• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah Pabrik Kelapa Sawit. terjadinya peningkatan jumlah produksi kelapa sawit seiring menigkatnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Limbah Pabrik Kelapa Sawit. terjadinya peningkatan jumlah produksi kelapa sawit seiring menigkatnya"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Limbah Pabrik Kelapa Sawit

Industri kelapa sawit di Indonesia merupakan salah satu industri yang strategis. Prospek perkembangan industri kelapa sawit saat ini sangat pesat dimana terjadinya peningkatan jumlah produksi kelapa sawit seiring menigkatnya kebutuhan manusia, salah satu contohnya adalah kebutuhan minyak kelapa sawit. Perkembangan yang pesat ini tentu menimbulkan implikasi masalah pencemaran lingkungan. Namun demikian pencemaran yang mungkin ditimbulkan tidak akan menjadi masalah dikemudian hari jika berhasil memanfaatkan potensi pencemaran menjadi lebih berguna (Kamtoyo, 2004 dan Agustina, 2006).

Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan minyak kelapa sawit adalah limbah cair dan padat. Limbah padat berupa tandan kosong dan cangkang sawit. Sementara limbah cairnya merupakan sisa dari proses pembuatan minyak yang berbentuk cair. Menurut Anonim (2008) menyatakan limbah pabrik kelapa sawit di Indonesia sangat melimpah mencapai 28.7 juta ton limbah cair/tahun dan 15.2 juta ton limbah padat (TKKS)/tahun.

Lubis, Guritno dan Darmoko (1994) menyatakan jenis dan jumlah limbah pabrik kelapa sawit (PKS) seperti teretera pada Tabel I

(2)

Tabel 1. Jenis dan jumlah limbah PKS pada tahun 1993

No. Jenis Limbah Kontribusi Jumlah

1. Limbah cair 1 m3/ton TBS 17.000.000 m3

2. Tandan kosong Kelapa Sawit 0.2 ton basah/ ton TBS 3.400.000 ton 3. Serat buah 0.13ton kering/ ton TBS 2.210.000 ton

4. Cangkang 0.5 ton kering/ ton TBS 850.0000 ton

5. Pelepah 10.5 ton kering/ ha/ tahun 10.500.000 ton 6. Batang sawit 70 ton kering/ ha/ 25 tahun 1.050.000 ton

Sumber : Lubis, dkk. (1994)

Banyak produk yang dihasilkan dari pemanfaatan limbah kelapa sawit, salah satunya adalah tandan kosong kelapa sawit, cangkang, serat dan lain-lain. Yang mana masing-masing dari komponen tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal. Pemanfaatan limbah padat dari industri kelapa sawit yang telah dilakukan oleh pusat penelitian kelapa sawit meliputi pembuatan kertas dari pulp TKS, pemanfaatan serat untuk polypot, papan partikel, panel semen, batu cetak, serat berlateks, teknologi pembuatan arang dari cangkang dan TKS, kompos dari TKS dan beberapa produk lainnya (Pusat Penelitian Kelapa Sawit).

Tandan Kosong Kelapa Sawit

Proses pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi crude palm oil

(CPO) menghasilkan biomassa produk samping yang jumlahnya sangat besar Tandan kososng kelapa sawit merupakan limbah padat yang dihasilkan dari proses sterilizer (perebusan) dan stipper (pemisahan brondong). Kompos yang dihasilkan dari tandan kosong kelapa sawit tersebut merupakan sumber pupuk organik dan memiliki kandungan unsur yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman.

Menurut Fauzi dkk (2005) kompos tandan kelapa sawit merupakan sumber unsur hara P, Ca, Mg, dan C dan dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pupuk

(3)

organik dan menghemat penggunaan pupuk sintesis hingga 50%. Tandan kosong kelapa sawit bila dibakar akan menghasilkan tandan yang mengandung unsur hara makro dan mikro. Seperti K2O 30-40%, P2O5 7% dan MgO 3% serta unsur hara

mikronya adalah Fe 1.200 ppm, mn 1.000 ppm dan Cu 100 ppm.

Pemanfaatan tandan kosong lebih banyak dilakukan sebagai mulsa dengan menebarkan langsung ke areal perkebunan. Dimana mulsa tersebut dapat meningkatkan produksi tanaman dengan melepaskan unsur hara secara lambat ke tanah melalui mikroorganisme sehingga efektif dalam mendaur ulang unsur hara (Kamtoyo, 2004).

