UNTUK MENJAMIN KETERSEDIAAN SUMBERDAYA AIR
DI DAS KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
La Baco S.
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi tentang “Analisis Alternatif
Penggunaan Lahan untuk Menjamin Ketersediaan Sumberdaya Air di DAS Konaweha Provinsi Sulawesi Tenggara” adalah karya saya sendiri dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2012
La Baco S.
ASTRACT
La Baco S. A262030041. Analysis of Land Use Alternatives to Ensure Water Resource Availability in Konaweha Watershed, Southeast Sulawesi Province, under the supervision of Naik Sinukaban, Yanuar Jarwadi Purwanto, Bunasor Sanim and Suria Darma Tarigan.
Phenomena of depleting of water resources and increasing water demand have been occurring in Konaweha watershed. Combine with other degraded conditions, Konaweha watershed have been categorized as priority watershed in Southeast Sulawesi Province. Land use change is the main factor to influence water balance that indicated by the increasing maximum discharge in rainy seasons and decreasing minimum discharge in dry seasons. The objective of this research were (1) to evaluate the effects of land use changes on water resources of Konaweha watershed; (2) to evaluate the availability of water resources to meet water demand as well as minimum proportion of forest cover in the watershed to ensure sustainable water resources in Konaweha watershed, (3) to evaluate the proportion of maintenance cost that should be shared by each district to maintain sustainable water resources; and (4) to formulate land use alternatives and management policy of Konaweha watershed. This research was conducted in Konaweha watershed for 10 months from June 2009 to March 2010. The result of this research showed that forest, swamp, plantation and bush area tended to decline exponentially year by year due to population growth. The decline of forest area have significantly decreased minimum discharge of Konaweha River in dry seasons and increased maximum discharge in rainy seasons. These condition have caused a significant deficit of water resources in dry seasons starting from period of 2006 to 2030 eventhough there was no deficit of annual water resources. To ensure sustainability of water resources in Konaweha watershed, regression analysis showed that the minimum proportion of forest cover in Konaweha watershed should be keept in place about 32.5 to 37.5 % of the total watershed area. Economic value of water analysis showed that Kendari District should share about 37 %, Konawe District 28 %, South Konawe District 14 % and Kolaka District 21 % of the total maintenance cost for ensuring good hydrological function of the watershed. Forest economic value including flora and fauna, carbon stock, option value, bequest value and existence value reaches 15 million rupiah per hectare. Simulation of proper multiple regression showed the composition of dominant land use in Konaweha watershed of 40 % forest, 46 % plantation, 5 % mix garden and 4 % bush will be the best land use alternative for ensuring sustainable water resources in Konaweha watershed.
Key Words: watershed, land use change, water resource, water demand, economic value, maintenance cost
RINGKASAN
La Baco S. A262030041. Analisis Alternatif Penggunaan Lahan untuk Menjamin Ketersediaan Sumberdaya Air di DAS Konaweha Provinsi Sulawesi Tenggara dibawah bimbingan Naik Sinukaban, Yanuar Jarwadi Purwanto, Bunasor Sanim dan Suria Darma Tarigan.
Fenomena yang akhir-akhir ini terkait dengan eksistensi sumberdaya air adalah penurunan ketersediaan air, sementara kebutuhan air meningkat terus dari waktu ke waktu yang merupakan konsekuensi logis dari pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitas ekonomi. Fenomena tersebut juga terjadi di DAS Konaweha Provinsi Sulawesi Tenggara. Salah satu penyebab penurunan ketersediaan air di DAS Konaweha adalah perubahan penggunaan lahan khususnya hutan yang cenderung mengalami penurunan luas dari waktu ke waktu. Salah satu akibat dari hal tersebut adalah peningkatan debit maksimum dan penurunan debit minimum Sungai Konaweha. Jika penurunan debit minimum terus berlangsung maka suatu ketika akan terjadi defisit air pada musim kemarau. DAS Konaweha memegang peranan penting karena fungsinya yang sangat vital khususnya sebagai sumber air bagi Kota Kendari, Kabupaten Konawe, Konawe Selatan dan Kolaka.
Tujuan penelitian ini adalah : (1) mengkaji perubahan penggunaan lahan dan pengaruhnya terhadap sumberdaya air di DAS Konaweha; (2) mengkaji ketersediaan dan kebutuhan air serta proporsi luas hutan minimal yang harus dipertahankan untuk menjamin keberlanjutan sumberdaya air di DAS Konaweha; (3) mengkaji proporsi biaya pemeliharaan fungsi DAS dalam menjaga tata air bagi kabupaten/kota untuk menjamin keberlanjutan sumberdaya air; dan (4) mengkaji kebijakan penggunaan lahan alternatif yang dapat menjamin ketersediaan air jangka panjang.
Penelitian ini dilakukan di DAS Konaweha Provinsi Sulawesi Tenggara yang mencakup Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Kolaka dan Kota Kendari, selama 10 bulan yakni Juni 2009 sampai Maret 2010. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan sampel wilayah kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan ditentukan secara purposive, sedangkan sampel responden dengan cara acak (random) dan metode bola salju (snow ball method). Aspek-aspek yang dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) kondisi DAS meliputi tata guna lahan, morfologi DAS, tanah, iklim, dan kependudukan, (2) kebutuhan air (domestik, industri, pertanian, dan air yang menggelontor), (3) ketersediaan air (curah hujan dan debit sungai), (4) proporsi luas hutan minimal untuk memenuhi kebutuhan air, (5) nilai ekonomi hasil hutan non kayu mencakup nilai ekonomi rotan, madu, produksi air, potensi penyerapan karbon, nilai pilihan (option value), nilai warisan (bequest value) dan nilai keberadaan (existence value), (6) proporsi biaya pemeliharaan fungsi DAS bagi kabupaten/kota yang memanfaatkan air dari DAS Konaweha, (7) penggunaan lahan alternatif yang dapat menjamin ketersediaan air jangka panjang. Penggunaan lahan alternatif ditentukan dengan simulasi hubungan antara penggunaan lahan dengan debit sungai. Hasil simulasi tersebut digunakan untuk menentukan proporsi luas hutan minimal yang harus dipertahankan agar ketersediaan air dapat menjamin seluruh kebutuhan air hingga kurun waktu tertentu. Kelayakan penggunaan lahan alternatif ditentukan berdasarkan kelayakan lingkungan, ekonomi dan sosial. Skala waktu perencanaan atau kajian adalah tahun 2011-2050.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode 1991-2010 terjadi penurunan luas hutan di DAS Konaweha Hulu, diikuti dengan peningkatan luas penggunaan lahan lainnya. Diperkirakan luas hutan rata-rata periode 2026-2030 adalah 32 %, sedangkan perkebunan, kebun campuran dan semak belukar masing-masing 48 %, 6 % dan 4 %. Luas hutan periode 2046-2050 adalah 22 %, sedangkan perkebunan, kebun campuran dan semak belukar masing-masing 52 %, 7 % dan 5 %. Selama periode tersebut telah terjadi peningkatan koefisien aliran permukaan dari 31,4 % menjadi 45,6 % dan terjadi penurunan debit minimum dari 40 m3/detik menjadi 24 m3/detik, sedangkan debit maksimum meningkat dari 246 m3/detik menjadi 284 m3/detik.
Ketersediaan air yang didasarkan pada perubahan penggunaan lahan menunjukkan penurunan dari 37,6 m3/detik pada periode 2011-2015 menjadi 23,0 m3/detik pada periode 2031-2035 dan 14,7 m3/detik pada periode 2046-2050. Sementara itu distribusi bulanan kebutuhan air sektor domestik (3,8 %), industri (4,7 %) dan irigasi (91,5 %) mengalami peningkatan yakni 24 m3/detik pada periode 2011-2015 meningkat menjadi 29 m3/detik pada periode 2031-2035 dan 33 m3/detik periode 2046-2050. Proporsi luas hutan minimal yang harus dipertahankan untuk menjamin ketersediaan air di DAS Konaweha adalah 32,5-37,5 % dari luas DAS Konaweha Hulu.
