• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 1998

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 1998"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN DAERAH

PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 1998

TENTANG

BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Menimbang : a. bahwa Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun 1991;

b. bahwa dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah jo Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997, maka Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun 1991 tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor perlu diganti dengan Peraturan Daerah baru;

c. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 disebutkan bahwa Pajak ditetapkan dengan Peraturan Daerah; d. bahwa atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, perlu

menetapkan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta jo Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950 sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);

(2)

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3684);

4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685);

5. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3691);

7. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang Bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Perubahan;

8. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 170 Tahun 1997 tentang Pedoman Tatacara Pemungutan Pajak Daerah;

9. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 171 Tahun 1997 tentang Prosedur Pengesahan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; 10. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 172 Tahun 1997 tentang Kriteria

Wajib Pajak yang Wajib Menyelenggarakan Pembukuan dan Tatacara Pembukuan;

11. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 173 Tahun 1997 tentang Tatacara Pemeriksaan di Bidang Pajak Daerah;

12. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Daerah Seri D Nomor 120 Tahun 1987).

(3)

Dengan persetujuan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA

YOGYAKARTA TENTANG BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

a. Daerah adalah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta;

b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta; c. Gubernur Kepala Daerah ialah Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta;

d. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta;

e. Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih beserta gandengannya yang digunakan dijalan umum, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, tidak termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang berjalan di jalan umum;

f. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang selanjutnya dapat disingkat BBN-KB adalah Pajak yang dipungut oleh Daerah atas setiap penyerahan kendaraan bermotor dalam hak milik;

g. Penyerahan kendaraan bermotor adalah penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, hadiah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha;

h. Surat Pemberitahuan Pajak daerah, yang selanjutnya dapat dapat disingkat SPTPD adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak kendaraan bermotor yang terutang;

i. Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang selanjutnya dapat disingkat SKPD, adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang;

j. Nota Pajak adalah nota perhitungan besarnya ketetapan pajak kendaraan bermotor yang harus dibayar oleh wajib Pajak yang berfungsi sebagai surat ketetapan pajak;

(4)

k. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya dapat disingkat SKPDKB, adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar;

l. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya dapat disingkat SKPDKBT, adalah Surat Keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan;

m. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Besar, yang selanjutnya dapat disingkat SKPDLB, adalah Surat Keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang; n. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya dapat disingkat SKPDN, adalah Surat

Keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;

o. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya dapat disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.

p. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya dapat disingkat SSPD, adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah atau ke Tempat lain yang ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah. q. Isi Silinder adalah isi ruang yang berbentuk bulat torak pada mesin kendaraan bermotor

yang ikut menentukan besarnya kekuatan mesin;

r. Tahun Pembuatan Kendaraan Bermotor adalah tahun Perakitan;

s. Nilai Jual Kendaraan Bermotor adalah Nilai Jual Kendaraan Bermotor yang diperoleh berdasarkan Harga Pasaran Umum atas suatu kendaraan bermotor sebagaimana tercantum dalam Tabel Nilai Jual Kendaraan Bermotor yang berlaku;

t. Badan adalah suatu bentuk Badan Usaha yang meliputi Perseroan terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk Badan Usaha lainnya;

u. Putusan Banding adalah Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak atas Banding terhadap surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak;

(5)

v. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.

w. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang perpajakan daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB II

NAMA, OBYEK DAN SUBYEK PAJAK Pasal 2

Dengan nama Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dipungut Pajak atas penyerahan kendaran bermotor.

Pasal 3

(1) Obyek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah penyerahan kendaraan bermotor. (2) Termasuk penyerahan kendaraan bermotor tersebut ayat (1) Pasal ini adalah pemasukan

kendaraan bermotor dari luar negeri untuk dipakai secara tetap di Indonesia, kecuali: a. untuk dipakai sendiri oleh yang bersangkutan;

b. untuk diperdagangkan;

c. untuk dikeluarkan kembali ke wilayah pabean Indonesia;

d. digunakan untuk pemeran, penelitian, contoh dan kegiatan olah raga bertaraf Nasional atau Internasional.