Cangkang

Produk yang dihasilkan dari pemanfaatan limbah kelapa sawit salah

satunya adalah cangkang. Tempurung atau cangkang merupakan hasil dari proses pemisahan cangkang dan inti. (http:// PT..intrernational business.com./2000)

menyatakan bahwa dalam satu ton tandan buah segar terdapat ± 60-65 kg cangkang.

Serat

Serat merupakan jumlah terbesar ketiga setelah CPO dan tandan kosong kelapa sawit. Pada tandan buah segar diperkirakan mengandung 14-15 %. Serat dapat dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif energi pembangkit listrik, pembuatan kertas dan sebagai bahan campuran makanan ternak.

(4)

Limbah Cair Kelapa Sawit

POME (Palm Oil Mill Effluent) merupakan limbah cair kelapa sawit merupakan produk sampingan dari proses pengolahan pabrik kelapa sawit. Limbah kelapa sawit yang dikenal dengan POME (Palm Oil Mill Effluent) dalam satu ton tandan buah segar mampu menghasilkan 3,54 m3 POME.

Limbah cair berasal dari pengembunan uap air. Limbah cair industri kelapa sawit memiliki kadar air 95%, 4,5% padatan dalam bentuk terlarut/ tersuspensi, 0.5-1% sisa minyak dan lemak emulsi. Asam terjadi pelepasan asam lemak bebas selama proses. Limbah cair industri kelapa sawit juga memiliki temperatur yang tinggi 60 -80oC berasal dari proses kondensasi (Satria, 1999).

Salah satu limbah cair yang dihasilkan dalam proses pengolahan kelapa sawit adalah lumpur. Menurut Anonim (1997) lumpur tersebut mengandung BOD 100 ppm, 52 ppm N, 12 ppm P, 2300 ppm K dan 539 ppm Mg sedangkan endapannya mengandung 1000-3000 ppm BOD, 2670 ppm N, 461 ppm P, 2378 ppm K dan 1004 ppm Mg.

Adapun jumlah limbah kelapa sawit berupa limbah pada dan cair yang melimpah dapat menimbulkan efek pencemaran lingkungan yang serius. Maka dari itu perlu dilakukan pengelolaan dari limbah industri kelapa sawit yang ada.

(5)

Secara konvensional pengolahan limbah di pabrik kelapa sawit (PKS) dilakukan secara biologis dengan menggunakan sistem kolam, yaitu limbah cair diproses di dalam satu kolam anaerobik dan aerobik dengan memanfaatkan mikroba sebagai perombakan BOD dan menetralisir keasaman cairan limbah. Hal ini dilakukan karena pengolahan limbah dengan menggunakan teknik tersebut cukup sederhana dan dianggap murah. Namun demikian lahan yang diperlukan untuk pengolahan limbah sangat luas, yaitu sekitar 7 ha untuk PKS yang mempunyai kapasitas 30 ton TBS/jam. Kebutuhan lahan yang cukup luas pada teknik pengolahan limbah dengan menggunakan sistem kolam dapat mengurangi ketersediaan lahan untuk kebun kelapa sawit. Waktu retensi yang diperlukan untuk me-rombak bahan organik yang terdapat dalam limbah cair ialah 120 – 140 hari. Efisiensi perombakan limbah cair PKS dengan sistem kolam hanya sebesar 60 – 70 %. Disamping itu pengolahan limbah PKS dengan menggunakan sistem kolam sering mengalami pendangkalan sehingga masa retensi menjadi lebih singkat dan baku mutu limbah tidak dapat tercapai. Proses ini kurang mantap dalam penurunan kualitas air limbah, terutama pada panen puncak dan dalam kondisi fluktuatif. Pengolahan yang menggunakan kolam terbuka pada temperatur ambient yang tinggi menghasilkan produksi gas metana dan karbondioksida yang tidak terkendali, yang mana keduanya merupakan gas rumah kaca. Luas areal yang dibutuhkan untuk tempat pengolahan sangat besar sehingga hanya diprioritaskan untuk industri pengolahan kelapa sawit yang kecil.

