• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI HUBUNGAN PELAKSANAAN SUPERVISI KEPALA RUANGAN DENGAN KINERJA PERAWAT PELAKSANA DALAM PENDOKUMENTASIAN ASKEP DI RUANG RAWAT INAP RSU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI HUBUNGAN PELAKSANAAN SUPERVISI KEPALA RUANGAN DENGAN KINERJA PERAWAT PELAKSANA DALAM PENDOKUMENTASIAN ASKEP DI RUANG RAWAT INAP RSU"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PELAKSANAAN SUPERVISI KEPALA RUANGAN

DENGAN KINERJA PERAWAT PELAKSANA DALAM

PENDOKUMENTASIAN ASKEP DI RUANG

RAWAT INAP RSU. SARI MUTIARA

MEDAN TAHUN 2015

Oleh

RIKO DENI FERIANTO SIBORO 11 02 083

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

(2)

i

SKRIPSI

HUBUNGAN PELAKSANAAN SUPERVISI KEPALA RUANGAN

DENGAN KINERJA PERAWAT PELAKSANA DALAM

PENDOKUMENTASIAN ASKEP DI RUANG

RAWAT INAP RSU. SARI MUTIARA

MEDAN TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) di Program Studi Ners Fakultas Keperawatan & Kebidanan

Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan

Oleh

RIKO DENI FERIANTO SIBORO 11 02 083

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

(3)
(4)

iii

SURAT PERNYATAAN

HUBUNGAN PELAKSANAAN SUPERVISI KEPALA RUANGAN DENGAN KINERJA PERAWAT PELAKSANA DALAM

PENDOKUMENTASIANASKEP DI RUANG RAWAT INAP RSU. SARI MUTIARA

MEDAN TAHUN 2015

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya, tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis dan diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis dicantumkan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 10 Juli 2015 Peneliti

(5)

iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri

1. Nama : Rikodeni Ferianto Siboro

2. NIM : 11.02.083

3. Jenis Kelamin : Laki-laki

4. Tempat/Tanggal Lahir : Tanjung Leidong/ 16 Januari 1993 5. Agama : Kristen Protestan

6. Anak ke- : 3 dari 6 bersaudara 7. Nama Ayah : M Siboro

8. Nama Ibu : S br Tamba

9. Alamat Rumah : Jalan Stadion TG.Leidong, Kelurahan Tanjung Leidong, Kecamatan Kualuh Leidong, Kabupaten Labuhan Batu Utara. Sumatera Utara.

10. No.Hp : 085360767241

11. E-mail : kartika_pakpahan@yahoo.co.id

B. Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1999-2005 : SD Negeri 117857 Tanjung Leidong, Labuhan Batu Utara

2. Tahun 2005-2008 : SMP Negeri 2 Kualuh Leidong, Labuhan Batu Utara

3. Tahun 2008-2011 : SMA Negeri 1 Kualuh Leidong, , Labuhan Batu Utara

4. Tahun 2011-2015 : Sedang mengikuti pendidikan S1 Keperawatan di Program Studi Ners Fakultas Ilmu Keperawatan & Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia.

(6)

v

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA Skripsi, 10 Juli 2015

Rikodeni Ferianto Siboro

Hubungan Pelaksanaan Supervisi Kepala Ruangan Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Pendokumentasian Askep di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan Tahun 2015.

xiii + 54 hal + 5 tabel + 1 skema + 9 lampiran

ABSTRAK

Supervisi keperawatan ditujukan untuk mengarahkan pada perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Pelaksanaan supervisi oleh kepala ruangan yang baik dapat mempengaruhi kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan dan hasil pendokumentasian lebih efisien bila supervisi yang dilakukan oleh kepala ruangan berjalan dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pelaksanaan supervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap RSU.Sari Mutiara Medan Tahun 2015. Penelitian ini menggunakan deskriptif korelasi dengan desain cross sectional. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 43 responden.Tekhnik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling. Hasil penelitian didapatkan supervisi kepala ruang paling banyak adalah baik yaitu 27 responden (62,8%) dan kinerja perawat dalam pendokumentasian askep yang paling banyak adalah adalah baik yaitu 30 responden ( 69,85%). Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan supervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan (pvalue=0.004) < 0,05. Sehingga disarankan bagi rumah sakit perlunya supervisi secara periodik terhadap pendokumentasian asuhan keperawatan, bagi perawat diharapkan untuk lebih memperhatikan standar pendokumentasian asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh rumah sakit

Kata Kunci : Supervisi, Pendokumentasian Asuhan Keperawatan, Kinerja Perawat Daftar Pustaka : 37 (1999-2010).

(7)

vi SCHOOL OF NURSING

FACULTY OF NURSING & MIDWIFERY UNIVERSITY OF SARI MUTIARA INDONESIA Scription, Juli 2015

Rikodeni Ferianto Siboro

The relationship Implementation Supervision Chief Head Nurse With Performance In Documenting nursing care in patient wards of the General Hospital of Sari Mutiara Medan 2015.

xiii + 54 pages + 5 tables + 1 scheme + 9 annex

ABSTRACT

Nursing supervision is intended to lead to nurses in providing nursing care. Implementation of supervision by a good head room can affect the performance of nurses in nursing care documentation and documenting the results more efficiently if supervision is carried out by the head of the room goes well. This study aims to determine the relationship of supervision of the implementation of head room with the performance of nurses in the nursing documentation in patient wards of Sari Mutiara Medan 2015. This study used a descriptive correlation with cross sectional design. The number of samples in this study were 43 respondents were divided from each inpatient room. The sampling technique used was accidental sampling. The result showed the supervision of the head of the most space is good that 27 respondents (62.8%) and the performance of nurses in nursing care documentation that most of the good that is 30 respondents (69.85%). This shows there is a significant correlation between the implementation of the supervision of the head of the room with the performance of nurses in nursing care documentation (pvalue = 0.004) <0.05. Suggestions for hospitals need to supervise periodically the documentation of nursing for nurses is expected to be more professional in doing nursing care documentation with respect to the standards specified documentation of nursing care by hospitals,

Keywords : Supervision, Documentation Of Nursing Care, Nurses' Performance

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan kepada peneliti dan atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini dengan judul

Hubungan Pelaksanaan Supervisi Kepala Ruangan Dengan Kinerja Perawat Pelaksana dalam Pendokumentasian Askep di Ruang Rawat Inap RSU. Sari Mutiara Medan Tahun 2015.

Penyelesaian skripsi penelitian ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Ners Fakultas Keperawatan & Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Tahun 2015. Selama proses penyusunan skripsi penelitian ini begitu banyak bantuan, nasehat dan bimbingan yang peneliti terima demi kelancaran penulisan skripsi penelitian ini. Dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak/Ibu:

1. Parlindungan Purba, SH, MM, selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Medan. 2. Dr.Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara

Indonesia.

3. Ns. Janno Sinaga, M.Kep, Sp.KMB, selaku Dekan Fakultas Keperawatan & Kebidanan.

4. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku Ketua Program Studi Ners Fakultas Keperawatan & Kebidanan.

5. Liberta Lumbantoruan, S.Kp, M.Kep, selaku ketua penguji yang telah banyak meluangkan waktu serta pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada peneliti dalam penyusunan skripsi penelitian ini.

6. Kesaktian Manurung, SST, M.Biomed, selaku penguji I yang telah memberikan saran maupun masukan dalam kelengkapan penulisan skripsi ini. 7. Ns.Eva Kartika Hasibuan, S.Kep, selaku penguji II yang telah memberikan

(9)

viii

8. Ns. Masri Saragih, M.Kep, selaku penguji III yang telah meluangkan waktu serta pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada peneliti dalam penyusunan skripsi penelitian ini.

9. Para dosen dan staf di lingkungan Program Studi Ners Fakultas Keperawatan & Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia.

10. Seluruh perawat dan staf Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.

11. Teristimewa untuk kedua orang tua peneliti (M.Siboro/S.br Tamba) dan saudara saya Lisben Rinaldo siboro, Riris Siboro, Ester Siboro, Joshua Siboro, Evan Siboro yang selalu mencurahkan kasih sayang yang besar dan memberi semangat dalam meyelesaikan studi di Program Studi Ners.

