• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA ARAHAN PENATAAN RUANG - DOCRPIJM e3d63f0d39 BAB IIIBAB 3 ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 3 ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA ARAHAN PENATAAN RUANG - DOCRPIJM e3d63f0d39 BAB IIIBAB 3 ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

45

BAB 3 ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA

ARAHAN PENATAAN RUANG

3.1. Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan Ruang 3.1.1. Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

Sesuai Undang-Undang No 17 Tahun 2007, visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2000-2025 adalah untuk mewujudkan INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL DAN MAKMUR. RPJPN 2005-2025 dilaksanakan dalam empat tahapan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM), yang masing-masing tahapan telah pula memuat rumusan indikatif arahan prioritas kebijakan. Sesuai arahan RPJPN, pembangunan dalam RPJMN ke-3 (2015- 2019) ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan IPTEK yang terus meningkat. Hal ini untuk memastikan bahwa Indonesia memiliki landasan pembangunan yang mantap sehingga bisa terlepas dari perangkap negara menengah, sehingga mulai tahun 2025 dapat memasuki gerbang untuk menjadi negara maju pada 2030.

(2)

46 Arahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025

Sumber : Renstra Ditjen Cipta Karya 2015

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

RPJMN 2015-2019 merupakan dokumen perencanaan nasional jangka menengah hasil penjabaran tahapan ketiga dari RPJPN 2005-2025 yang kemudian disandingkan dengan Visi, Misi, dan Agenda Presiden/Wakil Presiden (Nawa Cita).

(3)

47 Salah satu tantangan pokok dalam mewujudkan visi pembangunan 2015-2019 adalah terbatasnya ketersediaan infrastruktur untuk mendukung peningkatan kemajuan ekonomi. Untuk itu, ketersediaan infrastruktur permukiman harus ditingkatkan untuk mendukung agenda pembangunan nasional yang tercantum dalam Nawacita seperti membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, serta meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing ekonomi. Maka dari itu, salah satu arahan kebijakan umum RPJMN 2015-2019 adalah mempercepat pembangunan infrastruktur untuk pertumbuhan dan pemerataan.

Pembangunan infrastruktur diarahkan untuk memperkuat konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan pembangunan, mempercepat penyediaan infrastruktur dasar (perumahan, air bersih, sanitasi, dan listrik), menjamin ketahanan air, pangan dan energi untuk mendukung ketahanan nasional, dan mengembangkan sistem transportasi massal perkotaan, yang seluruhnya dilaksanakan secara terintegrasi dan dengan meningkatkan peran kerjasama Pemerintah-Swasta. Adapun sasaran pokok yang ingin dicapai pada tahun 2019 terkait pembangunan perumahan dan kawasan permukiman adalah terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat untuk bertempat tinggal pada hunian yang layak yang didukung oleh prasarana, sarana dan utilitas yang memadai, meliputi akses terhadap air minum dan sanitasi yang layak dan terjangkau dan diprioritaskan dalam rangka meningkatkan standar hidup penduduk 40 persen terbawah.

Sasaran pembangunan kawasan permukiman yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019 adalah sebagai berikut:

1. Tercapainya pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 persen; 2. Tercapainya 100 persen pelayanan air minum bagi seluruh penduduk Indonesia; 3. Optimalisasi penyediaan layanan air minum;

4. Peningkatan efisiensi layanan air minum dilakukan melalui penerapan prinsip jaga air, hemat air dan simpan air secara nasional;

5. Penciptaan dokumen perencanaan infrastruktur permukiman yang mendukung;

6. Meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi layak (air limbah domestik, sampah dan drainase lingkungan) menjadi 100 persen pada tingkat kebutuhan dasar;

(4)

48 Sasaran pembangunan perkotaan yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019 adalah sebagai berikut:

1. Pembangunan 5 kawasan metropolitan baru di luar Pulau Jawa-Bali sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang diarahkan menjadi pusat investasi dan penggerak pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya guna mempercepat pemerataan pembangunan di luar Pulau Jawa;

