• Tidak ada hasil yang ditemukan

DENTINO JURNAL KEDOKTERAN GIGI Vol II. No 1. Maret 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DENTINO JURNAL KEDOKTERAN GIGI Vol II. No 1. Maret 2014"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

DENTINO

JURNAL KEDOKTERAN GIGI

Vol II. No 1. Maret 2014

PERBEDAAN INDEKS KARIES ANTARA MALOKLUSI RINGAN DAN BERAT

PADA REMAJA DI PONPES DARUL HIJRAH MARTAPURA

Rizal Hendra Kusuma, Rosihan Adhani, Widodo, Sapta Rianta

Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACK

Background: Malocclusion is a big problem in oral health and taking of third position after dental caries and periodontal disease. Malocclusion is deviation in dento-facial growth that may interfere chewing process, swallowing, speech, and facial harmony. The data shows malocclusion prevalence at adolescences was still high, which is in the age group 10-14 years by 29,9 % and the age group 15-24 years by 30,6 %. According to some studies there is a relationship between dental caries and malocclusion especially in teeth crowding.

Purpose: The purpose of this study was to determine differences in caries index between mild malocclusion and severe malocclusion. Methods: This research was descriptive study with cross sectional analytic. Samples were adolescents (13-17 years old) in Ponpes Darul Hijrah Martapura and randomly selected. The sample were 100 students consisting of 50 adolescents with mild malocclusion and 50 adolescents with heavy malocclusion.

Results: The results showed that adolescents with mild malocclusionin in very low category of caries index had the largest score 1,7 whereas adolescents with severe malocclusions in very high category of caries index had the largest score 36. Conclusion: The conclusion, there was difference of caries index between mild malocclusion and severe malocclusion in adolescents at Darul Hijrah Boarding School Martapura.

Keywords: malocclusion, dental caries, DMF-T index

ABSTRAK

Latar Belakang: Maloklusi merupakan masalah yang cukup besar dalam kesehatan gigi dan mulut, maloklusi berada pada urutan ketiga setelah karies gigi, serta penyakit periodontal. Maloklusi adalah suatu penyimpangan dalam pertumbuhan dento-fasial yang dapat mengganggu fungsi pengunyahan, penelanan, bicara, dan keserasian wajah. Data menunjukan angka remaja yang bermasalah dengan gigi dan mulut masih tinggi, yaitu pada kelompok umur 10-14 tahun sebanyak 29,9% dan 15-24 tahun sebanyak 30,6%. Menurut beberapa penelitian terdapat hubungan antara karies gigi dengan maloklusi khususnya pada gigi berjejal.

Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan indeks karies antara maloklusi ringan dan maloklusi berat. Metode:Jenis penelitian adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel adalah remaja dengan usia 13-17 tahun dari Ponpes Darul Hijrah Martapura yang diambil secara acak. Sampel penelitian ini berjumlah 100 orang siswa-siswi yang terdiri dari 50 remaja dengan maloklusi ringan dan 50 remaja dengan maloklusi berat. Hasil: Hasil penelitian indeks karies terbanyak pada remaja dengan maloklusi ringan adalah kategori sangat rendah 17 orang, sedangkan indeks karies terbanyak pada remaja dengan maloklusi berat adalah kategori sangat tinggi 36 orang. Kesimpulan: Terdapat perbedaan indeks karies gigi antara maloklusi ringan dan maloklusi berat pada remaja di Ponpes Darul Hijrah Martapura.

