terapi pasien diabetes

melitus dengan komplikasi stroke di instalasi rawat inap RS Panti Rapih

(24)

e. Larasati (2008) tentang evaluasi drug related problems pada peresepan pasien

diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi Ischemic Heart Disease di instalasi

rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2005-Desember 2007.

3. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada RS Panti

Rapih Yogyakarta dalam penerapan pelayanan kefarmasian khususnya pada upaya

peningkatan kualitas peresepan pada terapi pengobatan pasien diabetes melitus

dengan komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD).

B. Tujuan 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan mengevaluasi drug related

problems (DRPs) pada peresepan pasien diabetes melitus dengan komplikasi

Ischemic Heart Disease (IHD) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008-Mei 2009.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui profil pasien meliputi umur, komplikasi, dan penyakit

penyerta pasien diabetes melitus dengan komplikasi Ischemic Heart

Disease (IHD) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008 - Mei 2009.

b. Mengetahui profil pengobatan meliputi kelas terapi, golongan obat,

dan jenis obat yang diberikan pada pasien diabetes melitus dengan

(25)

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 - Mei

2009.

c. Mengetahui apa saja jenis kasus drug related problems yang

teridentifikasi pada pasien diabetes melitus dengan komplikasi

Ischemic Heart Disease (IHD) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 - Mei 2009.

d. Mengetahui outcome terapi pasien diabetes melitus dengan komplikasi

Ischemic Heart Disease (IHD) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

(26)

1. Definisi, Tanda dan Gejala

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan

metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar

gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein

sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin (WHO,1999). Insulin adalah hormon

yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggungjawab dalam mempertahankan

kadar gula darah yang normal. Insulin dibutuhkan untuk memproses karbohidrat,

lemak, dan protein menjadi energi yang diperlukan tubuh manusia. Insulin

memasukkan gula ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan

sebagai cadangan energi (Soegondo, 2006). Insufisiensi fungsi insulin ini dapat

disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta

Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel

tubuh terhadap insulin (WHO,1999).

Secara normal kadar gula darah sepanjang hari bervariasi. Gula darah akan

meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Diabetes

melitus ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa darah atau

hiperglikemik kronik karena ganggguan metabolisme lemak, karbohidrat, dan

protein serta meningkatnya risiko terkena penyakit vaskular.

Gejala-gejala dari diabetes melitus adalah banyak makan atau polipagi,

(27)

sering minum atau polidipsi, namun badan tetap terasa lemas, banyak kencing

atau poliuria, kadar gula darah diatas normal, yaitu lebih dari 140 mg/dl untuk

gula darah 2 jam post prandial dan 100 mg/dl untuk gula darah puasa, pada dua

kali pemeriksaan terpisah pada kadar glukosa darah puasa (Corwin, 2001).

Penderita diabetes yang gula darahnya kurang terkontrol lebih peka terhadap

infeksi (Soegondo, 2006).

2. Etiologi

Klasifikasi DM dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu DM tipe 1, DM tipe

2, dan diabetes gestasional.

a. Diabetes Melitus tipe 1

Diabetes melitus tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin, pada

awalnya diagnosa biasa dilakukan pada anak-anak, remaja atau dewasa muda.

Pada diabetes ini, sel beta pankreas tidak dapat membuat insulin. Diabetes tipe 1

biasanya dijumpai pada orang yang tidak gemuk, berusia kurang dari 30 tahun

(Anonim, 2009).

b. Diabetes Melitus tipe 2

Diabetes melitus ini tipe yang tidak tergantung pada insulin. Diabetes

melitus ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar

insulin dapat normal, rendah atau bahkan bahkan meningkat tetapi fungsi insulin

untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang (Anonim, 2003).

c. Diabetes Gestasional

Diabetes ini terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap

(28)

nondiabetes setelah kehamilan berakhir. Namun, risiko mengalami diabetes tipe 2

pada waktu mendatang lebih besar daripada normal. Wanita yang mengidap

diabetes gestasional mungkin sudah memiliki gangguan subklinis pengontrolan

glukosa bahkan sebelum diabetesnya muncul (Corwin, 2001).

Diabetes gestasional dapat menimbulkan efek negatif pada kehamilan

dengan meningkatkan risiko malformasi congenital, lahir mati dan bayi bertubuh

besar, yang dapat menimbulkan masalah pada persalinan (Corwin, 2001).

3. Faktor Risiko

Faktor risiko diabetes melitus adalah :

a. faktor risiko yang tidak dapat diubah adalah ras, etnik, riwayat keluarga

dengan diabetes,usia >45 tahun, riwayat melahirkan bayi dengan berat

badan lahir lebih dari 4 kg, riwayat pernah menderita DM Gestasional,

riwayat berat badan lahir rendah <2,5 kg

b. faktor risiko yang dapat diperbaiki adalah berat badan lebih dapat dilihat

dari indeks massa tubuh > 23kg/m2, kurang aktivitas fisik, hipertensi

dengan tekanan darah >140/90 mmHg, dislipidemia dengan kadar HDL

<35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl, diet tinggi gula rendah serat

c. faktor risiko lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita

sindrom ovarium polikistik, atau keadaan klinis lain yang terkait dengan

resistensi insulin, sindrom metabolik, riwayat toleransi glukosa terganggu

atau glukosa darah puasa terganggu, riwayat penyakit kardiovaskular

seperti stroke, penyempitan pembuluh darah koroner jantung, pembuluh

(29)

Tabel I Faktor Risiko Untuk Diabetes Tipe 2

(Muchid, 2005)

Riwayat Diabetes dalam keluarga Diabetes Gestasional

Melahirkan bayi dengan berat badan >4 kg Kista ovarium (Polycystic ovary syndrome)

IFG (Impaired fasting Glucose) atau IGT (Impaired glucose tolerance)

Umur 20-59 tahun : 8,7%

> 65 tahun : 18%

Hipertensi >140/90mmHg Hiperlipidemia Kadar HDL rendah <35mg/dl

Kadar lipid darah tinggi >250mg/dl Faktor-faktor Lain Kurang olah raga

Pola makan rendah serat

4. Patofisiologi

Diabetes melitus adalah penyakit dimana tubuh tidak dapat memproduksi

atau tidak dapat menggunakan dengan baik insulin. Insulin adalah hormon yang

diproduksi di pankreas, organ yang letaknya dekat dengan perut. Insulin ini

dibutuhkan untuk mengubah gula dan makanan yang lain menjadi energi. Insulin

juga menyimpan asupan glukosa atau produksi glukosa yang melebihi kebutuhan

kalori akan disimpan sebagai glikogen dalam sel-sel hati dan sel-sel otot. Proses

glukoneogenesis ini mencegah hiperglikemia. Ketika seseorang memiliki

diabetes, tubuhnya tidak dapat membuat cukup insulin atau tidak menggunakan

insulin seperti yang seharusnya atau keduanya. Hal ini dikarenakan banyaknya

gula yang ada di dalam darah.