Proporsi biaya pemeliharaan fungsi DAS yang menjadi tanggung jawab Kota Kendari adalah 37 %, sedangkan Kabupaten Konawe, Kolaka dan Konawe Selatan masing-masing 28 %, 21 % dan 14 % dari total nilai ekonomi air DAS Konaweha. Pada tahun 2050 Kota Kendari harus membayar sebesar 6,97 milyar rupiah, sedangkan Kabupaten Konawe, Kolaka dan Konawe Selatan masing-masing 5,51 milyar rupiah, 4,32 milyar rupiah dan 2,80 milyar rupiah untuk memelihara fungsi DAS Konaweha dalam menjaga tata air. Sumber-sumber pendanaan yang bisa digunakan kabupaten/kota adalah dana alokasi khusus (DAK), dana masyarakat melalui penarikan pajak air bagi pengguna dan dana pembayaran jasa lingkungan (payment of environmetal services) bagi daerah hilir. Nilai ekonomi hasil hutan non kayu di DAS Konaweha adalah sekitar 15 juta rupiah per hektar dimana sekitar 90 % diperoleh dari nilai ekonomi penyerapan karbon, sedangkan sisanya dari nilai ekonomi rotan (flora) dan madu (fauna), nilai pilihan, nilai warisan dan nilai keberadaan. Tiga dari lima skenario penggunaan lahan alternatif di DAS Konaweha yakni skenario 2 (35 % hutan, 51 % perkebunan, 6 % kebun campuran dan 3 % semak belukar), skenario 3 (kondisi eksisting tahun 2011) dan skenario 5 (40 % hutan, 46 % perkebunan, 5 % kebun campuran dan 4 % semak belukar) layak diterapkan di DAS Konaweha umumnya dan DAS Konaweha Hulu pada khususnya, sedangkan skenario 1 dan skenario 4 tidak layak untuk diterapkan. Kebijakan yang berkaitan dengan penatagunaan lahan di DAS Konaweha saat ini adalah RTRW masing-masing kabupaten/kota yang didasarkan pada batas administrasi. Jika kebijakan tersebut berjalan terus, maka pada tahun 2050 akan terjadi defisit air 14,5 m3/detik atau 37,6 juta m3 dan kemungkinan besar akan terjadi konflik kepentingan antar daerah khususnya berkaitan dengan alokasi sumberdaya air. Komposisi 40 % hutan, 46 % perkebunan, 5 % kebun campuran dan 4 % semak belukar merupakan penggunaan lahan alternatif terbaik untuk menjamin keberlanjutan sumberdaya air di DAS Konaweha.
Kata kunci: Perubahan penggunaan lahan, sumberdaya air, ketersediaan air, kebutuhan air, nilai ekonomi, biaya pemeliharaan fungsi DAS
@Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
DI DAS KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
La Baco S.
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Menjamin Ketersediaan Sumberdaya Air di DAS Konaweha Provinsi Sulawesi Tenggara
Nama Mahasiswa : La Baco S. Nomor Pokok : A262030041
Program Studi : Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Menyetujui : Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc. Ketua
Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS. Prof. Dr. Ir. H. Bunasor Sanim, M.Sc. Anggota Anggota
Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc. Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi DAS Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Penguji Luar Komisi
Ujian Tertutup:
1. Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, M.S. (Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Manajemen Institut Pertanian Bogor).
2. Dr. Ir. Nora Herdiana Pandjaitan, DEA. (Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik Pertanian Institut Pertanian Bogor).
Ujian Terbuka:
1. Dr. Ir. Harry Santoso (Dirjen Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan Republik Indonesia).
2. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, M.S. (Guru Besar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik Pertanian Institut Pertanian Bogor).
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulisan disertasi ini dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Penyusunan disertasi ini merupakan satu kesatuan proses yang diawali dari konsultasi, penyusunan proposal penelitian, penelitian dan penyusunan draf disertasi. Keseluruhan proses tersebut tidak mungkin dapat terlaksana tanpa arahan, fasilitasi, bantuan, masukan, saran maupun kritik dari komisi pembimbing.
Penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Komisi Pembimbing yang terdiri dari: Bapak Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc selaku
Ketua Komisi Pembimbing, Bapak Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS; Bapak Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim,M.Sc; dan Bapak Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc
masing-masing sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang selama ini dengan segala upaya memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.
Ucapkan terima kasih penulis sampaikan kepada penguji luar komisi ujian pada ujian tertutup yakni: Bapak Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, M.S dan Ibu Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Harry Santoso (Direktur Jenderal Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial Kementrerian Kehutanan Republik Indonesia) dan Bapak Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, M.S masing-masing bertindak sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Rektor Universitas Haluoleo Kendari; Bapak Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.S., Dekan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo; Bapak Dr. Ir. H. Taane La Ola, M.P., yang telah memberikan bantuan moril maupun materil kepada penulis selama masa studi hingga saat ini.
Penulis mengucaplkan terima kasih banyak kepada Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang memberikan dukungan data dan informasi selama penulis melakukan penelitian meliputi Gubernur Provinsi Sulawesi
Tenggara; Bapak H. Nur Alam, SE, Walikota Kendari; Bapak Ir. H. Asrun, M.Eng, Bupati Konawe; Bapak Dr. H. Lukman Abunawas, M.Si, Bupati Konawe Selatan; Bapak Drs. H. Imran, M.Si., dan Bupati Kolaka; Bapak Dr. H. Buhari Matta, M.Si.
Ucapan terima kasih khusus penulis sampaikan kepada Kepala Badan Pengelolaan DAS Sampara Provinsi Sulawesi Tenggara bersama staf yang membantu menyediakan peta-peta, pengecekan lapangan dan bantuan lainnya.
Disertasi ini saya dedikasikan untuk seluruh keluarga khususnya istri tercinta ”Hj. Andi Sri Rahyuni, SP.” dan anak-anak tersayang yakni ”Tasya Audrya Wulandari (almarhumah), ”Athalia Neva Belinda” dan ”Callista Adira Putri” atas dorongan dan motivasi yang diberikan selama ini hingga penulis dapat menyelesaikan studi S3 di Institut Pertanian Bogor.
Akhirnya penulis menyadari bahwa disertasi ini hanyalah karya dari manusia biasa sehingga akan jauh dari kata “sempurna”, oleh karena itu saran dan masukan dari berbagai pihak sangat diharapkan guna menyempurnakan disertasi ini.
Semoga disertasi ini dapat memberikan manfaat bagi para pihak yang berkepentingan khususnya bagi penulis, Amien ...!
Bogor, Januari 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lambale Kabupaten Buton Utara Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 1963 sebagai anak kedua dari 5 bersaudara pasangan Sudia (almarhum) dengan Mahania. Pendidikan S1 diselesaikan tahun 1987 pada Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo Kendari. Tahun 1997 penulis menyelesaikan studi S2 pada Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Institut Pertanian Bogor. Tahun 2003 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan S3 pada Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Institut Pertanian Bogor dengan sumber dana BPPS Dikti.
Sejak tahun 1989 maka penulis menjadi staf pengajar pada Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo Kendari. Disamping itu sejak tahun 1998 sampai sekarang, penulis menjadi peneliti pada Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Haluoleo Kendari.
