• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. bagian utama dari sektor keuangan dalam perekonomian, melakukan kegiatan yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. bagian utama dari sektor keuangan dalam perekonomian, melakukan kegiatan yang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kekuatan sistem perbankan merupakan persyaratan penting untuk memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi (Halling and Hayden, 2006). Bank merupakan bagian utama dari sektor keuangan dalam perekonomian, melakukan kegiatan yang berharga pada kedua sisi neraca. Di sisi aset, meningkatkan aliran dana pinjaman kepada nasabah yang kekurangan dana, sebaliknya menyediakan likuiditas di sisi kewajiban (Diamond and Rajan, 2001). Bank juga memfasilitasi pembayaran dan mendukung kelancaran pengiriman barang dan jasa. Memastikan investasi modal produktif untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dan membantu mengembangkan industri-industri baru, sehingga meningkatkan lapangan kerja dan memfasilitasi pertumbuhan ekonomi. Sifat beragam fungsi yang dilakukan oleh bank antara lain yaitu tentang risiko likuiditas, yaitu risiko dimana bank mungkin tidak dapat memenuhi kewajibannya karena deposan dapat menarik dananya sewaktu-waktu (Jenkinson, 2008), menyebabkan penjualan besar-besaran atas aset (Diamond and Rajan, 2001), berpengaruh negatif terhadap profitabilitas bank (Chaplin, Emblow, and Michael, 2000).

Risiko likuiditas tidak hanya mempengaruhi kinerja bank tapi juga reputasinya (Jenkinson, 2008). Sebuah bank mungkin kehilangan kepercayaan deposan apabila dana tidak diberikan secara tepat waktu. Dalam situasi ini reputasi bank dapat dipertaruhkan. Selain itu, posisi likuiditas yang buruk dapat mendapatkan sanksi dari regulator. Oleh karena itu, menjadi keharusan bagi bank untuk memelihara posisi

(2)

likuiditas yang sehat. Risiko likuiditas telah menjadi perhatian yang serius dan tantangan bagi bank di era modern. Kompetisi yang tinggi pada dana nasabah, beragam produk pendanaan ditawarkan dengan kemajuan teknologi telah mengubah dana dan struktur manajemen risiko (Akhtar, 2007). Sebuah bank memiliki kualitas aset yang baik, pendapatan yang kuat dan modal yang cukup, mungkin gagal jika tidak mempertahankan likuiditas yang memadai (Crowe, 2009). Bank harus siap dalam menghadapi perubahan kebijakan moneter yang membentuk tren likuiditas secara keseluruhan dan persyaratan transaksional perbankan dan pembayaran kembali pinjaman jangka pendek (Akhtar, 2007). Ada beberapa risiko lainnya yang dihadapi bank seperti risiko kredit, risiko operasional dan risiko tingkat bunga, yang dapat berujung pada bentuk risiko likuiditas (Brunnermeier and Yogo, 2009).

Risiko likuiditas muncul sebagai salah satu risiko yang paling penting dimana bank perlu menanganinya untuk menghindari kerugian jika tidak dikelola dengan dengan baik. Risiko likuiditas didefinisikan secara luas sebagai potensi kehilangan bagi bank yang muncul dari ketidakmampuan mereka untuk memenuhi kewajiban atau untuk mendanai kenaikan asset saat jatuh tempo tanpa menimbulkan biaya atau kerugian yang tidak dapat diterima (Greuning and Bratanovic, 2003).

Risiko ini terjadi ketika deposan secara kolektif memutuskan untuk menarik dana mereka dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dana yang dimiliki bank, atau ketika peminjam gagal untuk memenuhi kewajiban keuangan kepada bank. Dengan kata lain, risiko likuiditas terjadi dalam dua kasus. Pertama, muncul secara simetris kepada debitur dalam hubungannya dengan bank, misalnya ketika bank memutuskan untuk menghentikan kredit namun debitur tidak mampu membelinya. Kedua, muncul dalam konteks hubungan bank dengan deposan, misalnya ketika

