KESENJANGAN HARAPAN ANTARA NASABAH DAN MANAJEMEN TERHADAP PENYAMPAIAN INFORMASI KEUANGAN DAN
NON-KEUANGAN: STUDI EMPIRIS BPR DAN BPRS DI BANDA ACEH DAN ACEH BESAR
Maulana Kamal Bustamam
Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala
Management who has a comprehensive manner of information about the operation and performance of banks will not provide such aggregate information to stakeholders. Stakeholders have only limited information on financial statements.. This condition can lead to a gap between stakeholder expectations and the management of financial information and non-financial services disclosed in the financial statements. The purpose of this study was to determine the gap between customer expectations with management on financial performance report attributes the BPR and BPRS and to identify gaps between customer expectations with management on the attributes of non-financial performance reports BPR and BPRS.
The results show that there is no gap between customer expectations and management of financial information submitted by the management of BPR and BPRS. While examination of non-financial information shows the gap between customer expectations and management of non-financial information delivery BPR and BPRS.
Key words: Financial Information, non-financial information, performance.
Pendahuluan
Saat ini dan di masa depan, cara terbaik untuk perusahaan agar dapat bertahan dan berhasil dalam jangka panjang adalah dengan mengetahui keinginan (wants) dan kebutuhan (needs) dari setiap stakeholders dan berusaha memenuhi hal tersebut. Perubahan orientasi serta fokus kebutuhan dan keinginan (needs & wants) yang semula hanya menjadi titik perhatian pemegang saham (shareholders) kini telah bergeser menjadi perhatian pihak yang lebih luas yaitu
stakeholders, yang terdiri dari pemegang
saham, pelanggan, pemasok, pemerintah, maupun masyarakat sekitarnya (Wibisono, 2006:7).
Scott (2000) menyatakan bahwa perusahaan mempunyai banyak kontrak, misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para manajernya dan kontrak
pinjaman antara perusahaan dengan
krediturnya. Teori agensi (agency theory) memiliki asumsi bahwa masing-masing
individu semata-mata termotivasi oleh
kepentingan diri sendiri sehingga
menimbulkan konflik kepentingan antara
principal dan agent. Pemegang saham
sebagai pihak principal mengadakan kontrak
untuk memaksimumkan kesejahteraan
dirinya dengan profitabilitas yang selalu
meningkat. Manajer sebagai agent
termotivasi untuk memaksimalkan
pemenuhan kebutuhan ekonomi dan
psikologisnya antara lain dalam hal
memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Masalah keagenan muncul karena adanya perilaku oportunistik dari agent, yaitu perilaku manajemen untuk memaksimumkan kesejahteraannya sendiri
yang berlawanan dengan kepentingan
principal. (Halim dkk, 2005:119)
Menurut Sinkey (1992:79) dalam Sukarno (2005:341), salah satu hubungan
principal-agent terpenting di bidang keuangan dan industri keuangan jasa adalah
depositor–borrower (yaitu bank).
Masing-masing pihak memiliki kepentingan rasional
yang sangat berpotensi memunculkan
masalah. Menurut Arrow (1985) dalam Yaya dkk. (2006) ada dua tipe masalah dalam hubungan principal-agent, yaitu tindakan yang tidak diketahui (hidden action) dan
informasi yang tidak diketahui (hidden
information).
Hubungan antara principal dan agent
dapat mengarah pada kondisi
ketidakseimbangan informasi (information
asymmetry) karena agent berada pada posisi
yang memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan
principal. Asimetri informasi terjadi karena
manajer lebih superior dalam menguasai informasi dibanding pihak lain (pemilik atau pemegang saham). Dengan asumsi bahwa
individu-individu bertindak untuk
memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka dengan asimetri informasi yang dimilikinya akan mendorong agent untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Pemilik modal dalam hal ini investor, akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajemen karena hanya memiliki sedikit informasi. Oleh karena itu,
terkadang kebijakan-kebijakan tertentu
dilakukan oleh manajemen perusahaan tanpa sepengetahuan pihak pemilik modal atau
investor. Hal ini kemudian dapat
menimbulkan kesenjangan harapan antara informasi yang diharapkan oleh pemilik modal atau investor.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Yaya dkk. (2006) yang meneliti kesenjangan harapan antara nasabah dengan manajemen Bank Syari’ah terhadap atribut laporan kinerja keuangan dan non-keuangan Bank Syari’ah yang dilakukan pada Bank Syari’ah di Yogyakarta dan Surakarta. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah objek penelitian diperluas dengan memasukkan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) di
Banda Aceh dan Aceh Besar dan
menggunakan teknik pengambilan sampel
purposive sampling . Masalah Penelitian
Manajemen yang mempunyai
informasi tentang operasi dan kinerja bank secara komprehensif, tidak akan memberikan
keseluruhan informasi tersebut kepada
stakeholders. Stakeholders hanya mendapat
informasi yang terbatas atas laporan
keuangan, sehingga keinginan stakeholders untuk memperoleh informasi tersebut sangat sulit dipenuhi oleh manajemen. Kondisi ini selanjutnya dapat menimbulkan terjadinya
kesenjangan harapan antara stakeholders dan manajemen atas informasi keuangan dan non-keuangan yang diungkapkan dalam laporan keuangan.
