• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres Kerja Stres merupakan kata yang berasal dari Bahasa Latin, yaitu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres Kerja Stres merupakan kata yang berasal dari Bahasa Latin, yaitu"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres Kerja

Stres merupakan kata yang berasal dari Bahasa Latin, yaitu ‘stringere’, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight). Definisi ini menjelaskan sebuah kondisi susah atau penderitaan yang menunjukkan paksaan, tekanan, ketegangan atau usaha yang kuat, diutamakan ditunjukkan pada individual, organ individual atau kekuatan mental seseorang (Gibson, dkk, 2003). Stress juga dapat didefinisikan sebagai interaksi antara stimulus dan respon. Stres dikatakan stimulus karena menjadi kekuatan atau dorongan terhadap individu yang menimbulkan reaksi ketegangan atau menimbulkan perubahan-perubahan fisik individu.

Luthans (2006) mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan. Lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda. Masalah stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis,

(2)

peningkatan ketegangan pada emosi, proses berfikir dan kondisi fisik individu. Selain itu, sebagai hasil dari adanya sttres kerja karyawan mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti mudah marah dan agresi, tidak dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlibat, dan kesulitan dalam masalah tidur.

Stres sebagai respon yaitu respon individu baik respon yang bersifat fisiologik, psikologik terhadap stresor yang berasal dari lingkungan (Gibson, dkk, 2003). Beehr dan Newman (Rice, 1999), stres kerja didefinisikan sebagai tuntutan pekerjaan yang berlebihan melebihi kemampuan pekerja meliputi interaksi antara kondisi pekerjaan dengan sikap individu yang mengubah kondisi normal dan fungsi psikologis pekerja sehingga menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja yang tertentu Spears (2008) mendefinisikan stres kerja sebagai reaksi seseorang terhadap tekanan yang berlebihan atau tuntutan di tempat kerja yang bersifat merugikan. Selye (Riggio, 2003) menambahkan definisi stres kerja sebagai kurangnya ‘kesesuaian’ antara kemampuan dan keahlian seseorang dengan tuntutan pekerjaan maupun lingkungannya di tempat kerja. Selanjutnya, Brousseau dan Prince (Rahayu, 2000) mengatakan bahwa stres kerja juga dipandang sebagai kondisi psikologik yang tidak menyenangkan yang timbul karena karyawan merasa terancam dalam bekerja. Perasaan terancam ini disebabkan hasil persepsi dan penilaian karyawan yang

(3)

menunjukkan ada ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian antara karakteristik tuntuntan-tuntutan pekerjaan dengan kemampuan dan kepribadian karyawan.

Menurut Rice (1999), seseorang dapat dikategorikan mengalami stres kerja jika stres yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja, namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke rumah dapat juga menjadi stres kerja. Rice (1999) mengatakan bahwa stres kerja dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang bersifat eksternal, misalnya definisi mengenai stres kerja yang difokuskan oleh Lee dan Ashlorth pada keistimewaan karakteristik pekerjaan yang mengancam pekerja.

Robbins (2006) mendefinisikan stres kerja sebagai kondisi yang dinamis dimana seseorang dikonfrontasikan dengan kesempatan, hambatan, atau tuntutan yang berhubungan dengan apa yang diinginkannya dan untuk itu keberhasilannya ternyata tidak pasti. Selanjutnya, penyebab stres (stressor) dibagi ke dalam tiga kategori potensi yaitu lingkungan, organisasi, dan individu. Ketidakpastian lingkungan mempengaruhi dalam perancangan struktur organisasi. Ketidakpastian itu juga mempengaruhi tingkat stres dikalangan para karyawan dalam suatu organisasi. Lebih lanjut, struktur organisasi menentukan tingkat diferensiasi organisasi, tingkat aturan dan peraturan dan dimana keputuasn diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya

(4)

partisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada karyawan potensi sumber stres.

Berdasarkan dari definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa stres kerja dalam penelitian ini adalah proses yang mengakibatkan seseorang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang yang dikaitkan dengan pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja tertentu serta reaksi seseorang secara fisiologis, psikis, maupun perilaku bila seseorang mengalami keseimbangan antara tuntutan yang dihadapi dengan kemampuannya untuk memenuhi tuntutan tersebut dalam jangka waktu tertentu.

2. Gejala-gejala Stres Kerja

Stres kerja yang dialami oleh individu memiliki tingkat stres yang berbeda-beda tetapi ditunjukkan oleh gejala-gejala yang sama. Robbins (2002) menyatakan terdapat tiga gejala penyebab stres, antara lain:

a. Gejala fisiologis

Gejala fisiologis berkaitan dengan aspek fisik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang berada dalam kondisi stres akan mengalami perubahan metabolisme tubuh, peningkatan tekanan darah, kesulitan pernafasan, sakit kepala, mengalami penyakit jantung, dan mengalami penyakit liver.

(5)

b. Gejala psikis

Gejala psikis berkaitan dengan aspek psikologis. Orang yang mengalami stres akan merasakan gejala psikis seperti mengalami ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan, suka menunda dan sebagainya. Keadaan stres seperti ini dapat memacu ketidakpuasan kerja, mengalami kejenuhan dalam bekerja dan sikap menunda-nunda pekerjaan.

c. Gejala perilaku

Stres yang dikaitkan dengan perilaku dapat mencakup dalam perubahan dalam produktivitas, absensi, dan tingkat keluarnya karyawan. Dampak lain yang ditimbulkan adalah perubahan dalam kebiasaan sehari-hari seperti makan, konsumsi alkohol, gangguan tidur, berbicara cepat, bertingkah laku seperti orang gelisah, dan lainnya

Looker dan Gregson (2005) menyebutkan bahwa stres dapat terlihat dari gejala fisik dan mental. Adapun tanda-tandanya sebagai berikut : a. Fisik

1) Detak jantung;