2. Peningkatan peran dan fungsi sekaligus perbaikan manajemen pembangunan di 7 kawasan perkotaan metropolitan yang sudah ada untuk diarahkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) berskala global guna meningkatkan daya saing dan kontribusi ekonomi; 3. Pengembangan sedikitnya 20 kota otonom di luar Pulau Jawa – Bali khususnya di KTI yang diarahkan sebagai pengendali (buffer) arus urbanisasi ke Pulau Jawa yang diarahkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya serta menjadi percotohan (best practices) perwujudan kota berkelanjutan;

4. Pembangunan 10 kota baru publik yang mandiri dan terpadu di sekitar kota atau kawasan perkotaan metropolitan yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah serta diarahkan sebagai pengendali (buffer) urbanisasi di kota atau kawasan perkotaan metropolitan;

5. Perwujudan 39 pusat pertumbuhan baru perkotaan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) atau Pusat Kegiatan Wilayah (PKW).

Arah Kebijakan dan Strategi Ditjen Cipta Karya

Kebijakan Umum Ditjen Cipta Karya

Kebijakan dan strategi penyelenggaraan kegiatan Direktorat Jenderal Cipta Karya diarahkan dengan memperhatikan tugas, fungsi dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Cipta Karya yang meliputi kegiatan utama berupa Pengaturan, Pembinaan, dan Pengawasan (Turbinwas), dan kegiatan pembangunan (Bang).

(5)

49 1. perumusan kebijakan di bidang pengembangan kawasan

2. pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

3. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan;

4. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan;

5. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan;

6. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Cipta Karya; dan 7. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

(6)

50 Tabel 3.1 Pendekatan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Pada dasarnya untuk bidang Cipta Karya, hampir semua tugas pembangunan dikerjakan bersama pemerintah daerah, baik pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, peran pemerintah pusat, dalam hal ini Ditjen Cipta Karya lebih terfokus kepada tugas pengaturan, pembinaan dan pengawasan (Turbinwas). Tugas pengaturan dilakukan melalui penyusunan kebijakan dan strategi, penyusunan Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria (NSPK), penetapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) serta tugas-tugas lain yang bersifat penyusunan perangkat peraturan. Sedangkan tugas pembinaan dilakukan dalam bentuk dukungan perencanaan, pemberian bantuan administrasi dan teknis, supervisi serta konsultasi. Untuk tugas pengawasan, peran pemerintah pusat dilakukan dalam bentuk monitoring dan evaluasi kinerja. Keseluruhan tugas pengaturan, pembinaan dan pengawasan ini didanai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), disertai dukungan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Meskipun fokus melakukan tugas Turbinwas, Ditjen Cipta Karya juga melakukan kegiatan pembangunan infrastruktur Cipta Karya. Berdasarkan Undang-Undang Pemerintah Daerah, Ditjen Cipta Karya diamanatkan melakukan pembangunan infrastruktur skala nasional (lintas provinsi), serta infrastruktur untuk kepentingan nasional. Di samping itu, Ditjen Cipta Karya juga melakukan kegiatan pembangunan dalam rangka pemenuhan SPM sebagai stimulan bagi Pemerintah Daerah untuk meningkatkan komitmennya dalam melakukan pembangunan infrastruktur Cipta Karya. Pemda juga bertanggung jawab atas operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang terbangun.

(7)

51 Khusus (DAK) untuk memenuhi target pencapaian SPM berupa bantuan khusus yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dengan kriteria-kriteria teknis tertentu. Selain itu terdapat pola hibah, yaitu bantuan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan kegiatan strategis nasional yang mendesak.

Peta Wilayah Pengembangan Strategis Kementrian PUPR 2015-2019

Sumber : Renstra Ditjen Cipta Karya 2015

(8)

52 Tabel 3.2 WPS

Selanjutnya pembangunan infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat akan diterpadukan pertama, dengan pengembangan 16 Kawasan Srategis Pariwisata Nasional Prioritas (KSPNP) yang terdiri dari Pulau Sumatera (KSPNP Danau Toba dsk); Pulau Jawa (KSPNP: Kep Seribu dsk, Kota Tua-Sunda Kelapa dsk, Borobudur dsk, dan BromoTengger-Semeru dsk); Pulau Bali- Nusa Tenggara (KSPNP: Kintamani-Danau Batur dsk, Menjangan-Pemuteran dsk, Kuta-Sanur-Nusa Dua dsk, Rinjani dsk, Pulau Komodo dsk, dan Ende-Kelimutu dsk); Pulau Kalimantan (KSPNP Tanjung Puting dsk); Pulau Sulawesi (KSPNP: Toraja dsk, Bunaken dsk, dan Wakatobi dsk); dan Kepulauan Maluku (KSPNP Raja Ampat dsk).