Karya ilmiah yang berjudul “Valuasi Ekonomi Hutan di DAS Konaweha Hulu Provinsi Sulawesi Tenggara” akan diterbitkan pada jurnal ilmiah Agriplus untuk volume 21 (2) Mei tahun 2011 dan “Analisis Alternatif Penggunaan Lahan untuk Menjamin Ketersediaan Air di DAS Konaweha Provinsi Sulawesi Tenggara” akan diterbitkan pada Jurnal Ilmiah Sains Tanah Volume 8 Nomor 2 Edisi Juli 2011. Kedua karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari penelitian disertasi yang dilakukan oleh penulis.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI ii
ABSTRACT iii
RINGKASAN iv
HAK CIPTA MILIK IPB vii
HALAMAN PENGESAHAN ix
KATA PENGANTAR xi
RIWAYAT HIDUP xii
DAFTAR ISI xiii
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR GAMBAR xvii
DAFTAR LAMPIRAN xix
PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 4 Kerangka Pemikiran 4 Tujuan Penelitian 7 Kebaruan (Novelty) 8
Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian 8
TINJAUAN PUSTAKA
Air dan Permasalahannya 11
Faktor-faktor Penyebab dan Dampak Perubahan Penggunaan Lahan 15
Fungsi Hutan Dalam Menjaga Tata Air 20
Penilaian Ekonomi Sumberdaya Alam 23
Manfaat Ekonomi Sumberdaya Hutan 29
Kebutuhan Air 32
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian 37
Bahan dan Peralatan 38
Penetapan Lokasi Penelitian Intensif 38
Teknik Penentuan Populasi dan Sampel 39
Jenis dan Sumber Data 44
Analisis Data 45 Tujuan Pertama Tujuan Kedua Tujuan Ketiga Tujuan Keempat 45 51 61 63
KEADAAN UMUM DAS KONAWEHA
Luas dan Wilayah Administrasi DAS Konaweha 71
Iklim 71
Topografi dan Kelerengan 72
Geologi dan Geomorfologi 73
Tanah 74
Penggunaan Lahan 75
Kependudukan 76
Lembaga Perekonomian 78
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Perubahan Penggunaan Lahan 79
Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Kondisi Hidrologi 90
Analisis Ketersediaan Air 102
Analisis Kebutuhan Air 108
Proporsi Luas Hutan Minimal untuk Memenuhi Kebutuhan Air 123 Valuasi Ekonomi Air dan Proporsi Biaya Pemeliharaan Fungsi DAS 127
Alternatif Penggunaan Lahan di DAS Konaweha 134
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 159
Saran 160
DAFTAR PUSTAKA 161
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1 Penggunaan Air Total dan Rata-rata Tahunan beberapa
Negara di Dunia Tahun 1996-2002 12
2 Proporsi Penggunaan Air Rata-rata Sektor Domestik, Industri dan Pertanian beberapa Negara di Dunia Tahun
1996-2002 13
3 Data Penggunaan Air Austin, Texas Tahun 1970-1985 33 4 Jumlah dan Penyebaran Wilayah Administrasi Pengambilan
Sampel di DAS Konaweha Tahun 2009 42
5 Distribusi dan Jumlah Informan Penerima Manfaat Hasil
Hutan Non Kayu di DAS Konaweha Tahun 2009 44
6 Jenis dan Sumber serta Metode Pengumpulan Data di DAS
Konaweha 45
7 Luasan DAS Konaweha Berdasarkan Kelas Kemiringan 72 8 Luasan DAS Konaweha Berdasarkan Geomorfologi/Bentuk
Lahan 73
9 Luasan DAS Konaweha Berdasarkan Jenis Tanah 74
10 Jenis dan Luas Penggunaan Lahan di DAS Konaweha Hulu
Tahun 2008 75
11 Luas Wilayah dan Pertambahan Penduduk di DAS
Konaweha Tahun 2003-2008 76
12 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di DAS
Konaweha Tahun 2007 76
13 Penduduk Menurut Mata Pencaharian di DAS Konaweha
Tahun 2007 78
14 Jumlah dan Macam Lembaga Perekonomian di DAS
Konaweha Tahun 2007 78
15 Pengaruh Waktu terhadap Rata-rata Luas Hutan, Perkebunan, Kebun Campuran dan Semak Belukar di DAS
Konaweha Hulu Periode 1991-2010 84
16 Pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Luas Hutan Rata-rata
di DAS Konaweha Hulu Periode 1991-2010 88
17 Pengaruh Penurunan Luas Hutan dan Peningkatan Luas Perkebunan terhadap Koefisien Aliran Permukaan, Debit Maksimum dan Debit Minimum DAS Konaweha Hulu
Periode 1991-2010 92
18 Pengaruh Penurunan Luas Hutan dan Peningkatan Luas Perkebunan terhadap Koefisien Aliran Permukaan Musim
Hujan DAS Konaweha Hulu Periode 1991-2010 94
19 Proyeksi Kebutuhan Air Domestik Periode 2011-2050 di
DAS Kon 110
20 Proyeksi Kebutuhan Air Industri Periode 2011-2050 di DAS
21 Proyeksi Kebutuhan Air Irigasi Periode 2011-2050 di DAS
Konaweha 117
22 Proyeksi Kebutuhan Air Menggelontor Periode 2011-2050 di
DAS Konaweha 119
23 Proyeksi Kebutuhan Air Total Periode 2011-2050 di DAS
Konaweha 120
24 Proyeksi Kebutuhan Air Total Musim Kemarau Periode
2011-2050 di DAS Konaweha 123
25 Neraca Ketersediaan dan Kebutuhan Air di DAS Konaweha
Periode 2011-2050 125
26 Nilai Ekonomi Air berdasarkan Sektor di DAS Konaweha
Periode 2011-2050 128
27 Proyeksi Nilai Ekonomi Air di DAS Konaweha Menurut
Wilayah Periode 2011-2050 130
28 Total Nilai Ekonomi Hasil Hutan Non Kayu di DAS
Konaweha Tahun 2009 135
29 Manfaat Ekonomi Nilai Pilihan Keanekaragaman Hayati dan
Habitat di DAS Konaweha Tahun 2009 139
30 Manfaat Ekonomi Nilai Warisan Flora Fauna dan Habitat
Satwa di DAS Konaweha Tahun 2009 141
31 Manfaat Ekonomi Nilai Keberadaan Habitat dan Flora Fauna
Dilindungi di DAS Konaweha Tahun 2009 142
32 Rasio Ketersediaan dan Kebutuhan Air berbagai Skenario Penggunaan Lahan Alternatif di DAS Konaweha Hulu
Tahun 2050 147
33 Biaya Pemeliharaan Fungsi Hutan Skenario Penggunaan
Lahan Alternatif di DAS Konaweha Hulu 148
34 Nilai R/C Skenario Penggunaan Lahan Alternatif DAS
Konaweha Hulu 150
35 Analisis Penerimaan Para Pihak terhadap Skenario
Penggunaan Lahan Alternatif di DAS Konaweha Hulu 151 36 Analisis Kelayakan Penggunaan Lahan Alternatif di DAS
Konaweha Hulu Tahun 2050 152
37 Analisis Perbandingan antara Kebijakan Tata Guna Lahan Eksisting dengan Skenario Penggunaan Lahan Alternatif di
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1 Kerangka Berpikir Analisis Penggunaan Lahan Alternatif untuk Menjamin Ketersediaan Sumberdaya Air di DAS
Konaweha Provinsi Sulawesi Tenggara 7
2 Perubahan Luas Hutan Alam Tropis Benua Amerika, Afrika
serta Asia dan Oceania. 17
3 Klaisifikasi Nilai Lingkungan dan Hubungannya dengan
Metode Valuasi. 26
4 Peta Lokasi Penelitian Intensif DAS Konaweha Hulu Tahun
2009 37
5 Desain Jalur Analisis Vegetasi di DAS Konaweha Hulu Tahun
2009 39
6 Kerangka Penarikan Sampel Penelitian (Sampling Frame) di
DAS Konaweha Tahun 2009 41
7 Grafik Rata-Rata Curah Hujan Bulanan di DAS Konaweha 71
8 Peta DAS Konaweha berdasarkan Kemiringan Lereng 73
9 Peta Luasan DAS Konaweha Berdasarkan Jenis Tanah 74 10 Peta Penggunaan Lahan DAS Konaweha Hulu Tahun 2008 75 11 Pola Penurunan Luas Hutan di DAS Konaweha Hulu Periode
Lima Tahunan (1991-2010) 80
12 Pola Peningkatan Luas Perkebunan di DAS Konaweha Hulu
Periode Lima Tahunan (1991-2010) 81
13 Pola Peningkatan Luas Kebun Campuran di DAS Konaweha
Hulu Periode Lima Tahunan (1991-2010) 82
14 Pola Peningkatan Luas Semak Belukar di DAS Konaweha
Hulu Periode Lima Tahunan (1991-2010) 83
15 Proyeksi Luas Hutan, Perkebunan, Kebun Campuran dan Semak Belukar di DAS Konaweha Hulu Periode Lima
Tahunan (2011-2050) 85
16 Pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Luas Hutan di DAS
Konaweha Hulu Periode 1991-2010 87
17 Debit Harian Rata-rata, Debit Harian Maksimum dan Debit
Harian Minimum Sungai Konaweha Tahun 2007-2009 90
18 Pengaruh Penurunan Luas Hutan dan Peningkatan Luas Perkebunan, Kebun Campuran dan Semak Belukar terhadap
Koefisien Aliran Permukaan (C) di DAS Konaweha Hulu 95 19 Pengaruh Penurunan Luas Hutan dan Peningkatan Luas
Perkebunan, Kebun Campuran dan Semak Belukar terhadap
Debit Maksimum (Qmax) Sungai Konaweha 96
20 Pengaruh Penurunan Luas Hutan dan Peningkatan Luas Perkebunan, Kebun Campuran dan Semak Belukar terhadap
21 Pengaruh Penurunan Luas Hutan terhadap Koefisien Aliran
Permukaan DAS Konaweha Hulu Periode 1991-2010 99
22 Pengaruh Penurunan Luas Hutan terhadap Debit Minimum
(Qmin) Sungai Konaweha Periode 1991-2010 100
23 Hidrograf Aliran Sungai Konaweha berdasarkan Rata-rata
Aritmetik dan Peluang 80 % Tahun 1993-2009 104
24 Distribusi Ketersediaan Air dan Curah Hujan Bulanan di DAS
Konaweha Tahun 1993-2009 105
25 Proyeksi Debit Minimum (Qmin) Sungai Konaweha Periode
Lima Tahunan (2011-2050) 107
26 Pola Pertumbuhan Penduduk di DAS Konaweha Tahun
2000-2009 109
27 Pola Pertumbuhan Industri Kecil di DAS Konaweha Tahun