12. Teman-teman serta semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Peneliti berusaha untuk dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini dengan sebaik-baiknya. Namun peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun..

Akhir kata, peneliti ucapkan banyak terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Medan, 10 Juli 2015 Peneliti

(10)

ix

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN PENGESAHAN

SURAT PERNYATAAN ... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR SKEMA ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah ... 7 C. Tujuan Penelitian ... 7 1. Tujuan Umum ... 7 2. Tujuan Khusus ... 7 D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 9

A. Supervisi ... 9

1. Pengertian Supervisi ... 9

2. Manfaat dan Tujuan Supervisi ... 10

3. Frekuensi Pelaksanaan Supervisi ... 10

4. Prinsip-prinsip Pokok dalam Supervisi ... 11

5. Pelaksana Supervisi ... 12

6. Teknik Supervisi ... 12

B. Supervisi Keperawatan ... 14

1. Pelaksana Supervisi Keperawatan ... 14

2. Sasaran Supervisi Keperawatan ... 16

3. Kompetensi Supervisor Keperawatan ... 16

C. Pelaksanaan Supervisi Keperawatan ... 17

1. Tehnik Supervisi keperawatan ... 17

2. Prinsip Supervisi Keperawatan ... 19

3. Kegiatan Rutin Supervisor ... 20

4. Model-model Supervisi Keperawatan ... 21

D. Kinerja ... 22

1. Pengertian Kinerja Perawat ... 22

2. Faktor yang mempengaruhi kinerja perawat ... 23

3. Penilaian Kinerja Perawat ... 24

4. Cara Penilaian Kinerja Perawat ... 26

E. Hubungan pelaksanaan supervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian askep ... 29

(11)

x

F. Kerangka Konsep ... 31

G. Hipotesis ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

A. Jenis dan Desain Penelitian ... 33

B. Populasi dan Sampel Penelitian... 33

1. Populasi ... 33

2. Sampel ... 33

C. Lokasi Penelitian ... 34

D. Waktu penelitian ... 34

E. Defenisi Operasional Penelitian ... 34

F. Aspek Pengukuran ... 35

1. Supervisi kepala ruangan ... 35

2. Kinerja perawat ... 35

G. Alat dan Prosedur Pengumpulan Data ... 36

1. Alat pengumpulan data ... 36

2. Prosedur pengumpulan data ... 37

H. Etika Penelitian ... 37

1. Informed Concent ... 37

2. Anonimity (Kerahasiaan informasi) ... 38

3. Confidentiality (Kerahasiaan informasi) ... 38

I. Pengolahan Data dan Analisa Data ... 38

1. Pengolahan data ... 38

2. Analisa data ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Hasil Penelitian ... 40

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 40

2. Analisa Univariat ... 41

3. Analisa Bivariat ... 43

B. Pembahasan ... 44

1. Interpretasi dan Diskusi Hasil ... 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 55

1. Bagi Rumah Sakit ... 55

2. Bagi Perawat ... 56

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 56

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(12)

xi

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian ... 34 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik ... 41 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pelaksanaan supervisi ... 42 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kinerja Perawat Dalam Pendokumentasian 42 Tabel 4.4 Tabulasi Silang Hubungan Pelaksanaan Supervisi Kepala

Ruangan Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan ... 43

(13)

xii

DAFTAR SKEMA

Hal Skema 2.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 31

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Informed Consent Lampiran 2 : Kuisioner Penelitian Lampiran 3 : Surat Survey Awal Lampiran 4 : Balasan Survey Awal Lampiran 5 : Surat Penelitian Lampiran 6 : Balasan Penelitian Lampiran 7 : Master Data Lampiran 8 : Output SPSS

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan pusat layanan kesehatan yang terdiri dari berbagai profesi yang membentuk suatu kesatuan dan saling berpengaruh satu sama lain. Rumah sakit dalam menjalankan fungsinya perlu penataan atau manajemen untuk memberikan pelayanan yang terbaik.

Pelayanan kesehatan di rumah sakit berjalan secara sinergis antar disiplin profesi kesehatan dan non kesehatan. Perawat memberikan pelayanan dan asuhan menggunakan suatu sistem manajemen asuhan keperawatan (Woke,1990 dalam Nurachmah, 2008). Manajemen pelayanan keperawatan di rumah sakit terintegrasi dengan pelayanan kesehatan lain, karena sasaran yang ingin dicapai yaitu pasien. Pelayanan keperawatan di berbagai negara relatif sama, hanya saja di Indonesia memiliki keunikan tersendiri mengingat faktor kemajemukan pendidikan perawat (Nurachmah, 2008).

Salah satu unsur yang sangat menentukan mutu pelayanan kesehatan rumah sakit adalah tenaga kesehatan dan yang memiliki peran paling besar adalah perawat, hal ini disebabkan profesi perawat memiliki proporsi yang relatif besar yaitu hampir melebihi 50% dari seluruh Sumber Daya Manusia (SDM) rumah sakit. Tugas perawat lebih banyak dibandingkan tenaga kesehatan lain karena fungsi perawat adalah mendukung pelayanan medik berupa pelayanan keperawatan yang dikenal dengan asuhan keperawatan (Wiwiek, 2008).

Kemajemukan tenaga kesehatan ini membawa dampak pada tidak konsistennya sistem pelayanan keperawatan. Fungsi manajemen tidak mampu diperankan oleh perawat di sebagian besar rumah sakit Indonesia. (Wiwiek, 2008).

(16)

Salah satu fungsi manajemen ialah pengarahan dimana didalamnya terdapat kegiatan supervisi keperawatan. Kemampuan manajerial yang harus di miliki oleh kepala ruang adalah perencanaan, pengorganisasian, pergerakan dan pelaksanaan, pengawasan serta pengendalian, dan evaluasi. (Arwani & Supriyatno, 2006)

Fakta menunjukkan pelaksanaan supervisi keperawatan diberbagai rumah sakit belum optimal. Mularso (2006) menemukan bahwa kegiatan supervisi lebih banyak pada kegiatan pengawasan bukan pada kegiatan bimbingan, observasi dan penilaian. Di Indonesia Model supervisi klinik keperawatan juga belum jelas seperti apa dan bagaimana implementasinya di rumah sakit (Agus, 2008).

Supervisi dan evaluasi merupakan bagian yang penting dalam manajemen serta keseluruhan tanggung jawab pemimpin. Pemahaman ini juga ada dalam manajemen keperawatan. Untuk mengelola asuhan keperawatan dibutuhkan kemampuan manajemen dari perawat profesional. Oleh karena itu sebagai seorang manajer keperawatan atau sebagai perawat profesional diharapkan mempunyai kemampuan dalam supervisi dan evaluasi. Supervisi juga merupakan bagian dari fungsi pengarahan dalam fungsi manajemen yang berperan untuk mempertahankan agar segala kegiatan yang telah diprogram dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Supervisi secara langsung memungkinkan manajer keperawatan menemukan berbagai hambatan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di ruangan dengan mencoba memandang secara menyeluruh faktor-faktor yang mempengaruhi dan bersama dengan staf keperawatan untuk mencari jalan pemecahannya (Sukardjo, 2010).

Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai untuk merujuk pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta.

(17)

Kinerja juga merupakan penampilan hasil kerja individu baik kualitas maupun kuantitas dalam satu organisasi.

Oleh karena itu untuk mempertahankan kualitas kinerja organisasi, maka evaluasi terhadap pekerjaan yang telah dilakukan oleh karyawan sangat penting dilakukan sebagai umpan balik sehingga dapat memperbaiki dan meningkatkan kinerja. (Hyrkäs K & Paunonen, 2011).

Fungsi manajerial yang menangani pelayanan keperawatan di ruang rawat dikoordinatori oleh kepala ruang rawat. Kepala ruangan sebagai manajer harus dapat menjamin pelayanan yang diberikan oleh perawat pelaksana dalam memberikan pelayanan yang aman dan mementingkan kenyamanan pasien. (Mey, 2010).