Nasabah bank, untuk meningkatkan kemampuannya dalam memprediksi kinerja
bank, akan cenderung mengharapkan
tersedianya informasi yang lebih banyak, termasuk informasi tentang kegagalan bank dalam kebijakan operasionalnya. Akan tetapi, Dilain pihak bank mengingat adanya prinsip kerahasian dan kehati-hatian bank, sehingga akan sangat selektif dalam menyampaikan
informasi kepada publik. Kondisi ini
memungkinkan terjadinya kesenjangan
harapan dalam hal informasi kinerja
keuangan antara nasabah penabung dengan manajemen bank sebagai penyedia informasi. Fenomena yang ada tersebut sangat menarik untuk diteliti. Berkenaan dengan itu, maka masalah penelitian ini adalah: 1. Apakah terdapat kesenjangan harapan antara nasabah dan manajemen terhadap atribut laporan kinerja keuangan BPR dan BPRS, 2. Apakah terdapat kesenjangan harapan antara nasabah dan manajemen terhadap atribut laporan kinerja non-keuangan BPR dan BPRS.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui: 1. Kesenjangan harapan antara nasabah dan manajemen terhadap atribut laporan kinerja keuangan BPR dan BPRS, 2. Kesenjangan harapan antara nasabah dan manajemen terhadap atribut laporan kinerja non-keuangan BPR dan BPRS.
Manfaat dan Signifikansi Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat: 1. Bagi BPR dan BPRS di Banda Aceh dan Aceh Besar, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam
mengevaluasi kebijakan pengungkapan
kinerja yang dilakukan selama ini. Adanya
kesenjangan yang signifikan akan
memerlukan perhatian manajemen untuk
melakukan perbaikan kebijakan
pengungkapan informasi kepada publik, 2. Bagi kalangan akademisi, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menilai informasi yang terkait dengan pelaporan kinerja perbankan dalam mempengaruhi perilaku nasabah bank saat pengambilan
keputusan, 3. Sebagai bahan referensi bagi penelitian- penelitian berikutnya.
Tinjauan Pustaka
5.1 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Dan Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS)
Berdasarkan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan mendefinisikan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) sebagai satu pengertian yang sama, namun dalam prinsip yang
berbeda. Undang-undang tersebut
mendefinisikan: Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syari’ah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (UU No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 Ayat 4, 1998:3).
Dalam cetak biru (blue print) tentang Bank Perkreditan Rakyat yang diterbitkan
oleh Direktorat Pengawasan Bank
Perkreditan Rakyat Bank Indonesia,
menjelaskan definisi Bank Perkreditan
Rakyat sebagai: “Satu jenis bank yang kegiatan usahanya terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di daerah pedesaan” (DPBPR-BI, 2006:2). Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah sendiri dalam cetak biru (blue print) Pengembangan
Perbankan Syari’ah Indonesia yang
diterbitkan oleh Biro Perbankan Syari’ah Bank Indonesia didefinisikan sebagai: Bank
Perkreditan Rakyat yang beroperasi
berdasarkan prinsip syari’ah yaitu prinsip bagi hasil (BI, 2006:4).
5.2 Informasi Keuangan dan Non-keuangan
Informasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam organisasi untuk membantu manajemen dalam pengambilan keputusan. Arus informasi dalam suatu organisasi dapat diibaratkan seperti aliran darah dalam tubuh manusia.
Menurut Mulyadi (2001:11)
informasi adalah suatu fakta, data,
pengamatan, persepsi atau sesuatu yang lain yang menambah pengetahuan. Informasi diperlukan oleh manusia untuk mengurangi ketidakpastian.
Baridwan (1993:4) mendefinisikan informasi merupakan keluaran dari suatu pengolahan data yang biasanya tersusun dengan baik sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Akuntansi adalah suatu sistem informasi berdasarkan di mana pihak-pihak yang berkepentingan dalam usaha mengambil keputusan informasi sebagai hasil dari akuntansi yang dibutuhkan oleh berbagai pihak baik itu informasi internal maupun eksternal.