Menurut Satria (1999) pengolahan limbah cair industri kelapa sawit meliputi dua aspek yaitu

(6)

A. Fisik dan kimia. Merupakan pengolahan limbah yang berfungsi untuk memisahkan partikel – partikel padat (suspended solid), minyak dan lemak. B. Pengolahan biologis yaitu dengan memanfaatkan aktivitas biologis dalam

hal ini mikroorganisme dalam air buangan yang bersifat biodegradable. Proses yang diaplikasikan adalah dengan menggunakan kombinasi proses anaerob dan dilanjutkan dengan proses aerob.

Berdasarkan aspek diatas maka pengolahan limbah cair yang masuk ke instalasi pengolahan air buangan dilakukan dengan beberapa tahap:

Tahap pengolahan

d. Bak pemisah minyak ( De-oiling pond).

Air limbah yang berasal dari fat-pit dialirkan melalui baskulator ( alat pengukur volume limbah ) menuju bak pemisah minyak. Dengan

kandungan minyak 1% di air limbah bak ini memiliki effisiensi 60%.

2. Kolam Pengasaman.

Tujuan pengasaman yaitu agar permukaan kolam tidak tertutup kerak (casing). Suasana asam dan suhu yang masih tinggi menyebabkan minyak dipermukaan air limbah tetap cair, sehingga dapat diambil untuk dijual. Kadar minyak di kolam tersebut sekitar 0.5 %. Kolam ini memiliki masa retensi 4 hari, akan terjadi kenaikan kandungan asam – asam mudah menguap sehingga memudahkan proses selanjutnya di kolam anaerobik.

Pengolahan limbah kelapa sawit merupakan perombakan bahan organik majemuk menjadi bahan organik sederhana.

Tahapan yang dilalui :

(7)

Limbah yang berasal dari pemisah minyak diikuti dengan mengalirkan bahan aktif dari kolam pengasaman kedalam kolam anaerobik primer. Pengubahan senyawa organik majemuk terjadi disini, menjadi senyawa asam yang mudah menguap. Bakteri yang berperan adalah bakteri penghasil asam. BOD dan COD mengalami penurunan dalam suasana netral, hidrolik retention time dikolam I & II adalah 40 hari.

2. Kolam Perombakan Anaerobik Sekunder I & II

Terjadi perubahan asam mudah menguap menjadi asam asetat kemudian menjadi gas CO, CH4, H2S, H2O. Hidrolik retention time selama

24 hari dengan effisiensi 80%. 3. Kolam Fakultatif

Pada permukaan kolam terjadi oksidasi aerobik, lumpurmengendap didasar kolam mengalami fermentasi anaerobik. Pada tahap ini terjadi penurunan COD & BOD. Retensi selama 18 hari.

4. Kolam Aerobik I & II

Pada kolam aerobik ini bakteri memerlukan udara untuk pertumbuhan maupun respirasi. Dengan retensi selama 14 hari kolam ini dapat meningkatkan effisiensi perombakan sehingga menurunkan COD dan BOD.

(8)

Aplikasi Limbah Kelapa Sawit

Limbah cair yang dihasilkan pabrik kelapa sawit tidak langsung dibuang ke badan air karena akan menimbulkan pencemaran. Oleh sebab itu, untuk mengurangi pencemaran limbah cair pabrik kelapa sawit pada badan air, walaupun telah dilakukan pengolahan limbah, maka diatasi dengan mengaplikasikan limbah cair tersebut ke lahan perkebunan atau dikenal dengan Land Applikation. Namun Land Application ini mempunyai banyak kelemahan, diantaranya yaitu:

- memerlukan areal yang datar yang cukup luas (300 Ha untuk pabrik kapasitas 60 ton/dalam satu areal).

- sifatnya yang sementara (tidak selamanya ) karena flatbed suatu saat akan jenuh dan bila itu terjadi berarti harus membuat flatbed baru.

- Jika pengaliran dan pendistribusian menggunakan pipa maka dalam waktu 2-3 tahun harus menggantinya, karena dalam pipa sudah terbentuk kristal yang akan menyumbat pipa.

Sedangkan pada aplikasi tandan kosong sebagai mulsa juga memiliki beberapa kelemahaan, yaitu volume tandan kosong yang besar sehingga memerlukan alat tranportasi dalam kapasitas yang besar juga (Kamtoyo, 2004).

