• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasajasa.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasajasa."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Secara umum, pertumbuhan ekonomi didefenisikan sebagai peningkatan kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Karena pada dasamya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oIeh masyarakat (Basri, 2002), dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan meningkat.

Perekonomian dianggap mengalami pertumbuhan jika seluruh balas jasa riil terhadap penggunaan faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar dari pada tahun sebelumnya. Dengan kata lain perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan jika pendapatan riil masyarakat pada tahun tertentu lebih besar dari pada pendapatan riil masyarakat pada tahun sebelumnya (Basri, 2002).

Dengan perkataan lain bahwa pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk kepada perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitative change) dan biasanya diukur dengan

(2)

menggunakan data Produk Domestik Bruto (GDP) atau pendapatan atau nilai akhir pasar (total market value) dari barang-barang akhir dan jasa-jasa (final goods and

services) yang dihasilkan dari suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu

(biasanya satu tahun).

Kuznets dalam Hariyanto (2005) mendefenisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara dalam menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya; kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya.

2.2 Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori-teori pertumbuhan ekonomi yang berkembang antara lain:

2.2.1 Teori Pertumbuhan Klasik

Teori ini dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo, Malthus, dan John Stuart Mill. Menurut teori ini pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu jumlah penduduk, jumlah barang modal, luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi yang digunakan. Mereka lebih menaruh perhatiannya pada pengaruh pertambahan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka asumsikan luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi tidak mengalami perubahan. Teori yang menjelaskan keterkaitan antara pendapatan perkapita dengan jumlah penduduk disebut dengan teori penduduk optimal.

(3)

Menurut teori ini, pada mulanya pertambahan penduduk akan menyebabkan kenaikan pendapatan perkapita. Namun jika jumlah penduduk terus bertambah maka hukum hasil lebih yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi yaitu produksi marginal akan mengalami penurunan, dan akan membawa pada keadaan pendapatan perkapita sama dengan produksi marginal.

Pada keadaan ini pendapatan perkapita mencapai nilai yang maksimal. Jumlah penduduk pada waktu itu dinamakan penduduk optimal. Apabila jumlah penduduk terus meningkat melebihi titik optimal maka pertumbuhan penduduk akan menyebabkan penurunan nilai pertumbuhan ekonomi (Ricardo dalam Hariani, 2008).

2.2.2 Teori Pertumbuhan Harrod-Domar

Teori ini dikembangkan hampir pada waktu yang bersamaan oleh Harrod (1948) di Inggris dan Domar (1957) di Amerika Serikat. Diantara mereka menggunakan proses perhitungan yang berbeda tetapi memberikan hasil yang sama, sehingga keduanya dianggap mengemukakan ide yang sama dan disebut teori Harrod-Damar. Teori ini melengkapi teori Keynes, dimana Keynes melihatnya dalam jangka pendek (kondisi statis), sedangkan Harrod-Damar melihatnya dalam jangka penjang (kondisi dinamis). Teori Harrod-Damar didasarkan pada asumsi :

1. Perekonomian bersifat tertutup.

(4)

3. Proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant return to

scale).

4. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja adalah konstan dan sama dengan tingkat pertumbuhan penduduk.

Model ini menerangkan dengan asumsi supaya perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang kuat (steady growth) dalam jangka panjang. Asumsi yang dimaksud di sini adalah kondisi dimana barang modal telah mencapai kapasitas penuh, tabungan memiliki proporsional yang ideal dengan tingkat pendapatan nasional, rasio antara modal dengan produksi (Capital Output Ratio / COR) tetap perekonomian terdiri dari dua sektor (y = C + I).

Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut :

g=K= n Dimana:

g : Growth (tingkat pertumbuhan output) K : Capital (tingkat pertumbuhan modal) n :Tingkat pertumbuhan angkatan kerja

Harrod-Domar dalam Hariani (2008) teorinya berdasarkan mekanisme pasar tanpa campur tangan pemerintah. Akan tetapi kesimpulannya menunjukkan

(5)

bahwa pemerintah perlu merencanakan besarnya investasi agar terdapat keseimbangan dalam sisi penawaran dan sisi permintaan barang.

2.2.3. Teori Pertumbuhan NeoKlasik

Teori pertumbuhan neoklasik dikembangkan oleh Solow (1970) dan Swan (1956). Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi.

Perbedaan utama dengan model Harrod-Domar adalah dimasukkannya unsur kemajuan teknologi dalam modelnya. Selain itu, Solow, dan Swan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L). Dengan demikian, syarat-syarat adanya pertumbuhan ekonomi yang baik dalam model Solow Swan kurang restriktif disebabkan kemungkinan substitusi antara tenaga kerja dan modal. Hal ini berarti ada fleksibilitas dalam rasio modal-output dan rasio modal-tenaga kerja.

Solow-Swan dalam Hariani (2008) melihat bahwa dalam banyak hal, mekanisme pasar dapat menciptakan keseimbangan, sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak mencampuri/mempengaruhi pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber, yaitu akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan peningkatan teknologi. Teknologi ini terlihat dari peningkatan

(6)

skill atau kemajuan teknik, sehingga produktivitas kapital meningkat. Dalam model

tersebut, masalah teknologi dianggap sebagai fungsi dari waktu.

