• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU AGRESIF REMAJA DITINJAU DARI KONFORMITAS TEMAN SEBAYA (Aggressive Behavior in Adolescence Review from Peer Conformity)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERILAKU AGRESIF REMAJA DITINJAU DARI KONFORMITAS TEMAN SEBAYA (Aggressive Behavior in Adolescence Review from Peer Conformity)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

284

PERILAKU AGRESIF REMAJA DITINJAU DARI

KONFORMITAS TEMAN SEBAYA

(Aggressive Behavior in Adolescence Review from Peer Conformity) ZHAFARINA

Fakultas Psikologi Universitas Semarang

Abstrak

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku agresif remaja. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan yang positif antara konformitas teman sebaya dengan perilaku agresif pada remaja, semakin tinggi konformitas teman sebaya maka semakin tinggi perilaku agresif, dan sebaliknya. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 90 subjek yang merupakan siswa SMK Muhammadiyah 2 Semarang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster random sampling.

Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan dua skala yaitu Skala Perilaku Agresif Remaja dan Skala Konformitas Teman Sebaya. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik Korelasi Product Moment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara konformitas teman sebaya dengan perilaku agresif pada remaja dengan nilai rxy = 0,326 dengan

p < 0,01, sehingga hipotesis diterima.

Kata Kunci : perilaku agresif, remaja, konformitas, teman sebaya

Abstract

The purpose of the study was to know a relation between peer conformity with the aggressive behavior among adolescence. The hypothesis of the study, there is a positive relationship between peer conformity with the aggressive behavior among adolescence. The respondents of this study were consisted of 90 student in the SMK Muhammadiyah 2 Semarang. This study used cluster random sampling technique.

The data of this study was collected by using two scales, the first scale was aggressive behavior and the second one was peer conformity. Data analysis was conducted by using Product Moment Correlation techniques. The result shows that there is a positive relationship between peer conformity and aggressive behavior among adolescence, indicated by rxy = 0,326 with p < 0,01 so the

hypothesis in this study was received.

(2)

285 Pendahuluan

Pelajar SMK merupakan seorang remaja dimana pada fase ini mereka senang berinteraksi dengan sesama teman maupun suka membentuk kelompok yang dianggap menyenangkan bagi mereka, dalam tiap kelompok kecenderungan kohesi bertambah dengan bertambahnya frekuensi interaksi. Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Remaja merupakan suatu masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun (Monks, dkk, 2002: 262). Remaja pada masa perkembangannya melalui tahap-tahap yang harus dilaluinya secara alami. Perubahan fisik yang dramatis memiliki efek psikologis, dimana remaja memiliki perasaan tidak puas terhadap diri sendiri. Keadaan tersebut adakalanya menyebabkan remaja sulit menerimanya, dan apabila tidak sesuai dengan harapan, remaja mencari pelarian dari keadaan yang tidak menyenangkan dengan mencari perhatian, melakukan hal-hal negatif, umumnya perilaku yang dianggap baik bagi dirinya namun bagi orang lain justru merugikan (Papalia, dkk, 2009: 8-15). Remaja cenderung menilai sesuatu dan bertindak atas pandangan dan penilaian sendiri. Remaja tidak membedakan antara hal-hal atau situasi yang dipikirkannya sendiri dengan yang dipikirkan orang lain dengan menunjukkan perilaku nakal ketika berada di lingkungan.

Contoh kasus yang menunjukkan kenakalan remaja, yaitu tradisi tawuran setelah Ujian

Nasional, sepertinya sudah sangat melekat dalam diri pelajar di. Hal ini ditunjukkan dengan adanya aksi tawuran antar pelajar di Penjaringan, Jakarta Utara. Belasan siswa diamankan petugas kepolisian lengkap dengan senjata tajam sebagai bekal tawuran. AKBP Aries Syahbudin selaku Kapolsek Penjaringan, Kamis (18/4), mengatakan, pelajar-pelajar tersebut ditangkap saat pihak polsek Penjaringan bersama guru-guru sekolah sedang melakukan razia di Pasar Ikan Muara Baru, Jalan Gedong Panjang, Pluit, Penjaringan. Pelajar tersebut diamankan karena dengan sengaja membawa belasan senjata tajam, seperti samurai, golok, parang, gir motor dan lainnya dan berniat mencari gerombolan pelajar lainnya (Budiyanto, 2013).