Kedua, diterpadukan dengan program pengembangan 22 Kawasan Industri Prioritas (KIP), yaitu Pulau Sumatera (KIP: Kuala Tanjung, Sei Mangkei, dan Tanggamus); Pulau Jawa (KIP: Tangerang, Cikarang, Cibinong, Karawang, Bandung, Cirebon, Tuban, Surabaya, dan Pasuruan); Kalimantan (KIP: Batulicin, Ketapang, dan Landak); Pulau Sulawesi (KIP: Palu, Morowali, Bantaeng, Bitung, dan Konawe); Kepulauan Maluku (KIP Buli /Halmahera Timur); dan Pulau Papua (KIP Teluk Bintuni).

Ketiga, diterpadukan dengan program Pengembangan Perkotaan KSN, PKW dan PKSN/ Kota Perbatasan yang terdiri dari Pulau Sumatera (9 PKN, 58 PKW, 4 PKSN); Pulau Jawa-Bali (12 PKN, 35 PKW); Kepulauan Nusa Tenggara (2 PKN, 10 PKW, 3 PKSN); Pulau Kalimantan (5 PKN, 25 PKW, 10 PKSN); Pulau Sulawesi (5 PKN, 27 PKW, 2 PKSN); Kepulauan Maluku (2 PKN, 11 PKW, 4 PKSN); dan Pulau (3 PKN, 11 PKW, 3 PKSN).

(9)

53 Banjarmasin, Samarinda, Balikpapan: Kariangau, dan Pontianak); Pulau Bali dan Nusa Tenggara (Kupang); Pulau Sulawesi (Makasar, Pantoloan, Kendar dan Bitung); Kepulauan Maluku (Ternate: A. Yani dan Ambon); dan Pulau Papua (Sorong dan Jayapura).

Dalam rangka pengembangan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, Direktorat Jenderal Cipta Karya mengembangkan konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya yang terintegrasi dalam Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya, sebagai upaya mewujudkan keterpaduan pembangunan di kabupaten/kota. RPI2-JM Bidang Cipta Karya disusun oleh Pemerintah Kabupaten/Kota melalui fasilitasi Pemerintah Provinsi yang mengintegrasikan kebijakan skala nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, baik kebijakan spasial maupun sektoral. RPI2-JM, selain mengacu pada rencana spasial dan arah pembangunan nasional/daerah, juga mengintegrasikan rencana sektoral Bidang Cipta Karya, antara lain Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM), Strategi Sanitasi Kota (SSK), serta Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan permukiman yang berkelanjutan. Melalui perencanaan yang rasional dan inklusif, diharapkan keterpaduan pembangunan Bidang Cipta Karya dapat terwujud, dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, kelembagaan, dan kemampuan keuangan daerah. Pedoman penyusunan RPI2-JM bidang Cipta Karya telah ditetapkan dalam Surat Edaran Dirjen Cipta Karya No 6/SE/DC/2014. Dalam mewujudkan sasaran 100-0-100 diperlukan peningkatan pendanaan yang signifikan dalam bidang Cipta Karya. Diperkirakan kebutuhan dana mencapai mencapai Rp. 830 Triliun untuk mencapai sasaran tersebut dalam jangka waktu 5 tahun. Pemerintah Pusat yang selama ini mendominasi pendanaan pembangunan bidang Cipta Karya pada periode 2010-2014 (66,96% dari total seluruh pendanaan pembangunan), mempunyai keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Berdasarkan prakiraan maju, baseline pendanaan pemerintah hanya cukup memenuhi 15% kebutuhan pendanaan tersebut. Berdasarkan skenario optimis maka pemerintah pusat dapat berkontribusi terhadap 30-35% dari porsi pendanaan tersebut.