Dalam keadaan normal, setelah makan kadar gula darah akan meningkat,

hal ini akan merangsang pengeluaran hormon insulin. Insulin akan terikat dengan

reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan

(30)

dalam sel. Insulin ini bertugas menurunkan kadar gula darah yang sempat naik

karena makan.

Diabetes tipe 2 terjadi karena resistensi insulin, yaitu kondisi di mana

sensitivitas insulin menurun. Sensitivitas insulin adalah kemampuan dari hormon

insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan menekan produksi glukosa

hepatik dan menstimulasi pemanfaatan glukosa di dalam otot skelet dan jaringan

(Adnyana, 2001). Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 disertai dengan

penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk

menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Gejala khas pasien DM tipe 2 adalah polidipsi, poliphagi dan poliuria.

Pada pasien DM, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, yang membuat

kadarnya dalam darah meningkat. Glukosa yang bersifat osmotik, menyebabkan

osmolaritas dalam darah meningkat sehingga akan menarik air dalam sel dan

menyebabkan filtrasi ke ginjal meningkat, hal tersebut menyebabkan poliuria,

sehingga sebagai kompensasinya pasien merasa selalu haus (polidipsi). Glukosa

terbuang melalui urin maka tubuh kehilangan banyak kalori sehingga nafsu makan

meningkat (poliphagi), selain itu, tidak adanya pemasukan glukosa pada sel

membuat penderita DM selalu merasa lapar (Kustiyanto, 2009).

DM tipe 2 terjadi pada 90% dari semua kasus diabetes, dan biasanya

ditandai dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif. Resistensi insulin

ditandai dengan peningkatan lipolisis dan produksi asam lemak bebas,

peningkatan produksi glukosa hepatik, dan penurunan pengambilan glukosa pada

(31)

darah. DM tipe 2 lebih disebabkan karena gaya hidup penderita diabetes

(kelebihan kalori, kurangnya olah raga, dan obesitas) dibandingkan pengaruh

genetik (Sukandar, 2008).

Pada diabetes tipe 1 penanganan glukosa yang normal terjadi sebelum

penyakit muncul. Dengan munculnya diabetes tipe 1, yang tidak atau sedikit

mengeluarkan insulin, kadar glukosa meningkat, karena tanpa insulin glukosa

tidak dapat masuk kedalam sel. Pada saat yang sama hati melakukan

glukoneogenesis (sintesis glukosa baru) menggunakan substrat yang yang tersedia

berupa asam amino, asam lemak dan glikogen. Substrat-substrat ini mempunyai

konsentrasi yang tinggi dalam sirkulasi karena efek katabolik glukagon tidak

dilawan oleh insulin. Hal ini menyebabkan sel-sel mengalami kelaparan walaupun

kadar glukosa sangat tinggi. Pembentukan energi yang hanya mengandalkan

asam-asam lemak menyebabkan produksi berbagai keton oleh hati meningkat.

Keton bersifat asam sehingga pH plasma turun (Triplitt, 2005).

5. Diagnosis

Kriteria diagnosis DM menurut ADA 1998 (Triplitt, 2005) adalah sebagai

berikut,

a. kadar glukosa sewaktu yang lebih dari 200 mg/dl adalah pemeriksaan

kadar glukosa darah setiap waktu sepanjang hari tanpa memperhatikan

makan terakhir

b. kadar glukosa puasa yang lebih dari 126 mg/dl adalah pemeriksaan

glukosa darah yang dilakukan setelah sebelumnya tidak terdapat masukan

(32)

c. tes toleransi glukosa oral (Oral Glucose Toleransi Test atau OGTT)

dilakukan dengan menggunakan beban glukosa 75 gram glukosa yang

dilarutkan dalam air sebelum melakukan tes ini. Seseorang dapat

didiagnosa DM jika kadar glukosa darah 2 jam post prandial 200 mg/dl.

Peningkatan hemoglobin terglikosilasi digunakan untuk memberi indikasi

keefektifan pengontrolan glukosa darah dalam 2-4 bulan terakhir . Apabila

terdapat hiperglikemia kronik, maka kadar hemoglobin terglikosilasi meningkat.

Diabetes yang tidak terkontrol memperlihatkan kadar hemoglobin terglikosilasi

yang tertinggi, yang mungkin lebih besar daripada 10% (Corwin, 2001).

Jika kadar glukosa darah tidak normal tapi belum termasuk kriteria

diagnosis untuk diabetes, maka keadaan ini disebut sebagai toleransi glukosa

terganggu atau Impaired Glucose Tolerance (IGT). Seseorang dengan IGT

mempunyai risiko terkena diabetes tipe 2 jauh lebih besar dari pada orang biasa.

Apabila kadar glukosa darah puasa antara 111 sampai 125 mg/dl, disebut keadaan

glukosa puasa yang terganggu atau Impaired Fasting Glucose (IFG).

Tabel II Kriteria Diagnosis Diabetes

(Triplitt, 2005)

Kategori Puasa 2 jam sesudah makan

Normal <100 mg/dl <140 mg/dl Pre-diabetes (IFG atau

IGT) 100-125 mg/dl 140 - 199 mg/dl Diabetes Melitus ≥ 126 mg/dl ≥200 mg/dl

Perlu perhatian khusus bagi penderita yang berusia di atas 65 tahun,

sebaiknya pemeriksaan dilakukan setelah berpuasa dan jangan setelah makan

(33)

6. Komplikasi Diabetes Melitus

a. Komplikasi Mikrovaskuler

Komplikasi mikrovaskuler adalah komplikasi diabetes melitus yang

meliputi pembuluh darah kecil, dan banyak terjadi pada penderita diabetes tipe 1.

Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk

HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh

dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil (Muchid, 2005).

