• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Zona kepesisiran (coastal zone) merupakan daerah yang mempunyai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Zona kepesisiran (coastal zone) merupakan daerah yang mempunyai"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Zona kepesisiran (coastal zone) merupakan daerah yang mempunyai sumberdaya alam yang melimpah, baik sumberdaya biotik, abiotik, ataupun kebudayaan (cultural). Menurut Gunawan et al. (2005), zona kepesisiran merupakan salah satu zona yang kaya akan sumberdaya alam dan mempunyai potensi bagi upaya mendukung program pembangunan yang berkelanjutan. Sumberdaya alam yang ada di zona kepesisiran sebaiknya dikelola dengan baik oleh semua masyarakat yang ada di sekitarnya dan instansi yang mempunyai kewenangan untuk mengelola kawasan kepesisiran. Pengelolaan zona kepesisiran sangat diperlukan saat ini untuk mengelola sumberdaya yang ada di zona kepesisiran secara optimal. Pemanfaatan sumberdaya yang seoptimal mungkin menjadi suatu keharusan agar mendapat hasil yang optimal dan lestari.

Pengelolaan zona kepesisiran yang optimal disesuaikan dengan tipologi dan karakteristik dari pesisir untuk mendapatkan hasil pengelolaan yang maksimal tanpa merusak lingkungan. Karakteristik zona kepesisiran pada umumnya meliputi keterkaitan ekologis yang erat antara zona kepesisiran dengan daratan dan lautan, memiliki produktivitas yang tinggi, sangat dinamis dan fluktuatif. Selain itu terdapat lebih dari satu sumberdaya alam dan jasa lingkungan di zona kepesisiran, serta terdiri atas dua kelompok masyarakat dengan pandangan yang berbeda. Masing-masing zona kepesisiran mempunyai karakteristik dan tipologi yang berbeda, sehingga cara, alternatif dan strategi yang digunakan untuk

(2)

mengelola juga berbeda. Pengelolaan zona kepesisiran sebaiknya dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan untuk mengurangi dampak negatif atau bencana yang akan ditimbulkan dari suatu pengelolaan.

Banyaknya sumberdaya alam yang terdapat di zona kepesisiran membutuhkan penanganan yang berbeda antara satu sumberdaya dengan sumberdaya yang lainnya. Sumberdaya alam yang menjadi fokus utama kajian dalam penelitian ini adalah mangrove. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas. Zona kawasan sekitar pesisir merupakan tempat hidup komunitas mangrove. Indonesia mempunyai kawasan mangrove yang terluas di dunia dan termasuk ke dalam kelompok The World Mangrove. Luasan kawasan mangrove di Indonesia dengan luasan lebih dari 20 %

dari mangrove dunia (Mangrove Capital, 2012). Menurut data terbaru yang dikeluarkan oleh BAKOSURTANAL tahun 2009, luas mangrove di Indonesia mencapai 3,2 juta ha. Data ini diperoleh dari pendekatan penginderaan jauh, dengan menganalisis citra Landsat yang direkam pada tahun 2006 – 2009 dan ditambah dengan data referensi terbaru dari setiap sumber data (Saputro et al., 2009 dalam Kordi, 2012).

Konservasi hutan mangrove mempunyai fungsi ganda yang dapat digunakan untuk menjaga ekosistem lingkungan zona perairan. Keseimbangan ekosistem perairan pantai, pengikisan atau erosi pantai, penahan dan mengendapkan lumpur, serta penyaring bahan tercemar merupakan fungsi fisik hutan mangrove. Fungsi lainnya sebagai penghasil bahan organik, tempat

(3)

berlindung, bertelur biota laut dan sebagai penghalang mekanik dari hempasan ombak dan angin.

Menurut Dinas Kehutanan Jawa Tengah tahun 2006, kerusakan lahan mangrove di zona BP DAS Pemali-Jratun Provinsi Jawa Tengah seluas 49.875 ha, yang dibagi kedalam klasifikasi rusak berat, rusak dan tidak rusak. Kerusakan ekosistem mangrove di Jawa Tengah umumnya disebabkan oleh alih fungsi lahan menjadi permukiman, areal industri, pertambakan dan pertanian. Luas mangrove yang termasuk ke dalam rusak berat seluas 45.679 ha, rusak seluas 4.049 ha dan tidak rusak seluas 147 ha. Data dari Dinas Kehutanan tersebut dapat disimpulkan bahwa hampir 90 % dari keterdapatan mangrove di sepanjang Pantai Utara Jawa mengalami kerusakan yang tinggi. Menurut Poedjiraharjoe (2006), luas kawasan mangrove di Pantai Utara Jawa lebih luas jika dibandingkan dengan Pantai Selatan Jawa. Kabupaten di Jawa Tengah yang mempunyai kawasan mangrove terluas ada di Kabupaten Brebes dengan luas 3.846,4 ha, sedangkan kabupaten yang mempunyai luas lahan mangrove paling sedikit terdapat di Kabupaten Pati dengan luas 30,1 ha. Kabupaten Demak yang dijadikan daerah fokus penelitian ini mempunyai luas lahan mangrove sekitar 1.913,7 ha.