2) Sesak nafas, gumpalan lendir di tenggorokan, nafas pendek dan cepat;

3) Mulut kering, gangguan pencernaan, diare, perut kembung, ketegangan otot secara keseluruhan khususnya rahang dan gigi;

(6)

4) Kegelisahan, hiperaktif, menggigit kuku, menginjak-injakkan kaki, meremas-remas tangan;

5) Lelah, lesu, sulit tidur, merasa sedih, sakit kepala, sering sakit seperti flu;

6) Berkeringat khususnya di telapak tangan dan bibir atas, merasa gerah;

7) Tangan dan kaki dingin; 8) Sering ingin buang air kecil;

9) Makan berlebihan, kehilangan nafsu makan, merokok berlebihan;

10) Makin banyak mengkonsumsi minuman beralkohol, serta hilangnya ketertarikan pada seks.

b. Mental

1) Cemas, kecewa, menangis, rendah diri, merasa putus asa dan tanpa daya, histeris, menarik diri, merasa tidak mampu mengatasi, gelisah, depresi;

2) Tidak sabar, mudah tersinggung dan berlebihan, marah, melawan, agresif;

3) Frustasi dan bosan, tidak cukup, merasa bersalah, tertolak, terabaikan, tidak aman, rentan;

4) Kehilangan ketertarikan pada penampilan sendiri, kesehatan, makanan, harga diri rendah dan kehilangan ketertarikan pada orang lain;

(7)

5) Tergesa-gesa dan mengerjakan pekerjaan sekaligus;

6) Gagal menyelesaikan tugas-tugas sebelum beralih ke tugas berikutnya;

7) Sulit berfikir jernih, berkonsentrasi dan membuat keputusan, pelupa, kurang kreatif, irasional, menunda-nunda pekerjaan, sulit memulai oekerjaan;

8) Rentan untuk membuat kesalahan dan melakukan kecelakaan; 9) Memiliki banyak hal untuk dikerjakan dan tidak tahu bagaimana

memulainya sehingga mengakhiri segala sesuatunya tanpa hasil, beralih dari suatu tugas ke tugas lain, dan tidak menyelesaikan apapun;

10) Hiperkritis, tidak fleksibel, tidak beralasan, over-reaktif, tidak produktif, efisiensi buruk.

Gejala-gejala stres kerja yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada Robbins (2002), yaitu gejala fisiologis, gejala psikologis, dan gejala perilaku.

3. Sumber-sumber Stres Kerja

Robbins (2006) menyatakan, sumber stres kerja yang dialami oleh seorang karyawan setidaknya ada 3, antara lain :

a. Tuntutan tugas.

Merupakan faktor yang dikaitkan pada pekerjaan seseorang. Faktor ini mencakup desain pekerjaan individu itu (otonomi, keragaman tugas,

(8)

tingkat otomatisasi), kondisi kerja, dan tata letak fisik. Makin banyak kesaling-tergantungan antara tugas seseorang dengan tugas orang lain, maka makin potensial untuk terjadi stres. Pekerjaan dimana suhu, kebisingan, atau kondisi kerja yang berbahaya dan sangat tidak diinginkan dapat menimbulkan kecemasan. Demikian juga bekerja dalam suatu kamar yang berjubel atau dalam lokasi yang dimana terjadi gangguan terus 15 menerus. Secara lebih spesifik, tuntutan tugas masih dipengaruhi oleh beberapa variabel. Variabel-variabel tersebut meliputi: 1) Ketersediaan sistem informasi 2) Kelancaran pekerjaan 3) Wewenang untuk melaksanakan pekerjaan 4) Peralatan yang digunakan dalam menunjang pekerjaan 5) Banyaknya pekerjaan yang harus dilaksanakan

b. Tuntutan peran.

Tuntutan peran yakni stres kerja yang berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai suatu fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi tertentu. Konflik peran menciptakan harapan-harapan yang hampir pasti tidak dapat diwujudkan atau dipuaskan. Jika hal itu sampai terjadi pada karyawan maka dapat dipastikan karyawan akan mengalami ketidakjelasan mengenai apa yang harus dikerjakan. Pengukuran variabel tuntutan peran terdiri dari: 1) Kesiapan karyawan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan 2) Perbedaan antara atasan dengan karyawan berkaitan dengan tugas

(9)

harus dilaksanakan 3) Keterbatasan waktu dalam melaksanakan pekerjaan 4) Beban pekerjaan yang berat

c. Tuntutan pribadi.

Tuntutan pribadi yaitu stres kerja yang terkait dengan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain. Kurangnya 16 dukungan sosial dari rekan-rekan kerja dan hubungan antar pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar, terutama diantara karyawan dengan kebutuhan sosial yang tinggi. Pengukuran variabel tuntutan pribadi terdiri dari: 1) Hubungan dengan supervisor 2) Hubungan dengan sesama karyawan 3) Hubungan dengan keluarga 4) Pengawasan yang dilakukan supervisor (atasan) 5) Keahlian pengawas dalam mengawasi pekerjaan

Berdasarkan pemaparan di atas, maka sumber stres kerja yang dialami karyawan adalah tuntutan tugas, tuntutan peran dan tuntutan pribadi.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja

Terdapat tiga faktor yang dikemukakan oleh Robbins dan Jugde (2008) terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja :

a. Faktor Organisasi

Faktor organisasi berpengaruh juga terhadap stres kerja karyawan dimana semua aktivitas di dalam perusahaan berhubungan dengan karyawan, seperti tuntutan kerja atau beban kerja yang terlalu berat, kerja yang membutuhkan tanggung jawab tinggi sangat