Sedangkan Jogianto (1992:84)
mendefinisikan informasi sebagai hasil pengolahan data dalam bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi para penerimanya yang menggambarkan suatu kejadian (event) yang nyata (fair) yang digunakan dalam pengambilan keputusan.
5.2.1. Informasi Keuangan
Menurut Roebuck et, al. (2000:217),
management is responsilble for the preparation and presentation of prospective financial information, including the identification and disclosure of underlying assumptions.
Kemampuan laporan keuangan untuk memberikan informasi yang berguna bagi investor tidak terlepas dari permalasahan karakteristik kualitatif dari laporan keuangan itu sendiri, yaitu reliabitas dan relevansi. Informasi dapat dikatakan andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus dan jujur dari yang seharusnya disajikan. Sebaliknya,
sebaliknya informasi relevan adalah
informasi yang memiliki kualitas revelan
kalau dapat mempengaruhi keputusan
ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini,
atau masa depan, menegaskan atau
mengoreksi hasil evaluasi mereka pada masa lalu (IAI, 2007). Menurut Kieso dan Weygandt (1995:53), informasi akuntansi dapat dikatakan andal jika memenuhi tiga karakteristik utama, yaitu dapat periksa, jujur dalam penyajian, dan netral. Sebaliknya, informasi akuntansi dapat dikatakan relevan jika mempunyai nilai prediktif dan nilai umpan balik.
Keinginan nasabah untuk
mendapatkan informasi keuangan yang selengkap-lengkapnya sulit dipenuhi oleh
beberapa faktor seperti biaya penyajian
informasi, keinginan manajemen
menghindari resiko untuk terlihat
kelemahannya, dan waktu yang digunakan untuk menyajikan informasi (Khomsiyah dan Susanti, 2003). Di samping hal tersebut menurut Mardiyah (2002) manajemen perlu mempertimbangkan cost and benefit dalam
menyajikan disclosure dalam laporan
keuangan atau laporan tahunan.
Pertimbangan cost and benefit juga dapat digunakan manajemen dalam memberikan penyampaian informasi keuangan, sehingga manajemen akan lebih selektif dalam menyampaikan informasi keuangannya.
Kondisi tersebut dapat menyebabkan terjadinya kesenjangan harapan penyampaian informasi keuangan antara nasabah dan manajemen.
5.2.2 Informasi Non-keuangan
Informasi-informasi non-keuangan
yang semakin banyak diperoleh nasabah akan
mempermudah nasabah untuk menilai
penerapan prinsip konvensional atau syari’ah dan pelayanan bank. Namun menurut Khomsiyah dan Susanti (2003) manajemen
tidak bisa memberikan informasi
selengkapnya karena beberapa faktor seperti
biaya penyajian informasi, keinginan
menghindari resiko untuk terlihat
kelemahannya, waktu yang digunakan untuk menyajikan informasi.
Nasabah membutuhkan informasi non-keuangan untuk menilai bagaimana kualitas penerapan prinsip konvensional atau syari’ah dan kualitas pelayanan bank karena hal tersebut merupakan alasan utama
menabung di bank. Hal tersebut
menyebabkan terjadinya perbedaan
perolehan informasi antara nasabah dan manajemen, di mana manajemen tidak bisa menyampaikan informasi non-keuangan yang lengkap sedangkan nasabah membutuhkan
informasi non-keuangan yang lengkap.
Kondisi tersebut dapat menyebabkan
terjadinya kesenjangan harapan penyampaian informasi non-keuangan antara nasabah dan manajemen.
5.3 Pelaporan Kinerja Bank
Hameed (2002) dalam Yaya dkk. (2006) menyatakan bahwa lembaga keuangan
bank perlu menggunakan prinsip full
disclosure. Prinsip ini mendorong lembaga
seperti bank untuk melaporkan secara
optimal tidak saja kinerja keuangan
melainkan kinerja non-keuangan.
5.3.1 Pengertian Kinerja
Kinerja dapat diartikan sebagai
sesuatu yang dicapai, prestasi yang
diperlihatkan atau kemampuan kerja yang ditunjukkan (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995:503).
