• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Auditing dalam A Standard of Basic Audit Concepts (ASOBAC) yang diterjemahkan oleh Abdul Halim (2003), adalah:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Auditing dalam A Standard of Basic Audit Concepts (ASOBAC) yang diterjemahkan oleh Abdul Halim (2003), adalah:"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Auditing

2.1.1 Pengertian Auditing

Pengertian Auditing dalam A Standard of Basic Audit Concepts (ASOBAC) yang diterjemahkan oleh Abdul Halim (2003), adalah:

“Suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif mengenai asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan menyampaikan hasilnya pada para pemakai yang berkepentingan.”

Selanjutnya menurut Arens et al (2010;4) dalam mendefinisikan auditing sebagai berikut:

“The accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by competent, independent person.”

Beberapa hal yang dapat diambil dari definisi di atas, yaitu:

1. Audit merupakan serangkaian tahapan atau prosedur yang logis, terstruktur dan terorganisir.

2. Aktivitas utama audit adalah memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif. Bukti yaitu setiap informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah asersi atau informasi yang diaudit disajikan dengan kriteria yang telah ditetapkan. Sementara objektif berarti memeriksa dasar asersi dan menilai hasilnya secara tidak memihak.

3. Yang menjadi subjek audit adalah asersi atau informasi. Asersi adalah pernyataan yang dibuat oleh individu atau entitas yang secara implisit dimaksudkan untuk digunakan pihak lain. Misalnya

(2)

laporan keuangan, SPT Pajak, Laporan Operasi Intern, dan sebagainya.

4. Audit bertujuan untuk memastikan kesesuaian antara pernyataan yang dibuat oleh individu atau entitas dengan kriteria atau aturan yang telah ditetapkan untuk membuat pernyataan-pernyataan tersebut.

5. Kriteria yang ditetapkan adalah kriteria atau standar yang digunakan untuk menguji asersi atau informasi, misalnya peraturan atau kebijakan perusahaan, anggaran dan standar kinerja manajemen, serta prinsip akuntansi yang berlaku umum.

6. Hasil audit dikomunikasikan, yaitu melalui laporan tertulis yang menyatakan tingkat kesesuaian antara pernyataan yang dibuat oleh individu yang diaudit tersebut dengan aturan yang telah ditetapkan. 7. Pihak yang berkepentingan adalah individu-individu yang menggunakan temuan-temuan auditor, misalnya manajemen, pemegang saham, kreditor, dan sebagainya.

8. Audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen. Kompeten berarti ahli dan berpengalaman, sedangkan independen berarti tidak memihak kepada kepentingan siapapun.

2.1.2 Proses Audit

Menurut Mulyadi (2002;121) tahap-tahap audit atas laporan keuangan meliputi :

1. Penerimaan Penugasan Audit

Langkah awal pekerjaan audit atas laporan keuangan berupa pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak penugasan audit dari klien berulang. Enam langkah yang perlu ditempuh oleh auditor dalam mempertimbangkan penerimaan penugasan audit dari calon kliennya, yaitu:

1) Mengevaluasi integritas manajemen.

(3)

3) Menilai kompetensi untuk melakukan audit. 4) Mengevaluasi independen

5) Menentukan kemampuan untuk menggunakan kecermatan dan keseksamaan.

6) Membuat surat penugasan audit (engagement letter).

2. Perencanaan Audit

Delapan tahap perencanaan audit : 1) Memahami bisnis dan industri klien. 2) Melaksanakan prosedur analitik.

3) Mempertimbangkan tingkat materialitas awal. 4) Mempertimbangkan risiko bawaan.

5) Mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap saldo awal, jika penugasan klien berupa audit tahun pertama.

6) Mengembangkan strategi audit awal terhadap asersi signifikan

7) Mereview informasi yang berhubungan dengan kewajiban-kewajiban legal klien.

8) Memahami struktur pengendalian intern klien.

3. Pelaksanaan Pengujian Audit

Tahap ini disebut juga dengan pekerjaan lapangan. Tujuan utamanya adalah untuk memperoleh bukti audit tentang efektifitas struktur pengendalian intern klien dan kewajiban laporan keuangan klien. Secara garis besar, pengujian audit dibagi menjadi tiga, yaitu:

1) Pengujian analitik (analytcal test). 2) Pengujian pengendalian (test of control). 3) Pengujian substantif (substantive test).

(4)

4. Pelaporan Audit

Langkah akhir dari suatu proses pemeriksaan auditor adalah penerbitan laporan audit. Untuk itu, auditor perlu menyusun laporan keuangan auditan (audited financial statement), penjelasan laporan keuangan (notes to financial statement) dan pernyataan pendapat auditor.

2.2 Audit Internal

2.2.1 Pengertian Audit Internal

Audit internal merupakan unsur penting dari struktur pengendalian internal dalam suatu organisasi karena dibuat untuk memonitor efektivitas dari aktivitas internal perusahaan atau organisasi.

Menurut Hiro Tugiman (2006 : 11):

“Internal audit adalah sautu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan”

Adapun pengertian audit internal menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal dalam Standar Profesi Audit Internal (2004 : 9):

“Audit internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi yang independen dan objektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya melalui suatu pendekatan sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko, pengendalian dan proses governance.”

Sedangkan menurut Sirait (2009 : 30) mengatakan:

“Internal audit adalah sebagian dari fungsi pengendalian dalam perusahaan dituntut meningkatkan peran dan efektifitasnya agar mampu memberikan rekomendasi yang independen dan profesional keapada pimpinan perusahaan atas keakuratan informasi keuangan, good governance, dan kepatuhan terhadap sistem prosedur serta strategi manajer dalam

(5)

mengelola resiko yang merupakan modal meningkatnya kinerja perusahaan organisasi.”

Berdasarkan ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa audit internal merupakan kegiatan yang bersifat independen dan objektif dalam mengevaluasi dan meningkatkan efektifitas pengelolaan risiko, pengendalian, dan proses governance yang bersifat melindungi dan konstruktif bagi pimpinan perusahaan.