Penurunan kinerja perawat akan mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan. Studi oleh Direktorat Keperawatan dan Keteknisian Medik Depkes RI bekerjasama dengan WHO tahun 2000 di 4 provinsi di Indonesia, yaitu DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sulawesi Utara dan Kalimantan Timur, menemukan 47,4 persen perawat belum memiliki uraian tugas secara tertulis, 70,9 persen perawat tidak pernah mengikuti pelatihan dalam 3 tahun terakhir, 39,8 persen perawat masih melaksanakan tugas non keperawatan, serta belum dikembangkan sistem monitoring dan evaluasi kinerja perawat (Hasanbasri, 2007). Pada tahun 2005 ditemukan kinerja perawat baik 50 %, sedang 34,37 %,dan kurang 15,63 %. Kinerja keperawatan di rumah sakit dikatakan baik bila kinerja perawat >75 % (Maryadi, 2006).

Standar yang ditetapkan oleh Depkes RI tentang pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan adalah 75%, Pendokumentasian asuhan yang tidak baik dapat dikaitkan dengan banyak variabel, antara lain motivasi kerja, stres kerja, beban kerja, gaya kepemimpinan, hubungan antar manusia kurang harmonis,

(18)

supervisi dari atasan tidak efektif dan mungkin saja kejenuhan kerja (Supratman & Utami, 2009)

Hasil penelitian yang dilakukan Warsito (2006) mengenai persepsi perawat terhadap fungsi manajerial kepala ruang di rumah sakit jiwa Dr. Amino Gondohutomo semarang bahwa perawat pelaksana yang mempunyai persepsi tentang fungsi pengarahan kepala ruang tidak baik, cenderung pelaksanaan manajemen asuhan keperawatannya juga tidak baik dan perawat pelaksana yang mempunyai persepsi tentang fungsi pengawasan kepala ruang tidak baik, cenderung pelaksanaan manajemen asuhan keperawatannya juga tidak baik.

Berdasarkan hasil penelitian Sahar, et al (2013) teridentifikasi lima belas tentang gambaran respon kepala ruang terhadap peran dan fungsinya sebagai manajer lini persepsi kepala ruangan dalam menjalankan fungsi manajemen, hambatan dalam mengelola ruang rawat inap, dukungan dan harapan yang diperoleh kepala ruang agar perannya optimal.

Cara mengetahui tingkat keberhasilan asuhan keperawatan yang di berikan dapat di nilai secara obyektif dengan menggunakan metode dan instrumen penelitian yang baku, salah satunya adalah audit dokumentasi asuhan keperawatan. Audit dokumentasi dilakukan dengan cara membandingkan pendokumentasian yang ditemukan dalam rekam medik pasien dengan standar pendokumentasian yang ditentukan dalam standar asuhan keperawatan. Aspek yang dinilai dalam pendokumentasian ini adalah pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan, evaluasi keperawatan dan catatan asuhan keperawatan. Jadi kualitas kinerja perawat pelaksana dapat dievaluasi melalui audit dokumentasi (Depkes, 2002).

Dokumentasi asuhan keperawatan menjadikan hal yang penting sebagai alat bukti tanggung jawab dan tanggung gugat dari perawat dalam menjalankan

(19)

tugasnya. Perawat profesional dihadapkan pada suatu tuntutan tanggung jawab yang lebih tinggi dan tanggung gugat setiap tindakan yang dilaksanakan. Artinya intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien harus dihindarkan terjadinya kesalahan - kesalahan (negligence) dengan melakukan pendekatan proses keperawatan dan pendokumentasian yang akurat dan benar (Yahyo, 2007).

Hasil survey dasar yang didapat dari rekap anggota per Januari 2015 di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan terdapat 142 orang tenaga keperawatan mulai dari D-III sampai dengan S1 Keperawatan dengan rincian S1 9 orang, D-III 133 orang, Rumah Sakit Umum Sari Mutiara mempunyai 10 ruang dan di setiap ruang terdapat 10 sampai dengan 18 orang perawat dan 1 orang penanggung jawab dan kepala ruangan.

Hasil wawancara peneliti dengan kepala bidang instalasi rawat inap RSU Sari Mutiara Medan pada bulan Januari 2015 menyatakan bahwa supervisi keperawatan seharusnya dilakukan oleh seseorang yang ditunjuk sebagai supervisor. Supervisi keperawatan di RSU dilakukan oleh kepala ruang secara bergantian karena adanya keterbatasan jumlah tenaga kerja dan juga disetiap ruangan mempunyai penanggung jawab. Hasil wawancara peneliti dengan kepala ruang di ruang Stela 4A RSU Sari Mutiara menyatakan bahwa supervisi kepala ruang yang dilakukan di ruang rawat inap dilakukan dan observasi pada dokumentasi asuhan keperawatan dengan menggunakan Instrumen A Depkes 2005. Sasaran supervisi diantaranya tentang perlengkapan alat ruangan, masalah-masalah yang terjadi di ruangan, dan keluhan-keluhan dari perawat ruangan. Supervisi keperawatan terkait kelengkapan dokumentasi asuhan keperawatan jarang dilakukan oleh kepala ruang. Hasil wawancara peneliti dengan salah satu perawat di ruang stella 4A menyatakan bahwa dokumentasi asuhan keperawatan jarang disupervisi. Kepala ruang yang menemukan dokumentasi asuhan keperawatan yang tidak lengkap tidak memberi teguran atau sanksi yang tegas kepada perawat yang melakukan asuhan keperawatan dan hanya diberikan masukan.

(20)

Dari data rekam medis persentase kelengkapan pendokumentasian didapat 70% pada tahun 2013 dan hasil wawancara pada pihak rekam medis mengatakan bahwa kebanyakan pendokumentasian tidak dijabarkan secara penuh. Hasil observasi peneliti saat praktek pra-klinik pada bulan Desember 2014 pada lima dokumentasi asuhan keperawatan secara acak di ruang rawat inap di RSU Sari Mutiara ditemukan dokumentasi asuhan keperawatan yang sebagian besar tidak lengkap yaitu pada bagian pengkajian, diagnosa, intervensi dan evaluasi. Perawat banyak mengisi pada kolom implementasi, hal ini sangat beralasan karena implementasi merupakan monitoring kegiatan yang telah dilakukan pada pasien, untuk lebih memastikan data lebih akurat, peneliti melakukan observasi pada ruang rekam medis

Pada saat peneliti melakukan observasi kelengkapan dalam pengisian dokumen, dari 20 dokumen yang diperoleh peneliti dari rekam medis terdapat 16 dokumen dari kedua ruang rawat inap yang masih kurang lengkap dalam pengisian dokumen asuhan keperawatan. Ketidaklengkapan pengisian asuhan keperawatan terdapat pada pengisian pengkajian, diagnosa, tindakan, evaluasi dan catatan asuhan keperawatan, dimana kedua ruang rawat inap tersebut memiliki masalh yang sama. Masalah pada pengkajian terletak pada pengisian data yang dikaji sejak pasien masuk sampai pulang, masalah pada diagnosa terletak pada diagnosa yang tidak diurutkan berdasarkan prioritasnya, masalah pada tindakan terletak tidak adanya tertulis respon pasien terhadap tindakan keperawatan didalam dokumen, pada evaluasi masalah terdapat dibeberapa dokumen,pada evaluasi masalah terdapat dibeberapa dokumen yaitu tidak ditulisnya evaluasi setiap pergantian shift, sedangkan pada catatan keperawatan perawat tidak mencantumkan nama ataupun paraf setiap tindakan yang dilakukan.

Berkaitan dengan uraian di atas dan fenomena yang terjadi di lapangan, maka perlu dilakukan penelitian tentang hubungan pelaksanaan supervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian

(21)

askep di Ruang Rawat Inap RSU.Sari Mutiara Medan. Dalam penelitian ini akan membahas permasalahan mengenai pelaksaan supervisi kepala ruangan dalam hal tehnik supervisi, prinsip supervisi, kegiatan rutin supervisi, model supervisi yang dilakukan kepala ruangan terhadap perawat pelaksana.