Dari sudut pandang organisasi yang berorientasi peningkatan laba (profit oriented
organization), kinerja dibagi dua bentuk
(LAN dan BPKP, 2000:8), yaitu:
a. Kinerja keuangan, yaitu kinerja yang
ditekankan pada seberapa jauh
organisasi sebagai lembaga ekonomi mampu menghasilkan laba yang telah ditetapkan agar dapat dicapai visi dan misi organisasi. Kinerja
keuangan memperlihatkan
kemampuan organisasi dalam
menghasilkan keberdayaan keuangan untuk kesejahteraan seluruh anggota organisasi dan memberikan dampak
secara luas pada kemaslahatan
masyarakat luas. Dalam organisasi
badan usaha, kinerja keuangan
ditampakkan dengan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kas dan setara kas yang terwakili dalam bentuk pencapaian laba dari aktivitas organisasi.
b. Kinerja manajemen, yaitu kinerja yang memperlihatkan kemampuan
manajemen dalam
menyelenggarakan proses
perencanaan, pengendalian dan
pengorganisasian terhadap kegiatan keseharian organisasi dalam suatu kerangka besar pencapaian visi organisasi.
5.3.2. Manfaat Pengukuran Kinerja
Kinerja dapat digunakan untuk menilai prestasi manajemen. Seperti yang
dinyatakan oleh Wibisono (2006:14),
keberhasilan seorang menejer seharusnya diukur dalam jangka pendek dan jangka
panjang. Konsep tersebut mendorong
menejer untuk mengembangkan model
pengukuran keberhasilan yang tidak lagi semata-mata menggunakan ukuran keuangan namun juga ukuran non-keuangan.
Pengukuran yang dilakukan terhadap kinerja memberikan manfaat bagi setiap
menyatakan bahwa penilaian kinerja dimanfaatkan oleh organisasi untuk:
a. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui motivasi personel secara maksimum.
b. Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penghargaan personel, seperti sistem promosi, transfer dan pemberhentian.
c. Mengidentifikasi kebutuhan
pelatihan dan pengembangan
personalia dan menyediakan kriteria
seleksi dan evaluasi program
pelatihan.
d. Menyediakan suatu dasar untuk mendistribusikan penghargaan.
5.3.3. Kinerja Keuangan
Menurut Prastowo (2005) dalam Yaya dkk. (2006) untuk menilai kinerja
keuangan suatu perusahaan diperlukan
ukuran-ukuran. Salah satu cara untuk
mempelajari dan mengukur keadaan
keuangan perusahaan adalah dengan analisis rasio keuangan. Bahan untuk mengadakan analisis rasio adalah laporan keuangan yang secara periodik dikeluarkan perusahaan. Laporan keuangan dapat berbentuk neraca, laporan rugi-laba, atau laporan aliran kas.
Kinerja keuangan bank sebagai salah satu perusahaan jasa dapat diukur dengan melihat variabel kinerja kunci seperti pada tabel berikut:
Tabel 1
Variabel Kinerja Keuangan Bidang
Usaha
Variabel
Kinerja Kunci Deskripsi
Perusahaan Jasa
Asset management ratio
Ukuran yang manilai efisiensi suatu perusahaan dalam memeanfaatkan asset yang dimilikinya.
Profitability ratio Ukuran yang manilai efisiensi suatu perusahaan dalam menghasilkan keuntungan.
Liquidity ratio Ukuran untuk menilai kemampuan perusahaan memenuhi kebutuhan jangka pendeknya.
Market share Bagian dari pasar yang dilayani oleh perusahaan relatif terhadap keseluruhan pasar.
Market position Posisi perusahaan relatif terhadap keseluruhan pasar.
Business growth Tren yang menunjukkan perkembangan skala bisnis perusahaan.
Sumber: Wibisono (2006)
5.3.4. Kinerja Non-keuangan Bank
Saat ini, pengukuran kinerja berbasis non-keuangan menjadi semakin penting karena meningkatnya minat level manajemen
yang lebih tinggi untuk menemukan
“jantung” dari proses operasi bisnis mereka. Salah satu keuntungan dari penggunaan kinerja non-keuangan adalah bahwa variabel-variabel tersebut lebih mudah dimengerti oleh siapapun yang mengunjungi lantai operasi, sehingga persoalan-persoalan dalam proses operasi baik di perusahaan manufaktur
maupun jasa dapat dikenali sesegera
mungkin (Wibisono, 2006: 5).
Informasi lain yang cukup penting adalah informasi tentang standar pelayanan nasabah sehingga nasabah memperoleh
perlindungan atas hak-haknya saat
berhubungan dengan pihak bank. Informasi tentang bidang dan kualitas pelayanan yang dilakukan juga menjadi penting mengingat informasi ini dapat memberi gambaran pada nasabah tentang pelayanan bank dalam menjalankan operasi bisnisnya.