Hasil penelitian yang dilakukan Waluya dan Rakhmadianti (2008: 61) menunjukkan bahwa sebagian besar siswa SMAN 70 Jakarta Selatan memiliki perilaku agresif tinggi. Gambaran perilaku agresif dan berdasarkan data penunjang menunjukkan bahwa siswa laki-laki cenderung memiliki perilaku agresif tinggi, siswa perempuan cenderung memiliki perilaku agresif rendah. Usia 15-18 tahun cenderung memiliki perilaku agresif tinggi. Namun, di usia 17 tahun perilaku agresifnya menurun dan meningkat lagi di usia 18 tahun. Siswa yang memiliki kelompok teman sebaya cenderung memiliki perilaku agresif tinggi dibandingkan dengan yang tidak memiliki kelompok teman sebaya. Siswa yang lebih sering menggunakan media televisi untuk menonton film

(3)

286 kesukaannya cenderung memiliki perilaku agresif

tinggi.

Perilaku agresif sepertinya telah menjadi sesuatu hal yang sangat biasa terjadi pada kehidupan sosial individu saat ini, terutama pada individu yang memasuki masa remaja. Perilaku agresif adalah setiap bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti atau merugikan seseorang yang bertentangan dengan kemauan orang itu (Breakwell, 1998: 17). Perilaku agresif dapat dimunculkan secara fisik maupun verbal. Perilaku agresi fisik, yaitu perilaku agresi yang dilakukan dengan cara melakukan kekerasan secara fisik, seperti menampar, memukul, melempar dengan benda terhadap orang lain di sekitarnya. Perilaku agresi verbal yaitu perilaku agresi yang dilakukan dengan cara mengeluarkan kata-kata untuk menyerang orang lain, dapat berupa ejekan, hinaan, caci maki. Banyak kerugian dari perilaku-perilaku agresif tersebut, baik yang berupa kerugian materi hingga kerugian yang tidak bisa dihitung dengan materi seperti pemerkosaan dan hilangnya nyawa seseorang.

Hasil penelitian yang dilakukan Rina (2011: 18) tentang faktor-faktor yang melatarbelakangi perilaku agresif pada remaja, menunjukkan bahwa dari jumlah responden sebanyak 103 orang, mayoritas remaja laki-laki berprilaku agresif sebanyak 66 orang (66.02%), sedangkan remaja perempuan setengah dari remaja laki-laki yaitu sebanyak 35 orang (33.98%). Hasil penelitian tersebut memberikan gambaran bahwa remaja masih saja melakukan perilaku agresif dan apabila

hal tersebut dibiarkan begitu saja, maka akan membawa dampak yang besar bagi kehidupan remaja.

Berbagai perilaku agresif yang ditunjukkan remaja menjadi keprihatinan di kalangan masyarakat dan dunia pendidikan. Seperti yang terjadi di Semarang, bentrok antar pelajar terjadi di Jalan Slamet Riyadi, Semarang, Selasa (23/10) siang. Perkelahian tersebut melibatkan puluhan siswa SMK “P” dan siswa SMK “P.N”, Semarang. Tidak ada korban jiwa, namun dalam bentrokan polisi berhasil mengamankan beberapa senjata tajam milik kedua kubu berikut puluhan siswa yang terlibat tawuran, bentrokan itu belum sempat terjadi, karena pihak Polsek Gayamsari terlebih dahulu memergoki dan melakukan pencegahan hingga berlanjut penangkapan (Prasetyo, 2012).

Berdasarkan observasi pada tanggal 10 dan 11 Mei 2013 mengenai agresivitas pada remaja yang terjadi di lingkungan pendidikan, sering terjadi misalnya mengenai tindak kekerasan yang dilakukan oleh para remaja, antara lain perkelahian, tawuran, intimidasi dan tindakan lainnya yang bahkan sering kali mengarah kepada tindakan kriminal. Agresi seringkali digunakan oleh manusia sebagai jalan untuk mengungkapkan suatu perasaan dan menyelesaikan suatu persoalan. Agresi terjadi dimana saja seperti perkelahian yang terjadi pada pelajar SMK, menurut pengakuan mereka tindakan kekerasan yang dilakukan seperti tawuran dan berkelahi karena adanya dorongan serta ajakan dari teman-temannya.