Dengan adanya pelaksanaan supervisi yang maksimal, peneliti menyimpulkan bahwa kinerja perawat pelaksana akan semakin meningkat. Fakhruddin 2001, mengatakan terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel pelaksanaan supervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan pelaksanaan supervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap RSU.Sari Mutiara Medan Tahun 2015“ ?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pelaksanaan supervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap RSU.Sari Mutiara Medan Tahun 2015

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pelaksanaan supervisi kepala ruangan yang dinilai dari teknik supervisi sampai model supervisi di Ruang Rawat Inap RSU.Sari Mutiara Medan Tahun 2015

b. Mengetahui kinerja perawat pelaksana yang dinilai berdasarkan standar asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai evaluasi di Ruang Rawat Inap RSU.Sari Mutiara Medan Tahun 2015

(22)

D. anfaat Penelitian 1. Bagi Rumah Sakit

Mengetahui kontribusi kelengkapan dokumentasi keperawatan bagi tenaga profesional keperawatan sehingga rumah sakit dapat memberikan fasilitas dan peningkatan sumber daya tenaga keperawatan sebagai upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

2. Bagi Perawat

Mengetahui pentingnya kelengkapan dokumentasi keperawatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga akan mampu meningkatkan profesionalisme dalam kinerja keperawatan.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Menambah pengetahuan mengenai penerapan dokumentasi asuhan keperawatan di RSU.Sari Mutiara Medan serta belajar metode dalam penelitian dan dapat dijadikan sebagai data dasar penelitian selanjutnya.

(23)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Supervisi

1. Pengertian Supervisi

Sebagai bagian dari fungsi manajemen, pengertian supervisi telah berkembang secara khusus. Supervisi merupakan upaya untuk membantu pembinaan dan peningkatan kemampuan pihak yang disupervisi agar mereka dapat melaksanakan tugas kegiatan yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif (Sudjana, 2004). Secara umum yang dimaksud dengan supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya (Azwar, 1996). Muninjaya (1999) menyatakan bahwa supervisi adalah salah satu bagian proses atau kegiatan dari fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling).

Supervisi sebagai suatu proses kemudahan sumber-sumber yang diperlukan untuk penyelesaian suatu tugas ataupun sekumpulan kegiatan pengambilan keputusan yang berkaitan erat dengan perencanaan dan pengorganisasian kegiatan dan informasi dari kepemimpinan dan pengevaluasian setiap kinerja karyawan, sehingga dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan supervisi adalah kegiatan-kegiatan yang terencana seorang manajer melalui aktifitas bimbingan, pengarahan, observasi, motivasi dan evaluasi pada stafnya dalam melaksanakan kegiatan atau tugas sehari-hari (Arwani, 2006).

(24)

2. Manfaat dan Tujuan Supervisi

Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat.Manfaat tersebut diantaranya adalah sebagai berikut (Suarli & Bachtiar, 2009) :

a. Supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas kerja ini erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan dan bawahan.

b. Supervisi dapat lebih meningkatkan efesiensi kerja. Peningkatan efesiensi kerja ini erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan sarana) yang sia-sia akan dapat dicegah.

Apabila kedua peningkatan ini dapat diwujudkan, sama artinya dengan telah tercapainya tujuan suatu organisasi. Tujuan pokok dari supervisi ialah menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanakan secara benar dan tepat, dalam arti lebih efektif dan efesien, sehingga tujuan yang telah ditetapkan organisasi dapat dicapai dengan memuaskan (Suarli & Bachtiar, 2009).

3. Frekuensi Pelaksanaan Supervisi

Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi yang berkala. Supervisi yang dilakukan hanya sekali bisa dikatakan bukan supervisi yang baik, karena organisasi/lingkungan selalu berkembang. Oleh sebab itu agar organisasi selalu dapat mengikuti berbagai perkembangan dan perubahan, perlu dilakukan berbagai penyesuaian.

Supervisi dapat membantu penyesuaian tersebut yaitu melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, tidak ada pedoman yang pasti mengenai berapa kali supervisi harus dilakukan. Dalam pegangan umum,

(25)

supervisi biasanya bergantung dari derajat kesulitan pekerjaan yang dilakukan, serta sifat penyesuaian yang akan dilakukan. Jika derajat kesulitannya tinggi serta sifat penyesuaiannya mendasar, maka supervisi harus lebih sering dilakukan.

4. Prinsip-prinsip Pokok dalam Supervisi

Kegiatan supervisi mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang kondusif dan nyaman yang mencakup lingkungan fisik, atmosfer kerja dan jumlah sumber sumber yang dibutuhkan untuk memudahkan pelaksanaan tugas. Untuk itu diperlukan beberapa prinsip pokok pelaksanaan supervisi.

Prinsip pokok supervisi secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut (Suarli dan Bahtiar, 2009):

a. Tujuan utama supervisi ialah untuk lebih meningkatkan kinerja bawahan, bukan untuk mencari kesalahan. Peningkatan kinerja ini dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap pekerjaan bawahan, untuk kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan untuk mengatasinya.

b. Sejalan dengan tujuan utama yang ingin dicapai, sifat supervisi harus edukatif dan suportif bukan otoriter.

c. Supervisi harus dilakukan secara teratur atau berkala. Supervisi yang hanya dilakukan sekali bukan supervisi yang baik.

d. Supervisi harus dapat dilaksanakan sedemikan rupa sehingga terjalin kerjasama yang baik antara atasan dan bawahan, terutama pada saat proses penyelesaian masalah dan untuk lebih mengutamakan kepentingan bawahan.

e. Strategi dan tata cara supervisi yang akan dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan masing-masing bawahan secara individu. Penerapan strategi dan tata cara yang sama untuk semua kategori bawahan bukan merupakan supervisi yang baik.

(26)

f. Supervisi harus dilaksanakan secara fleksibel dan selalu disesuaikan dengan perkembangan.

5. Pelaksana Supervisi

Menurut Bactiar dan Suarly (2009) yang bertanggung jawab dalam melaksanakan supervisi adalah atasan yang memiliki kelebihan dalam organisasi. Idealnya kelebihan tersebut tidak hanya aspek status dankedudukan, tetapi juga pengetahuan dan keterampilan. Berdasarkan hal tersebut serta prinsip-prinsip pokok supervisi maka untuk dapat melaksanakan supervisi dengan baik ada beberapa syarat atau karasteristik yang harus dimilki oleh pelaksana supervisi (supervisor). Karasteristik yang dimaksud adalah:

a. Sebaiknya pelaksana supervise adalah atasan langsung dari yang disupervisi. Atau apabila hal ini tidak mungkin, dapat ditunjuk staf khusus dengan batas-batas wewenang dan tanggung jawab yang jelas. b. Pelaksana supervisi harus memilki pengetahuan dan keterampilan yang

cukup untuk jenis pekerjaan yang akan disupervisi.

c. Pelaksana supervisi harus memiliki keterampilam melakukan supervisi artinya memahami prinsip-prinsip pokok serta tehnik supervisi.

d. Pelaksana supervisi harus memilki sifat edukatif dan suportif bukan otoriter.

e. Pelaksana supervisi harus mempunyai waktu yang cukup, sabar dan selalu berupaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku bawahan yang disupervisi.

6. Teknik Supervisi

Tehnik pokok supervisi pada dasarnya identik dengan tehnik penyelesaian masalah. Bedanya pada supervisi tehnik pengumpulan data untuk menyelesaikan masalah dan penyebab masalah menggunakan tehnik pengamatan langsung oleh pelaksana supervisi terhadap sasaran supervisi, serta pelaksanaan jalan keluar. Dalam mengatasi masalah tindakan dapat

(27)

dilakukan oleh pelaksana supervisi, bersama-sama dengan sasaran supervisi secara langsung di tempat. Dengan perbedaan seperti ini, jelaslah bahwa untuk dapat melaksanakan supervisi yang baik ada dua hal yang perlu diperhatikan. (Bachtiar & Suarli, 2009):

a. Pengamatan langsung

Pengamatan langsung harus dilaksanakan dengan sebaik -baiknya. Untuk itu ada beberapa hal lain yang harus diperhatikan.