Kabupaten Demak merupakan salah satu kabupaten yang berada di bagian utara Provinsi Jawa Tengah. Berbagai permasalahan zona kepesisiran banyak ditemukan di daerah ini. Perubahan penggunaan lahan pada zona kepesisiran telah menyebabkan kawasan mangrove sepanjang pinggir pantai yang berfungsi sebagai penahan angin dan gelombang menimbulkan erosi secara cepat ke arah daratan. Sebagai dampaknya, ekosistem mangrove, pemukiman, dan tambak menjadi rusak

(4)

dan menjadi sumber kerugian ekonomi besar untuk masyarakat setempat. Selain permasalahan pada zona kepesisiran, permasalahan juga terjadi pada DAS-DAS yang mengalir pada zona Kabupaten Demak.

Permasalahan berupa banjir dan kekeringan merupakan permasalahan utama yang melanda hampir tiap tahunnya. Banjir akibat meluapnya sungai yang terdapat di Kabupaten Demak telah mengakibatkan ribuan rumah tergenang pada musim penghujan, sementara kekeringan yang melanda musim kemarau turut menimbulkan kerugian, terutama pada lahan-lahan pertanian dan tambak. Menurut data dari RPJMD Kabupaten Demak tahun 2011 – 2016, pengembangan budidaya perikanan tambak di Kecamatan Sayung dengan luas ±1.219 ha, Kecamatan Karangtengah dengan luas ±548 ha, Kecamatan Bonang dengan luas ±761 ha, dan Kecamatan Wedung dengan luas ±3.518 ha. Hasil data tersebut dapat diketahui bahwa kecamatan yang mempunyai luas tambak terluas adalah Kecamatan Wedung, sehingga dapat diasumsikan bahwa mata pencaharian utamanya untuk penduduk di Kecamatan Wedung kebanyakan sebagai petani tambak. Semakin bertambahnya luas tambak yang ada di zona kepesisiran Demak mengakibatkan terjadinya kerusakan lahan mangrove.

Rusak atau hilangnya mangrove ini dapat menyebabkan bencana alam dan kerugian bagi masyarakat di sekitar zona kepesisiran. Dampak yang terjadi akibat hilang/rusaknya mangrove meliputi erosi pantai, intrusi air laut, pencemaran air laut, banjir, hancurnya permukiman penduduk yang diterpa badai laut, hilangnya sumber perikanan alami dan hilangnya kemampuan dalam meredam emisi gas rumah kaca. Beberapa faktor langsung penyebab kerusakan mangrove meliputi

(5)

konversi lahan untuk permukiman, konversi lahan untuk tambak, penebangan mangrove yang berlebihan, membiarkan zona kepesisiran tandus dan gersang tanpa adanya upaya penghijauan, pengambilan/penangkapan fauna di ekosistem mangrove, pertambangan, pencemaran, dan sedimentasi. Menurut Kordi (2012), faktor penyebab kerusakan ekosistem mangrove secara tidak langsung meliputi kemiskinan masyarakat pesisir dan pulau-pulau, kepadatan penduduk di pesisir, ekspansi modal, konsumsi berlebih, rendahnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat dan lemahnya penegakan hukum.

Faktor utama yang menyebabkan rusaknya mangrove di zona kepesisiran Demak terjadi akibat adanya alih fungsi lahan mangrove menjadi tambak dan permukiman. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan menunjukkan bahwa kerusakan mangrove pada tahun 2012, kerusakan di Kecamatan Sayung seluas 400 ha, kerusakan di Kecamatan Karangtengah seluas 70 ha, kerusakan di Kecamatan Bonang seluas 69 ha, dan kerusakan Kecamatan Wedung 269 ha. Selengkapnya kondisi ekosistem mangrove di zona Kepesisiran Demak dapat dilihat di Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Kondisi Ekosistem Mangrove tahun 2012 di Kabupaten Demak

No Kecamatan KONDISI EKOSISTEM MANGROVE (ha)

Baik Sedang Rusak Ideal Belum Tertanam

1 Sayung 1.193 546 400 3.614,29 1.475,29

2 Karangtengah 500 225 70 1.010,00 205,00

3 Bonang 174 73 69 951,69 574,69

4 Wedung 907 412 267 2.401,64 815,64

Jumlah 2.774 1.256 806 7.977,62 3.070,62

(6)

Setiap zona kepesisiran mempunyai potensi dan permasalahan yang terjadi di sekitar zona kepesisiran. Berdasarkan kegiatan pra-survei, potensi mangrove yang ada di zona kepesisiran Demak meliputi: (1) mangrove sebagai habitat plasma nutfah tumbuh dengan baik, (2) mangrove melindungi pantai dan sungai

dari bahaya erosi, (3) mangrove dapat menahan hasil proses penimbunan lumpur sehingga membantu terbentuknya lahan baru, (4) mangrove dapat dijadikan greenbelt di sempadan pantai dan sungai, (5) penghasil kayu bakar dan bahan

baku industri, serta (6) kawasan mangrove dapat dijadikan sebagai tempat pariwisata. Selain potensi yang ada di zona kepesisiran Demak, ada juga permasalahan yang terjadi di zona kepesisiran Demak. Beberapa permasalah mangrove yang terjadi setelah diadakan survei awal di zona kepesisiran Demak terdiri dari: (1) akibat adanya alih fungsi lahan dari hutan mangrove menjadi lahan-lahan tambak, (2) greenbelt di sepanjang zona kepesisiran Demak sebagian ada yang hilang dan tenggelam akibat adanya arus laut, (3) masyarakat di sekitar zona kepesisiran Demak dengan sengaja menebang mangrove dengan alasan untuk mencari kayu bakar dan untuk membersihkan lahan tambaknya, serta (4) masyarakat di sekitar Kecamatan Wedung mempunyai asumsi keterdapatan mangrove hanya akan mengganggu tambaknya karena di kecamatan ini dibudidayakan sebagai lahan tambak garam.