1) Retinopati

Ancaman paling serius terhadap penglihatan adalah retinopati, atau

kerusakan pada retina karena tidak mendapatkan oksigen (Corwin, 2001). Makin

lama DM diderita makin tinggi kemungkinan terjadinya retinopati. Risiko

menderita Retinopati DM tinggi yaitu 60% pada penderita yang menderita DM >

15 tahun (Permana, 2009).

2) Nefropati

Bagian ginjal yang paling parah mengalami kerusakan adalah glomerolus.

Akibat hipoksia yang berkaitan dengan diabetes jangka panjang, glomerulus yang

juga seperti sebagian besar kapiler lainnya, akan menebal dan menghambat aliran

darah. Terjadi hipertrofi ginjal akibat peningkatan kerja ginjal pada penderita

diabetes kronik untuk menyerap ulang glukosa (Corwin, 2001).

3) Neuropati

Neuropati terjadi akibat adanya kerusakan pada pembuluh darah kecil

yang memberi nutrisi pada perifer dan metabolisme gula yang abnormal (Triplitt,

(34)

b. Komplikasi Makrovaskuler

Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi diabetes melitus yang

meliputi pembuluh darah besar. Komplikasi ini lebih sering dirasakan oleh

penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia dan atau

kegemukan. Komplikasi makrovaskuler timbul terutama akibat aterosklerosis dan

ikut berperan dalam menyebabkan gangguan aliran darah, timbulnya penyakit

jangka panjang, dan peningkatan mortalitas (Corwin, 2001). Komplikasi

makrovaskuler ini meliputi penyakit pembuluh darah, gagal jantung, jantung

koroner, infark miokard, dan kematian mendadak (Triplitt, 2005).

B. Ischemic Heart Disease (IHD) 1. Definisi, Tanda dan Gejala

Ischemic heart disease (IHD) atau yang sering juga disebut coronary

artery disease (CAD) adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh penyempitan

atau penghambatan pembuluh arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung

(Cavallari, 2008). Sumbatan tersebut mengakibatkan ketidakseimbangan antara

masukan dan kebutuhan oksigen otot jantung yang dapat mengakibatkan

kerusakan pada daerah yang terkena sehingga fungsinya terganggu (Kustiyanto,

2009).

Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen

juga meningkat. Jika kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat,

maka arteri-arteri koroner berdilatasi dan mengalirkan banyak darah dan oksigen

(35)

menyempit akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon

kebutuhan oksigen, maka akan terjadi iskemia (Corwin, 2001).

Kedua tipe diabetes, yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2 memiliki resiko yang

sama dalam terjadinya komplikasi Ischemic Heart Disease (Grundy, 1999).

Iskemia ini terjadi karena aterosklerosis pada arteri koroner yang umum terjadi

pada pasien diabetes, baik tipe 1 maupun tipe 2 diabetes, namun iskemia yang

terjadi pada pasien diabetes sering tidak dirasakan oleh pasien, karena pasien

diabetes memiliki saraf yang kurang peka terhadap rasa nyeri yang timbul karena

iskemia (Grundy, 1999).

Angina pektoris merupakan manifestasi klinik yang sering dijumpai pada

IHD ini, biasanya dirasakan sebagai remasan, tekanan, rasa berat, rasa

mengencang, atau rasa nyeri di seluruh dada, terutama di belakang tulang dada.

Rasa nyeri ini sering menjalar ke bagian leher, rahang, lengan, bahu, atau bahkan

gigi (Anonim, 2009a).

2. Etiologi

Angina pektoris yang merupakan manifestasi klinik yang sering terjadi

pada IHD dibagi menjadi angina stabil, angina prinzmetal dan angina tidak stabil.

Pada angina stabil, gejala hanya dirasakan saat aktivitas dan segera berkurang

dengan istirahat, sedangkan pada angina tidak stabil, gejala muncul secara

tiba-tiba baik saat aktivitas ringan maupun saat istirahat (Davey, 2006).

3. Faktor Risiko

Faktor risiko dari ischemic heart disease adalah

(36)

Diabetes melitus sudah sejak lama dikenal sebagai faktor risiko

independen yang dapat menyebabkan berbagai macam kelainan kardiovaskular.

Diabetes dapat mempengaruhi otot jantung secara independen melalui keterlibatan

aterosklerosis dini arteri koroner yang menyebabkan penyakit jantung iskemik

(Grundy, 1999)

b. hiperlipoproteinemia

Semakin banyak lipoprotein yang beredar dalam darah, akan semakin

besar kemungkinan bagi mereka untuk memasuki dinding arteri. Bila dalam

jumlah besar maka akan melampaui kemampuan sel otot polos untuk

memetabolismenya sehingga lemak akan terakumulasi pada dinding arteri

(Kustiyanto, 2009)

c. hipertensi

Hipertensi merupakan faktor risiko yang paling penting dalam penyakit

kardiovaskular. Hipertensi memperparah terjadinya aterosklerosis. Tekanan darah

yang tidak terkontrol, akan memperparah kondisi aterosklerosis pasien yaitu

dengan cara menyebabkan perlukaan secara mekanis pada sel endotel di tempat

yang mengalami tekanan tinggi (Braverman, 2009)

d. obesitas

Obesitas dapat menyebabkan aterosklerosis, hipertensi, hiperlipidemia dan

diabetes tipe 2, dan berbagai kondisi lainnya

e. merokok

Nikotin mempunyai efek langsung terhadap arteri koronaria dan platelet

(37)

oksigen, dan juga meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium (Kustiyanto,

2009).

Tabel III Faktor Risiko Mayor pada Ischemic Heart Disease

(Cavallari, 2008)

4. Patofisiologi

Aterosklerosis dimulai dengan adanya kerusakan pada sel endotel

pembuluh darah. Kerusakan pada endotelium tersebut membuat lemak, kolesterol,

platelet, sampah produk selular, kalsium dan berbagai substansi lainnya terdeposit

pada dinding pembuluh darah. Penumpukan tersebut menyebabkan luka pada

pembuluh darah atau terjadi peradangan pada pembuluh darah. Kemudian tubuh

akan mengeluarkan peptida-peptida vasoaktif, makrofag dan trombosit yang

digunakan untuk pembekuan darah, dan menyebabkan perubahan bentuk

permukaan pembuluh darah menjadi menonjol dan permukaannya menjadi kasar

(lapisan parut), yang mempersempit rongga pembuluh darah.