1) Sasaran pengamatan. Pengamatan langsung yang tidak jelas sasarannya dapat menimbulkan kebingungan, karena pelaksana supervisi dapat terperangkap pada sesuatu yang bersifat detail. Untuk mencegah keadaan yang seperti ini, maka pada pengamatan langsung perlu ditetapkan sasaran pengamatan, yakni hanya ditujukan pada sesuatu yang bersifat pokok dan strategis saja (selective supervision).

2) Objektivitas pengamatan. Pengamatan langsung yang tidak terstandardisasi dapat menggangu objektivitas. Untuk mencegah keadaan yang seperti ini, maka pengamatan langsung perlu dibantu dengan suatu daftar isi yang telah dipersiapkan. Daftar tersebut dipersiapkan untuk setiap pengamatan secara lengkap dan apa adanya.

3) Pendekatan pengamatan. Pengamatan langsung sering menimbulkan berbagai dampak dan kesan negatif, misalnya rasa takut dan tidak senang atau kesan menggangagu kelancaran pekerjaan. Untuk mengecek keadaan ini pengamatan langsung harus dilakukan sedemikian rupa sehingga berbagai dampak atau kesan negatif tersebut tidak sampai muncul. Sangat dianjurkan pengamatan tersebut dapat dilakukan secara edukatif dan suportif bukan menunjukkan kekuasaan atau otoritas.

(28)

b. Kerjasama

Agar komunikasi yang baik dan rasa memiliki ini dapat muncul, pelaksana supervisi dan yang disupervisi perlu bekerja sama dalam penyelesaian masalah, sehingga prinsip-prinsip kerja sama kelompok dapat diterapkan. Masalah, penyebab masalah serta upaya alternatif penyelesaian masalah harus dibahas secara bersama-sama. Kemudian upaya penyelesaian masalah tersebut dilaksanakan secara bersama-sama pula.

B. Supervisi Keperawatan

Supervisi keperawatan adalah kegiatan pengawasan dan pembinaan yang dilakukan secara berkesinambungan oleh supervisor mencakup masalah pelayanan keperawatan, masalah ketenagaan dan peralatan agar pasien mendapat pelayanan yang bermutu setiap saat (Depkes, 2000). Dalam bidang keperawatan supervisi mempunyai pengertian yang sangat luas, yaitu meliputi segala bantuan dari pemimpin/penanggung jawab kepada perawat yang ditujukan untuk perkembangan para perawat dan staf lainnya dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan kegiatan supervisi semacam ini merupakan dorongan bimbingan dan kesempatan bagi pertumbuhan dan perkembangan keahlian dan kecakapan para perawat (Suyanto, 2008). Supervisi terhadap kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan dapat dilakukan dengan memberikan bimbingan, pengarahan, observasi dan pemberian motivasi serta evaluasi terhadap pendokumentasian tiap -tiap tahap proses keperawatan.

Kelengkapan dan kesesuaian dengan standar merupakan variabel yang harus disupervisi (wiyana, 2008).

1. Pelaksana Supervisi Keperawatan

Materi supervisi atau pengawasan disesuaikan dengan uraian tugas dari masing-masing staf perawat pelaksana yang disupervisi terkait dengan kemampuan asuhan keperawatan yang dilaksanakan. Supervisi

(29)

keperawatan dilaksanakan oleh personil atau bagian yang bertanggung jawab antara lain (Suyanto, 2008):

a. Kepala ruangan

Bertanggung jawab untuk melakukan supervisi pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien di ruang perawatan yang dipimpinnya. Kepala ruangan mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan baik secara langsung maupun tidak langsung disesuaikan dengan metode penugasan yang diterapkan di ruang perawatan tersebut. Sebagai contoh ruang perawatan yang menerapkan metode Tim, maka kepala ruangan dapat melakukan supervisi secara tidak langsung melalui ketua tim masing-masing (Suarli dan Bahtiar, 2009).

b. Pengawas perawatan (supervisor)

Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit pelaksana fungsional (UPF) mempunyai pengawas yang bertanggung jawab mengawasi jalannya pelayanan keperawatan.

c. Kepala bidang keperawatan

Sebagai top manager dalam keperawatan, kepala bidang keperawatan bertanggung jawab melakukan supervisi baik secara langsung atau tidak langsung melalui para pengawas keperawatan.

Mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang aman dan nyaman, efektif dan efesien. Oleh karena itu tugas dari seorang supervisor adalah mengorientasikan staf dan pelaksana keperawatan terutama pegawai baru, melatih staf dan pelaksana staf keperawatan, memberikan pengarahan dalam pelaksanaan tugas agar menyadari, mengerti terhadap peran, fungsi sebagai staf dan pelaksana asuhan keperawatan, memberikan pelayanan bimbingan pada pelaksana keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan.

(30)

2. Sasaran Supervisi Keperawatan

Setiap sasaran dan target dilaksanakan sesuai dengan pola yang disepakati berdasarkan struktur dan hirearki tugas. Sasaran atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan, serta bawahan yang melakukan pekerjaan. Jika supervisi mempunyai sasaran berupa pekerjaan yang dilakukan, maka disebut supervisi langsung, sedangkan jika sasaran berupa bawahan yang melakukan pekerjaan disebut supervisi tidak langsung.

Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kinerja pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan (Suarli dan Bachtiar, 2009). Sasaran yang harus dicapai dalam pelaksanaan supervisi antara lain: pelaksanaan tugas keperawatan, penggunaan alat yang efektif dan ekonomis, sistem dan prosedur yang tidak menyimpang, pembagian tugas dan wewenang, penyimpangan/penyelewengan kekuasaan, kedudukan dan keuangan (Suyanto, 2008).

3. Kompetensi Supervisor Keperawatan

Tanggung jawab utama seorang supervisor adalah mencapai hasil sebaik mungkin dengan mengkoordinasikan system kerjanya. Para supervisor mengkoordinasikan pekerjaan karyawan dengan mengarahkan, melancarkan, membimbing, memotivasi dan mengendalikan (Dharma, 2003). Seorang keperawatan dalam menjalankan tugasnya sehari-hari harus memiliki kemampuan dalam (Suyanto, 2008):

a. Memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas sehingga dapat dimengerti oleh staf dan pelaksana keperawatan.

b. Memberikan saran, nasehat dan bantuan kepada staf dan pelaksana keperawatan.

c. Memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja kepada staf dan pelaksanan keperawatan.

(31)

e. Memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh staf dan pelaksana keperawatan.

f. Melakukan penilaian terhadap penampilan kinerja perawat.

g. Mengadakan pengawasan agar asuhan keperawatan yang diberikan lebih baik.

C. Pelaksanaan Supervisi Keperawatan 1. Tehnik Supervisi keperawatan

Supervisi keperawatan merupakan suatu proses pemberian sumber-sumber yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaiakan tugas dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Supervisi memungkinkan seorang manajer keperawatan dapat menemukan berbagai kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di ruang yang bersangkutan melalui analisis secara komprehensif bersama-sama dengan anggota perawat secara efektif dan efesien. Melalui kegiatan supervisi seharusnya kualitas dan mutu pelayanan keperawatan menjadi fokus dan menjadi tujuan utama, bukan malah menyibukkan diri mencari kesalahan atau penyimpangan (Arwani, 2006).Teknik supervisi dibedakan menjadi dua, supervisi langsung dan tak langsung.

a. Teknik Supervisi Secara Langsung.

Supervisi yang dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang dilaksanakan. Pada waktu supervisi diharapkan supervisor terlibat dalam kegiatan agar pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah Bittel, 1987 (dalam Wiyana, 2008). Cara memberikan supervisi efektif adalah: 1) Pengarahan harus lengkap dan mudah dipahami; 2) Menggunakan kata-kata yang tepat; 3) Berbicara dengan jelas dan lambat;4) Berikan arahan yang logis; 5) Hindari banyak memberikan arahan pada satu waktu; 7) Pastikan arahan yang diberikan dapat dipahami; 8) Pastikan bahwa arahan yang diberikan dilaksanakan atau perlu tindak lanjut. Supervisi langsung dilakukan pada saat perawat sedang melaksanakan pengisian formulir

(32)

dokumentasi asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan pada kinerja pendokumentasian dengan mendampingi perawat dalam pengisian setiap komponen dalam proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi. Langkah-langkah yang digunakan dalam supervisi langsung (Wiyana, 2008):

1) Informasikan kepada perawat yang akan disupervisi bahwa pendokumentasiannya akan disupervisi.