Berdasarkan Keputusan Menteri Lingungan Hidup No.28 tahun 2003 pengaplikasian limbah cair ke areal perkebunan dilakukan dengan metode irigasi yaitu dengan flat bed sistem, furrow sistem, dan long bed sistem. Flat bed sistem digunakan untuk lahan dengan ketinggian relatif tidak sama atau terasering, Furrow sistem digunakan di area dimana kecuramannya lebih tinggi dan lebih rendah, dan long bed sistem digunakan untuk lahan dengan ketinggian sama atau rata dan tanah dengan permeabilitas rendah.

(9)

Cacing Tanah

Cacing tanah merupakan organisme tanah yang melakukan fungsi ekologis dalam ekosistem tanah. Namun aktifitas pertanian mengakibatkan terjadinya efek terhadap habitat cacing tanah, melalui perubahan iklim mikro dan masukkan bahan organik. Populasi cacing tanah akan berhubungan dengan pembentukan porositas makro tanah sebagai mata rantai peranan cacing tanah dalam menjaga sistem hidrologis pada ekosistem tanah (Suhara, 2003).

Cacing tanah memiliki peranan yang cukup besar, diantaranya adalah meningkatkan kesuburan tanah. Sebagai makrofauna yang membuat liang, maka cacing tanah memakan serta menghaluskan bahan organik. Hasil kegiatan cacing tanah meningkatkan ketersediaan hara karena lebih banyak mengandung hara Ca, Mg, dan K dari pada tanah di sekitarnya. Ketersediaan P mencapai 4-10 kali lipat daripada tanah di sekitarnya (Sutanto, 2002).

Selain itu cacing tanah dianggap sebagai indikator kualitas tanah, karena keberadaan cacing tanah merespon dan menambah kesehatan tanah. Tapi tidak semua tanah sehat mengandung cacing tanah, sebab cacing tanah tidak umum berada di tanah-tanah berpasir (Soil Quality Institute, 2001).

Salah satu jenis cacing tanah yang membuat lubang yang cukup dalam adalah Lumbricus rubellus. Binatang ini banyak dijumpai di tempat-tempat lembab

(Wiryono, 2002). Ada beberapa spesies cacing tanah menurut bagaimanamemperoleh makanan dan perbedaan tempat hidupnya di dalam tanah, dan mempunyai perbedaan pengaruh terhadap lingkungan.Cacing tanah tersebut dibagi menjadi 3, yaitu :

(10)

1. Cacing tanah epigeik (penghuni litter atau serasah), merupakan cacing tanah yang hidup dan makan di serasah. Cacing ini dicirikan oleh tubuh yang kecil dan tidak ditemukan di tanah yang rendah bahan organiknya. Lumbricus rebellus adalah salah satu cacing spesies epigeic.

2. Cacing tanah endogeik (penghuni dangkal), cacing ini aktif di lapisan topsoil dengan bahan (unsur) yang berlimpah, dimana cacing ini mengkonsumsi tanah dalam jumlah besar. Genus Diplocarida dan Aparretoda mempunyai kebiasaan hidup endogeik.

3. Cacing tanah Anecik (penghuni dalam),hidupnya permanent, menggali tanah. Cacing tanah ini makan residu permukaan dan menariknya ke liang-liangnya. Lumbricus terestris adalah adalah suatu contoh spesies ini (Soil Quality Institute, 2001).

Pakar cacing tanah dari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran atau disingkat dengan Fakultas Peternakan Unpad yaitu Ir. Bambang Sudiarto, mengatakan bahwa cacing tanah dapat membantu penanganan sampah-sampah atau limbah.

Ada banyak hal yang penting dari cacing tanah, sebab ia memiliki potensi yang diantaranya adalah membantu pengelolaan lingkungan, sumber pupuk unsur dan sumber protein hewani (Surjadi, 2006). Dalam Soil Quality Institute (2001) menjelaskan beberapa peranan cacing tanah dalam fungsi tanah, yaitu :

1. Residu, merangsang mikrobia dekomposisi dan penyediaan unsur hara 2. Menghasilkan kotoran yang kaya unsur hara N, P, K dan yang lainnya 3. Meningkatkan stabilitas tanah, porositas tanah dan kapasitas memegang air

(11)