Teori Neoklasik sebagai penerus dari teori klasik menganjurkan agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna, perekonomian bisa tumbuh maksimal. Sama seperti dalam ekonomi model klasik, kebijakan yang perlu ditempuh adalah meniadakan hambatan dalam perdagangan termasuk perpindahan orang, barang, dan modal. Harus dijamin kelancaran arus barang, modal, tenaga kerja, dan perlunya penyebarluasan informasi pasar. Harus diusahakan, terciptanya prasarana perhubungan yang baik dan terjaminnya keamanan, ketertiban, dan stabilitas politik. Hal khusus yang perlu dicatat adalah bahwa model neoklasik mengasumsikan I=S. Hal ini berarti kebiasaan masyarakat yang suka memegang uang tunai dalam jumlah besar dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.

Analisis lanjutan dari paham neoklasik menunjukkan bahwa untuk terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth), diperlukan suatu tingkat saving yang tinggi dan seluruh keuntungan pengusaha diinvestasikan kembali.

2.2.4. Teori Schumpeter

Teori ini menekankan pada inovasi yang dilakukan oleh para pengusaha dan mengatakan bahwa kemajuan teknologi sangat ditentukan oleh jiwa usaha (entrepreneurship) dalam masyarakat yang mampu melihat peluang dan berani

(7)

mengambil risiko membuka usaha baru, maupun memperluas usaha yang telah ada. Dengan pembukaan usaha baru dan perluasan usaha, tersedia lapangan kerja tambahan untuk menyerap angkatan kerja yang bertambah setiap tahunnya.

Didorong oleh adanya keinginan untuk memperoleh keuntungan dari inovasi tersebut maka para pengusaha akan meminjam modal dan mengadakan investasi. Investasi ini akan mempertinggi kegiatan ekonomi suatu negara. Kenaikan tersebut selanjutnya juga akan mendorong pengusaha-pengusaha lain untuk menghasilkan lebih banyak lagi sehingga produksi agregat akan bertambah.

Maka menurut Schumpeter dalam Hariani (2008) penanaman modal atau investasi dapat dibedakan menjadi dua, yakni penanaman modal otonomi (autonomous investment) yakni penanaman modal untuk melakukan inovasi. Jenis investasi kedua yaitu penanaman modal terpengaruh (induced investment) yakni penanaman modal yang timbul sebagai akibat kegiatan ekonomi setelah munculnya inovasi tersebut.

Selanjutnya Schumpeter menyatakan babwa jika tingkat kemajuan suatu perekonomian semakin tinggi maka keinginan untuk melakukan inovasi semakin berkurang, hal ini disebabkan oleh karena masyarakat telah merasa mencukupi kebutuhannya. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi akan semakin lambat jalannya dan pada akhirnya tercapai tingkat keadaan tidak berkembang (stationery

state). Namun keadaan tidak berkembang yang dimaksud di sini berbeda dengan

pandangan klasik. Dalam pandangan Schumpeter keadaan tidak berkembang itu dicapai pada tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi. Sedangkan dalam pandangan

(8)

klasik, keadaan tidak berkembang terjadi pada waktu perekonomian berada pada kondisi tingkat pendapatan masyarakat sangat rendah.

2.2.5 Teori Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi

Teori ini dimunculkan oleh Rostow yang memberikan lima tahap dalam pertumbuhan ekonomi. Analisis ini didasarkan pada keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi akan tercapai sebagai akibat dan timbulnya perubahan yang fundamental dalam corak kegiatan ekonomi, juga dalam kehidupan politik dan hubungan sosial dalam suatu masyarakat dan negara.

Rostow dalam Hariani (2008) menyebutkan tahapan tersebut yakni: 1. Tahap masyarakat tradisonil

2. Tahap peletakan dasar untuk tinggal landas 3. Tahap tinggal landas

4. Tahap gerak menuju kematangan 5. Tahap era konsumsi tinggi secara massa

2.3 Perhitungan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi

Salah satu kegunaan penting dari data pendapatan nasional adalah untuk menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai satu negara dari tahun ke tahun.

Dalam penghitungan pendapatan nasional didasarkan pada dua sistem harga yakni harga berlaku dan harga tetap. Pendapatan nasional berdasarkan harga berlaku adalah penghitungan pendapatan nasional berdasarkan pada harga-harga

(9)

yang berlaku pada tahun tersebut. Apabila menggunakan harga berlaku maka nilai pendapatan nasional menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Perubahan tersebut dikarenakan oleh karena pertambahan barang dan jasa dalam perekonomian serta adanya kenaikan harga-harga yang berlaku dari waktu ke waktu.

Pendapatan nasional berdasarkan harga tetap yakni penghitungan pendapatan nasional dengan menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu (tahun dasar) yang seterusnya digunakan untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun berikutnya. Nilai pendapatan nasional yang diperoleh secara harga tetap ini dinamakan Pendapatan Nasional Riil.

Dalam perhitungan pendapatan nasional atau produk domestik bruto dikenal ada tiga pendekatan yaitu:

2.3.1 Pendekatan Pengeluaran

Pendekatan pengeluaran adalah pendekatan dimana produk nasional atau produk domestik bruto diperoleh dengan eara menjumlahkan nilai pasar dari seluruh permintaan akhir (final demand) atas output yang dihasilkan di dalam perekonomian, diukur pada harga pasar yang berlaku. Dengan perkataan lain, produk nasional atau produk domestik bruto adalah penjumlahan nilai pasar dari permintaan sektor rumah tangga untuk barang-barang konsumsi dan jasa-jasa (C), permintaan sektor bisnis untuk barang-barang investasi (I), pengeluaran

(10)

pemerintah untuk barang-barang dan jasa-jasa (G), dan pengeluaran sektor luar negeri untuk ekspor dan impor (X -M).

Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : Y = C + I + G + (X-M)

Dimana:

Y = Pendapatan nasional (GNP atau GDP )

C = Nilai pasar pengeluaran konsumsi barang-barang dan jasa-jasa oleh rumah tangga

I = Nilai pasar pengeluaran investasi barang-barang modal

G = Nilai pasar pengeluaran pemerintah untuk barang-barang dan jasa-jasa (pemerintah pusat, daerah tingkat I dan II)

X = Nilai pasar pengeluaran atas barang-barang dan jasa-jasa yang diekspor M = Nilai pasar pengeluaran untuk barang-barang dan jasa-jasa yang diimpor

2.3.2 Pendekatan pendapatan

Pendekatan pendapatan (income approach) adalah suatu pendekatan dimana pendapatan nasional diperoleh dengan eara menjumlahkan pendapatan dari berbagai faktor produksi yang menyumbang terhadap proses produksi yang dijumlahkan dari jenis-jenis pendapatan ;

a. Kompensasi untuk pekerja, yang terdiri atas upah dan gaji plus faktor

rent terhadap upah dan gaji, dan ini merupakan komponen terbesar dari

(11)

b. Keuntungan perusahaan yang merupakan kompensasi kepada pemilik perusahaan, dimana sebagian digunakan untuk membayar pajak keuntungan perusahaan, sebagian lagi dibagikan pada pemegang saham sebagai deviden, dan sebagian lagi ditabung oleh perusahaan sebagai laba perusahaan yang tidak dibagikan.

c. Pendapatan usaha perorangan, yang merupakan kompensasi atas penggunaan tenaga kerja dan sumber-sumber dari selfemployed persons, misalnya petani, Self-employed professional, dan lain-lain.

d. Pendapatan sewa, yang merupakan kompensasi untuk para pemilik tanah,

rental business dan residential properties.

Secara matematis pendapatan nasional berdasarkan pendekatan pendapatan dapat dirumuskan sebagai berikut :

NI= Yw +Yr + Yi + Ynr + Ynd Dimana :

1. Yw menunjukkan pendapatan dari upah, gaji, dan pendapatan lainnya setelah pajak,

2. Yr adalah pendapatan dari bunga

3. Ynr ,Ynd adalah pendapatan dari keuntungan perusahaan dan pendapatan lainnya sebelum pengenaan pajak.

(12)

2.3.3 Pendekatan Produksi

Dengan pendekatan produksi (production approach) produk nasional atau produk domestik bruto diperoleh dengan menjumlahkan nilai pasar dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor di dalam perekonomian. Dengan demikian, GNP atau GDP merupakan penjumlahan dari harga masing-masing barang dan jasa-jasa dikalikan dengan jumlah atau kuantitas barang atau jasa yang dihasilkan. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Q P t n i i Y    1 Dimana:

Y = Produk nasional atau produk domestik bruto (GNP atau GDP) P = Harga barang dari unit ke-J hingga unit ke-n

Q = Jumlah barang dari jenis ke-I hingga jenis ke-n

Dengan perkataan lain, GNP atau GOP diperoleh dengan menjumlahkan nilai tambah (value added) yang dihasilkan oleh berbagai sektor perekonomian. Dalam hal ini, GDP atau GNP merupakan penjumlahan dari nilai tambah dan sektor pertanian, ditambah nilai tambah di sektor pertambangan, ditambah nilai tambah dari sektor manufaktur, dan seterusnya.

A

V

n i Y atau GNP

  1

VA = nilai tambah (value added) sektor-sektor perekonomian (mulai dari sektor ke-i sampake-i dengan sektor ke-n)

(13)

Untuk menghitung laju pertumbuhan ekonomi (rate of economic growth) dapat dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut:

g =

y

y

y

t t t 1 1    X 100% Dimana: g : Pertumbuhan ekonomi

yt : Produk domestik bruto tahun sekarang yt-1 : Produk domestik bruto tahun yang lalu 2.3.4 Faktor-Faktor Pertumbuhan Ekonomi

Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor, faktor ekonomi dan faktor non ekonomi. (Todaro, 2000)

a. Faktor Ekonomi

Para ahli ekonomi menganggap faktor produksi sebagai kekuatan utama yang mempengaruhi pertumbuhan, jatuh atau bangunnya perekonomian adalah konsekuensi dari perubahan yang terjadi di dalam faktor produksi tersebut

Faktor utama yang mempengaruhi perkembangan suatu perekonomian adalah sumber daya alam atau tanah. Tanah sebagaimana dipergunakan dalam ilmu ekonomi mencakup sumber daya alam seperti kesuburan tanah, letak dan susunannya, kekayaan hutan, mineral, iklim, sumber air, sumber lautan, dan sebagainya. Dalam pertumbuhan ekonomi, tersedianya sumber daya alam secara melimpah merupakan hal yang penting.

(14)

Modal berarti persediaan faktor produksi yang secara fisik dapat direproduksi. Apabila stok modal naik dalam batas waktu tertentu, hal ini disebut akumulasi modal atau pembentukan modal. Pembentukan modal merupakan investasi dalam bentuk barang-barang modal yang dapat menaikkan stok modal, output nasional dan pendapatan nasional.