(10)

54 Strategi Pembiayaan Gerakan 100-0-100

Swadaya masyarakat sehingga diharapkan dapat berkontribusi 13% terhadap porsi pendanaan. Dukungan pinjaman dan hibah luar negeri juga akan dimanfaatkan, meskipun porsi kontribusinya dikurangi dari 16% menjadi 7% pada tahun 2015-2019 untuk mengurangi beban hutang negara. Kebijakan kemitraan dan peningkatan partisipasi para stakeholder merupakan strategi utama dalam mewujudkan sasaran 100-0-100.

Untuk meningkatkan efektifitas pencapaian sasaran Gerakan Nasional 100-0-100 perlu juga sinergi kemitraan dengan Kementerian/Lembaga lainnya, antara lain:

❖ Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, terkait perbaikan rumah tidak layak huni dan pembangunan Rusunawa di kawasan permukiman kumuh;

❖ Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR, terkait penyediaan air baku dan penanganan kawasan rawan genangan;

❖ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, terkait keterpaduan perencanaan dalam upaya pencapaian sasaran pembangunan nasional bidang perumahan dan permukiman serta bidang perkotaan dan perdesaan;

❖ Kementerian Kesehatan, terkait perubahan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS);

❖ Kementerian Dalam Negeri, terkait pengembangan kapasitas Pemerintah Daerah;

❖ Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terkait pengelolaan persampahan;

❖ Kementerian Kelautan dan Perikanan, terkait pengembangan kawasan permukiman nelayan/pesisir dan pulau terluar;

❖ Kementeran Agraria dan Tata Ruang, terkait keterpaduan pembangunan berdasarkan RTRW dan RDTR;

❖ Badan Nasional Pengembangan Kawasan Perbatasan, terkait pengembangan kawasan perbatasan

3.1.2. Arahan Penataan Ruang

Arahan RTRW Nasional

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) disusun melalui Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang dijadikan sebagai pedoman untuk:

a. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional, b. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional,

(11)

55 d. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah

provinsi, serta keserasian antar sektor,

e. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi, f. Penataan ruang kawasan strategis nasional, dan g. Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

Arahan yang harus diperhatikan dari RTRWN untuk ditindaklanjuti ke dalam RPI2-JM kabupaten/kota adalahsebagai berikut:

1. Penetapan Pusat Kegiatan Nasional (PKN)

Kriteria:

a. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional,

b. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi,dan/atau

c. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi.

2. Penetapan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)

Kriteria:

a. Kawasan Perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN,

b. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten,dan/atau

c. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.

3. Penetapan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN)

Kriteria:

a. Pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara tetangga,

b. Pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga,

c. Pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya, dan/atau

d. Pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorongperkembangan kawasan di sekitarnya.

(12)

56 Penetapan kawasan strategis nasional dilakukan berdasarkan kepentingan:

i. Pertahanan dan keamanan,

a. diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara berdasarkan geostrategi nasional,

b. diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihanmiliter, daerah pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem pertahanan, atau

c. merupakan wilayah kedaulatan Negara termasuk pulau-pulau kecil terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas.

ii. Pertumbuhan ekonomi,

a. memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh,

b. memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional, c. memiliki potensi ekspor,

d. didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi, e. memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi,

f. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional,

g. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional, atau

h. ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal. iii. Sosial dan budaya

a. merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya nasional, b. merupakan prioritas peningkatan kualitas social dan budaya serta jati diri bangsa, c. merupakan aset nasional atau internasional yang harus dilindungi dan dilestarikan, d. merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya nasional,

e. memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya, atau f. memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial skala nasional. iv. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi

a. diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu

b. pengetahuan dan teknologi berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis nasional, pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir

c. memiliki sumber daya alam strategis nasional

(13)

57 e. berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir, atau

f. berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis. v. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

a. merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati, b. merupakan aset nasional berupa kawasan lindung yang

c. ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan,

d. memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian negara,

e. memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro f. menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup g. rawan bencana alam nasional

h. sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan

3.1.3. Arahan Rencana Pembangunan Daerah

Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten

Menurut Undang-Undang 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, setiap daerah kabupaten dan kota perlu menyusun rencana tata ruangnya sebagai arahan pelaksanaan pembangunan. Sejalan dengan penerapan desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa kewenangan pelaksanaan pembangunan termasuk pelaksanaan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten dan kota berada pada pemerintah kabupaten dan kota.