Pasal 4

Dikecualikan dari obyek Pajak BBN-KB adalah Penyerahan Kendaraan Bermotor kepada :

a. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah Tingkat II dan Pemerintah Desa ; b. Kedutaan, Konsulat, Perwakilan Asing, Lembaga-lembaga Internasional dengan asas timbal

balik sebagai mana yang berlaku untuk pajak negara.

Pasal 5

(1) Subyek pajak BBN-KB ialah Orang pribadi atau Badan yang dapat menerima penyerahan kendaraan bermotor.

(6)

(2) Wajib Pajak BBN-KB ialah orang pribadi atau Badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor.

(3) Yang bertanggung jawab atas pembayaran Pajak BBN-KB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah :

a. Untuk pemilik perseorangan adalah orang yang b. Untuk Badan adalah pengurus atau kuasanya.

BAB III

DASAR PENGENAAN, TARIP PAJAK DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK

Pasal 6

Dasar pengenaan Pajak BBN-KB adalah Nilai Jual Kendaraan Bermotor yang ditetapkan Gubernur Kepala Daerah dengan berpedoman kepada Keputusan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 7

(1) Dalam hal Nilai Jual Kendaraan Bermotor belum tercantum dalam Tabel yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri, Gubernur Kepala Daerah menetapkan Nilai Jual Kendaraan Bermotor dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah.

(2) Nilai Jual Kendaraan Bermotor sebagaimana tersebut ayat (1) Pasal ini dilaporkan kepada Menteri Dalam Negeri.

Pasal 8 Besarnya Pajak BBN-KB adalah :

a. Untuk penyerahan pertama sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari nilai jual;

b. Untuk penyerahan kedua dan selanjutnya sebesar 1% (satu perseratus) dari nilai jual; c. Untuk penyerahan karena warisan sebesar 0,1% (nol koma satu perseratus) dari nilai jual

kendaraan bermotor yang berlaku.

Pasal 9

Besarnya Pajak BBN-KB terutang dihitung dengan cara mengalikan tarip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 atau Pasal 7.

(7)

BAB IV

WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 10

(1) BBN-KB dipungut di Wilayah Kendaraan Kendaraan Bermotor didaftarkan.

(2) Apabila terjadi pemindahan kendaraan bermotor dari satu Daerah ke Daerah lain, maka Wajib Pajak yang bersangkutan harus memperlihatkan bukti pelunasan BBN-KB di Daerah asalnya berupa surat keterangan fiskal antar Daerah.

BAB V

KEWENANGAN PEMUNGUTAN Pasal 11

(1) Kewenangan pemungutan BBN-KB meliputi pendataan, penetapan, pembayaran, penagihan pembukuan/pelaporan dan penyitaan.

(2) Kewenangan pemungutan BBN-KB sebagaimana tersebut ayat (1) Pasal ini dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Daerah.

BAB VI

SURAT PEMBERITAHUAN Pasal 12

(1) Orang pribadi, Badan atau ahli waris yang menerima penyerahan kendaraan bermotor wajib memberitahukan kepada Gubernur Kepala Daerah dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah dengan mengisi SPTPD selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari dan untuk kendaraan bermotor penyerahan hak milik dari Luar Daerah dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung dari saat menerima penyerahan kendaraan bermotor.

(2) Orang pribadi atau Badan yang menyerahkan kendaraan bermotor wajib melaporkan kepada Gubernur Kepala Daerah dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah atas terjadinya penyerahan hak milik selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak penyerahan kendaraan bermotor. (3) SPTPD tersebut ayat (1) Pasal ini harus diisi dengan benar, lengkap dan jelas serta ditanda

(8)

Pasal 13

(1) SPTPD yang dimaksud Pasal 12 ayat (1) Peraturan daerah ini harus memuat:

a. Nama, Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan alamat lengkap yang menyerahkan dan yang menerima penyerahan ;

b. Tanggal penyerahan;

c. Jenis, merek, Tipe, isi cylinder, tahun pembuatan, warna, nomor rangka, dan nomor mesin;

d. Dasar penyerahan; e. Harga penjualan.