Organisasi merupakan bagian penting dari proses pertumbuhan. Organisasi berkaitan dengan penggunaan faktor produksi dalam kegiatan ekonomi. Organisasi bersifat melengkapi (komplemen) modal, buruh dan membantu meningkatkan produktifitasnya. Dalam ekonomi modern para wiraswastawan tampil sebagai organisator dan pengambil resiko dalam ketidakpastian.

Perubahan teknologi dianggap sebagai sektor paling penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Perubahan ini berkaitan dengan perubahan dalam metode produksi yang telah menaikkan produktivitas buruh, modal, dan sektor produksi lain.

Spesialisasi dan pembagian kerja menimbulkan peningkatan produktivitas. Keduanya membawa prekonomian kearah ekonomi skala besar yang selanjutnya membantu perkembangan industri.

b. Faktor Non Ekonomi

Faktor non ekonomi bersama sektor ekonomi saling mempengaruhi kemajuan perekonomian. Faktor sosial dan budaya juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Misalnya saja pendidikan dan kebudayaan barat yang menanamkan semangat yang menghasilkan berbagai penemuan baru, juga merubah cara pandang, harapan, struktur, dan nilai nilai sosial.

(15)

Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting dalam pertumbuhan ekonomi, baik jumlah dan efisiensi mereka. Faktor politik dan administratif yang kokoh juga membantu pertumbuhan ekonomi modern.

2.4 Kebijakan Fiskal dalam Pembangunan

Kesadaran terhadap pengaruh pengeluaran dan penerimaan pemerintah telah menimbulkan gagasan untuk mengubah-ubah pengeluaran dan penerimaan pemerintah guna mencapai kestabilan ekonomi. Teknik mengubah pengeluaran dan penerimaan pemerintah inilah yang dikenal dengan kebijakan fiskal.

Sebelum tahun 1930-an, pengeluaran pemerintah hanya dianggap sebagai alat untuk membiayai kegiatan-kegiatan pemerintah dan dinilai berdasarkan atas manfaat langsung yang dapat ditimbulkannya tanpa melihat pengaruhnya terhadap pendapatan nasional. Sebaliknya pajak juga dianggap hanya sebagai sumber pembiayaan pengeluaran negara dan belum diketahui pengaruhnya terhadap pendapatan nasional. Akibatnya dalam masa depresi, dimana penerimaan pemerintah menurun, maka pengeluaran pemerintah harus dikurangi pula. Akibatnya pendapatan nasional semakin rendah dan perekonomian semakin lesu.

Dalam masa depresi pada tahun 1930-an itulah teori kebijakan fiskal pertama kali muncul karena tidak mempunyai kebijakan moneter dalam menanggulangi depresi. Karena itu pemerintah harus berani menciptakan proyek-proyek yang menciptakan pengeluaran pemerintah. Tahun 1936 Keynes menerbitkan bukunya

(16)

"The General Theory of Employment Interest And Money" (Teori Umum Tentang kesempatan kerja, bunga dan uang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

2.4.1 Fungsi Kebijakan Fiskal

Musgrave melihat adanya 3 fungsi utama dari kebijakan fiskal yaitu: 1. Fungsi Alokasi

Merupakan fungsi pemerintah yang mengadakan alokasi terhadap sumber-sumber dana untuk mengadakan barang-barang kebutuhan perorangan dan sarana yang dibutuhkan untuk kepentingan umum. Semuanya itu diarahkan agar terjadi keseimbangan antara uang yang beredar dan barang serta jasa dalam masyarakat.

2. Fungsi distribusi

Merupakan fungsi pemerintah untuk menyeimbangkan, menyesuaikan pembagian pendapatan dan mensejahterakan masyarakat.

3. Fungsi stabilisasi

Merupakan fungsi pemerintah untuk meningkatkan kesempatan kerja serta stabilitas harga, barang-barang kebutuhan masyarakat, dan menjamin selalu meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang mantap.

2.4.2 Tujuan Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal bermaksud mencapai tujuan berikut: (Jhingan, 1996)

1. Untuk meningkatkan laju investasi. Kebijakan fiskal bertujuan meningkatkan laju investasi di sektor swasta dan negara. Ini dapat dicapai dengan

(17)

mengendalikan konsumsi baik aktual maupun potensial dan dengan meningkatkan rasio tabungan marginal. Untuk itu pemerintah pertama sekali harus menerapkan kebijakan investasi di sektor swasta. Hal ini akan meningkatkan volume investasi di sektor swasta.

2. Untuk mendorong investasi optimal secara sosial. Kebijakan fiskal harus mendorong arus investasi ke jalur-jalur yang dianggap diinginkan masyarakat. Ini berkaitan dengan pola optimum investasi dan menjadi tanggung jawab dari negara untuk mendorong investasi pada overhead sosial dan ekonomi. Keduanya cenderung memperluas pasar, meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya produksi.

3. Untuk meningkatkan kesempatan kerja kebijakan fiskal harus ditujukan untuk meningkatkan kesempatan kerja dan mengurangi pengangguran. Untuk itu pengeluaran pemerintah harus diarahkan pada penyediaan overhead sosial dan ekonomi. Pengeluaran seperti itu menciptakan lebih banyak pekerjaan dan menaikkan efisiensi produktif perekonomian dalam jangka panjang. Pembangunan ekonomi yang cepat hanya mungkin jika kenaikan kesempatan kerja dan pendapatan lebih tinggi dari laju pertumbuhan penduduk.