(4)

287 orang siswa SMK pada tanggal 11 Mei 2013

diperoleh data bahwa aksi-aksi kekerasan dapat terjadi di mana saja, seperti di jalan-jalan, dan di sekolah. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki, mengancam) maupun kekerasan fisik (memukul, meninju). Remaja sering melakukan tindakan kekerasan berupa kekerasan verbal kepada temannya yang berujung pada kekerasan fisik dengan alasan sakit hati. Remaja juga ikut dalam aksi tawuran antar pelajar dan menurut remaja tindakan tersebut merupakan hal yang sudah biasa dilakukan dan merupakan hal wajar, bahkan cenderung dianggap biasa. Pelaku-pelaku tindakan aksi ini dilakukan oleh remaja di tingkat menengah atas atau menengah kejuruan. Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa meningkatnya perilaku agresif dikalangan remaja ini berawal dari aksi saling ejek (agresi verbal) antara teman, kemudian remaja tersebut berani melakukan apapun demi mendapatkan yang diinginkan sampai menyakiti individu lain dan berakhir dengan kekerasan fisik. Hal ini terjadi di lingkungan sekolah seperti yang terjadi pada salah seorang siswa yang tingkatan kelasnya lebih tinggi atau kakak kelas dimana individu tersebut sering memalak. Siswa yang ditingkat lebih tinggi merasa berkuasa dibandingkan dengan siswa yang ditingkat rendah.

Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh salah satu guru yang ada di SMK yang ada di Semarang kepada peneliti pada tanggal 6 Februari 2014 menunjukkan bahwa masih terdapat siswa yang menunjukkan perilaku agresif. Bentuk

perilaku agresif yang ditunjukkan siswa diantaranya masih terjadinya perkelahian diantara siswa. Selain itu juga diketahui bahwa masih terdapat siswa yang senang mengucapkan kata-kata kotor kepada teman ataupun adik kelasnya.

Hasil penelitian tentang perilaku sosial dengan agresivitas siswa SMK yang dilakukan Putri (2011: 8) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara perilaku sosial dengan agresivitas siswa di SMKN 1 Cikarang. Perilaku sosial yang buruk diikuti agresivitas siswa yang tinggi. Hasil penelitian tersebut memberikan gambaran bahwa perilaku agresif yang ditunjukkan siswa tidak terlepas dari perilaku yang ditunjukkannya ketika berada di lingkungan sosial.

Salah satu faktor yang diduga memengaruhi perilaku agresif, yaitu lingkungan sosial pengaruh kelompok, yaitu adanya peracunan tanggung jawab tidak merasa ikut bertanggung jawab karena dikerjakan beramai-ramai, ada desakan kelompok dan identitas kelompok apabila tidak ikut melakukan bukan dari anggota kelompok sehingga identitas kelompok yang sangat kuat menyebabkan timbul sikap yang negatif dan mengeksklusifkan kelompok lain (Sarwono, 2005: 315-321).

Dasar utama dari konformitas adalah ketika individu melakukan aktivitas dimana terdapat tendensi yang kuat untuk melakukan sesuatu yang sama dengan yang lainnya, walaupun tindakan tersebut merupakan cara-cara yang menyimpang. Remaja yang mempunyai tingkat konformitas tinggi akan lebih banyak tergantung pada aturan dan norma yang berlaku dalam kelompoknya,

(5)

288 sehingga remaja cenderung mengatribusikan setiap

aktivitasnya sebagai usaha kelompok, bukan usahanya sendiri (Monks, dkk, 2004: 283). Konformitas sebagai sebuah upaya yang dilakukan individu supaya diterima oleh orang lain, dengan cara menyerahkan diri dan menjadi apapun sebagaimana keinginan orang lain, termasuk mengubah keyakinan dan perilakunya serupa dengan orang lain, sekalipun sebenarnya berbeda hendaknya tetap memperhatikan batas-batas norma yang berlaku di masyarakat, sehingga konformitas yang ditunjukkan remaja tetap dalam hal yang positif. Remaja diharapkan dapat menunjukkan konformitas dalam hal-hal positif dengan teman, sehingga aktivitas-aktivitas positif bersama teman tersebut dapat menghindarkan remaja dari perilaku agresif.