Beberapa variabel kinerja
non-keuangan terhadap kualitas layanan
ditunjukkan pada tabel sebagai berikut:
Tabel 2
Variabel Kinerja Non-keuangan terhadap Kualitas Pelayanan
Yang dapat terlihat (Tangibles)
Tampilan secara fisik dari fasilitas, perkakas, personel, dan alat komunikasi.
Keandalan
(Reliability)
Kemampuan untuk menampilkan pelayanan yang dijanjikan dengan akurat.
Daya tanggap
(Responsiveness)
Kemampuan membantu pelanggan dan melayani dengan benar.
Kompetensi
(Competence)
Potensi yang dimiliki, baik ketrampilan maupun pengetahuan, yang dibutuhkan untuk melayani. Kesopanan
(Courtesy)
Kesopanan, sikap menghormati, tenggang rasa, dan persahabatan dari personel.
Kredibilitas (Credibility) Dapat dipercaya dan jujur dalam menyediakan layanan.
Keamanan (Security) Bebas dari bahaya, risiko, dan keraguan.
Akses (Access) Kemudahan untuk dikontrak dan diakses.
Komunikasi
(Communication)
Menjaga agar pelanggan agar selalu mendapat informasi dalam bahasa yang mudah mereka mengerti.
Memahami pelanggan
(understanding the customer)
Usaha mengenali pelangan dan memahami kebutuhan mereka.
Sumber: Wibisono (2006)
5.4 Teori Agensi dan Asimetri Informasi
Dalam teori keagenan (agency
theory), hubungan agensi muncul ketika satu
orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu
jasa dan kemudian mendelegasikan
wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Sebagai agent, manajer secara
moral bertanggung jawab untuk
mengoptimalkan keuntungan para pemilik
(principal), namun di sisi lain manajer juga
mempunyai kepentingan memaksimumkan kesejahteraan mereka. Sehingga ada kemungkinan besar agent tidak selalu bertindak demi kepentingan terbaik principal (Jensen dan Meckling, 1976).
Asimetri informasi adalah suatu keadaan di mana manajer memiliki akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan. Agency
theory mengimplikasikan adanya asimetri
informasi antara manajer (agent) dengan pemilik (principal) (Halim dkk., 2005:120).
Guenther (2005:4) menyatakan
pengertian asimetri informasi sebagai
berikut: information asymmetry means that
managers working inside a publicity traded corporation have access to information about the corporation’s business and it’s future prospects that people outside the corporation don’t have. Having access to this information could help people outside the corporation make more accurate assessment of the company’s past performance, the company’s expected future performance, the resources
available to the company, and the riskiness of the company.
Scott (2000) menyatakan bahwa terdapat dua tipe asimetri informasi yaitu:
a. Adverse selection adalah para
manajer serta orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak
informasi dibandingkan investor
sebagai pihak luar dan fakta yang
mungkin dapat mempengaruhi
keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham.
b. Moral hazard adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pengguna saham ataupun pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan
tindakan di luar pengetahuan
pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan.
5.5 Kesenjangan Harapan
Ada banyak model yang dapat digunakan untuk menganalisis kesenjangan harapan. Salah satunya adalah gap model yang dikembangkan oleh Parasuraman, yang menyebutkan ada 5 gap yang dapat menyebabkan kegagalan penyampaian jasa (Tjiptono, 2000).
1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen.
2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa.
3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.
4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal.
5. Gap antara jasa yang dirasakan dengan jasa yang diharapkan.
Selanjutnya Porter (1993:66) dalam Bostick et, al. (2004) menyarankan beberapa langkah dalam menghadapi kesenjangan harapan (expectation gap) yaitu:
1. Mendeteksi adanya kesenjangan
harapan (detect expectation gap);
2. Menggolongkan masing-masing
kesenjangan harapan (categorize
each expectation gap);
3. Mengambil langkah perbaikan yang tepat (take appropriate corrective
action). Metodelogi Penelitian 6.1. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh nasabah dan manajemen Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) dan Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) di wilayah Banda Aceh dan Aceh Besar. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel non-probabilitas yang disesuaikan dengan kriteria tertentu (Cooper and Emory, 1995:228). Kriteria yang digunakan dalam purposive sampling dapat berdasarkan pertimbangan (judgement) atau jatah (quota) tertentu (Jogianto, 2007:79). Dalam penelitian ini, kriteria pengambilan sampel untuk nasabah adalah nasabah tabungan dan nasabah deposito yang telah menabung minimal satu tahun, sedangkan kriteria untuk manajemen adalah manajemen level menengah ke atas. Berdasarkan studi lapangan ditemukan bahwa manajemen level menengah ke atas berjumlah 40 orang. Dengan menyandarkan diri pada data jumlah manajemen, maka peneliti menggunakan rata-rata tertimbang untuk mendapat jumlah nasabah yang akan menjadi responden dalam penelitian ini. Adapun jumlah responden di masing- masing BPR dan BPRS adalah sebagai berikut :
Tabel 3
Jumlah Responden di Masing-masing BPR dan BPRS
No. Nama Bank Kota Madya/
Kabupaten Jumlah Responden Nasabah Manajemen BPR Konvensional 1 2 3 4 5 6 PD. BPR Mustaqim Meuraxa. Kop. BPR Ingin Jaya.