4. Untuk meningkatkan stabilitas ekonomi di tengah ketidakstabilan internasional Kebijakan fiskal harus meningkatkan usaha mempertahankan stabilitas ekonomi menghadapi fluktuasi siklus internasional jangka pendek. Kebijakan fiskal memegang peranan kunci di dalam mempertahankan stabilitas ekonomi menghadapi kekuatan-kekuatan internal dan eksternal.

(18)

5. Kebijakan fiskal harus bertujuan menganekaragamkan perekonomian yaitu pertumbuhan berimbang antara berbagai sektor perekonomian. Dalam rangka mengurangi dampak gerakan siklus internasional, diperlukan juga suatu kebijakan fiskal kontra-siklus melalui anggaran defisit pada masa depresi dan anggaran surplus pada masa inflasi. Kebijakan inipun harus dilengkapi dengan tindakan moneter yang tepat.

6. Untuk menanggulangi inflasi. Kebijakan fiskal harus bertujuan untuk menanggulangi tendensi inflasi yang melekat pada perekonomian sedang berkembang. Dalam perekonomian semacam itu, selalu terdapat ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran sumber-sumber riil. Pajak langsung progresif yang dilengkapi dengan pajak komoditi merupakan salah satu tindakan fiskal yang efektif untuk menanggulangi tekanan inflasioner dalam perekonomian.

7. Untuk meningkatkan DAU meredistribusikan pendapatan nasional terakhir kebijakan fiskal harus meningkatkan pendapatan nasional dan mendistribusikan kembali pendapatan nasional itu begitu rupa sehingga ketimpangan ekstrim dalam pendapatan dan kesejahteraan di dalam perekonomian dapat berkurang.

Peranan kebijakan fiskal dalam pendistribusian kembali pendapatan ini terdiri dari usaha menaikkan pendapatan nyata masyarakat dan mengurangi tingkat pendapatan yang lebih tinggi. Investasi pemerintah secara langsung dalam overhead sosial dan ekonomi cenderung untuk menaikkan volume output, lapangan kerja dan

(19)

pendapatan nyata di negara terbelakang. Posisi ekonomi masyarakat luas membaik dan standar kehidupannya meningkat.

Kebijakan ini akan merupakan kebijakan yang lebih efektif dalam meningkatkan standar kehidupan dan mengurangi disparitas dalam pendapatan jika pemerintah melancarkan program pembangunan regional yang berimbang pada berbagai sektor perekonomian.

Keberhasilan kebijakan fiskal dalam mencapai tujuan, menurut Jhingan tergantung pada:

a. Jumlah penerimaan negara yang dapat ditingkatkan b. Jumlah dan arah pengeluaran negara.

Sarana fiskal penting yang dapat dipergunakan oleh pemerintah untuk meningkatan sumber ialah surplus anggaran, pajak, pinjaman dari masyarakat dan bank. Sarana-sarana ini harus dipergunakan sedemikian rupa sehingga membawa ke arah pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.

2.5 Pengeluaran Pemerintah 2.5.1 Teori Pengeluaran Pemerintah

Teori ini dapat digolongkan menjadi dua bagian, diantaranya yaitu Teori Makro yang terdiri dari:(Mangkoesoebroto, 2001)

1. Rostow dan Musgrave, dimana mereka menghubungkan pengeluaran pemerintah

dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, menurut mereka rasio rasio pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan

(20)

nasional-relatif besar. Hal itu dikarenakan pada tahap awal ini pemerintah harus menyediakan berbagai sarana dan prasarana. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan guna memacu pertumbuhan agar dapat lepas landas. Bersamaan dengan itu posisi investasi pihak swasta juga meningkat. Tetapi besarnya peranan pemerintah adalah karena pada tahap ini banyak kegagalan pasar yang ditimbulkan perkembangan ekonomi itu sendiri, yaitu kasus eksternalitas negatif, misalnya pencemaran lingkungan.

Dalam suatu proses pembangunan, menurut Musgrave rasio investasi total terhadap pendapatan nasional semakin besar, tetapi rasio investasi pemerintah terhadap pendapatan nasional akan semakin mengecil. Sementara itu Rostow berpendapat bahwa pada tahap lanjut pembangunan terjadi peralihan aktivitas pemerintah, dari penyediaan prasarana ekonomi ke pengeluaran-pengeluaran untuk layanan sosial seperti kesehatan dan pendidikan. Teori Rostow dan Musgrave adalah pandangan yang timbul dari pengamatan atas pengalaman pembangunan ekonomi yang dialami banyak negara, tetapi tidak didasari oleh suatu teori tertentu. Selain itu tidak jelas, apakah tahap pertumbuhan ekonomi terjadi dalam tahap demi tahap, atau beberapa tahap dapat terjadi secara simultan.

2. Hukum Wagner, Wagner melakukan pengamatan terhadap negara-negara Eropa,

Amerika Serikat dan Jepang pada abad ke-19 yang menunjukkan bahwa aktivitas pemerintah dalam perekonomian cenderung semakin meningkat. Wagner mengukur dari perbandingan pengeluaran pemerintah terhadap produk nasional.