(10)

cenderung mengakibatkan stres tinggi. Stres kerja yang dipengaruhi oleh faktor organisasi ini dapat diminimalisir, salah satunya dengan pemberian reward kepada karyawan yang beprestasi atau pada karyawan yang mampu menyelesaikan tugasnya sesuai deadline yang ditentukan. Menurut Cummings dan Worley (2005), reward organisasi merupakan insentif yang kuat yang mampu untuk meningkatkan karyawan dan kinerja kelompok. b. Faktor Lingkungan

Adanya lingkungan sosial turut berpengaruh terhadap stres kerja pada karyawan. Adanya dukungan sosial berperan dalam mendorong seseorang dalam pekerjaannya, apabila tidak adanya faktor lingkungan sosial yang mendukung maka tingkat stres karyawan akan tinggi. Cummings dan Worley (2005) menyatakan bahwa team building diarahkan untuk meningkatkan efektivitas kelompok dengan cara dimana anggota kelompok bekerja secara bersama-sama. Team building ini juga mampu untuk meningkatkan hubungan interpersonal dan interaksi sosial dalam kelompok. c. Individu

Adanya faktor individu berperan juga dalam mempengaruhi stres karyawan. Dalam faktor individu kepribadian seseorang lebih berpengaruh terhadap stres pada karyawan. Kepribadian seseorang akan menentukan seseorang tersebut mudah mengalami stres atau tidak. Permasalahan pada faktor individu dapat dilakukan dengan

(11)

cara Coaching, Mentoring, dan Counseling. Hal ini dapat disesuaikan dengan kesiapan dan kemampuan perusahaan itu sendiri. Selain itu Training dan Development juga dapat dijadikan strategi bagi perubahan organisasi. Dimana perusahaan dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan karyawan dalam bekerja melalui training atau pelatihan.

Berdasarkan ketiga faktor yang mempengaruhi stres kerja (Robbins dan Jugde, 2008), kebersyukuran dapat digolongkan ke dalam faktor individu. Peterson dan Seligman (2004) memasukkan gratitude (kebersyukuran) merupakan salah satu karakter positif

individu. Terdapat beberapa sumber stres yang memicu stres kerja karyawan seperti beban kerja, tekanan kerja, lingkungan kerja, dan sebagainya. Sumber stres yang memicu stres kerja tersebut sangat mempengaruhi kondisi fisik, emosi, serta perilakunya. Pada faktor individu, seseorang yang memiliki kepribadian yang senantiasa bersyukur maka lebih mudah dalam memanajemen stres yang dirasakan dengan baik. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Emmons dan Stern (2013), yang menyatakan bahwa bersyukur banyak membawa dampak positif seperti memunculkan emosi-emosi positif yang dapat membantu seseorang dalam mengatasi stres sehari-hari dengan cara yang efektif.

(12)

B. Pelatihan Kebersyukuran 1. Pengertian Bersyukur

Kebersyukuran dalam bahasa Inggris disebut gratitude, berasal dari bahasa Latin (gratia), yang berarti kelembutan, kebaikan hati, atau berterima kasih. Semua kata yang terbentuk dari akar Latin ini berhubungan dengan kebaikan, kedermawanan, pemberian, keindahan dari memberi dan menerima, atau mendapatkan sesuatu tanpa tujuan apapun (Pruyer, Emmons, & McCullough, 2003). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan kebersyukuran merupakan suatu perasaan bahagia yang muncul ketika seseorang sedang membutuhkan sesuatu atau bahkan sudah dalam keadaan cukup, menerima pemberian atau perolehan dari pihak lain sehingga orang tersebut merasa tercukupi atau menerima kelebihan.

Menurut Emmons dan McCullough (2004), kebersyukuran adalah pengalaman seseorang ketika menerima sesuatu yang berharga, dan merupakan ungkapan perasaan seseorang yang menerima perlakukan baik dari orang lain. Bersyukur dapat mengubah seseorang menjadi lebih baik, bijak sana dan menciptakan keharmonisan antara dirinya dengan lingkungan (Emmons, 2007). Kebersyukuran juga dapat dikatakan sebagai perilaku seseorang yang menerima sesuatu dengan suka rela baik secara kognitif maupun afektif serta memberi nilai tentang apa yang dterima tersebut (Peterson dan Seligman, 2004). Ketika seseorang kurang dapat mencapai kepuasan dalam hidupnya, bersyukur merupakan salah satu cara guna.

(13)

Peterson dan Seligman (2004), mendefinisikan gratitude atau syukur sebagai suatu perasaan terima kasih dan menyenangkan atas respon penerimaan hadiah, dimana hadiah itu memberikan manfaat dari seseorang atau suatu kejadian yang memberikan kedamaian. Menurut Wood, dkk (2009), menyatakan kebersyukuran adalah sebagai bentuk ciri pribadi yang berfikir positif, mempresentasikan hidup menjadi lebih positif.

Jadi, berdasarkan beberapa pengertian para ahli maka peneliti menyimpulkan syukur dalam konsep barat dapat dijelaskan bahwa gratitude atau kebersyukuran adalah pengakuan seseorang tentang adanya

pihak lain atau sumber yang turut andil atas nikmat yang diterima, oleh karena itu kebersyukuran dapat mendorong seseorang untuk memberikan pujian atau memberikan ucapan terima kasih ada pihak yang telah berbuat baik.

Bersyukur dalam pandangan Islam memiliki arti mengakui kebajikan sedangkan bersyukur menurut terminologi khusus artinya, memperlihatkan pengaruh nikmat Illahi pada diri seorang hamba pada kalbunya yang beriman, pada lisannya dengan pujian, dan pada anggota tubuhnya dengan mengerjakan amal ibadah dan ketaatan (al-Munajjid, 2006). Hal serupa disampaikan Makhdlori (2007) bahwa kata syukur secara lughawi bermakna membuka dan menyatakan. Membuka kenikmatan, menyatakan kenikmatan kepada orang lain, dan menyebut kenikmatan dengan lisan. Hakikat syukur adalah menggunakan nikmat

(14)

Allah SWT untuk taat kepada-Nya dan tidak menggunakannya untuk berbuat maksiat.