Pada pasien diabetes melitus terjadi peningkatan aktivitas enzim aldosa

reduktase yang diperlukan untuk mengubah glukosa yang tinggi menjadi sorbitol.

Peningkatan aktivitas aldosa reduktase menyebabkan peningkatan konversi Modifiable (dapat diubah) Non-modifiable (tidak dapat

diubah)

Kebiasaan merokok Umur 45 tahun atau lebih untuk laki-laki, dan umur 55 tahun atau lebih untuk wanita

Dislipidemia

a. LDL dan kolesterol total yang tinggi b. HDL yang rendah

Diabetes Melitus Sejarah keluarga yang mengalami

penyakit jantung Hipertensi

Tidak pernah berolah raga/tidak pernah melakukan kegiatan fisik

(38)

NADPH yang tereduksi menjadi bentuk teroksidasi yaitu NADP. Pemakaian

NADPH akan berakibat menurunnya produksi nitrat oksida (NO) dan antioksidan.

Nitrat oksida berfungsi untuk relaksasi otot polos pembuluh darah dan

penghambat aktivitas platelet, sehingga jika produksi NO menurun maka dapat

menyebabkan terjadinya kekakuan pada otot polos pembuluh darah, dan dapat

menyebabkan terjadinya agregasi platelet. Menurunnya produksi antioksidan

menyebabkan radikal bebas yang seharusnya didetoksifikasi oleh antioksidan

berinteraksi dengan NO menjadi peroksinitrit yang dapat merusak sel endotel

pembuluh darah sehingga membuat LDL yang teroksidasi dapat dengan mudah

menempel pada pembuluh darah, yang menyebabkan aterosklerosis (Necel, 2009).

Penimbunan plak-plak aterosklerosis yang dikarenakan kadar gula darah

yang tidak terkontrol semakin lama akan semakin besar, sehingga terjadi

penyempitan pada arteri koroner yang merupakan pembuluh nadi yang

mengandung oksigen dalam kadar tinggi. Hal ini menyebabkan peningkatan

sirkulasi darah sebanyak 2-3 kali lipat akibat olahraga tidak dapat dipenuhi.

Keadaan ini disebut iskemia dan manifestasinya dapat berupa angina atau nyeri

pada dada akibat kerja jantung yang meningkat (Kustiyanto, 2009). Pada pasien

IHD peningkatan tekanan darah sering terjadi, hal ini karena penyempitan

pembuluh darah yang mengakibatkan darah yang seharusnya bisa mengalir

terhambat oleh adanya aterosklerosis, oleh karenanya jantung akan memompa

darah lebih keras, dan hal tersebut menyebabkan kenaikan tekanan darah.

Berdasarkan penelitian, semakin tinggi usia pasien maka semakin besar

(39)

Tabel IV Derajat Angina Menurut Canadian Cardiovascular Society

(Kasper, dkk., 2005)

Derajat Definisi

Derajat 1 Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan angina, seperti berjalan. Angina terjadi bila mempercepat atau memperpanjang aktivitas.

Derajat 2 Angina terjadi saat berjalan atau naik tangga deengan cepat, berjalan menanjak, berjalan atau naik tangga setelah makn, saat dingin, angin, atau dibawah tekanan emosional, atau beberapa jam setelah bangun.

Derajat 3 Ditandai dengan adanya pembatasan aktivitas fisik. Angina terjadi bila berjalan atau naik satu anak tangga pada langkah normal.

Derajat 4 Ketidakmampuan untuk melanjutkan aktivitas fisik. Gejala angina dapat pula muncul pada saat istirahat

5. Diagnosis

Elektrokardiogram (EKG) adalah pencatatan aktivitas elektrik otot

jantung, dan dapat mendeteksi otot jantung yang memerlukan oksigen.

Elektrokardiogram (EKG) istirahat berguna untuk menunjukkan

perubahan-perubahan yang ditimbulkan oleh serangan jantung (Anonim, 2009a).

Elektrokardiogram EKG ini menunjukkan terjadinya elevasi atau depresi segmen

ST pada pasien IHD (Triplitt, 2005). Selain itu, pada pasien IHD biasanya

memperlihatkan peningkatan total kolesterol LDL dan penurunan kolesterol HDL,

tekanan darah yang tinggi serta kadar glukosa yang meningkat (Cavallari, 2008).

(40)

C. Penatalaksanaan 1. Tujuan

Diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat dari ischemic heart disease

sangat penting untuk mencegah komplikasi serius yaitu mencegah terajadinya

penyakit cardiovascular disease atau penyakit jantung koroner seperti infark

miokard, aritmia, dan kerusakan jantung, mencegah gejala penyakit, memperbaiki

kualitas hidup pasien dan mengurangi risiko kematian (Triplitt, 2005).

2. Sasaran Terapi

1)keseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen

2)kadar glukosa darah

3)komplikasi

4)pola hidup (Triplitt, 2005).

3. Strategi Terapi

Strategi terapi pada diabetes melitus dengan komplikasi ischemic heart

disease meliputi terapi non farmakologis dan farmakologis.

a) Non Farmakologis

1) Pengaturan Diet

Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang

dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik

yaitu

a. karbohidrat sebesar 60-70%,

b. lemak sebesar 20-25%,

(41)

Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi

insulin dan memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Dalam salah

satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat mengurangi

kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter status DM),

dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4 bulan

tambahan waktu harapan hidup. Sumber lemak yang dikonsumsi diupayakan yang

berasal dari bahan nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh

dibandingkan asam lemak jenuh (Muchid, 2005).

2) Olah Raga

Olah raga yang harus dilakukan bukan olah raga berat, olah raga ringan

asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan.

Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan, berenang, dan lain

sebagainya. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas

reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa

(Muchid, 2005).

b) Farmakologis

1) Terapi Serangan Akut

Terapi ini digunakan saat terjadi serangan akut yang terjadi karena

kurangnya suplai oksigen untuk jantung. Terapi ini penting dilakukan untuk

mencegah terjadinya kematian mendadak pada pasien.

a. Nitrat

Nitrat menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah, terdapat

(42)

diletakkan di bawah lidah (sublingual) biasanya akan menghilangkan gejala

angina dalam waktu 1-3 menit, dan efeknya berlangsung selama 30 menit. Nitrat

long-acting yang dikonsumsi secara rutin bisa segera kehilangan kemampuannya

untuk mengurangi gejala. Oleh karena itu sebagian besar ahli menganjurkan

selang waktu selama 8-12 jam bebas obat untuk mempertahankan efektivitas

jangka panjangnya (Anonim, 2008a).

b. β-blocker

Obat beta bloker mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokard.