Kajian perubahan ekosistem mangrove sangat diperlukan untuk menginventarisasi berbagai masalah kawasan mangrove di zona kepesisiran Demak. Pemetaan dan kajian ekosistem mangrove perlu dilakukan agar dapat dimanfaatkan masyarakat untuk menunjang perekonomiannya. Fungsi dan peran

(7)

mangrove sangat beraneka ragam, secara ekologis hutan mangrove mempunyai fungsi baik dari aspek fisik, aspek kimia, dan aspek biologi (Khakim, 2011). Fungsi ekologis hutan mangrove dari segi fisiknya sebagai pelindung pantai, penahan banjir genang pasang air laut, dan menyusun mekanisme hubungan antar-komponen dalam ekosistem mangrove/ekosistem lain. Fungsi ekologis hutan mangrove dari segi kimia berfungsi sebagai penyerap bahan pencemar, sumber energi bagi biota laut, dan suplai bahan organik dalam lingkungan perairan. Fungsi ekologis hutan mangrove dari aspek biologi dapat digunakan untuk menjaga kestabilan produktivitas dan ketersediaan sumberdaya hayati di perairan.

Aplikasi data penginderaan jauh dan sistem informasi geografi (SIG) saat ini digunakan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Pendekatan dengan teknologi penginderaan jauh dapat memberikan informasi spasial di permukaan bumi. Perkembangan teknologi ini dapat memberikan kemudahan untuk memperoleh data yang relatif baru, relatif cepat, dan efisen dibanding dengan survei terestris. Pengelolaan pesisir dapat dikaji dengan menggunakan data penginderaan jauh dan analisis SIG. Berkaitan dengan kompleksitas yang dinamis dan sifat ruang dari sistem kawasan kepesisiran, SIG sangat cocok untuk menangani dan menganalisis kumpulan data zona pantai yang sangat banyak. Salah satu aplikasi data penginderaan jauh dan SIG digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan strategi pengelolaan ekosistem mangrove yang menjadi kajian utama dalam penelitian ini. Pembuatan strategi pengelolaan ekosistem mangrove dalam penelitian ini mempertimbangkan kondisi perubahan, kondisi eksisting, pertimbangan persyaratan tumbuh dan berkembangnya

(8)

ekosistem mangrove, daerah prioritas penanganan rehabilitasi ekosistem mangrove dan kondisi masyarakat di daerah penelitian. Perubahan mangrove dan kondisi eksisting mangrove yang akan dikaji dalam penelitian ini menggunakan data multitemporal. Berdasarkan data multitemporal akan diperoleh perbedaan luasan kawasan mangrove. Berkurangnya luasan kawasan mangrove akan mengindikasikan terjadinya kerusakan mangrove. Kajian dan pemetaan mangrove secara terestris dirasakan banyak kesulitan dilakukan di lapangan, apalagi pada daerah kawasan mangrove yang sulit untuk dijangkau. Aksesibilitas akan berimplikasi pada konsekuensi dana, waktu, tenaga, dan resikonya. Penggunaan teknik penginderaan jauh dalam kegiatan kajian dan pemetaan kawasan mangrove lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan survei konvensional secara terestris. Hal ini karena perkembangan teknologi penginderaan jauh memungkinkan pengumpulan data geografis termasuk data tentang kawasan mangrove menjadi cepat dan tepat. Teknik penginderaan jauh yang berbasis satelit sumberdaya alam seperti Landsat, ASTER, SPOT, dan ALOS yang lazim digunakan dalam mendapatkan informasi yang berkaitan dengan permukaan bumi dari angkasa. Penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, kebanyakan menggunakan Landat dalam mengidentifikasi kerusakan mangrove.

Kondisi mangrove yang ada saat ini dapat diperoleh dari data penginderaan jauh multitemporal, yang meliputi Landsat dan ALOS. Kondisi eksisting mangrove sangat penting dalam mengetahui kerusakan mangrove. Pemetaan kerusakan mangrove dapat digunakan untuk menentukan prioritas program rehabilitasi mangrove. Kondisi eksisting mangrove, kerusakan mangrove

(9)

dan prioritas penanganan rehabilitasi mangrove akan digunakan untuk menentukan strategi pengelolaan ekosistem mangrove, agar ekosistem mangrove dapat lestari dan dapat dimanfaatkan secara optimal.

