BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1Pengertian Penerjemahan
Pada dewasa ini kegiatan penerjemahan merupakan sebuah kegiatan yang penting untuk mentransfer makna dari BSu ke BSa. Penerjemahan sangat dibutuhkan untuk menerjemahkan text di segala bidang baik bidang linguistik (bahasa), pertanian, teknik, hukum, sosial dan masih banyak lagi bidang-bidang yang lain. Jika tidak ada penerjemah, maka sebuah text BSu akan sulit untuk dipahami. Oleh karena itu, seseorang penerjemah memiliki peranan yang penting dalam sebuah proses penerjemahan.
Kegiatan penerjemahan sudah dilakukan sejak zaman dahulu yaitu pada abad ke II. Banyak sekali definisi mengenai penerjemahan. Nida dan Taber (1969:12) berpendapat bahwa penerjemahan adalah menciptakan kembali makna dalam BSa padanan alami yang paling mendekati pesan dalam BSu, pertama dalam makna dan kedua dalam gaya bahasa. Sedangkan menurut Larson (1999), penerjemahan merupakan proses pemindahan makna dari BSu ke dalam BSa. Hal yang sangat penting untuk diingat adalah masalah kesepadanan makna, artinya makna dari BSu benar-benar dapat tersampaikan ke dalam BSa dengan baik.
2.2 Kompetensi Penerjemah
Albir dalam Fedoua Mansouri (2005:46) mendefinisikan kompetensi penerjemah sebagai kemampuan menterjemah (the ability of knowing how to
translate). Kompetensi penerjemah sangat diperlukan agar seseorang dapat
menerjemahkan teks BSu dengan baik ke dalam BSa. Kompetensi ini erat kaitannya dengan pengetahuan deklaratif yaitu pengetahuan tentang penerjemahan dan pengetahuan prosedural (tahu bagaimana cara menerjemahkan). Menurut Neubert (dalam Nababan, 2003:4, kompetensi penerjemahan dibagi menjadi 5 yaitu:
1. Language competence (kompetensi bahasa)
Kompetensi bahasa merupakan kemampuan penerjemah dalam menguasai dan memahami bahasa, baik menguasai BSu dan BSa. Kompetensi ini merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki seorang penerjemah yang meliputi kemampuan memahami morfologi, susunan gramatikal dan leksikal yang terdapat pada bahasa tersebut.
2. Textual Competence (Kompetensi Tekstual)
Kompetensi teks yaitu seorang penerjemah harus mampu menguasai teks dengan baik. Dalam hal ini, seorang penerjemah harus dapat merangkai kalimat sesuai dengan susunan gramatikal, kohesi, koherensi ke dalam BSa dengan baik.
3. Domain/Subjek Spesifik Competence (Kompetensi Bidang Ilmu)
Kompetensi ini berkaitan terhadap bidang ilmu yang diterjemahkan oleh seorang penerjemah. Seorang penerjemah harus benar-benar menguasai materi
teks yang diterjemahkan supaya hasilnya benar-benar dapat dipahami oleh si pembaca.
4. Cultural competence (kompetensi budaya)
Kompetensi budaya merupakan kemampuan penerjemah untuk menerjemahkan nilai-nilai budaya yang terdapat di dalam bahasa tersebut. Nilai-nilai budaya tersebut meliputi kondisi, situasi, adat istiadat, dan norma-norma budaya yang terkandung pada masyarakat tersebut yang mempengaruhi pola pikir dan melandasi pola tindakan manusia.
5. Transfer competence (kompetensi mengalihkan teks)
Kompetensi mengalihkan teks yaitu kompetensi dalam mentransfer makna BSu ke dalam BSa.
2.3Pengertian Pergeseran
Penerjemahan merupakan kegiatan mengungkapkan kembali makna atau pesan dari BSu ke dalam BSa. Karena adanya sistem kaidah antara BSu dan BSa yang berbeda, maka kegiatan penerjemahan berhubungan dengan pergeseran. Al-zoubi dan Al-hasna (2001) mendefiniskan pergeseran sebagai tindakan wajib yang ditentukan oleh adanya perbedaan struktural antara dua sistem bahasa yang terlibat dalam proses terjemahan. Pergeseran ini dilakukan oleh seorang penerjemah karena seorang penerjemah tidak mempunyai pilihan lain agar hasil terjemahannya lebih wajar, tidak kaku dan mudah dipahami oleh si pembaca. Hal senada juga disampaikan oleh Machali (2000:11) dengan mengatakan bahwa untuk mencapai kesepadanan dalam penerjemahan dalam memecahkan masalah
tersebut seringkali digunakan pergeseran, baik transposisi maupun pergeseran makna.