(21)

Temuan oleh Richard Musgrave dinamakan hukum pengeluaran pemerintah yang selalu meningkat (law of growing public expenditures). Wagner sendiri menamakannya hukum aktivitas pemerintah yang selalu meningkat (law of ever

increasing state activity).

Hukum tersebut dapat dirumuskan dengan notasi:

GpCt > GpCt > GpCt-2 > ... > GpCt-n YpCt YpCt-1 YpCt-2 YpCt-n

Dimana:

Gpc = Pengeluaran pemerintah perkapita

YpC = Produk atau pendapatan nasional perkapita t = Indeks waktu

Menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat yaitu tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, perkembangan demokrasi dan ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintahan.

3. Peacock dan Wiseman, mereka mengemukakan pendapat lain dalam

menerangkan perilaku perkembangan pemerintah. Mereka mendasarkannya pada suatu analisis "dialektika penerimaan-pengeluaran pemerintah ". Pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan penerimaan dari pajak. Padahal masyarakat tidak menyukai pembayaran pajak yang kian besar.

(22)

Mengacu pada teori pemungutan suara (voting), mereka berpendapat bahwa masyarakat mempunyai batas toleransi pajak, yakni suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Tingkat toleransi pajak ini merupakan kendala yang membatasi pemerintah untuk menaikkan pungutan pajak secara tidak semena-mena atau sewenang-wenang.

Menurut Peacock-Wiseman, perkembangan ekonomi menyebabkan pungutan pajak meningkat yang meskipun tarif pajaknya mungkin tidak berubah, pada gilirannya mengakibatkan pengeluaran pemerintah meningkat pula.

Jadi dalam keadaan normal, kenaikan pendapatan nasional menaikkan pula baik penerimaan maupun pengeluaran pemerintah. Apabila keadaan normal jadi terganggu, katakanlah karena perang atau ekstemalitas lain, maka pemerintah terpaksa harus memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan dimaksud. Konsekuensinya, timbul tuntutan untuk memperoleh penerimaan pajak lebih besar. Pungutan pajak yang lebih besar menyebabkan dana swasta untuk investasi dan modal kerja menjadi berkurang. Efek ini disebut efek penggantian (displacement

effict). Postulat yang berkenaan dengan efek ini menyatakan, gangguan sosial dalam

perekonomian menyebabkan aktivitas swasta digantikan oleh aktivitas pemerintah. Pengatasan gangguan acap kali tidak cukup dibiayai semata-mata dengan pajak sehingga pemerintah mungkin harus juga meminjam dana dari luar negeri. Setelah gangguan teratasi, muncul kewajiban melunasi utang dan membayar bunga. Pengeluaran pemerintah pun kian membengkak karena kewajiban baru tersebut.

(23)

Akibat lebih lanjut ialah pajak tidak turun kembali ke tingkat semula meskipun gangguan telah usai.

Jika pada saat terjadinya gangguan sosial dalam perekonomain timbul efek penggantian, maka sesudah gangguan berakhir timbul pula sebuah efek lain yang disebut efek inspeksi (inspection effect). Postulat efek ini menyatakan, gangguan sosial menumbuhkan kesadaran masyarakat akan adanya hal-hal yang perlu ditangani oleh pemerintah sesudah redanya gangguan sosial tersebut. Kesadaran semacam ini menggugah kesediaan masyarakat untuk membayar pajak lebih besar, sehingga memungkinkan pemerintah beroleh penerimaan yang lebih besar pula. Inilah yang dimaksudkan dengan analisis dialektika penerimaan-pengeluaran pemerintah.

Suatu hal yang perlu dicatat dari Teori Peacock dan Wiseman adalah bahwa mereka mengemukakan adanya toleransi pajak, yaitu suatu limit perpajakan, akan tetapi mereka tidak menyatakan pada tingkat berapakah toleransi pajak tersebut. Clarke menyatakan bahwa limit perpajakan sebesar 25% dari pendapatan nasional. Apabila limit tersebut dilampaui maka akan terjadi inflasi dan gangguan sosial lainnya.

2.5.2 Klasifikasi Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah dapat dinilai dari berbagai segi sehingga dapat dibedakan menjadi: (Suparmoko, 2000)

1. Pengeluaran itu merupakan investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa-masa yang akan datang.

(24)

2. Pengeluaran itu langsung memberikan kesejahteraan dan kegembiraan bagi masyarakat.

3. Merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang.

4. Menyediakan kesempatan kerja lebih banyak dan penyebaran tenaga beli yang lebih luas.

Berdasarkan atas penilaian ini kita dapat membedakan bermacam-macam pengeluaran negara seperti:

1. Pengeluaran yang self liquiditing sebagian atau seluruhnya, artinya pengeluaran pemerintah mendapatkan pembayaran kembali dari masyarakat yang menerima jasa-jasa barang-barang yang bersangkutan. Misalnya pengeluaran untuk jasa-jasa perusahaan negara, atau untuk proyek-proyek produktif barang ekspor.

2. Pengeluaran yang reproduktif, artinya mewujudkan keuntungan-keuntungan ekonomis bagi masyarakat, yang dengan naiknya tingkat penghasilan dan sasaran pajak yang lain akhirnya akan menaikkan penerimaan pemerintah. Misalnya pengeluaran untuk bidang pengairan, pertanian, pendidikan, kesehatan masyarakat (public health).