Menurut National Geographic (2012), kerusakan hutan mangrove di Jawa Tengah diperkirakan mencapai 5.000 ha atau sekitar 90 persen dari total hutan mangrove di sepanjang Pantura Provinsi Jawa Tengah. Lebih lanjut, kerusakan terparah terjadi di tujuh zona diantaranya Kabupaten Jepara, Rembang, Demak, Semarang, Kendal, Tegal, dan Brebes. Kepesisiran di Kabupaten Demak dijadikan lokasi pada penelitian ini dengan pertimbangan bahwa: (1) kepesisiran Demak merupakan salah satu yang mengalami kerusakan mangrove terparah di sepanjang Pantura, (2) sebagian zona kepesisiran Demak khususnya Kecamatan Sayung mengalami erosi dan genang pasang air laut, (3) sebagian lahan tambak hilang di kawasan kepesisiran Demak, dan (4) sebagian infrastruktur rusak di kawasan kepesisiran Demak. Menururt Direktur Pesisir dan Kelautan Eko Rusdianto (2012, dalam Kompas, 2012), rehabilitasi zona kepesisiran yang rusak akibat erosi dan genang pasang air laut dapat dicegah melalui penanaman mangrove, agar menjadi pulih kembali dengan pengelolaan lingkungan yang berbasis masyarakat.

(10)

1.2. Identifikasi Masalah

  Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan beberapa masalah yang terjadi di zona kepesisiran Demak, yaitu:

1. Ekosistem mangrove yang tumbuh di sebagian zona kepesisiran Demak mengalami kerusakan, hal ini disebabkan oleh adanya erosi yang intensif dan arus laut yang kuat.

2. Banyaknya penebangan hutan mangrove yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, misalnya kayu bakar.

3. Belum diketahui pola sebaran dan luasan kawasan hutan mangrove di zona kepesisiran Kabupaten Demak saat ini.

4. Belum diketahui kondisi rehabilitasi kawasan mangrove sudah sesuai dengan aturan greenbelt atau belum di zona kepesisiran Kabupaten Demak saat ini. 5. Belum dipetakan dan diketahui prioritas penanganan program rehabilitasi

ekosistem mangrove yang terjadi di zona kepesisiran Demak.

1.3. Perumusan Pertanyaan Penelitian

Mangrove merupakan salah satu ekosistem yang berada di zona kepesisiran. Keterdapatan ekosistem mangrove sangat penting untuk menjaga kelestarian dan keberlangsungan hidup ekosistem pantai yang lainnya. Saat ini, keterdapatan ekosistem mangrove terancam rusak akibat ulah manusia dan juga faktor alam. Faktor manusia yang menyebabkan kerusakan mangrove di zona kepesisiran Demak terjadi karena: (1) adanya alih fungsi lahan (baik lahan mangrove berubah menjadi lahan tambak, atau lahan mangrove berubah menjadi

(11)

permukiman), (2) penebangan mangrove yang dilakukan dengan sengaja untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar, serta (3) penebangan dilakukan untuk menghindari lahan tambak agar pendangkalannya tidak cepat. Faktor alam yang menyebabkan kerusakan mangrove meliputi erosi di sebagian zona kepesisiran Demak, terjadinya sedimentasi dan arus laut yang cukup tinggi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka diperlukan penanggulangan masalah kerusakan mangrove sedini mungkin untuk mencegah rusak dan hilangnya ekosistem mangrove. Kerusakan mangrove dapat dicegah dengan melakukan kegiatan rehabilitasi mangrove. Sebelum melakukan rehabilitasi mangrove, harus mengetahui zona mana saja yang mengalami kerusakan. Zona yang mengalami kerusakan mangrove sangat berat, dapat digunakan sebagai zona prioritas utama dalam melakukan rehabilitasi mangrove, agar kerusakan ekosistem mangrove dapat berkurang. Kerusakan mangrove yang sudah diidentifikasi digunakan untuk menentukan prioritas daerah program rehabilitasi mangrove. Penentuan prioritas penanganan rehabilitasi mangrove, selain menggunakan data kerusakan mangrove dapat dikaitkan juga dengan pemodelan greenbelt mangrove dan juga dengan lahan potensial mangrove. Pemodelan greenbelt mangrove menggunakan parameter jarak terhadap sempadan pantai, fungsi keterdapatan mangrove dan spesies mangrove yang mendominasi. Pembuatan lahan potensial mangrove menggunakan beberapa parameter fisik yang akan diukur di lapangan. Parameter tersebut meliputi: pengunaan lahan, genangan, curah hujan, pasang surut, bentuklahan, lereng, salinitas, suhu dan tekstur tanah. Kerusakan mangrove dan penentuan prioritas rehabilitasi mangrove ini, dapat digunakan sebagai masukkan