(3)

deposan memutuskan untuk menarik simpanan merekatetapi pihak bank tidak mampu memenuhinya (Greenbaum and Thakor, 1995). Dalam prakteknya, bank menemui ketidakseimbangan kesenjangan (gap) antara sisi asset dan liabilitas yang perlu diseimbangkan karena secara alami bank menerima liabilitas dalam bentuk likuid tetapi menginvestasikannya dalam bentuk asset tidak likuid (Zhu, 2001). Jika bank gagal untuk menyeimbangkan gap tersebut terjadilah risiko likuiditas, yang diikuti dengan beberapa konsekuensi yang tidak diinginkan seperti risiko kepailitan, risiko bail out dari pemerintah, dan risiko reputasi. Kegagalan manajemen likuiditas disebabkan oleh kuatnya tekanan likuiditas, penyiapan instrumen likuid bagi bank, kondisi bank pada saat tekanan likuiditas, dan ketidakmampuan bank untuk menemukan sumber likuid internal mapun eksternal.

Dalam konteks pengelolaan likuiditas ini, Manajemen bank umum konvensional dan syariah perlu memanfaatkan berbagai metode agar bank memiliki pendekatan yang dapat digunakan untuk mengelola likuiditas, sehingga bank yang dikelolanya tidak mengalami kesulitan keuangan. Pengelolaan likuiditas dengan metode ini juga sesuai dengan surat edaran Bank Indonesia No. 11/16/DPNP/2009 tanggal 6 Juli 2009 tentang penerapan manajemen risiko untuk risiko likuiditas yang mewajibkan bank umum konvensional dan syariah untuk menerapkan metode pengukuran risiko likuiditas. Penggunaan metode untuk pengukuran likuiditas ini dimaksudkan sebagai alat dalam mengelola likuiditas secara lebih baik karena masing-masing metode pengelolaan likuiditas tersebut mempunyai manfaat atau kegunaan yang saling melengkapi. Pengelolaan risiko likuiditas juga merupakan salah satu tantangan paling penting bagi perbankan di Indonesia dan bank-bank Islam syraiah karena dilarangnya instrumen-instrumen berbasis riba. Hanya sedikit

(4)

instrumen refinancing tanpa riba yang dapat digunakan, seperti pasar uang antar bank syariah. Dalam kondisi ini bank-bank Islam tidak memiliki kemungkinan yang komprehensif yang dapat dilakukan, khususnya dalam hal transformasi jangka waktu dan risiko sebagai dua fungsi utama dari lembaga intermediasi keuangan (Oehler, 2006). Fungsi-fungi intermediasi ini juga mengimplikasikan transformasi likuiditas. Langkah-langkah rintisan untuk mengatasi batasan pengelolaan likuiditas bank-bank Islam dengan memasukkan pasar modal dan pasar uang yang sesuai dengan ketentuan syariah telah dilakukan di Malaysia, Bahrain dan Arab Saudi. Akan tetapi, sektor keuangan Islam perlu melanjutkan inovasinya pada tingkat portofolio produk, pada tingkat kelembagaan dan peraturan untuk memecahkan masalah keterbatasan dalam refinancing bank.

Meskipun profit dan loss sharing merupakan prinsip utama syariah, kontrak pendapatan tetap jangka pendek umumnya masih mendominasi portofolio produk bank-bank Islam. Bagihasilnya bisa melebihi 80% dari seluruh portofolio produk padasisi asset, sehingga portofolio memperlihatkan diversifikasi dan struktur risiko yang rendah. Hal ini umumnya terjadi karena kebanyakan bank-bank Islam memediasi di negara-negara dengan lingkungan hukum, kelembagaan dan keuangan yang rendah. Hal ini biasanya menyebabkan tingkat asimetri informasi yang tinggi dan perilaku oportunistik (moral hazard, hidden action) dari para pelaku pasar serta kendala likuiditas dan tingginya biaya modal bagi lembaga-lembaga perantara keuangan yang disebabkan oleh segmentasi pasar (Aggarwal and Yousef, 2000). Sebagai akibatnya, preferensi terhadap bank-bank Islam bersifat rasional dan reaksi optimal, bahkan terhadap alternatif kontrak pembiayaan ekuitas dengan sistem keuangan ganda dengan kemungkinan buruk pemilihan diantara keduanya. Tetapi dengan instrumen mark-up yang digunakan dalam prakteknya yang sering dikritisi

(5)

oleh pakar syariah dan pakar ekonomi karena dianggap dekat dengan instrumen berbasis-bunga sehingga dianggap tidak berbeda dari perspektif fungsional (Khan and Ahmed, 2001). Menurut Sundararajan (2007), bank-bank Islam biasanya memiliki rata-rata rasio ekuitas yang lebih tinggi. Rata-rata rasio ekuitas yang tinggi merupakan respon terhadap terbatasnya sumber pembiayaan yang kemudian membentuk cadangan modal tambahan sebagai antisipasi terhadap terjadinya default.