2000-2009 112
28 Pola Pertumbuhan Industri Sedang/Besar di DAS Konaweha
Tahun 2000-2009 113
29 Pola Pertumbuhan Luas Sawah di DAS Konaweha Tahun
2000-2009 116
30 Kurva Ketersediaan dan Kebutuhan Air Periode 2011-2050 di
DAS Konaweha 126
31 Biaya Pemeliharaan Fungsi DAS Kabupaten/Kota di DAS Konaweha (10 % Nilai Manfaat Ekonomi Air Kabupaten
/Kota) Periode 2046-2050 133
32 Peta Skenario 1 Penggunaan Lahan Alternatif di DAS
Konaweha Hulu 144
33 Peta Skenario 2 Penggunaan Lahan Alternatif di DAS
Konaweha Hulu 144
34 Peta Skenario 3 Penggunaan Lahan Alternatif di DAS
Konaweha Hulu 145
35 Peta Skenario 4 Penggunaan Lahan Alternatif di DAS
Konaweha Hulu 145
36 Peta Skenario 5 Penggunaan Lahan Alternatif di DAS
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1 Peta Penggunaan Lahan DAS Konaweha Hulu Tahun 1991 171 2 Peta Penggunaan Lahan DAS Konaweha Hulu Tahun 1999 171 3 Peta Penggunaan Lahan DAS Konaweha Hulu Tahun 2011 172 4 Proporsi Luas Masing-masing Jenis Penggunaan Lahan di DAS
Konaweha Hulu Tahun 1991-2011 172
5 Analisis Keragaman (Anova) Pengaruh Waktu terhadap
Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Konaweha Hulu 173
6 Proyeksi Luas Hutan, Perkebunan, Kebun Campuran dan Semak
Belukar di DAS Konaweha Hulu Tahun 2011-2050 173
7a Debit Harian Rata-rata Sungai Konaweha Tahun 2007 174 7b Debit Harian Rata-rata Sungai Konaweha Tahun 2008 175 7c Debit Harian Rata-rata Sungai Konaweha Tahun 2009 176 7d Debit Harian Rata-rata, Debit Harian Maksimum dan Debit
Harian Minimum Sungai Konaweha 2007-2009 177
8 Curah Hujan Rata-rata Bulanan DAS Konaweha Tahun
1999-2009 177
9 Debit Bulanan Rata-rata, Maksimum dan Minimum Sungai
Konaweha Tahun 1993-2009 177
10 Koefisien Aliran Permukaan, Debit Maksimum dan Debit
Minimum DAS Konaweha Hulu Periode 1991-2010 178
11 Analisis Regresi dan Keragaman Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Kondisi Hidrologi DAS Konaweha
Hulu 178
12 Debit Rata-rata Sungai Konaweha dengan Pendekatan Rata-rata
Aritmetik (m3/detik) 179
13 Debit Rata-rata Sungai Konaweha dengan Peluang 80 %
(m3/detik) 179
14 Debit Minimum (Qmin) Sungai Konaweha Periode 2011-2050 179
15a Contoh Hasil Tabulasi Kebutuhan Air Penduduk Kelas Sosial
Tinggi di Kota Kendari 180
15b Jumlah Penduduk menurut Kelas Sosial di DAS Konaweha
Tahun 2000-2009 181
15c Kebutuhan Air Domestik DAS Konaweha Tahun 2010-2050
(juta m3) 181
15d Distribusi Bulanan Kebutuhan Air Domestik DAS Konaweha
Tahun 2010-2050 (juta m3) 182
16a Jumlah Industri Kecil dan Industri Sedang/Besar di DAS
Konaweha Tahun 2000-2009 183
16b Hasil Tabulasi Kebutuhan Air Industri Sedang/Besar di DAS
Konaweha 183
16c Kebutuhan Air Industri DAS Konaweha Tahun 2010-2050 (juta
m3) 184
16c Distribusi Bulanan Kebutuhan Air Industri DAS Konaweha
Tahun 2010-2050 (juta m3) 185
17a Tabulasi Hasil Perhitungan Penggunaan dan Kebutuhan Air
Irigasi Rata-rata di Kabupaten Kolaka (m3/hektar/tahun) 186
17c Proyeksi Kebutuhan Air Irigasi DAS Konaweha Tahun
2010-2050 (juta m3) 187
17d Distribusi Bulanan Kebutuhan Air Irigasi DAS Konaweha
Tahun 2010-2050 (juta m3) 188
18a Proyeksi Kebutuhan Air Menggelontor di Sungai Konaweha
Tahun 2010-2050 189
18b Distribusi Bulanan Kebutuhan Air yang Menggelontor di Sungai
Tahun 2010-2050 di DAS Konaweha 190
19a Proyeksi Kebutuhan Air Total di DAS Konaweha Tahun
2010-2050 191
19b Distribusi Bulanan Kebutuhan Air Total DAS Konaweha Tahun
2010-2050 (juta m3) 192
19c Distribusi Bulanan Kebutuhan Air Total DAS Konaweha Tahun
2010-2050 (m3/detik) 193
20 Nilai Ekonomi Air Masing-masing Sektor di DAS Konaweha
Tahun 2010-2050 194
21 Nilai Ekonomi Air Kabupaten/Kota di DAS Konaweha Tahun
2010-2050 195
22 Proporsi Biaya Pemeliharaan Fungsi DAS Masing-masing
Kabupaten/Kota di DAS Konaweha Tahun 2010-2050 196
23 Biaya Pemeliharaan Fungsi DAS Kabupaten/Kota di DAS
Konaweha Tahun 2010-2050 197
24a Hasil Perhitungan Nilai Ekonomi Rotan di DAS Konaweha
Tahun 2009 198
24b Produktivitas Rata-rata Pengumpul/Pengolah Rotan di DAS
Konaweha Tahun 2009 198
25a Nilai Ekonomi Madu di DAS Konaweha Tahun 2009 199
25b Nilai Produktivitas dan Penerimaan Madu di DAS Konaweha
Tahun 2009 200
26a Contoh Analisis Vegetasi Semai untuk Plot 10 di DAS
Konaweha Tahun 2009 200
26b Potensi Karbon Rata-rata Semai, Pancang, Tiang dan Pohon di
DAS Konaweha Tahun 2009 201
27 Analisis WTP Nilai Pilihan Responden di DAS Konaweha
Tahun 2009 202
28 Analisis WTP Nilai Warisan Responden di DAS Konaweha
Tahun 2009 203
29 Analisis WTP Nilai Keberadaan Responden di DAS Konaweha
Tahun 2009 204
30 Hubungan Proporsi Tutupan Masing-masing Jenis Penggunaan
Lahan dengan Debit Minimum DAS Konaweha Hulu 205
31 Proporsi Luas Masing-masing Skenario Penggunaan Lahan
Fenomena yang akhir-akhir ini terkait dengan eksistensi sumberdaya air adalah penurunan ketersediaan air sementara kebutuhan air meningkat terus dari waktu ke waktu yang merupakan konsekuensi logis dari pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitas ekonomi.
Rata-rata ketersediaan air saat ini di atas daratan Indonesia adalah kurang lebih 15.000 m3/kapita/tahun. Angka tersebut sebenarnya relatif sangat besar yaitu hampir 25 kali rata-rata ketersediaan air per kapita per tahun dunia yang besarnya 600 m3/kapita/tahun (Arif, 2003). Walaupun angka ketersediaan air di Indonesia sangat besar, namun tidak merata baik secara spasial maupun temporal. Wilayah Indonesia Bagian Barat diberi berkah dengan hujan yang sangat berlimpah, sedangkan Wilayah Indonesia Bagian Timur mengalami hal yang sebaliknya. Ketersediaan air tersebut masih belum merata sepanjang tahun, sehingga di suatu wilayah terjadi kekeringan pada musim kemarau dan banjir pada musim hujan.
Penurunan ketersediaan air bertolak belakang dengan fenomena peningkatan kebutuhan air. Tingkat kebutuhan air terbesar di Indonesia berdasarkan sektor kegiatan dapat dibagi dalam tiga kelompok besar (Dyah, 2000), yakni : kebutuhan domestik, kebutuhan irigasi pertanian dan kebutuhan industri. Pada tahun 1990 kebutuhan air untuk domestik, irigasi dan industri berturut-turut adalah : 3,2 x 109 m3/tahun, 74,9 x 109 m3/tahun, dan 0,70 x 109 m3/tahun. Pada tahun 2000 kebutuhan air masing-masing sektor berturut-turut : 3,5 x 109 m3/tahun, 82,4 x 109 m3/tahun, dan 0,79 x 109 m3/tahun (Isnugroho, 2002). Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa selama kurun waktu 10 tahun maka kebutuhan air sektor domestik dan irigasi meningkat sekitar 9 %, sedangkan sektor industri sebesar 11 %.
Penurunan ketersediaan air dan peningkatan kebutuhan air juga terjadi di Provinsi Sulawesi Tenggara, termasuk juga di DAS Konaweha. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan akibat eksploitasi lahan secara terus-menerus sehingga terjadi penurunan kapasitas infiltrasi dan peningkatan aliran permukaan, akibatnya jumlah air yang hilang ke laut akan meningkat pula yang pada akhirnya akan mempengaruhi ketersediaan air.
Perubahan penggunaan lahan diduga mengakibatkan terjadinya penurunan debit minimum dan peningkatan debit maksimum. Fakta menunjukkan bahwa pada bulan mei tahun 2000 terjadi banjir dengan debit sekitar 380 m3/detik yang menyebabkan lebih dari 10.000 hektar sawah di wilayah irigasi Wawotobi terendam banjir. Pada tahun yang sama dari september sampai nopember terjadi kekeringan dengan debit minimum rata-rata 10,6 m3/detik yang mengakibatkan lebih dari 5.000 hektar sawah di wilayah tersebut tidak mendapatkan pasokan air yang cukup. Pada bulan september tahun 2003 maka debit minimum Sungai Konaweha adalah 27 m3/detik, pada tahun 2006 dan 2008 maka debit minimum bulan september menjadi 23 m3/detik dan 20 m3/detik (Sub Dinas PU Pengairan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2010). Jika kecenderungan penurunan ini berlanjut, diperkirakan akan terjadi defisit air pada musim kemarau.
