• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG ASURANSI MIKRO KETIKA TERJADI PERISTIWA TIDAK PASTI 3.1 Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Asuransi Mikro - ASURANSI MIKRO DALAM PERKEMBANGAN INDUSTRI PERASURANSIAN DI INDONESIA Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG ASURANSI MIKRO KETIKA TERJADI PERISTIWA TIDAK PASTI 3.1 Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Asuransi Mikro - ASURANSI MIKRO DALAM PERKEMBANGAN INDUSTRI PERASURANSIAN DI INDONESIA Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG ASURANSI

MIKRO KETIKA TERJADI PERISTIWA TIDAK PASTI

3.1 Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Asuransi Mikro

Asuransi adalah perjanjian timbal balik yang menimbulkan kewajiban dan hak penanggung dan tertanggung yang berkaitan dengan perjanjian asuransi tersebut.39 Kewajiban dan hak tersebut wajib dipatuhi oleh penanggung dan tertanggung agar tidak terjadi perselisihan mengenai asuransi yang diperjanjikan dan perjanjian asuransi dapat terlaksana dengan baik berkaitan dengan asas itikad baik. Pengertian penanggung secara umum adalah pihak yang menerima pengalihan risiko dengan mendapat premi dan memberikan ganti rugi ketika terjadi peristiwa yang dipertanggungkan yang menimbulkan kerugian bagi tertanggung. Sedangkan pengertian tertanggung secara umum adalah pihak yang mengalihkan risikonya kepada perusahaan asuransi dengan membayar premi sesuai kesepakatan. Dalam asuransi mikro kewajiban dan hak penanggung dan tertanggung tidak berbeda dengan asuransi pada umumnya, yaitu

1. Kewajiban tertanggung adalah :

a. Membayar premi kepada penanggung, sesuai pasal 1338 ayat 3 BW b. Memberikan keterangan yang sesuai kepada penanggung mengenai

objek yang diasuransikan, sesuai Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; dan

39

(2)

c. Mengusahakan atau mencegah agar peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian terhadap objek yang diasuransikan dapat dihindari, jika terbukti oleh penanggung bahwa tertanggung tidak berusaha untuk mencegah terjadinya peristiwa tersebut maka dapat menjadi salah satu alasan penanggung untuk menolak memberikan ganti kerugian dan bahkan bisa sebaliknya yaitu menuntut ganti kerugian kepada tertanggung, sesuai pasal 283 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. 2. Hak tertanggung adalah:

a. Menuntut agar polis ditandatangani oleh penanggung, sesuai pasal 259 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;

b. Menuntut agar polis segera diserahkan oleh penanggung, sesuai pasal 260 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;

c. Meminta ganti kerugian kepada penanggung karena lalai menandatangani dan menyerahkan polis yang menimbulkan kerugian bagi tertanggung, sesuai pasal 261 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;

d. Mengadakan solvabiliteit verzekering apabila tertanggung meragukan kemampuan penanggung dan harus secara tegas tertanggung hanya akan mendapat ganti kerugian dari satu penanggung saja, sesuai pasal 280 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;

e. Menuntut pengembalian premi baik seluruhnya maupun sebagian jika

(3)

tertanggung beritikad baik, sesuai pasal 281 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; dan

f. Menuntut ganti kerugian kepada penanggung apabila peristiwa yang diperjanjikan dalam polis terjadi.

3. Kewajiban penanggung adalah:

a. Memberikan ganti kerugian kepada tertanggung jika peristiwa yang diperjanjikan terjadi, kecuali terdapat hal yang dapat menjadi alasan untuk membebaskan dari kewajiban tersebut;

b. Menandatangani dan menyerahkan polis kepada tertanggung, sesuai pasal 259,260 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;

c. Mengembalikan premi kepada tertanggung jika asuransi batal atau gugur dengan syarat penanggung belum menanggung risiko sebagian atau seluruhnya, sesuai pasal 281 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; dan

d. Dalam asuransi kebakaran maka penanggung juka harus mengganti biaya yang diperlukan untuk membangun kembali jika diperjanjikan dalam asuransi, sesuai pasal 289 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