3. Pengeluaran yang tidak self liquditing maupun yang tidak reproduktif yaitu pengeluaran yang langsung menambah kegembiraan dan kesejahteraan masyarakat misalnya untuk bidang-bidang rekreasi, pendirian monumen, obyek-obyek tourisme dan sebagainya. Dan hal ini dapat juga mengakibatkan naiknya penghasilan nasional dalam arti jasa-jasa tadi.

(25)

4. Pengeluaran yang secara langsung tidak produktif dan merupakan pemborosan misalnya untuk pembiayaan pertahanan/perang meskipun pada saat pengeluaran terjadi penghasilan perorangan yang menerimanya akan naik.

5. Pengeluaran yang merupakan penghematan di masa yang akan datang misalnya pengeluaran untuk anak-anak yatim piatu. Kalau hal ini tidak dijalankan sekarang, kebutuhan-kebutuhan pemeliharaan bagi mereka di masa mendatang pada waktu usia yang lebih lanjut pasti akan lebih besar.

Di Indonesia, pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menurut dua klasifikasi, yaitu:(Dumairy, 2001)

1. Pengeluaran rutin yaitu, pengeluaran untuk pemeliharaan atau penyelenggaraan roda pemerintahan sehari-hari, meliputi belanja pegawai; belanja barang; berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga barang); angsuran dan bunga utang pemerintah; serta jumlah pengeluaran lain. Anggaran belanja rutin memegang peranan yang penting untuk menunjang kelancaran mekanisme sistem pemerintahan serta upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas, yang pada gilirannya akan menunjang tercapainya sasaran dan tujuan setiap tahap pembangunan. Penghematan dan efisiensi pengeluaran rutin perlu dilakukan untuk menambah besarnya tabungan pemerintah yang diperlukan untuk pembiayaan pembangunan nasional. Penghematan dan efisiensi tersebut antara lain diupayakan melalui penajaman alokasi pengeluaran rutin, pengendalian dan koordinasi pelaksaanan

(26)

pembelian barang dan jasa kebutuhan departemen / lembaga negara non departemen, dan pengurangan berbagai macam subsidi secara bertahap.

2. Pengeluaran pembangunan, yaitu pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan baik prasarana fisik dan non fisik Dibedakan atas pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek. Pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk membiayai program-program pembangunan sehingga anggarannya selalu disesuaikan dengan dana yang berhasil dimobilisasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada berbagai bidang sesuai dengan prioritas yang telah direncanakan.

Sementara itu ada tiga pos utama pada sisi pengeluaran yaitu: (Budiono, 1999:) 1. pengeluaran pemerintah untuk untuk pembelian barang dan jasa 2. pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawainya.

3. pengeluaran pemerintah untuk pembayaran transfer (transfer payments) Pembayaran transfer pemerintah adalah pembayaran pemerintah kepada individu yang tidak dipakai untuk menghasilkan barang dan jasa sebagai imbalannya (Samuelson dan Nordhaus, 1994). Pengeluaran pemerintah berupa pembayaran subsidi atau bantuan langsung kepada berbagai golongan masyarakat.

Pemerintah mampu mempengaruhi tingkat pendapatan keseimbangan menurut dua cara yang terpisah. Pertama, pembelian pemerintah atas barang dan jasa (G) yang merupakan komponen dari permintaan agregat. Kedua, pajak dan transfer mempengaruhi hubungan antara output dan pendapatan( Y) dan Transfer ke Daerah

(27)

adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri dari Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. pendapatan disposibel (pendapatan bersih yang siap untuk dikonsumsi dan ditabung), yang didapat oleh sektor swasta. (Dornbusch dan Fischer, 1999)

Perubahan dalam pengeluaran pemerintah dan pajak akan mempengaruhi tingkat pendapatan. Hal ini menimbulkan kemungkinan bahwa kebijakan fiskal dapat digunakan untuk menstabilkan perekonomian. Jika perekonomian berada dalam resesi, pajak harus dikurangi atau pengeluaran ditingkatkan untuk menaikkan output. Jika sedang berada dalam masa makmur (booming) pajak seharusnya dinaikkan atau pengeluaran pemerintah dikurangi agar kembali ke penggunaan tenaga kerja penuh.

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang pengaruh Pengeluaran Pemerintah telah banyak dilakukan, Menariknya, pengaruh dari Pengeluaran Pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi adalah kunci utama pada studi teori yang konvensional dan pada studi empiris yang dilakukan baru-baru ini oleh :

Zhang dan Zou (2003) dalam penelitiannya yang berjudul Fiscal

Decentralization, Public Spending, and Economic Growth in China, penelitian yang

dilakukan di China ini menggunakan panel data yang periodenya dimulai pada akhir tahun 1970-an saat pertumbuhan ekonomi sedang tinggi. Pada periode tersebut pemerintahan pada tingkat yang lebih tinggi wajib menyediakan investasi publik yang

(28)

menyebabkan eksternalitas yang besar pada tahap awal pembangunan ekonomi. Hasil dari penelitian ini adalah desentralisasi fiskal mengurangi pertumbuhan ekonomi propinsi di China.