2.4Transposisi
Menurut Catford (1965:73), transposisi adalah suatu prosedur penerjemahan yang melibatkan pengubahan bentuk gramatikal dari BSu ke BSa. Catford lebih jauh menguraikan empat jenis transposisi yaitu:
2.4.1 Transposisi structure shift adalah pergeseran pada tataran struktur kata dalam frasa atau klausa pada proses penerjemahan. Transposisi structure
shift, misalnya: dari frasa berstruktur diterangkan-menerangkan (DM)
menjadi frasa berstruktur menerangkan-diterangkan (MD) “Shifts from
MH (Modifier + Head) to MHQ (Modifier Head Qualifier) (Simanjuntak,
2011: 31). Contoh:
BSu BSa
The beautiful girl is my sister Gadis yang cantik itu adalah adik saya
M D D M
Pada kalimat BSu tersebut di atas, terdapat kata beautiful merupakan adjektiva atau modifier yang menerangkan nomina girl pada BSu dan kemudian bergeser strukturnya menjadi diterangkan-menerangkan (DM) yaitu gadis yang cantik pada BSa. Kemudian menurut Catford transposisi dari kalimat aktif menjadi pasif juga termasuk ke dalam transposisi structure shift.
Contoh aktif ke pasif BSu:
All kinds of organisms try to produces offspring so that they can preserve
thier species BSa:
Semua jenis organisme berusaha untuk menghasilkan keturunan sehingga kelangsungan hidup jenis organisme dapat dipertahankan
Kata preserve yang pada BSu seharusnya diterjemahkan menjadi „mempertahankan‟ dalam kalimat aktif. Namun pada BSa diterjemahkan menjadi „dipertahankan‟ dalam kalimat pasif.
2.4.2 Transposisi class shifts adalah transposisi kelas kata tertentu pada BSu bergeser menjadi jenis kata lain pada BSa (comprise shift from one part of
speech to another), misalnya dari nomina menjadi verba atau dari verba
menjadi nomina. Berikut ini merupakan contoh transposisi kelas kata: b. Transposisi kelas kata dari adjektiva ke nomina:
BSu BSa
At the time the wall of the uterus pada saat yang sama terjadi
Becomes thicker pula penebalan dinding
rahim
Pada contoh kalimat di atas, kata thicker pada BSu adalah termasuk kelas adjektiva yang diterjemahkan menjadi penebalan ke dalam BSa yang termasuk kelas kata nomina.
c. Transposisi kelas kata dari verba menjadi nomina: BSu:
Flowers that are pollinated by wind usually do not have petals
BSa:
Bunga yang penyerbukannya dibantu angin biasanya tidak memiliki
Mahkota bunga
Pada contoh kalimat tersebut di atas, kata pollinated pada BSu yang berkelas kata verba diterjemahkan menjadi penyerbukannya yang kelas katanya berubah menjadi nomina pada BSa. Transposisi
structure shift kelas bisa saja terjadi dari adjektiva ke nomina, verba
ke nomina atau pergeseran kelas lainya. Catford (1974:78) menyatakan transposisi class shift dilakukan untuk mendapatkan terjemahan yang sewajar mungkin.
2.4.3 Transposisi unit shift adalah Jenis transposisi dari kata ke frasa,
frasa ke klausa, tataran klausa ke kalimat atau dari tataran kalimat ke wacana. Berikut merupakan contoh transposisi unit shift yaitu:
d. Transposisi unit shift dari kata ke frasa BSu:
The boys are playing football in yard BSa:
Pada contoh di atas, kata boys yang merupakan tataran kata pada BSu mengalami pergeseran menjadi tataran frasa pada BSa yaitu “anak laki-laki”.
e. Transposisi unit shift dari frasa ke klausa
BSu BSa
After watching TV Setelah dia menonton buku
Pada contoh di atas, frasa after watching TV pada BSu mengalami pergeseran menjadi klausa dalam BSa, yaitu setelah “dia menonton tv”. Kalimat pada BSa tersebut terdapat subjek dia yang membentuk tataran klausa karena terdiri dari subjek dan predikat.
c. Transposisi unit shift dari klausa ke kalimat BSu:
The brain proceses the impulse and sends message by motor neurons
to the hand, which eventually pick up the newspaper which is then
read BSa:
Otak mengelolah impuls, kemudian mengirim melalui saraf motor ke tangan, akhirnya, tangan mengambil koran yang kemudian dibaca. Jadi, gerakan ini disebut gerak yang disadari
Pada contoh di atas, klausa which eventually pick up the newspaper
which is then read dalam BSu mengalami pergeseran menjadi kalimat
dalam BSa, yaitu tangan mengambil koran yang kemudian dibaca. Jadi, gerakan ini disebut gerak yang disadari. Klausa dalam BSu
tersebut merupakan klausa terikat karena terdapat kata which yang menerangkan kata „tangan‟ dalam klausa bebas sebelumnya yaitu The brain proceses the impulse and sends message by motor neurons to
the hand. Klausa terikat tersebut merupakan bentuk klausa adjektiva
di mana kata which menduduki posisi subjek dalam klausa tersebut. Oleh karena itu, setelah bergabung akan terbentuk sebuah kalimat The brain proceses the impulse and sends message by motor neurons to
the hand, which eventually pick up the newspaper which is then
read.
d. Transposisi unit shift pada tataran morfem
BSu BSa
Imbalance tidak seimbang
Morfem im – pada imbalance dalam bahasa inggris mengalami pergeseran menjadi tataran kata yaitu tidak, kalau digabungkan maka memiliki arti tidak seimbang.