Kebijakan pemerintah pusat tentang pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) pertambangan yang dipusatkan di Provinsi Papua, Papua Barat dan Sulawesi Tenggara juga berpotensi memberikan dampak terhadap perubahan penggunaan lahan. Untuk tujuan tersebut maka Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara mengusulkan perubahan status hutan seluas 310.165 hektar menjadi areal penggunaan lain (APL) melalui revisi Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RUTRW) Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2010 (Bappeda Provinsi Sulawesi Tenggara, 2010). Dari luasan tersebut, maka sekitar 10 % berada di DAS Konaweha. Jika usulan tersebut di atas disetujui, maka dihkawatirkan akan semakin menurunkan ketersediaan air khususnya distribusi ketersediaan air bulanan.
Seiring dengan penurunan ketersediaan air, maka kebutuhan air di DAS Konaweha cenderung mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Peningkatan kebutuhan air ini disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk, peningkatan
jumlah industri dan pertambahan luas sawah. Angka pertumbuhan penduduk rata-rata di DAS Konaweha adalah 1,22 % per tahun, sementara laju pertambahan industri kecil adalah 0,7 % per tahun dan industri sedang dan besar lebih dari 7 % per tahun, sedangkan laju pertambahan luas sawah diperkirakan lebih dari 1 % per tahun.
DAS Konaweha mempunyai fungsi strategis karena merupakan DAS terbesar di Sulawesi Tenggara dengan luas ± 697.841 hektar dan secara administrasi meliputi empat daerah otonom yakni Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Kolaka dan Kota Kendari (BPDAS Sampara, 2009). Salah satu peranannya yang sangat vital adalah sebagai sumber air bagi pemenuhan kebutuhan domestik, industri dan irigasi keempat daerah otonom tersebut di atas. Vitalnya peranan DAS Konaweha tersebut di atas belum didukung oleh upaya pemeliharaan fungsi DAS dalam menjaga tata air oleh keempat daerah otonom. Hal ini disebabkan oleh belum jelasnya proporsi pembiayaan yang harus menjadi tanggung jawab masing-masing wilayah. Alokasi pembiayaan yang bersumber dari nilai ekonomi hutan dan air belum dapat direalisasikan karena hingga saat ini belum ada penelitian tentang hal ini. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu kajian tentang valuasi ekonomi hutan dan air serta proporsi biaya pemeliharaan fungsi DAS yang bersumber dari nilai manfaat ekonomi bagi masing-masing wilayah di DAS Konaweha.
Selain itu hingga saat ini belum ada kebijakan penggunaan lahan alternatif di DAS Konaweha, khususnya kebijakan yang berkaitan dengan keberlanjutan ketersediaan air jangka panjang. Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan konflik kepentingan antar wilayah yang memanfaatkan jasa DAS Konaweha sebagai sumber air bersih.
Dalam rangka mencari alternatif untuk menyelesaikan berbagai masalah sebagaimana diuraikan terdahulu, maka diperlukan penelitian komprehensif dan mendalam. Oleh karena itu, maka penelitian tentang “Analisis Alternatif Penggunaan Lahan untuk Menjamin Ketersediaan Sumberdaya Air di DAS Konaweha Provinsi Sulawesi Tenggara” perlu untuk dilakukan.
Rumusan Masalah
DAS Konaweha yang merupakan DAS terbesar di Sulawesi Tenggara mempunyai masalah yang cukup kompleks. Masalah tersebut akan semakin kompleks jika dikaitkan dengan pemanfaatan sumberdaya lahan termasuk hutan dan air. Beberapa masalah yang mungkin akan terjadi di DAS Konaweha adalah sebagai berikut:
1. Defisit air; Kecenderungan penurunan debit minimum dan peningkatan debit maksimum akibat perubahan penggunaan lahan khususnya hutan sangat berpotensi menyebabkan terjadinya defisit air. Masalah ini akan semakin besar seiring dengan peningkatan kebutuhan air sektor domestik, industri dan irigasi di DAS Konaweha.
2. DAS Konaweha yang secara administrasi meliputi Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Kolaka dan Kota Kendari memanfaatkan jasa lingkungan DAS Konaweha sebagai sumber air selama ini belum memberikan kontribusi memadai terhadap biaya pemeliharaan fungsi DAS dalam menjaga tata air. Alokasi biaya pemeliharaan fungsi DAS yang bersumber dari manfaat ekonomi air hingga saat ini belum bisa direalisasikan karena belum adanya besaran proporsi masing-masing daerah otonom dalam pembiayaan.
3. DAS Konaweha merupakan DAS regional yang secara administrasi terdiri dari Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Kolaka dan Kota Kendari belum ada regulasi yang mengatur kebijakan penggunaan lahan alternatif yang dapat menjamin ketersediaan air jangka panjang.
Kerangka Pemikiran
Defisit air yang tercermin dari penurunan debit minimum dan peningkatan debit maksimum Sungai Konaweha diduga disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan khususnya perubahan luas hutan. Perubahan penggunaan lahan ini tidak terlepas dari aspek pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitas ekonomi yang menyebabkan terjadinya tekanan terhadap lahan.
Perubahan penggunaan lahan khususnya penggunaan lahan hutan menjadi non hutan akan meningkatkan aliran permukaan dan penurunan kapasitas infiltrasi tanah sehingga sebagian besar air hujan menjadi aliran permukaan dan terbuang ke laut. Pada saat yang sama maka jumlah air yang masuk dan tersimpan di dalam tanah juga berkurang akibat penurunan kapasitas infiltrasi tanah sehingga akan mengurangi jumlah aliran dasar (baseflow). Aliran dasar inilah yang diharapkan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air jangka panjang.
Penurunan kapasitas infiltrasi tanah dan peningkatan aliran permukaan akan menyebabkan pola distribusi air yang tidak merata, artinya ada waktu-waktu tertentu terjadi kelebihan air yang tidak termanfaatkan, dan sebaliknya pada waktu lainnya terjadi kekurangan air. Kelebihan air yang terjadi pada musim hujan sampai saat ini belum dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pada musim kemarau sehingga sebagian besar air hujan yang jatuh akan menjadi aliran permukaan dan hilang ke laut.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah tersebut di atas adalah bagaimana mengoptimalkan jumlah air hujan yang masuk ke dalam tanah pada musim hujan sehingga tidak hilang ke laut, guna memenuhi kebutuhan air pada musim kemarau. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan kelebihan air adalah dengan menyimpan air di dalam tanah melalui peningkatan kapasitas infiltrasi tanah. Upaya ini diharapkan dapat menyimpan air hujan yang jatuh pada musim hujan kemudian air tersebut akan mengalir kembali secara perlahan-lahan melalui aliran dasar pada musim kemarau.
Pada konteks hubungan antara perubahan penggunaan lahan dengan ketersediaan air, maka penataan pengguaan lahan diharapkan dapat menurunkan aliran permukaan dan meningkatkan jumlah air hujan yang masuk dan tersimpan di dalam tanah sehingga akan meningkatkan aliran dasar (baseflow) atau aliran sungai. Penurunan aliran permukaan ini akan menurunkan debit maksimum sungai akibat sebagian air hujan tersimpan di dalam tanah dan menjadi aliran dasar (aliran sungai). Akibatnya distribusi bulanan aliran sungai diharapkan relatif merata.
Perubahan penggunaan lahan di DAS Konaweha yang dikhawatirkan akan menyebabkan defisit air perlu dikendalikan dan diatur berdasarkan proporsi luas masing-masing jenis penggunaan lahan yang dapat menjamin ketersediaan air jangka panjang. Status neraca ketersediaan dan kebutuhan air di DAS Konaweha merupakan salah satu cara untuk menentukan penggunaan lahan alternatif di DAS Konaweha.
Kebijakan penggunaan lahan alternatif di DAS Konaweha ditentukan berdasarkan indikator biofisik (debit minimum lebih dari atau sama dengan kebutuhan air), indikator ekonomi (penerimaan lebih besar dari biaya yang digunakan) dan indikator sosial (dapat diterima, tidak bertentangan dengan kebiasaan masyarakat dan dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat dengan pengetahuan yang mereka miliki).
Kebijakan penggunaan lahan alternatif di DAS Konaweha yang merupakan DAS terbesar di Sulawesi Tenggara mencakup Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Kolaka dan Kota Kendari perlu disepakati dan diatur agar tidak terjadi konflik. Salah satu aspek yang perlu diatur adalah tanggung jawab pembiayaan untuk pemeliharaan fungsi DAS dalam menjaga tata air berdasarkan nilai manfaat ekonomi air yang diperoleh masing-masing kabupaten/kota.
Diagram kerangka berpikir penelitian analisis penggunaan lahan alternatif untuk menjamin ketersediaan sumberdaya air di DAS Konaweha Provinsi Sulawesi Tenggara disajikan pada Gambar 1.