2.2.2 Fungsi Audit Internal

Pengertian audit internal menurut Mulyadi (2002;211)

“Fungsi audit internal adalah adalah menyelidiki dan menilai pengendalian intern dan efisiensi pelaksanaan fungsi berbagai unit organisasi. Dengan demikian fungsi audit internal merupakan bentuk pengendalian yang fungsinya adalah untuk mengukur dan menilai efektifitas unsur-unsur pengendalian intern yang baik”.

Fungsi audit internal secara terperinci dan relatif lengkap menunjukkan bahwa aktivitas audit internal harus diterapkan secara menyeluruh terhadap seluruh aktivitas perusahaan, sehingga tidak hanya terbatas pada audit atas catatan-catatan akuntansi.

Lingkup penugasan pemeriksaan intern menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004;20) sebagai berikut :

“Fungsi audit internal adalah bahwa penanggung jawaban fungsi audit internal harus mengelola fungsi audit secara efektif untuk memastikan bahwa kegiatan fungsi tersebut memberikan nilai tambah bagi organisasi”.

Fungsi audit terdiri dari:

1. Perencanaan, penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun perencanaan yang berbasis risiko untuk menetapkan prioritas kegiatan audit internal, konsisten dengan tujuan organisasi.

2. Komunikasi dan persetujuan, penanggung jawab fungsi audit internal harus mengkomunikasikan rencana kegiatan audit, dan

(6)

kebutuhan sumber daya kepada pemimpin dan dewan pengawas organisasi untuk mendapat persetujuan.

3. Pengelola sumber daya, penanggung jawab fungsi audit internal harusmemastikan bahwa sumber daya fungsi audit internal sesuai, memadai, dan dapat digunakan secara efektif untuk mencapai rencana-rencana yang telah disetujui.

4. Kebijakan dan prosedur, penanggung jawab fungsi audit internal harus menetapkan kebijakan dan prosedur sebagai pedoman bagi pelaksanaan kegiatan fungsi audit internal.

5. Koordinasi, penanggung jawab fungsi audit internal harus berkoordinasi dengan pihak internal dan eksternal yang melakukan pekerjaan audit untuk memastikan bahwa lingkup seluruh penugasan tersebut sudah memadai dan meminimalkan duplikasi. 6. Laporan kepada pemimpin dan dewan pengawas, penanggung

jawab fungsi audit internal harus menyampaikan laporan secara berkala kepada pemimpin dan dewan pengawas mengenai perbandingan rencana dan realisasi yang mencakup sasaran, wewenang, tanggung jawab, dan kinerja fungsi audit internal.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan secara singkat bahwa fungsi audit internal adalah sebagai alat bantu manajemen untuk menilai efisien dan efektifitas pelaksanaan pengendalian intern perusahaan, kemudian memberikan hasil yang berupa saran atau rekomendasi dan memberi nilai tambah bagi manajemen yang akan dijadikan landasan untuk mengambil keputusan atau tindakan selanjutnya.

2.2.3 Tujuan Audit Internal

Secara garis besar tujuan dari audit internal adalah untuk membantu seluruh anggota organisasi agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Amin Widjaja Tunggal (2001 ; iii), yaitu:

(7)

“Tujuan audit internal adalah membantu semua unit dalam melaksanakan hal-hal yang menjadi tanggung jawab mereka dengan cara menyiapkan analisis, penilaian, rekomendasi, dan komentar-komentar yang tepat mengenai kegiatan-kegiatan yang diperiksa.”

Dapat disimpulkan bahwa tujuan audit internal adalah memberikan pelayanan kepada seluruh anggota organisasi agar mereka dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif dan efisien. Untuk hal tersebut, internal auditor akan memberikan berbagai analisis, penilaian, rekomendasi, petunjuk, dan informasi sehubungan dengan kegiatan yang diperiksa.

Selain itu dengan keberadaan audit internal diharapkan mampu menjamin lahirnya suatu pengendalian yang efektif pada suatu perusahaan yang diklakukan oleh seorang auditor internal. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Coram dkk (2008 ; 546):

“Internal audit adds value through improved control and environmental and monitoring in the organization to detected self-reports fraud”

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa audit internal memberikan nilai tambah melalui peningkatan kontrol dan pemantauan lingkungan dalam organisasi untuk mendeteksi penipuan.

2.2.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup internal audit adalah untuk menilai keefektifan sistem pengendalian intern, pengevaluasian terhadap kelengkapan sistem pengendalian internal yang dimiliki organisasi, serta kualitas pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan. Biasanya manajemen dan direksi memberikan pengarahan umum mengenai ruang lingkup dan pekerjaan audit. Maka dari itu, pemeriksaan internal biasanya meliputi:

1. Audit Finansial

Me-review keandalan (realibilitas dan integritas) informasi finansial dan operasional.

(8)

2. Audit Operasioanl

Me-review berbagai sistem yang telah ditetapkan untuk memastikan kesesuainnya dengan berbagai kebijakan perusahaan atau organisasi.

Me-review apakah aktivitas operasional perusahaan berjalan secara efektif dan efisien, serta mengevaluasi untuk meningkatkan kinerja dimasa yang akan dating.

Menilai keekonomisan dan keefisienan penggunaan berbagai sumber daya

Me-review berbagai operasi atau program untuk menilai apakah hasilnya konsisten dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dan apakah kegiatan atau program tersebut dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan.

3. Audit Ketaatan

Me-review apakah pelaksanaan kegiatan, telah dilakukan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4. Audit Kecurangan

Mendeteksi hal-hal yang mungkin dapat menjadi sumber terjadinya kecurangan yang merugikan perusahaan.

Penjelasan diatas menunjukan bahwa ruang lingkup auditor internal tidak semata-mata pada keefektifan dan keefisienan aktivitas operasional perusahaan saja namun dapat lebih fleksibel sejalan dengan kebutuhan manajemen.

2.2.5 Wewenang dan Tanggung Jawab Audit Internal

Ikatan Akuntan Indonesia (2001;322) menyatakan secara terperinci mengenai tanggung jawab audit internal sebagai berikut:

“Audit Internal bertanggung jawab untuk menyediakan data analisis dan evaluasi, memberi keyakinan dan rekomendasi, menginformasikan kepada manajemen satuan usaha dan dewan komisaris atau pihak lain yang setara dengan wewenang dan tanggung jawab tersebut. Audit Internal mempertahankan objektivitasnya yang berkaitan dengan aktivitas yang diauditnya”.