Hasil penelitian yang dilakukan Levianti (2008: 9) tentang konformitas dan bullying pada siswa, menunjukkan bahwa konformitas juga dapat membantu mengurangi terjadinya bullying pada siswa apabila figur otoritas, populer atau signifikan memiliki sikap negatif terhadap bullying, sehingga anggota di sekitarnya akan turut bersikap negatif terhadap bullying. Konformitas dapat juga dimanfaatkan untuk mengatasi bullying. Hasil penelitian tersebut menunjukkan makna tersendiri bahwa konformitas tidak selalu untuk hal-hal yang negatif, karena semua itu tergantung pada individu yang melakukannya. Konformitas bisa untuk hal-hal yang positif seperti sekumpulan remaja yang selalu belajar kelompok bersama, aktif dalam organisasi siswa di sekolah. Konformitas yang

dimiliki remaja diharapkan dapat menghindarkan remaja dari perilaku agresif atas dasar kegiatan positif yang dilakukan dengan kelompoknya. Kenyataannya, remaja yang menunjukkan konformitas dalam sisi positif tersebut masih saja menunjukkan bentuk-bentuk perilaku agresif yang dapat merugikan diri sendiri ataupun orang lain. Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku agresif remaja?

Perilaku Agresif Remaja

Baron (dalam Koeswara, 1998: 5) mendefinisikan agresi sebagai tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut, pendapat ini hampir sama dengan beberapa tokoh yang telah dijelaskan. Dalam definisi yang dijelaskan oleh Baron mencakup empat faktor tingkah laku yaitu tujuan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Davidoff dan Dayakisni menjelaskan bahwa agresi sebagai tindakan atau serangan terhadapa makhluk atau organisme lain. Agresi dapat diartikan sebagai suatu serangan yang dilakukan oleh organisme terhadapa organisme lain, obyek lain atau bahkan pada dirinya sendiri (Dayakisni dan Hudaniah, 2009: 193). Lebih lanjut Mahmudah (2010: 100) menyatakan bahwa perilaku agresif merupakan tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain.

(6)

289 Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa

perilaku agresif adalah suatu tindakan yang dilakukan individu secara sengaja dengan tujuan menyakiti atau melukai individu lain baik menyakiti secara fisik maupun verbal.

Menurut Hurlock (2006: 206) awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam belas atau tujuh belas tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia enam belas atau tujuh belas tahun sampai delapan belas tahun, yaitu usia matang secara hukum. Remaja dibagi menjadi dua bagian yaitu masa remaja awal dan masa remaja akhir (Hurlock, 2006: 206). Remaja adalah berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi laki-laki (Mappieare dalam Ali dan Asrori, 2008: 9).

Berdasarkan definisi dari beberapa tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif remaja adalah perilaku yang dilakukan oleh individu yang berusia antara 15-17 tahun dalam masa pencarian jati diri yang melakukan suatu tindakan secara sengaja dengan tujuan menyakiti atau melukai individu lain baik menyakiti secara fisik maupun verbal.

Bentuk-bentuk perilaku agresif

Medinus dan Johnson (dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2009: 212) mengelompokan beberapa bentuk perilaku agresif, yaitu:

a. Menyerang Fisik

Perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti fisik individu lain seperti memukul, mendorong,

meludahi, menendang, menggigit, meninju, memarahi dan merampas.

b. Menyerang suatu objek

Yang dimaksud disini adalah menyerang benda mati atau suatu objek.

c. Secara verbal atau simbolis

Perilaku yang dimaksudkan mengancam secara verbal, memburuk-burukkan orang lain, sikap mengancam dan sikap menuntut.

d. Pelanggaran terhadap hak milik atau menyerang daerah orang lain

Berkowitz (dalam Koeswara, 1988: 5) membedakan perilaku agresif menjadi dua, yaitu: a. Agresivitas instrumental yaitu agresivitas yang

dilakukan individu sebagai suatu alat atau cara untuk mencapai tujuan tertentu.

b. Agresivitas impulsif yaitu agresivitas yang dilakukan semata-mata sebagai pelampiasan keinginan untuk menyakiti ataupun melukai, bisa dikatakan bahwa agresivitas ini dilakukan tanpa tujuan tertentu selain untuk menimbulkan efek kerusakan, kesakitan ataupun kematian pada korban.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk perilaku agresif yaitu menyerang fisik, menyerang suatu objek, agresif secara verbal atau simbolis, serta pelanggaran terhadap hak milik orang lain.