2.4.4 Transposisi intra-system shift banyak terjadi pada kasus-kasus yang melibatkan sistem internal pembentukan bahasa dalam terjemahan. Contohnya seperti pembentukan kata tunggal dan kata jamak. Tiap bahasa memiliki bentuk tunggal dan jamak yang berbeda sesuai dengan aturan yang berlaku dalam sebuah bahasa.
Contoh: BSu:
People have different perceptionabout her BSa:
Orang memiliki persepsi yang berbeda mengenai dia
Dari penjelasan tersebut di atas sangat jelas people yang menunjukan jamak yang memiliki arti orang-orang diterjemahkan menjadi „orang‟ yang menunjukan tunggal.
2.5 Satuan Sintaksis 2.5.1 Kata
Kata adalah kumpulan beberapa huruf yang memiliki makna tertentu. Menurut Chaer (1994:208), kata terdiri dari dua jenis yaitu:
1) Kata penuh (fullword), yaitu kata yang secara leksikal memiliki makna, mempunyai kemungkinan mengalami proses morfologi, merupakan kelas terbuka, dan dapat berdiri sendiri sebagai sebuah satuan tuturan. Yang termasuk kata penuh adalah nomina, verba, adjektiva, kata keterangan, dan kata yang menyatakan mengenai bilangan (numeralia) seperti: makan (eat), sepatu (shoes), cantik (beautiful), sembilan (nine), dan lain-lain. 2) Kata tugas (function word), yaitu kata yang secara leksikal tidak
mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup, dan tidak dapat berdiri sendiri. Yang termasuk kategori ini adalah preposisi (kata depan) da
2.5.2 Frasa
Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif. Pendapat ini dikemukakan oleh Kridalaksana (2001:59). Contoh frasa dalam bahasa Inggris misalnya playing soccer (bermain sepak bola), a beautiful house (sebuah rumah yang baru), dan funny girl (perempuan yang lucu), dan lain-lain.
Frasa dalam bahasa Inggris dibagi menjadi beberapa jenis, sesuai dengan komponen-komponen penyusun dan fungsinya, yaitu:
1) Frasa nomina, digunakan sebagai nomina dan salah satu fungsinya dalam kalimat adalah sebagai subjek.
Contoh:
BSu: BSa:
She cooks the rice Dia memasak nasi
2) Frasa adjektiva, digunakan sebagai adjektiva yang menerangkan nomina. Contoh:
BSu: BSa:
Green is my favorite color Hijau adalah warna kesukaanku
3) Frasa adverbia, digunakan sebagai kata keterangan. Contoh:
BSu: BSa:
She speaks English very fluently. Dia berbicara bahasa Inggris
dengan sangat lancar
4) Frasa verba, dalam kalimat berfungsi sebagai predikat. Frasa ini dapat berbentuk kelompok kata ataupun satu kata.
Contoh:
BSa: BSu:
My father and I smiled. Ayah saya dan saya tersenyum
5) Frasa preposisi, dalam kalimat berfungsi sebagai keterangan, ditandai dengan hadirnya preposisi sebagai unsur pembentuk frasa.
Contoh:
BSu: BSu:
She stayed in the house last night Dia tinggal di rumah tadi malam
2.5.3 Klausa
Kridalaksana (2001:110) menyatakan bahwa klausa adalah satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek dan predikat dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat. Hal senada juga disampaikan oleh Chaer (1994:231) dengan mengatakan bahwa klausa sebagai satuan sintaksis yang berupa runtutan kata-kata berfungsi predikatif. Fungsi subjek dan predikat merupakan fungsi yang harus ada dalam konstruksi klausa. Ia juga mengemukakan bahwa klausa berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal karena di dalamnya sudah ada fungsi sintaksis wajib, yaitu subjek dan predikat. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa klausa adalah kumpulan kata-kata yang memiliki subjek dan predikat. Klausa dalam bahasa Inggris dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Main clause, yaitu klausa yang dapat berdiri sendiri dalam kalimat.