Penggunaan murabahah yang dijamin dengan komoditi dan pembiayaan dagang jangka pendek memungkinan bank-bank syariah untuk menginvestasikan surplus kas jangka pendek. Bank syariah harus mencoba untuk tidak tergantung kepada beberapa depositor besar, sebaliknya mereka harus mencoba untuk memobilisasi simpanan mereka dari depositor lainnya, melakukan diversifikasi sumber-sumber simpanan. Kelebihan likuiditas bank syariah tidak dapat dengan mudah ditransfer ke bank konvensional karena bank syariah tidak menerima konsep tentang riba. Akan tetapi di sini ada suatu ruang untuk pertukaran surplus dana diantara bank syariah. Semakin besar jumlah bank syariah dan semakin lebar aktivitasnya, akan semakin besar pula lingkup kerjasama dalam bidang ini. Maturitas investasi bank-bank harus dipelajari dengan baik melalui identifikasi kekurangan likuiditas di masa depan dengan menyusun ladder maturitas berdasarkan waktu yang tepat. Bank syariah mengklasifikasikan arus-arus kas termasuk didalamnya metode perilaku, dan dapat mempertimbangkan dengan membedakan jenis arus kas sebagai arus kas yang telah diketahui maturitasnya dan jumlahnya telah diketahui sebelumnya. Kategori ini mencakup piutang dari murabahah, ijarah, piutang dan berkurangnya musyarakah (Dusuki dan Alman, 2010). Berdasarkan data OJK per Maret 2015, Jumlah pembiayaan perbankan syariah meningkat dari Rp 184,96 triliun di kuartal I 2014 menjadi Rp 200,71 triliun di kuartal I 2015 atau tumbuh 8,51%

(6)

secara year on year (yoy). Sementara DPK yang dihimpun perbankan syariah meningkat dari Rp 180,94 triliun di kuartal I 2014 menjadi Rp 212,98 triliun di kuartal I 2015 atau tumbuh 17,70% secara yoy (Himawan dan Taqiyyah, 2015). Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merilis data mengenai pertumbuhan total simpanan per Juli 2015 untuk perbakan konvensional di Indonesia. Nilai total simpanan bulan Juli 2015 mengalami peningkatan dari bulan sebelumnya sebesar Rp. 3.681 miliar atau 0,08% (MoM). Peningkatan ini menjadikan total simpanan per akhir Juli 2015 mencapai Rp. 4.415.367 miliar. Berdasarkan jenis simpanan (giro, tabungan, deposit on call, deposito dan sertifikat deposito), yang memiliki pertumbuhan jumlah rekening paling tinggi adalah deposit on call yaitu 5,81% (MoM). Jumlah rekeningnya meningkat dari 3.564 rekening (Juni 2015), menjadi 3.771 rekening (Juli 2015). Sedangkan jika dilihat dari jumlah nominal, pertumbuhan nominal deposit on call adalah yang tertinggi (5,61% MoM). Dimana jumlah nominalnya dari sebesar Rp. 86.611 miliar pada Juni 2015 menjadi Rp. 91.473 miliar pada Juli 2015 (Nugroho, 2015).

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dihadapi di penilitian ini adalah untuk menganalisis pentingnya risiko likuiditas pada perbankan, terumata perbankan umum syariah dan umum konvensional. Karena di dalam teori risiko likuiditas tersebut jika tidak dilakukan pengelolaan yang baik akan dapat berdampak pada kebangkrutan bank dan krisis keuangan. Keberadaan bank syariah di Indonesia memang menjadi sebuah fenomena di tengah ramainya pasang surut industri perbankan. Konsep penggunaa model bagi hasil (profitsharing) yang ditawarkan memang cukup untuk memikat para investor. Ditengah situasi dan kondisi perekonomian Indonesia yang sering

(7)

terguncang dengan adanya inflasi dan berbagai krisis, bank umum syariah dan umum konvensional mampu menunjukkan performa yang baik meskipun tidak dipungkiri terkena imbas juga oleh perubahan kondisi perekonomian. Berangkat dari pentingnya teori risiko likuiditas pada perbankan tersebut, tertutama pada perbankan umum di Indonesia yang dapat berdampak besar berupa kebangkrutan dan bank runs yang mengarah pada krisis keuangan, sehingga perlunya dilakukan penelitian guna menguji risiko likuiditas perusahaan perbankan syariah dan umum konvensional di Indonesia serta mengevaluasi pengaruhnya terhadap profitabilitas bank tersebut.