Kebersyukuran menurut al- Jauziyyah (2005) adalah suatu penerimaan atas segala nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT dan diwujudkan dalam bentuk perkataan, perbuatan, dan dengan hati, dimana hati berfungsi untuk mengetahui dan mencintai, lisan (perkataan) berfungsi untuk memuji dan memuliakan Allah, serta anggota tubuh berfungsi untuk taat kepada Allah dan tidak mengerjakan maksiat. Kebersyukuran dibedakan jenis-jenisnya, yaitu personal dan transpersonal. Kebersyukuran personal adalah rasa berterima kasih yang ditujukan kepada orang lain khusus yang telah memberikan kebaikan atau sebagai adanya diri mereka. Sementara kebersyukuran transpersonal adalah ungkapan terima kasih terhadap Tuhan kepada kekuatan yang lebih tinggi atau kepada dunianya (Peterson & Seligman, 2004).

Syukur menurut al-Ghazali (2013) adalah mengetahui bahwa semua nikmat (karunia) berasal dari Allah SWT dengan pemberian nikmat tersebut menjadikan seseorang tahu untuk mensyukuri nikmat. Mengetahui cara dalam mensyukuri nikmat, individu akan memiliki suatu kepuasan dalam batin seseorang berupa suatu perasaan senang atau bahagia atas nikmat yang diberikan berupa perilaku bersyukur atas nikmat yang telah diberikan dengan sikap mematuhi perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sehingga bersyukur dapat menjadikan seseorang itu dekat dengan pemberi nikmat, taat dan tawadhu’. Ibnu Mas’ud (al-Jauziyyah, 2010)

(15)

menyebutkan syukur merupakan separuh iman, dan separuhnya lagi bersabar. Iman adalah himpunan dari niat, ucapan, dan amal (perbuatan). Semuanya berporos pada dua sikap; melakukan dan meninggalkan. Melakukan ialah berbuat ketaatan kepada Allah, yaitu sebagai hakikat bersyukur. Sedangkan meninggalkan ialah bersabar dari bermaksiat. Bersyukur merupakan tujuan, sedangkan bersabar adalah sarana untuk meraih tujuan. Berbeda halnya dengan syukur, karena sesungguhnya eksistensi dari sikap bersyukur itu sendiri merupakan tujuan (al-Munajjid, 2006;al-Jauziyyah, 2010). Jadi agama secara totalitas berupa melakukan perintah (bersyukur) dan meninggalkan larangan (bersabar).

Kata kunci dari syukur adalah berterima kasih, tahu diri, tidak mau sombong, dan tidak boleh lupa Allah SWT. Bagi seorang Muslim, kunci syukur itu adalah ingat Allah. Kita ada karena Allah dan kepada-Nya kita akan kembali. Di sinilah, syukur sering kali disamakan dengan ungkapan “terima kasih” dan segala pujian hanya untuk Allah semata. Semakin sering bersyukur dan berterima kasih, kita akan semakin baik, tentram dan bahagia (Mahfud, 2014). Syukur juga berarti menampakkan sesuatu kepermukaan, dalam hal ini hakikat syukur adalah “menampakkan nikmat” dan hakikat kekufuran adalah “menyembunyikannya”.

Mengutip pandangan, Shihab (Mahfud, 2014) menjelaskan bahwa kata “syukur” mengandung arti gambaran dalam benak tentang nikmat dan menampakkannya ke permukaan,”. Lebih lanjut, kata ini menurut ulama

(16)

berasal dari ta “syakara” yang berarti “membuka” sehingga ia merupakan lawan dari kata “kafara” (kufur) yang berarti menutup (salah satu artinya adalah) melupakan nikmat dan menutup-nutupinya. Hampir setiap kata syukur di dalam Al-Quran selalu disandingkan dan dilawankan dengan kata kufur. Hal ini menunjukkan bahwa jika seseorang selalu berusaha di dalam segala aktivitasnya untuk bersyukur kepada Allah SWT, maka akan dijauhkan dari kekufuran. Sebaliknya, jika tidak pernah bersyukur, maka sama dengan mendekatkan bahkan menjerumuskan dirinya ke dalam lembah kekufuran tersebut. Allah SWT berfirman :

“Karena itu ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kalian kufur kepada-Ku (Q.S 2:152)... jika kalian bersyukur kepada-Ku, maka pasti Aku akan menambah (nikmat-Ku) kepada kamu sekalian. Tetapi jika kalian kufur kepada-Ku, maka ingatlah sesungguhnya azabku sangat dahsyat (Q.S. 14:7).

Pengertian syukur jika dikaitkan dalam bekerja, maka karyawan yang senantiasa menganggap hal yang negatif menjadi sesuatu yang berbeda dan mampu dipandang secara positif maka hal mengarah kepada syukur nikmat. Sedangkan karyawan yang senantiasa memandang permasalahannya secara negatif tanpa mencari hikmah, hal ini mengarah kepada kufur nikmat, dimana tidak mau mensyukuri apa yang telah ada pada dirinya, baik kemampuan ataupun kelemahannya. Tidak ada usaha untuk menghilangkan atau menepis kelemahan-kelemahannya, karena putus asa untuk mengembangkan apa yang menjadi potensinya, sebab telah tertutup oleh ke-kufurannya, maka dengan mensyukuri nikmat yang

(17)

diberikan oleh Allah swt akan mendorong karyawan selalu berfikir positif sehingga stres kerja yang dipandang negatif dapat diminimalisir.