: Pertambahan Jumlah
Penduduk dan Peningkatan Aktivitas
Ekonomi
Peningkatan Kebutuhan Air Sektor Domestik, Industri dan
Pertanian
Perubahan Penggunaan Lahan
Distribusi Debit Sungai tidak Merata
Keluaran : Kebutuhan Air Total (Jumlah dan Distribusi)
Keluaran : Ketersediaan Air (Jumlah dan Distribusi), Runoff
Coeficient (RO) Analisis Manfaat Ekonomi Hutan Analisis Manfaat Ekonomi Air Neraca Air Valuasi Ekonomi Analisis Penggunaan Lahan Alternatif Analisis R/C Analisis Sosial
REKOMENDASI
Analisis Tanggung Jawab Biaya Pemeliharaan Fungsi DAS oleh Kabupaten/Kota Analisis Hidrograf Aliran Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Analisis Kebutuhan Air Infiltrasi Menurun Aliran Permukaan MeningkatVolume Air Hilang ke Laut Meningkat
Curah Hujan
Surplus Defisit
STOP LANJUT
Gambar 1. Kerangka Berpikir Analisis Penggunaan Lahan Alternatif untuk Menjamin Ketersediaan Sumberdaya Air di DAS Konaweha Provinsi Sulawesi Tenggara.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian : (1) mengkaji perubahan penggunaan lahan dan pengaruhnya terhadap sumberdaya air di DAS Konaweha; (2) mengkaji ketersediaan dan kebutuhan air serta proporsi luas hutan minimal yang harus dipertahankan untuk menjamin keberlanjutan sumberdaya air di DAS Konaweha; (3) mengkaji proporsi biaya pemeliharaan fungsi DAS dalam menjaga tata air bagi kabupaten/kota untuk menjamin keberlanjutan sumberdaya air; dan (4) mengkaji kebijakan penggunaan lahan alternatif yang dapat menjamin ketersediaan air jangka panjang.
Kebaruan (Novelty)
Hasil penelitian yang berjudul “Analisis Alternatif Penggunaan Lahan untuk Menjamin Ketersediaan Sumberdaya Air di DAS Konaweha Provinsi Sulawesi Tenggara” menemukan kebaruan (novelty) yang sifatnya tidak bertentangan bahkan memperkuat atau menyempurnakan temuan atau teori-teori yang ada selama ini. Kebaruan tersebut adalah:
1. Proporsi luas hutan minimal yang harus dipertahankan dalam suatu DAS ditentukan atas dasar besarnya debit minimum yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan air dengan besaran lebih dari atau sama dengan kebutuhan air.
2. Daerah Aliran Sungai (DAS) yang secara administrasi mencakup lebih dari satu daerah otonom dan memanfaatkan air dari DAS tersebut, maka tanggung jawab masing-masing daerah otonom terhadap pembiayaan pemeliharaan fungsi DAS dalam menjaga tata air didasarkan pada proporsi nilai ekonomi air yang dimanfaatkan masing-masing daerah otonom terhadap total nilai ekonomi air yang digunakan. Hal ini sejalan dengan prinsip PES (payment of environmental services) yakni siapa saja yang memanfaatkan jasa lingkungan termasuk air harus membayar jasa tersebut.
Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian
Batasan dan ruang lingkup penelitian Analisis Alternatif Penggunaan Lahan untuk Menjamin Ketersediaan Sumberdaya Air di DAS Konaweha Provinsi Sulawesi Tenggara perlu dirumuskan untuk memberikan arah yang jelas tentang penelitian. Batasan dan ruang lingkup tersebut adalah sebagai berikut :
1. Lokasi penelitian adalah DAS Konaweha yang berada di Provinsi Sulawesi Tenggara yang meliputi 3 kabupaten dan 1 kota yakni Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Kolaka dan Kota Kendari.
2. Penelitian aspek kebutuhan air domestik dan kebutuhan air industri dilakukan di seluruh DAS Konaweha ditambah dengan wilayah di Kota Kendari yang berada di luar DAS Konaweha namun menggunakan air yang bersumber dari DAS Konaweha. Penelitian kebutuhan air irigasi dilakukan di dalam DAS Konaweha yakni di Kabupaten Konawe, Konawe Selatan dan Kabupaten Kolaka.
3. Penelitian aspek ketersediaan air (aspek hidrologi) dilakukan di DAS Konaweha Hulu yang meliputi kawasan Irigasi Wawotobi sampai ke hulu DAS Konaweha. Penelitian curah hujan difokuskan pada kajian tentang curah hujan rata-rata dan distribusi curah hujan bulanan di DAS Konaweha.
4. Penelitian aspek hidrologi difokuskan pada kajian kondisi hidrologi DAS Konaweha Hulu. Aspek-aspek hidrologi yang dikaji adalah koefisien aliran permukaan dan debit minimum dalam kaitannya dengan perubahan penggunaan lahan.
5. Penelitian tentang perubahan penggunaan lahan difokuskan pada perubahan penggunaan lahan dominan dalam kaitannya dengan pertumbuhan populasi penduduk di DAS Konaweha.
6. Penelitian neraca ketersediaan dan kebutuhan air didasarkan pada ketersediaan dan kebutuhan air minimum pada bulan tertentu sedangkan bulan-bulan lainnya diabaikan dalam analisis.
7. Penelitian tentang nilai ekonomi sumberdaya alam difokuskan pada nilai ekonomi hasil hutan non kayu, meliputi nilai ekonomi flora dan fauna (rotan dan madu), penyerapan karbon, nilai pilihan, nilai warisan, dan nilai keberadaan. Nilai ekonomi air yang diteliti adalah nilai ekonomi air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik, industri dan irigasi. Penelitian tentang nilai ekonomi hasil hutan non kayu dan nilai ekonomi air dilakukan di seluruh DAS Konaweha.
8. Penelitian aspek sosial difokuskan pada persepsi para pihak yang terkait dengan tata guna lahan di DAS Konaweha.
9. Penelitian aspek proporsi tanggung jawab pembiayaan masing-masing kabupaten/kota difokuskan pada nilai ekonomi air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sektor domestik, industri dan irigasi.
10. Penentuan penggunaan lahan alternatif didasarkan pada hasil kajian aspek lingkungan, ekonomi dan sosial.
11. Ketersediaan air adalah jumlah air yang berasal dari debit sungai dan tersedia setiap saat guna memenuhi kebutuhan domestik, industri dan irigasi.
12. Kebutuhan air adalah jumlah air yang dibutuhkan untuk keperluan sektor domestik, industri dan sektor pertanian (irigasi) serta air yang harus tetap menggelontor di sungai.
13. Air sungai yang menggelontor adalah air yang harus tetap mengalir agar fungsi sungai baik fungsi ekologi maupun fungsi ekonomi tetap terjaga.
14. Defisit air adalah suatu keadaan dimana jumlah air tersedia tidak dapat mencukupi kebutuhan air domestik, industri, irigasi dan air yang harus tetap menggelontor di sungai.
Sejalan dengan meningkatnya pembangunan pada berbagai bidang, maka kebutuhan untuk mendapatkan sumberdaya air juga meningkat, baik kuantitas maupun kualitas. Sementara itu fasilitas pelayanan prasarana dasar penyediaan air belum mampu memenuhi peningkatan kebutuhan tersebut. Fauzi (2004) mengemukakan bahwa seiring dengan bertambahnya penduduk dan eskalasi pembangunan ekonomi, maka fungsi ekonomi dan sosial air sering terganggu karena semakin kritisnya suplai air sementara permintaan terus meningkat.
Permasalahan air yang banyak timbul pada umumnya diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan, kualitas serta cara pandang masyarakat tentang ketersediaan air (Kodoatie, et al., 2002), antara lain : (1) permintaan terhadap penyediaan air meningkat, sementara itu ketersediaan air dan prasaranya semakin terbatas; (2) tingkat pencemaran air dan badan air terus berlangsung sehingga mencapai keadaan yang memprihatinkan; (3) tingkat penghayatan kondisi krisis (sense of crisis), rasa memiliki dan partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan air masih relatif rendah; dan (4) tingginya kerusakan lingkungan di daerah tangkapan air (catchment area), tingginya erosi, dan ancaman banjir.
Krisis air akhir-akhir ini telah melanda berbagai negara di dunia termasuk juga Indonesia. Air yang merupakan kebutuhan esensial berbagai aktivitas manusia telah menjadi barang langka sejak terjadinya peningkatan aktivitas manusia dengan pesat. Sementara itu total air bersih yang tersedia di berbagai negara cenderung menjadi terbatas. Jumlah populasi penduduk dan ketersediaan air per kapita berbagai negara di dunia menjadi isu yang sangat menarik (International Water Management Institute, 2006).