1.3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, terdapat tiga permasalahan penelitian yang dapat dirangkum dalam pertanyaan penelitian ini yaitu antara lain:

1. Apakah risiko likuiditas dapat mempengaruhi profitabilitas pada kinerja perbankan umum syariah dan perbankan umum konvensional di Indonesia? 2. Apakah perbankan umum syariah dan perbankan umum konvensional di

Indonesia memiliki kesenjangan likuiditas?

3. Apakah perbankan umum syariah dan perbankan umum konvensional siap dalam menghadapi risiko likuiditas di Indonesia?

1.4. Tujuan Penelitian

Riset ini adalah replikasi sebagian dari penelitian terdahulu oleh Arif and Anees, (2012). Namun tujuan riset yang akan diangkat disini ialah untuk menguji risiko likuiditas pada bank syariah dan umum konvensional serta menganalisis beberapa variabel seperti pada peningkatan deposits yang akan dapat menaikkan pendapatan bank, serta menganalisis kenaikan cadangan kas yang akan menurunkan

(8)

pendapatan bank, kemudian menganalisis kesenjangan likuiditas yang dapat menurunkan laba bank dan NPF (Non Performing Finance) / NPL (Non Performing Loan) yang akan menyebabkan penurunan laba bank.

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi pihak investor

Sebagai bukti dan pemahaman bahwa dengan melihat pada faktor likuiditas ini para investor dapat mengetahui perbankan mana yang likuiditasnya paling bagus, agar bisa memilih pilihan perbankan mana yang tepat untuk investasi.

1.5.2. Bagi pihak perbankan

Sebagai acuan dan pemahaman bahwa pentingnya pengelolaan likuiditas bank yang baik terutama pada perbankan syariah dan umum konvensional yang akan dapat menghindarkan bank tersebut dari risiko kebangkrutan dan penarikan dana secara tiba-tiba yang di lakukan oleh nasabah.

1.5.3. Bagi akademisi dan peneliti

Untuk menambah pengetahuan, pemahaman dan litelatur bahwa risiko likuiditas tersebut jika tidak diatasi dengan baik akan dapat secara langsung mempengaruhi profitabilitas bank-bank di Indonesia.

1.6. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Ruang lingkup dan batasan masalah pada riset ini adalah hanya mengacu bagaimana risiko likuiditas tersebut berpengaruh pada beberapa kinerja perbankan

(9)

syariah dan perbakan umum konvensional di Indonesia yang berjumlah 10 pada bank syariah dan 10 pada bank umum konvensional yang digunakan sebagai sampel. Observasi data yang digunakan adalah selama periode 2004 hingga 2014. Alasan penggunaan perbankan syariah adalah karena konsep keuangan berbasis syariah Islam dewasa ini telah tumbuh secara pesat, diterima secara universal dan diadopsi tidak hanya oleh negara-negara Islam di kawasan Timur Tengah saja, melainkan juga oleh berbagai negara di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika. Hal tersebut ditandai dengan didirikannya berbagai lembaga keuangan syariah dan diterbitkannya berbagai instrumen keuangan berbasis syariah. Beberapa prinsip pokok dalam transaksi keuangan sesuai syariah antara lain berupa penekanan pada perjanjian yang adil, anjuran atas sistem bagi hasil atau profit sharing, serta larangan terhadap riba, gharar (keraguan), dan maysir (judi).