Terdapat perbedaan mendasar terkait dengan konsep kebersyukuran jika dilihat dari sudut pandang Islam dan sudut padang McCullough, dkk (2002). Syukur berdasarkan pandangan McCullough, dkk (2013) dan Watkins,dkk (2003) menekankan kebersyukuran hanya sebagai sebuah apresiasi atau perasaan berterima kasih atas nikmat yang diterima dan hanya mengakui peran manusia atas apa yang sedang disyukurinya. Sedangkan konsep kebersyukuran dalam pandangan Islam menurut al-Jauziyyah (2010) dan al-Munajjid (2006) adalah menghadirkan Allah sebagai sumber datangnya segala hal yang patut disyukuri. Kebersyukuran ini dapat digambarkan dengan segala kebaikan yang diterima individu merupakan karunia yang diberikan oleh Allah, dan bisa datang secara langsung maupun dalam bentuk perantara manusia (orang lain), alam, dan sebagainya. Dengan demikian segala nikmat yang dirasakan individu harus dikembalikan kepada Allah SWT.

Pemaparan yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa kebersyukuran merupakan ucapan terima kasih atas nikmat yang diterima oleh seseorang yang ditujukan kepada Allah dan manusia, dimana hal ini dapat diwujudkan dalam kalbu (hati), ucapan (lisan), dan semua anggota badan (perbuatan).

(18)

2. Aspek-aspek Kebersyukuran

al-Jauziyyah (2010) dan al-Munajjid (2006) menjelaskan bahwa aspek-aspek dari bersyukur dengan kalbu (hati), lisan (ucapan), dan anggota tubuh (perbuatan). Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Syukur dengan hati yaitu pengakuan hati bahwa semua nikmat itu

datangnya dari Tuhan, sebagai kebaikan dan karunia dari Sang Pemberi nikmat kepada hamba-Nya. Manusia tidak memiliki daya dan upaya untuk mendatangkan nikmat itu, hanya Tuhan yang dapat menganugerahkannya tanpa mengharapkan imbalan sepeserpun dari hamba-Nya.

b. Syukur dengan lisan yaitu menyanjung dan memuji Tuhan atas nikmat-Nya dengan penuh kecintaan, serta menyebut-nyebut nikmat itu sebagai pengakuan atas karunia-Nya dan kebutuhan terhadapnya, bukan karena riya’, pamer atau sombong. Lisan seseorang merupakan sarana untuk mengungkapkan apa yang terkandung di dalam kalbunya. Apabila kalbu seseorang penuh dengan rasa syukur kepada Tuhan, maka dengan sendirinya lisannya akan bergumam mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan.

c. Syukur dengan anggota tubuh yaitu anggota tubuh digunakan untuk beribadah kepada Tuhan termasuk menggunakan nikmat-nikmat-Nya dalam kebaikan dan tidak digunakan untuk berbuat maksiat atau melakukan hal-hal yang dilarang oleh Tuhan.

(19)

Menurut al-Munajjid (2006) terdapat 3 cara yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk membentuk rasa kebersyukuran dalam dirinya :

a. Mengenal nikmat, yaitu menghadirkan dalam hati, mengistimewakan dan meyakininya. Apabila seorang hamba telah mengenal nikmat, maka dari pengenalan ini seseorang akan berusaha untuk mengenal Tuhan yang memberi nikmat, meskipun dalam pengertian yang terperinci. Apabila dia telah mengenal nikmat, maka akhirnya akan mencari Tuhan yang telah memberinya nikma, dan apabila dia telah mengenal Tuhan yang memberi nikmat, tentulah dia akan Nya. Apabila telah mencintai-Nya, tentulah dia akan bersungguh-sungguh untuk mencari-Nya dan bersyukur kepada-Nya. Berdasarkan pengertian ini terciptalah ibadah, sebab ibadah merupakan manifestasi bersyukur kepada Tuhan yang memberi nikmat, yaitu Allah SWT.

b. Menerima nikmat, yaitu menyambutnya dengan memperlihatkan kefakiran kepada Yang Memberi nikmat dan hajat kita kepada-Nya, dan bahwa berlangsungnya semua nikmat yang diterima itu bukan karena keberhakan kita mendapatkannya, melainkan karena sesungguhnya Allah memberi kita banyak nikmat hanya sebagai karunia dan kemurahan dari-Nya semata.

(20)

c. Memuji Allah SWT

Memuji Allah atas nikmat yang telah diberikan oleh-Nya ada dua macam, yaitu :

1) Bersifat umum

Memuji Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan oleh-Nya dengan memuji-Nya dengan bersifat dermawan, pemurah, baik, luas pemberian-Nya dan sebagainya.

2) Bersifat khusus

Memuji Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan oleh-Nya dengan membicarakan nikmat-nikmat yang telah dianugerahkan oleh-Nya dan diungkapkan bahwa semuanya itu telah diterima. Sesuai dengan firman Allah SWT, Q.S Adh-Dhuhaa (93) : 11

“ Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur) “

3. Prinsip-prinsip Pelatihan

Metode pelatihan adalah salah satu pendekatan yang sifatnya kelompok dan mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan metode yang lain. Menurut Hamamah (2010) kelebihan pendekatan kelompok adalah : a. Memberikan kepada para anggota untuk saling memberikan dan

menerima umpan balik.

b. Anggota akan mendapatkan kesempatan untuk belajar dan berlatih pada perilaku yang baru.

(21)

c. Memberi kesempatan pada anggota untuk belajar mengekspresikan perasaan dan menunjukkan perhatian kepada orang lain serta saling berbagi pengetahuan.

d. Memberi kesempatan untuk mempelajari keterampilan yang baru Metode pelatihan didasarkan pada prinsip experiental learning, di mana perilaku manusia terbentuk berdasarkan hasil pengalamannya yang dimodifikasi untuk menambah efektivitas dan semakin lama perilaku manusia akan menjadi suatu kebiasaan dan berjalan dengan otomatis serta seseorang akan semakin berusaha memodifikasi perilaku yang sesuai dengan berbagai situasi yang dihadapinya. Tujuan dari experiental learning adalah mempengaruhi peserta melalui tiga cara yaitu mengubah struktur kognitif peserta, memodifikasi sikap peserta dan menambahkan keterampilan berperilaku peserta.

