• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PENGANTAR TEKNOLOGI PANGAN PENGAWETAN PANGAN DENGAN SUHU TINGGI DAN RENDAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH PENGANTAR TEKNOLOGI PANGAN PENGAWETAN PANGAN DENGAN SUHU TINGGI DAN RENDAH"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH PENGANTAR TEKNOLOGI PANGAN

PENGAWETAN PANGAN DENGAN SUHU TINGGI DAN RENDAH

Disusun Oleh :

Siska Rotua Uli

2013349129

Hardianti Purba

2013349130

Noer Wudda Chan

2014349068

Tetty Ulina

2014349072

Ratu Ayu Mawarini

2014340076

Fahmi Widha Devara Rayhan 2014340091

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

UNIVERSITAS SAHID JAKARTA

2014

BAB I PENDAHULUAN

Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain pakaian dan perumahan. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, makanan memiliki arti penting dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat sebagai roda penggerak pembangunan nasional untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur. Oleh karena itu, dalam bidang pangan diperlukan sesuatu yang lebih baik di masa yang akan datang yaitu makanan yang lebih bergizi, aman dikonsumsi, lebih bermutu dan lebih mampu bersaing dalam pasar global.

(2)

Makanan yang sehat dan aman untuk dikonsumsi dapat ditinjau dari aspek gizi (nutrisi) dan cemaran (kontaminasi). Dari segi nutrisi, kandungan gizi makanan hendaknya tidak kekurangan ataupun kelebihan yang dapat menyebabkan bebagai penyakit malnutrisi. Aman yang dimaksud disini berarti bebas dari cemaran fisik, intrinsik dan ekstrinsik berupa toksin alami dan zat antinutrisi dalam bahan pangan, kontaminasi biologis, mikrobiologis, kimia, logam berat serta cemaran lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.

Di Indonesia, bahan pangan dan hasil pertanian (termasuk di dalamnya hasil peternakan dan perikanan) banyak mengalami kerusakan sebelum dikonsumsi. Keadaan ini memang sering terjadi karena bahan pangan tersebut mempunyai sifat mudah rusak (perishable foods). Tanpa adanya pengolahan lebih lanjut, bahan pangan tersebut lama kelamaan akan mengalami perubahan akibat pengaruh fisiologi, mekanik, kimiawi dan mikrobiologi yang dapat menyebabkan kerusakan dan selanjutnya tidak dapat dikonsumsi. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk menghambat kecepatan kerusakan bahan pangan agar daya simpannya menjadi lebih panjang.

Pengawetan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghambat kecepatan kerusakan bahan pangan agar daya simpannya menjadi lebih panjang. Pengawetan terbagi dalam beberapa cara dan metode. Dalam makalah ini akan dibahas pengawetan bahan pangan menggunakan suhu rendah dan suhu tinggi.

Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap berlangsung setelah panen, sampai buah dan sayuran itu membusuk, dan pertumbuhan bakteri di bawah suhu 1000C akan semakin lambat dengan semakin rendahnya suhu. Proses metabolisme sendiri terganggu apabila terjadi perubahan suhu. Sehingga penyimpanan suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan dalam bahan pangan karena penurunan aktivitas respirasi dan aktivitas mikroorganisme. Lambatnya pertumbuhan mikroba pada suhu yang lebih rendah ini menjadi dasar dari proses pendinginan dan pembekuan dalam pengawetan pangan. Proses pendinginan dan pembekuan tidak mampu membunuh semua mikroba, sehingga pada saat dicairkan kembali (thawing), sel mikroba yang tahan terhadap suhu rendah akan mulai aktif kembali dan dapat menimbulkan masalah kebusukan pada bahan pangan yang bersangkutan.

Metode ini sering digunakan sebagai alternative pengawetan karena bahan pangan tidak akan kehilangan nutrisi yang terkandung di dalamnya, selain itu rasa dan tekstur dari bahan pangan yang diawetkan dengan cara ini. Selain itu sifat fisik dan sifat kimia dari bahan pangan tidak akan berubah seperti pengawetan yang dilakukan melalui proses kimia atau

(3)

fermentasi.Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan makanan tidak dapat menyebabkan kematian mikroba sehingga bila bahan pangan dikeluarkan dari tempat penyimpanan dan dibiarkan mencair kembali (thawing) pertumbuhan mikroba pembusuk dapat berjalan dengan cepat.Sedangkan pada penggunaan suhu tinggi didasarkan pada kenyataan bahwa pemberian panas yang cukup dapat membunuh sebagian besar mikroba dan menginaktifkan enzim.Selain itu makanan menjadi lebih aman karena racun alami bahan pangan maupun beberapa racun yang dihasilkan mikroba tertentu rusak karena pemanasan. Proses utama dalam pengawetan pangan Antara lain dengan blansing, pasteurisasi, dan sterilisasi. Sedangkan pengolahan dengan suhu tinggi yaitu dengan pemanasan, perebusan, penggorengan, penyangraian, pengasapan, penjemuran di bawah sinar matahari.

BAB II PEMBAHASAN A. Pengawetan

Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat makanan memiliki daya simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia makanan. Dalam mengawetkan makanan harus diperhatikan jenis bahan makanan yang diawetkan, keadaan bahan makanan, cara pengawetan, dan daya tarik produk pengawetan makanan. Teknologi pengawetan makanan yang dikembangkan dalam skala industri masa kini berbasis pada cara-cara tradisional yang dikembangkan untuk memperpanjang masa konsumsi bahan makanan.

Sejak manusia dapat berbudidaya tanaman dan hewan, hasil produksi panen menjadi berlimpah. Namun bahan-bahan tersebut ada yang cepat busuk, makanan yang disimpan dapat menjadi rusak, misalnya karena oksidasi atau benturan. Contohnya lemak menjadi tengik karena mengalami reaksi oksidasi radikal bebas. Untuk menangani hal

(4)

tersebut, manusia melakukan pengawetan pangan, sehingga bahan makanan dapat dikonsumsi kapan saja dan dimana saja, namun dengan batas kadaluarsa, dan kandungan kimia dan bahan makanan dapat dipertahankan. Selain itu, pengawetan makanan juga dapat membuat bahan-bahan yang tidak dikehendaki seperti racun alami dan sebagainya dinetralkan atau disingkirkan dari bahan makanan.