Selama melakukan aktivitas, beta bloker membatasi peningkatan denyut jantung

sehingga mengurangi kebutuhan akan oksigen. Obat ini tidak boleh diberikan

kepada penderita bronkhitis atau asma karena nafas mereka bisa menjadi lebih

sesak (Triplitt, 2005).

c. Calcium Channel Blocker

Obat golongan ini bekerja dengan mengurangi masuknya ion kalsium

melalui kanal kalsium ke dalam otot polos, otot jantung, dan saraf. Berkurangnya

kadar kalsium bebas menyebabkan berkurangnya kontraksi otot polos pembuluh

darah (vasodilatasi), konstraksi otot jantung, serta pembentukan dan konduksi

impuls dalam jantung (Triplitt, 2005).

2) Terapi Jangka Panjang

Terapi jangka panjang digunakan untuk mencegah timbulnya komplikasi

yang lebih parah dan mencegah timbulnya serangan angina kembali. Terapi

jangka panjang ini meliputi pencegahan terjadinya trombus dan pengontrolan

(43)

terjadinya serangan IHD, yang jika tidak ditangani dapat menyebabkan

komplikasi yang lebih parah (Yacob, 2009).

a. Aspirin

Merupakan obat anti-agregasi platelet yang bekerja dengan menghambat

agregasi platelet. Antiplatelet digunakan untuk mengurangi agregasi platelet pada

aterosklerosis sehingga mengurangi pembentukan trombus pada sirkulasi arteri

yang membuat pembuluh darah semakin sempit (Triplitt, 2005). Penambahan

antiplatelet dapat memperlihatkan penurunan risiko terjadinya penyakit jantung

koroner maupun kematian pada pasien dengan ischemic heart disease (Cavallari,

2008).

b. ACE Inhibitors dan Angiotensin Receptor Blocker (ARB)

Jika tidak terdapat kontraindikasi ACE inhibitors dapat dipertimbangkan

pada pasien ischemic heart disease yang juga mempunyai penyakit diabetes

melitus, riwayat infark miokard atau disfungsi ventrikuler. Angiotensin receptor

blocker bisa digunakan jika pasien tidak tahan dengan efek samping dari ACE

inhibitors, yaitu batuk kronik (Cavallari, 2008).

c. Obat Hipolipidemia

Kontrol lipid terhadap morbiditas dan mortalitas kardiovaskular sangat

penting, karena kadar kolesterol mempengaruhi terjadinya aterosklerosis.

Golongan statin dan asam fibrat dapat digunakan untuk menurunkan kadar

kolesterol. Statin digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol total dan kadar

LDL, sedangkan asam fibrat digunakan untuk menurunkan kadar trigliserida dan

(44)

3) Terapi untuk menjaga kadar glukosa darah

a. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Obat Hipoglikemik Oral (OHO) digunakan jika perubahan lifestyle tidak

dapat mengendalikan kadar gula darah pada pasien. Obat Hipoglikemik Oral

(OHO) bekerja melalui beberapa cara untuk menurunkan kadar glukosa darah.

Obat-obatan ini dapat membantu penyandang diabetes melitus untuk

menggunakan insulinnya sendiri dengan lebih baik dan menurunkan pelepasan

glukosa oleh hati. Terdapat beberapa macam OHO untuk mengendalikan glukosa

darah penyandang diabetes. Golongan sulfonilurea dan golongan glinid bekerja

dengan cara memicu produksi insulin, golongan biguanid (metformin) dan

tiazolidindon bekerja dengan meningkatkan kerja insulin, dan golongan

penghambat enzim alfa glukosidase (akarbose) bekerja dengan menghambat

penyerepan karbohidrat dengan menghambat enzim disakarida di usus.

b. Insulin

Terapi insulin digunakan pada pasien diabetes tipe 1 karena sel beta

pankreas tidak dapat memproduksi insulin, dan pada diabetes tipe 2 digunakan

pada pasien yang sudah mengalami defisiensi insulin. Insulin bekerja dengan

membantu transport glukosa dari darah ke dalam sel.Jenis insulin yang biasa

digunakan untuk terapi yakni insulin kerja cepat, insulin kerja pendek, insulin

kerja menengah, insulin kerja panjang dan insulin campuran (Soegondo, 2006).

c. Terapi Kombinasi

Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak digunakan adalah

(45)

diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut

pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik (Soegondo, dkk.,

2006).

Tabel V Target Penatalaksanaan Diabetes Melitus

(Massing, 2005)

Parameter Kadar Ideal Yang Diharapkan

Kadar Glukosa Darah Puasa 80–120 mg/dl Kadar Glukosa Plasma Puasa 90–130 mg/dl Bedtime blood glucose 100–140 mg/dl Bedtime plasma glucose 110–150 mg/dl

Kadar Insulin <7 %

Kadar HbA1c <7 mg/dl

Kadar Kolesterol HDL >45 mg/dl (pria), >55 mg/dl (wanita) Kadar Trigliserida <200 mg/dl

Tekanan Darah <130/80 mmHg

D. Drug Related Problems (DRPs)

Farmasi klinik didefinisikan sebagai aktivitas yang dilakukan oleh seorang

farmasis dalam usahanya untuk mencapai terapi obat rasional yang aman, tepat,

dan cost effective. Pharmaceutical care (asuhan kefarmasian) bertanggung jawab

untuk memastikan bahwa pasien memperoleh terapi obat rasional dan untuk

memastikan bahwa terapi yang diberikan adalah yang diinginkan oleh pasien

(Muchid, 2005).

Drug Related Problems (DRPs) atau Drug Therapy Problems (DTPs)

didefinisikan sebagai kejadian yang tidak diharapkan dialami pasien selama

proses terapi dengan obat dan secara aktual maupun potensial bersamaan dengan

(46)

Dalam pharmaceutical care practice oleh Cipolle (1998) masalah-masalah

dalam kajian DRPs ditunjukkan oleh kemungkinan penyebab DRPs yang

disajikan dalam tabel VI berikut.