2) Lakukan supervisi asuhan keperawatan pada saat perawat melakukan pendokumentasian. Supervisor melihat hasil pendokumentasian secara langsung dihadapan perawat yang mendokumentasikan.

3) Supervisor menilai setiap dokumentasi sesuai standar dengan asuhan keperawatan yang dipakai yaitu menggunakan form A Depkes 2005.

4) Supervisor menjelaskan, mengarahkan dan membimbing perawat yang disupervisi komponen pendokumentasian mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi kepada perawat yang sedang menjalankan pencacatan dokumentasi asuhan keperawatan sesuai form A dari Depkes. 5) Mencatat hasil supervisi dan menyimpan dalam dokumen supervisi.

b. Secara Tidak Langsung.

Supervisi tidak langsung adalah supervisi yang dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun lisan. Perawat supervisor tidak melihat langsung apa yang terjadi di lapangan sehingga memungkinkan terjadinya kesenjangan fakta.Umpan balik dapat diberikan secara tertulis (Bittel,1987) dalam Wiyana, 2008.

(33)

Langkah-langkah Supervisi tak langsung.

1) Lakukan supervisi secara tak langsung dengan melihat hasil dokumentasi pada buku rekam medik perawat.

2) Pilih salah satu dokumen asuhan keperawatan.

3) Periksa kelengkapan dokumentasi sesuai dengan standar dokumentasi asuhan keperawatan yang ditetapkan rumah sakit yaitu form A dari Depkes.

4) Memberikan penilaian atas dokumentasi yang di supervisi dengan memberikan tanda bila ada yang masih kurang dan berikan cacatan tertulis pada perawat yang mendokumentasikan.

2. Prinsip Supervisi Keperawatan

Agar seorang manajer keperawatan mampu melakukan kegiatan supervisi secara benar, harus mengetahui dasar dan prinsip-prinsip supervisi. Prinsip-prinsip tersebut harus memenuhi syarat antara lain didasarkan atas hubungan professional dan bukan hubungan pribadi, kegiatan harus direncanakan secara matang, bersifat edukatif, memberikan perasaan aman pada perawat pelaksana dan harus mampu membentuk suasana kerja yang demokratis. Prinsip lain yang harus dipenuhi dalam kegiatan supervisi adalah harus dilakukan secara objektif dan mampu memacu terjadinya penilaian diri (self evaluation), bersifat progresif, inovatif, fleksibel, dapat mengembangkan potensi atau kelebihan masing-masing orang yang terlibat, bersifat kreatif dan konstruktif dalam mengembangkan diri disesuaikan dengan kebutuhan dan supervisi harus dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam upaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan (Arwani, 2006).

Ada beberapa prinsip supervisi yang dilakukan di bidang keperawatan (Nursallam, 2007) antara lain: 1) Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur organisasi, 2) Supervisi menggunakan pengetahuan dasar manajemen, keterampilan hubungan antar manusia dan kemampuan menerapkan prinsip

(34)

manajemen dan kepemimpinan, 3) Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas, terorganisasi dan dinyatakan melalui petunjuk, peraturan urian tugas dan standard, 4) Supervisi merupakan proses kerja sama yang demokratis antara supervisor dan perawat pelaksana, 5) Supervisi merupakan visi, misi, falsafah, tujuan dan rencana yang spesifik, 6) Supervisi menciptakan lingkungan yang kondusif, komunikasi efektif, kreatifitas dan motivasi,7)Supervisi mempunyai tujuan yang berhasil dan berdaya guna dalam pelayanan keperawatan yang memberi kepuasan klien, perawat dan manajer.

3. Kegiatan Rutin Supervisor

Untuk dapat mengkoordinasikan system kerja secara efektif, para supervisor harus melakukan dua jenis kegiatan, yaitu kegiatan tugas dan kegiatan supervisi. Kegiatan tugas adalah kegiatan yang melibatkan supervisor dalam pelaksanaan langsung suatu pekerjaan. Kegiatan supervisi adalah kegiatan yang mengkoodinasikan pekerjaan yang dilakukan orang lain.Supervisor yang efektif menekankan kegiatan supervisi (Dharma, 2003).

Kegiatan dalam supervisi adalah sebagai berikut (Wiyana, 2008) : a. Persiapan

Kegiatan Kepala Ruangan (supervisor) meliputi: 1) Menyusun jadwal supervisi, 2) Menyiapkan materi supervisi (format supervisi, pedoman pendokumentasian), 3) Mensosialisasikan rencana supervisi kepada perawat pelaksana

b. Pelaksanaan supervisi

Kegiatan kepala ruangan (supervisor) pada tahap pelaksanaan supervise meliputi : 1) Mengucapkan salam pada perawat yang disupervisi, 2) Membuat kontrak waktu supervisi pendokumentasian dilaksanakan, 3) Bersama perawat mengidentifikasi kelengkapan pendokumentasian untuk masing-masing tahap,4) Mendiskusikan pencapaian yang telah diperoleh perawat dalam pedokumentasian asuhan keperawatan, 4) Mendiskusikan pencapaian yang harus

(35)

ditingkatkan pada masing-masing tahap, 5) Memberikan bimbingan/arahan pendokumentasian asuhan keperawatan, 6) Mencatat hasil supervisi.

c. Evaluasi

Kegiatan kepala ruangan (supervisor) pada tahap evaluasi meliputi: 1)Menilai respon perawat terhadap pendokumentasian yang baru saja di arahkan,2) Memberikan reinforcement pada perawat, 3) Menyampaikan rencana tindak lanjut supervisi

4. Model-model Supervisi Keperawatan

Selain cara supervisi yang telah diuraikan, beberapa model supervisi dapat diterapkan dalam kegiatan supervisi antara lain (Suyanto, 2008):

a. Model konvensional

Model supervisi dilakukan melalui inspeksi langsung untuk menemukan masalah dan kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan untuk mengoreksi kesalahan dan memata-matai staf dalam mengerjakan tugas. Model ini sering tidak adil karena hanya melihat sisi negatif dari pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan para perawat pelaksana sehingga sulit terungkap sisi positif, hal-hal yang baik ataupun keberhasilan yang telah dilakukan.

b. Model ilmiah

Supervisi dilakukan dengan pendekatan yang sudah direncanakan sehingga tidak hanya mencari kealahan atau masalah saja. Oleh karena itu supervisi yang dilakukan dengan model ini memilki karasteristik sebagai berikut yaitu, dilakukan secara berkesinambungan, dilakukan dengan prosedur, instrument dan standar supervisi yang baku, menggunakan data yang objektif sehingga dapat diberikan umpan balik dan bimbingan.

c. Model klinis

Supervisi model klinis bertujuan untuk membantu perawat pelak sana dalam mengembangkan profesionalisme sehingga penampilan dan

(36)

kinerjanya dalam pemberian asuhan keperawatan meningkat. Supervisi dilakukan secara sistematis melalui pengamatan pelayanan keperawatan yang diberikan oleh seorang perawat selanjutnya dibandingkan dengan standar keperawatan.

d. Model artistic

Supervisi model artistic dilakukan dengan pendekatan personal untuk menciptakan rasa aman sehingga supervisor dapat diterima oleh perawat pelaksana yang disupervisi. Dengan demikian akan tercipta hubungan saling percaya sehingga hubungan antara perawat dan supervisor akan terbuka dan mempermudah proses supervisi.

D. Kinerja

1. Pengertian Kinerja Perawat

Kinerja perawat adalah tindakan yang dilakukan oleh seorang perawat dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing, tidak melanggar hukum, aturan serta sesuai moral dan etika, dimana kinerja yang baik dapat memberikan kepuasan pada pengguna jasa.Untuk aktifitas seorang perawat adalah mengumpulkan data kesehatan mengenai pasien, membuat diagnosis menurut ilmu keperawatan, menetapkan tujuan keperawatan, melaksanakan keperawatan, serta evaluasi terhadap perawatan. Selain aktivitas perawat tersebut terkait dengan kinerja perawat dapat dilihat dari pelayanan kesehatan yang diberikan perawat kepada pasiennya (Tanjary, 2009).