BSu: BSa:
The girl eats Anak perempuan tersebut makan
S V S P
2. Subordinate clause, yaitu klausa yang hadir bersama main klausa untuk
mengungkapkan ide tambahan. Klausa ini tidak bisa berdiri sendiri. Contoh:
BSu:
The girl who eats at the corner is my cousin subordinate clause
main clause BSa:
Anak perempuan yang makan diujung sana adalah saudara sepupu saya anak kalimat
induk kalimat
2.5.4 Kalimat
Selanjutnya, Alwi, dkk (2000:311) mengatakan bahwa kalimat merupakan satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, memiliki pola intonasi final dan secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa. Alwi, dkk. membagi kalimat menjadi:
1) Kalimat Tunggal
Menurut Alwi, dkk (2003:39) kalimat tunggal adalah kalimat yang proposinya satu sehingga predikatnya pun satu.
Contoh Kalimat Tunggal
BSu: BSa:
She cooks in the kitchen dia memasak di dapur
Contoh kalimat non inti
BSu: BSa:
I didn‟t eat meatball yesterday Saya tidak makan bakso kemarin
2) Kalimat majemuk
Menurut Alwi, dkk ( 2003: 40), kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri lebih dari satu proposisi sehingga mempunyai paling tidak dua predikat yang tidak dapat dijadikan satu kesatuan. Karena sifat itu, maka kalimat majemuk selalu berwujud dua klausa atau lebih. Kalimat majemuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat.
a. Kalimat majemuk setara yaitu apabila kalimat itu menyatakan hubungan koordinatif (sejajar/setara). Kalimat majemuk setara gabungan konjungsinya adalah dan, atau, tetapi.
Contoh kalimat majemuk setara dengan menggunakan konjungsi dan, atau dan tetapi.
BSu: BSa:
Contoh kalimat majemuk setara dengan menggunakan konjungsi atau
BSu: BSa:
He wants to go or stay in here dia ingin pergi atau tinggal di sini
Contoh kalimat majemuk setara dengan menggunakan konjungsi tetapi
BSu: BSa:
I tried to speak Spanish, but my Saya mencoba berbicara bahasa
friend tried to speak English. Spanyol, tetapi teman saya berusaha
berbicara bahasa Inggris
b. Kalimat majemuk bertingkat yaitu terdiri dari dua atau lebih subjek dan predikat. Berdasarkan jenis anak kalimatnya, kalimat majemuk bertingkat (KMB) dapat ditandai dengan kata keterangan waktu seperti: setelah, ketika, waktu, saat, setelah, sebelum, sesudah, sehabis, sejak, selesai, tatkala, sementara, seraya, selama, sampai.
Contoh kalimat majemuk bertingkat
BSu: BSa:
We visited the museum before it closed Kami mengunjungi musium sebelum
tutup
3) Kalimat Mayor dan Kalimat Minor
Jika klausa pada satu kalimat lengkap, sekurang-kurangnya memiliki unsur subjek dan predikat, maka kalimat itu disebut kalimat mayor. Jika tidak lengkap, maka disebut kalimat minor.
Contoh kalimat mayor:
BSu: BSa:
I go to school every day Saya pergi ke sekolah setiap hari
Contoh kalimat minor:
BSu: BSa:
No smoking! Jangan merokok!
4) Kalimat Verbal dan Kalimat Non–verbal
Kalimat verbal dibentuk dari klausa verbal atau kalimat yang predikatnya berupa verba atau frasa verba. Sedangkan kalimat non - verbal adalah kalimat yang predikatnya bukan kata atau frasa verbal. Karena banyaknya tipe verba, maka setiap bahasa mempunyai cara tersendiri untuk membentuk kalimat ini. Dalam bahasa Inggris dikenal adanya kalimat transitif dan intransitif, yang predikatnya berupa verba transitif atau intransitif.
Contoh kalimat verbal transitif:
BSu: BSa:
He kicks the ball Dia menendang bola
Contoh kalimat di atas merupakan kalimat transitif karena verba harus diikuti objek.
Contoh kalimat verbal intransitif:
BSu: BSa:
You sleep Kamu tidur
Contoh kalimat di atas merupakan kalimat intransitif karena setelah verba tidak diikuti objek.
Contoh kalimat non-verbal/nominal:
BSu: BSa:
My brother is clever Abang saya pintar
Contoh di atas merupakan kalimat non-verbal atau kalimat nominal yang mana predikat clever bukan kata kerja melainkan adjektiva.
3. Kalimat aktif
Hasan Alwi (1998:345) menyatakan bahwa kalimat aktif merupakan kalimat yang verba-nya transitif. Karena verba yang digunakan adalah transitif, maka paling tidak ada tiga unsur wajib di dalam kalimat, yakni subjek, predikat, dan objek. Verba transitif bentuk aktif yang dipakai dalam bahasa Indonesia adalah verba yang memakai prefiks me- dan ber-. Berikut ini adalah contoh penggunaan kalimat pasif.