4. Meningkatkan infiltrasi air melalui pembentukan saluran-saluran dan memperbaiki agregat tanah.

5. Meningkatkan pertumbuhan akar melalui jalur saluran dengan unsur hara untuk tanaman.

6. Mengaduk tanah dan mengurangi kerusakan oleh penyakit dengan membawa tanah yang lebih dalam kepermukaan.

Peranan Bahan Organik terhadap Perubahan Sifat Kimia Tanah

Bahan organik adalah semua bahan organik di dalam tanah baik yang mati maupun yang hidup, walaupun organisme hidup, walaupun organisme hidup hidup (biomassa tanah) hanya menyumbang kurang dari 5% dari total bahan organik. Jumlah dan sifat bahan organik sangat menentukan sifat biokimia, fisika, kesuburan tanah dan membantu menetapkan arah proses pembentukan tanah. Bahan organik menentukan komposisi dan mobilitas kation yang terjerap, warna tanah, keseimbangan panas, konsistensi, partikel density, bulk density, sumber hara, pemantap agregat, karakteristik air, dan aktifitas organisme tanah (Mukhlis, 2007).

Salah satu peranan bahan organik yang penting adalah kemampuanya bereaksi dengan ion logam untuk membentuk senyawa kompleks. Dengan demikian ion logam yang bersifat meracuni tanaman serta merugikan penyediaan hara pada tanah seperti Al, Fe dan Mn dapat diperkecil dengan adanya bahan organik. Karakteristik bahan organik tanah dapat dilakukan secara sederhana. Contoh secara kimia berdasarkan dari kadar C-organik (Suridikarta, dkk, 2002).

Jasad remik tanah merupakan agen utama untuk pembusukan bahan organik dan mempunyai kebutuhan makanan tertentu. Ada beberapa masalah yang timbul

(12)

bila kandungan nitrogen dalam bahan organik yang terurai itu sedikit, karena jasad renik mungkin menjadi kekurangan nitrogen dan bersaing dengan tumbuhan tinggi untuk memperoleh nitrogen apa saja yang tersedia dalam tanah. Nisbah C/N merupakan cara yang mudah untuk menyatakan kandungan nitrogen relatife karena kandungan karbon dalam bahan organik relatif konstan, sekitar 40 dan 50%, sementara kandungan nitrogen bervariasi berlipat ganda. Jadi, nisbah C/N bahan organik merupakan indikasi kemungkinan kekurangan nitrogen (Foth, 1994).

Pengaruh bahan organik pada sifat kimia tanah, salah satunya adalah meningkatkan daya jerap dan kapasitas tukar kation (KTK). Dimana sekitar setengah dari KTK tanah berasal dari bahan organik. Karena bahan organik dapat meningkatkan KTK 2 sampai 30 kali lebih besar daripada koloid mineral yang meliputi 30-90% dari tenaga jerap suatu tanah mineral. Peningkatan KTK akibat penambahan bahan organik dikarenakan pelapukan bahan organik akan menghasilkan humus (koloid organik) yang mempunyai permukaan dapat menahan unsur hara dan air sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian bahan organik dapat menyimpan pupuk dan air yang diberikan ke tanah. Jadi peningkatan KTK

menambah kemampuan tanah, untuk menahan unsur-unsur hara

(Anonim,

Ada beberapa peranan bahan organik pada sifat kimia tanah, diantaranya adalah :

1. Mengikat unsur N, P, S dalam bentuk organik atau dalam tubuh mikroorganisme sehingga terhindar dari pencucian kemudian tersedia kembali.

(13)

2. Bahan organik berperan sebagai penambah hara N, P K bagi tanaman dari hasil mineralisasi oleh mikroorganisme. Dimana mineralisasi merupakan tranformasi oleh mikroorganisme dari sebuah unsur pada bahan organik menjadi anorganik, seperti nitrogen pada protein menjadi ammonium atau nitrit. Melalui mineralisasi, unsur hara tersedia bagi tanaman.

3. Bahan organik menyediakan sebagian besar nitrogen dan belerang serta setengah dari fosfor yang diserap oleh tanaman yang tidak dipupuk.