(9)

Selanjutnya mengenai wewenang dan tanggung jawab audit internal, Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004;15) menyatakankan bahwa:

“Tujuan, kewenangan dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam charter audit internal, konsisten dengan Standar Profesi Audit Internal dan mendapatkan persetujuan dari pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi”.

Jadi dimaksudkan agar tujuan, kewenangan dan tanggung jawab audit internal harus dinyatakan dalam dokumen tertulis secara formal.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan wewenang dan tanggung jawab auditor internal adalah sebagai berikut:

1. Memberikan saran-saran kepada manajemen dalam melaksanakan tanggung jawab dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan kode etik yang berlaku agar tercapai tujuan organisasi.

2. Audit internal bertanggung jawab untuk memperoleh persetujuan dari manajemen senior dan dewan terhadap dokumen tertulis yang formal untuk bagian audit internal, menegaskan lingkup pekerjaan yang tidak dibatasi, dan menyatakan bahwa bagian audit internal tidak memiliki kewenangan atau tanggung jawab dalam kegiatan yang mereka periksa.

2.2.6 Kualifikasi Audit Internal yang Memadai 1. Independensi Auditor Internal

Auditor internal harus dapat bersikap independen dan objektif dalam pelaksanaan kegiatannya, itu berarti auditor internal harus dapat berdiri sendiri tanpa ada intervensi dari pihak mana pun serta tidak boleh memihak kepada siapapun. Hal ini dapat dicapai jika auditor internal memiliki status dan kedudukan yang jelas. Hal ini diperkuat oleh Mulyadi (2002:26-27), independensi adalah:

“Sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain, dapat diartikan sebagai adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objekrtif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.”

(10)

Sedangkan menurut Hiro Tugiman (2006 : 16):

“Independensi : auditor internal harus mandiri dan terpisah dari kegiatan yang diperiksanya.

Status organisasi : status organisasi dari auditor internal (bagian pemeriksaan internal) haruslah memberikan keleluasaan untuk memenuhi dan menyelesaikan tanggung jawab pemeriksaan yang diberikan kepadanya.

Objektivitas : para pemeriksa internal (internal auditor) haruslah melaksanakan tugasnya secara objektif.”

2. Kompetensi Auditor Internal

Menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004 : 16) menyatakan:

“Penugasan harus dilaksanakan dengan memperhatikan keahlian dan kecermatan profesional. Auditor internal harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya.”

Dilihat dari pernyataan diatas, maka seorang auditor internal dituntut untuk selalu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi melalui pengembangan profesional yang berkelanjutan.

3. Program Auditor Internal

Pelaksanaan audit haruslah direncanakan dengan sebaik-baiknya agar diperoleh hasil audit yang baik dan berkualitas. Auditor internal harus menyusun terlebih dahulu rencana pemeriksaan yang memadai serta sistematis mencakup semua unit yang diperiksa, sehingga seluruh pekerjaannya dapat terlaksana dengan lancar.

Program audit adalah langkah terinci yang dilaksanakan selama pemeriksaan. Selain sebagai petunjuk mengenai langkah-langkah yang harus dilaksanakan, program pemeriksaan juga merupakan alat kendali internal audit.

Manfaat penyusunan program audit adalah sebagai berikut: 1. Tanggung jawab untuk setiap prosedur pemeriksaan jelas.

(11)

2. Pembagian kerja yang lebih rapi sehingga seluruh unit terperiksa secara menyeluruh.

3. Menghasilkan pelaksanaan pemeriksaan yang tepat dan hemat waktu.

4. Berfungsi sebagai pedoman pemeriksaan yang dapat digunakan secara berkesinambungan.

5. Memudahkan manajemen dalam penilaian terhadap pelaksanaan pemeriksaan.

6. Memastikan dipatuhinya norma-norma pemeriksaan dan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum.

4.Pelaksanaan Audit Internal

Menurut Hiro Tugiman (2006 : 53-78), tahap pelaksanaan audit internal terbagi menjadi empat tahap utama yang akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Perencanaan audit.

2. Pengujian dan pengevaluasian informasi. 3. Penyampaian hasil audit.

4. Tindak lanjut (follow up) hasil audit.

1. Perencanaan audit

Perencanaan dibuat dengan tujuan menetukan objek yang akan diaudit, arah dan pendekatan audit, perencanaan alokasi sumber daya dan waktu, dan merencanakan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan proses audit. Menurut Hiro Tugiman (2006 : 53) internal auditor harus merencanakan setiap pemeriksaannya. Perencanaan harus didokumentasikan dan harus meliputi:

1. Penetapan tujuan audit dan lingkup pekerjaannya.

2. Memperoleh informasi dasar (background information) tentang kegiatan-kegiatan yang akan diperiksa.

3. Penentuan berbagai tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan audit.

(12)

4. Pemberitahuan kepada pihak yang dipandang perlu.

5. Melaksanakan survey untuk mengenali kegiatan yang diperlukan, risiko-risiko, dan pengawasan.

6. Penulisan program audit.

7. Menentukan bagaimana, kapan, dan kepada siapa hasil-hasil audit akan disampaikan.

8. Memperoleh persetujuan bagi rencana kerja audit.

2. Pengujian dan Pengevaluasian Informasi

Pada tahap ini internal auditor harus mengumpulkan, menganalisa, menginterpretasikan, dan membuktikan kebenaran informasi untuk mendukung hasil audit. Menurut Hiro Tugiman (2006 : 59), proses pengujian dan pengevaluasian informasi adalah sebagai berikut: 1. Dikumpulkannya berbagai informasi tentang seluruh hal yang

berhubungan dengan tujuan pemeriksaaan dan lingkup kerja. 2. Informasi haruslah mencukupi, kompeten, relevan, dan berguna

untuk membuat suatu dasar yang logis bagi temuan audit dan rekomendasi.

3. Adanya prosedur-prosedur audit, termasuk tehnik-tehnik pengujian. 4. Dilakukan pengawasan terhadap proses pengumpulan,

penganalisaan, penafsiran, dan pembuktian kebenaran informasi. 5. Dibuat kertas kerja pemeriksaan.