BSu: BSa
She sang a song Dia menyanyikan sebuah lagu
Hasan Alwi (2002:405) juga mengatakan bahwa kalimat aktif juga berawalan ke-, namun akhirannya tidak „an‟. Apabila berakhiran „an‟ pada kata kerja (verba) tersebut merupakan nomina bukan kata kerja. Contoh kalimatnya:
BSu: BSa:
4. Kalimat pasif
Hasan Alwi (1998:345) menyatakan bahwa kalimat pasif merupakan kalimat yang verba-nya memakai prefiks di- atau ter-. Sedangkan frase verba pasif dalam bahasa Inggris diawali dengan tobe dan diikuti oleh verba bentuk ketiga atau past participle, misalnya drunk, seen, dan watched atau disingkat tobe +
third form (past participle). Berikut merupakan contohnya:
BSu:
Modern biotechnology can be built up because there are new discoveries in
microbiology BSa:
Bioteknologi modern dapat dikembangkan karena ada penemuan baru di bidang mikrobiologi
2.6 Parameter Penerjemahan yang Berkualitas
Tidak semua hasil penerjemahan dapat berterima di masyarakat. Kebanyakan hasil penerjemahan hanya mengutamakan kuantitas bukan kualitas penerjemahan itu sendiri, (Nababan, et al. 2011: 44) penerjemahan yang berkualitas harus memenuhi tiga aspek yaitu:
1. Keakuratan
Keakuratan merupakan istilah yang digunakan untuk menilai kualitas penerjemahan dengan melakukan pengevaluasian penerjemahan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah teks BSu dan teks BSa sudah sepadan atau belum (Hoed, 2006:52). Sementara itu, Machali (2000:110) menyatakan bahwa untuk mencapai kesepadanan makna antara BSu dan BSa selain melakukan transposisi penting juga dilihat dari aspek linguistik (struktur gramatikal), semantik, dan pragmatik. Jadi, keakuratan tidak hanya dilihat dari ketepatan pemilihan kata atau diksi, tetapi juga ketepatan gramatikal, kesepadanan makna, dan pragmatik. Berikut merupakan instrumen penilaian keakuratan terjemahan yang dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1
Instrumen Penilai Keakuratan Terjemahan Kategori
Terjemahan
Skor Parameter Kualitatif
Akurat 3 Makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau teks BSu dialihkan secara akurat ke dalam bahasa sasaran; sama sekali tidak terjadi distorsi makna
Kurang akurat 2 Sebagian besar makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau teks BSu sudah dialihkan secara akurat ke dalam bahasa sasaran. Namun, masih terdapat distorsi makna atau terjemahan makna ganda (taksa) atau ada makna yang dihilangkan, yang mengganggu keutuhan pesan. Tidak Akurat 1 Makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat
atau teks BSu dialihkan secara tidak akurat ke dalam bahasa sasaran atau dihilangkan (deleted). Sumber: Nababan (2012: 50)
2. Keberterimaan
Keberterimaan berarti sebuah hasil penerjemahan terasa alamiah dan tidak kaku ketika dibaca. Keberterimaan dapat dicapai apabila suatu penerjemahan sudah dialihkan sesuai dengan kaidah-kaidah, norma-norma dan budaya yang berlaku ke dalam BSa. Hal ini menjadikan keberterimaan merupakan salah satu faktor penting dalam proses penerjemahan. Walaupun sebuah hasil penerjemahan telah akurat dari segi isi dan pesannya, namun apabila cara pengungkapannya tidak sesuai dengan kaidah-kaidah, norma dan budaya BSa, hasil penerjemahan belum dikategorikan berterima. Selain itu konsep keberterimaan juga mengacu kepada menghindari penggunaan kata-kata yang kurang lazim dibaca atau didengar oleh pembaca sasaran maka terjemahan tersebut tidak memenuhi konsep keberterimaan suatu terjemahan. Berikut merupakan instrumen penilaian keberterimaan terjemahan yang dapat dilihat pada tabel 2.2
Tabel 2.2
Instrumen Penilai Keberterimaan Terjemahan Kategori
Terjemahan
Skor Parameter Kualitatif
Berterima 3 Terjemahan terasa alamiah; istilah teknis yang digunakan lazim digunakan dan akrab bagi pembaca; frasa, klausa dan kalimat yang digunakan sudah sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia
Kurang Berterima 2 Pada umumnya terjemahan sudah terasa alamiah; namun ada sedikit masalah pada penggunaan istilah teknis atau terjadi sedikit kesalahan gramatikal. Tidak Berterima 1 Terjemahan tidak alamiah atau terasa seperti karya
terjemahan; istilah teknis yang digunakan tidak lazim digunakan dan tidak akrab bagi pembaca; frasa, klausa dan kalimat yang digunakan tidak
sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia Sumber: Nababan (2012:51)
3. Keterbacaan
Keterbacaan dapat mengacu apakah teks BSa dapat dipahami dan dimengerti oleh si pembaca. Nababan (1999:64:71) juga menambahkan bahwa ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi keterbacaan teks terjemahan, antara lain; a) penggunaan kata-kata baru, b) penggunaan kata asing atau daerah, c) penggunaan kata taksa, d) penggunaan kalimat tidak lengkap, e) panjang rata-rata kalimat, f) penggunaan kalimat kompleks, dan f) alur pikiran yang tidak runtut dan tidak logis. Selain faktor-faktor tersebut, isi teks, rupa tulisan dan kemampuan pembaca atau penerjemah juga berperan dalam menentukan tingkat keterbacaan teks. Berikut merupakan instrumen penilaian keterbacaan terjemahan yang dapat dilihat pada tabel 2.3
Tabel 2.3
Instrumen penilai Keterbacaan Terjemahan Kategori
Terjemahan
Skor Parameter Kualitatif
Tingkat Keterbacaan Tinggi
3 Kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau teks terjemahan dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca.