Konformitas Teman Sebaya

Davidoff (1991: 316) mendefinisikan konformitas sebagai perubahan perilaku dan atau sikap sebagai akibat dari adanya tekanan (nyata atau tidak nyata). Sedangkan menurut Sears, dkk

(7)

290 (1985: 76) sering kali orang atau organisasi

berusaha agar pihak lain menampilkan tindakan tertentu pada saat pihak lain tersebut tidak ingin melakukannya, bila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena setiap orang lain menampilkan perilaku tersebut menyebutnya konformitas. Chaplin (2011: 105) menyatakan bahwa konfomitas adalah kecendrungan untuk memperbolehkan satu tingkah laku seseorang dikuasai oleh sikap dan pencapat yang sudah berlaku. Konformitas merupakan ciri pembawaan kepribadian yang cenderung membiarkan sikap dan pendapat orang lain untuk menguasai dirinya.

Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa konformitas adalah kecendrungan perubahan perilaku atau sikap individu yang dipengaruhi oleh kelompoknya maupun keinginan dirinya sendiri karena orang lain menampilkan perilaku tersebut.

Menurut Santrock (2003: 219) teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Salah satu fungsi utama dari kelompok teman sebaya adalah untuk menyediakan berbagai informasi mengenai dunia di luar keluarga, dari kelompok teman sebaya remaja menerima umpan balik mengenai kemampuan mereka. Teman sebaya dapat diartikan sebagai (se) sama, baik secara sah dan psikologis. Teman sebaya menurut Chaplin (2011: 357) adalah sekelompok acuan atau suatu kelompok di mana seorang anak mengasosiasikan dirinya di dalamnya.

Berdasarkan uraian pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa konformitas teman sebaya

adalah individu yang memiliki usia atau tingkat kedewasaan yang sama dan kecenderungan mengubah perilaku atau sikap individu tersebut yang dipengaruhi oleh kelompoknya maupun keinginan dirinya sendiri karena orang lain menampilkan perilaku tersebut.

Sears, dkk (1985: 85-93) mengemukakan beberapa aspek konformitas, yaitu:

a. Kekompakan

Kekuatan yang menyebabkan orang tertarik pada suatu kelompok dan yang membuat mereka ingin tetap menjadi anggotanya. Semakin besar rasa suka anggota yang satu terhadap anggota lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok, serta semakin besar kesetiaan mereka, dan sebagainya akan semakin kompak kelompok itu.

b. Kesepakatan

Orang yang dihadapkan pada keputusan kelompok yang sudah bulat akan mendapatkan tekanan yang kuat untuk menyesuaikan pendapatnya. Bila kelompok tidak bersatu akan nampak adanya penurunan tingkat konformitas. c. Ketaatan

Harapan dari orang yang menduduki posisi tertentu dalam otoritas menimbulkan ketaatan. Hal-hal yang membuat individu lebih bertanggung jawab terhadap perilakunya sendiri atau yang menonjolkan aspek negatif dari apa yang dilakukannya akan mengurangi ketaatan.

(8)

291 Davidoff ( 1991: 316) menyatakan bahwa

aspek-aspek konformitas, antara lain: a. Kerelaan dan penerimaan

Seseorang melakukan sesuatu atas dasar kesadarannya sendiri tanpa dipaksa orang lain, seperti belajar dan mengerjakan tugas.

b. Kerelaan tanpa penerimaan

Seseorang rela melakukan sesuatu tetapi sebenarnya orang tersebut kurang dapat menerima hal tersebut.

c. Penerimaan tanpa kerelaan

Seseorang dapat menerima segala sesuatu yang diperintahkan kepadanya tetapi orang tersebut enggan melakukannya.

d. Tanpa kerelaan atau tanpa penerimaan

Seseorang tidak rela dan tidak mau menerima sesuatu yang ditujukan kepadanya.

Berdasarkan Uraian diatas dapat disimpulkan aspek-aspek dari konformitas yaitu kekompakan, kesepakatan dan ketaatan. Aspek-aspek tersebut selanjutnya akan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan alat ukur untuk mengungkap konformitas teman sebaya.

Metode Penelitian

Populasi penelitian ini adalah siswa laki-laki SMK Muhammadiyah 2 Semarang yang berusia 15-17 tahun. Alasan peneliti mengambil populasi tersebut karena siswa-siswa tersebut tergolong remaja, dimana pada usia remaja mereka cenderung senang berkelompok agar dapat diterima teman sebayanya. Selain itu, menurut Krahe (2005: 90-100) laki-laki secara umum lebih agresif dari pada perempuan.

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah cluster random sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang sesuai dengan kriteria penelitian. Cluster akan dilakukan pada masing-masing kelas yang ada di SMK Muhammadiyah 2 Semarang.

Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian adalah Skala Perilaku Agresif Remaja dan Skala Konformitas Teman Sebaya.

Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah teknik korelasi Product Moment dari Pearson. Korelasi ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku agresif remaja.

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh diketahui bahwa rxy = 0,326 dengan p < 0,01

sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku agresif remaja. Hasil penelitian ini mendukung pendapat Sarwono (2005: 319) yang menyatakan bahwa perilaku agresif dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya adalah faktor kelompok, yaitu konformitas. Desakan untuk konfrom pada kawan-kawan sebaya cenderung sangat kuat selama masa remaja. Semakin besar rasa suka anggota yang satu terhadap anggota lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok, semakin besar kesetiaan individu, dan sebagainya akan semakin kompak kelompok itu. Konformitas terhadap kelompok teman sebaya

(9)

292 dapat menjadikan remaja terjebak ke dalam

bentuk-bentuk perilaku agresif karena pertimbangan perilaku tersebut juga dilakukan oleh kelompok, serta adanya rasa khawatir akan mendapatkan penolakan dari kelompok apabila tidak melakukannya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian tentang pengaruh Konformitas terhadap Perilaku Agresi siswa SMK yang dilakukan Wilujeng dan Budiani (2012: 6) yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan antara konformitas dengan perilaku agresif pada siswa SMK PGRI 7 Surabaya. Semakin tinggi konformitas, maka semakin tinggi pula perilaku agresif yang dimiliki individu. Siswa SMK yang memiliki konformitas terhadap kelompok teman sebaya akan mengikuti aturan atau norma, melakukan tindakan sesuai dengan apa yang dilakukan oleh teman sebayanya, meskipun perilaku tersebut termasuk perilaku agresif.

Santrock (2007: 60) menyatakan bahwa konformitas terjadi apabila individu mengadopsi sikap atau perilaku orang lain karena merasa didesak oleh orang lain (baik desakan nyata atau bayangannya saja). Hasil penelitian yang dilakukan Kurniawan dan Rois (2013: 90) menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan konformitas pada kelompok teman sebaya antara siswa yang terlibat dengan yang tidak terlibat. Siswa yang terlibat tawuran memiliki konformitas pada kelompok teman sebaya lebih tinggi dari pada siswa yang tidak terlibat tawuran. Peer group menjadi suatu sarana sekaligus tujuan dalam

mencari jatidiri remaja Berbagai kasus perilaku menyimpang remaja, seperti halnya dengan perilaku agresif seringkali disebabkan pengaruh kelompok teman sebaya ini. Konformitas adalah satu tuntutan yang tidak terulis dari kelompok remaja. Keinginan untuk diterima dan diakui oleh teman sebaya akan menjadikan remaja rela melakukan apa saja untuk tetap menjadi bagian kelompok, termasuk melakukan perilaku agresif.

Menurut Sarwono (2005: 172) konformitas adalah perubahan perilaku atau keyakinan karena adanya tekanan dari kelompok, baik yang sungguh-sungguh ada maupun yang dibayangkan saja, tidak semua perilaku yang sesuai dengan norma kelompok terjadi karena ketaatan, sebagian terjadi karena orang sekedar ingin berperilaku sama dengan orang lain. Perilaku sama dengan orang lain yang didorong oleh keinginan sendiri. Konformitas terhadap teman sebaya yang ditunjukkan remaja ditunjukkan dengan adanya kepercayaan terhadap nilai yang diyakini oleh kelompok teman sebayanya. Selain itu remaja merasa takut terhadap celaan sosial apabila tidak ikut melakukan perilaku yang ditunjukkan oleh teman sebaya dalam kelompoknya. Keinginan untuk diterima dan mendapatkan pengakuan dari kelompok teman sebaya tersebut dapat menyebabkan siswa SMK terjebak dalam perilaku agresif yang dapat merugikan diri sendiri ataupun orang lain.

Merton (dalam Koentjoro, 2005: 11) menyatakan bahwa konformitas adalah adaptasi yang tidak selalu mengarah kepada penyimpangan.

(10)

293 Remaja yang berada pada masa transisi dan lebih

cenderung bergaul dengan teman sebata diharapkan dapat menunjukkan konformitas yang menuju ke arah positif, dengan mengisi waktu luang dengan aktivitas-aktivitas positif bersama kelompok. Konformitas dapat membentuk identitas diri remaja, sehingga remaja dapat mengetahui bahwa perilaku agresif adalah bentuk perilaku yang bertentangan dengan norma ataupun aturan yang berlaku, sehingga remaja dapat semakin terhindar dari perilaku agresif. Aktivitas-aktivitas positif bersama teman sebaya sebagai bentuk konformitas tersebut diharapkan dapat menghindarkan remaja dari perilaku agresif yang dapat merusak masa depan remaja.