Cara pengawetan bahan makanan dapat disesuaikan dengan keadaan bahan makanan, komposisi bahan makanan, dan tujuan dari pengawetan. Secara garis besar ada dua cara dalam mengawetkan makanan, yaitu fisik serta biologi dan kimia.

Setiap reaksi kimiawi dan enzimatis membutuhkan kondisi lingkungan yang optimum (misalnya suhu, pH, konsentrasi garam, ketersediaan air, kofaktor, dan faktor lainnya). Sebagai contoh, mikroorganisme memerlukan semua kondisi yang optimum untuk berlangsungnya reaksi kimiawi dan enzimatis, dan juga membutuhkan karbon, sumber nitrogen, beragam mineral, dan ada atau tidak ada oksigen (aerobic/anaerobic), beberapa vitamin dan sebagainya. Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakaan pangan adalah sebagai berikut :

1. Pertumbuhan mikroba yang menggunakan pangan sebagai substrat untuk memproduksi toksin didalam pangan.

2. Katabolisme dan pelayuan (senescence) yaitu proses pemecahan dan pematangan yang dikatalis enzim indegenus.

3. Reaksi kimia antar komponen pangan dan/atau bahan-bahan lannya dalam lingkungan penyimpanan.

4. Kerusakan fisik oleh faktor lingkungan (kondisi proses maupun penyimpanan). 5. Kontaminasi serangga, parasit, dan tikus.

Pengawetan adalah cara yang digunakan untuk membuat bahan pangan memiliki daya simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia makanan. Dalam pengawetan bahan pangan harus diperhatikan jenis bahan pangan yang diawetkan, keadaan bahan pangan,cara pengawetan. Prinsip pengawetan pangan ada tiga, yaitu:

1. Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk serangan hama

2. Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan Dapat dilakukan dengan cara destruksi atau inaktivasi enzim pangan, misalnya dengan proses blansir dan atau dengan memperlambat reaksi kimia, misalnya mencegah reaksi oksidasi dengan penambahan anti oksidan.

3. Mencegah atau memperlambat kerusakan microbial Dapat dilakukan dengan cara:

 Mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis);  Mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses filtrasi;

(5)

 Menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, misalnya dengan penggunaan suhu rendah, pengeringan, penggunaan kondisi anaerobik atau penggunaan pengawet kimia;

 Membunuh mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi atau radiasi. Pengolahan (pengawetan) dilakukan untuk memperpanjang umur simpan (lamanya suatu produk dapat disimpan tanpa mengalami kerusakan) produk pangan. Proses pengolahan apa yang akan dilakukan, tergantung pada berapa lama umur simpan produk yang diinginkan, dan berapa banyak perubahan mutu produk yang dapat diterima. Berdasarkan target waktu pengawetan, maka pengawetan dapat bersifat jangka pendek atau bersifat jangka panjang.

Pengawetan jangka pendek dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya penanganan aseptis, penggunaan suhu rendah (<20°C), pengeluaran sebagian air bahan, perlakuan panas ringan, mengurangi keberadaan udara, penggunaan pengawet dalam konsentrasi rendah, fermentasi, radiasi dan kombinasinya. Penanganan aseptis merupakan proses penanganan yang dilakukan dengan mencegah masuknya kontaminan kimiawi dan mikroorganisme kedalam bahan pangan, atau mencegah terjadinya kontaminasi pada tingkat pertama. Penanganan produk dilakukan untuk mencegah kerusakan produk yang bisa menyebabkan terjadinya pengeringan (layu), pemecahan enzim alami dan masuknya mikroorganisme.

Penggunaan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat laju reaksi kimia, reaksi enzimatis dan pertumbuhan mikroorganisme tanpa menyebabkan kerusakan produk.Beberapa perubahan kimia seperti terjadi pada tepung, sereal, biji-bijian, minyak disebabkan oleh keberadaan air.Air dibutuhkan mikroorganisme untuk mempertahankan hidupnya. Pengeluaran sebagian kandungan air bahan melalui proses pemekatan atau pengeringan akan menurunkan laju reaksi kimiawi, enzimatis maupun mikrobial. Perlakuan panas ringan (pasteurisasi dan blansir) dilakukan pada suhu <100°C. Proses blansir akan merusak sistem enzim dan membunuh sebagian mikroorganisme. Tetapi, sebagian besar mikroorganisme tidak dapat dihancurkan oleh proses blansir. Pasteurisasi menggunakan intensitas suhu dan waktu pemanasan yang lebih besar daripada blansir. Pasteurisasi akan menginaktifasi enzim, membunuh mikroorganisme patogen (penyebab peyakit) dan sebagian mikroorganisme pembusuk. Beberapa reaksi penyebab kerusakan pangan dipicu oleh oksigen. Reaksi kimiawi seperti oksidasi lemak (ketengikan) yang terjadi pada minyak sayur, biji-bijian, buah-buahan, sayuran, susu, daging dan reaksi

(6)

pencoklatan pada buah dan sayur dapat diperlambat dengan mengurangi kehadiran oksigen.

Pengawetan jangka panjang dapat dilakukan dengan cara pemanasan pada suhu tinggi (100°C), penggunaan pengawet kimia, pengeringan, pengeluaran udara (pemvakuman), pembekuan dan kombinasi proses. Pemanasan pada suhu tinggi yang dilakukan bersama-sama dengan pengemasan yang bisa mencegah rekontaminasi, dapat menghambat/merusak mikroorganisme dan enzim.