Tingkat Keterbacaan Sedang
2 Pada umumnya terjemahan dapat dipahami oleh pembaca; namun ada bagian tertentu yang harus dibaca lebih dari satu kali untuk memahami terjemahan.
Tingkat Keterbacaan Rendah
1 Terjemahan sulit dipahami oleh pembaca
2.7 Penelitian Relevan
Penelitian-penelitian yang memiliki kaitan dengan penelitian ini adalah: 1. Risnawaty (2011) dalam penelitiannya berjudul Pergeseran Makna
Tekstual dalam Terjemahan Teks Popular “See You at The Top” membahas tentang analisis pergeseran makna tekstual yang terdapat dalam sebuah buku teks dengan judul “See you at the Top” dan versi terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Teori yang digunakan untuk menganalisis makna tekstual terjemahan novel tersebut adalah teori Halliday (1994, 2004) dan Hasan (1980) yang secara khusus menganalisis hubungan tema-rema dan kohesi. Kemudian teori Larson (1984) dan Zellermeyer (1987) secara khusus menganalisis pergeseran dalam penerjemahan. Metode riset yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dengan mengadopsi usulan Miles dan Huberman (1994) khususnya dalam tahapan dalam penganalisaan data. Aspek-aspek yang dianalisis adalah pergeseran dalam bidang (1) kohesi gramatikal dan bandingannya; (2) kohesi leksikal terutama yang berkaitan dengan (i) sinonim; (ii) kolokasi; (iii) meronim; (iv) hyponim; (3) Transposisi, (4) konjungsi‟ (5) rema-rema. Disamping itu, dampak dari pergeseran dalam penerjemahan, khususnya ekivalensi, perluasaan medan makna, penyempitan makna, dan penilaian hasil penerjemahan. Terdapat 10 pergeseran makna tekstual, terutama sekali dalam (1) makna tunggal dalam BSu menjadi makna tunggal juga dalam BT, (2) penggantian pengulangan adjektiva dalam BSu dan BSa, (3) penggantian ellipsis, (4)
penggantian substitusi, (5) penggantian refren dan penambahan (addition); (6) penggantian dalam aspek kohesi meliputi (i) sinonim; (ii) antonim; (iii) kolokasi; (iv) meronim, (v) hiponim, (vi) pergeseran transposisi; (8) pergeseran struktural; (9) pergeseran konjungsi; dan (10) pergeseran dalam tema-rema. Ada 3 faktor semantik, (3) faktor linguistik. Pergeseran dalam perbedaan leksikon gramatikal dan ellipsis sekitar 367 dan dari penambahan (addition) sekitar 712; dan substitusi sekitar 65.Sebagai simpulan bahwa unsur-unsur penambahan lebih mendominasi pergeseran makna tekstual.
Dari penjelasan di atas, penelitian Risnawaty memiliki persamaan dengan penelitian ini karena membahas transposisi. Perbedaannya penelitian Risnawaty menggunakan teori Halliday, sedangkan penelitian sipenulis menggunakan teori Catford.