Berdasarkan hasil data penelitian yang diperoleh, variabel perilaku agresif remaja diperoleh Mean Empirik sebesar 94,97, Mean Hipotetiknya sebesar 75 dan Standar Deviasi Hipotetiknya sebesar 15. Mean Empirik variabel perilaku agresif remaja pada area (+) 1SD hingga (+) 2SD. Hal ini mengindikasikan bahwa perilaku agresif remaja pada kategori tinggi. Perilaku agresif yang tergolong tinggi berarti bahwa siswa SMK menunjukkan bentuk-bentuk perilaku agresif, baik yang bersifat verbal maupun tindakan langsung dan dapat merugikan orang lain.

Pada variabel konformitas teman sebaya diperoleh Mean Empirik sebesar 67,17, Mean Hipotetiknya sebesar 65 dan Standar Deviasi Hipotetiknya sebesar 13. Mean Empirik variabel konformitas teman sebaya pada area (-) 1SD hingga (+) 1SD. dari Mean Hipotetiknya. Hal ini

mengindikasikan bahwa konformitas teman sebaya tergolong pada kategori sedang. Hal ini berarti siswa SMK menunjukkan adanya kekompakan untuk mengikuti setiap nilai dan perilaku yang dilakukan oleh teman sebayanya.

Sumbangan efektif variabel konformitas teman sebaya terhadap perilaku agresif remaja sebesar 10,6%, sisanya sebesar 89,4% dari variabel lain seperti faktor kondisi lingkungan, pengaruh kepribadian kondisi fisik, frustrasi, provokasi langsung, agresi yang dipindahkan, pemaparan kekerasan media, dan keterangsangan yang meningkat.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil simpulan bahwa ada hubungan yang positif antara konformitas teman sebaya dengan perilaku agresif pada remaja, semakin tinggi konformitas teman sebaya maka semakin tinggi perilaku agresif, dan sebaliknya, sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima.

Saran

1. Bagi siswa SMK

Disarankan kepada SMK agar dapat menjadikan pertemanan dengan kelompok teman sebaya sebagai sarana untuk mengembangkan wawasan dan potensi yang dimiliki, melalui berbagai kegiatan positif. Siswa SMK diharapkan dapat lebih asertif dengan menghindari berbagai ajakan dari teman untuk bertindak negatif dan bertentangan dengan aturan yang berlaku, sehingga siswa SMK dapat terhindar dari perilaku agresif

(11)

294 yang dapat merugikan diri sendiri ataupun orang

lain.

2. Bagi orangtua dan pihak sekolah

Orangtua dan guru diharapkan dapat bekerja sama dengan murid dalam kegiatan-kegiatan positif, seperti mengadakan belajar bersama, sehingga siswa dapat terhindar dari perilaku agresif.

3. Bagi peneliti lain

Peneliti lain yang tertarik untuk melanjutkan penelitian diharapkan dapat melihat faktor lain yang memengaruhi perilaku agresif pada remaja, seperti faktor kondisi lingkungan, pengaruh kepribadian kondisi fisik, frustrasi, provokasi langsung, agresi yang dipindahkan, pemaparan kekerasan media, dan keterangsangan yang meningkat.

Daftar Pustaka

Ali, M., dan Asrori, M. 2008. Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara.

Chaplin, J. P. 2011. Kamus Lengkap Psikologi. Alih Bahasa: Kartini Kartono. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Davidoff, L. 1991. Psikologi Suatu Pengantar. Alih Bahasa: Dra. Mari Juniati. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Dayakisni, T., dan Hudaniah. 2009. Psikologi Sosial. Malang: UMM Press.

Breakwell, G. M. 1998. Coping With Aggressive Behaviour. Alih Bahasa: Bernadus H. Yogyakarta: Kanisius.

Budiyanto, E. W. 2013. Tradisi Tawuran Pelajar

Usai UN Kembali Terjadi.

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/r

ead/news/2013/04/18/153557/Tradisi-Tawuran-Pelajar-Usai-UN-Kembali-Terjadi.

Diakses pada tanggal 25 Oktober 2013.

Hurlock, E. B. 2006. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Alih Bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo Jakarta: Erlangga.