B. Pengawetan dengan Suhu Rendah

Setiap jaringan-jaringan hidup seperti bahan hasil pertanian mempunyai suhu optimum untuk berlangsungnya proses metabolisme secara normal. Pada kondisi suhu yang lebih tinggi atau rendah dari suhu optimum, proses metabolisme akan berjalan lebih lambat, atau malahan dapat berhenti sama sekali pada suhu yang terlalu tinggi atau rendah. Pada umumnya proses metabolisme berlangsung terus setelah bahan hasil pertanian dipanen, sampai bahan menjadi mati dan akhirnya membusuk.

Pengaturan suhu memiliki peran yang sangat penting dalam pengawetan bahan pangan. Baik suhu rendah maupun suhu tinggi sangat berperan dalam mempertahankan mutu bahan. Pada suhu yang lebih rendah kerusakan bahan pangan dapat ditekan kenilai yang minimum. Secara umum dapat disebutkan bahwa setiap penurunan suhu 10oC (18oF) akan mengurangi laju reaksi kerusakan bahan pangan setengah kalinya atau laju metabolisme akan berkurang setengahnya. Sebaliknya, laju reaksi ini dalam batasan kisaran suhu fisiologis meningkat secara eksponensial dengan peningkatan suhu. Van’t Hoff seorang ahli kimia Belanda menjelaskan bahwa, laju reaksi kimia kurang lebih dua kali untuk setiap kenakan suhu 10oC (18oF).

Fenomena hubungan antara laju proses metabolisme dengan suhu inilah yang menjadi dasar pengawetan bahan pangan dengan penggunaan suhu rendah. Penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan di dalam bahan pangan tersebut. Hal ini bukan hanya keaktifan proses metabolisme menurun, tetapi juga karena pertumbuhan mikroba penyebab kerusakan dapat diperlambat. Selain itu laju reaksi-reaksi kimia dan enzimatis juga diperlambat pada suhu rendah. Semakin rendah suhu semakin lambat proses tersebut.

 Sejarah

Alat pendingin yang pertama digunakan manusia adalah gua-gua alam, terutama didaerah vulkanik dengan cuaca dingin dan kering. Dari sini manusia

(7)

mempelajari bahwa bila dia menggali lubang di dalam tanah, mereka dapat menyimpan makanannya untuk jangka waktu yang cukup lama. Menyimpan makanan di dalam air ternyata juga efektif. Setelah manusia dapat membangun rumah, mereka mulai melihat bahwa ruang bawah (basement or cellor) bisa digunakan sebagai tempat menyimpan, sayuran seperti umbi-umbian, ketimun, wortel dan seledri. Suhu pada tempat ini ternyata kadang-kadang melebihi 1500C, untuk mempertahankan suhu ini maka ruang bawah tanah harus diberi konstruksi yang dapat menjamin terjadinya penghambatan panas oleh tanah.

Penggunaan es sebagai pendinginan dimulai tahun 1800 segera didapatkan bahwa bila di tambah garam es kan memberi pengaruh dingin yang lebib rendah. Pangan yang disimpan di simpan di udara dingin sama saja hasilnya bila disimpan di dalam es. Pada akhir abad ke 18, penyimpanan bahan pangan dalam "refrigerator" atau lemari pendingin mulai dikembangkan. Dalam lemari pendingin, suhu dapat dicapai jauh lebih rendah daripada menyimpan dengan es, juga dapat digunakan untuk menyimpan berbagai bahan pangan seperti buah, sayuran, daging, telur dan susu dalam waktu terbatas. Perubahan yang disebabkan oleh enzim dari mikroba dapat dipertahankan walaupun tidak seluruhnya dapat dicegah.

Suhu dalam lemari pendingin berbeda untuk masing-masing tempat di dalam ruang "refrigerator". Suhu yang paling tinggi adalah pada suhu bagian terbawah dari kabinet dan yang terendah pada tempat tepat dibawah ruang beku. Umumnya suhu di dalam laci buah dan sayuran kira-kira 10% atau lebih rendah. Suhu pada bagian tengah lemari pendingin biasanya antara 3,3 - 5,50C, dan suhu di bawah ruang beku adalah 1,60C atau lebih rendah. Setiap saat perlu dilakukan pemeriksaan suhu pada masing-masing lokasi tadi. Hal ini disebabkan bahan pangan mempunyai suhu pendingin yang berbeda untuk mempertahankan mutunya. Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan berpengaruh tidak baik pada beberapa bahan pangan seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1.Suhu yang cocok untuk penyimpanan dingin berbagai bahan pangan Suhu maksimum yang dapat diterima untuk

penyimpanan semua makanan yang sudah rusak

Suhu badan: 370C disini bakteri tumbuh paling baik Buah-buahan, sayuran dan terutama produk-

produk yang mudah rusak lainnya.

6,6 – 100C Susu dan hasil olahannya 3,3 – 7,60C Daging dan unggas 0,5 – 3,30C Ikan dan kerang -5 - -1,10C

(8)

Makanan beku -17,7 - -28,80C  Cara Pengawetan dengan Suhu Rendah

Cara Pengawetan pangan dengan suhu rendah ada 3 macam yaitu penyimpanan sejuk, pendinginan (cooling) dan pernbekuan (freezing).

1. Penyimpanan sejuk

Penyimpanan sejuk umumnya dilakukan pada suhu kamar dan tidak lebih rendah dari 15°C. Beberapa minuman keras sering disimpan dengan cara ini, di samping itu umbi-umbian dan sayuran juga dapat disimpan dalam ruang tersebut. Secara tradisional di pedesaan umumnya bahan makanan tersebut disimpan di pingir atau di bibir bak kamar mandi (Effendi,2009).

2. Pendinginan (cooling)

Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan diatas suhu pembekuan yaitu -2 sampai 100C. Pendinginan yang biasa dilakukan sehari-hari dalam lernari es pada umumnya mencapai suhu 5-80C. Meskipun air murni membeku pada suhu O0C, tetapi beberapa makanan ada yang tidak membeku sampai suhu –20C atau di bawah, hal ini terutama disebabkan oleh pengaruh kandungan zat-zat di dalam makanan tersebut.