Indikator kinerja perawat adalah variabel untuk mengukur prestasi suatu pelaksanaan kegiatan dalam waku tertentu. Indikator yang berfokus pada hasil asuhan keperawatan kepada pasien dan proses pelayanannya disebut indikator kinerja (Prajawanto,2009). Kinerja perawat dapat dilihat sesuai dengan peran fungsi perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan.

(37)

Sebagai pemberi asuhan keperawatan ada juga uraian tugas perawat pelaksana yang perlu dilakukan yaitu:

a. Memelihara kebersihan ruang rawat dan lingkungannya

b. Menerima pasien baru sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku c. Memelihara peralatan keperawatan dan medis agar selalu dalam

keadaan siap pakai

d. Melakukan pengkajian keperawatan dan menetukan diagnosa keperawatan sesuai batas kewenangannya

e. Menyusun rencana keperawatan sesuai dengan kemampuannya

f. Melakukan tindakan keperawatan kepada pasien sesuai kebutuhan dan batas kemampuannya

g. Melatih/membantu pasien untuk melakukan latihan gerak

h. Melakukan tindakan darurat kepada pasien (antara lain panas tinggi, kolaps, pendarahan) sesuai dengan protap yang berlaku. Selanjutnya segera melaporkan tindakan yang telah dilakukan kepada dokter ruang rawat atau dokter jaga

i. Melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan sesuai batas kemampuannya

2. Faktor yang mempengaruhi kinerja perawat

Menurut Asa’ad (2000) dalam Tanjary, 2009 faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perawat adalah karakteristik, motivasi, kemampuan, keterampilan, persepsi, sikap serta lingkungan kerja. Adapun yang termasuk dalam karakteristik perawat meliputi umur, pendidikan, tingkat pengetahuan, masa kerja, serta status. Umur berpengaruh terhadap kinerja perawat karena semakin berumur seorang perawat memiliki tanggung jawab moral dan loyal, terhadap pekerjaan serta lebih terampil karena lama bekerja menjadi perawat. Pendidikan perawat berpengaruh terhadap kinerja perawat karena semakin tinggi pendidikan yang ditempuh semakin banyak ilmu pengetahuan serta ketrampilan yang dimiliki oleh perawat sehingga akan dapat membantu dalam meningkatkan kinerjanya

(38)

(Tanjary, 2009). Perawat pelaksana yang berpendidikan D3 keperawatan memiliki kinerja yang lebih baik daripada perawat pelaksana berpendidikan SPK (Sekolah Pendidikan Kesehatan).

Tingkat pengetahuan seorang perawat berpengaruh terhadap kinerja karena semakin tinggi tingkat pengetahuan yang diperoleh perawat akan dapat membantu perawat dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga dapat meningkatkan kinerjanya. Masa kerja berpengaruh terhadap kinerja perawat karena semakin lama masa kerja seorang perawat semakin banyak pengalaman yang diperolehnya dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga dapat meningkatkan kinerjanya. Status pekerjaan berpengaruh terhadap kinerja perawat karena semakin tinggi jabatan yang diembannya maka semakin tinggi motivasi dalam pekerjaannya sehingga akan dapat meningkatkan kinerja perawat (Tanjary, 2009).

Motivasi juga mempengaruhi kinerja seseorang. Motivasi seseorang akan timbul apabila mereka diberi kesempatan untuk mencoba cara baru dan mendapat umpan balik dari hasil yang diberikan. Oleh karena itu penghargaan psikis dalam hal ini sangat diperlukan agar seseorang merasa dihargai dan diperhatikan serta dibimbing manakala melakukan suatu kesalahan (Bactiar & Suarly, 2009).

3. Penilaian Kinerja Perawat

Penilaian kinerja merupakan suatu komponen dari system manajemen kinerja yang digunakan organisasi untuk memotivasi pekerja. Tujuan utamapenilaian kinerja adalah untuk memperbaiki kinerja. Penilaian kinerja perawat adalah pengukuran efesiensi, kompetensi dan efektifitas proses keperawatan dan aktivitas yang digunakan oleh perawat dalam merawat klien guna untuk mempertahankan, memperbaiki dan memotivasi perawat (Huber, 2000).

(39)

Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas. Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat dapat menggunakan proses aprasial kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, bimbingan perencanaan karir, serta pemberian penghargaan kepada perawat yang berkompeten (Nursalam, 2002).

Menurut Nursalam, 2002. Ada beberapa manfaat dari penilaian kerja tersebut, dapat dijabarkan menjadi 6 yaitu:

a. Meningkatkan prestasi kerja staf baik secara individu atau kelompok dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi di dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan rumah sakit.

b. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada gilirannya akan mempengaruhi atau mendorong SDM (Sumber Daya Manusia) secara keseluruhannya.

c. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil karya dan prestasi dengan cara memberikan umpan balik kepada mereka tentang prestasinya.

d. Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan staf yang lebih tepat guna. Sehingga rumah sakit akan mempunyai tenaga yang cakap dan tampil untuk pengembangan pelayanan perawatan dimasa depan.

e. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja meningkastkan gajinya atau sistem imbalan yang baik.

f. Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaannya atau hal lain yang ada kaitannya melalui jalur komunikasi dan dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara atasan dan bawahan.

(40)

Dengan manfaat diatas maka dapat diidentifikasi siapa saja staf yang mempunyai potensi untuk dikembangkan karirnya dapat dicalonkan untuk menduduki jabatan serta tanggung jawab yang lebih besar pada masa yang akan datang atau mendapatkan imbalan yang lebih baik. Sedangkan karyawan yang terhambat disebabkan karena kemauannya serta motivasi dan sikap yang kurang baik maka perlu dilakukan pembinaan yang berupa teguran atau konseling oleh atasannya langsung (Nursalam, 2002).

4. Cara Penilaian Kinerja Perawat

Dalam hal peningkatan tenaga keperawatan ( Carpetino 1999 .dalam Nursalam, 2002) mengemukakan bahwa perkembangan pelayanan keperawatan saat ini telah melahirkan paradigma keperawatan yang menuntutadanya pelayanan keperawatan yang bermutu. Hal ini dapat dilihat dari adanyadua fenomena sistem pelayanan keperawatan yakni perubahan sifat pelayanan dari fokasional menjadi profesional dan terjadinya pergeseran fokus pelayanan asuhan keperawatan. Fokus asuhan keperawatan berubah dari peran kuratif dan promotif menjadi peran promotif, pereventif, kuratif dan rehabilitatif.

Untuk menilai atau mengukur kualitas pelayanan keperawatan kepada klien digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar keperawatan dapat digunakan sebagai instrumen penilaian kerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, implementasi keperawatan sampai evaluasi keperawatan (Nursalam, 2002).

a. Standar I: Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Kriteria pengkajian keperawatan meliputi:

(41)

1) Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang.

2) Sumber data adalah klien, keluarga atau orang yang terkait, tim kesehatan rekam medis dan catatan lain.

3) Data yang dikumpulkan difokuskan untuk mengidentifikasi status kesehatan klien masa lalu, status kesehatan klien saat ini, status biologis-psikologis-sosial-spiritual, respon terhadap terapi, harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal, resiko-resiko tinggi. b. Standar II: Diagnosis Keperawatan

Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnose keperawatan. Adapun kriteria dalam proses ini adalah:

1) Proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosa masalah keperawatan. 2) Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (p), penyebab (E) dan

tanda atau gejala (S) atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE). 3) Bekerja dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk

memvalidasi diagnosa keperawatan.

4) Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data terbaru.

c. Standar III: Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien. Kriteria prosesnya meliputi:

1) Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan perawatan.

2) Bekerja sama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.

3) Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.