4. Hak penanggung adalah:

a. Menuntut pembayaran premi sesuai dengan perjanjian kepada tertanggung;

(4)

c. Memiliki premi dan menuntutnya ketika peristiwa yang diperjanjikan terjadi oleh kesalahan tertanggung sendiri, sesuai pasal 276 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;

d. Memiliki premi yang sudah diterima dalam hal asuransi batal atau

gugur yang disebabkan oleh perbuatan curang yang dilakukan tertanggung, sesuai pasal 282 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; dan

e. Melakukan asuransi kembali (Reinsurance) kepada penanggung yang lain dengan maksud membagi risiko yang dihadapinya, sesuai pasal 271 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

3.2 Perlindungan Hukum bagi Tertanggung dalam Asuransi Mikro

Dalam perjanjian asuransi, para pihak diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian antara tertanggung dan penanggung dan perjanjian tersebut secara sah berlaku sebagai undang-undang yang biasa disebut dengan asas pacta sunt servanda. Jika ada hal yang tidak diatur dalam perjanjian asuransi maka mengenai hal tersebut akan tunduk kepada undang-undang. Dalam asuransi mikro, perjanjian asuransi diterbitkan dalam bentuk polis. Polis yang dibuat tersebut tidak dapat dilepaskan dari perikatan yang dibuat diantara kedua belah pihak yaitu tertanggung dan penanggung. Dalam perjanjian asuransi tersebut harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian yaitu:40

1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

40

(5)

3. Suatu hal tertentu; dan

4. Suatu sebab yang diperbolehkan.

Dalam perjanjian asuransi mikro, pihak tertanggung berhak mendapat informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, hak untuk mendapat advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut sesuai dengan pasal 4 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821) dimana mengenai hal tersebut juga diatur dalam pasal pasal 31 ayat (2) Undang-Undang No 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 337, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618).

Terkait dengan perlindungan tertanggung sebagai pemegang polis ada beberapa ketentuan yang mengaturnya, yaitu:

(6)

sebagian atau seluruhnya maka tertanggung atau pemegang polis yang didasari pada itikad baik berhak menuntut pengembalian premi yang telah dibayarkan.

2. Berdasarkan pasal 1266 BW diatur bahwa syarat batal dianggap selalu

dicantumkan dalam perjanjian timbal balik jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Bagi tertanggung atau pemegang polis harus diperhatikan mengenai waktu pembayaran premi, meskipun hal tersebut tidak dapat menyebabkan perjanjian batal dengan sendirinya tetapi harus dimintakan pembatalan kepada hakim.

3. Dalam pasal 1267 BW juga diatur tentang penanggung yang memiliki kewajiban memberikan ganti rugi terhadap tertanggung pada kenyataannya ingkar janji maka tertanggung berhak menuntut penggantian biaya,ganti rugi, dan bunga.

4. Pasal 1365 BW melindungi tertanggung dengan dapat menuntut penanggung dengan membuktikan bahwa penanggung telah melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian bagi tertanggung.

(7)

ternyata perusahaan asuransi dapat membuktikan bahwa kerugian yang diderita pemegang polis merupakan kesalahan dari tertanggung itu sendiri. 6. Dalam pasal 23 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Pelindungan

Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821) juga diatur mengenai perlindungan bagi tertanggung dengan mengatur hak untuk menggugat pelaku usaha atau penanggung yang menolak, dan/atau tidak memberi tanggapan, dan/atau tdak memenuhi ganti rugi atas tuntutan tertanggung yang dimaksud dalam Pasal 19, baik melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan tertanggung.