2 Nurhayuna (2013) dalam penelitiannya berjudul Teknik, Pergeseran dan Tingkat Keterbacaan Terjemahan Buku Bilingual Kumpulan Cerita Kasih
Ibu I love You Mom. Penelitian ini adalah penelitian tentang jenis-jenis
teknik penerjemahan, pergeseran dan keterbacaan pada terjemahan buku bilingual cerita anak. Tujuan penelitian ini adalah 1) mengindetifikasi teknik-teknik penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah, 2) mengidentifikasi pergeseran yang terjadi pada terjemahan cerita anak, 3) mengukur tingkat keterbacaan terjemahan, yang tujuannya untuk membuktikan bahwa peranan terjemahan teks cerita anak terhadap media belajar bahasa asing dapat dilihat dari keberhasilan suatu proses
penerjemahan yang berdasarkan tujuan terjemahan sehingga hasilnya merefleksikan kebutuhan orang yang memerlukannya. Metode penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriftif atas data terpancang merujuk pada teori analisis data kualitatif Miles and Huberman melalui tahap pengumpulan data, penyajian data, reduksi dan verifikasi atau kesimpulan. Sumber data penelitian ini adalah buku bilingual kumpulan cerita kasih ibu “I Love You Mom” dan untuk menilai tingkat keterbacaan terjemahan buku bilingual cerita anak, penulis meminta 21 siswa yang duduk di kelas VIII sekolah menengah pertama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat delapan (8) teknik penerjemahan yang digunakan berdasarkan teori Molina dan Albir, di antaranya adalah 1) transposisi sebanyak 102 data (26,4%), 2) modulasi sebanyak 94 data (24,4%), 3) kompensasi sebanyak 68 data (17,6%), 4) literal sebanyak 54 data (12%), 5) penghilangan sebanyak 29 data (7,5%), 6) penambahan sebanyak 28 data (7,25%) ,7) borrowing sebanyak 10 data (2,6%). Dan diklasifikasikan pada Peminjaman murni 3 data (0,77 %), peminjaman alamiah sebanyak 7 data (1,8). 8) Kesepadanan Lazim 1 data (0,25). Sementara transposisi yang terjadi dalam proses penerjemahan teks cerita anak adalah 1) structure shift sebanyak 88 data (86,3%), 2) Unit shift sebanyak 11 data (10,8%) dan Class shift sebanyak 3 data (2,9%). Dalam proses analisis teknik dan pergeseran pada penelitian ini, diperoleh tingkat keterbacaan tinggi sebanyak 369 data (95,5%) dan tingkat keterbacaan rendah sebanyak 17 data (4,4%).
Dari penjelasan di atas, persamaan penelitian Nurhayuna dengan penelitian ini adalah pada penelitian ini juga membahas mengenai transposisi berupa
structure shift, unit shift, dan class shift seperti penjelasan sebelumnya.
Kemudian, Pada penelitian Nurhayuna menggunakan teori Molina dan Albir, sedangkan penelitian ini menggunakan teori Catford.
3 Susilawati (2010) dalam penelitiannya berjudul Analisis Transposisi dan Modulasi pada Terjemahan Petunjuk Pemakaian Produk – Produk
Oriflame. Penelitian ini mengindentifikasi bentuk transposisi dan modulasi
yang terdapat pada terjemahan petunjuk pemakaian produk-produk Oriflame terhadap kualitas terjemahan dalam hal keakuratan dan kebeterimaan. Dalam penelitian ini menunjukan bahwa dari 172 data yang diteliti terdapat 64% data yang dikategorikan sebagai transposisi akurat. Dinilai dari sisi kebeterimaan, sebanyak 72,2% dinilai sebagai transposisi berterima. Sementara itu hasil penelitian terhadap penilaian bentuk-bentuk modulasi tercatat 62,8% data yang dinilai akurat dan hasil keberterimaan bentuk modulasi adalah 78,5% data dikategorikan modulasi berterima. Dari penjelasan di atas, persamaan penelitian Susilawati dengan penelitian ini adalah sama-sama penelitian ini membahas mengenai transposisi yang mengacu pada tataran kata, frasa, klausa dan kalimat.
Perbedaan penelitian Susilawati dengan penelitian ini adalah penelitian ini menggunakan teori Rochayah Machali sebagai pisau bedah dalam penelitian tersebut, sedangkan penelitian ini menggunakan teori Catford.
4 Munif (2010) dalam penelitiannya berjudul Pergeseran Dalam Penerjemahan Klausa pasif Dari Novel The Lord Of The Rings : The
Return Of The King Karya JRR Tolkien oleh Gita Yuliani K. Penelitian ini
mendeskripsikan jenis-jenis transposisi dan mengetahui ketepatan penerjemahan klausa pasif dari novel tersebut. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut; 1) bentuk-bentuk pergeseran dalam penerjemahan klausa pasif meliputi; transposisi unit shift ada 12 data (14%), transposisi
structure shift ada 43 data (60%).
Dari penjelasan di atas, persamaan penelitian Munif dengan penelitian ini adalah penelitian berfokus pada transposisi yaitu yang spesifiknya pada structure shift.
Perbedaan penelitian Munif dengan penelitian ini adalah di dalam penelitian ini membahas transposisi tidak hanya mengacu pada transposisi
structure shift, tetapi juga membahas transposisi unit shift, class shift, dan
intra system shift.