Prinsip-prinsip yang terdapat dalam pelaksanaan experiental learning adalah sebagai berikut (Johnson & Johnson, 2001) :

a. Experiental learning yang efektif akan mempengaruhi struktur kognitif individu, sikap dan nilai-nilai yang dianut, persepsi dan pola-pola perilaku.

b. Pengetahuan yang bersumber dari pengetahuan pribadi akan lebih mudah diterima jika dibandingkan dengan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman orang lain.

c. Proses belajar akan efektif jika melibatkan proses belajar yang aktif, dibandingkan dengan proses belajar yang pasif.

(22)

d. Experiental learning akan memberikan informasi yang lebih banyak untuk mampu mengubah sikap dan pola-pola perilaku e. Perubahan persepsi terhadap diri seseorang dan lingkungan sosial

diperlukan sebelum muncul perubahan di dalam sikap dan perilaku.

f. Semakin lingkungan sosial mendukung, menerima dan memperhatikan, maka seseorang akan bebas memodifikasi perilaku dan sikap.

g. Untuk dapat mengubah pola perilaku dan sikap dengan permanen, maka lingkungan sosial maupun diri individu harus ikut berubah. h. Lebih mudah mengubah sikap dan pola perilaku individu dalam

suatu kelompok dibandingkan dengan konteks individual.

Pemaparan di atas menunjukkan kelebihan-kelebihan yang terdapat dalam pelatihan, sehingga peneliti memilih metode pelatihan sebagai metode untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan kemahiran karyawan dalam mengatasi stres kerja.

C. Pengaruh Pelatihan Kebersyukuran dalam Menurunkan Stres Kerja Masalah stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Akibat adanya stres kerja tersebut orang menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada

(23)

adanya stres kerja sering menimbulkan masalah bagi tenaga kerja, baik pada kelompok eksekutif (white collar workers) maupun kelompok pekerja biasa (blue collar workers) Gaffar (2012).

Pada umumnya individu selalu berhadapan dengan berbagai stressor yang berasal dari dalam diri sendiri ataupun dari lingkungan. Apabila individu tidak mampu merespons stres yang dialaminya, maka akan berdampak buruk bagi individu yang bersangkutan dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu setiap individu membutuhkan cara untuk mengatasi stres. Cara-cara yang digunakan individu untuk mengatasi stres tersebut dikenal dengan istilah coping stress. Menurut Barbarin dan Hefti (Amjad dan Bokharey, 2014), agama dan spiritualitas merupakan cara tradisional untuk mengatasi stres karena di dalamnya terdapat internal locus control pada situasi stres yang dialami oleh seseorang. Kegiatan keagamaan dan aktivitas spiritual membantu untuk membingkai ulang peristiwa stres dengan cara memotivasi individu dalam menangani stres yang dihadapi. al-Jauziyah (2004), menyatakan bahwa ketika individu mengalami stres, individu akan mencari dukungan dari keyakinan agamanya. Dukungan ini sangat diperlukan untuk dapat menerima keadaan yang dianggap negatif.

Spiritualitas focused coping juga dapat memotivasi individu dalam penggunaan strategi koping yang efektif. Spiritualitas sangat mempengaruhi strategi koping, seperti yang dikemukakan oleh Barbarin (Amjad dan Bokharey, 2014), menyatakan bahwa dalam situasi stres,

(24)

spiritualitas dapat meningkatkan ketahanan dan optimisme. Demikian pula, Hefti (Amjad dan Bokharey, 2014) yang mengemukakan bahwa spiritualitas meningkatkan pemberdayaan pribadi dalam menghadapi stres dengan keyakinan percaya bahwa Allah selalu ada. Hal ini menjelaskan bahwa spriritual focused coping dapat meningkatkan kemampuan pada strategi pemecahan masalah, menjadi optimis sehingga tidak mudah menyerah ketika dihadapkan pada stressor.

Konsep kebersyukuran (gratitude), mampu untuk menyentuh aspek kognisi seseorang (cara berfikir), emosi (berempati) serta spiritual (keyakinan). Emmons (2003) mendefinisikan gratitude sebagai perasaan akan sesuatu yang hebat, rasa terima kasih dan penghargaan atas keuntungan yang diterima secara interpersonal atau transpersonal dari Tuhan. Saat karyawan mengalami stres kerja, karyawan tersebut melihat situasi yang sedang dialaminya dengan sudut pandang pemikiran yang negatif sehingga menyebabkan karyawan tersebut merasa terbebani dengan situasi yang ada dan mengakibatkan kinerjanya menurun. Dengan bersyukur, seseorang mencoba untuk melihat kondisi yang dialaminya dengan sudut pandang yang lebih positif sehingga ia merasa tidak terbebani dengan situasi yang ada bahkan dapat termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya sebagai rasa terima kasih yang diterimanya saat itu.

Romdhon (2011) mengungkapkan bahwa kebersyukuran bisa menjadi strategi coping yang dapat membantu individu untuk menghadapi

(25)

atau melepaskan situasi yang menekan (stressful) yang dialami. Selanjutnya, Fredrickson (Kashdan, Uswatte, Julian, 2006) menjelaskan bahwa emosi positif seperti rasa syukur dapat menghilangkan efek fisiologis yang negatif dan dapat meningkatkan kemampuan strategi coping kognitif dan perilaku seseorang..

Kebersyukuran menekankan bahwa segala hal yang diterima individu merupakan karunia yang diberikan oleh Tuhan dan harus dikembalikan kepada Tuhan melalui ekspresi syukur, dalam rangka mendekatkan serta mencari ridha-Nya. Bersyukur merupakan perasaan terima kasih yang sangat mendalam atas karunia yang diterima individu yang diwujudkan dalam kalbu (hati), ucapan (lisan), dan semua anggota badan (perbuatan), (al-Jauziyyah, 2010); (al-Munajjid, 2006).