Dalam perkembangannya, proses penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang yang telah menggunakan prinsip untuk mendorong perwujudan otonomi daerah sangat diperlukan upaya-upaya yang dapat mengajak partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat. Kewajiban ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Tata Cara Peran Masyarakat dalam penataan ruang yang pada intinya dalam proses penataan ruang diwajibkan untuk melibatkan seluruh lapisan Masyarakat. Maka diberbagai kesempatan penyelenggaraan penataan ruang perlu adanya satu dorongan yang kuat untuk melibatkan peran serta aktif masyarakat dan dunia usaha dalam seluruh proses kegiatan penataan ruang.

(14)

58 ruang nusantara yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat“ dengan penekanan hal-hal sebagai berikut :

a. Kejelasan produk rencana tata ruang (tidak hanya pada batas wilayah administratif semata, tetapi perlu mempertimbangkan aspek fungsional);

b. Penekanan pada hal-hal yang bersifat strategis sesuai perkembangan lingkungan strategis dan kecenderungan yang ada pada daerah tersebut;

c. Penataan ruang mencakup daratan, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan ruang wilayah;

d. Perlunya pengaturan ruang secara khusus pada kawasan-kawasan yang dinilai rawan bencana (rawan bencana letusan gunung api, gempa bumi, longsor, gelombang pasang dan banjir, dll);

e. Mengatur penataan ruang kawasan pedesaan dan agropolitan;

f. Penegasan hak, kewajiban dan peran masyarakat dalam penataan ruang;

g. Penguatan aspek pelestarian lingkungan hidup dan ekosistem (bukan hanya poleksosbudhankam);

h. Diperkenalkan perangkat insentif dan disinsentif;

i. Pengaturan sanksi, dan pengaturan penyelesaian sengketa Penataan Ruang.

Selain itu, orientasi waktu pelaksanaan berdasarkan UUPR No. 26/2007 tersebut tidak lagi 10 tahun ke depan tetapi 20 tahun. Karena itu, semua daerah Provinsi,Kabupaten, dan Kota, RTRW-nya perlu penyesuaian kembali dan merujuk pada undang-undang tersebut. RTRW Kabupaten Minahasa Selatan sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara, selain harus menyesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, juga harus menyelaraskan diri dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi secara internal dengan daerahnya, antara lain :

a. Terjadinya perkembangan wilayah yang pesat melebihi perkiraan dalam RTRW terdahulu.

b. Masih adanya potensi sumber daya yang belum dikembangkan secara optimal sehingga belum dapat mendukung upaya pengembangan wilayah secara maksimal. c. Adanya prioritas pengembangan wilayah, yaitu melalui pengembangan wilayah

strategis di kabupaten/kota.

d. Perlunya pengembangan sentra-sentra produksi untuk menampung produksi yang di hasilkan dan menghasilkan serta meningkatkan kualitas produknya.

e. Adanya pemekaran wilayah kecamatan dan desa.

(15)

59 Penyusunan RTRW Provinsi/Kabupaten ini harus sesuai dengan UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyebutkan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) terdiri atas 3 tingkatan yaitu : RTRW Nasional, RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota. Dalam penyusunan Rencana Tata Ruang ini rencana yang ada pada setiap tingkatan harus bersifat komprehensif dan komplementer, sehingga ada suatu sinergitas antara RTRW Kabupaten, Provinsi, dan Nasional.