(42)

d. Standar IV : Implementasi keperawatan

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria dalam proses ini meliputi: 1) Bekerja sama dengan klien dalam tindakan rencana keperawatan. 2) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain

3) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien. 4) Memberikan pendidikan kepada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serat membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan.

5) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon klien

e. Standar V : Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Adapun kriteria prosesnya adalah:

1) Menyusun rencana evaluasi dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus.

2) Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembanagan ke arah pencapaian tujuan.

3) Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat. 4) Bekerja sama dengan klien dan keluarga untuk memodifikasi

rencana asuhan keperawatan.

5) Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi hasil perencanaan.

Standard tersebut adalah pernyataan deskriptif mengenai tingkat penampilan yang diinginkan ada kualitas struktur, proses atau hasil yang dapat dinilai (Nursallam, 2002). Tujuan pendokumentasian asuhan keperawatan adalah untuk memudahkan menentukan kualitas perawat,

(43)

klien, menjamin pendokumentasian kemajuan dan hubungan dengan hasil yang berfokus pada klien dan memudahkan konsistensi antar disiplin dan mengkomunikasikan tujuan tindakan dan kemajuan. Sumber penilaian adalah dokumentasi keperawatan yang merupakan bukti tindakan keperawatan yang sudah dilakukan dan disimpan pada masing-masing status atau pada tempat khusus, sebagai bukti tanggung jawab dan tanggung gugat (Doenges, 2000).

E. Hubungan pelaksanaan supervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian askep

Dalam pengelolaan kegiatan pelayanan keperawatan di rumah sakit kepala ruangan adalah manajer tingkat lini yang mempunyai tanggung jawab untuk meletakkan konsep praktik, prinsip dan teori manajemen keperawatan serta mengelola lingkungan organisasi untuk menciptakan iklim yang optimal dan menjamin kesiapan asuhan keperawatan oleh perawat ( Annon y mous, 2005). Untuk mencapai tujuan pelayanan keperawatan diperlukan supervisi. Supervisi keperawatan adalah proses pemberian sumber-sumber yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dalam rangka pencapaian tujuan. Kegiatan supervisi adalah merupakan salah satu fungsi pokok yang harus dikerjakan oleh manajer keperawatan dari level rendah sampai tertinggi. Apabila fungsi ini tidak dilakukan maka tujuan keperawatan tidak akan tercapai.

Dalam penelitian Diyanto (2007) menujukkan bahwa penatalaksanan pengisian dokumentasi asuhan keperawatan sebagai berikut proporsi terbesar dalam kategori kurang (48%) yang selanjutnya di ikuti sedang (35%) dan baik (17%).

Penelitian yang dilakukan Maria Vonny H. Rumampuk pada tahun 2012 disimpulkan bahwa peran kepala ruangan baik (95,2%) melakukan supervisi perawat pelaksana menerapkan patient safety. Perawat pelaksana menerapkan

(44)

patient safety prosedur identifikasi pasien baik (95,2%), prosedur pemberian injeksi baik (100%) dan prosedur mencuci tangan baik (100%).

Ada hubungan peran kepala ruangan melakukan supervisi perawat pelaksana dengan penerapan patient safety. Hasil penelitian Farida (2001) yang menyatakan supervisi kepala ruangan berhubungan bermakna dengan pelaksanaan proses keperawatan di RS Jantung Harapan Kita, dengan p=0,04. Manurung (2004) juga menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara supervisi kepala ruangan dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di RS PGI Cikini Jakarta dengan p=0,003.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Leli siswana (2010) tentang hubungan peran supervisi kepala ruangan terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum DaerahPetala Bumi didapatkan bahwa Peran supervisi kepala ruangan yang sangat baik sebanyak 21 orang (16,2%), persentase ini ternyata lebih tinggi dari pada peran supervisi kepala ruangan yang kurang baik sebanyak 10 orang (14,8%).

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan p value< 0.05 dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara peran supervisi kepala ruangan terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Petala Bumi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wiyanti (2009), tentang Hubungan Peran Supervisi Kepala Ruangan dengan Kinerja Perawat Pelaksana Asuhan Keperawatan di Instalasi Rawat Inap yang dilakukan terhadap 67 orang perawat pelaksana dirawat inap diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang bermakna antara peran supervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana.

Penelitian yang dilakukan oleh shinta (2012) tentang pengaruh supervisi kepala ruangan terhadap dokumetasi asuhan keperawatan diruang rawat inap RSU. Unggaran menunjukkan sebagian besar dokumentasi asuhan

(45)

keperawatan yang baik dibuat pada responden dengan supervisi yang baik (67,4%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p value =0,027 dengan taraf signifikasi p<0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara supervisi kepala ruangan dengan kelengkapan dokumentasi asuhan keperawatan.

Menurut Sumijatun (1996) kompetensi kepala ruang identik dengan tuntutan sebagai supervisor yang mengacu pada model American Management Association, sedangkan menurut Gillies (1989) fungsi kepala ruang meliputi empat area penting yaitu area personil, area lingkungan dan peralatan, asuhan keperawatan serta area pengembangan. Struktur organisasi ruangan merupakan area asuhan keperawatan yang seharusnya mendapatkan supervisi yang intensif karean berkaitan langsung dengan cara bagaimana pelayanan diorganisasikan dan dilakukan dengan pembagiankerja yang jelas.

F. Kerangka Konsep

Kerangkap konsep pada penelitian ini adalah menggunakan pendekatan model konseptual.Fenomena dalam konsep digambarkan diagram hubungan variabel independen:supervisi kepala ruangan; variabel dependen: kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian askep

Skema 2.1

Kerangka Konsep Penelitian

Variabel independen Variabel dependen

Supervisi kepala ruangan Kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian

(46)

G. Hipotesis

Ha : Ada hubungan pelaksanaan supervisi kepala ruangan terhadap kinerja perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap RSU. Sari Mutiara Medan.

Ho :Tidak ada hubungan pelaksanaan supervisi kepala ruangan terhadap kinerja perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap RSU. Sari Mutiara Medan.

(47)

33

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan pelaksanaaan supervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian askep di Ruang rawat inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di Ruang rawat inap RSU.Sari Mutiara Medan sebanyak 142 perawat pelaksana dengan rincian, S1 Keperawatan/Ners 9 orang, DIII Keperawatan 133 orang.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari jumlah keseluruhan perawat yang bekerja di ruang rawat inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015. Jumlah sampel diambil dengan menggunakan rumus Arikunto (2006) yaitu :

30% x 142 perawat = 42,6 dilakukan pembulatan menjadi 43.

Berdasarkan Rumus Arikunto (2006), didapatkan jumlah sampel sebanyak 43 perawat dengan pengambilan sampel menggunakan tehnik non-random sampling yaitu accidental sampling dengan mengambil responden yang kebetulan ada atau yang sedang dinas pada tempat penelitian (Notoadmojo, 2010).

Referensi

Dokumen terkait

Melihat keadaan di Indonesia saat ini,saya secara pribadi sangat pesimis bahwa Indonesia akan siap menghadapi MEA.Dari banyak aspek seperti,pendidikan,tekhnologi dan lain

Peran Ayah Pada Siswa di SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta Tahun 2014 Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 responden sebagian besar ayah berperan baik

 Membuat rancangan dalam bentuk gambar/tertulis kegiatan modifikasi media dan wadah tanam tanaman sayuran yang meliputi sarana produksi, teknik

Menentukan jarak antara titik dan garis yaitu pertama-tama dimulai dengan menghitung proyeksi vektor ortogonal, kemudian menjumlahkan hasil perhitungan proyeksi vektor

Penemuan kasus Leptospirosis dilakukan dengan cara deteksi dini pasif oleh petugas leptospirosis Puskesmas Kota Semarang yang 91,9% menunggu datangnya pasien masuk

Penulis juga menggunakan metode pola pikir deduktif dengan cara memberi keterangan yang dimulai dari suatu perkiraan, pikiran, atau teori tertentu ke arah data yang akan

TOKYO,KYOTO,

Tantangan untuk menghadapi masa depan dalam pendidikan desain terletak pada persiapan para mahasiswa desain untuk hidup berkarir profesional dalam dunia yang penuh dengan