(12)

dalam penyusunan strategi pengelolaan ekosistem mangrove. Pengelolaan mangrove mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjaga kelestarian ekosistem di zona kepesisiran. Menurut Peraturan Presiden RI No. 73 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove, pengelolaan ekosistem mangrove secara berkelanjutan adalah semua upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan lestari melalui proses terintegrasi untuk mencapai keberlanjutan fungsi-fungsi ekosistem mangrove bagi kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan ekosistem mangrove perlu dilakukan karena saat ini keterdapatan mangrove mengalami kerusakan sehingga jumlahnya semakin berkurang dan juga banyaknya fungsi keterdapatan mangrove. Mangrove mempunyai peranan yang sangat besar baik dari fungsi biologis/ekologis, fungsi sosial dan ekonomi, dan fungsi fisik. Semua bagian dari tumbuhan mangrove dapat dimanfaatkan untuk bahan pangan, obat-obatan dan kayu bakar sehingga mencukupi kebutuhan ekonomi warga sekitar zona kepesisiran. Keberhasilan pengelolaan ekosistem mangrove ini ditentukan oleh bagaimana cara pengelolaan ekosistem mangrove agar setiap status hutan mangrove dapat berfungsi secara optimal dan lestari, sehingga dapat dimanfaatkan untuk saat ini dan juga dimanfaatkan untuk masa mendatang. Segala manfaat yang ada harus dimanfaatkan secara seluas-luasnya secara bijaksana dan terencana, agar dapat memberikan manfaat pada manusia dan pembangunan.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian ini adalah:

(13)

1. Bagaimana kondisi eksisting dan perubahan kawasan mangrove di zona kepesisiran Demak berdasarkan data penginderaan jauh multitemporal dan sistem informasi geografi?

2. Bagaimana persyaratan tumbuh dan berkembangnya ekosistem mangrove yang akan dijadikan prioritas dalam penanganannya?

3. Dimana sajakah daerah yang perlu menjadi prioritas utama dalam rehabilitasi hutan mangrove di zona kepesisiran Demak?

4. Bagaimana strategi rencana pengelolaan ekosistem mangrove di zona kepesisiran Demak?

1.4. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian tentang pemetaan mangrove menggunakan data penginderaan jauh dan sistem informasi sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Perbandingan penelitian ini dengan penelitian lainnya adalah penelitian sebelumnya memanfaatkan citra Landsat untuk mengetahui persebaran ekosistem mangrove, tetapi dalam penelitian ini pemanfaatan citra Landsat dan ALOS digunakan untuk mengetahui kondisi eksisting keterdapatan mangrove, mengetahui kerusakan ekosistem mangrove, dan menetukan daerah yang mengalami prioritas penanganan rehabilitasi mangrove, yang kemudian dijadikan sebagai acuan dalam strategi pengelolaan mangrove. Ada juga peneliti sebelumnya yang memanfaatkan citra Landsat, SPOT dan Quickbird. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada objek kajiannya, yaitu tentang mangrove. Perbedaan yang mendasar dengan penelitian sebelumnya

(14)

adalah data penginderaan jauh yang digunakan berbeda tahun perekaman dan jenisnya, lokasi penelitiannya berbeda, tahun penelitiannya berbeda, tujuan penelitian berbeda, teknik pengumpulan datanya berbeda, serta penyajian akhirnya juga berbeda. Novika (2005) pernah melakukan penelitian di zona kepesisiran Demak, fokus kajiannya adalah memanfaatkan citra Landsat 7 ETM+ untuk Estimasi Kerapatan Mangrove di Pantai Utara Demak, Jawa Tengah dengan pendekatan metode Transformasi Indeks Vegetasi (NDVI). Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, baik dari segi judul, tujuan, dan metode juga berbeda. Adapun daftar peneliti-peneliti sebelumnya dibandingkan dengan penelitian penulis disajikan dalam Tabel 1.2.

(15)

Tabel 1.2. Perbandingan Beberapa Penelitian Sebelumnya dengan yang Penulis Lakukan

No Peneliti/ Tahun Judul/ Lokasi Tujuan Penelitian Sumber Data Teknik Analisis Hasil Penelitian 1 John M. Kovact, Jinfei Wang, dan Manuel Blaco-Correa 2001 Jurnal Mapping Disturbances in a Mangrove Forest Using Multi-Date Landsat TM Imagery

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi bukti dari pengetahuan lokal mengenai skala besar kerugian hutan mangrove di negara-negara berkembang dengan menggunakan data multidate Landsat TM.

Citra Landsat TM 1. Digital Change Detection 2. Creating Threshold Masks 3. Classification Procedure 4. Verification and Regional Considerations

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 1986 sekitar 18% (atau 86 km2) dari zona mangrove yang diteliti adalah mati atau dalam kondisi yang buruk. Mayoritas kerusakan ini telah terjadi di bagian timur Brava Agua Basin, yang bertepatan, dengan laporan dari nelayan tua.

2. Hasil dari data satelit menunjukkan bahwa mayoritas perubahan yang lebih baru yang terjadi di tempat lain dalam sistem. Jelas dalam tahun 1999 data satelit, tapi tidak begitu di tahun 1993, yang besar daerah degradasi mangrove di bagian utara zona Teacapan. 2 Rindra Prihutama Dwi Novika 2005 Tugas Akhir Pemanfaatan citra Landsat 7 ETM+ untuk Estimasi Kerapatan Mangrove di Pantai Utara Demak, Jawa Tengah dengan Pendekatan Metode Transformasi Indeks Vegetasi (NDVI) Memetakan kerapatan mangrove melalui teknik penginderaan jauh dengan metode transformasi indeks vegetasi (NDVI) Citra Landsat 7 ETM+ Analisis Transformasi NDVI

1. Hasil pengelolaan NDVI dengan modifikasi didapat nilai maksimum indeks vegetasi 160 dan nilai minimum indeks vegetasi 85.