Tabel VI Kategori DRPs dan Kemungkinan Penyebabnya Kajian Meliputi

Butuh Tambahan Terapi Obat

1. Kondisi baru membutuhkan obat.

2. Kondisi kronis (butuh terapi lebih lanjut). 3. Kondisi membutuhkan kombinasi obat.

4. Kondisi dengan risiko dan butuh terapi untuk mencegahnya. Tidak Perlu

Obat Terapi

1. Tidak ada indikasi untuk keadaan saat itu. 2. Menelan obat dengan jumlah toksik. 3. Kondisi akibat drug abuse.

4. Lebih baik dengan kondisi non drug.

5. Pemakaian multiple drug padahal cukup dengan single drug terapi. 6. Minum obat untuk mencegah efek samping obat lain yang

seharusnya dapat dihindarkan. Obat Tidak

Tepat

1. Kondisi yang menyebabkan obat menjadi tidak efektif. 2. Alergi obat tertentu.

3. Obat yang diberi bukan yang paling efektif untuk indikasi. 4. Faktor risiko yang kontraindikasi dengan obat.

5. Efektif tetapi bukan yang paling murah. 6. Efektif tetapi bukan yang paling aman.

7. Antibiotika yang diberi resisten terhadap infeksi pasien. 8. Refractory.

9. Kombinasi yang tidak perlu.

Dosis Kurang 1. Dosis yang terlalu rendah untuk memberikan respon. 2. Konsentrasi obat yang diberi di bawah therapeutic range. 3. Obat, dosis, rute atau konversi formulasinya tidak cukup. 4. Pemberian terlalu awal.

5. Dosis dan interval tidak cukup. Adverse Drug

Reaction (ADRs)

1. Diberikan terlalu tinggi kecepatannya. 2. Alergi.

3. Faktor risiko.

4. Interaksi obat-obat/obat-makanan. 5. Hasil laboratorium berubah akibat obat. Dosis

Berlebih

1. Diberikan terlalu tinggi. 2. Kadar serum terlalu tinggi. 3. Dosis terlalu cepat dinaikkan.

4. Akumulasi obat karena penyakit kronis.

5. Obat, dosis, dan rute konversi formula tidak sesuai. 6. Dosis dan interval tidak cukup.

Kepatuhan 1. Tidak menerima obat yang sesuai dengan regimen karena medication error.

2. Tidak taat instruksi.

(47)

E. Subyektive data, Obyektive data, Assessment and Plan ( SOAP)

Subyektive data, Obyektive data, Assessment and Plan (SOAP) merupakan

sarana yang telah lama digunakan untuk mengumpulkan informasi dari medical

record. Dengan informasi yang telah terkumpul tersebut dapat membantu untuk

menyelesaikan masalah maupun situasi yang kompleks (Kimble, 2005).

Subyektive data, Obyektive data, Assessment and Plan (SOAP) terdiri dari

1. data subyektif

Data subyektif merupakan informasi yang dapat diketahui dari informasi

yang diberikan oleh pasien, anggota keluarga pasien, atau tenaga medis yang

merawat pasien. Informasi yang dapat dimasukkan dalam data subyektif ini

adalah

a) riwayat terkait gejala yang dirasakan,

b) keluhan atau gejala yang dirasakan pasien,

c) riwayat penyakit,

d) alergi,

e) riwayat pengobatan (Jones, 2003).

2. data obyektif

Data obyektif merupakan informasi yang diketahui berdasarkan hasil

observasi. Informasi yang dapat dimasukkan dalam data obyekif adalah

a) data vital,

b) pemeriksaan fisik,

c) konsentrasi obat dalam serum,

(48)

e) hasil tes laboratorium (Jones, 2003).

3. penilaian

Setelah data subyektif dan obyektif terkumpul, maka langkah selanjutnya

adalah menegakkan diagnosa pasien, dan juga dilakukan identifikasi terhadap

drug related problems yang mungkin terjadi pada pengobatan sebelumnya

(Kimble, 2005).

4. rekomendasi

Tahap ini dilakukan dengan memberikan rekomendasi terapi pada pasien

yang mengalami kasus yang teridentifikasi DRPs. Selain itu pembelajaran kepada

pasien mengenai masalah kesehatan dan pengobatan yang dapat dilakukan untuk

mendapatkan tujuan terapi yang maksimal harus diberikan pada pasien (Kimble,

2005).

F. Keterangan Empiris

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran evaluasi drug

related problems pada penatalaksanaan terapi pasien diabetes melitus dengan

komplikasi ischemic heart disease (IHD) di instalasi rawat inap Rumah Sakit

(49)

Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti rancangan penelitian deskriptif

evaluatif yang menggunakan data retrospektif di Instalasi Rawat Inap Rumah

Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Data kualitatif yang diperoleh dalam penelitian ini

diambil dengan melakukan penelusuran dokumen terdahulu pada catatan rekam

medik pada pasien diabetes melitus komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD).

Penelitian ini berupa penelitian non-eksperimental karena subyek uji tidak diberi

perlakuan.

Evaluasi dilakukan dengan membandingkan pengobatan pada pasien

diabetes komplikasi ischemic heart disease di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Panti Rapih dengan standar medik yang ada.

B. Definisi Operasional

1. Pasien rawat inap merupakan pasien diabetes melitus komplikasi Ischemic

Heart Disease (IHD) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008 - Mei 2009.

2. Kategori pasien diabetes melitus adalah pasien yang memiliki kadar gula

darah puasa ≥126mg/dl atau kadar gula darah post prandial (PP) ≥200mg/dl

dan memiliki diabetes melitus pada diagnosa masuk dan diagnosa keluar.

3. Ischemic Heart Disease (IHD) adalah jika hasil EKG pasien menunjukkan

(50)

faktor-faktor resiko IHD seperti kolesterol total, low density lipoprotein

(LDL), kadar glukosa darah, dan penurunan high density lipoprotein (HDL).

4. Komplikasi penyerta adalah penyakit yang menyertai DM komplikasi IHD

terkait dengan komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler.

5. Penyakit penyerta adalah penyakit yang menyertai perjalanan penyakit DM

komplikasi IHD tetapi bukan termasuk dalam komplikasi makrovaskuler dan

mikrovaskuler.

6. Lembar medical record merupakan lembar catatan dokter dan perawat yang

berisi tentang data klinik pasien diabetes melitus komplikasi Ischemic Heart

Disease (IHD) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

Periode Januari 2008 - Mei 2009.