Kata-kata kunci: maloklusi, karies gigi, indeks DMF-T

Korespondensi: Rizal Hendra Kusuma, Program Studi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Jl. Veteran 128B, Banjarmasin 70249, Kalimantan Selatan, e-mail: swatagent21@yahoo.com

(2)

PENDAHULUAN

Ortodontik merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari pertumbuhan wajah, perkembangan gigi, dan oklusi, serta mempelajari diagnosis, pencegahan, dan perawatan anomali oklusi1. Oklusi merupakan hubungan antara permukaan oklusal gigi-geligi atas dan bawah. Penyimpangan terhadap oklusi normal disebut maloklusi2. Maloklusi merupakan suatu penyimpangan dalam pertumbuhan dento-fasial yang dapat mengganggu fungsi pengunyahan, penelanan, bicara, dan keserasian wajah3. Maloklusi merupakan masalah yang cukup besar dalam kesehatan gigi dan mulut, maloklusi berada pada urutan ke tiga setelah karies gigi, serta penyakit periodontal. Beberapa peneliti di bidang ortodonti mengatakan bahwa maloklusi pada remaja Indonesia usia sekolah menunjukkan angka yang tinggi3. Prevalensi maloklusi remaja Indonesia mulai tahun 1983 sebesar 90% dan pada tahun 2006 sebesar 89%4.

Persentase penduduk bermasalah gigi dan mulut di Kalimantan Selatan adalah sebesar 29,2%. Kabupaten Banjar merupakan daerah yang memiliki persentase cukup besar dalam kasus kesehatan gigi dan mulut (31,6%). Data menunjukan angka remaja bermasalah gigi-mulut pada kelompok umur 10-14 tahun sebanyak 29,9% dan 15-24 tahun sebanyak 30,6%, dengan penduduk umur 12 tahun ke atas yang memiliki fungsi gigi tidak normal sebanyak 16,6%. Karies atau gigi berlubang merupakan salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang cukup tinggi di Kalimantan Selatan, hal ini dapat dilihat dengan tingginya angka karies aktif remaja di Kalimantan Selatan pada umur 12 tahun (39,6%), 15 tahun (52,3%), dan 18 tahun (62,9%). Salah satu cara menentukan angka pengalaman karies gigi seseorang adalah dengan indeks Decayed Missing Filled-Tooth (DMF-T). Angka indeks DMF-T Kabupaten Banjar cukup tinggi dibandingkan daerah lainnya di Kalimantan Selatan yaitu sebanyak 7,85.

Prevalensi maloklusi pada anak-anak pedesaan menurut penelitian Agusni (2007) sedikit lebih tinggi dibandingkan anak-anak di kota. Tingginya prevalensi maloklusi tersebut dikarenakan sulitnya mendapatkan informasi mengenai kesehatan dan kurangnya pengawasan dari orang tua atau pengasuh terhadap kesehatan anak asuhnya3.

Menurut Margherita (2009), karies gigi dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Maloklusi merupakan salah satu faktor internal yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi, seperti pada hasil penelitian Gabris (2006), beberapa anomali gigi seperti gigi berjejal menyebabkan retensi plak dan memicu terjadinya karies6.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Bahan yang digunakan adalah air mineral, pasta gigi, alginat dan gips stone/ gypsum tipe III. Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain indeks HMAR, indeks DMF-T, kaca mulut, sonde, masker, sarung tangan, alat tulis, formulir, sliding caliver, sikat gigi, sendok cetak, spatula, dan bowl.

Populasi penelitian ini adalah semua remaja yang berstatus pelajar di Ponpes Darul Hijrah Martapura dengan rentang usia 13 – 17 tahun. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Jumlah sampel yang diambil pada penelitian ini adalah 100 dengan rincian 50 sampel pada kategori maloklusi ringan dan 50 sampel pada kategori maloklusi berat dengan kriteria inklusi: menyetujui informed consent, sehat, tidak terdapat kelainan sistemik saat anamnesa, dan terdapat maloklusi ringan atau berat. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah remaja yang masih terdapat gigi desidui atau gigi susu, remaja dengan oklusi normal, dan sedang menggunakan peranti ortodonti. Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah indeks karies antara maloklusi ringan dan berat remaja Ponpes Darul Hijrah Martapura. Pengambilan sampel dari populasi dengan cara acak. Sampel diperiksa maloklusinya secara observasi, kemudian dilakukan pencetakan rahang atas dan bawah.