(2) Bentuk, Isi, Kualitas dan Ukuran SPTPD sebagaimana tersebut pada ayat (1) Pasal ini ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.

BAB VII

KETENTUAN PAJAK Pasal 14

(1) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (1) Peraturan Daerah ini, BBN-KB ditetapkan dengan menerbitkan SKPD atau Dokumen lain yang dipersamakan.

(2) Bentuk, isi dan kualitas, dan Ukuran Nota Pajak atau SKPD ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.

Pasal 15

Setiap kendaraan bermotor yang mengalami perubahan bentuk atau penggantian mesin wajib melaporkan dengan mengisi SPTPD dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah selesai perubahan bentuk dan atau ganti mesin.

Pasal 16

(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Gubernur Kepala Daerah dapat menerbitkan :

(9)

1). apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;

2) apabila Surat Pemberitahuan Pajak Daerah tidak disampaikan kepada Gubernur Kepala Daerah dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis;

3). apabila kewajiban mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Daerah tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan.

b. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak terutang. c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya

dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar sebagaimana tersebut ayat (1) huruf a angka 1) dan angka 2) Pasal ini dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua perseratus) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.

(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan sebagaimana tersebut ayat (1) huruf b Pasal ini dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus perseratus) dari jumlah kekurangan pajak tersebut. (4) kenaikan sebagaimana tersebut ayat (3) Pasal ini tidak dikenakan apabila Wajib Pajak

melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

(5) Jumlah pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar sebagaimana tersebut ayat (1) huruf a angka 3) Pasal ini dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua perseratus) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.

Pasal 17

(1) Gubernur Kepala Daerah dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah apabila : a. pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;

b. dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan Pajak Daerah terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;

(10)

(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak Daerah sebagaimana tersebut ayat (1) huruf a dan huruf b Pasal ini, ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua perseratus) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak.

(3) Surat Ketetapan Pajak Daerah yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua perseratus) sebulan, ditagih melalui Surat Tagihan Pajak Daerah.

(4) Bentuk, isi dan tata cara penyampaian STPD ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.

BAB VIII

TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN Pasal 18

(1) Pembayaran BBN-KB dilakukan pada saat pendaftaran.

(2) BBN-KB dilunasi selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkan SKPD,

SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding yang menyebabkan Jumlah BBN-KB yang harus dibayar bertambah. (3) Gubernur Kepala Daerah atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang

ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak dengan dikenakan bunga 2% (dua perseratus) sebulan. (4) Tatacara pembayaran angsuran atau penundaan ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah. (5) Pembayaran dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditetapkan Gubernur Kepala

Daerah.

Pasal 19

(1) Pajak yang terutang berdasarkan SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD Surat Keputusan Pembetulan, surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya, dapat ditagih dengan Surat Paksa.

(2) Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(11)

BAB IX

PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI

ADMINISTRASI Pasal 20

(1) Gubernur Kepala Daerah karena jabatan atau atas pemohonan Wajib Pajak dapat membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah.

(2) Gubernur Kepala Daerah dapat :

a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan BBN-KB yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam hal sanksi tersebut dikarenakan kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya. b. mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar.

(3) Tatacara pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini diatur dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah.

BAB X

KERINGANAN DAN PEMBEBASAN Pasal 21

(1) Gubernur Kepala Daerah atas pemohonan Wajib Pajak dapat memberikan keringanan, pengurangan dan pembebasan BBN-KB bagi kendaraan bermotor yang dipergunakan sebagai Ambulance dan Mobil Jenazah.

(2) Tatacara pemberian keringanan pengurangan dan pembebasan BBN-KB tersebut pada ayat (1) Pasal ini ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.