Alasan dipilihnya bank umum konvensional pada penelitian ini karena tidak jauh berbeda dengan perbankan syariah yang ada di Indonesia, dimana menurut data yang dilansir Otoritas Jasa Keuangan (OJK), laba bersih bank umum konvensional pada Agustus 2014 tercatat Rp75 triliun, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama 2013 yang hanya mencapai Rp70,7 triliun. Meskipun begitu jika dilihat dari pertumbuhan laba bersih, pencapaian pada pada Agustus 2014 lebih rendah daripada periode yang sama tahun 2013. Risiko likuiditas perbankan sejauh ini masih rendah, meskipun loan to deosit ratio (LDR) menurun, namun masih ada potensi risiko likuiditas sejalan dengan ketergantungan atas pendanaan non inti serta rasio deposan inti yang masih cukup. Selain itu juga karena secara umum dalam bank konvensional maupun bank syariah memiliki persamaan dalam sistem perbankan yang digunakan, yakni teknik penerimaan uang, mekanisme transfer, syarat umum untuk memperoleh kredit serta teknologi komputer yang digunakan. Jenis produk yang ditawarkan oleh

(10)

kedua bank tersebut juga tidak jauh berbeda yakni produk penghimpunan dana, produk penyaluran dana dan produk jasa seperti jasa konsultasi, pengurusan transaksi ekspor-impor, valuta asing dan lain sebagainya. Jika dilihat dari penghimpunan dan penyaluran dana, sistem yang digunakan oleh kedua bank tersebut berbeda. Pada bank konvensional, selain menetapkan bunga, sistem yang digunakan adalah hubungan antara kreditur dan debitur, sedangkan pada bank syariah selain menggunakan sistem non bunga, status hubungan antara pihak bank dan nasabah adalah kemitraan (Antonio dan Syafi’I, 2001). Sistem perbankan memberikan pilihan kepada nasabah untuk memilih bank konvensional atau bank syariah. Kedua jenis bank tersebut menawarkan sistem yang berbeda yakni sistem bunga pada bank konvensional dan sistem non bunga (bagi hasil, sewa, dan jual beli) pada bank syariah. Adanya istilah bunga dan non bunga dikarenakan adanya perbedaan yang mendasar antara bank konvensional dengan bank syariah pada proses pengembalian dan pembagian keuntungan yang diberikan oleh pihak nasabah peminjam kepada bank, dan atau yang diberikan oleh pihak bank kepada nasabah penyimpan, sehingga masyarakat dapat memiliki pilihan dalam memanfaatkan produk perbankan.

1.7. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penelitian ini akan dibagi dalam lima bab yang tersusun sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi uraian latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitan, manfaaat penelitian, dan sistematika penulisan.

(11)

Bab ini berisi uraian tentang teori-teori yang relevan dan hasil penelitian terdahulu yang serupa, dan pengembangan hipotesis penelitian. BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi penjelasan data dan sampel yang digunakan dalam penelitian, difinisi operasional, dan langkah-langkah pengujian dilakukan. BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

Bab ini berisi uraian deskripsi data, hasil pengujian hipotesis, dan pembahasan hasil penelitian.

BAB V SIMPULAN dan SARAN

Bab ini berisi simpulan dari hasil penelitian, implikasi, keterbatasan penelitian, dan saran bagi penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Seharusnya kekurangan jumlah pesonil bukan menjadi faktor terbesar dalam upaya penegakan hukum dan belum bisa dijadikan alasan yang sangat kuat, sehinnga hal ini

Abstrak : Preeklampsia dan eklampsia merupakan penyebab kematian ibu hamil dan neonatal yang tinggi terutama di negara berkembang Sampai saat ini preeklampsia dan eklampsia

7 Berdasarkan pengertian hukum internasional publik tersebut, secara khusus kajian mengenai perpindahan (keluar/masuk) person ke dalama atau ke luar suatu

Model Sinergi Pariwisata Dengan Pertanian Dalam Upaya Pengembangan Pariwisata Berbasis Subak (Studi Kasus Pariwisata Das Pakerisan, Kab.Gianyar ). FPAR UNGGULAN

Tercatat nilai ekspor lemak dan minyak Hewan/Nabati pada Januari-April 2017 mencapai US$56,1 juta atau 44,84 persen dari jumlah ekspor nonTimah Provinsi Kepulauan Bangka

Berdasarkan tabel 4.2 dari hasil perhitungan diatas jumlah cost of fund giro terbanyak adalah ditanggung oleh BNI karena jumlah dana giro yang dihimpun BNI lebih tinggi

Karies gigi yang dialami anak usia pra sekolah berdampak pada anak dan keluarga secara fisik, psikologis, maupun psikososial yang dapat mempengaruhi kualitas hidup.. Penelitian

 b) Elaborasi : Mendiskusikan fungsi komponen utama gas turbine engine, menjelaskan proses pembakaran yang terjadi pada gas turbine engine, menjelaskan macam macam