Sebagai upaya dalam memadukan program pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam sehingga tercipta suatu pembangunan yang berkelanjutan, pemerintah daerah (dalam hai ini adalah provinsi atau kabupaten) mempunyai kewajiban untuk menyusun suatu Rencana Tata Ruang yang dapat menjadi acuan/pegangan dalam pembangunan wilayah. Produk rencana tata ruang tersebut harus dapat menjadi pedoman dalam pelaksanaan pembangunan daerah dan memperhatikan hasil kesepakatan semua stakeholder di daerah. Untuk itu, maka dalam penyusunan RTRW Kabupaten perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Adanya perubahan kebijakan penataan ruang nasional sangat berdasar (Undang-Undang RI Nomor 26/2007 mengenai Penataan Ruang).

b. Proses penyusunan harus melalui suatu prosedur dan komitmen yang lengkap dan komplemeter.

c. Data informasi yang dipergunakan harus akurat dan lengkap.

d. Perumusan muatan rencana harus sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.

e. Produk rencana tata ruang harus sah dan legal sehingga dapat mejadi acuan ketentuan dan peraturan yang mengikat bagi seluruh pelaku pembangunandi daerah yang bersangkutan.

Dengan demikian produk RTRW dapat dijadikan pedoman dalam mempercepat pembangunan ekonomi daerah serta mendayagunakan sumber daya alam secara seimbang. Penataan Ruang kabupaten diarahkan untuk :

a. Meningkatkan penyelenggaraan kegiatan perencanaan tata ruang yang efektif, transparan dan partisipatif.

b. Mengembangkan penyelenggaraan kegiatan pemanfaatan ruang yang tertib berdasarkan rencana tata ruang, dan

c. Meningkatkan pengendalian pemanfaatan ruang untuk menjamin efektifitas dan efisiensi kegiatan pembangunan secara berkelanjutan.

Berdasarkan pada uraian di atas, maka dalam pelaksanaan bantuan teknis penyusunan RTRW Kabupaten Minahasa Selatan Tahun 2012 perlu dilakukan dengan mengacu pada UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan acuan lain yang digunakan, yaitu :

(16)

60 b. Permen PU No.11 Tahun 2009 tentang Persetujuan Substansi Dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Tentang RTRW Provinsi, RTRW Kabupaten/Kota beserta Rencana Rincinya;

c. Permen PU No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan;

d. Permen PU No. 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang; e. Permen PU No. 21/PRT/M/2007 tentang Pedoman Pentaan Ruang Kawasan Rawan

Letusan Gunung Berapi dan Kawasan Rawan Gempa Bumi;

f. Permen PU No. 22/PRT/M/2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor; sedangkan untuk Kabupaten Minahasa Selatan luas kawasan lindung yang terdapat di Kabupaten Minahasa Selatan mencapai 16.612,82 Ha yang mana jenis kawasan lindung terkait dengan wilayah Kabupaten Minahasa Selatan adalah sebagai berikut:

• Kawasan hutan lindung

• kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahannya • Kawasan perlindungan setempat

a. Sempadan pantai b. Sempadan sungai

c. Kawasan sekitar danau/embung d. Kawasan sekitar mata air

• Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya a. Kawasan suaka alam laut

b. Kawasan suaka margasatwa c. Kawasan Cagar Alam

d. Kawasan pantai berhutan Bakau e. Kawasan Taman Nasional Laut

f. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan • Kawasan Rawan Bencana Alam

(17)

61 b. Kawasan rawan gelombang pasang

c. Kawasan rawan banjir • Kawasan Lindung Geologi

a. Kawasan Cagar Alam Geologi

b. Kawasan rawan Bencana Alam Geologi

c. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah • Kawasan Lindung Lainnya

a. Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah b. Kawasan Terumbu Karang

c. Kawasan Koridor bagi jenis satwa atau biota laut d. Kawasan hutan kota.