PT. BPR Darul Imarah Jaya. PD. BPR Mustaqim Lhoknga. PD. BPR Mustaqim Selimeuem. PD. BPR Mustaqim Sukamakmur. Banda Aceh Aceh Besar Aceh Besar Aceh Besar Aceh Besar Aceh Besar 4 7 6 4 3 4 4 7 6 4 3 4 BPR Syari’ah 1 2 3 PT. BPRS Baiturrahman. PT. BPRS Hikmah Wakilah. PT. BPRS Hareukat. Banda Aceh Banda Aceh Aceh Besar 3 4 5 3 4 5
Jumlah 6 (enam) BPR dan
3 (Tiga) BPRS 40 40
Sumber: Arsip Bank Indonesia Banda Aceh, 2008 (diolah) 6.2. Data dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer. Teknik pengumpulan data diperoleh
dengan cara membagikan kuisioner.
Pendistribusian kuisioner dilakukan dengan cara mengantar atau mengirim langsung kepada respoden dan memberikan waktu untuk mengisinya. Jawaban kuisioner akan dikumpulkan kembali secara langsung oleh
peneliti. Cara seperti ini ditempuh dengan pertimbangan untuk menghindari hilang atau tidak kembalinya kuisioner.
6.3. Definisi dan Operasional Variabel
Variabel penelitian ini meliputi (1) persepsi terhadap urgensi pelaporan kinerja keuangan dan (2) persepsi terhadap urgensi pelaporan kinerja non-keuangan. Identifikasi variabel yang dipakai dalam penelitian ini
akan diperlihatkan pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4. Operasional Variabel
Variabel Penjelasan Pertanyaan Sumber Manajeme n Nasabah Persepsi terhadap urgensi pelaporan kinerja keuangan. Persepsi terhadap urgensi pelaporan kinerja non-keuangan.
Adapun atribut dalam hal persepsi terhadap
urgensi pelaporan kinerja keuangan,
meliputi persepsi responden terhadap
urgensi pelaporan berbagai kinerja
keuangan bagi responden, seperti informasi pendapatan yang dibagihasilkan, bagi hasil untuk nasabah, bagi hasil untuk bank,
ekuivalen rate dari bagi hasil, LDR, NPL,
CAR dan kinerja keuangan lainnya.
Atribut dalam hal persepsi terhadap urgensi pelaporan kinerja non keuangan, meliputi
persepsi responden terhadap urgensi
pelaporan berbagai kinerja non keuangan bagi responden, seperti kesesuaian dengan prinsip syariah, jenis layanan (pembiayaan dan penghimpunan), standar pelayanan pada nasabah, syarat-syarat pengajuan kredit (pembiayaan), kinerja manajemen dan staff bank biaya transaksi dan biaya berbagai pelayanan bank. 13 Item 10 Item 13 Item 10 Item Yaya dkk. (2006) Yaya dkk. (2006)
Variabel-variabel di atas diukur dengan menggunakan teknik skala likert yang menggunakan lima angka penilaian yaitu: (1) Tidak penting; (2) Kurang penting; (3) Penting; (4) Lebih penting; (5) Sangat penting. Responden akan diminta untuk
memberikan jawaban atas sejumlah
pertanyaan yang diberikan peneliti di dalam kuesioner.
6.4. Pengujian Hipotesis
Kebutuhan penggunaan
Independent-Samples T Test sering ditemukan dalam riset
bisnis. Metode ini dapat digunakan dalam membandingkan perubahan harga saham biasa (common stock) dari dua sampel; menyelidiki produktivitas pekerja dari dua kelompok; atau menilai pendapat publik dalam pemungutan suara dari sampel yang independen. Untuk sampel kecil, populasi yang berdistribusi normal, dan populasi yang memiliki varians yang sama,
Independent-Samples T Test tepat digunakan (Cooper and
Emory, 1995:449).