Berbagai komoditi yang mudah rusak seperti halnya telur, daging, hasil laut, sayuran, dan buah-buahan sering disimpan dalam ruang pendinginan untuk beberapa waktu. Pendinginan dapat dilakukan dengan salah satu atau kombinasi dari cara-cara dengan menggunakan es, dengan es kering, dengan air tawar bercampur es atau dengan udara dingin.

Pendinginan seperti di dalam lemari es sangat cocok untuk memperpanjang kesegaran atau masa simpan sayuran dan buah-buahan. Sayuran dan buah-buahan tropis tidak tahan terhadap suhu rendah dan ketahanan terhadap suhu rendah ini berbeda-beda untuk setiap jenisnya. Sebagai contoh, buah pisang dan tomat tidak boleh disimpan pada suhu yang lebih rendah dari 13°C karena akan mengalami chilling injury yaitu kerusakan karena suhu rendah. Buah pisang yang disimpan pada suhu terlalu rendah kulitnya akan menjadi bernoda hitam atau berubah menjadi cokelat, sedangkan buah tomat akan menjadi lunak karena teksturnya rusak.

Penyimpanan bahan pangan pada suhu dingin sangat diperlukan walaupun dalam waktu yang singkat karena bertujuan untuk:

 Mengurangi kontaminasi

(9)

 Mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme, kerusakan bahan pangan selama penyimpanan dapat diperkecil dalam bentuk belum dipotong-potong.

Mikroba psikrofilik tumbuh sampai suhu pembekuan air 00C atau dibawahnya dan pertumbuhan akan melambat pada suhu – 100C. Apabila air dalam bahan pangan telah sempurna membeku maka mikroba tidak dapat berkembang biak. Tetapi pada beberapa bahan pangan sebagian air belum membeku sampai suhu -9 - 50C, hal ini disebabkan adanya kandungan gula, garam atau zat-zat lainnya yang menurunkan titik beku. Meskipun suhu pendinginan dapat menghambat pertumbuhan atau aktivitas mikroba, namun tidak dapat digunakan untuk membunuh bakteri.

Hasil pertanian khususnya buah-buahan dan sayur-sayuran tropis sensitif terhadap pendinginan. Penyimpanan pada suhu rendah akan menyebabkan kerusakan bahan pangan yang disebut chilling injury. Pembekuan yang dilakukan terhadap buah-buahan dan sayur-sayuran menyebabkan bahan menjadi lunak, jika bahan pangan dikeluarkan dari tempat pembekuan. Hal ini disebabkan karena di luar bahan pangan akan mengalami pencairan dari air yang telah membeku, sehingga tekstur yang keras menjadi lunak.

Pengaruh pendinginan terhadap bahan pangan diantaranya penurunan suhu akan mengakibatkan penurunan proses kimia, proses mikrobiologi, proses biokimia yang berhubungan dengan kerusakan atau pembusukan. Pada suhu dibawah 00C air akan membeku dan terpisah dari larutan membentuk es. Pengaruh pembekuan pada jaringan tergantung pada kadar air dan komposisi sel. Pengaruh pembekuan pada suhu -120C belum dapat diketahui secara pasti, oleh sebab itu penyimpanan makanan beku pada suhu dibawah 180C akan mencegah kerusakan mikrobiologis.

3. Pembekuan (freezing)

Menurut FG Winarno, dkk, pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu -12°C sampai -24°C. Pembekuan cepat (quick freezing) dilakukan pada suhu -24 sampai -40°C. Perbedaaan antara pendinginan dan pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroba di dalam bahan pangan. Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat menyebabkan

(10)

kematian bakteri secara sempurna, sehingga jika bahan pangan beku misalnya dikeluarkan dari penyimpanan dan dibiarkan sehingga mencair kembali, maka keadaan ini masih memungkinkan terjadinya pertubuhan bakteri pembusuk yang berjalan dengan cepat.

Menurut Prof. Supli Effendi, pembekuan dapat mempertahankan rasa dan nilai gizi bahan pangan yang lebih baik daripada metode lain, karena pengawetan dengan suhu rendah yaitu pembekuan dapat menghambat aktifitas mikroba, mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia dan aktifitas enzim yang dapat merusak kandungan gizi bahan pangan. Walaupun pembekuan dapat mereduksi jumlah mikroba yang sangat nyata tetapi tidak dapat mensterilkan makanan dari mikroba.

Pada prinsipnya pembekuan dikenal 2 macam yaitu: a. Slow freezing atau pembekuan lambat

Pada slow freezing pembekuan makanan berlangsung antara 3 jam sampai 72 jam dan temperatur freezing makanan akan berkisar antara 15°C sampai -30°C atau kadang-kadang suhu antara -24°C sampai 40°C.

b. Quick freezing atau pembekuan cepat

Pada quick freezing makanan akan menjadi beku dalam waktu 30 menit atau tidak boleh lebih dari 2 jam. Pada quick freezing dapat ditimbulkan dengan sistem pencelupan langsung dari makanan dalam suatu larutan dingin, seperti halnya pada freezing ikan, air blast freezing, dimana udara dingin dengan suhu -15°C sampai -30°C atau kadang-kadang suhu antara -15°C sampai -30°C, yang dihembuskan melalui material yang akan dibekukan.

Quick freezing leih baik dari pada slow freezing karena:

a. Kristal-kristal es yang dibentuk pada quick freezing kecil-kecil, sehingga tidak atau kurang terjadi dekstruksi dari sel-sel makanan. b. Karena waktunya cepat, maka tidak terjadi pemisahan material dari

protoplasma

c. Karena waktunya cepat, kerja mikroorganisme dapat dihambat d. Enzim-enzim cepat dihambat

Menurut Irving dan Sharp (1976), mutu bahan pangan yang dibekukan akan menurun dengan kecepatan yang tergantung dari suhu penyimpanan dan jenis bahan pangan. Pada umumnya sebagian besar bahan pangan akan mempunyai mutu penyimpanan yang baik sekurang-kurangnya 12 bulan bila disimpan pada suhu -180C, kecuali bahan pangan dengan kandungan lemak tinggi. Bila suhu penyimpanan naik 30C maka kecepatan kerusakan akan berlipat ganda. Makanan beku yang mempunyai Mutu penyimpanan yang baik

(11)

selama 12 bulan pada suhu -18OC, akan tahan simpan masing-masing hanya 6 bulan atau 3 bulan pada suhu -150C atau -120C.