(12)

BAB XI

KEBERATAN DAN BANDING Pasal 22

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Gubernur Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk atas suatu :

a. SKPD; b. SKPDKB; c. SKPDKBT; d. SKPDLB; e. SKPDN.

(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB dan SKPDN diterima oleh Wajib Pajak, dengan alasan yang jelas, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa dalam jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.

(3) Gubernur Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dalam Jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat pemohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini diterima, sudah memberikan keputusan.

(4) Apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pasal ini Gubernur Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan Keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan.

(5) Pengajuan Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini tidak menunda kewajiban membayar Pajak.

Pasal 23

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya keputusan keberatan.

(2) Pengajuan banding tersebut ayat (1) Pasal ini tidak menunda kewajiban membayar pajak. Pasal 24

Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud Pasal 22 atau banding sebagaimana dimaksud Pasal 23 Peraturan Daerah ini dikabulkan sebagian atau seluruhnya kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

(13)

BAB XII

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 25

(10 Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran BBN-KB kepada Gubenur Kepala Daerah.

(2) Gubernur Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana tersebut pada ayat (1) Pasal ini harus memberikan keputusan.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana tersebut ayat (2) Pasal ini telah dilampaui dan Gubernur Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan, permohonan kelebihan pengembalian pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayran pajak sebagaimana tersebut ayat (2) Pasal ini langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak dimaksud.

(5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana tersebut ayat (1) Pasal ini dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan mnerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak.

(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan, sejak diterbitkannya SKPDLB Gubernur Kepala Daerah memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (da perseratus) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak.

Pasal 26

Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang pajak lainnya sebagaimana dimaksud Pasal 25 ayat (4) Peraturan Daerah ini pembayarannya dilakukan dengan cara pemindah bukuan dan bukti pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.

BAB XIII

KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 27

(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terhutangnya pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.

(14)

(2) Kedaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini tertangguh apabila :

a. diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa, atau ;

b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung.

BAB XIV

KETENTUAN KHUSUS Pasal 28

(1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak, segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk mengabarkan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah, kecuali sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan.

(2) Larangan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini berlaku juga terhadap ahli-ahli yang ditunjuk oleh Gubernur Kepala Daerah untuk membantu dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan Perpajakan Daerah, kecuali sebagaai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan.

(3) Untuk kepentingan Daerah, Gubernur Kepala Daerah berwenang memberikan ijin tertulis kepada pejabat sebagai mana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga-tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini supaya memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak kepada pihak yang ditunjuk.

(4) Untuk kepeningan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata atas permintaan hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Gubernur Kepala Daerah dapat memberi ijin tertulis untuk meminta kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli dimaksud pada ayat (2) Pasal ini, bukti tertulis dan keteranan Wajib Pajak yang ada padanya.

(5) Permintaan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Pasal ini harus menyebutkan nama terdakwa atau nama tergugat, keterangan-keterangan yang diminta serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta tersebut.

(15)

BAB XV

KETENTUAN PIDANA Pasal 29

(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang.

(2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang.

(3) Tindak pidana di bidang perpajakan daerah tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.

(1)

BAB XVI PENYIDIKAN

Pasal 30

Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerinttah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tidak pidana dibidang perpajakan daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini berwenang :

a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas ;

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah;

d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah;

(16)

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut ; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana

di bidang perpajakan daerah;

g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruanan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana pada huruf e;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j. menghentikan penyidikan;

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XVII

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 31

Terhadap BBN-KB yang telah ditetapkan sebelum Peraturan Daerah ini berlaku dan belum dibayar, besarnya pajak yang terutang didasarkan ketentuan yang berlaku sebelumnya.

BAB XVIII

KETENTUANPENUTUP Pasal 32

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Gubernur Kepala Daerah.

(17)

Pasal 33

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun 1991 tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 34

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundanan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Ditetapkan di Yogyakarta Pada tanggal 28 Maret 1998 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Wakil Ketua. ttd.