2. Hasil sebaran kerapatan mangrove di Kabupaten Demak didominasi oleh kelas kerapatan mangrove sedang dan kelas kerapatan mangrove jarang. Hal ini disebabkan oleh kesadaran masyarakat setempat yang belum mengetahui manfaat hutan mangrove sehingga mereka melakukan penebangan secara liar.

(16)

No Peneliti/ Tahun Judul/ Lokasi Tujuan Penelitian Sumber Data Teknik Analisis Hasil Penelitian 3. Erny Poedjirahajoe, 2006 Disertasi Klasifikasi Lahan Potensial untuk Rehabilitasi Mangrove di Pantai Utara Jawa Tengah (Rehabilitasi Mangrove Menggunakan Jenis Rhizophora mucronata) 1. Menentukan unit-unit ekologis berdasarkan karakteristik ekologis habitat mangrove pada kawasan rehabilitasi mangrove Pantai Utara Jawa Tengah.

2. Menyusun klasifikasi lahan potensial sebagai upaya rehabilitasi mangrove berdasarkan unit-unit ekologis yang terbentuk.

3. Menentukan penciri utama yang menjadi dasar klasifikasi lahan untuk rehabilitasi mangrove.

1. Peta kawasan Pantai Utara Jawa Tengah.

2. Peta kawasan Pantai Utara Kabupaten. 3. Peta RBI tahun

1999 dari Bakosurtanal. 1. Formula indeks diversitas. 2. Analisis tandan (cluster analysis). 3. Analisis diskriminan (diskriminant analysis).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa delineasi dari peta lebar jalur hijau, salinitas, ketebalan lumpur, dan tahun tanam mangrove membentuk 32 unit ekologis dengan total luasan 8.022,58 ha. Klasifikasi dari 32 unit ekologis berdasarkan kerapatan, tinggi, dan lebar perakaran mangrove pada jarak tandan ke lima menghasilkan 5 kelompok tandan, yaitu kelompok G, H, D, E, dan F. Apabila kualitas lahan diurutkan mulai dari yang terbaik dalam klasifikasi di atas, maka ditemui urutan yaitu kelompok D, kelompok G, kelompok H, kelompok F, dan kelompok E. Kelompok D meliputi zona sebagian Losari, Kramat, dan Cepiring. Kelompok G meliputi zona Kecamatan Wanasari, Ulujami, sebagian Wedung, Kedung, dan Kaliori. Kelompok H meliputi Kecamatan Brebes, Ulujami, Sayung, sebagian Wedung dan Sluke. Kelompok F meliputi Kecamatan Tanjung, Bulakamba, Wiradesa, dan sebagian Kedung. Kelompok E meliputi zona Kecamatan Bangsri, sebagian Kedung, Cipiring Kendal, Wiradesa, dan sebagian zona Tegal Barat.

4. Harold J. D. Waas dan Bisman Nababan 2010 Jurnal Pemetaan dan Analisis Indeks Vegetasi Mangrove di Pulau Saparua, Maluku Tengah

1. Memetakan sebaran dan luasan vegetasi bakau. 2. Menentukan tingkat

kerapatan atau kesehatan vegetasi bakau dengan menggunakan indeks vegetasi (Normalized Difference Vegetation Index) di Pulau Saparua.

Landsat 7/ETM+ akuisisi bulan April-Mei 2007.

Analisis NDVI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebaran vegetasi hutan bakau terkonsentrasi pada zona pesisir utara, selatan, dan barat dengan luasan masing-masing sebesar 218,88 ha (38,26%), 105,12 ha (18,38%), dan 248,04 ha (43,36%). Luasan total vegetasi hutan bakau di zona ini diperoleh sebesar 572,04 ha atau 3,49 % dari total luas pulau. Nilai indeks vegetasi (NDVI) pada zona pesisir utara, selatan, dan barat didominasi dengan nilai > 0,7 (kerapatan sangat lebat).

(17)

No Peneliti/ Tahun Judul/ Lokasi Tujuan Penelitian Sumber Data Teknik Analisis Hasil Penelitian 5. John M. Kovacs, Francisco Flores de Santiago, Julie Bastien, dan Patrick Lafrance Society of Wetland Scientists 2010 An Assessment of Mangroves in Guinea, West Africa, Using a Field and Remote Sensing Based Approach

Memetakan mangrove menjadi empat kelas berdasarkan warna dan jenisnya yang terdapat pada citra. Kelas klasifikasinya meliputi tall red

(Rhizophora racemosa), medium red (R. racemosa), dwarf red (R. mangle and R. harisonii), dan black mangrove (Avicennia germinans). Quickbird Menggunakan analisis pengukuran batang, pengukuran kanopi, dan teknik penginderaan jauh.

Hasilnya tingkat akurasi pemetaan mangrove dan non-mangrove menggunakan citra Quickbird sekitar 98%. Hasil pemetaan mangrovenya sekitar 30%

diklasifikasikan sebagai mangrove sempadan sungai yang didominasi oleh Rhizophora Racemosa yang paling banyak, sebagian kecil didominasi oleh mangrove Rhizophora atau Avicennea Germinans.