3. Penyampaian Hasil Pemeriksaan

Laporan internal audit ditujukan kepada manajemen untuk menunjukan apakah prosedur atau kebijakan yang ditetapkan manjemen ditaati atau tidak.

Internal auditor harus melaporkan kepada manajemen apabila terdapat penyelewengan atau penyimpangan yang terjadi di dalam suatu fungsi perusahaan dan memberikan saran untuk perbaikan. Menurut Hiro

(13)

Tugiman (2006 : 68) audit intern harus melaporkan hasil audit yang dilaksanakanya yaitu:

1. Laporan tertulis yang ditandatangani oleh ketua audit internal. 2. Pemeriksa internal harus terlebih dahulu mendiskusikan

kesimpulan dan rekomendasi.

3. Suatu laporan haruslah objektif, jelas, singkat, terstruktur, dan tepat waktu.

4. Laporan haruslah mengemukakan tentang maksud, lingkup dan hasil dari pelaksanaan pemeriksaan.

6. Laporan mencantumkan berbagai rekomendasi.

7. Pandangan dari pihak yang diperiksa tentang berbagai kesimpulan atau rekomendasi dapat pula dicantumkan dalam laporan pemeriksaan.

8. Pimpinan internal audit mereview dan menyetujui laporan audit. 4. Tindak Lanjut (Follow Up) Hail Pemeriksaan

Proses yang menjadi elemen paling penting dalam pelaksanaan pemeriksaan adalah tindak lanjut temuan pemeriksaan.

Hiro Tugiman (2006 : 75) menyebutkan:

”Tindak lanjut (follow up) oleh audit internal diartikan sebagai suatu proses untuk menentukan kecukupan, keefektifan, dan ketepatan waktu dari berbagai tindakan yang dilakukan oleh manajemen terhadap berbagai temuan pemeriksaan yang dilaporkan.”

Dari pernyataan diatas seorang internal auditor harus terus-menerus meninjau atau melakukan tindak lanjut untuk memastikan bahwa terhadap temuan-temuan audit yang dilaporkan telah dilakukan tindakan yang tepat.

Dalam hal ini manajemen bertanggung jawab untuk menetukan tindakan yang perlu untuk dilakukan sebagai tanggapan terhadap temuan-temuan audit yang dilaporkan. Hal ini bertujuan agar temuan audit dapat diselesaikan dan ditanggulangi secara tepat waktu serta tidak terulang di masa yang akan dating.

Dalam menetukan tindak lanjut, menurut Hiro Tugiman (2006 : 76) ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, antara lain:

(14)

a. Pentingkah temuan yang dilaporkan.

b. Tingkat dari usaha dan biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki kondisi yang dilaporkan.

c. Risiko yang mungkin terjadi bila tindakan korektif yang dilakukan gagal.

d. Tingkat kesulitan dari pelaksanaan tindakan korektif. e. Jangka waktu yang dibutuhkan.

Disampimg prosedur, juga diperlukan cara untuk menyelesaikan tindak lanjut dalam pelaksanaan audit. Hiro Tugiman (2006 : 76) mengemukakan teknik-teknik yang dapat digunakan dalam penyelesaian tindak lanjut sebagai berikut:

1. Pengiriman laporan tentang temuan pemeriksaan kepada tingkatan manajemen yang tepat, yang bertanggung jawab untuk melakukan tindakan-tindakan korektif.

2. Menerima dan mengevaluasi tanggapan dari manajemen terhadap temuan pemeriksaan selama pelaksanaan dilakukan, atau dalam jangka waktu yang wajar setelah laporan hasil pemeriksaan diterbitkan.

3. Menerima laporan perkembangan perbaikan dari manajemen secara periodik, untuk mengevaluasi status usaha manajemen untuk memperbaiki kondisi yang sebelumnya dilaporkan.

4. Menerima dan mengevaluasi laporan dari berbagai organisasi yang lain yang ditugaskan dan bertanggung jawab mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan proses tindak lanjut.

5. Melaporkan kepada manajemen atau dewan tentang status dari tanggapan terhadap berbagai temuan pemeriksaan.

2.2.7 Kode Etik

Kode etik berkembang karena adanya hubungan khusus yang sangat erat antara praktisi profesional dengan kliennya. Kepercayaan klien akan meningkat jika profesional diharuskan bersumpah dalam melayani masyarakat secara jujur dan bertanggung jawab, serta diatur oleh kode etik profesi yang ketat.

(15)

Kode etik tersebut terdiri dari: 1. Integritas

Merupakan suatu indikator yang menjadi dasar bagi para auditor internal untuk mempercayai mereka.

2. Objektivitas

Tampilan seorang auditor internal dalam mengupayakan tercapainya level objektivitas tertinggi dalam memperoleh, mengevaluasi, dan menyampaikan informasi mengenai aktivitas atau proses yangs sedang dianalisa.

3. Kerahasiaan

Sikap auditor internal yang menghormati nilai dan kepemilikan informasi tersebut kecuali jika ada kewajiban profesional atau secara hukum.

4. Profesionalisme

Sikap yang berkaitan dengan profesi yang dianut oleh seorang auditor internal dimana mereka dituntut memiliki kepandaian khusus dalm menjalankan tugasnya.

5. Kompetensi

Usaha yang dilakukan auditor internal dalam menerapkan pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman yang dimiliki dalam melaksanakan pekerjaannya.

2.3 Pengertian Minimal

Pengertian minimal menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (2001 ; 363) yaitu :

“ Minimal adalah sedikit-dikitnya ; sekurang-kurangnya.”

Dapat disimpulkan bahwa meminimalkan adalah suatu kegiatan yang membuat sesuatu menjadi sedikit/ berkurang.

(16)

2.4 Kecurangan (Fraud) 2.4.1 Definisi Fraud

Di dalam Standar Audit ASA 240 yang dikutip oleh Coram dkk (2008 : 545), mendefinisikan kecurangan adalah:

“An intentional act by one or more individuals among management, those charged with governance, employees, or third parties, involving the use of deception to obtain an unjust or illegal advantage”.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kecurangan adalah suatu tindakan yang sengaja diakukan oleh satu atau lebih individu dalam suatu manajemen yang terdiri dari pihak pemerintahan, karyawan, dan pihak ketiga, yang melakukan tindak penipuan untuk mendapatkan keuntungan secara ilegal.