Cahyono (2014) melalui penelitiannya mengungkapkan bahwa tingkat stres kerja karyawan PT X menurun melalui pelatihan gratittude. Bagi individu yang bersyukur, maka ia akan mampu melihat segala pengalaman dan peristiwa dalam kehidupan sehari-hari dengan acara yang positif dan menyenangkan. Melalui bersyukur individu mampu untuk memunculkan emosi secara positif yang terkait dengan keadaan yang dialaminya sehingga menyebabkan seseorang mampu menurunkan stres kerja yang dialaminya. Sejalan dengan penelitian lainnya, Leguminosa (2016) mengungkapkan bahwa kebersyukuran menunjukkan hasil yang signifikan terhadap penurunan tingkat stres guru inklusi di Yogyakarta.

(26)

Penelitian ini menggunakan konsep kebersyukuran berdasarkan kerangka teori al-Jauziyah (2010) dan al-Munajjid (2006).

Peneliti akan memberikan intervensi berupa pelatihan kebersyukuran yang merupakan kegiatan belajar terencana untuk memfasilitasi karyawan mengembangkan pengetahuan (knowledge), kemampuan (ability), dan keterampilan (skill) mereka dalam mengelola stres kerja. Melalui pelatihan ini karyawan akan langsung diarahkan untuk menyadari pentingnya menguasai suatu keterampilan dan menyadari langkah-langkah yang perlu dilakukan agar suatu keterampilan dapat dikuasai dengan baik. Pelatihan kebersyukuran diimplementasikan ke dalam beberapa aspek kebersyukuran menurut Jauziyyah (2010) dan al-Munajjid (2006) yaitu (1) syukur dengan hati, yaitu pengakuan hati bahwa semua nikmat itu datangnya dari Tuhan, sebagai kebaikan dan karunia dari Sang Pemberi nikmat kepada hamba-Nya; (2) Syukur dengan lisan yaitu menyanjung dan memuji Tuhan atas nikmat-Nya dengan penuh kecintaan, serta menyebut-nyebut nikmat itu sebagai pengakuan atas karunia-Nya; (3) Syukur dengan anggota tubuh yaitu anggota tubuh digunakan untuk beribadah kepada Tuhan termasuk menggunakan nikmat-nikmat-nya dalam kebaikan dan tidak digunakan untuk berbuat maksiat atau melakukan hal-hal yang dilarang oleh Tuhan.

Bersyukur dengan hati akan membuat seseorang meyakini bahwa segala nikmat (senang dan susah) datangnya hanya dari Tuhan. Pada materi ini individu diharapkan mampu untuk menemukan apa saja nikmat

(27)

yang telah diperoleh baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan, selain itu individu mampu untuk meyakini bahwa nikmat-nikmat yang diperoleh tersebut bersumber dari Tuhan. Serta materi ini dapat membantu individu menemukan hikmah (hal positif) yang diperoleh dari nikmat-nikmat tersebut serta mengakuinya sebagai bentuk kasih sayang Tuhan kepadanya. Ketika seseorang bersyukur dengan hati, seseorang akan terdorong untuk menerima dengan ikhlas segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupannya. Bersyukur pada situasi sesulit apapun akan dipersepsikan sebagai karunia Tuhan yang harus diterima dan dijalani dengan rasa nikmat. Fitch-Martin (2015), menyatakan bahwa bersyukur efektif untuk menurunkan stres karena kebersyukuran memainkan peran penting terkait dengan bagaimana seseorang mempersepsikan suatu kejadian. Kebersyukuran akan mendorong seseorang untuk menginterpretasikan kejadian-kejadian secara lebih positif dan hal tersebut meminimalisir munculnya stres. Sarafino dan Folkman (Anastasia, 2012) mengemukakan bahwa Positive reappraisal dapat membantu individu agar tidak mudah menyerah pada stressor yang ada. Sebaliknya, ketika seseorang tidak bersyukur (kufur) akan lebih rentan terhadap stres kerja. Sehingga, penulis mengasumsikan bahwa akibat dari kufur adalah terlalu banyak manusia modern yang hidup di dalam kadar stres yang cukup berat, emosi yang labil, hidup dalam ketakutan, rasa cemas yang berlebihan, mudah marah.

(28)

Bersyukur dengan lisan, merupakan sarana untuk mengungkapkan apa yang terkandung di dalam kalbunya. Materi ini individu dapat mengidentifikasi nikmat-nikmat Tuhan yang telah mereka peroleh, mampu mengidentifikasi kebaikan rekan kerja mereka sebagai wujud nikmat dari Tuhan, serta mampu mengekspresikan syukur dengan lisan. Rasa syukur secara lisan tidak hanya diberikan ketika kita memperoleh nikmat, bahkan ketika kita mendapat musibah kita diminta untuk selalu bersyukur. Rasa syukur secara lisan tidak hanya diberikan ketika kita memperoleh nikmat, bahkan ketika kita mendapat musibah kita diminta untuk selalu bersyukur. Sebagaimana firman Allah :

"(Yaitu) orang-orang yang apabila mereka ditimpa oleh suatu kesusahan, mereka berkata: Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jualah kami kembali." (Al Baqarah, 156).

Berterima kasih kepada Allah secara lisan atas segala nikmat yang diperoleh atau pada hal yang dipandang negatif, menjadikan individu lebih bersyukur serta meyakini bahwa nikmat yang telah ada akan ditambah oleh Allah SWT, hal ini dikutip dari Q.S Ibrahim (7) :

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu “.

Ketika kita berterima kasih kepada orang lain maka akan menciptakan dukungan sosial yang erat antar rekan sekerja, hal ini dapat dijelaskan oleh Robbins dan Judge (2008), bahwa adanya dukungan sosial berperan dalam mendorong seseorang dalam pekerjaan. Apabila tidak ada dukungan sosial yang baik maka stres karyawan akan tinggi.