3.3 Faktor-Faktor yang Berpengaruh bagi Penanggung dalam Hal

Pembayaran Ganti Rugi pada Tertanggung ketika Terjadi Peristiwa Tidak

Pasti

Dalam asuransi mikro terdapat karakteristik yang membedakan dengan asuransi pada umumnya yaitu ekonomis. Hal ini dimaksudkan agar asuransi mikro dapat dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Contohnya seperti asuransi mikro demam berdarah milik ACA Asuransi yang terdiri dari beberapa pilihan premi yaitu41:

1. Dengan premi Rp 10.000,00 (Sepuluh ribu rupiah) dengan masa pertanggungan selama 3 bulan dengan nilai santunan senilai Rp 1.000.000,00 (Satu Juta Rupiah);

41

(8)

2. Premi Rp 25.000,00 (Dua puluh lima ribu rupiah) dengan masa pertanggungan selama 12 bulan dengan nilai santunan sebesar Rp 1.000.000,00 (Satu Juta Rupiah); dan

3. Premi Rp 50.000 (Lima puluh ribu rupiah) dengan masa pertanggungan

selama 12 bulan dengan nilai santunan senilai Rp 2.000.000,00 (Dua juta rupiah).

(9)

ditentukan atau menghubungi Hotline ACA dengan sekaligus menyiapkan 3 jenis dokumen klaim yaitu:

1. Surat keterangan dokter yang menyatakan peserta asuransi terdiagnosa demam berdarah;

2. Hasil pemeriksaan laboratorium yang menyatakan nilai trombosit berada pada level di bawah 100.000 sel per mm3; dan

3. Bukti identitas diri seperti KTP atau Kartu Keluarga.

Perusahaan asuransi ACA akan membayarkan klaim jika peserta asuransi dinyatakan terkena penyakit demam berdarah dan nilai trombositnya berada pada level di bawah 100.000 sel per mm3.

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam hal pembayaran ganti rugi oleh penanggung terdiri dari beberapa hal, seperti:

1. Apakah klaim yang diajukan tertanggung juga termasuk yang dicover dalam asuransi

2. Apakah klaim yang diajukan benar-benar dapat diverifikasi kebenarannya 3. Apakah klaim yang diajukan masih dalam batas waktu asuransi

Hal-hal diatas merupakan contoh faktor-faktor yang diperhatikan pihak penanggung dalam hal pembayaran ganti rugi kepada tertanggung. Dalam pembayaran ganti rugi lama proses pembayaran ganti ruginya dikarenakan pihak penanggung harus melakukan beberapa hal sebagai verifikasi kebenaran klaim, yaitu:

(10)

3. Mengidentifikasi tertanggung;

4. Meneliti keabsahan penerima manfaat asuransi; dan

5. Melakukan investigasi. Fungsinya agar dapat membuktikan kebenaran pernyataan yang diberikan.

3.4 Penyelesaian Sengketa Ketika Terjadi Penolakan Klaim Asuransi

Seperti kita ketahui perjanjian asuransi terjadi kata sepakat para pihak yaitu penanggung dan tertanggung yang bentuk akta yang disebut Polis yang diatur dalam pasal 255 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Jika di kemudian hari terjadi sengketa maka sengketa tesebut merupakan sengketa perdata. Pada dasarnya penyelesaian sengketa antara asuransi mikro hampir sama dengan asuransi pada umunya. Penyelesaian perselisihan pada asuransi mikro diupayakan dengan cepat, murah, adil, dan efisien. Oleh karena itu, penyelesaian perselisihan dapat dilakukan melalui mediasi, ajudikasi dan arbitrase, misalnya melalui BMAI atau Basyarnas dan sedapat mungkin, penyelesaian perselisihan tidak dilakukan di pengadilan.

Dalam perjanjian asuransi ketika terjadi sengketa penolakan pembayaran klaim asuransi maka secara hukum sengketa tersebut adalah sengketa perdata sehingga penyelesaian sengketa tersebut hanya dapat dilakukan di Pengadilan Negeri, seiring berkembangnya zaman maka saat ini terdapat penyelesaian sengketa melalui Alternative Dispute Resolution (ADR) atau Penyelesaian Sengketa Alternatif (PSA). Dalam penyelesaian sengketa dibagi menjadi 3 (tiga) tipologi, yaitu:42

42

(11)

1. Fasilitative process adalah negoisasi dan mediasi. Hasil yang didapat berupa kesepakatan;

2. Evaluative process adalah fact finding (pencari fakta) dan binding opinion

(pendapat mengikat). Hasil yang didapat berupa pendapat dan rekomendasi;

3. Adjudicative process adalah penyelesaian sengketa di Pengadilan dan arbitrase. Hasil yang didapat berupa putusan yang mengikat.