Drs. H. SUPRASTOWO

PENJABAT GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA

YOGYAKARTA

ttd

PAKU ALAM VIII Disahkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan Surat Keputusan

Nomor : 973.34 - 944 Tanggal : 21 Oktober 1998

Diundangkan oleh Lembaran Daerah Propinsi Daerah Istmewa Yogyakarta Seri : A

Nomor : 2

Tanggal : 21 Nopember 1998

Pelaksana Harian Sekretairs Wilayah/Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

ttd.

IR SOEBEKTI SOENARTO NIP. 080016744

(18)

PENJELASAN

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 1997

TENTANG

BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR I. PENJELASAN UMUM

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah Pajak Daerah Tingkat I yang merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembanguan dan pembinaan masyarakat di Daerah sekaligus guna memantapkan Otonomi Daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggungjawab.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor merupakan Pajak Daerah Tingkat I, yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1), harus diatur dengan Peraturan Daerah.

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta diatur dalam Peraturan daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 4 tahun 1991 dan disahkan Menteri Dalam Negeri dengan Keputusan Nomor : 975.024.34-1195 tanggal 30 Desember 1991, diundangkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Seri A Nomor 2, tanggal 3 Pebruari 1992, dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 18 Tahun 997 jo Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997, perlu diatur kembali dengan Peraturan Daerah baru.

Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, perlu menetapkan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 dan 2 : Cukup jelas Pasal 3 ayat (1) : Cukup jelas ayat (2) huruf a dan b : Cukup jelas

huruf c : Kendaraan bermotor tersebut selama digunakan dalam kegiatan Olah Raga.

Pasal 4 : Tidak termasuk dibebaskan adalah kendaraan bermotor yang dimiliki oleh BUMN, BUMD dan kendaraan-kendaraan yang dikomersiilkan

(19)

Pasal 5 s.d. 20 : Cukup jelas.

Pasal 21 ayat (1) : Wajib Pajak yang dapat mengajukan permohonan pengurangan, keringanan dan pembebasan BBN-KB, yaitu Badan-badan, Lembaga-lembaga yang semata-mata bergerak dibidang keagamaan, perawatan sakit rohaniah dan jasmaniah serta sosial, kecuali kendaraan sedan dan sedan station.

ayat (2) : Cukup jelas. Pasal 22 s.d. 34 : Cukup jelas.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan tampilnya moral Kristen, kebudayaan- kebudayaan lain dicap sebagai barbar, akan tetapi hal inilah yang kemudian malah mengantarkan Eropa masuk ke dalam

Persentase hidup spermatozoa ayam Kampung setelah pengenceran pada perlakuan jenis krioprotektan DMF (84,81%) hasilnya sama baik dibandingkan dengan DMA (78,50%) dan

Begitu juga dengan sifat-sifat yang telah disepakati atau kesesuaian produk untuk aplikasi tertentu tidak dapat disimpulkan dari data yang ada dalam Lembaran Data Keselamatan

Hasil penelitian disebabkan karena pada kelompok perlakuan dilakukan tehnik penguatan otot tranversus abdominis sehingga dapat meningkatkan tekanan intra abdominal

Analisis yang dihasilkan adalah jumlah kerusakan badan jalan bergantung pada jumlah kerusakan bahu jalan dan jumlah overweight yang terjadi pada jalan.. Rujirayanyong,

Berilah tanda cek (√) pada kolom yang sesuai untuk menilai kesesuaian kualitas materi yakni dari modul fisika dengan huruf Braille materi Vektor untuk siswa Tunanetra

Sistem pendidikan Islam sebagai sebuah system yang memiliki tujuan-tujuan untuk membentuk generasi masa depan yang berkualitas dapat dijadikan acuan untuk membentuk

Ini dapat dilihat dari nilai yang diperoleh yaitu 67,5 untuk dimensi memberikan penjelasan sederhana, sedangkan nilai yang diperoleh pada dimensi memberikan