6. Mohammad Taufik Daryono 2011 Tesis Evaluasi Kerusakan Hutan Mangrove di Taman Nasional Karimun Jawa. 1. Mengidentifikasi kawasan mangrove yang rusak dan faktor

penyebab kerusakan kawasan mangrove. 2. Memprediksi besarnya

nilai ekonomi yang hilang akibat kerusakan kawasan mangrove.

Citra Landsat ETM + perekaman 6 September 2001 dan perekaman 26 Juni 2006. 1. Areal proportional random sampling berdasarkan hasil NDVI. 2. Analisis deskriptif kualitatif. 3. Analisis skoring.

Hasilnya adalah terdapat perubahan kerapatan di daerah berkerapatan tinggi berkurang seluas 26,10 ha. Secara umum kondisi lingkungan pada hutan mangrove di Karimun Jawa tergolong hutan mangrove yang baik. Parameter lingkungan menunjukkan nilai normal dan masih pada kisaran kondisi yang baik untuk

pertumbuhan dan perkembangan jenis-jenis mangrove. Faktor penyebab kerusakan hutan lebih dikarenakan oleh kondisi ekonomi penduduk di kawasan mangrove yang relatif rendah dan mempunyai persepsi masyarakat terhadap kawasan mangrove yang “positif”.

(18)

No Peneliti/ Tahun Judul/ Lokasi Tujuan Penelitian Sumber Data Teknik Analisis Hasil Penelitian 6. Weli Zuandi, 2011 Tesis Kajian Kerusakan Ekosistem Mangrove Akibat Kegiatan Pertambakan di Desa Kuala Karang Kecamatan Teluk Pakedai Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat 1. Mengkaji tingkat kerusakan ekosistem hutan mangrove dari aspek perubahan penutup lahan tahun 2005-2010 akibat kegiatan pertambakan di Desa Kuala Karang. 2. Mengkaji partisipasi

masyarakat Desa Karang dalam pengelolaan ekosistem mangrove yang meliputi partisipasi dalam penyuluhan dan partisipasi dalam pencegahan kerusakan ekosistem mangrove. 3. Mengetahui pengaruh tingkat pendidikan, pengetahuan dan pendapatan masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Kuala Karang. 4. Merumuskan strategi

pengelolaan lingkungan pada ekosistem hutan mangrove berbasis masyarakat. Citra SPOT perekaman tanggal 3 september tahun 2005, dan citra SPOT perekaman tanggal 5 April 2010. Metode survei, wawancara, dan deskriptif.

1. Hasil penelitian diperoleh penyusutan hutan

mangrove akibat pertambakan pada tahun 2005-2010 2. Tingkat pemahaman masyarakat tentang hutan

mangrove, serta kurangnya pemahaman tentang konservasi dan pendapatan yang rendah mendorong masyarakat untuk membuka lahan pertambakan. 3. Tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan

ekosistem mangrove.

4. Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan rehabilitasi pada kawasan hutan mangrove, melakukan penyuluhan dan pencegahan kerusakan hutan mangrove dengan melibatkan masyarakat dalam kegiatan pengelolaannya.

(19)

No Peneliti/ Tahun Judul/ Lokasi Tujuan Penelitian Sumber Data Teknik Analisis Hasil Penelitian 7. Nurul Huda 2008 Tesis Strategi Kebijakan Pengelolaan Mangrove Berkelanjutan di Wilayah Pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur Jambi

Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi kerusakan mangrove dan penyebabnya untuk dapat dirumuskan sebuah strategi pengelolaan yang lebih mengarah ke pengelolaan yang berkelanjutan dengan tetap memperhatikan aspek fungsi dan peran mangrove sebagai alat untuk perlindugan dan

pengamatan pantai secara alami.

Citra Landsat 7 ETM+

1. Analisis kebijakan yang terkait dengan zonasi dan pola pengelolaan serta pembiayaan untuk pengelolaan mangrove. 2. Analisis tutupan lahan

dengan SIG.

3. Analisis permasalahan. 4. Analisis penentuan strategi

pengelolaan dengan melihat potensi kendala dengan alat analisis SWOT.

Hasil analisis menunjukkan bahwa ditemukan penyebab utama berkurangnya lahan

mangrove yaitu konversi lahan dari lindung dan penyangga ke budidaya terbangun. Selain itu sistem kebijakan yang tidak sinkron satu sama lain serta arahan pola pembiayaan yang kurang terstruktur menjadikan pengelolaan mangrove kurang maksimal dan

berkelanjutan. 8. Eni Yuniastuti 2013 Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Zona Kepesisiran Demak

1. Memetaan kondisi eksisting dan perubahan kawasan mangrove di zona kepesisiran Kabupaten Demak.

2. Mengetahui persyaratan tumbuh dan berkembangnya ekosistem mangrove yang dijadikan prioritas dan penanganannya 3. Menentukan daerah yang perlu

menjadi prioritas utama dalam rehabilitasi ekosistem mangrove di zona kepesisiran Kabupaten Demak.