Selanjutnya dilakukan pengisian cetakan dengan gips stone/stone tipe III dengan segera, untuk menentukan maloklusi ringan atau berat model gigi-geligi sampel di hitung menggunakan indeks HMAR. Berikutnya dilakukan pemeriksaan DMF-T untuk menentukan indeks karies. Hasil pemeriksaan dicatat dalam lembar perhitungan dan dilanjutkan pengumpulan data. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan analisis deskriptif.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian perbedaan indeks karies antara maloklusi ringan dan berat pada remaja di Ponpes Darul Hijrah Martapura dapat dilihat pada Gambar 1., Gambar 2., dan Gambar 3.

(3)

Gambar 1. Data Insidensi Maloklusi Ringan dan Berat pada Remaja di Ponpes Darul Hijrah Martapura Berdasarkan Usia

Gambar 2. Data Insidensi Maloklusi berdasarkan Jenis Kelamin pada Remaja di Ponpes Darul Hijrah Martapura

Gambar 3. Hubungan Karies Gigi pada Remaja yang Mengalami Maloklusi di Ponpes Darul Hijrah Martapura

Gambar 1 diketahui bahwa usia 13 tahun merupakan usia dengan jumlah sampel paling banyak pada kelompok maloklusi ringan sebanyak 21 orang (42 %). Usia 14 tahun merupakan usia dengan jumlah sampel paling banyak pada kelompok maloklusi berat sebanyak 24 orang (48 %). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa maloklusi lebih banyak terjadi pada remaja dengan usia 13-14 tahun.

Data pada Gambar 2 menunjukkan remaja laki-laki lebih sering mengalami maloklusi berat (72%), sedangkan remaja perempuan sebagian

besar mengalami maloklusi ringan (56%). Hasil penelitian menunjukkan dari 100 sampel, remaja laki-laki lebih sering mengalami maloklusi. Remaja laki-laki yang mengalami maloklusi sebanyak 58 orang dan remaja perempuan sebanyak 42 orang.

Gambar 3 menunjukkan dari 100 sampel yang diperiksa. Frekuensi untuk kelompok maloklusi ringan dengan kategori indeks karies sangat rendah sebanyak 17 orang, kategori rendah sebanyak 13 orang, kategori sedang sebanyak 11 orang, kategori tinggi sebanyak 7 orang, dan kategori sangat tinggi sebanyak 2 orang. Frekuensi untuk kelompok maloklusi berat dengan kategori indeks karies sangat rendah sebanyak 2 orang, kategori rendah sebanyak 2 orang, kategori sedang sebanyak 2 orang, kategori tinggi sebanyaak 10 orang, dan kategori sangat tinggi sebanyak 34.

Gambar 4. Salah satu pemeriksaan maloklusi pada sampel penelitian

Gambar 5. Pemeriksaan indeks karies pada sampel penelitian

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan laki-laki sedikit lebih banyak mengalami maloklusi. Salah satu penyebabnya adalah remaja perempuan lebih memperhatikan penampilan mereka dibandingkan dengan remaja laki-laki. Hal ini berkaitan dengan pentingnya penampilan mereka saat bersosialisasi dengan teman sebaya. Selain itu, anak laki-laki juga acuh atau kurang memperhatikan penampilan mereka7.

0 20 40 60

Mal Ringan Mal Berat

13 Tahun 14 Tahun 15 Tahun 16 Tahun 17 Tahun 0 20 40 60 80

Mal Ringan Mal Berat

Laki-laki Perempuan 0 10 20 30 40

Mal Ringan Mal Berat

Sangat Rendah Rendah Moderat Tinggi Sangat Tinggi Maloklusi Ringan Maloklusi Berat P erse n tas e (% ) P erse n tas e (% ) Maloklusi Ringan Maloklusi Berat Ju m ah (o ra n g ) Maloklusi Ringan Maloklusi Berat Indeks DMF-T Usia Jenis Kelamin

(4)

Seperti penelitian Ahangar (2007) yang meneliti prevalensi maloklusi pada anak umur 6-18 tahun, prevalensi maloklusi pada usia 12-14 tahun cukup tinggi yaitu 83,4 %. Remaja adalah usia yang dalam tahapan perkembangan baik fisik maupun psikologinya. Semakin dewasa seseorang, kesadarannya terhadap kesehatan dan penampilan saat bersosialisasi akan bertambah8. Menurut Rochadi (2001), ada dua konsep yang mendasar dalam hal ini yaitu konsep kebutuhan yang dirasakan. Konsep ini menjelaskan bahwa seseorang melakukan perawatan karena adanya kesadaran dan perubahan psikososial pada diri remaja yang menginginkan penampilan yang lebih menarik. Konsep yang kedua adalah konsep komparatif. Konsep ini menjelaskan perilaku kesehatan seseorang berdasarkan pernah tidaknya mendapatkan promosi atau pengetahuan yang mendalam tentang kesehatan gigi secara umum9.

Berdasarkan hasil penelitian Oktavia Dewi (2007), diketahui terdapat hubungan antara jenis kelamin dan kualitas hidup. Perbedaan ini disebabkan remaja perempuan lebih sensitif terhadap perubahan hidupnya, mereka akan lebih mudah mengeluh dibandingkan remaja laki-laki. Remaja perempuan lebih memperhatikan masalah yang menyangkut estetis termasuk kesehatan gigi, ini dibuktikan dengan banyaknya perempuan yang melakukan perawatan keadaan maloklusinya, dibandingkan laki-laki karena merasa tidak nyaman dengan bentuk wajahnya7. Salah satu faktor yang menyebabkan remaja perempuan lebih sedikit mengalami maloklusi adalah orang tua. Orang tua cenderung lebih memperhatikan kesehatan gigi dan mulut anak perempuan mereka dibandingkan dengan laki-laki. Menurut Yaghma (2013), disebutkan bahwa orangtua lebih banyak mencari perawatan ortodontik untuk anak perempuan mereka dibandingkan dengan anak laki-laki9.

Beberapa karakteristik maloklusi khususnya gigi berjejal berpengaruh dalam terjadinya karies gigi permanen. Kondisi gigi-geligi yang berjejal mengakibatkan makanan terselip disela-sela gigi dan menyebabkan kesulitan dalam pembersihan gigi, hal ini terus berlanjut hingga sisa makan tersebut diakumulasikan oleh bakteri menjadi plak yang lebih sulit dibersihkan. Plak yang tidak dibersihkan pada permukaan gigi akan menyebabkan terbentuknya karies atau gigi berlubang10.

Beberapa kasus anterior open bite juga dapat menyebabkan karies gigi. Remaja dengan kondisi ini cenderung bernafas lewat mulut dan menyebabkan penurunan aliran saliva. Keadaan mulut yang kering akibat penurunan aliran jumlah saliva memudahkan mikroorganisme kariogenik penyebab karies gigi berkembang biak9.

Beberapa sampel juga mengeluhkan gangguan sendi rahang. Gangguan sendi rahang dapat menyebabkan kelainan mengunyah pada satu sisi

rahang yang memicu terjadinya karies gigi di sisi yang tidak melakukan pengunyahan. Gigi geligi pada sisi rahang yang tidak melakukan aktivitas pengunyahan makanan terjadi penurunan aliran jumlah saliva yang akan menyebabkan gigi-geligi rentan terjadi karies11. Maloklusi juga berkaitan erat dengan penyakit periodontal. Kelainan hubungan vertikal dan horizontal gigi-geligi anterior rahang atas dan bawah, pergeseran gigi, serta kelainan oklusi gigi-geligi posterior dapat menyebabkan kerusakan jaringan periodontal, sehingga dapat menyebabkan karies gigi pada daerah servikal gigi-geligi12.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan terdapat perbedaan indeks karies antara maloklusi ringan dan berat. Indeks karies terbanyak pada maloklusi ringan termasuk dalam kategori sangat rendah. Indeks karies terbanyak pada maloklusi berat termasuk dalam kategori sangat tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dolce, C. Orthodontics: a review. Florida: American Dental Association Chemistry Education Research and Practice. 2012. p. 2-3. 2. Koesoemahardja H, Indrawati A, Jenie I.

Tumbuh Kembang Kraniodentofasial. Jakarta: Fakutas Kedokteran Gigi Trisakti. 2009. p. 29-39.

3. Adzimah FS. Gambaran Derajat Keparahan Maloklusi Menggunakan Handicapping Malocclusion Assessment Record pada Siswa SMPN 1 Paciran Kabupaten Lamongan. Orthodontic Dental Journal. 2011; 2(2): 19-24. 4. Dinatal G, Djajasaputra W, Koesoemahardja H.

Studi Epidemiologis Tingkat Keparahan Maloklusi pada Anak-Anak Sekolah Usia 12-15 Tahun di DKI Jakarta. Majalah Kedokteran Gigi. 2002; 39: 381-387.

5. Tim Pelaksana Riskesdas Provinsi Kalimantan Selatan. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2007. p 119-133.

6. Stahl F, Grabowski R. Malocclusion and caries prevalence: is there a connection in the primary and mixed dentitions? Clinical Oral Investig. 2004; 8(2): 86–90.

7. Dewi O. Analisis Hubungan Maloklusi dengan Kualitas Hidup pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007. Skripsi. Medan. Indonesia. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. 2007. p.73.

8. Ahangar A. Prevalence of Malocclusion in 13-15 Year-old Adolescents in Tabriz. Iran: Journal of Dental Research. 2007. p. 14.

9. Sandhi A. Multidisciplinary Approach in Treating Undiagnosed Severe Temporo

(5)

Mandibular Joint Ankylosis : A Case Report. Jakarta. Jurnal Plastik Rekonstruksi. 2012. p.315.

10. Alexander, KN. Genetic and Phenotypic Evaluation of The Class III Dentofacial Deformity: Comparisons of Three Populations. Thesis. Carolina. Georgia. University of North Carolina. 2007; 14.

11. Marquezan M, Feldens CA. Association Between Occlusal Anomalies and Dental Caries

In 3-5 Years Old Brazilian Children. Journal of Orthodontics 2011; 38(1): 8-14.

12. Mtaya M, Prongsi B. Prevalence of Malocclusion and Its Relationship With Sociodemographic Factors, Dental Caries, and Oral Hygiene In 12-14 Years Old Tanzanian Schoolchildren. European Journal of Orthodontics. 2009; 31(5): 474-475.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data tersebut larutan daun sirih 80% dapat digunakan sebagai bahan desinfektan untuk bahan cetak alginat dengan metode penyemprotan, karena perubahan

Kesimpulan : Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa gambaran klinis kelainan mukosa rongga mulut yang paling banyak ditemukan pada

Pasien yang pernah mengalami keguguran dua kali atau lebih dari jumlah 1 orang diperoleh 1 orang (100%) yang menderita gingivitis kehamilan dan tidak ada yang

Seperti yang terlihat pada Tabel4, dari hasil uji tersebut diketahui bahwa volume saliva merupakan variabel bebas dan indeks karies berupa DMF-T merupakan variabel

Kesimpulan: Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan pH saliva menggosok gigi sebelum dan sesudah mengonsumsi makanan manis

Anak usia 6-7 tahun memiliki tingkat rasa takut dan cemas yang tinggi, karena masih memerlukan orang tua dan pada usia tersebut merupakan periode tidak

Seseorang yang berada pada tingkat sosial ekonomi rendah akan mengalami status kesehatan yang buruk termasuk kesehatan gigi dan mulut sehingga lebih beresiko mengalami

Rata-rata kecepatan karies gigi tetap yang diamati di klinik adalah ± 6 bulan, dan kecepatan karies gigi sulung lebih tinggi dari gigi tetap.19 Berdasarkan penelitian yang telah