Sedangkan dalam Wikipedia, memberikan definisi mengenai kecurangan sebagai berikut:

“a fraud is a deception made for personal gain or to damage another individual. In criminal law, fraud is the crime or offense of deliberately deceiving another in order to damage them – usually, to obtain property or services unjustly. Fraud can be accomplished through the aid of forged objects.”

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kecurangan merupakan penipuan yang dibuat untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau untuk merugikan orang lain. Dalam hukum pidana, kecurangan adalah kejahatan atau pelanggaran yang dengan sengaja menipu orang lain dengan maksud untuk merugikan mereka, biasanya untuk memiliki sesuatu ataupun keuntungan dengan cara curang. Kecurangan dapat melalui pemalsuan terhadap barang atau benda.

Sedangkan definisi fraud menurut Black Law Dictionary adalah:

“1. A knowing misrepresentation of the truth or concealment of a material fact to induce another to act to his or her detriment; is usual a tort, but in some cases (esp. when the conduct is willful) it may be a crime, 2. A misrepresentation made recklessly without belief in its truth to induce another person to act, 3. A tort arising from knowing misrepresentation, concealment of material fact, or reckless misrepresentation made to induce another to act to his or her detriment.”

(17)

Yang diterjemahkan, kecurangan adalah :

1. Kesengajaan atas salah pernyataan terhadap suatu kebenaran atau keadaan yang disembunyikan dari sebuah fakta material yang dapat mempengaruhi orang lain untuk melakukan perbuatan atau tindakan yang merugikannya, biasanya merupakan kesalahan namun dalam beberapa kasus (khususnya dilakukan secara disengaja) memungkinkan merupakan suatu kejahatan.

2. Penyajian yang salah/keliru (salah pernyataan) yang secara ceroboh/tanpa perhitungan dan tanpa dapat dipercaya kebenarannya berakibat dapat mempengaruhi atau menyebabkan orang lain bertindak atau berbuat.

3. Suatu kerugian yang timbul sebagai akibat diketahui keterangan atau penyajian yang salah (salah pernyataan), penyembunyian fakta material, atau penyajian yang ceroboh/tanpa perhitungan yang mempengaruhi orang lain untuk berbuat atau bertindak yang merugikannya.

2.4.2 Faktor Pemicu Fraud

Menurut SAS 99 (AU316) yang dikutip oleh Arens (2008 : 340) terdapat tiga faktor sesorang melakukan kecurangan yang dikenal sebagai fraud triangle:

1. Pressure (tekanan)

Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya, tekanan ekonomi merupakan salah satu faktor yang mendorong seseorang berani melakukan tindak kecurangan. Faktor ini berasal dari individu si pelaku di mana dia merasa bahwa tekanan kehidupan yang begitu berat memaksa si pelaku melakukan kecurangan untuk keuntungan pribadinya. Hal ini terjadi biasanya dikarenakan jaminan kesejahteraan yang ditawarkan perusahaan atau organisasi tempat dia bekerja kurang atau pola hidup yang serba mewah sehingga si pelaku merasa terus-menerus kekurangan. Namun,

(18)

tekanan (preassure) juga dapat berasal dari lingkungan tempatnya bekerja, seperti:

Lingkungan kerja yang tidak menyenangkan, misalnya perlakuan terhadap pegawai yang tidak wajar.

Sistem pengukuran kinerja dan penghargaan yang tidak wajar sehingga karyawan merasa tidak diperlakukan secara adil. Tidak adanya bantuan konsultasi pegawai.

Adanya proses penerimaan pegawai yang tidak fair. 2. Opportunity (kesempatan)

Merupakan faktor yang sepenuhnya berasal dari luar individu, yakni berasal dari organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan. Kesempatan melakukan kecurangan selalu ada pada setiap kedudukan. Dengan kedudukan yang dimiliki, si pelaku merasa memiliki kesempatan untuk mengambil keuntungan. Ditambah lagi dengan sistem pengendalian dari organisasi yang kurang memadai.

3. Rationalztation (rasionalisasi)

Si pelaku merasa memiliki alasan yang kuat yang menjadi dasar untuk membenarkan apa yang dia lakukan. Serta mempengaruhi pihak lain untuk menyetujui apa yang dia lakukan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengurangi risiko tersebut adalah:

a. Penyaringan tenaga kerja yang semaksimal mungkin demi mencegah diterimanya pegawai yang tidak bermoral baik. b. Visi dan misi organisasi ditetapkan secara jelas agar dapat

dicapai dengan melibatkan seluruh elemen organisasi.

c. Aturan yang jelas mengenai perilaku para pegawai yang disesuaikan dengan lingkungan dan budaya organisasi. d. Gaya manajemen dan sistem pengendalian yang maksimal

sehingga dapat memberikan contoh bagi para pegawai bagaimana bekerja sesuai dengan visi dan misis perusahaan.

(19)

2.4.3 Tanda-Tanda Fraud

Fraud biasanya muncul dibarengi dengan red flag. Red flag adalah suatu kondisi yang janggal atau berbeda dengan keadaan normal yang menjadi indikasi akan adanya sesuatu yang tidak biasa dan perlu penyidikan lebih lanjut.

1. Tanda-tanda pada pegawai. Kebutuhan ekonomi.

Gaya hidup yang tidak sesuai dengan pendapatan. Adanya hubungan yang khusus dengan supplier. Menolak pengambilan cuti atau libur.

Pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi pihak terkait. Pencatatan yang kurang akurat sering terjadi.

Adanya faktur ganda. 2. Tanda-tanda pada manajemen

Penempatan pegawai yang merupakan kroni pada posisi-posisi vital.

Tidak menjatuhkan hukuman pada pegawai yang merupakan kroninya.

Sulit bekerja sama dengan auditor. Sering melakukan pergantian rekening.

Adanya transaksi tidak normal diakhir tahun (meningkatnya jurnal-jurnal penyesuaian pada akhir tahun buku).

Banyaknya dokumen-dokumen yang hilang.

2.4.4 Klasifikasi Fraud

Arrens (2008 : 338) mengklasifikasikan kecurangan (fraud) kedalam dua kelompok utama, yaitu:

1. Fraudulent Financial Reporting (kecurangan laporan keuangan) Penyajian laporan keuangan yang tidak sesuai dengan semestinya baik disengaja (intentional) maupun tidak disengaja

(20)

(unintentional). Biasanya terjadia ketika seorang individu ingin mengambil keuntungan dari kejadian tersebut.

2. Missappropriation of Assets (penyalahgunaan asset)

Penipuan yang melibatkan pencurian aktiva suatu entitas untuk mngambil keuntungan didalamnya.

Kecurangan laporan keuangan (fraudulent financial reporting) menurut Amin Widjaja Tunggal (2009 : 89) dapat menyangkut tindakan:

a. Manipulasi, pemalsuan atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian lpaoran keuangan.

b. Representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan, peristiwa, atau informasi signifikan. c. Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang

berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapan.

Sedangkan penyalahgunaan aset (missappropriation of assets) menurut Amin Widjaja Tunggal (2009 : 103) mencakup penggelapan atau pencurian aset entitas dimana penggelapan tersebut dapat menyebabkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku secara umum.

Selain itu, menurut Simanjuntak (2007) kecurangan dapat dilakukan dilihat dari beberapa sisi, yakni:

1. Berdasarkan pencatatan.

Kecurangan berupa pencurian aset dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori:

Pencurian aset yang tampak secara terbuka pada buku, seperti duplikasi pembayaran yang tercantum pada catatan akuntansi (fraud open on-the books, lebih mudah untuk ditemukan). Pencurian aset yang tampak pada buku, namun tersembunyi

diantara catatan akuntansi yang valid, seperti: kickback (fraud hidden on the-books)

(21)

Pencurian aset yang tidak tampak pada buku, dan tidak akan dapat dideteksi melalui pengujian transaksi akuntansi “yang dibukukan”, seperti: pencurian uang pembayaran piutang dagang yang telah dihapusbukukan (fraud off-the books, paling sulit untuk ditemukan).

2. Berdasarkan frekuensi

Pengklasifikasian kecurangan dapat dilakukan berdasarkan frekuensi terjadinya:

Tidak berulang (non-repeating fraud). Dalam kecurangan yang tidak berulang, tindakan kecurangan (walaupun terjadi beberapa kali) pada dasarnya bersifat tunggal. Dalam arti, hal ini terjadi disebabkan oleh adanya pelaku setiap saat (misal: pembayaran cek mingguan karyawan memerlukan kartu kerja mingguan untuk melakukan pembayaran cek yang tidak benar).

Berulang (repeating fraud). Dalam kecurangan berulang, tindakan yang menyimpang terjadi beberapa kali dan hanya diinisiasi/diawali sekali saja. Selanjutnya kecurangan terjadi terus-menerus sampai dihentikan. Misalnya, cek pembayaran gaji bulanan yang dihasilkan secara otomatis tanpa harus melakukan penginputan setiap saat. Penerbitan cek terus berlangsung sampai diberikan perintah untuk menghentikannya.

3. Berdasarkan konspirasi

Kecurangan dapat diklasifikasikan sebagai terjadi konspirasi atau kolusi, tidak terdapat konspirasi, dan terdapat konspirasi parsial. Pada umumnya kecurangan terjadi karena adanya konspirasi, baik bona fide maupun pseudo. Dalam bona fide conspiracy, semua pihak sadar akan adanya kecurangan, sedangkan dalam pseudo conspiracy, ada pihak-pihak yang tidak mengetahui terjadinya kecurangan.

(22)

4. Berdasarkan keunikan

Kecurangan berdasarkan keunikannya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

Kecurangan khusus (specialized fraud), yang terjadi secara unik pada orang yang bekerja pada operasi bisnis tertentu. Contoh:

o Pengambilan aset yang disimpan deposan pada lembaga-lembaga keuangan, seperti bank, dana pensiun, reksa dana (disebut juga custodial fraud).

o Klaim asuransi yang tidak benar.

Kecurangan umum (garden varieties of fraud) yang semua orang mungkin hadapi dalam operasi bisnis secara umum. Misal: kickback, penetapan harga yang tidak benar, pesanan pembelian/kontrak yang lebih tinggi dari kebutuhan yang sebenarnya, pembuatan kontrak ulang atas pekerjaan yang telah selesai, pembayaran ganda, dan pengiriman barang yang tidak benar.

2.5 Pengertian Proses

Pengertian proses menurut Wikipedia.org adalah sebagai berikut:

“Proses adalah urutan pelaksanaan atau kejadian yang terjadi secara alami atau didesain, menggunakan waktu, ruang, keahlian, atau sumber daya lainnya, yang menghasilkan suatu hasil. Suatu proses dikenali oleh perubahan yang diciptakan terhadap sifat-sifat dari satu atau lebih objek dibawah pengaruhnya.”

Sedangkan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (2001 ; 457) yaitu : “Proses adalah runtutan perubahan peristiwa dalam perkembangan sesuatu.”

(23)

2.6 Pengadaan Barang 2.6.1 Pengertian Pengadaan

Pengadaan adalah sektor dimana guna memperoleh barang atau jasa dengan harga yang dapat dipertanggung jawabkan, dengan jumlah dan mutu sesuai, serta tepat pada waktunya.

2.6.2 Hambatan dalam Proses Pengadaan 1. Inefisiensi

a. Proses dan tatacara yang tidak sederhana

b. Persaingan tidak sempurna dalam suatu lingkungan usaha c. Rendahnya daya saing barang/ jasa domestik

2. Kurang maksimalnya peran belanja a. Belanja yang inefisien dan inefektif

b. Kurang termanfaatkannya belanja sebagai pasar bagi usaha domestik pada bidang usaha yang efek penggandanya besar c. Kurang mendorong keinginan peningkatan kemampuan usaha d. Pasar yang pasti untuk tumbuhnya industri dan usaha jasa baru 3. Governance

a. Transparansi bagi semua stakeholder

b. Partisipasi seluruh komponen masyarakat dalam rangka checks and balance

c. Akuntabilitas

2.6.3 Ciri-ciri Pengadaan Efektif

Menurut Thedorus M. Tuanakotta (2006 ; 283) sistem pengadaan yang baik berfungsi dengan efektif perlu mencakup ciri-ciri sebagai berikut:

1. Kerangka hukum yang jelas, komprehensif, dan transparan.

Hal tersebut dapat dilihat dari adanya pemasangan iklan yang luas tentang kesempatan – kesempatan penawarn, pengungkapan sebelumnya tentang semua kriteria untuk mendapatkan kontrak,

(24)

pemberian kontrak yang didasarkan atas kriteria yang objektif bagi penawaran yang dinilai paling rendah, pemaparan publik bagi penawaran-penawarn itu, akses terhadap mekanisme peninjauan untuk keluhan penawar, pengungkapan publik dari hasil-hasil proses pengadaan, dan pemeliharaan catatan lengkap tentang seluruh proses tersebut.