7. Profil pasien diabetes melitus komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD)

meliputi umur, diagnosis masuk, diagnosis keluar, diagnosis lain, lama

perawatan dan jenis obat yang digunakan.

8. Profil obat meliputi kelas terapi, golongan obat dan jenis obat untuk pasien

diabetes melitus komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD).

9. Kelas terapi adalah kelompok besar obat yang terdiri dari beberapa golongan

obat yang memiliki sasaran pengobatan sama, contohnya adalah obat-obat

antiangina dan obat-obat hipertensi masuk ke dalam kelas terapi obat

kardiovaskuler.

10.Golongan obat adalah kelompok obat berdasarkan efek terapi dari setiap kelas

terapi yang diberikan untuk pasien, contohnya golongan obat antipiretik,

(51)

11.Jenis obat merupakan nama generik obat pada peresepan pasien rawat inap

dalam satu kali periode pengobatan.

12.Drug related problems adalah kejadian yang tidak diinginkan terjadi pada

pasien pasien diabetes melitus komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD).

13.Outcome terapi adalah keadaan pasien dimana pasien setelah menjalani terapi

di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih, dan memiliki hasil EKG

normal.

14.Fokus penentuan drug related problems meliputi membutuhkan obat

tambahan, mendapat obat tanpa indikasi, pemilihan obat kurang tepat, dosis

terlalu rendah, efek samping obat, interaksi obat dan dosis terlalu tinggi.

15.Data yang diperoleh dihitung dengan cara jumlah kasus yang ada dibagi

jumlah pasien (n=18) dikalikan seratus persen. Perhitungan ini digunakan

dalam menghitung persentase umur pasien, komplikasi penyerta, penyakit

penyerta, kelas terapi obat, golongan obat, jenis obat dan outcome terapi.

16.Terapi yang dibahas pada penelitian ini adalah terapi farmakologis.

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian yang masuk kriteria inklusi adalah pasien diabetes

melitus komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD)di Instalasi Rawat Inap Rumah

Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 - Mei 2009. Kriteria inklusi

dalam penelitian ini adalah gula darah puasa ≥ 126 mg/dl atau gula darah 2 jam

post prandial ≥200 mg/dl, memiliki diabetes melitus pada diagnosa masuk dan

(52)

D. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah keseluruhan medical

record pasien diabetes melitus komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD) di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 -

Mei 2009.

E. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian pada evaluasi penatalaksanaan terapi pasien diabetes

melitus komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD) dilakukan di Rumah Sakit

Panti Rapih Yogyakarta yang terletak di Jalan Cik Dik Tiro No. 39 Yogyakarta.

F. Jalannya Penelitian

1. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini dilakukan pembuatan proposal penelitian untuk

mendapatkan ijin penelitian di Rumah Sakit Panti Rapih.

2. Tahap Analisis Situasi

Pada tahap ini digunakan untuk mendapatkan informasi tentang medical

record dari bagian rekam medik Rumah Sakit Panti Rapih, berupa informasi

jumlah pasien, nomor rekam medik dan nama subyek penelitian dalam periode

penelitian. Berdasarkan data yang diperoleh pada periode penelitian yaitu Januari

2008 – Mei 2009 didapatkan 25 pasien diabetes melitus dengan komplikasi

Ischemic Heart Disease (IHD) di Rumah Sakit Panti Rapih.

3. Tahap Pengambilan Data

Tahap ini dilakukan pengambilan data dari bagian rekam medik Rumah

(53)

kriteria inklusi digunakan dalam penelitian ini. Pengumpulan data ini meliputi

nomor rekam medik nomor registrasi, jenis kelamin, tanggal pasien masuk dan

keluar, lama pasien menderita DM, diagnosis, lama perawatan, data vital, data

laboratorium, komplikasi yang dialami, serta pengembangan keadaan pasien

selama perawatan.

4. Tahap Pengolahan Data

Pada tahap ini data yang sudah diperoleh pada tahap sebelumnya dicatat

dalam tabel yang berisi mengenai profil pasien yaitu jenis kelamin, umur,

komplikasi penyerta dan penyakit penyerta, profil pengobatan meliputi kelas

terapi, golongan obat, jenis obat, dan dosis obat serta outcome terapi pada pasien,

meliputi lama tinggal pasien dan keadaan pasien saat pasien meninggalkan rumah

sakit.

5. Tahap Penyelesaian Data

Data yang telah diperoleh tersebut kemudian dievaluasi berdasarkan drug

related problems dengan metode SOAP pada masing-masing kasus, dengan

melihat diagnosa, pemeriksaan laboratorium, dan obat yang digunakan pasien.

Berdasarkan data yang sudah diperoleh dilakukan evaluasi mengikuti rancangan

penelitian deskriptif evaluatif yang menggunakan data retrospektif di Instalasi

Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tentang apa saja DRP yang

terjadi selama terapi. Data yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan standar

referensi. Literatur yang digunakan untuk menganalisis DRP adalah American

Diabetes Association (ADA) guideline, American Heart Association (AHA)

(54)

Pharmacoteraphy; A Pathophysiologic approach; Diabetes Melitus (Triplitt,

2005), Pharmacotherapy Principles and Practice : Ischemic Heart Disease

(Cavallari, 2008), Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI) (Anonim, 2000)

dan MIMS Indonesia 2008/2009 (Anonim, 2009).

G. Analisis Hasil

Data dianalisis untuk memberi dengan gambaran mengenai kondisi pasien

diabetes melitus komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD) yang meliputi

1. data untuk umur pasien dikelompokkan menjadi 6 kelompok yaitu

kelompok umur <40 tahun 40-49 tahun, 50-59 tahun, 60-69 tahun, 70-79

tahun, 80-89 tahun, kemudian dihitung dengan cara menghitung jumlah

pasien yang terdapat dalam range umur tertentu dibagi dengan jumlah

keseluruhan sampel dikalikan 100%.

2. komplikasi lain yang menyertai pasien, dengan cara menghitung jumlah

komplikasi penyerta pada masing-masing pasien dibagi dengan jumlah

keseluruhan sampel dikalikan 100%.

3. penyakit penyerta lain yang menyertai pasien, dengan cara menghitung

jenis penyakit penyerta pada masing-masing pasien dibagi dengan jumlah

keseluruhan sampel dikalikan 100%.