4. Meningkatkan kation yang mudah dipertukarkan dan pelarutan sejumlah unsur hara dari mineral oleh asam humus (Anonim 2004; Sanchez, 1992). Peranan bahan organik terhadap perbaikan sifat kimia tanah tidak terlepas dalam kaitannya dengan dekomposisi bahan organik, karena pada proses ini terjadi perubahan terhadap komposisi kimia bahan organik dari senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana. Proses yang terjadi dalam dekioposisi yaitu perombakan sisa tanaman atau hewan oleh mikroorganisme tanah atau enzim-enzim lainnya, peningkatan biomassa organisme, dan akumulasi serta pelepasan akhir. Akumulasi residu tanaman dan hewan sebagai bahan organik dalam tanah antara lain terdiri dari karbohidrat, lignin, tannin, lemak, minyak, lilin, resin, senyawa N, pigmen dan mineral, sehingga hal ini dapat menambah unsure-unsur hara dalam tanah (Lubis, 1986)

Unsur Hara Fosfor

Secara umum, fungsi dari P dalam tanaman dapat dinyatakan sebagai berikut :

(14)

1. Dapat mempercepat pertumbuhan tanaman

2. Dapat mempercepat perkembangan dan pemasakan buah, dan 3. Dapat meningkatkan produksi biji-bijian.

Defisiensi unsur hara P akan menimbulkan hambatan pada pertumbuhan sistem perakaran, daun dan batang. Dalam tanah fungsi P terhadap tanaman sebagai zat pembangunan dan terikat dalam senyawa-senyawa organis (Sutedjo, 2002).

Tanaman lebih banyak menyerap H2PO-4 dibandingkan HPO=4 dan PO43-.

Kesetimbangan ion-ion ini dalam larutan tanah dikendalikan oleh pH tanah (Mas’ud, 1992). Sebagai tambahan pada pH tanah dan faktor-faktor yang ada

hubungannya, bahan organik dan mikroorganisme mempengaruhi tersedianya fosfor anorganik yang tampak nyata sekali (Buckman and Brady, 1982).

Pada pH tanah yang kurang 6,5 akan banyak Al, dan Mn yang akan mengikat P dalam tanah, reaksinya adalah sebagai berikut :

Al3+ + H2PO4- + 2H2O 2H+ + Al(OH)2 PO4 tidak larut

Cara mengurangi fiksasi fosfor di dalam tanah dapat dilakukan antara lain sebagai berikut :

(a) Mengatur pH yaitu dengan pengapuran

(b) Pemberian bahan organik, pemberian ini akan menghasilkan anion dan kation yang akan mengurangi fiksasi

(c) Mengurangi kontak langsung antara pupuk dengan tanah (Sutedjo dan Kartasapoetra, 1997)..

Ketersediaan fosfor tanah untuk tanaman terutama sangat dipengaruhi oleh sifat dan cirri tanahnya sendiri. Pada ultisol tidak tersedia dan tidak larutnya fosfor disebabkan fiksasi oleh mineral-mineral liat dan ion-ion Al, Fe, yang

(15)

membentuk senyawa kompleks dan tidak larut. Ada beberapa factor yang turut mempengaruhi ketersediaan fosfor tanah yaitu: (1) tipe liat, (2) pH

tanah, (3) waktu reaksi, (4) temperatur (5) dan bahan organik (Nyakpa, dkk, 1988).

Unsur Hara Kalium

Kalium merupakan unsur hara esensial bagi seluruh jasad hidup. Pada jaringan tanaman tinggi, kalium menyususun 1.7-2.7% bahan kering dan normal. Kebutuhan tanaman terhadap ion K+ tidak dapat diganti oleh kation alkali lain. Kalium terlibat dalam berbagai proses fisiologi tanaman, terutama berperan dalam berbagai reaksi biokimia. Beberapa fungsi kalium dalam tubuh tanaman antara lain : sebagai pengaktif beberapa enzim, berhubungan dengan pengaturan air dan energi,

berperan dalam sintesis protein dan pati, dan pemindahan fotosintat (Mas’ud, 1992).

Tanaman menyerap ion K+ hasil pelapukan, pelepasan dari situs pertukaran kation tanah dan dekomposisi bahan organik yang terlarut dalam larutan tanah (Hanafiah, 2005). Ada beberapa bentuk kalium dalam tanah dapat digolongkan atas dasar ketersediaannya menjadi tiga golongan besar yaitu : kaliun tidak tersedia, mudah tersedia dan lambat tersedia. Pada proses ini perubahan lambat dari satu bentuk ke bentuk yang lain dapat terjadi. Ini memungkinkan terjadinya fiksasi dan pengawetan kalium yang ditambahkan dan seterusnya lambat dilepaskan kalau yang mudah tersedia sudah berkurang ( Buckaman and Brady, 1982).