2. Kejelasan tentang tangung jawab – tangung jawab akuntabilitas funsional.

Hal tersebut sudah termasuk penunjukan tanggung jawab yang jelas atas pengelolaan proses pengadaan, memastikan bahwa aturan - aturan ditaati, dan mengenakan sanksi – sanksi jika aturan-aturan itu dilanggar.

3. Suatu organisasi yang bertanggung jawab untuk kebijakan pengadaan dan untuk pengawasan penerapan tepat dari kebijakan tersebut.

Secara ideal badan ini bertanggung jawab pula untuk mengelola proses pengadaan. Badan tersebut harus memiliki wewenang dan independensi untuk bertindak tanpa takut atau pilih kasih dalam menjalankan tanggung jawab – tanggung jawabnya.

4. Suatu mekanisme penegakan.

Tanpa peegakan, kejelasan aturan dan fungsi tidak ada artinya. Badan audit harus dilatih untuk mengaudit pengadaan publik dan memulai tindakan terhadap mereka yang melanggar aturan-aturan. Dan pemerintah perlu menetapkan mekanisme – mekanisme yang memiliki kepercayaan penuh dari pada penawar.

5. Staf pengadaan yang terlatih baik.

Staf yang baik dapat dijadikan kunci untuk memmastikan sistem pengadaan yang sehat.

2.7 Manfaat Audit Internal dalam Meminimalkan Kecurangan (Fraud) pada Proses Pengadaan Barang

(25)

Kegiatan audit internal yang ada didalam perusahaan bukan dimaksudkan untuk meniadakan semua kemungkinan terjadinya kesalahan dan penyelewengan, akan tetapi diadakan untuk menekan terjadinya kesalahan dan penyelewengan dalam batas – batas biaya yang sering terjadi. Keberadaan audit internal bukanlah sebagai mata dan telinga manajemen untuk mengawasi dan menindak bila auditor menemukan kasus kecurangan. Auditor internal akan membantu dalam usaha membentuk identitas yang sesungguhnya dalam hal kecurangan bila ia menerima tanda yang jelas dan konsisten dari klien utamanya yaitu manajemen puncak dan atau dari dewan komisaris perusahaan. Walaupun pengawasan internal merupakan sumber informasi yang berguna bagi manajemen, metode pengumpulan informasi kecurangan sifatnya sangat sensitif, sehingga membutuhkan profesionalisme yang tinggi.

Manfaat auditor internal adalah untuk memastikan apakah kecurangan itu memang ada atau tidak, menjadikan kerangka hukum yang jelas, komprehensif, dan transparan pada proses pengadaan, Kejelasan tentang tangung jawab – tangung jawab akuntabilitas funsional, menjadikan adanya organisasi yang bertanggung jawab untuk kebijakan pengadaan dan untuk pengawasan penerapan tepat dari kebijakan tersebut, menjadi suatu mekanisme penegakan, dan menjadikan staf pengadaan yang terlatih baik.

Dengan demikian pengawasan internal bukanlah aktivitas memata – matai dalam hal kecurangan melainkan membantu manajemen dalam menjaga agar kecurangan tidak terjadi dengan hanya mebantu memberikan saran dan nasihat sehubungan dengan sistem pengendalian interal yang dibuat oleh manajemen. Auditor internal bukan menindak lanjuti tetapi sekedar menilai dan mengevaluasi, karena tindakan lebih lanjut ada ditangan manajemen sepenuhnya. Fungsi pengwasan internal tidak akan diterapkan dengan baik bila lingkungan perusahaan meliki kerjasama positif antar seluruh elemen (terutama dari manjemen yang terdapat didalamnya.

Auditor internal perlu menemukan cara yang dapat memberikan kontribusi positif terhadap keuntungan perusahaan, agar dapat menumbuhkan rasa kebersamaan dalam perusahaan, karena hal tersebut hanya dapat dilakukan bila

(26)

ada kerjasama dengan pihak manajemen dan auditee. Oleh karena itu auditor internal secara progresif harus merubah peran yang tidak tetap dan menyesuaikan diri dengan kultur yang pada umumnya terdapat dalam perusahaan.

2.8 Kerangka Pemikiran

Seiring dengan kemajuan zaman perusahaan dituntut untuk dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya yang dimiliki perusahaan secara efektif dan efisien serta penanganan perusahaan secara professional sesuai dengan perubahan kondisi yang terjadi , sehingga kegiatan audit internal yang efektif akan menjadi suatu kebutuhan yang tidak dapat ditunda.

Pemeriksaan internal atau yang sering diikenal dengan audit internal pada dasarnya adalah suatu fungsi penilaian independen yang ada dalam suatu organisasi dengan tujuan untuk mengevaluasi keefektifan pengendalian internal dalam pelaksanaan aktivitas operasi perusahaan. Tanpa adanya pengujian dan evaluasii, pihak manajemen tidak akan mengetahui apakah audit internal yang diterapkan atas aktivitas operasi perusahaan telah berjalan dengan yang diharapkan atau malah sebaliknya.

Pelaksanaan audit internal yang kurang efektif dan efisien dalam melaksanakan pengendalian internal dapat menimbulkan masalah dan kerugian bagi perusahaan. Permasalahan yang sering terjadi adalah dibidang ekonomi yang lebih dikenal dengan sebutan kecurangan (fraud). Kecurangan yang sering terjadi pada proses pengadaan barang, yaitu penggelembungan (mark-up) harga, manipulasi anggaran, adanya kebocoran informasi, dan lain sebagainya.