Menguji hipotesis dua sampel
independen adalah menguji kemampuan generalisasi rata-rata data dua sampel yang
tidak berkorelasi. Teknik statistik
Independent-Samples T Test adalah merupakan teknik statistik parametris yang digunakan untuk menguji komparasi data rasio atau interval (Sugiono, 2000: 134). Kriteria pengujian dengan menggunakan
Independent-Samples T Test adalah dengan
menggunakan level of significant 95% atau α = 0.05. Jika hasil pengujian
Independent-Samples T Test menunjukkan tingkat
signifikansi di bawah 0.05, maka variabel- variabel tersebut berbada secara rata-rata dan dapat diterima. Analisis data dalam penelitian
ini menggunakan perangkat SPSS
(Statistical Package for Social Science) Versi 15.0.
Hasil dan Pembahasan 7.1 Pengujian Hipotesis 1
Untuk menguji hipotesis pertama
6.864 .011 -1.851 78 .068 -.375 .203 -.778 .028 -1.851 68.433 .068 -.375 .203 -.779 .029 Equal variances assumed Equal variances not assumed Informasi Non Keuangan [Nasabah] F Sig. Levene's Test for
Equality of Variances t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error
Difference Lower Upper 95% Confidence
Interval of the Difference t-test for Equality of Means
Independent-Samples T Test yang dapat dijelaskan pada tabel berikut ini:
Tabel 5 Hasil Uji Independent-Samples T-Test Untuk Variabel Informasi Keuangan
.972 .327 -.567 78 .573 -.138 .244 -.625 .348 -.567 77.629 .573 -.138 .244 -.625 .348 Equal variances assumed Equal variances not assumed Informasi Keuangan [Nasabah] F Sig.
Levene's Test for Equality of Variances t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error
Difference Lower Upper 95% Confidence
Interval of the Difference t-test for Equality of Means
Sumber: Data Primer, 2009 (diolah)
Hasil uji hipotesis pertama yang terlihat pada tabel di atas menunjukkan bahwa variabel kinerja keuangan memiliki nilai signifikan sebesar 0.327. Nilai ini lebih besar dari nilai alpha (0.05), sehingga Ho
diterima sedangkan Ha tidak dapat peneliti
konfirmasi. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat kesenjangan harapan antara
nasabah dan manajemen terhadap atribut laporan kinerja keuangan BPR dan BPRS.
7.2 Pengujian Hipotesis 2
Untuk menguji hipotesis kedua
dalam penelitian ini dilakukan uji
Independent-Samples T Test yang dapat
dijelaskan pada tabel berikut ini:
Tabel 6. Hasil Uji Independent-Samples T-Test Untuk Variabel Informasi Non-keuangan
Sumber: Data Primer, 2009 (diolah)
Hasil uji hipotesis kedua yang terlihat pada tabel di atas menunjukkan
bahwa variabel kinerja non-keuangan
memiliki nilai signifikan sebesar 0.011. Nilai ini lebih kecil dari nilai alpha (0.05),
sehingga Ha diterima. Maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat kesenjangan harapan antara nasabah dan manajemen
terhadap atribut laporan kinerja
non-keuangan BPR dan BPRS.
Kesimpulan dan Saran
Dari hasil pengujian yang telah
dilakukan terhadap permasalahan yang
dirumuskan dalam hipotesis penelitian
dengan menggunakan Independent-Samples
T Test, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut: 1. Peneliti tidak berhasil mengkonfirmasi hipotesis bahwa terdapat kesenjangan harapan antara nasabah dan manajemen terhadap atribut laporan kinerja keuangan BPR dan BPRS. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai signifikan adalah 0.327 (>0.05), sehingga hipotesis pertama
ditolak. Peneliti tidak berhasil
mengkonfirmasi hipotesis ini dapat
disebabkan oleh bank menganut prinsip
kerahasiaan dalam mengkomunikasikan
informasi keuangan kepada nasabah sehingga
nasabah sulit mendapatkan informasi
keuangan bank secara lengkap, 2. Peneliti berhasil mengkonfirmasi hipotesis bahwa terdapat kesenjangan harapan antara nasabah dan manajemen terhadap atribut laporan
kinerja non-keuangan BPR dan BPRS. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa nilai
signifikan adalah 0.011 (<0.05), sehingga hipotesis kedua diterima. Peneliti berhasil
mengkonfirmasi hipotesis ini dapat
disebabkan oleh kesenjangan terhadap
kinerja non-keuangan lebih mudah dikenali
dan dimengerti oleh siapapun yang
mengunjungi lantai operasi sesegera mungkin (Wibisono, 2006).