2. Kawasan Budidaya

Kawasan budidaya yang diarahkan di Kabupaten Minahasa Selatan antara lain: a. Kawasan Hutan Produksi

• Hutan Produksi Terbatas

- HPT G. Surat Kecamatan Ranoyapo dan Tompaso baru

- HPT G. Sinonsayang Kecamatan Sinonsayang, Motoling dan Ranoyapo - HPT G. Lolombulan Kecamatan Tenga

- HPT Mintu Kecamatan Modoinding b. Kawasan Hutan Rakyat

Diperuntukan pada lahan-lahan yang tidak dimanfaatkan dan ditanam tanaman yang berfungsi ganda seperti penghasil buah dan kayu yang berfungsi ekologis.

c. Kawasan Pertanian

• Kawasan Pertanian Tanaman Pangan • Kawasan Pertanian Hortikultura • Kawasan Pertanian Perkebunan • Kawasan Pertanian Peternakan

d. Kawasan Peruntukan Perikanan

• Peruntukan Perikanan tangkap (Amurang, Tumpaan dan Tatapaan)

• Peruntukan budidaya perikanan (Tompaso baru, Modoinding, Maesaan, Tenga, Sinonsayang)

e. Kawasan Pertambangan

• Emas,di Kecamatan Motoling, Tompaso Baru, Tatapaan, Ranoyapo, Kumelembuai, Amurang Barat, tenga dan Maesaan

(18)

62 • Energi panas bumi, di Kecamatan Modoinding, Tompaso Baru dan

Kumelembuai f. Kawasan Industri

• Kawasan Peruntukan Industri Besar • Kawasan Peruntukan Industri Sedang

• Kawasan Peruntukan Industri Rumah Tangga

g. Pariwisata

• Kawasan Peruntukan Pariwisata Budaya • Kawasan Peruntukan Pariwisata Alam • Kawasan Peruntukan Pariwisata Buatan

h. Kawasan Permukiman

• Kawasan Peruntukan Permukiman Perkotaan • Kawasan Peruntukan Permukiman Perdesaan

• Kawasan Peruntukan untuk Permukiman baru skala Kasiba/Lisiba

i. Kawasan Peruntukan lainnya

• Kawasan peruntukan pendidikan • Kawasan peruntukan ibadah

• Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa • Kawasan peruntukan kesehatan

• Kawasan peruntukan pemerintahan • Kawasan peruntukan TPU

• Kawasan peruntukan olahraga dan rekreasi • Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan

Kawasan Strategis

1. Kawasan Strategis Nasional

Kawasan Strategis Nasional di Kabupaten Minahasa Selatan hanya masuk Kawasan Andalan Nasional yaitu Kawasan Andalan Laut Bunaken (Perikanan dan Pariwisata). Ini dilihat dari posisi Taman Laut Bunaken yang masuk di wilayah kecamatan Tumpaan dan Tatapaan

2. Kawasan Strategis Provinsi

Kawasan strategis provinsi yang ada di Kabupaten Minahasa Selatan adalah sebagai berikut:

(1) Aspek Ekonomi

(19)

63 (2) Aspek Sosial Budaya

Kawasan Benteng Amurang. (3) Aspek Lingkungan

Gambar

Tabel 3.1 Pendekatan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Tabel 3.2 WPS

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan dari Laporan Akhir ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Diploma III (tiga) di Teknik Elektro Program Studi Teknik

Setelah melakukan analisis dan pembahasan secara lengkap, pada bab ini penulis menarik kesimpulan sebagai pemecahan dari permasalahan yang ada, selain itu penulis juga

Tujuan penelitian ini adalah 1) untuk menguji seberapa signifikan pengaruh pemberian insentif terhadap kinerja karyawan pada PT. Macanan Jaya Cemerlang Klaten, 2)

32 Purwanto juga mendefinisikan kemampuan analisis (analysis) adalah kemampuan memahami sesuatu dengan menguraikannya kedalam unsur-unsur. 33 Suyadi juga

Dewi Setyorini, S.Psi, MSi.; selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang yang telah memberikan penulis banyak masukan, dukungan dan motivasi

Pada perlakuan dosis pupuk organik cair memberikan pengaruh terhadap semua variabel pengamatan kecuali bobot 1000 butir gabah bernas dan hasil panen per petak. Interaksi

Limbah cair industri kelapa sawit berasal dari unit proses pengukusan (sterilisasi), proses klarifikasi dan buangan dari hidrosiklon. Limbah cair industri minyak kelapa

Adanya pendampingan dari berbagai pihak pada kelompok Sumber Rejeki diharapkan akan mempercepat proses produksi kelompok hingga kegiatan pengolahan singkong dari