Penggunaan suhu rendah terutama untuk beberapa hasil pertanian tertentu perlu mendapat perhatian kerena kerusakan fisiologis dapat lebih cepat terjadi terutama justru pada suhu rendah, misalnya kerusakan akibat proses pendinginan (chilling injuries) dan kerusakan proses pembekuan (freezing injuries).

 Manfaat Pembekuan

Pembekuan memberikan berbagai manfaat dalam penyimpanan produk pangan terutama bagi industri pangan, misalnya untuk menghambat penurunan kadar nutrisi, menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak pangan dan bahkan pada beberapa produk pangan memberikan manfaat organoleptik (rasa pangan yang lebih enak). Kebutuhan pembekuan ini juga sangat dirasakan pada pengiriman dan transportasi produk-produk pangan dari produsen ke tangan konsumen.

Pada umumnya pembekuan produk pangan menggunakan teknologi pembekuan (refrigerant) konvensional berbahan pendingin amonia atau di masa lalu menggunakan freon-CFC (chloroflurocarbon) yang ternyata terbukti menjadi gas-gas penyebab kerusakan ozon. Teknologi pembekuan seperti ini juga telah ditemukan memiliki kelemahan karena tingkat pendinginan yang kurang rendah suhunya dan relatif tidak stabil sehingga tidak menjamin keawetan produk pangan yang dibekukan. Pada penggunaan ammonia sebagai bahan pendingin, suhu terdingin yang dapat dicapai untuk refrigeran produk pangan yaitu antara -10C sampai dengan -460C.

 Teknologi kriogenik

Kriogenik (cryogenic) merupakan salah satu teknologi pembekuan yang sebetulnya bukan tergolong ide yang baru. Metode pembekuan pada teknologi ini menggunakan gas yang dimampatkan menjadi cairan (liquid) misalnya nitrogen (N2) dan karbon dioksida (CO2). Nitrogen cair memiliki titik didih pada suhu -195,80C, sedangkan karbon dioksida cair -570 C. Pada suhu yang lebih tinggi dari suhu tersebut, nitrogen dan karbon dioksida akan berbentuk gas volatil, sehingga umumnya nitrogen cair dan karbon dioksida cair berada pada suhu lebih rendah daripada titik didihnya. Dengan

(12)

suhu yang sedemikian dingin, baik nitrogen cair maupun karbon dioksida cair mempunyai kemampuan membekukan bahan organik yang relatif lebih efektif daripada pendingin berbahan amonia ataupun freon.

Beberapa kelebihan teknologi kriogenik untuk pembekuan produk pangan dibandingkan teknologi pembekuan konvensional telah ditemukan, di antaranya yaitu:

 Teknologi kriogenik mempunyai kemampuan mencegah rusaknya adenosintrifosfat (ATP) pada produk pangan laut segar selama periode penyimpanan.

 Mampu mempercepat pembekuan produk pangan seperti daging dan telur.

 Menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak produk pangan lebih baik.

 Mencegah rusaknya nutrisi produk pangan lebih baik.  Titik Beku Bahan Pangan

Titik beku suatu cairan adalah suhu di mana cairan tersebut dalam keadaan seimbang dengan bentuk padatnya. Suatu larutan dengan tekanan uap yang lebih rendah dari zat pelarut murni tidak akan seimbang dengan zat pelarut yang padat pada titik beku normalnya. Sistem tersebut harus didinginkan sampai suhu dimana larutan dan zat pelarut yang padat mempunyai tekanan yang sama. Titik beku suatu larutan adalah lebih rendah daripada zat pelarut murni. Titik beku bahan pangan adalah lebih rendah daripada air murni.

 Laju Pembekuan

Laju pembekuan dapat diatur dan sangat menentukan sifat dan mutu produk beku yang dihasilkan. Sifat produk yang diakibatkan oleh pembekuan yang sangat cepat sangat berbeda dari produk yang dihasilkan dari pembekuan lambat. Pembekuan yang sangat cepat akan menghasilkan kristal es yang kecil tersusun secara merata pada jaringan. Sedangkan pembekuan lambat akan menyebabkan terbentuknya kristal es yang besar yang tersusun pada ruang antar sel dengan ukuran pori yang besar. Dari segi kecepatan berproduksi, pembekuan secara sangat cepat dianggap menguntungkan, selama mutu produk yang dihasilkan tidak dikorbankan. King membagi laju pembekuan ke dalam 3 golongan yaitu ;

(13)

 Pembekuan lambat, jika waktu pembekuan adalah 30 menit atau lebih untuk 1 cm bahan yang dibekukan,

 Pembekuan sedang , jika waktu pembekuan adalah 20-30 menit atau lebih untuk 1 cm bahan yang dibekukan dan,

 Pembekuan cepat, jika waktu pembekuan adalah kurang dari 20 menit untuk 1 cm bahan yang dibekukan. Pembekuan cepat didefinisikan oleh mereka yang menganut teori kristalisasi cepat sebagai proses dimana suhu bahan pangan tersebut melampaui zona pembekuan 320F sampai 2500F dalam waktu 30 menit atau kurang.