Semua polis dalam asuransi berdasar ketentuan KMK 422/KMK.06/2003 diwajibkan mencantumkan klausula penyelesaian sengketa (dispute clause) yang pada umumnya dicantumkan dua pilihan forum penyelesaian sengketa yaitu pengadilan dan arbitrase.

(12)

Dalam hal ini penyelesaian sengketa asuransi mikro diusahakan tidak sampai ke pengadilan, oleh sebab itu ada cara penyelesaian sengketa asuransi mikro melalui mediasi dan ajudikasi. Proses penyelesaian sengketa melalui mediasi melibatkan pihak ketiga. Pihak ketiga dalam hal ini hanya sebagai mediator dan tidak punya wewenang untuk mengambil suatu keputusan dan juga hanya sebagai fasilitator. Untuk hal tersebut industri perasuransian mendirikan Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) yang khusus memediasi sengketa klaim asuransi yang punya nilai maksimum sebesar Rp 750.000.000,00 (Tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) pada sengketa klaim asuransi kerugian dan maksimum Rp 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah) pada sengketa klaim asuransi jiwa dan sosial.43 Putusan yang dihasilkan BMAI hanya mengikat pihak penanggung tidak tertanggung. Mediasi melalui BMAI melalui 2 (dua) tahap yaitu tahap mediasi dan tahap ajudikasi. Ketika sengketa klaim asuransi mikro tersebut tidak dapat diselesaikan melalui mediasi maka pihak pemohon dapat mengajukan permohonan kepada Ketua BMAI agar sengketa tersebut diselesaikan melalui proses ajudikasi dan sengketa diputuskan oleh Majelis Ajudikasi yang ditunjuk oleh BMAI. Proses penyelesaian sengketa di BMAI bertujuan untuk memberikan fasilitas yang terbaik bagi tertanggung asuransi mikro yang memenuhi kriteria dalam mempertahankan hak-haknya serta memahami kewajibannya terkait sengketa yang terjadi. Pilihan untuk menyelesaikan sengketa asuransi mikro melalui BMAI merupakan kewenangan yang diberikan kepada tertanggung bukan kepada perusahaan asuransi. Dan sesuai dengan karakteristik asuransi mikro yang

(13)

ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, penyelesaian perselisihan melalui Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi di Indonesia (BMAI) tidak dipungut biaya, hal tersebut jelas akan sangat meringankan dan membantu tertanggung.44

44

Referensi

Dokumen terkait

masalah dalam penelitian yaitu apakah penerapan Pendekatan Saintifik dapat meningkatkan hasil belajar IPA Materi Daur Hidup Hewan pada siswa kelas.. IV MI Ma’arif Gedangan

Zakaria Anwar dari sekretariat Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Lampung Selatan, pada tauggal 2 Juni 2013 bahwa di Kabupaten Lampung Selatan kecenderungannya juga

Perencanaan pada siklus II dilaksanakan pada hari Senin, 24 Oktober 2016. Perencanaan pembelajaran disusun bersama kolaborator. Pada siklus ini penulisan teks

It can be shown that the level of students’ awareness of fraud prevention, students’ ethical perception, and internalization of objectivity and professional responsibility of

Kekurangan tersebut adalah: memerlukan waktu cukup lama untuk proses pengeringan briket, tidak dapat dilakukan kapan saja, tergantung cuaca, tidak praktis, memerlukan

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh urea sebagai pembawa dan pengaruh penambahan Tween-80 sebagai surfaktan terhadap peningkatan laju disolusi

Apabila terlalu pekat atau lebih, maka alkali bebas tidak berikatan dengan trigliserida atau asam lemak akan terlalu tinggi sehingga dapat menyebabkan iritasi pada

Tabel 4.20 Perhitungan Index of Fit Dies dengan Distribusi Weibull 73 Tabel 4.21 Perbandingan Nilai Index of Fit Dies (TTF) 73 Tabel 4.22 Perhitungan Index of Fit Punch