4. persentase kelas terapi pasien DM komplikasi Ischemic Heart Disease

(IHD) dihitung dengan cara menghitung jenis terapi pada masing-masing

pasien dibagi dengan jumlah keseluruhan sampel pasien dikalikan 100%.

5. obat-obat yang digunakan untuk pasien diabetes melitus komplikasi IHD

(55)

obat. Pengelompokan ini didasarkan pada Informatorium Obat Nasional

Indonesia (IONI) 2000. Setelah dikelompokkan dihitung berdasarkan

jumlah kasus yang menggunakan obat tersebut dan dihitung persentasenya.

6. persentase jumlah DRP pasien diabetes melitus komplikasi IHD dihitung

dengan cara menghitung jumlah masing-masing kasus DRP dibagi dengan

jumlah keseluruhan sampel pasien kemudian dikalikan 100%.

7. evaluasi kerasionalan terapi berdasarkan DRP dengan metode SOAP

secara per kasus

a) menentukan subyek,

b) menentukan obyek,

c) menentukan assessment

d) menentukan rekomendasi.

H. Kesulitan Penelitian

Kesulitan yang dialami selama pengambilan data di unit rekam medik

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta adalah waktu pengambilan data yang relatif

sedikit, yaitu sekitar 3 jam/ hari, dan pengambilan data tidak dilakukan setiap hari

karena pengambilan data dilakukan pada saat kegiatan perkuliahan masih aktif.

Masalah tersebut dapat sedikit diatasi dengan menyiapkan lembar khusus yang

berisi tabel yang sudah berisi tentang data apa saja yang akan diambil, sehingga

mempercepat proses penyalinan data. Kesulitan kedua adalah kesulitan

mendapatkan dokumen rekam medik, kerena seringkali sedang digunakan untuk

pelayanan rumah sakit. Penyelesaian masalah ini adalah dengan mendaftarkan

(56)

sulitnya membaca beberapa tulisan yang ada dalam rekam medik. Usaha yang

dilakukan untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan menanyakan kepada

(57)

Penelitian mengenai Evaluasi Penatalaksanaan Terapi pada Pasien

Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009

dilakukan dengan menelusuri data pasien yang terdiagnosa DM komplikasi IHD

pada diagnosa masuk dan atau diagnosa keluar. Berdasarkan data yang diperoleh

dari Instalasi Rekam Medik, diperoleh 25 kasus pasien DM komplikasi IHD, dan

18 kasus yang masuk kriteria inklusi. Langkah selanjutnya adalah mencatat semua

data pasien yang dibutuhkan yang tercantum dalam lembar rekam medis.

A. Profil Pasien pada Kasus Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih 1. Persentase pasien berdasarkan umur

Umur merupakan salah satu faktor risiko terjadinya DM komplikasi IHD.

Pada umumnya semakin bertambahnya umur makin besar risiko seseorang untuk

mengalami kondisi tidak sehat. Menurut Cavallari (2008), faktor risiko terjadinya

diabetes melitus komplikasi IHD adalah umur diatas 55 tahun, hal ini karena

semakin bertambahnya umur, maka dalam tubuh terjadi penimbunan atau

akumulasi lemak, sehingga menimbulkan penumpukan lemak dan kolesterol di

dalam pembuluh darah. Terjadinya penimbunan lemak tersebut menyebabkan

aterosklerosis dan membuat arteri koronaria menjadi lebih sempit, sehingga suplai

(58)

Dari data yang didapatkan, diabetes melitus komplikasi ischemic heart

disease paling banyak ditemukan pada pasien dengan umur 60 sampai 69 tahun,

yaitu sebanyak 33%. Hasil ini sesuai dengan referensi yang menyatakan bahwa

risiko terbanyak terjadi pada pasien dengan umur lebih dari 55 tahun. Namun

terdapat pula pasien dengan DM komplikasi IHD yang berumur kurang dari 55

tahun, hal tersebut kemungkinan disebabkan karena perubahan gaya hidup yang

tidak sehat yang dilakukan pasien dari waktu ke waktu, sehingga menyebabkan

diabetes melitus komplikasi ischemic heart disease banyak terjadi pada pasien

dengan umur dibawah 55 tahun.

2. Persentase pasien berdasarkan komplikasi penyerta

Dalam penelitian ini, dislipidemia dan hipertensi adalah komplikasi

penyerta yang paling banyak dijumpai pada pasien dengan diabetes melitus

komplikasi ischemic heart disease. Dislipidemia pada kasus DM komplikasi IHD

sebesar 33%, dan hipertensi sebesar 28%.

Diabetes melitus komplikasi IHD sangat erat hubungannya dengan

terjadinya dislipidemia, karena dislipidemia dapat memperparah kondisi pasien.

5% 5.%

27%

33% 16%

11% <40 40-49 50-59 60-69 70-79 80-89

Gambar 2. Distribusi Pasien Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic Heart Disease Berdasarkan Kelompok Umur di Instalasi Rumah Sakit Panti

Gambar

Tabel I Faktor Risiko Untuk Diabetes Tipe 2
Tabel II Kriteria Diagnosis Diabetes
Tabel III Faktor Risiko Mayor pada Ischemic Heart Disease
Gambar 1. (A).Gambaran normal EKG; (B).Potongan gelombang PR, QRS, dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

68/MPP/Kep/2/2003 Penjualan local produk tissue yang dilakukan antar pulau tidak termasuk dalam kelompok produk yang wajib PKAPT. Tidak

Hal inilah yang melatarbelakangi Penulis untuk melakukan Penulisan Hukum dengan judul “ Pelaksanaan Kewenangan atas Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio bagi

Pedoman Teknis Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (selanjutnya disebut Pedoman Teknis E-KKP3K), disusun

Laba akuntansi didasarkan pada transaksi aktual yang dilakukan oleh perusahaan (terutama pendapatan yang timbul dari penjualan barang atau jasa dikurangi biaya yang diperlukan

Sejalan dengan hal di atas, Arikunto (1993) menyatakan bahwa “tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa, sehingga

Pembuatan permen soba dengan penambahan rumput laut Eucheuma cottonii merupakan penelitian utama dengan perlakuan penambahan rumput laut Eucheuma cottonii 30%, 40%

Seleksi massa (dalam pemuliaan tanaman) atau seleksi individu (dalam pemuliaan hewan) adalah salah satu metode seleksi yang tertua untuk memilih bahan tanam yang

[r]