Hariyanto (2005) dalam penelitian yang berjudul Analisis Pengeluaran Pemerintah Daerah di Propinsi Jawa Tengah Periode Tahun Anggaran 2000-2002, penelitian bertujuan untuk menganalisa pengaruh PAD, Dana Perimbangan, dan Jumlah Penduduk dalam menentukan besaran nilai pengeluaran pemerintah di Propinsi Jawa Tengah tahun anggaran 2000-2002. Hasil penelitian adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan serta Jumlah Penduduk mempengaruhi nilai pengeluaran pemerintah pada masing-masing daerah se Jawa Tengah.

Ragayani (2006) dalam penelitian yang berjudul Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Investasi Swasta di Indonesia Periode 1978 -2003, menggunakan model analisis regresi berganda dicoba untuk melihat pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap investasi swasta di Indonesia selama periode 1978-2003 bersama-sama dengan Produk Domestik Bruto dan suku bunga riil dengan menggunakan metode OLS. Hasil uji asumsi klasik menunjukkan bahwa model analisis tidak mengalami gejala multikolinearitas, heterokedastisitas dan autokorelasi. Hal ini berarti bahwa koefisien regresi diperoleh dengan metode OLS merupakan pemikiran linier terbaik dan tidak bias. Perhitungan regresi menunjukkan bahwa konsumsi pemerintah memiliki pengaruh yang positif terhadap investasi swasta di Indonesia, pengaruh positif ini disebabkan karena konsumsi pemerintah (public

(29)

pembelian dari pemerintah akan meningkatkan investasi. Investasi pemerintah memiliki pengaruh yang positif terhadap investasi swasta karena investasi pemerintah memiliki sifat yang komplementer (crowding in) terhadap investasi swasta di Indonesia. Dampak crowding in dari investasi pemerintah ini disebabkan karena sebagian besar dari investasi pemerintah ini digunakan untuk pembangunan infrastruktur baik itu fisik maupun sosial. PDB memiliki pengaruh yang positif terhadap investasi swasta di Indonesia. Variabel tingkat suku bunga rift tidak berpengaruh terhadap investasi swasta di Indonesia.

Hariani (2008), dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Tahun 1977-2005, Penelitian ini bertujuan untuk mengukur seberapa besar pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur selama periode 1977-2005 dengan menggunakan metode regresi sederhana Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian membuktikan bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari hasil estimasi regresi yaitu pada uji t dan uji F yang signifikan pada α 5%. Selain itu, pada hasil penelitian juga membuktikan bahwa variabel pengeluaran rutin mempunyai pengaruh yang dominan terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tahun 1977-2005.

Desiyanto (2009), dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Surabaya Tahun 1975-2006, penelitian ini bertujuan untuk mengukur seberapa besar pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap Pendapatan Asli Daerah Surabaya selama tahun

(30)

1975-2006 dengan menggunakan metode regresi sederhana Ordinary Least Square (OLS). Dimana terdapat juga uji stasioner. Dalam penelitian data ternyata stasioner pada tingkat first difference dan hasil penelitian membuktikan bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Surabaya. Hal ini dapat dilihat dari hasil estimasi regresi yaitu pada uji t dan uji F yang signifikan pada α 5%. Selain itu, pada hasil penelitian juga membuktikan bahwa variabel pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan memiliki pengaruh positif terhadap Pendapatan Asli Daerah.

2.7. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini memakai kerangka pemikiran seperti yang tertera berikut ini:

Pengeluaran Rutin Pengeluaran Pembangunan sektor Pertanian Pertumbuhan Ekonomi Pengeluaran Pembangunan sektor Industri Pengeluaran Pembangunan sektor Jasa Krisis Ekonomi

(31)

2.8 Hipotesis Penelitian

Penelitian ini menggunakan hipotesis sebagai berikut:

1. Pengeluaran Rutin berpengaruh positip terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera Utara, ceteris paribus.

2. Pengeluaran pembangunan sektor Pertanian berpengaruh positip terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera Utara, ceteris paribus.

3. Pengeluaran pembangunan sektor Industri berpengaruh positip terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera Utara, ceteris paribus.

4. Pengeluaran pembangunan sektor Jasa berpengaruh positip terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera Utara, ceteris paribus.

5. Krisis Ekonomi berpengaruh negatip terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera Utara

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

berlangsung, dapat dinyatakan bahwa menurut peserta kegiatan: a) kegunaan materi yang disampaikan adalah sangat baik, b) kesesuaian materi yang disampaikan dengan PPM

1. Penerapan Model Project Based Learning dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa. Disini pada siklus pertama memakai materi IPS sebagai mata pelajaran penelitian, dengan

dari pihak luar. 4) kemiskinan struktural: situasi miskin yang disebabkan karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial

Garis-garis yang terdiri atas titik-titik pada grafik contour plot menunjukkan kombinasi dari ketiga komponen dengan jumlah berbeda yang menghasilkan respon rasa

Sukarno tentang nasionalisme Indonesia yang dalam perspektif aksiologi. atau filsafat nilai yang terkandung dalam suatu rumusan

Mahasiswa yang ditunjuk menyampaikan hasil latihan dengan menulis dan menjelaskannya kembali pada white board di depan kelas Indikator  Kesempurnaan isi LKM 

Data yang diperoleh dari hasil elektroforesis pada ISSR berdasarkan penampilan pola pita DNA dianalisis menggunakan analisis gerombol ( cluster analysis) dengan teknik

Sebagai seorang ketua Sekretariat kongres Maria Ullfah dengan tegas mengatakan kepada organisasi perempuan yang masuk ke dalam Gerakan Massa untuk memilih Kongres