Pembekuan merupakan metode yang sangat baik untuk pengawetan bahan pangan terutama pada daging dan daging proses. Penyegaran kembali bahan pangan yang sudah beku disebut thawing, dapat dilakukan dengan perantaraan:

 Udara dingin misalnya alat pendingin atau refrigerator  Air hangat

 Air pada suhu kamar

 Pemasakan langsung tanpa penyegaran kembali  Udara terbuka

 Metode Pembekuan

Metode yang umum digunakan adalah :

 Penggunaan udara dingin yang ditiupkan atau gas lain dengan suhu rendah kontak langsung dengan makanan, misalnya dengan alat-alat pembeku tiup (blast), terowongan (tunnel), bangku fluidisasi (fluidised bed), spiral, tali (belt) dan lain-lain.

Kontak langsung misalnya alat pembeku lempeng (plate freezer), dimana makanan atau cairan yang telah dikemas kontak dengan permukaan logam (lempengan, silindris) yang telah didinginkan dengan mensirkulasi cairan pendingin (alat pembeku berlempeng banyak).

 Perendaman langsung makanan ke dalam cairan pendingin, atau menyemprotkan cairan pendingin di atas makanannya (misalnya nitrogen cair dan freon, larutan gula atau garam).

Metoda pembekuan yang dipilih untuk setiap produk tergantung pada:  Mutu produk dan tingkat pembekuan yang didinginkan.

(14)

 Fleksibilitas yang dibutuhkan dalam operasi pembekuan.  Biaya pembekuan untuk teknik alternatif.

 Perubahan Mutu Makanan selama Penyimpanan Dingin dan Beku

Menurut Effendi (2009), pada umumnya kualitas bahan makanan lebih baik bila kecepatan pembekuan dinaikkan. Makin rendah suhu penyimpanan akan dapat dihasilkan kualitas yang dikehendaki. Pembekuan yang cepat menghasilkan:

a. Jumlah kristal air yang banyak, berukuran kecil, dan terbagi merata dalam bahan makanan sehinga mengakibatkan kerusakan yang minimal.

b. Difusi zat-zat yang terlarut minimal

c. Kecepatan reaksi biokimia yang lambat sehingga dapat memberikan kerusakan yang tidak berarti

Perubahan yang terjadi pada makanan selama waktu penyimpanan antara lain:

a. Enzim-enzim dan reaksi-reaksi kimia terus berjalan sekalipun lambat dan mengadakan perubahan pada makanan

b. Cairan gula dan garam-garam yang tidak bisa beku akan keluar dari makanan berupa cairan kental yang disebut cairan metacryotic

c. Jika suhu dalam ruangan berubah-ubah, kristal es akan membesar dan mengakibatkan destruksi dari makanan

d. Terjadi kekeringan pada permukaan makanan karena sublimasi dari es, maka terjadilah “freezer burn”. Permukaan makanan itu akan kelihatan kering dan coklat kehitam-hitaman. Untuk mencegah terjadinya freezer burn, bahan makanan perlu dibungkus yang moisture-vapour-proof.

e. Karena tidak dapat makanan, maka makin berkurang jumlah mikroorganismenya.

 Kerusakan-Kerusakan Akibat Penyimpanan Suhu Rendah

Untuk menjaga mutunya, produk-produk hortikultura (buah-buahan dan sayuran) memerlukan suhu penyimpanan tertentu, seperti terlihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Penyimpanan beberapa buah-buahan dan sayur-sayuran pada suhu rendah Bahan Suhu

terbaik(0C)

Kerusakan jika disimpan di bawah suhu penyimpanan terbaik Buah-buahan: Alpukat Anggur Apel Jeruk Mangga Nanas Pepaya 7,5 7,5 1 – 2 2 – 3 10 10 – 30 7.5

Coklat bagian dalam

Luka, bopeng, coklat bagian dalam Coklat bagian dalam, lunak dan pecah Kulit tidak beraturan

Warna pucat bagian dalam Lembek

(15)

Pisang Sayur-sayuran: Buncis Kentang Ketimun Kol Terong Tomat hijau Tomat matang Wortel 13.5 7.5 – 10 4.5 7.5 0 7 – 10 13 10 0 – 1.5

Warna gelap jika masak

Bopeng, lembek, kemerah-merahan Coklat (browning)

Bopeng, lembek, busuk Garis-garis coklat pada tangkai Bintik-bintik coklat

Tidak berwarna jika masak, mudah menjadi busuk Pecah

Pecah

 Alat Pengolahan dengan Suhu Rendah 1. Refrigerator (lemari es)

Lemari es atau kulkas dapat digolongkan non freezer apabila bagian di dalam lemari es tidak hanya evaporator atau bagian pembeku.Temperatur dingin pada rak-rak di bawah evaporator, sebenarnya berasal dari hembusan udara dingin dari evaporator.Bagian rak ini bisa digunakan untuk menyimpan makanan dan minuman.

Gambar 1. Refigerator 2. Freezer

Lemari es freezer dapat membekukan atau menjadikan sesuatu menjadi es di setiap bagiannya (Effendi, 2009).

(16)

Gambar 2.Freezer

C. Pengawetan dengan Suhu Tinggi

Suhu tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam pengolahan pangan. Memasak, menggoreng, memanggang, dan lain-lain adalah cara-cara pengolahan yang menggunakan panas. Proses-proses tersebut membuat makanan menjadi lebih lunak, lebih enak, dan lebih awet. Pemberian suhu tinggi pada pengolahan dan pengawetan pangan didasarkan kepada kenyataan bahwa pemberian panas yang cukup dapat membunuh sebagian besar mikroba dan menginaktifkan enzim. Selain itu makanan menjadi lebih aman karena racun-racun tertentu rusak karena pemanasan, misalnya racun dari bakteri Clostridium botulinum. Pada pemakaian suhu tinggi, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu :

 Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan manusia harus dimatikan.

 Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan.  Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus dipertahankan.

Dikenal beberapa tingkatan pemberian panas atau proses termal yang umum dilakukan yaitu blansing, pasteurisasi, dan sterilisasi.