(29)

Selanjutnya setelah seseorang meyakini dan menyadari banyak nikmat dari Allah SWT, ia akan tergerak untuk menggunakan nikmat tersebut sebagai wujud syukurnya kepada Tuhan (bersyukur dengan perbuatan). Materi yang akan diberikan adalah materi yang terkait syukur dengan anggota tubuh, diharapkan membantu seseorang untuk dapat mengidentifikasi nikmat-nikmat yang diperoleh dari beberapa aspek kehidupan serta mampu menyebutkan contoh cara mensyukurinya dengan perbuatan atau anggota tubuh, mampu mempraktekkan cara mengekspresikan syukur dengan perbuatan, serta mampu mempraktekkan cara-cara mengendalikan diri agar terhindar dari perangai marah. Pengendalian diri sangat penting dimiliki ketika menghadapi stres seperti yang dikemukakan oleh Hurlock (1990) bahwa kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya. Sehingga ketika menghadapi stres individu mampu untuk memberikan batasan-batasan dalam mengendalikan tingkah lakunya yang disebabkan oleh stressor. Seseorang yang bersyukur akan melakukan segala sesuatu yang positif atau akan memunculkan berbagai respon positif sebagai usahanya dalam melakukan hal-hal yang disukai oleh pihak pemberi (Allah atau manusia sebagai perantara).

Pelatihan kebersyukuran dapat digunakan untuk menurunkan stres kerja pada karyawan lembaga keuangan melalui mengenal nikmat melalui hati, menerima nikmat yang Allah berikan serta memuji Allah atas nikmat yang diberikan oleh-Nya.

(30)

D. Kerangka Pemikiran

STRESSOR

1. Mencapai target pemenuhan nasabah dalam deadline tertentu

2. Beban kerja yang tinggi 3. Overtime yang menyebabkan

kelelahan fisik

4. Penagihan angsuran nasabah yang sering terlambat

5. Tambahan beban kerja

STRES YANG NEGATIF (Distress)

1. Fisiologis

‐ Mudah lelah fisik ‐ Sulit tidur ‐ Detak jantung meningkat ‐ Sakit kepala 2. Psikis ‐ Cemas, tegang ‐ Mudah marah ‐ Bosan terhadap pekerjaan ‐ Hilang konsentrasi 3. Perilaku ‐ Absensi ‐ Makan berlebihan ‐ Tidak berminat berhubungan dengan orang lain PELATIHAN KEBERSYUKURAN 1. Syukur dengan hati

2. Syukur dengan lisan 3. Syukur dengan perbuatan

STRES YANG POSITIF (Eustress)

1. Fisiologis

‐ Fisik lebih sehat ‐ Tidur lebih berkualitas ‐ Detak jantung normal ‐ Sakit kepala menghilang

2. Psikis

- Lebih tenang

- Mampu mengendalikan emosi

- Senang dengan pekerjaan - Fokus dalam bekerja - Puas dengan

pekerjaannya 3. Perilaku

‐ Semangat dalam bekerja ‐ Hubungan dengan orang lain menjadi lebih baik

(31)

Pada konsep pelatihan kebersyukuran ini peserta akan melalui tiga tahapan proses dalam bersyukur (al-Jauziyyah, 2010); (al-Munajjid, 2006), yaitu :

a. Syukur secara hati

Segala sesuatu yang diyakini sebagai karunia Tuhan. Hal ini dilakukan dengan cara menanggapi sumber stres dengan pikiran dan perasaan positif.

b. Syukur secara lisan

Memuji Tuhan dan menceritakan karunia-Nya. Hal ini dilakukan dengan cara selalu mengingat karunia yang telah diterimanya.

c. Syukur secara perbuatan

Melakukan kebaikan dan menghindari hal yang menjadi larangan-Nya. Hal ini dilakukan dengan cara menanggapi sumber stres dengan perilaku yang positif. Beberapa stressor yang dihadapi oleh karyawan Lembaga Keuangan X ini akan termanifestasi menjadi stres yang negatif (distress) sehingga diharapkan dengan adanya pelatihan kebersyukuran akan mampu menurunkan stres kerja atau merubah stres kerja yang negatif menjadi positif (eustress).

D. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan tingkat stres kerja pada karyawan lembaga keuangan X di Yogyakarta antara sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan kebersyukuran. Stres kerja karyawan akan menurun setelah diberikan pelatihan kebersyukuran.

Referensi

Dokumen terkait

Dian Anggraini. An Analysis of Translation Techniques and Translation Quality of Economic Terms in The Warren Buffett Portfolio: Mastering the Power

Sistem drainase di Kabupaten Barru memanfaatkan topografi yang cukup terjal dan berbukit-bukit.Dengan kondisi seperti itu, air hujan yang jatuh dapat mengalir

Rencana Tata Ruang Kabupaten dijabarkan dari rencana propinsi dan menetapkan lokasi dari kawasan yang harus dilindungi dan dibudidayakan serta wilayah yang akan

Komunikasi sangat penting guna mempermudah efektivitas dan efisiensi kerja. Komunikasi internal OZ dilakukan oleh semua staf, baik itu dengan sesama staf maupun antara staf

Sebagai konsep, active learning adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar yang subyek didiknya terlibat secara intelektual dan emosional sehingga ia betul-betul

Alih teknologi adalah pengalihan kemampuan memanfaatkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi antar lembaga, badan atau orang, baik yang berada dalam

Rencana Strategis Perubahan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Cianjur ini, disusun sebagai bahan pedoman pelaksanaan pembangunan lima (5) tahunan

Dengan bentuk busana cenderung sederhana, loose, tidak kebesaran (oversize) tetapi juga tidak membentuk tubuh atau memperlihatkan lekukan-lekukan tubuh. Busana muslim