Terdapat beberapa pendapat menarik terkait dengan kecurangan (fraud), yaitu:

1. Kecurangan itu tersembunyi (fraud is hidden)

Kecurangan memiliki metode untuk menyembunyikan seluruh aspek yang mungkin dapat mengarahkan pihak lain menemuken terjadinya kecurangan tersebut. Upaya – upaya yang dilakukan oleh pelaku kecurangan untuk menutupi kecurangan juga sangat beragam,

(27)

dan terkadang sangat canggih sehingga hamper semua orang bahkan auditor sekalipun dapat terkecoh.

2. Melakukan pembuktian dua sisi (reverse proof)

Auditor harus mempertimbangkan apakah ada bukti – bukti yang membuktikan bahwa dia tidak melakukan kecurangan. Demikian juga sebaliknya, jika hendak membuktikan bahwa seseorang tidak melakukan tindak kecurangan, maka dia harus mempertimbangkan bukti – bukti bahwa yang bersangkutan melakukan tindak kecurangan. 3. Keberadaan suatu kecurangan (existence of fraud)

Adanya suatu tindak kecurangan atau korupsi baru dapat dipastikan jika telah diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan. Dengan demikian, dalam melaksanakan audit, seorang auditor dalam laporannya tidak boleh memberikan opini mengenai kesalahan atau tanggung jawab salah satu pihak atas terjadinya suatu tindak kecurangan atau korupsi. Auditor hanya mengungkapkan fakta dan proses kejadian, beserta pihak – pihak yang terkait dengan terjadinya kejadian tersebut berdasakan bukti – bukti yang telah dikumpulkannya.

Dapat disimpulkan juga kecurangan mengarah pada empat unsur penting yaitu :

1. Ketidakberesan dan tindakan illegal 2. Penipuan yang disengaja

3. Dilakukan untuk manfaat atau kerugian perusahaan 4. Dilakukan pihak dalam atau luar perusahaan

Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan untuk mengungkap kecurangan tersebut dilakukan oleh auditor internal yang meliputi perencanaan pemeriksaan, pengujian dan pengevaluasian informasi, pelaporan hasil – hasil pemeriksaan dan menindaklanjuti temuan hasil pemeriksaan tersebut.

Hasil pemeriksaan dapat berupa temuan, kesimpulan ataun pendapat, rekomendasi dan saran yang dituangkan dalam laporan

(28)

hasil pemeriksaan (LHP), temuan – temuan pemeriksaan adalah hal yang berkaitan dengan pernyataan tentang fakta. Seperti yang diungkapkan Hiro Tugiman dalam buku Standar Profesional Internal Audit (2006 : 72) menyatakan bahwa temuan – temuan pemeriksaan harus didasarkan pada berbagai hal, yaitu:

1. Kriteria, yaitu berbagai standar, ukuran, atau harapan yang digunakan dalam melakukan evaluasi dan verifikasi (apa yang seharusnya terdapat)

2. Kondisi, yaitu berbagai bukti nyata yang dikemukakan oleh pemeriksa dalam pelaksanaan pemeriksaan.

3. Sebab, yaitu alasan yang dikemukakan atas terjadinya perbedaan antara kondisi yang diharapkan dengan kondisi yang sesungguhnya.

4. Akibat, yaitu resiko atau kerugian yang dihadapi oleh unit organisasi atau pihak yang diperlukan karena terdapatnya kondisi yang tidak sesuai dengan criteria.

5. Dalam laporan tentang temuan dapat dicantumkan berbagai rekomendasi, serta hasil – hasil yang telah dicapai oleh pihak yang diperiksa.

Penulis melakukan penelitian berdasarkan referensi dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Faldin Yunus tahun 2009 yang berjudul “ Peranan Audit Investigatif terhadap Pengungkapan Kecurangan (fraud) dalam sektor Pengadaan bagi publik” dengan objek penelitian, yaitu POLDA JABAR dan BPKP. Dalam peneletian tersebut disimpulkan bahwa audit investigative memiliki peranan yang penting terhadap pengungkapan kecurangan dalam sektor pengadaan bagi publik. Adapun perbedaan penelitian yang akan dilakukan adalah pada judul dan objek penelitian, dimana judul penelitian yang dilakukan penulis, yaitu “Manfaat Audit Internal dalam Meminimalkan Kecurangan (fraud) pada Proses Pengadaan Barang” dengan objek penelitian PT. INTI.

(29)

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan tersebut, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut :

“Audit Internal yang dilaksanakan secara memadai, akan bermanfaat dalam meminimalkan kecurangan (fraud)

pada proses pengadaan barang.”

2.9 Hipotesis Penelitian

Dari beberapa penjelasan yang telah dikemukakan di atas, penulis mencoba merumuskan hipotesis yang merupakan kesimpulan sementara dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

“Audit internal memiliki manfaat yang berpengaruh positif dalam meminimalkan kecurangan (fraud) pada proses pengadaan barang”.

Referensi

Dokumen terkait

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh

Ekstraksi cair merupakan suatu metode pemisahan atau pengambilan zat terlarut dalam larutan dengan menggunakan pelarut lain. Ekstraksi cair-cair menggukan solvent yaitu Etil

g/polybag pada media inseptisol merupakan jumlah daun bibit kelapa sawit terbanyak yaitu 5,50 helai, berbeda nyata dengan interaksi pemberian pupuk majemuk dosis 0

Pada tabel 1 menunjukkan sampel bukan perokok A dan C memiliki vital capacity yang lebih tinggi dari sampel B dan D hal ini bisa disebabkan oleh beberapa hal, yaitu pada sampel B

Untuk meminimalisir nilai osilasi dilakukan dengan metode Moving average sub-metode isyarat sensor Load cell cukup baik karena dapat merespon dengan cepat perubahan data

Informasi yang terdapat dalam laporan ini adalah mengenai kelulusan tepat waktu dan rata-rata Indeks Prestasi Komulatif (IPK). Dokumen-dokumen yang digunakan sebagai dasar

Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI) yang ke-44 tepatnya pada tanggal 2 Oktober 2017, Pengurus AKI telah memutuskan untuk