5. Akiriningsih (2012) dalam penelitiannya berjudul Analisis Transposisi
pada buku Buku Psychology of Tourism. Pada penelitian ini membahas
transposisi yang hanya berfokus kepada structure shift dan class shift. Data pada penelitian ini terdiri dari 150 data, terdapat 123 (82%) data class
shift dan sisanya sebanyak 27 (18%) data unit shift. Dalam hal tingkat
keakuratan, diperoleh 126 data (84%) dengan kategori akurat, 22 data (14,67%) dengan kategori kurang akurat, dan 2 data (1,33%) dengan kategori tidak akurat. Tingkat keberterimaan, diperoleh 124 data (82,67%)
dengan kategori berterima, 20 data (13,33%) dengan kategori kurang berterima, dan 6 data (4%) dengan kategori tidak berterima, sedangkan untuk tingkat keterbacaan diperoleh 145 data (96,67%) dengan kategori keterbacaan tinggi dan sisanya 5 data (3,33%) dengan kategori keterbacaan sedang.
Dari penjelasan di atas, persamaan penelitian ini dengan penelitian sipenulis adalah keduanya berfokus pada transposisi yaitu structure shift,
class shift dan juga menggunakan teori yang sama yang dikemukakan oleh
Catford.
Perbedaan penelitian Akiriningsih dengan penelitian ini adalah penelitian ini membahas 4 transposisi yang tidak hanya mengacu pada transposisi
structure shift, class shift, tetapi juga membahas transposisi unit shift, dan
intra system shift.
6. Yuliana (2006) dalam penelitiannya berjudul Analisis Transposisi pada
terjemahan “Harry Potter dan Pangeran berdarah campuran”. Pada
penelitian ini membahas transposisi yaitu structure shift,class shift, unit
shift dan intra system shift. Transposisi pada penelitian ini mempunyai
peran yang sangat penting dalam penerjemahan karena bahasa sumber sering kali mempunyai struktur yang berbeda dari struktur bahasa sasaran. Dengan menggunakan transposisi, maka penerjemah bisa menyesuaikan terjemahan dalam BSa dengan lebih luwes dan mudah untuk dibaca. Tanpa menggunakan transposisi, suatu terjemahan akan terasa kaku dan bahkan bisa tidak memiliki makna karena struktur yang tidak disesuaikan dengan
bahasa sasaran akan sangat membingungkan bagi para pembacanya. Tujuan penulisan thesis ini adalah untuk menjabarkan penggunaan transposisi dalam proses penerjemahan khususnya dalam penerjemahan novel Harry Potter and the Half-Blood Prince ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Harry Potter dan Pangeran Berdarah-Campuran. Dalam penelitian ini ingin mengetahui kapan penerjemah harus menggunakan transposisi dan kapan penerjemah tidak perlu menggunakan transposisi. Adapun metode yang digunakan yaitu untuk mendapatkan data dengan metode random dan purposive. Dari analisa yang dilakukan pada thesis ini ada beberapa kesimpulan, antara lain: 1) Transposisi dilakukan karena adanya perbedaan struktur bahasa. 2) Penerjemah melakukan transposisi semata-mata untuk mendapatkan terjemahan yang se-natural mungkin. 3) Dari 24 data, terdapat 9 data yang menggunakan transposisi intra system
shift, 3 data yang menggunakan transposisi structure shift, 6 data
menggunakan transposisi class shift, dan 19 data menggunakan transposisi tingkatan (unit shift).
Dari penjelasan di atas, persamaan penelitian Yuliana dengan penelitian ini adalah pada penelitian ini sama-sama membahas transposisi yaitu transposisi structure shift, class shift, unit shift, dan intra system shift. Perbedaan penelitian Yuliana dengan penelitian ini adalah Yuliana membahas kajian sastra novel sedangkan penelitian ini membahas buku biologi.
7. Silalahi (2009) dalam penelitiannya berjudul Dampak Teknik, dan Ideologi Penerjemahan pada Kualitas Terjemahan Teks Medical-Surgical Nursing
dalam Bahasa Indonesia. Pada penelitian Silalahi membahas kualitas
terjemahan pada buku teks medical surgical nursing yang didapatkan hasil penelitiannya 338 (64,75%) diterjemahkan secara akurat, 136 (26,05%) kurang akurat, dan 48 (9,20%) tidak akurat. Dari aspek keberterimaannya, 396 (75,86%) berterima, 91 (17,44%) kurang berterima dan 35 (6,70%) tidak berterima. Sementara itu, 493 (96,29%) data sasaran mempunyai tingkat keterbacaan tinggi dan 19 (3,71%) mempunyai tingkat keterbacaan sedang.
Dari penjelasan di atas, persamaan penelitian Silalahi dengan penelitian ini adalah penulis sama-sama mengadopsi instrumen kualitas terjemahan yang mencakup keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan.
Perbedaan penelitian Silalahi dengan penelitian ini adalah pada penelitian ini tidak membahas teknik dan ideologi terjemahan.