Kalium mempunyai pengaruh sebagai penyeimbang keadaan bila tanaman kelebihan nitrogen. Unsur ini meningkatkan sintesis dan translokasi karbohidrat, sehingga meningkatkan ketebalan dinding sel dan kekuatan batang (Foth, 1994).

(16)

Selain itu ketersediaan kalium yang tinggi mampu meningaktkan perkembangan

akar, produksi cabang-cabang dan akar lateral seperti pada tanaman jagung (Tisdale et al, 1985).

Sifat dan Ciri Ultisol

Menurut Soekardi et al (dalam Prasetyo dan Suriadirkata 2006), pada umumnya ultisol berwarna kuning kecoklatan hingga merah. Ciri morfologi yang penting pada ultisol adalah peningkatan liat sebagai horizon argilik. Horizon argilik umunya kaya akan Al sehingga peka terhadap perkembangan akar tanaman yang menyebabkan akar tanaman tidak dapat menembus horizon ini dan hanya berkembang di atas horizon argilik. Selain itu menurut Foth (1998) ultisol merupakan tanah masam yang umunya mempunyai tingkat kesuburan tanah yang rendah untuk tanaman pangan. Yang mana dalam pemanfaatannya memiliki permasalahan diantaranya adalah memperlihatkan kandungan liat pada horizon argilik, kandungan bahan organik yang rendah pada semua horizon, kapasitas tukar kation yang relatif rendah dan jumlah basa dapat tukar dan persentase kejenuhan basa sangat rendah, serta terdapat kejenuhan Aluminium yang tinggi

Menurut Hardjowigeno (1993) tanah Ultisol dikategorikan sebagai tanah yang tidak produktif karena selain mempunyai derajat kemasaman yang tinggi dan

juga karena rendahnya ketersediaan unsur-unsur hara yang dikandungnya. Di samping itu Ultisol juga mempunyai kejenuhan Al yang tinggi sehingga dapat

menjadi racun bagi tanaman dan menyebabkan fiksasi P, sehingga ketersediaan P di tanah akan semakin menurun.

(17)

Permasalahan tanah Ultisol adalah rendahnya kesuburan tanah, maka dilakukan usaha untuk memingkatkan kesuburan tanah diantaranya adalah dengan penambahan bahan organik ke dalam tanah ultisol, karena dapat memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi secara simultan.

Gambar

Tabel 1. Jenis dan jumlah limbah PKS pada tahun 1993

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa isolat fungi endofit dari bunga cengkeh ( Syzygium aromaticum L.) dengan kode isolat IFBC-01 memiliki

(fleksibel). Sekiranya pengguna tidak faham sesuatu dan hendaklah merujuk balik ke bahagian yang tertentu itu, ia boleh membuat demikian dengan berapa kali yang

Hal ini berarti, mengkonsumsi jus apel mempunyai efektifitas yang lebih baik dalam menurunkan skor halitosis atau perubahan bau mulut dibandingkan dengan mengkonsumsi jus

Menurut dari hasil penelitian dari (Aprilia, 2007) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan didapatkan hasil yang berpengaruh secara signifikan terhadap

Hambatan yang ditemui terletak pada variabel sumberdaya karena kurang dukungan tenaga pearwat dan portir, sarana dan prasarana medis dan nonmedis serta ketersediaan dokumen,

STUDI KASUS TENTANG PROGRAM VOKASIONAL BUDIDAYA IKAN LELE UNTUK SISWA TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB CHAHYA PUTRA KECAMATAN CIPEUNDEUY.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Ruang Lingkup studi ini meliputi, kebijakan tata ruang Kota Serang dibidang kesehatan berdasarkan pada RPJMD, persebaran lokasi fasilitas kesehatan, penilaian

Besi cor digolongkandalam enam macam : besi cor kelabu, besi cor tingkat tinggi, besi cor kelabu paduan, besi cor ber grafit bulat, besi cor mampu tempa dan besi cor cil