1. Blansing

Blansing dilakukan dengan pemanasan menggunakan air atau uap pada kisaran suhu dibawah 100oC selama 3-5 menit. Tujuan blansing adalah inaktivasi enzim-enzim yang masih terkandung dalam bahan pangan. Blansing juga bertujuan membersihkan bahan dari kotoran dan untuk mengurangi jumlah mikroba dalam bahan dan digunakan untuk menghilangkan bau, flavor, dan lendir yang tidak dikehendaki. Blansing biasanya digunakan sebagai perlakuan pendahuluan sebelum perlakuan pengolahan berikutnya. Dengan perlakuan ini, tekstur sayuran atau buah yang diblansing biasanya akan menjadi lunak. Contoh sederhana blansing adalah ketika kita memasukkan sayuran atau buah kedalam air mendidih selama 3-5 menit. Dalam kondisi ini enzim-enzim menjadi tidak aktif dan kehilangan nutrisi dapat diminimalisir meskipun beberapa mineral, vitamin larut air, dan komponen-komponen lain yang larut air akan hilang. 2. Pasteurisasi

(17)

Pasteurisasi dilakukan dengan suhu pemanasan 65oC selama 30 menit. Pada suhu dan waktu proses ini sebagian besar mikroba patogen dan mikroba penyebab kebusukan telah musnah, namun jenis mikroba lainnya tetap hidup. Pasteurisasi biasanya digunakan untuk susu, sari buah, anggur, makanan asam, serta makanan lain yang tidak tahan suhu tinggi. Proses ini tidak terlalu merusak gizi serta mengubah aroma dan cita rasa. Tetapi karena tidak semua jenis mikroba mati dengan proses ini, pengawetan dengan pasteurisasi biasanya tidak memiliki umur simpan yang lama. Misalkan susu yang dipasteurisasi tanpa pengemasan, biasanya hanya tahan 1-2 hari dalam suhu kamar, sedangkan dalam suhu pendingin hanya dapat bertahan hingga seminggu.

Agar memperoleh hasil yang optimal, pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara lain misalnya penyimpanan suhu rendah dan modifikasi kemasan. Uniknya, pada beberapa bahan pasteurisasi justru dapat memperbaiki cita rasa produk.

Metode pasteurisasi yang umum digunakan yaitu :

a. HTST/High Temperature Short Time, yaitu pemanasan dengan suhu tinggi sekitar 75oC dalam waktu 15 detik, menggunakan alat yang disebut Heat Plate Exchanger.

b. LTLT/Low Temperature Long Time, yaitu pemanasan dengan suhu rendah sekitar 60oC dalam waktu 30 menit.

c. UHT/Ultra High Temperature, yaitu pemanasan dengan suhu tinggi 130oC selama hanya 0,5 detik saja, dan pemanasan dilakukan dengan tekanan tinggi. Dalam proses ini semua mikrobamati , sehingga susunya biasanya disebut susu steril.

3. Sterilisasi

Sterilisasi adalah proses termal untuk mematikan semua mikroba beserta spora-sporanya hingga menadi steril. Pada proses ini, bahan yang disterilkan akan memiliki daya tahan hingga lebih dari 6 bulan pada suhu ruang. Spora-spora mikroba bersifat tahan panas, maka umumnya diperlukan pemanasan selama 15 menit pada suhu 121 oC. Penggunaan panas lembab dengan uap bertekanan sangat efektif untuk sterilisasi karena menggunakan suhu jauh diatas titik didih. Proses ini dapat menyebabkan sel mikroba hancur dengan cepat. Contoh dari sterilisasi adalah produk-produk olahan dalam kaleng seperti sarden, kornet, buah dalam kaleng, dan lainnya.

(18)

 Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan panas mikroorganisme  Air

- Ketahanan terhadap panas suatu mikroorganisme meningkat dengan turunnya kelembaban atau kadar air.

- Denaturasi protein merupakan salah satu mekanisme kematian sel oleh panas.  Lemak

- Ketahanan terhadap panas secara umum meningkat dengan adanya lemak. - Asam lemak rantai panjang melindungi C. botulinum terhadap panas

dibandingkan dengan asam lemak rantai pendek.  Karbohidrat

- Adanya gula meningkatkan ketahanan panas mikroorganisme. - Hal ini disebabkan penurunan aw.

 pH

- Mikroorganisme sangat resisten terhadap panas pada pH optimum untuk pertumbuhannya.

- Pada pH di atas atau di bawah nilai optimumnya, ketahanan terhadap panas turun.

 Protein dan substrat lain

- Protein dalam medium melindungi mikroorganisme terhadap panas.

- Derajat pemanasan makanan kaya protein perlu lebih tinggi dibandingkan dengan makanan rendah protein untuk mendapatkan hasil yang setara. Adanya partikel koloid dalam medium pemanas juga melindungi sel srfiadap pemanasan.

 Jumlah mikrobia

- Semakin besar jumlah mikrobia, semakin tinggi pula ketahanannya terhadap pemanasan.

 Umur mikrobia

- Sel bakteri paling tahan terhadap pemanasan pada fase stasioner. - Pada fase logaritmik sel tidak tahan terhadap pemanasan.

- Pada permulaan fase lag sel dilaporkan tahan terhadap pemanasan .

- Spora bakteri yang tua lebih tahan terhadap panas dibandingkan spora muda. - Mekanisme ketahanan panas dari sel yang kurang aktif belum sepenuhnya

diketahui.

 Komponen inhibitor

- Ketahanan terhadap panas turun dengan adanya inhibitor Misalnya : antibiotik, SO2, nitrit, dll.

- Inhibitor ditambahkan pada bahan makanan untuk mengurangi penggunaan panas.

 Waktu dan suhu

- Penambahan waktu pemanasan tidak selalu meningkatkan efek destruksi sel. - Semakin tinggi suhu pemanasan, semakin besar pengaruhnya terhadap

(19)

- Ukuran kontainer dan komposisinya (gelas, logam, plastik, dll) mempengaruhi efektivitas pemanasan.

 Ketahanan Mikroorganisme Terhadap Panas

- Ketahanan mikroorganisme berhubungan dengan suhu pertumbuhan optimum - Mikroorganisme psychrophilic paling sensitif terhadap panas, diikuti

mikroorganisme mesophilic dan thermophilic.