4. Menentukan strategi rencana pengelolaan ekosistem mangrove di zona kepesisiran Demak. Citra Landsat tahun 1994, Citra Landsat ahun 2002, dan Citra ALOS tahun 2010

1. Teknik PJ yaitu interpretasi visual.

2. Analisis SIG (skoring,

buffer, overlay) dan metode

survei-deskriptif. 3. Analisis Tabulasi. 4. Analisis Matriks SWOT.

1. Peta kondisi eksisting dan perubahan kawasan mangrove di zona kepesisiran Kabupaten Demak menggunakan data penginderaan jauh multitemporal dan sistem informasi geografi.

2. Mendeskripsikan persyaratan tumbuh dan berkembangnya ekosistem mangrove di zona kepesisiran Demak yang dijadikan prioritas dalam penanganannya. 3. Menentukan daerah yang perlu menjadi

prioritas utama dalam rehabilitasi ekosistem mangrove di zona kepesisiran Demak. 4. Menentukan strategi rencana pengelolaan

ekosistem mangrove di zona kepesisiran Demak.

(20)

1.5. Tujuan Penelitian

1. Memetakan kondisi eksisting dan perubahan kawasan mangrove di zona kepesisiran Kabupaten Demak menggunakan data penginderaan jauh multitemporal dan sistem informasi geografi.

2. Mendeskripsikan persyaratan tumbuh dan berkembangnya ekosistem mangrove di zona kepesisiran Demak yang dijadikan prioritas dalam penanganannya.

3. Menentukan daerah yang perlu menjadi prioritas utama dalam rehabilitasi ekosistem mangrove di zona kepesisiran Demak.

4. Menentukan strategi rencana pengelolaan ekosistem mangrove di zona kepesisiran Demak.

1.6. Manfaat Penelitian  

1. Manfaat penelitian secara teoretis

a. Sebagai terapan Ilmu Geografi, khususnya untuk pemanfaatan data penginderaan jauh dan sistem informasi geografi dalam bidang kajian sumberdaya alam zona kepesisiran.

b. Sebagai penggembangan aplikasi penginderaan jauh dan sistem informasi geografi untuk memberikan informasi kajian kerusakan kawasan mangrove di zona kepesisiran.

c. Hasil pemetaan dan analisis kerusakan mangrove dapat digunakan untuk membuat strategi pengelolaan kawasan mangrove.

(21)

d. Menambah wawasan mahasiswa terutama dalam bidang Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi.

2. Manfaat penelitian secara praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam mengantisispasi kerusakan mangrove yang terdapat di zona kepesisiran Demak, serta dapat digunakan untuk menentukan prioritas penanganan kerusakan mangrove dan sebagai pengambilan keputusan untuk menangulangi kerusakan mangrove secara cepat dan efisien.

b. Penelitian ini juga diharapkan dapat menunjukkan salah satu aplikasi penginderaan jauh dan sistem informasi geografi dalam menunjukkan kawasan prioritas penanganan mangrove.

c. Sebagai bahan perbandingan dan referensi bagi penelitian yang relevan dengan tema ini.

1.7. Ruang Lingkup Penelitian

Kegiatan penelitian tesis ini mengkaji zona kepesisiran yang terdapat di Kabupaten Demak. Sasaran utama penelitian ini adalah mangrove yang terdapat di sepanjang zona kepesisiran Demak. Daerah ini menjadi objek penelitian karena banyak terjadi permasalahan yang berkaitan dengan mangrove yang ada di sepanjang zona kepesisiran Demak. Permasalahan yang terjadi begitu kompleks, dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat baik dari segi fisik, ekonomi ataupun sosial.

Gambar

Tabel 1.1 Kondisi Ekosistem Mangrove tahun 2012 di Kabupaten Demak  No  Kecamatan  KONDISI EKOSISTEM MANGROVE (ha)
Tabel 1.2. Perbandingan Beberapa Penelitian Sebelumnya dengan yang Penulis Lakukan

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan kompetensi peserta PEDAMBA: Kelas Pemanfaatan Software Tracker dalam pelajaran Fisika Tahap ke-I” dapat dilihat dari hasil evaluasi pelaksanaan

INVESTMENTS (MAURITIUS) LIMITED, qualitate qua (q.q.) Saudara ROBERT BUDI HARTONO dan Saudara BAMBANG HARTONO, selaku pemegang saham mayoritas BCA pada saat ini, untuk

Prinsip yang ditawarkan oleh CEDAW jika direlasikan dengan praktek poligami dalam Komunitas Poligami di Indonesia, secara langsung terlihat bertentangan dengan nilai – nilai

Masukan sel rata kanan : Jika data lebih panjang dari panjang sel maka lebihnya akan mengisi sel disebelah kirinya yang kosong, jika sel sebelah kiri terisi maka data akan

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 272 / Kpts.II / 2003 tanggal 12 Agustus 2003 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan dan Angka

Strategi pemasaran yang dilakukan Antiplaque seharusnya sesuai dengan kondisi pasar, seperti melakukan pembaharuan kemasan pasta gigi, mengedukasi konsumen agar dapat mehami

[r]

Pengadilan Negeri Bangil merupakan bagian lingkungan peradilan umum di bawah Mahkamah Agung RI sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan