• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan kecemburuan, pola

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan kecemburuan, pola"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan kecemburuan, pola attachment, dewasa awal dan pacaran.

2.1 Attachment

2.1.1 Definisi Attachment

Bowlby adalah tokoh pertama yang melakukan penelitian dan mengemukakan teori mengenai attachment dan tetap menjadi dasar teori bagi penelitian-penelitian lanjutannya. Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) mengemukakan bahwa attachment adalah ikatan emosional yang dialami oleh anak ketika berinteraksi dengan figur tertentu, dimana anak menginginkan kedekatan dengan figur tersebut dalam situasi-situasi tertentu seperti ketika ketakutan dan kelelahan.

Hazan dan Shaver (dalam Feeney & Noller, 1996) mengekplorasi ide Bowlby mengenai attachment. Menurut Hazan dan Shaver, ikatan emosional yang berkembang pada hubungan romantis di masa dewasa memiliki fungsi yang sama dengan ikatan emosional antara anak dengan pengasuhnya.

2.1.2 Perkembangan Teori Attachment Pada Masa Dewasa

Setiap individu memiliki ikatan dengan orang lain, tetapi setiap individu memiliki kualitas ikatan berbeda. Ada individu yang cepat untuk akrab atau dekat dengan orang baru, tidak malu untuk memulai suatu percakapan, jika memiliki

(2)

pasangan akan merasa nyaman dan tenang dengan keberadaan pasangannya. Tetapi ada juga individu yang sulit untuk membina suatu hubungan dengan orang lain, baik berupa hubungan percintaan atau hubungan pertemanan. Individu seperti ini biasanya pemalu dan tidak pernah berani untuk mengekspresikan perasaannya. Ia juga biasanya merasa takut jika memiliki pasangan. Ia merasa pasangannya akan berlaku tidak jujur terhadap dirinya.

Ainsworth (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) melakukan penelitian yang disebut dengan strange situation. Strange Situation adalah meneliti kedekatan antara orang dewasa (ibu) dengan anaknya. Melalui penelitian ini didapatkan tiga jenis attachment yaitu secure attachment, avoidant attachment dan anxious/ambivalent attachment.

Penelitian akan teori attachment dalam konteks hubungan romantis dewasa pertama kali dilakukan oleh Hazan dan Shaver (dalam Mikulincer & Shaver, 2007). Mereka mengatakan bahwa pacaran adalah bagian dari pembentukan attachment. Mereka menemukan tiga tipe attachment yang terdapat pada individu dewasa berdasarkan sejarah pengalaman pengasuhan individu di masa kecilnya dengan menggunakan self- report. Pertama, secure attachment dimiliki oleh individu yang pada masa kanak-kanaknya memiliki hubungan yang akrab dengan kedua orang tua, ketika dewasa menjadi pribadi yang mudah bergaul, percaya diri, memiliki hubungan yang romantis dan penuh kasih dengan pasangannya. Kedua, avoidance attachment dimiliki oleh individu yang pada masa kanak-kanaknya sering mendapat perlakuan yang dingin, tidak bersahabat, dan bahkan penolakan dari ibunya, ketika

(3)

kekurangan pasangan. Ketiga, anxiety attachment dimiliki oleh individu yang pada masa kanak-kanaknya memiliki pengalaman dengan ayah yang dipandang kurang adil, ketika dewasa menjadi individu yang kurang percaya diri, mudah jatuh cinta, tetapi sulit menemukan cinta sejati, penuh rasa ingin memiliki pasangan, penuh rasa cemburu, penuh dengan hasrat seksual dan emosional.

Sejalan dengan pemikiran Ainsworth mengenai attachment, Brennan, Clark, Shaver, Fraley dan Waller (dalam Collins & Feeney, 2004) mengemukakan bahwa ketiga tipe attachment itu dapat dirangkum menjadi dua dimensi attachment pada orang dewasa yaitu anxiety dan avoidance. Pola attachment anxiety merupakan perasaan tentang keberhargaan dirinya (self-worth) berkaitan dengan seberapa tinggi individu merasa khawatir bahwa ia akan ditolak, ditinggalkan atau tidak dicintai oleh figure attachment atau significant others. Pola attachment avoidance berkaitan dengan seberapa jauh individu membatasi intimasi dan ketergantungan pada orang lain. Dari dua dimensi tersebut, dapat ditemukan empat macam pola attachment yang akan tergolong dengan sendirinya, yaitu antara lain secure (anxiety rendah & avoidance rendah), preoccupied (anxiety tinggi & avoidance rendah), fearful (anxiety tinggi & avoidance tinggi) dan dismissing (anxiety rendah & avoidance tinggi).

Perkembangan teori akan tiga tipe attachment Hazan dan Shaver dilakukan Bartholomew dan Horowitz dengan menggunakan metode wawancara (Mikulincer & Shaver, 2007). Dalam penelitian Bartholomew & Horowitz, menemukan adanya perbedaan karakteristik individu yang tergolong memiliki tipe avoidant attachment. Individu yang diklasifikasikan ke dalam pola avoidant attachment ternyata tidak

(4)

merasa tertekan dalam hubungan romantis dan tidak menganggap penting sebuah hubungan romantis. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Hazan dan Shaver yang menemukan bahwa individu dengan avoidant attachment merasa tertekan dalam hubungan romantis dan merasa tidak nyaman ketika berhubungan dekat dengan orang lain. Perbedaan hasil dari karakteristik individu dewasa yang diklasifikasikan dalam pola avoidant attachment ini yang akhirnya mendorong penelitian-penelitian selanjutnya untuk menggali lebih dalam pola-pola attachment pada individu dewasa.

Penelitian selanjutnya mengenai tipe attachment pada hubungan romantis dewasa dilakukan oleh Bartholomew & Horowitz (dalam Mikulincer & Shaver, 2007). Mereka melanjutkan penyelidikan didasarkan oleh pandangan akan working models of attachment yang dikemukakan oleh Bowlby. Mereka mengemukakan bahwa working models of attachment terdiri dari dua dimensi yang melandasi pola-pola attachment pada individu dewasa, yang terdiri dari:

1. Models of self yang menggambarkan penilaian akan seberapa berharganya diri sehingga memunculkan harapan bahwa orang lain akan memberi respon terhadap mereka secara positif.

2. Models of others yang menggambarkan penilaian seberapa orang lain dapat dipercaya dan diharapkan untuk memberikan dukungan dan perlindungan yang dibutuhkan

(5)

Bartholomew dan Horowitz (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) mengatakan kombinasi dari model of self dan models of others dapat dikombinasikan untuk menjelaskan empat pola attachment dalam hubungan romantis dewasa yang terbentuk yaitu secure attachment, preoccupied attachment, avoidant-fearful attachment dan avoidant-dismissing attachment.

2.2 Kecemburuan (Jealousy) 2.2.1. Pengertian Kecemburuan

Dalam penelitian ini kecemburuan yang dimaksud adalah kecemburuan romantis, dan definisi inti yang akan dipakai oleh peneliti adalah yang menurut Mullen (1991, dalam Marazziti, 2010) yaitu fenomena kompleks yang dapat didefinisikan sebagai persepsi ancaman akan kehilangan nilai-nilai dalam suatu hubungan yang disebabkan saingan nyata ataupun imajinasi yang meliputi afektif, kognisi dan perilaku.

Beberapa pendapat tentang pengertian lain tentang kecemburuan yang memiliki kemiripan karakteristik dengan pengertian dari Mullen akan adanya ancaman orang ketiga dan rasa takut kehilangan orang yang dicintainya, diutarakan oleh:

a. Parrot dan Smith (dalam Bird & Melville, 1994) menyatakan bahwa ketika individu bereaksi dengan keraguan, ketidakpercayaan dan kecurigaan karena ketakutan pasangan akan meninggalkannya, perasaan kesepian, dikhianati dan ketidakpercayaan akan hadir bersama-sama dengan kecemburuan.

(6)

b. Salovey (1991) yang berpendapat bahwa kecemburuan adalah emosi yang dialami ketika seseorang merasa hubungan dengan pasangan terancam dan mengakibatkan hilangnya kepemilikan, biasanya ini akan timbul apabila ada pihak ketiga dalam hubungan tersebut.

c. Clanton (dalam Buss, 2000) mendefinisikan kecemburuan sebagai suatu perasaan yang tidak menyenangkan, yang mengekspresikan ketakutan akan kehilangan pasangan atau ketidaknyamanan atas suatu pengalaman nyata ataupun pengalaman imaginasi terhadap pasangannya yang membentuk hubungan dengan pihak atau orang ketiga.

d. Daly dan Wilson (dalam Buss 2000) mendefinisikan kecemburuan sebagai suatu keadaan (state) yang terbangkitkan oleh suatu ancaman yang dirasakan terhadap suatu hubungan, yang kemudian memotivasi munculnya perilaku yang bertujuan untuk membalas kecemburuan tersebut. Ia menambahkan ada tiga faset dari kecemburuan. Pertama, kecemburuan merupakan suatu keadaan, yang berarti bersifat sementara atau episodik, bukan merupakan suatu penderitaan yang permanen. Kedua, kecemburuan merupakan suatu respon terhadap suatu ancaman kepada hubungan yang berarti. Ketiga, kecemburuan memotivasi perilaku tertentu dalam menghadapi ancaman, misalnya memberikan ancaman seksual atau ancaman finansial.

(7)

2.2.2. Tipe Kecemburuan

Menurut Marazziti, Consoli, Albanese, Laquidara dan Baroni (2010) ada beberapa tipe kecemburuan, yaitu:

a) Kecemburuan obsesif (obsessionality): ditandai dengan perasaan cemburu tanpa sadar yang mana individu itu pada akhirnya menyadari rasa tersebut terlalu berlebihan dan tidak realistis tetapi tetap diperjuangkan dengan banyak penekanan terhadap pasangannya.

b) Kecemburuan depressive (self-esteem): ditandai dengan rasa ketidakcukupan dan rendah diri dibandingkan dengan pasangannya sehingga ia tidak mempercayai kesetiaan pasangannya dan akhirnya pasangannya berpotensi menjalin hubungan jarak jauh dengan pasangannya.

c) Kecemburuan perpisahan atau takut kehilangan (fear of loss): ditandai dengan tidak mampu menerima kehilangan pasangan di masa mendatang, sehingga membuat hubungan menjadi ketergantungan, dan individu selalu ingin di dekat pasangan dan menunjukan tanda-tanda tertekan jika berpisah.

d) Kecemburuan paranoid (suspisciousness): ditandai dengan kecurigaan ekstrim, seperti menginterpretasikan dan mengendalikan tingkah laku pasangan. Tidak memberikan kepercayaan terhadap pasangan meskipun pasangannya setia.

(8)

e) Kecemburuan sensitivitas (interpersonal sensitivity): ditandai dengan sensitivitas yang berlebihan terhadap pasangan dengan stimulus dan situasi eksternal, segalanya dianggap berpotensi agresif terhadap dirinya baik orang atau sesuatu yang tidak dikenalnya.

2.2.3. Ciri-Ciri Orang yang Mengalami Kecemburuan

Menurut Dryden dan Gordon (1994), orang yang mengalami kecemburuan memiliki cirri-ciri sebagai berikut:

a) Merendahkan diri sendiri: Sikap yang paling menonjol dari orang yang pencemburu adalah rasa kurang menerima diri sendiri. Umumnya memiliki sedikit atau sama sekali tidak ada penghargaan atau kebanggaan terhadap diri sendiri.

b) Rasa sensitif yang berlebihan, karena orang-orang pencemburu selalu merasa dikritik orang lain, meski tidak ada orang lain yang bermaksud begitu. Apabila dikomentari sesuatu akan menimbulkan salah paham dan komentar itu dianggap sebagai kritik terhadap tingkah lakunya, meskipun orang lain sudah memilih kata-kata yang baik tetapi tetap saja salah mengartikan kata-kata tersebut.

c) Pemerasan emosional, seorang pencemburu menganggap tidak cocok dan tidak mempunyai harga diri, menjadi kurang keyakinan untuk mengungkapkan dan berbicara apa yang diinginkan sehingga ia berusaha agar dapat diterima orang lain dengan cara melemparkan perasaan

(9)

bersalah kepada orang lain yang menjadi sasaran dari permintaannya sendiri.

d) Bersikap terlalu curiga merupakan bagian dari gangguan mental para pencemburu, tidak hanya terlampau sensitif terhadap setiap kritik dan selalu menyimpulkan kritikan untuk diri sendiri padahal sebenarnya bukan ditujukan kepada dirinya. Hal lainnya seperti merasa curiga tanpa kejelasan terhadap sikap dan motif orang lain.

2.2.5 Aspek-aspek Kecemburuan

Menurut Pines (1998), aspek kecemburuan adalah :

1) Aspek pikiran, yang terdiri dari perbandingan dengan menyaingi, mengasihani diri sendiri, menyalahkan diri, sikap kepemilikan, khawatir tentang image, pemikiran tentang balas dendam, dan pikiran mengalah. 2) Aspek emosi, yang terdiri dari sakit, kesedihan, kemarahan, rasa tidak

berdaya, iri hati, takut, dan penghinaaan.

3) Aspek perilaku, yang terdiri dari ingin pingsan (shock), gugup dan gemetar, jantung berdebar kencang, hilang nafsu makan, tangan berkeringat atau gemetar, konstan pertanyaan dan mencari keyakinan, tindakan agresif, bahkan kekerasan.

(10)

2.2.6 Penyebab Terjadinya Kecemburuan

Brehm (2002) menyatakan ada dua faktor yang dapat menyebabkan seseorang merasakan kecemburuan yaitu:

a) Faktor Personal

Baik pria maupun wanita pada dasarnya tidak berbeda dalam kecenderungannya untuk merasakan kecemburuan, tetapi terdapat perbedaan-perbedaan individual yang dapat menyebabkan seseorang lebih mudah dan intens dalam merasakan kecemburuan, diantaranya sebagai berikut :

1) Dependence

Berscheid (dalam Brehm,1992) menyatakan bahwa individu yang sangat tergantung terhadap pasangannya, menyakini bahwa hanya pasangannya saja yang dapat membuat dirinya bahagia dan tidak ada orang lain yang dapat menggantikannya, maka akan semakin besar pula rasa cemburu yang dialami individu tersebut. Sikap dependence ini juga menjelaskan alasan mengapa beberapa orang tetap mempertahankan hubungan yang mereka jalin meskipun menyakitkan bagi mereka dikarenakan individu tersebut berfikir bahwa mereka tidak memiliki alternatif lain di luar hubungan yang mereka jalin. Sikap dependence juga erat kaitannya dengan sikap posesif yang hadir, dimana seseorang yang bergantung dengan pacarnya akan berusaha sekuat mungkin untuk menjaga dan mengawasi setiap gerak-gerik dari pasangannya (Pinto & Hollandsworth, Caroll, 2005 dalam Brehm,

(11)

2) Mate Value

Seseorang yang menganggap pasangannya sebagai individu yang akan disukai banyak orang. Misalnya penampilan fisik yang menarik, kaya, sejahtera ataupun berbakat- dibandingkan dirinya, seseorang tersebut akan lebih mudah merasakan kecemasan, jika ada orang lain yang lebih baik dari dirinya yang dapat mendampingi pacarnya tersebut. Mate value juga dapat berarti ketika seseorang menganggap bahwa dalam diri pasangannya terdapat kriteria-kriteria yang ia sukai dan sangat cocok dengan dirinya, maka hal ini dapat membuat individu tersebut semakin takut kehilangan pasangannya. Hal ini juga dapat menjadi suatu ancaman ketika individu menyadari bahwa pacarnya tersebut dapat melakukan atau mendapatkan orang lain yang lebih baik dari mereka.

3) Sexual Exclusivity

Individu yang menganut nilai sexual exclusivity, menginginkan dan mengharapkan pasangannya tetap setia hanya kepada dirinya saja, dan tidak memperbolehkan pasangannya untuk melakukan hubungan seksual dengan orang lain dan aktivitas intim lainnya, semakin besar kemungkinan dirinya untuk mengalami kecemburuan.

4) Past Experience

Pengalaman berpacaran seseorang dapat mempengaruhi munculnya kecemburuan pada hubungan yang akan dan sedang dijalin. Individu yang dulunya memiliki pasangan yang tidak setia dan

(12)

mengalami kekecewaan pada hubungan sebelumnya, dapat menurunkan kepercayaan individu tersebut kepada pasangannya yang sekarang. Hal ini akan menyebabkan individu tersebut lebih mudah untuk merasa cemburu dan curiga, karena semakin rendah kepercayaan individu terhadap pasangannya,maka akan semakin mudah individu tersebut untuk merasakan kecemburuan.

b) Berdasarkan Sifat Stimulus Terjadinya Kecemburuan

Buss (dalam Brehm 2002) menyatakan bahwa stimulus yang dapat menimbulkan kecemburuan, pada dasarnya diakibatkan oleh ketidaksetiaan (infidelity) yang dilakukan oleh pasangan. Buss membagi stimulus tersebut dalam dua bentuk, yaitu :

1) Kecemburuan Seksual

Kecemburuan seksual, kecemburuan yang terjadi dikarenakan adanya ketidaksetiaan seksual yang dilakukan pasangan. Ketidaksetiaan seksual adalah ketidaksetiaan yang dilakukan pasangan bersama pihak ketiga yang di dalamnya melibatkan hubungan fisik, seperti pelukan, ciuman dan hubungan seksual

2) Kecemburuan Emosional

Kecemburuan emosional, kecemburuan yang timbul dikarenakan adanya ketidaksetiaan emosional yang dilakukan pasangan. Ketidaksetiaan emosional adalah ketidaksetiaan yang

(13)

fisik, melainkan lebih menekankan kepada keakraban suatu hubungan, seperti rindu atau ingin selalu berbicara dengan pihak ketiga tersebut.

2.3 Dewasa Muda

Dewasa muda merupakan salah satu tahapan dalam perkembangan kehidupan manusia. Masa dewasa muda diawali dengan masa transisi dari masa remaja menuju masa dewasa yang melibatkan eksperimentasi dan eksplorasi yang disebut sebagai emerging adulthood (Arnett dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2005). Perkembangan dewasa dibagi menjadi tiga yaitu, dewasa muda (young adulthood) dengan usia berkisar antara 20 sampai 40 tahun. Dewasa menengah (middle adulthood) dengan usia berkisar antara 40 sampai 65 tahun dan dewasa akhir (late adulthood) dengan usia mulai 65 tahun ke atas (Papalia, Olds, & Feldman, 2005).

Ada beberapa tugas perkembangan dewasa muda menurut Turner & Helms ( 1995), yaitu:

1) Mencari dan memilih pasangan hidup

2) Belajar menyesuaikan diri dan hidup secara harmonis dengan pasangan 3) Membentuk keluarga dan berperan menjadi orangtua

4) Membesarkan anak dan memenuhi kebutuhan mereka 5) Belajar menata rumah tangga dan memikul tanggung jawab 6) Mengembangkan karir atau melanjutkan pendidikan

7) Memenuhi tanggung jawab sebagai warga Negara 8) Menemukan kelompok sosial yang sesuai

(14)

Dari tugas perkembangan di atas terlihat bahwa tugas terpenting dari dewasa muda adalah untuk membentuk hubungan intim yang dekat dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Erickson (Papalia, Olds, & Feldman, 2005), dimana permasalahan utama individu yang berada dalam tahap perkembangan dewasa muda adalah intimacy versus isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk membuat komitmen pribadi maupun dengan orang lain. Jika tidak berhasil maka ia dapat mengalami isolasi dan tenggelam dalam dirinya sendiri (Papalia, Olds, & Feldman, 2005).

Menurut Rosenfeld dan Stark (dalam Bird & Melville, 1994) masa tersebut ditandai dengan perubahan pandangan mengenai diri sendiri dan dunia, apa pendapat kita mengenai diri sendiri, apa yang kita harapkan dapat kita lakukan, bagaimana cara kita melakukannya, dan bagaimana perasaan kita terhadap apa yang telah kita capai.

Ada beberapa batasan usia dewasa muda yang dikemukakan oleh beberapa tokoh. Levinson (dalam Berk, 2007) membagi masa dewasa muda menjadi 4 sub periode dengan batasan usia 17 - 40 tahun, sebagai berikut :

1. Peralihan masa dewasa awal : 17 - 23 tahun 2. Memasuki masa dewasa : 24 - 28 tahun 3. Peralihan usia 30 tahun : 28 - 33 tahun

4. Puncak dari kehidupan dewasa muda : 33 - 40 tahun

Berdasarkan beberapa periode usia dewasa muda tersebut, peneliti lebih tertarik dan memfokuskan penelitian ini pada periode masa dewasa awal. Hal ini dikarenakan peneliti berasumsi bahwa hubungan pacaran sudah dialami pada masa

(15)

2.4 Pacaran

2.4.1 Pengertian Pacaran

Pacaran adalah aktivitas sosial yang memperbolehkan dua orang yang berbeda jenis kelaminnya untuk terikat dalam interaksi sosial dengan pasangan yang tidak ada hubungan keluarga (Dacey & Kenny, 1997). Menurut Saxton (dalam Bowman, 1978), pacaran adalah suatu peristiwa yang telah direncanakan dan meliputi berbagai aktivitas bersama antara dua orang yang biasanya dilakukan oleh kaum muda yang belum menikah dan berlainan jenis.

Menurut Duvall dan Miller (1985), fungsi dari pacaran adalah untuk mencari pasangan hidup. Melalui tahapan berpacaran, individu berusaha mencari seseorang yang disukai dan menimbulkan perasaan nyaman dalam diri mereka untuk kemudian dikenal lebih dalam lagi. Melalui pengungkapan diri, pasangan mampu menjelaskan maksud dari tingkah laku mereka, sehingga tidak terjadi salah pengertian serta meningkatkan perasaan suka dan cinta diantara keduanya (Derlega dalam Bird dan Melville, 1994).

2.4.2 Tahap-tahap Pacaran

Terdapat tahap-tahap pacaran sebelum sampai memasuki jenjang pernikahan. Tahap-tahap pacaran ini merupakan tahap yang dilalui bagi seseorang yang menjalani masa pacaran. Menurut Duvall & Miller (1985) ada beberapa tingkatan dalam pacaran, yaitu adalah sebagai berikut:

(16)

1) Casual Dating

Tahap ini biasanya dimulai dengan “pacaran keliling” pada orang muda. Orang dalam tahap ini biasanya berpacaran dengan beberapa orang dalam satu waktu.

2) Regular Dating

Ketika seseorang untuk alasan yang bermacam-macam memilih sebagai pasangan yang lebih disukai, kemungkinan besar hubungan itu akan menetap. Pasangan pada tahap ini seringkali pergi bersama dengan pasangannya dan mengurangi atau menghentikan hubungan dengan pasangan yang lain. Tahap perkembangan hubungan ini terjadi ketika seorang atau kedua pasangan berharap bahwa mereka akan saling melihat satu sama lain lebih sering dibanding yang lain. Jika hubungan ini dapat memenuhi kebutuhan pasangannya, hubungan ini akan meningkat secara eksklusif (terpisah dari yang lain).

3) Steady Dating

Tahap ini adalah fase yang serius dan lebih kuat dari fase dating regularly. Pasangan dalam tahap ini biasa memberikan beberapa simbol nyata sebagai bentuk komitmen mereka terhadap pasangannya serta sebagai wujud keseriusan mereka dalam hubungan tersebut.

4) Engagement (Tunangan)

Tahap pengakuan kepada publik bahwa pasangan ini berencana untuk menikah.

(17)

2.5 Kerangka Berpikir

Dimulai dari pemikiran bahwa seseorang yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal memiliki tugas-tugas tertentu, yang salah satunya adalah memilih da mencari pasangan hidup. Setiap orang memiliki suatu ikatan emosional terhadap seseorang atau attachment. Attachment ini cenderung menetap dari masa kanak-kanak hingga masa dewasanya. Pada masa dewasa, attachment tersebut berkembang kepada orang terdekatnya yaitu pasangannya yang biasanya dialami dalam hubungan pacaran. Orang dewasa akan merasa aman atau secure hanya dengan mengetahui bahwa pasangan mereka selalu ada saat dibutuhkan. Dari wujud attachment itulah orang dewasa jadi memiliki perasaan takut diabaikan atau kehilangan pasangannya, dan hal inilah yang memungkinkan munculnya rasa kecemburuan.

Referensi

Dokumen terkait

MAKALAH ALAH KEPE KEPERAW RAWA AT TAN M AN MATERNITAS ATERNITAS.. ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU

yang memiliki '' klien 'global', perlu mengembangkan struktur yang memungkinkan jangkauan global dan pada saat yang sama memungkinkan perusahaan untuk tetap '' dekat ''

Bentuk wajah depan pria dan wanita pada RW 1 (sumbu x) (Gambar 3) dengan persentase sebesar 28.57% (pria) dan 35.16% (wanita) (Lampiran 5) menunjukkan perubahan bentuk

Hasil penelitian membuktikan bahwa persepsi siswa SMP Advent 01 Manado terhadap layanan sirkulasi di perpustakaan umum Kantor Arsip dan Perpustakaan Kota Manado perlu untuk

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN PADA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA BARAT KEPALA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

Untuk mengetahui apakah rangkaian pada perangkat telah bekerja dengan baik, maka dilakukan pengujian dengan memberikan program perintah pada mikrokontroler dengan melakukan