Biswas (1997) mengemukakan bahwa Canada dengan jumlah penduduk 29.1 juta pada tahun 1994 mempunyai angka ketersediaan air tertinggi yakni 99.69 ribu m3 per kapita, tahun 2025 dengan jumlah penduduk 38.3 juta
mempunyai angka ketersediaan air 75,74 ribu m3 per kapita, sedangkan tahun 2050 diperkirakan jumlah penduduknya mencapai 39.9 juta dengan angka ketersediaan air sebesar 72.70 ribu m3 per kapita. Penduduk Indonesia pada tahun 1994 yang berjumlah 189.9 juta mempunyai angka ketersediaan air sebesar 13.32 ribu m3 per kapita, tahun 2025 dengan jumlah penduduk 275.6 juta mempunyai angka ketersediaan air 9.17 ribu m3 per kapita, sedangkan tahun 2050 diperkirakan jumlah penduduknya mencapai 318.8 juta dengan angka ketersediaan air 7.94 ribu m3 per kapita.
Laporan International Water Management Institute (IWMI, 2006) bahwa Amerika Serikat, Cina dan India mencapai angka rata-rata penggunaan air tahunan yakni masing-masing 477.000 km3, 549.760 km3 dan 645.840 km3 dari tahun 1996-2002 (Tabel 1).
Tabel 1. Penggunaan Air Total dan Rata-rata Tahunan beberapa Negara di Dunia Tahun 1996-2002.
No. Negara Penggunaan
Air (km3)
Penggunaan Per Kapita (m3/Tahun) Tahun Data 1. USA 477.000 1.686 2000 2. Canada 44.720 1.386 1996 3. Mesir 68.300 923 2000 4. Finlandia 2.330 444 1999 5. Belgia 7.440 714 1998 6. Panama 820 254 2000 7. India 645.840 585 2000 8. China 549.760 415 2000 9. Polandia 11.730 304 2002 10. Afrika Selatan 12.500 264 2000
Sumber : International Water Management Institute (2006).
Tabel 1 menunjukkan bahwa USA menggunakan air 477.000 km3 setiap tahun, China sebesar 549.760 km3, India sebesar 645.840 km3. Mesir menggunakan air rata-rata setiap tahun sebesar 68.000 km3, Canada hanya 44.720 km3, sedangkan negara lainnya menggunakan air kurang dari 10 km3 per tahun, kecuali Polandia dan Afrika Selatan masing-masing 11.730 km3 setiap tahun dan 12.500 km3.
Tabel 1 juga memperlihatkan bahwa penggunaan air per kapita per tahun USA mencapai angka tertinggi dengan nilai 1.686 m3/kapita/tahun, sedangkan Canada dan Mesir masing-masing sebesar 1.386 m3/kapita/tahun dan 923 m3/kapita/tahun. Angka-angka tersebut jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan penggunaan air rata-rata negara-negara lainnya seperti Belgia, India dan Cina masing-masing sebesar 714 m3/kapita/tahun, 585 m3/kapita/tahun dan 415 m3/kapita/tahun. Sedangkan penggunaan air rata-rata Finlandia, Panama, Polandia dan Afrika Selatan masing-masing sebesar 444 m3/kapita/tahun, 254 m3/kapita/tahun, 304 m3/kapita/tahun dan 264 m3/kapita/tahun.
Penggunaan air tiga sektor yakni sektor domestik, industri dan pertanian negara-negara di dunia menunjukkan angka yang cukup bervariasi. Proporsi penggunaan air masing-masing sektor juga cukup bervariasi tergantung dari kondisi kependudukan, pertumbuhan industri dan pembangunan sektor pertanian. Penggunaan air sektor domestik, industri dan pertanian beberapa negara di dunia disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Proporsi Penggunaan Air Rata-rata Sektor Domestik, Industri dan Pertanian beberapa Negara di Dunia Tahun 1996-2002.
No. Negara Penggunaan Air Sektor (%) Tahun Data
Domestik Industri Pertanian
1. USA 13 46 41 2000 2. Canada 20 68 12 1996 3. Mesir 8 6 86 2000 4. Finlandia 14 83 3 1999 5. Belgia 13 85 2 1998 6. Panama 67 5 28 2000 7. India 8 5 87 2000 8. China 7 25 68 2000 9. Polandia 13 79 8 2002 10. Afrika Selatan 31 6 63 2000
Tabel 2 menunjukkan bahwa 13 % penggunaan air di USA tahun 2000 adalah untuk memenuhi kebutuhan domestik, 46 % untuk kebutuhan industri dan 41 % untuk memenuhi kebutuhan sektor pertanian. Sebagian besar penggunaan air untuk Panama adalah untuk memenuhi kebutuhan domestik yakni 67 %, dan hanya 28 % untuk kebutuhan pertanian serta 5 % untuk kebutuhan industri. Sebagian besar (87 %) penggunaan air India adalah untuk memenuhi kebutuhan sektor pertanian dan hanya 8 % untuk memenuhi kebutuahan domestik dan 5 % untuk kebutuhan industri.
Penggunaan air harian rumah tangga kota untuk air minum adalah 8 galon per hari atau sekitar 2,0 % dari total penggunaan rumah tangga. Penggunaan untuk toilet cukup besar yakni sekitar 96 galon per hari atau sekitar 28,0 % dari total penggunaan rumah tangga. Penggunaan untuk kebutuhan mandi yaitu 80 galon per hari atau sekitar 23 % dari total penggunaan keluarga (Ward and Elliot, 1995).
Menurut proyeksi IFPRI (International Food Policy Research Institute), kebutuhan air Indonesia tahun 2020 untuk keperluan pertanian, industri dan domestik dibandingkan tahun 1995 meningkat berturut-turut 25 persen, 300 persen dan 400 persen, padahal secara kuantitas volume air yang ada relatif konstan. Bahkan air yang dapat digunakan (utilizable) cenderung menurun antara lain akibat pencemaran dan kerusakan biofisik DAS. Salah satu indikatornya adalah tingginya fluktuasi debit pada musim hujan dan musim kemarau serta rentannya (susceptible) pasokan air akibat deraan anomali iklim seperti elnino dan lanina (Suara Merdeka, 2004). Masalah air bukan hanya masalah penyediaan air bersih untuk konsumsi manusia, melainkan juga menyangkut berbagai keperluan lain. Air buangan (wastewater) harus didaur ulang untuk mengurangi pencemaran.
Tingkat kebutuhan air terbesar berdasarkan sektor kegiatan dapat dibagi dalam tiga kelompok besar (Dyah, 2000), yakni : kebutuhan domestik, kebutuhan irigasi pertanian dan kebutuhan industri. Sejalan dengan pertambahan penduduk di Indonesia, maka kebutuhan air ketiga sektor ini akan meningkat pula.
Tingkat kebutuhan air terbesar di Indonesia berdasarkan sektor kegiatan dapat dibagi dalam tiga kelompok besar (Dyah, 2000), yakni : kebutuhan domestik, kebutuhan irigasi pertanian dan kebutuhan industri. Pada tahun 1990 kebutuhan air untuk domestik, irigasi dan industri berturut-turut adalah : 3,2 x 109 m3/tahun, 74,9 x 109 m3/tahun, dan 0,70 x 109 m3/tahun. Pada tahun 2000 kebutuhan air masing-masing sektor berturut-turut : 3,5 x 109 m3/tahun, 82,4 x 109 m3/tahun, dan 0,79 x 109 m3/tahun (Isnugroho, 2002). Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa selama kurun waktu 10 tahun maka kebutuhan air untuk sektor domestik dan irigasi meningkat 9 % dan sektor industri sebesar 11 %.
Hasil perbandingan yang dilakukan sejak tahun 1990 hingga tahun 2000 antara ketersediaan dan kebutuhan air menunjukkan bahwa ketersediaan air khususnya di Pulau Jawa dan Bali telah mengalami tingkat yang kritis. Kondisi kritis ini juga terjadi di Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan (Dyah, 2000). Apabila kondisi tersebut terus berlanjut, maka akan terjadi keterbatasan pengembangan dan pelaksanaan pembangunan di daerah-daerah tersebut karena daya dukung sumberdaya air yang telah terlampaui.
Faktor Penyebab dan Dampak Perubahan Penggunaan Lahan
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan termasuk deforestasi antara lain adalah faktor demografi (kependudukan), sosial ekonomi dan faktor biofisik. Faktor demografi antara lain meliputi jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk, struktur penduduk (umur dan jenis kelamin), dan jumlah kepala keluarga. Faktor sosial ekonomi antara lain meliputi tingkat pendidikan, tingkat pendapatan keluarga, dan jenis mata pencaharian. Sedangkan faktor biofisik antara lain jenis tanah dan kemiringan lereng (Mena, Walsh and Bilsborrow, 2010).
Perubahan penggunaan lahan berhubungan erat dengan peningkatan kebutuhan barang dan jasa yang membutuhkan lahan. Peningkatan jumlah penduduk akan menyebabkan peningkatan kebutuhan pangan, sandang dan energi. Peningkatan kebutuhan pangan, sandang dan energi akan mempengaruhi
secara langsung perubahan penggunaan lahan melalui konversi lahan untuk perluasan areal pertanian. Peningkatan kebutuhan energi atau bahan bakar seperti ethanol akan menyebabkan peningkatan luas lahan pertanian (Marshall, et al., 2011). Lebih lanjut Barbieri (2006) mengemukakan bahwa faktor penting yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan adalah mobilitas penduduk.