Penelitian ini mempunyai beberapa
kelemahan yang membatasi
kesempurnaannya. Oleh sebab itu,
keterbatasan ini perlu diperhatikan dalam penelitian selanjutnya. Adapun keterbatasan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Ruang lingkup penelitian masih terbatas yaitu pada BPR dan BPRS di Kota Banda Aceh dan Aceh Besar, 2. kuesioner tentang informasi
keuangan dan informasi non-keuangan
dikembangkan sendiri oleh penulis
berdasarkan literatur dan penelitian
sebelumnya (23 pertanyaan), sehingga
kemungkinan instrumen tersebut belum sepenuhnya mengukur apa yang seharusnya diukur dan konsistenai internal item-item kuesioner belum teruji secara baik.
Berdasarkan keterbatasan penelitian yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti memberikan beberapa saran untuk penelitian
selanjutnya sebagai berikut: 1. Area
penelitian dapat diperluas sehingga hasil penelitian mempunyai daya generalisasi yang
tinggi, 2. Instrumen kuesioner yang
dipergunakan hendaknya dapat
disempurnakan sehingga tingkat validitasnya
dan konsistensi internal dapat terus
ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia (2006). Cetak Biru Bank
Pengembangan Perbankan
Syariah Indonesia: Biro Perbankan Syariah. Jakarta.
<http://www.bi.go.id> (08-12-2008). Bank Indonesia ,(2006). Cetak Biru Bank
Perkreditan Rakyat Indonesia: Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat. Jakarta.
<http://www.bi.go.id> (08-12-2008). Baridwan, Zaki (1993). Sistem Informasi
Akuntansi. Yogyakarta: BPFE.
Bostick, Lisa et, al. (2004). Minimizing The
Expectation Gap. Academy of Accounting and Financial Studies Journal. Jan, 2004.
<http://findarticles.com> (05-12-2008).
Cooper, Donald E and C. William Emory
(1995). Bussiness Research
Methods. United States of America:
Richard D. Irwin, Inc.
Guenther, David A. (2005). Financial
Reporting Analysis. United Satates:
The McGraw-Hill Companies, Inc.
Halim, Julia dkk. (2005). “Pengaruh
Manajemen Laba pada Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang Termasuk dalam Indeks LQ-45”.
Simposium Nasional Akuntansi VIII, IAI, 2005.
Ikatan Akuntan Indonesia (2007). Standar
Akuntansi Keuangan revisi 2007.
Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Jensen, Michael C. dan W.H. Meckling
(1976). Theory of The Firm:
Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics 3. hal.
305-360.
Jogianto (2007). Metodologi Penelitian
Bisnis – Salah Kaprah dan Pengalaman-pengalaman.
Yogyakarta: BPFE- Yogyakarta. Jogianto (1992). Kepengenalan Komputer,
Dasar Ilmu Komputer, SIA dan Intelejensi Buatan. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995). Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Cetakan Kelima. Jakarta: Salemba Empat.
Khomsiyah dan Susanti (2003).
“Pengungkapan, Asimetri Informasi dan Cost of Capital”, Proceeding
Simposium Nasional Akuntansi VII, Surabaya, 16-17 Oktober 2003.
Hal. 1008-1018.
LAN dan BPKP (2000). Akuntabilitas dan
Good Governance Lembaga Administrasi Negara. Jakarta: LAN.
Mardiyah, A. A. (2002). “Pengaruh
Informasi Asimetri dan Disclosure terhadap Cost of Capital”, Jurnal
Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 5
No 2, Mei 2002.
.
Mulyadi (2001). Balanced Scorecard. Jakarta: PT. Salemba Empat.
Roebuck, P. et, al. (2000). “ Understanding Assurance Service Reports: A User Perspective”. Journal Accounting
and Finance. 40, pp. 211-232.
Scott, William R. (2000). Financial
Accounting Theory. Second edition. Canada: Prentice Hall.
Sugiono (2000). Statistika untuk
Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.
Sukarno, Hari (2005). Informasi Akuntansi Keuangan dan Kegagalan Bank Umum di Indonesia. Simposium
Nasional Akuntansi VIII. IAI. Hal
:340-354.
Wibisono, Dermawan (2006). Manajemen Kinerja – Konsep, Desain dan Teknik Meningkatkan Daya Saing
Perusahaan. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Yaya, Rizal dkk. (2006). Kesenjangan
Harapan Antara Nasabah Dan Manajemen Terhadap Penyampaian Informasi Keuangan Dan Non Keuangan Bank Syariah: Studi Empiris Bank Syariah di Yogyakarta
Dan Surakarta. Simposium
Nasional Akuntansi XI. Pontianak.