- Mikrobia pembentuk spora lebih resisten dibanding mikroorganisme yang tidak membentuk spora.

- Bakteri gram positif lebih resisten terhadap panas dibandingkan dengan gram negatif.

- Secara umum cocci lebih tahan dibandingkan dengan rod yang tidak membentuk spora. Yeast dan jamur cenderung lebih sensitif terhadap panas. - Endospora tidak hanya resisten terhadap panas, tetapi juga terhadap pengeringan,

pendinginan, bahan kimia, dan kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan lainnya.

- Penambahan chelating agent menurunkan resistensi endospora terhadap panas. - Penambahan Ca dan Mn dapat mengembaiikan daya tahannya terhadap panas.  Alat Pengolahan dengan Suhu Tinggi

1. Perebusan

Dalam proses pongolahan pangan ataupun pengawetan dengan cara perebusa, memerlukan wadah yang akan di gunakan selama proses perebusan itu perlangsung. Alat yang sering di gunakan dalam hal ini yaitu sebagai berikut: tungku ataupun kompor, wajan, belanga.contoh bahan pangan yang di olah/diawetkan dengan cara perebusan yaitu ; daging, ikan, pembuatan kueseperti onde – onde dan lain – lain.

2. Penggorengan

Alat yang biasanya di gunakan untuk menggoreng yaitu :tungku ataupun kompor, wajan,kuali besi, sendok, peniris minyak Loyang ataupun wadah lainnya tempat bahan pangan yang akan di goring.contoh bahan pangan yang biasanya di olah/ametkan dengan cara penggorengan seperti kripik pisang, kripik ubi, abon ikan, dan lain – lain.

3. Penyangraian

Pada proses ini, alat yang sering di gunakan sama dengan pada proses pengolahan pangan dengan cara penggorengan, perbedaannya hanya pada bahan tambahan lainnya yang di pakai dalam mengolah suatu bahan pangan.contoh bahan pangan yang sering diolah/awetkan dengan cara penyangraian yaitu kopi,

(20)

4. Pengasapan

Alat yang sering di gunakan antara lain : tungku, para – para, ataupun tempat pembakaran.contoh bahan pangan yang diolah/awetkan dengan cara pengasapan yaitu: ikan, daging.

5. Pembakaran

Dalam hal ini alat yang sering di gunakan sama dengan alat yang sering di gunakan pada proses pengasapan. Contoh bahan pangan yang diolah/awetkan dengan cara pembakaran seperti daging, ikan, roti bakar

6. Penjemuran di bawah sinar matahari

Pada proses penjemuran di bawah sinar matahari, biasanya menggunakan alat berupa tapis, tarpal ukuran kecil (kapasitas sedikit) ukuran besar (kapasitas banyak), mie kering, kerupuk ubi, ikan kering, buah kakaodan lain – lain.

BAB III SIMPULAN

Pengawetan adalah cara yang digunakan untuk membuat bahan pangan memiliki daya simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia makanan.Dalam pengawetan bahan pangan harus diperhatikan jenis bahan pangan yang diawetkan,keadaan bahan pangan, dan cara pengawetan. Pengaturan suhu juga memiliki peran yang sangat penting dalam pengawetan bahan pangan.Baik suhu rendah maupun suhu tinggi sangat berperan dalam mempertahankan mutu bahan.

Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme, dimana pada umumnya stiap penurun suhu 8°C kecepatan reaksi akan berkurang menjadi kira-kira setengahnya. Karena itu penyimpanan bahan pangan pada suhuu rendah dapat memperpanjang masa hidup dari jaringan-jaringan di dalam bahan pangan tersebut.Beberapa cara dalam proses pengawetan dan pengolahan bahan pangan dengan menggunakan suhu rendah , yaitu pendinginan, dan pembekuan.

Pemberian suhu tinggi pada pengolahan dan pengawetan pangan didasarkan kepada kenyataan bahwa pemberian panas yang cukup dapat membunuh sebagian besar mikroba dan menginaktifkan enzim. Beberapa cara dalam proses pengolahan/pengawetan bahan pangan

(21)

dengan menggunakan suhu tinggi antara lain yaitu ; Perebusan, Penggorengan, Penyangraian, Pengasapan, Penjemuran di bawah sinar matahari

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Winarno F.G. Srikandi Fardiaz, Dedi Fardiaz (1980). Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia, Jakarta.

Effendi M. Supli (2009).Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Alfabeta, Bandung Potter, N.N. & J.H. Hotchkiss. 1995. Food Science. Chapmann & Hall, New York-USA Syamsir E. 2008. Prinsip dan Teknik Pengawetan Makanan (Pangan) diakses pada tanggal 23

November 2014 jam 23.06

http://suhirman-pengolahanhasilprikanan.blogspot.com/2011/04/pengawetan-dengan-suhu-rendah.html( Diakses pada tanggal 17 November 2014 jam 20.30 )

http://ajatindahgz2a.blogspot.com/201203/pengawetan-dengan-penggunaan-suhu.html diakses pada tanggal 23 November 2014 jam 23.58

Gambar

Tabel 1.Suhu yang cocok untuk penyimpanan dingin berbagai bahan pangan Suhu maksimum yang dapat diterima untuk
Tabel 2. Penyimpanan beberapa buah-buahan dan sayur-sayuran pada suhu rendah
Gambar 1. Refigerator 2. Freezer

Referensi

Dokumen terkait

Suhu tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam pengolahan pangan.Memasak, menggoreng, memanggang, dan lain-lain adalah cara-cara pengolahan yang menggunakan

Pada umumnya sebagian besar bahan pangan akan mempunyai mutu penyimpanan yang baik sekurang-kurangnya 12 bulan bila disimpan pada suhu -18 0 C, kecuali bahan pangan

Pembekuan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan dengan cara membekukan bahan pada suhu dibawah titik beku pangan tersebut. Dengan membekunya sebagian kandungan air