Analisis perubahan penggunaan lahan dengan menggunakan Conversion of Land Use and its Effects (CLUE-s) model dijelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan sangat kompleks, namun demikian faktor-faktor tersebut secara garis besar terdiri dari faktor kebutuhan lahan (land demand), perubahan populasi penduduk (changes in population), alokasi lahan (land allocation) dan perubahan produksi pertanian (changes in yield of agriculture) (Verburg, et al., 1999; Verburg, et al., 2011). Lebih lanjut dijelaskan bahwa analisis perubahan penggunaan lahan dengan model CLUE-s menggunakan variabel kebutuhan tutupan lahan (land cover demand), kesesuaian lokasi (location suitability), dan karakteristik konversi lahan (land conversion characteristics) (Fox, et al., 2011). Pola perubahan penggunaan lahan khususnya lahan pertanian dipengaruhi oleh faktor ketinggian tempat (elevation), kemiringan (slope) dan kepadatan penduduk (population density) (Huang, Cai and Peng, 2007). Selanjutnya Wainger, Rayburn dan Price (2007) mengemukakan bahwa perubahan penggunaan lahan dipengaruhi oleh kebutuhan energi khususnya bio energi yang bersumber dari pertanian. United State Environmental Protection Agency (USEPA) melaporkan bahwa pertumbuhan penduduk dan pola penggunaan lahan mempengaruhi perubahan penggunaan lahan (Environmental Protection Agency, 2000). Perubahan penggunaan lahan dipengaruhi oleh hasil interaksi yang kompleks antara faktor-faktor manusia dan faktor lingkungan (Schaldach and Priess, 2008).
Kondisi sumberdaya lahan saat ini berada dalam tekanan yang serius akibat pertambahan jumlah penduduk dan aktivitas ekonominya. Saat ini paling tidak ada sekitar 16 % lahan yang sesuai untuk pertanian telah terdegradasi dan
angka tersebut menunjukkan kecenderungan yang meningkat terus (UNEP and FAO, 1999).
Daerah-daerah tropis mengalami kejadian dramatis pada bidang perubahan penggunaan lahan selama beberapa dekade terakhir akibat pertumbuhan penduduk yang cepat, perubahan orientasi ekonomi dari subsisten ke orientasi pasar, instabilitas politik dan konflik sumberdaya bagi para pihak. Forest Resources Assessment (FRA) dan Food Agricultural Organization (FAO) memperkirakan bahwa perubahan penggunaan lahan menyebabkan kehilangan hutan alam tropis di dunia sudah sangat menghawatirkan. FRA memperkirakan pada era tahun 1990 – 2000 bahwa total hutan alam tropis dunia yang hilang adalah 9 juta hektar, dibandingkan dengan perhitungan FAO bahwa pada kurun waktu yang sama adalah 11,3 juta hektar dan periode 1990 – 1995 mencapai angka 13 juta hektar. Selanjutnya FRA memperkirakan bahwa pada periode tahun 2000 hingga sekarang telah terjadi kehilangan hutan alam tropis seluas 14,9 juta hektar dengan laju deforestasi rata-rata sebesar 0.7 % per tahun (Drigo, 2005).
Penyusutan luas hutan tersebut di atas masing-masing untuk Benua Amerika, Afrika, serta Benua Asia dan Oceania menunjukkan bahwa Benua Amerika mempunyai tingkat penyusutan luas hutan terbesar baik periode 1990-2000, maupun periode 2000-sekarang sebagaimana disajikan pada Gambar 2.
5.69 3.51 3.7 4.69 5.43 4.81 0 1 2 3 4 5 6
Amerika Afrika Asia dan Oceania
Ke
hil
angan hutan Tahunan
(J
uta ha)
1990-2000 2000-sekarang
Sumber : Diadaptasi dari Drigo (2005).
Gambar 2. Perubahan Luas Hutan Alam Tropis Benua Amerika, Afrika serta Asia dan Oceania.
Gambar 2 menunjukkan bahwa kehilangan hutan alam tropis Benua Amerika pada periode 1990-2000 adalah 5.69 juta hektar, sedangkan periode 2000-sekarang mencapai 4.69 juta hektar. Benua afrika mengalami kehilangan hutan tropis sebesar 3.7 juta hektar pada periode 1990-2000, sedangkan pada periode 2000-sekarang meningkat menjadi 5.43 juta hektar. Kehilangan hutan alam tropis Benua Asia dan Oceania pada era 1990-2000 adalah 3.51 juta hektar, sedangkan periode 2000-sekarang menjadi 4.81 juta kehtar.
Asia Tenggara merupakan wilayah yang mempunyai hutan tropis dengan laju degradasi yang serius sejak waktu lampau, namun percepatan degradasi hutan tropis di Asia Tenggara baru terjadi pada era 1970an guna memperoleh pendapatan untuk pembiayaan pembangunan negara. Pada tahun 1980an laju deforestasi untuk Kamboja adalah sekitar 60.000 hektar per tahun, sedangkan Indonesia sudah mencapai 600.000 hektar per tahun. Dua puluh tahun kemudian, maka laju deforestasi Indonesia menjadi tidak terkendali yakni mencapai 1.600.000 hektar per tahun dan tinggal menyisakan kawasan hutan seluas 93 juta hektar tahun 2000 dibandingkan tahun 1980 dengan luas kawasan hutan 120 juta hektar (Murdiyarso, 2005).
Dampak hidrologi perubahan penggunaan lahan dapat berupa jumlah maupun kualitas air. Selanjutnya dijelaskan bahwa dampak perubahan penggunaan lahan dalam hubungannya dengan aspek hidrologi (Bonell and Bruijnzeel, 2005) adalah : (1) erosi meningkat dengan terganggunya hutan; (2) laju sedimentasi meningkat akibat peningkatan erosi dan perubahan penutupan tanah; (3) kehilangan unsur hara akibat peningkatan pencucian (leaching); (4) produksi air (water yield) dalam hal ini ditribusi bulanan menurun seiring dengan penurunan evapotranspirasi vegetasi; (5) aliran air musiman khususnya aliran dasar (baseflow) akan menurun seiring dengan penurunan kapasitas infiltrasi tanah dan peningkatan aliran permukaan; (6) aliran puncak (peakflow) akan meningkat seiring dengan berkurangnya penutupan tanah; dan (7) pengisian air tanah akan menurun. Selanjutnya Aylward (2005) mengemukakan bahwa
dampak perubahan penggunaan lahan terhadap jumlah air meliputi : (1) hasil air tahunan; (2) aliran air musiman; (3) aliran puncak; dan (4) level air tanah.
Menurut Barbier (1995) kehilangan keanekaragaman hayati memberikan konsekuensi hilangnya nilai ekonomis potensial dari hutan seperti: produk hutan non kayu, bahan genetik untuk industri farmasi, bioteknologi, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta jenis-jenis kayu yang tidak dipasarkan. Pengukuran keanekaragaman jenis merupakan cara untuk menilai dampak kerusakan lingkungan.
Deforestasi juga memberikan dampak tidak langsung terhadap jasa keberadaan hutan untuk turisme dan rekreasi serta pendidikan, juga mempunyai dampak nyata terhadap kesejahteraan manusia melalui perlindungan DAS, pengaturan iklim dan penyedia karbon. Dengan demikian deforestasi menyebabkan hilangnya manfaat dari sumberdaya hutan sehingga menimbulkan kerugian ekonomi yang seharusnya dapat diperoleh. Kerugian ekonomi yang hilang dan berdampak pada timbulnya biaya akibat kebakaran hutan dapat disetarakan dengan istilah biaya kesempatan atau opportunity cost dalam ilmu ekonomi (Field, 1994; Pearce dan Moran, 1994).
Perubahan penggunaan lahan akan mempengaruhi aktivitas ekonomi baik langsung maupun tidak langsung. Semakin intensifnya penggunaan lahan dan pertumbuhan penduduk akan menyebabkan eksploitasi biomassa dan spesies tertentu sehingga tidak cukup waktu bagi vegetasi tersebut untuk melakukan regenerasi ketika dieksploitasi kembali, terjadi eksploitasi besar-besaran vegetasi tertentu, sehingga akan memicu pembangunan infrastruktur lainnya. Selanjutnya dijelaskan bahwa perubahan fungsi hidrologi akibat perubahan penggunaan lahan akan berpengaruh terhadap aspek ekonomi baik di kawasan hulu (upstream) maupun di kawasan hilir (downstream). Beberapa dampak ekonomi perubahan penggunaan lahan (Aylward, 2005) di kawasan hulu antara lain : penurunan produktivitas yang menyebabkan penurunan pendapatan, kehilangan potensi kayu, kayu bakar dan hasil-hasil non kayu, kehilangan potensi penyerap karbon, kehilangan spesies satwa liar, kehilangan flora bahan obat-obatan dan lain-lain.