Koentjoro. 2005. Kriminologi dalam Perspektif Psikologi Sosial. Jurnal Sosial Budaya. Vol. X. No. 1: 1-41. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Krahe, B. 2005. Perilaku Agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kurniawan, S., dan Rois, M. M. 2013. Tawuran, Prasangka terhadap Kelompok Siswa Sekolah Lain, serta Konformitas pada Kelompok Teman Sebaya. Proyeksi. Vol. 4. No. 2: 85-94. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung.

Levianti. 2008. Konformitas dan Bullying pada Siswa. Jurnal Psikologi. Vol. 6. No. 1: 1-9. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul.

Mahmudah, S. 2010. Psikologi Sosial Sebuah Pengantar. Malang: UIN-Maliki Press.

Monks, F.J, Knoers A.M.P & Haditono, S.R. 2002. Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: University Press.

Papalia, D. E., Olds, S. W., dan Feldman, R. D. 2009. Human Development. Edisi 10. Buku 2. Alih Bahasa: Brian Marwensdy. Jakarta: Salemba Humanika.

Prasetyo, E. B. 2012. Puluhan Pelajar SMK Bentrok.

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/r

ead/news/2012/10/23/133554/Puluhan-Pelajar-SMK-Bentrok. Diakses pada tanggal 25

(12)

295 Putri, R. H. N. 2011. Hubungan Perilaku Sosial

dengan Agresivitas Siswa di SMK Negeri 1 Cikarang Barat. Jurnal Psikologi. Vol. 2. No. 1: 1-10. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia.

Rina. 2011. Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Perilaku Agresif pada Remaja Kelas II. III di SMP Pahlawan Toha Bandung 18 September 2006-05 Januari 2007. Jurnal Kesehatan Prima. Vol. 3. No. 2: 14-24.

Santrock, J. W. 2003. Adolescence. Edisi Keenam. Alih Bahasa : Drs. Shinto B. Adelar dan Sherly Saragih. Jakarta: Erlangga.

––––––––––––. 2007. Adolescende. Edisi Kesebelas. Alih Bahasa: Benedictine Widyasinta. Jakarta: Erlangga.

Sarwono,S. W. 2005. Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.

Sears, D. O., Freedman, J. L., dan Peplau, L. A. 1985. Psikologi Sosial jilid 2. Alih bahasa: Michael Adryanto. Jakarta: Erlangga.

Waluya, O. D., dan Rakhmadianti, A. K. 2008. Erilaku Agresif ditinjau dari Jenis Tontonan Film pada Siswa SMAN 70 Jakarta Selatan. Jurnal Psikologi. Vol. 6. No. 2: 58-62. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul. Wilujeng, P., dan Budiani, M. S. 2012. Pengaruh

Konformitas pada Geng Remaja terhadap Perilaku Agresi di SMK PGRI 7 Surabaya. Vol. 3. No. 2. Jurnal Psikologi. Surabaya: Program Studi Psikologi Universitas Negeri Surabaya.

Referensi

Dokumen terkait

Sumber daya manusia, modal, dan teknologi menempati posisi yang amat strategis dalam mewujudkan tersedianya barang dan jasa.Penggunaan sumber daya manusia, modal,

Berdasarkan perolehan nilai keterampilan membaca pada siklus I dan siklus II telah mencapai kriteria ketuntasan klasikal membuktikan bahwa penggunaan media audio visual

Effect of xanthan gum on enhancing the foaming properties of whey protein isolate.. Stabilizer Blends and Their Importance in Ice Cream

Berdasarkan hasil analisis variabel Beta, NPM, DER dan CR berpengaruh secara simultan terhadap Harga saham. Hasil ini mengisyaratkan Beta, NPM, DER dan CR merupakan

Untuk mengetahui alat dapat berfungsi dengan benar dan valid, dilakukan pengujian alat menggunakan berberapa gelas dengan ukuran yang berbeda sebagai variabelnya dengan

Berdasarkan tabel diatas Selasar Sunaryo memiliki Isu teknis yang cukup baik namun peran elemen interior ini kurang dimainkan dari pandangan wayfinding signage, elemen interior 4

Urutkan data berdasarkan field tertentu, dapat dilakukan dengan menekan tombol toolbar View ( Design View ), selanjutnya bagan perancangan query akan

Jadi, yang dimaksud dengan melakukan query TRIGGER pada contoh di atas adalah untuk melakukan sebuah output bahwa ada data yang sudah dirubah dimana nama data yang lama tersebut